presbes cpc
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
CPC
(Cor-Pulmonale Chronicum)
Diajukan kepada Yth:
dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD
Disusun oleh :
Fikri Fajrul Falah
G4A013013
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2014
1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
CPC
(Cor-Pulmonale Chronic)
Disusun Oleh :
Fikri Fajrul Falah
G4A013013
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di
bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal : 2014
Dokter Pembimbing :
dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD
2
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Usia : 64 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Mersi
Tanggal masuk : 26 Desember 2013
Tanggal periksa : 31 Desember 2013
No. CM : 499858
B. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Keluhan tambahan
Batuk berdahak, lemas, mudah lelah, bengkak pada kedua tungkai
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak nafas yang
dirasakan sejak beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas
yang dirasakan merupakan sesak nafas kambuh-kambuhan yang sudah
sering di alami oleh pasien. Pada awalnya sesak nafas masih terasa
ringan dan pasien masih dapat beraktivitas. Namun semakin lama sesak
nafas yang di rasakan pasien semakin memberat sehingga menggangggu
aktivitas. Sesak nafas tidak hilang saat beristirahat serta tidak
dipengaruhi posisi. Sesak nafas di sertai oleh bunyi ngik-ngik dan
muncul kapan saja, baik udara dingin maunpun tidak. Beberapa tahun
yang lalu sesak nafas berkurang apabila pasien meminum obat
3
aminofilin yang di peroleh dari dokter. Namun sejak 1 tahun yang lalu
pasien menggunakan ventolin untuk mengurangi sesak nafasnya.
Selain sesak nafas, pasien juga merasakan demam batuk berdahak
dengan dahak berwarna putih dan kental yang muncul sejak sejak 1
minggu yang lalu. Keluhan lain yang dirasakan adalah lemas serta kedua
kaki sedikit bengkak. Pasien mengakui keluhan-keluhan tersebut sering
muncul selama beberapa bulan terakhir. Pasien sudah sering kali berobat
ke dokter untuk mengatasi keluhan yang dirasakannya. Karena sesak
nafas yang dirasakan pasien semakin memberat dan hebat maka akhirnya
pasien dibawa ke IGD RSMS.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : (+)
b. Riwayat mondok : (+)
c. Riwayat OAT : (-)
d. Riwayat hipertensi : (-)
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
h. Riwayat bronchitis : (+) sejak 1980-an
i. Riwayat PPOK : (+) sejak 2000-an
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk dan jarak antara
rumah dengan rumah yang lainnya sangat berdekatan. Lingkungan
rumah mempunyai kebiasaan sering membakar sampah.
4
b. Home
Pasien tinggal sendiri di rumah beralaskan tehel, berdinding tembok
serta beratap genteng. Rumah memiliki jendela dan ventilasi yang
kurang memadai. Anak-anaknya sering mengunjungi rumahnya
karena rumah mereka saling berdekatan. Saat berkumpul bersama
mereka mempunyai kebasaan merokok di dalam rumah, termasuk
suami pasien ketika masih hidup. Sebelum ada program kompor gas
dari pemerintah, pasien memasak menggunakan kayu bakar.
c. Occupational
Pasien saat masih muda bekerja sebagai pedagang di cilacap. Pasien
pulang-pergi naik motor.
d. Personal habit
Pasien tidak merokok serta tidak minum alcohol. Dalam berkendara
sepeda motor saat bekerja, pasien sering tidak memakai masker.
7. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 40 kg
TB : 150 cm
BMI : 17,77 ( Underweight )
Vital sign
- Tekanan Darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- RR : 36 x/menit
- Suhu : 36, 5 oC
d. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk : Mesochepal, simetris
- Venektasi temporal : +/+
5
2) Mata
- Palpebra : Edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (+/+) ringan
- Sclera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
3) Telinga
- Discharge (-/-)
- Deformitas (-/-)
4) Hidung
- Nafas cuping hidung (+/+)
- Deformitas (-/-)
- Discharge (-/-)
5) Mulut
- Bibir sianosis (-)
- Lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea : Deviasi trakhea (-)
- Kelenjar lymphoid : Tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid : Tidak membesar
- JVP : 5+4 cm H20
7) Dada
a) Paru
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, hemithorak dextra =
sinistra, ketinggalan gerak (-), retraksi (-), sela iga
melebar.
- Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri,
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri.
- Perkusi : Sonor pada lapang paru kiri dan kanan,
Batas paru hepar SIC V LMCD
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronki
basah kasar +/+, Wheezing +/+, ronkhi basah halus +/+
6
b) Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial
LMCS
- Palpasi : Ictus cordis teraba SIC V 2 jari medial LMCS,
kuat angkat (-)
- Perkusi :
Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah : SIC V 1 jari medial LMCD
Batas jantung kiri bawah : SIC V 2 jari medial LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Pekak sisi (+), pekak alih (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi (+)
9) Hepar dan lien : Tidak teraba
10) Ekstrimitas
- Superior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-)
- Inferior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (+/+)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium (dilakukan di RSMS) 26 Desember
2013
Darah lengkap
Hemoglobin : 10,8 g/dl (L) Normal : 12-16 gr/dl
Leukosit : 10560 /uL (N) Normal : 4800-10800 /uL
Hematokrit : 34 % (L) Normal : 37 % - 47 %
Eritrosit : 4,7X10^6/uL (N) Normal : 4,2-5,4 juta/ uL
Trombosit : 284000 /uL (N) Normal : 150000-450000/uL
MCV : 72.0 fL (L) Normal : 79-99 fL
MCH : 23,1 pg (L) Normal : 27-31 pg
MCHC : 32.0 % (L) Normal : 33-37 gr/dl
7
RDW : 14.9 % (H) Normal : 11,5-14,5
MPV : 10.5 fL (N) Normal : 7,2-11,1
Hitung Jenis
Basofil : 0.3 % (L) Normal : 0,0 – 1,0 %
Eosinofil : 2.8 % (N) Normal : 2– 4 %
Batang : 0.3 % (L) Normal : 2-5 %
Segmen : 59.6 % (N) Normal : 40-70 %
Limfosit : 30.2 % (N) Normal : 25-40 %
Monosit : 6.8 % (N) Normal : 2-8 %
Kimia Klinik
Ureum Darah : 8.6 mg/dL (L) Normal : 14,98-38,52 mg/dl
Kreatinin Darah: 0,4 mg/dL (L) Normal : 0,8-1,3 mg/dl
Glukosa Sewaktu: 76 mg/dl (N) Normal : <200 mg/dl
Na : 143 mmol/L (N) Normal : 136-145 mmol/L
K : 3.6 mmol/L (N) Normal : 3.5-5.1 mmol/L
Ca : 99 mmol/L (N) Normal : 98-107 mmol/L
I. ASSESSMENT
1. Diagnosis Klinis:
CPC stadium dekompensata
PPOK
Anemia
2. Diagnosis Banding
Gagal jantung kongestif
II. PLANNING
1. Terapi
a. Farmakologi
1) Oksigen 4 lpm nasal kanul
2) IVFD D5% + aminofilin 1 amp 20 tpm
3) Injeksi Furosemid 1 x 1 amp
8
4) Injeksi Ceftriaxon 2x 1 gr IV
5) Injeksi Metilprednisolon 2 x 62,5 mg IV
6) Po. Ambroxol 3 x 30 mg
7) Vestein tab 300 mg 2x1 tab
8) Sulfas ferosus 1 x 1tab
b. Non Farmakologi
1) Istirahat
2) Diet rendah karbohidrat rendah garam
3) Edukasi tentang CPC
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Periksa sputum SPS (sewaktu, pagi, sewaktu)
b. Faal paru (spirometri)
c. Rontgen thoraks
d. Elektrokardiogram
3. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Frekuensi timbul serangan sesak
4. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad malam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kor Pulmonale (CP) adalah suatu keadaan di manan terdapat hipertrofi
atau dilatasi ventrikel kaan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh
penyakit intrinsic dari parenkim paru, dinding thoraks atau pembuluh darah
paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Karena itu
mendiagnosis CP harus disingkirkan adanya stenosis mitral, kelainan jantung
bawaan atau gagal jantung kiri yang juga dapat menyebabkan dilatasi dan
hipertrofi ventrikel kanan. Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan
penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan Kor Pulmonal (Yugiarto,
2003).
B. Etiologi
Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan menjadi 4 kelompok
(Yugiarto, 2003):
1. Penyakit parenkim paru
a. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
b. Bronkiektasis
c. Sistik Fribrosis
d. Penyakit Paru Restriktif
e. Pneumokoniasis
f. Sarcoidosis
2. Kelainan dinding toraks dan otot pernapasan
a. Kifoskloliosis
b. Amiotrofik Lateral Sklerois (ALS)
c. Miastenia gravis
3. Sindrom Pickwickian dan sleep apnea
4. Penyakit pembuluh darah paru
a. Emboli paru berulang dapat menyebabkan CP paru kronis
b. Emboli paru masif dapat menyebabkan CP paru akut
10
c. Hipertensi pulmonal primer
d. Anemia sel sabit
e. Schitosomiasis
f. Skleroderma
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK
dengan hipertensi pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi
pulmonal serta gagal jantung kanan. Diagnosis kor pulmonale terutama
berdasarkan pada dua kriteria: (1) adanya penyakit pernapasan yang disertai
hipertensi pulmonal dan (2) bukti adanya disertai hipetrofi ventrikel kanan.
Adanya hipoksia yang menetap, hiperkapnia dan asidsis atau pembesaran
ventrikel kanan pada radiogram menunjukan kemungkanan penyakit paru
yang mendasarinya. Adanya emfisema cenderuang mengaburkan gambaran
diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul sebagai gejala emfisema dengan atau
tanpa kor pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak atau
kelelahan, pingsan pada waktu bekerja atau rasa tidak enak angina pada
substernal mangisyaratkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik hipertensi
pulmonal berupa kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya
bunyi pulmonik kedua dan bising akibat insufiensi katup triskuspidalis dan
pulmonalis. Hepatomegali dan edema perifer dapat terlihat pada pasien
dengan gagal ventrikel kanan (Harun, 2007).
D. Patofisiologi
Penyakit paru kronis akan mengakibatkan: (1) berkurangnya “vascular
bed” paru, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh
paru yang mengembang atau kerusakan paru; (2) asidosis dan hiperkapnia; (3)
hipoksia alveolar, yang akan merangsang vasokonstriksi paru; (4) polisitemia
dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini akan menyebabkan timbulnya
hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam jangka panjang akan
mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan
berlanjut menjadi gagal jantung kanan (Price & Wilson, 2007)
11
Bangan 1. Patogenesis kor pulmonale kronik
E. Diagnosis
Anamnesis
Pada penderita CP dengan COPD sebagai penyakit dasarnya,
keluhannya berupa sesak napas yang progresif yang bertambah berat dengan
aktivitas dan persisten, batuk kronik yang produktif (banyak sputum), napas
yang berbunyi, mudah fatig, lemah serta adanya riwayat terpajan faktor resiko
seperti asap rokok, debu, bahan kimia, asap dapur (Harun, 2007).
Pada penderita CP dengan Hipertensi Pulmonal Primer muncul
keluhan berupa sesak napas dan sering pingsan jika beraktivitas. Dalam hal
mengevaluasi keluhan sesak napas, haruslah disingkirkan adanya kelainan
pada jantung kiri sebagai penyebab sesak napas tersebut. Pada umumnya,
sesak napas akibat kelainan jantung kiri menimbulkan keluhan ortopnea dan
paroxysmal nocturnal dyspnea (Yugiarto, 2007).
12
Penyakit paru kronis
Kerusakan paru & semakin terdesaknya pembuluh darah oleh
paru yang mengembang
Hipoksia alveolar
Asidosis dan hiperkapnia
Berkurangnya vascular bed paru
Vasokonstriksi
Polisitemia dan
hiperviskositas darah
Hipertensi Pulmonal
Hipertrofi dan dilatasi ventrikel
kanan
Kor pulmonal
Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada
gagal jantung kanan, misalnya edema dan nyeri perut kanan atas. Infeksi paru
sering menimbulkan gagal jantung, hipersekresi bronkus, edema alveolar,
serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul gagal jantung
kanan (Yugiarto, 2007).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik juga bervariasi tergantung dari penyakit dasarnya,
tanda yang biasanya didapatkan adalah (Yugiarto, 2007):
1. Takipnea
2. Sianosis
3. Jari tabuh
4. JVP yang meningkat
5. Abnormalitas dinding toraks
6. Suara jantung yang lemah
7. Pulsasi menonjol di sternum bagian bawah atau epigastrium (parasternal
lift)
8. Heaving ventrikel kanan atau irama derap.
9. Bising insufisiensi trikuspid
10. Hepatomegali dan nyeri tekan
11. Ascites dan edema
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan analisa gas darah dapat menunjukkan hipoksia dan
atau hiperkapnea/ asidosis respiratorik. Pada beberapa penderita CP,
analisa gas darahnya dapat normal pada saat istirahat, tapi pada saat
berakitivitas, pemeriksaan gas darahnya menunjukkan hipoksia berat
disertai hiperkapnea. Hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak napasnya
adalah kelainan paru (Yugiarto, 2007).
2. EKG
EKG pada COPD memberi gambaran voltase rendah, deviasi aksis
ke kanan, progresi gelombang R yang jelek pada sadapan prekordial. Pada
13
CP kronik memberi gambaran pembesaran atrium kanan (P pumonal) dan
hipertrofi ventrikel kanan (Yugiarto, 2007).
3. Foto rontgen toraks
Tampak kelainan paru sebagai penyakit dasarnya. Jika menderita
Emfisema, maka dapat terlihat hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal
melebar, diafragma mendatar, dan jantung pendulum sedangkan jika
menderita Bronkhitis kronik, maka dapat terlihat nomal atau corakan
bronkovaskuler bertambah (Yugiarto, 2007).
Pada jantung dapat ditemukan pembesaran ventrikel kanan,
pelebaran vena cava superior, dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan
yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup oleh hiperinflasi paru yang
menekan diafragma sehingga jantung tampak normal. Pembesaran
ventrikel kanan lebih jelas pada posisi oblik atau lateral (Yugiarto, 2007).
4. Faal paru
Kapasitas Vital (KV) adalah jumlah udara maksimal yang dapat
diekspirasi sesudah inspirasi maksimal. Kapasitas Vital Paksa (KVP)
adalah pengukuran kapasitas vital yang didapat pada ekspirasi yang
dilakukan secepat dan sekuat mungkin. Volume udara ini dalam keadaan
normal kurang lebih sama dengan KV (PDPI, 2011).
Volume Ekspirasi Paksa (VEP) adalah volume udara yang dapat
diekspirasi dalam waktu standar selama tindakan KVP. Biasanya VEP
diukur selama detik pertama ekspirasi yang dipaksakan (VEP1). VEP
1%merupakan parameter paling umum yang dipakai untuk menilai
beratnya COPD dan memantau perjalanan penyakit. Pada penyakit
obstruksi (COPD) ditemukan VEP1% (VEP1/KVP) < 75% (PDPI, 2011).
F. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kor pulmonal bertujuan untuk: (1) mengoptimalkan
efisiensi pertukaran gas; (2) menurunkan hipertensi pulmonal; (3)
meningkatkan kelangsungan hidup; (4) pengobatan penyakit dasar dan
komplikasinya (Harun, 2007).
14
1. Terapi oksigen
Mekanisme bagaimana oksigen dapat meningkatkan kelangsungan
hidup belum diketahui. Ada dua hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi
vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskular paru yang kemudian
meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan; (2) terapi oksigen
meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke
jantung, otak dan organ vital lain (Harun, 2007).
Pemakaian Oksigen secara kontinyu meningkatkan kelangsungan
hidup dibandingkan dengan pasien tanpa oksigen. Indikasi terapi Oksigen
di rumah adalah PaO2 ≤ 55 mmHg atau SaO2 ≤ 88%; PaO2 55-59 mmHg
disertai salah satu dari edema disebabkan gagal jantung kanan, P pulmonal
pada EKG, eritrositosis hematocrit > 56% (Harun, 2007).
2. Bronkodilator
Obat-obatan yang bronkodilator yang biasanya dipakai untuk
COPD dengan CPCD adalah (PDPI, 2011):
a. Agonis beta-2 kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan :
Salmeterol, Formoterol, Indacaterol
b. Antikolinergik kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan :
Tiotropium
c. Kortikosteroid inhalasi jika memberi respon klinis atau eksaserbasi
ulang
3. Vasodilator
Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa
adrenergik, inhibitor ACE dan prostaglandin) pada sampai saat ini belum
direkomendasikan pemakaiannya secara rutin. Vasodilator pulmoner
memberi hasil yang baik pada beberapa penderita hipertensi pulmonal
primer, tetapi hasilnya tidak meyakinkan pada penderita Cor Pulmonale
Chronic Dekompensata (CPCD) dengan COPD sebagai penyakit dasarnya
(Harun, 2007).
4. Digitalis
Digitalis hanya diberikan pada pasien kor pulmonal bila disertai
gagal jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel
15
kanan pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri normal,
hanya pada pasien kor pulonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun
atau adanya aritmia, digoksin dapat meningkatkan ventrikel kanan. Di
samping itu, kemungkinan terjadinya intoksikasi digitalis lebih besar pada
penderita COPD karena adanya hipoksia dan asidosis respiratorik (Harun,
2007).
5. Diuretik
Diuretika diberikan jika ada gagal jantung kanan. Diuretik efektif
untuk pengobatan CPCD dengan COPD sebagai penyakit
dasarnya .Pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan
alkolosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Oleh
karena itu, efek samping diuretik harus dimonitor dengan pemeriksaan
analisis gas darah. (Harun, 2007).
6. Flebotomi
Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit
yang tinggi untuk menurunkan hematokrit sampai nilai 59% . Flebotomi
hanya merupakan terapi tambahan pada pasien kor pulmonal dengan gagal
jantung kanan akut (Harun, 2007).
7. Antikoagulan
Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas
kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi
ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien (Harun, 2007).
G. Prognosis
Prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh PPOK lebih baik dari
prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru lain seperti
"restrictive pulmonary disease", dan kelainan pembuluh darah paru. Berberapa
penelitian menunjukan penderita kor pulmonal masih dapat hidup antara 5
sampai 17 tahun setelah serangan pertama kegagalan jantung kanan, asalkan
mendapat pengobatan yang baik (Weitzenblum, 2003).
16
BAB III
KESIMPULAN
1. Ny. S 64 tahun didiagnosis menderita CPC dekompensata
dan anemia
2. CPC merupakan keadaan di mana terdapat hipertrofi dan
atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi (arteri) pulmonal yang
disebabkan penyakit paru.
3. Untuk menegakan diagnosis diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan
laboratoriu, EKG, Foto thoraks, faal paru yang mengarah pada CPC
4. Tujuan pengobatan kor pulmonal bertujuan untuk
mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas, menurunkan hipertensi pulmonal,
meningkatkan kelangsungan hidup, pengobatan penyakit dasar dan
komplikasiny
17
DAFTAR PUSTAKA
Harun S, W IP. 2007. Kor Pulmonal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiohadi B, editors.
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011. Diagnosis dan
Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia
Price SA, Wilson LM. 2011. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta. EGC.
Weitzenblum E. Chronic cor pulmonale. Heart. 2003; 89:225-30. Di unduh
treakhir pada 22 Januari 2014 di
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1767533/
Yogiarto M, Baktiyasa B. 2003. Cor Pulmonale. In : Joawono, BS, editor. Ilmu
Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press
18