praperadilan terhadap penetapan...

106
PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA DAN IMPLIKASINYA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014 (Studi Putusan No.04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) OLEH : FARRAH NIM : 1111043200024 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M

Upload: dinhkhuong

Post on 03-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA DAN IMPLIKASINYA

PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014

(Studi Putusan No.04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

OLEH :

FARRAH

NIM : 1111043200024

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M

Page 2: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA DAN IMPLIKASINYA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-X1112014

(Studi Putusan No.04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukurn

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

FARRAH

NIM: 1111043200024

Di bawah bimbingan:

mbing II

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUD! PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 11/2016 M

Page 3: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Sknpsi mi beijudul "PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA DAN IMPLIKASINYA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 21IPUU-X1I/2014 (Studi Putusan No.04IPid.Prap/2015IPNJkt.SeI)", telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Syariah clan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Juni 2016, Skripsi mi telah diterima sebagai salah satu. syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukurn.

Jakarta, 29 Juni 2016 - Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ase4iin Jah4r, MA .S Nip. 1969161996O310b1

PANITIA UJIAN

Ketua Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si Nip. 19741213203121002

Sekretaris Hi. Siti Hana, S. Ag, Lc., MA Nip. 197402162008012013

Pembimbing I Dr. H. Ahmad Mukri Au, MA N.p. 195703121985031003

Pembimbing 11: Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH

Penguji I : Dr. Alfitra, SH., MH Nip. 197202032007011034

Penguji 11 : Nur Habibi, SH.1., MH Nip. 197608172009121005

ff

Page 4: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sebagai

acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang atau dicantumkan dalam daftar

pustaka sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika suatu saat terbukti karya ini bukan hasil karya saya, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2016

Farrah

Page 5: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

v

ABSTRAK

FARRAH. NIM 1111043200024. “Praperadilan Terhadap Penetapan Tersangka dan

Implikasinya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 (Studi

Putusan No.04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel)”. Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum,

Konsentrasi Perbandingan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2016 M.

Skripsi ini menjelaskan tentang penetapan status seseorang menjadi tersangka yang tidak

masuk kedalam ranah praperadilan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah Pasal 77

KUHAP dapat diperluas sehingga mencakup penetapan tersangka serta bagaimana konsekuensi

yuridis praperadilan terhadap penetapan tersangka sebelum dan sesudah putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode

penelitian normatif dengan analisis data kualitatif. Penelitian normatif dengan menggunakan

pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).

Selanjutnya sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bahan hukum primer

yaitu Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Putusan Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel dan Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 21/PUU-XII/2014, serta bahan hukum sekunder dan tersier.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa objek Praperadilan dalam Pasal 77 KUHAP dapat

diperluas sehingga mencakup penetapan tersangka. Penetapan status seseorang menjadi

tersangka merupakan proses dari penyidikan yang di dalamnya terdapat kemungkinan tindakan

sewenang-wenang dari aparat penegak hukum, sehingga menyebabkan terjadinya perampasan

hak dari seorang tersangka/terdakwa.

Kata Kunci : Praperadilan, Penetapan Tersangka, Mahkamah Konsitusi.

Pembimbing : Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA. dan Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH.

Daftar Pustaka : Tahun 1980 s.d Tahun 2012.

Page 6: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

vi

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم

Alhamdulillah, segala puji dan syukur yang tak terhingga terpanjatkan kehadirat Allah

SWT atas segala berkah dan rahmat-Nya yang telah memberikan begitu banyak jalan terang dan

kemudahan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan penulisan skripsi yang insya Allah

memberi manfaat kepada penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amiin.

Shalawat serta salam semoga senantiasa kita sampaikan kepada junjungan alam, Nabi

besar Muhammad SAW, yang dengan wasilah ilmu-ilmunya lewat para pengikutnya, kemudian

sampai kepada penulis, memberi peranan penting bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tiada untaian kata yang pantas disenandungkan, selain rasa syukur yang tiada terhingga

yang menunjukan betapa Allah telah memberikan rasa kasih dan sayang-Nya kepada penulis

dengan memberikan kesehatan fisik dan psikis serta memberikan ilmu pengetahuan untuk dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Praperadilan Terhadap Penetapan Tersangka Dan

Implikasinya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 (Studi

Putusan No.04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel)”. Berbagai hambatan, rintangan, ujian dan tantangan

telah dilewati penulis selama proses penyelesaian studi. Memang tidak mudah menjalaninya,

namun berkat support atau dorongan semangat dan doa yang terus mengalir tiada henti-hentinya

dari berbagai pihak yang turut membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu

sebagai bentuk apresiasi tinggi, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa

terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga menjadi pimpinan yang memberikan teladan dan

integritas yang baik.

2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi M.Si Ketua Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum

yang telah memberikan pelayanan kepada penulis. Ibu Siti Hana, MA Sekretaris Prodi

Perbandingan Mazhab dan Hukum yang sudah membantu memberikan penilaian

terhadap penulis dari awal hingga akhir.

Page 7: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

vii

3. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA. selaku Dosen Pembimbing I dan Muhammad Ainul

Syamsu, SH. MH selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu

untuk membimbing penulis dalam memberikan saran dan kritik yang membangun serta

memberikan nasihat kepada penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik.

4. Ibunda tercinta, terkasih dan tersayang Hj. Soviawati yang tidak pernah berhenti berdoa,

yang tidak pernah berhenti menyemangati, serta yang selalu sabar menghadapi segala

keterbatasan ananda selama ini, semoga ananda dapat menjadi anak yang selalu berbakti

kepada orang tua sampai akhir hayat nanti, aamiin. Ayahanda tercinta H. Ahmad

Zarkasih yang selalu mengingatkan penulis untuk tidak pernah berhenti mengejar mimpi

dan cita, senantiasa memberikan semangat dan nasihat-nasihatnya yang berharga serta

memberikan saran dan doa hingga di akhir perjuangan penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. Pimpinan besar seluruh staf perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan bantuan-bantuan dan pelayanan dalam upaya memenuhi kebutuhan yang

berkenaan dengan literatur untuk penyusunan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat tercinta dari Ponpes Modern Ummul Quro Al-Islami Bogor Nurur

Rizkiyah, Luthfiyah Rafhasany, Syarifah Rafhasany, Rivnida Rahayu, Restu Eka Saputra,

dan Ibnu Kholdun Nawaji yang terus memberikan semangat, keceriaan, pertemanan dan

persaudaraan yang begitu luar biasa dari awal masuk Madrasah Tsanawiyah, Madrasah

Aliyah hingga akhirnya masuk perkuliahan. Semoga persahabatan terus terjalin dan kita

semua menjadi orang-orang yang sukses. Aamiin.

7. Rekan-rekan dari FA Advocat and Legal Consultant Rizky Hakim Hasibuan, Siti

Masyitoh, Hasmar, Phutut yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun

terhadap penulis.

8. Seluruh rekan-rekan seperjuangan penulis selama di bangku perkuliahan Program Studi

Perbandingan Hukum 2011: Susy Purnamasari, Helmi Arisandi, Akip Bustomi, Adnan

Chaidar, Zainul Muhtarom, Bayu Baskoro, Siti Nuraviva, Hikmiyyah, Ratu Sholihat, Titi

Nurindah Sari, Lia Herawati, Melani Sagita, Afrita Rizky Nurul Afthi, Sri Ulvah

Handayani dan lain-lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Page 8: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

viii

9. Rekan-rekan mahasiswa di kelompok KKN ADHESI: Rizky Permatasari, Maria Qibtya,

Lisa Latifah, Iyan Al-Iqbal, Ihsan, Budi Saputra dan lain-lain. Terima kasih atas

kerjasama dan kebersamaannya dalam menyukseskan program-program KKN kita.

10. Seluruh pihak dan segenap elemen masyarakat (yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu) yang telah terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses

penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum dapat dikatakan sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Aamiin.

Jakarta, Juni 2016

Penulis

Page 9: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. iv

ABSTRAK ......................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vi

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 7

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ..................................................... 8

F. Metode Penelitian ................................................................................. 10

G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 14

BAB II TINJAUAN TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN DALAM

HUKUM ACARA PIDANA

A. Asas Praduga Tidak Bersalah dalam KUHAP ...................................... 16

B. Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Hukum Islam .............................. 21

C. Proses dan Prosedur .............................................................................. 23

1. Proses .............................................................................................. 23

2. Prosedur .......................................................................................... 25

BAB III PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA

A. Pengertian dan Objek Praperadilan ....................................................... 37

Page 10: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

x

1. Pengertian Praperadilan .................................................................. 37

2. Objek Praperadilan.......................................................................... 42

B. Praperadilan Sebagai Hak Tersangka ................................................... 46

C. Praperadilan Sebagai Kewajiban Penegak Hukum ............................... 50

BAB IV KONSEKUENSI YURIDIS PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN

TERSANGKA SEBELUM DAN SESUDAH PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014

A. Konsekuensi Yuridis Praperadilan Terhadap Penetapan Tersangka

dalam Putusan Pengadilan Negeri

Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel ................................................... 55

1. Kronologi Perkara ........................................................................... 55

2. Pertimbangan Hakim Pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel ................................. 59

3. Analisis Penulis ............................................................................... 62

B. Konsekuensi Yuridis Praperadilan Terhadap Penetapan Tersangka dalam

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 ................... 66

1. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon ............................. 66

2. Alasan-alasan Permohonan ............................................................. 78

3. Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 21/PUU-XII/2014 ............................................................... 71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 77

B. Saran ..................................................................................................... 79

Page 11: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

xi

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 81

LAMPIRAN

Page 12: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1

Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, yaitu Negara yang

menegakkan kekuasaan hukum tertinggi untuk menegakkan kebenaran, keadilan

dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggung jawabkan.1 Sebagai Negara

hukum, Indonesia mempunyai kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia

setiap warga negaranya, yang diwujudkan dengan adanya pengaturan tentang

hukum secara tertulis.

Hak-hak asasi manusia tidak hanya mencakup hak-hak politik dan sipil

seperti kebebasan berbicara dan kebebasan dari penyiksaan hak-hak tertentu

meliputi hak-hak sosial, ekonomi dan budaya seperti hak-hak untuk mendapatkan

pendidikan dan kesehatan tetapi juga hak pembangunan (the right to

development). Beberapa hak juga berlaku untuk individual (perorangan) seperti

hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil. Agar hak asasi manusia berlaku

secara efektif, maka hak itu harus dapat dipertahankan dan dilindungi. Sebagai

konsekuensi bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, maka usaha untuk

1 Pasal 1 ayat (3) Undang-UD Negara Republik Indonesia 1945.

Page 13: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

2

mempertahankan dan melindungi hak asasi manusia itu adalah menjadikan HAM

tersebut sebagai bagian dari hukum nasional.2

Seperti yang sudah diketahui, demi untuk terlaksananya kepentingan

pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberikan kewenangan kepada

penyidik dan penuntut umum untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa

penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya. Setiap upaya paksa yang

dilakukan pejabat penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, pada

hakikatnya merupakan perlakuan yang bersifat:

1. Tindakan paksa yang dibenarkan undang-undang demi kepentingan

pemeriksaan tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka,

2. Sebagai tindakan paksa yang dibenarkan hukum dan undang-undang, setiap

tindakan paksa dengan sendirinya merupakan perampasan kemerdekaan dan

kebebasan serta pembatasan terhadap hak-hak asasi tersangka.3

Dalam sistem Hukum Pidana Indonesia salah satu bentuk perlindungan

terhadap Hak Asasi Manusia diwujudkan dengan adanya Praperadilan.

Praperadilan adalah sebuah jalur hukum yang diperuntukkan sebagai pengontrol

atas tindakan penguasa dalam bentuk upaya paksa yang didelegasikan kepada

penegak hukum dalam hal penanganan sebuah tindak pidana. Ketentuan tentang

2 Handoyono Cipto Hestu, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan & Hak Asasi Manusia

(Yogyakarta: Grafika, cet. Kelima 2003), hlm. 203. 3 M. Yahya Harahap, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali” (Jakarta: Sinar Grafika, cet.

Kesepuluh 2009), hlm. 3.

Page 14: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

3

praperadilan ini diatur pada Pasal 1 Angka 10 Undang – Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pada dasarnya, praperadilan ini ditujukan

untuk perlindungan hukum terhadap hak-hak tersangka terutama dalam hal

penangkapan dan penahanan yang tidak sah.

Praperadilan secara tidak langsung melakukan pengawasan pelaksanaan

upaya paksa yang dilakukan penyidik dalam rangka penyidikan maupun

penuntutan, mengingat tindakan upaya paksa pada dasarnya melekat pada instansi

bersangkutan. Melalui lembaga ini, maka dimungkinkan adanya pengawasan

antara kepolisian dan kejaksaan dalam hal penghentian penyidikan dan

penuntutan.

Tujuan utama lembaga Praperadilan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (untuk selanjutnya disebut KUHAP) adalah untuk melakukan

pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap

tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan, agar

benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan

undang-undang.4 Dalam Pasal 1 angka (10) KUHAP menegaskan bahwa:

“Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan

memutus:5

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan,

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan,

4 M. Yahya Harahap, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali”, hlm. 4. 5 Lihat Pasal 1 angka 10 KUHAP.

Page 15: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

4

c. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau

pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

Apa yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka (10) KUHAP, dipertegas

dalam Pasal 77 KUHAP yang menjelaskan: “Pengadilan Negeri berwenang untuk

memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-

undang ini tentang:6

a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan,

b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya

dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”

Salah satu kasus praperadilan yang terbaru adalah kasus penetapan status

tersangka Komisaris Jenderal Polisi (untuk selanjutnya disebut Komjenpol) Budi

Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (untuk selanjutnya disebut KPK)

dalam kasus tindak pidana gratifikasi.7 Kasus ini menjadi kasus yang banyak

dibicarakan oleh masyarakat Indonesia dan menjadi isu hangat dalam dunia

hukum. Hal ini dikarenakan dalam kasus praperadilan tersebut Komjen Budi

Gunawan selaku pemohon praperadilan melawan pihak termohon KPK,

mengajukan permohonan gugatan praperadilan yang pokok permohonannya

adalah penetapan status tersangka Komjen Budi Gunawan dalam kasus suap yang

dianggap tidak sah.

6 Lihat Pasal 77 KUHAP.

7 Menurut Pasal 12B UU No 20 Tahun 2001, Gratifikasi adalah pemberian dalam arti

luas, yakni meliputi uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket

perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas

lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan

yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Page 16: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

5

Disini terlihat ada yang janggal, karena pihak Komjen Budi Gunawan

mengajukan gugatan praperadilan yang pokok permohonannya adalah perihal

penetapan status tersangka. Sedangkan di dalam ruang lingkup praperadilan,

penetapan tersangka bukanlah wewenang praperadilan. Hal ini menimbulkan

berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat. Apakah penetapan tersangka masuk

ke dalam wewenang praperadilan? Apakah hakim wajib memeriksa praperadilan

terhadap penetapan tersangka? Dan bagaimana konsekuensi yuridis praperadilan

terhadap penetapan tersangka sebelum dan sesudah putusan Mahkamah

Konstitusi No 21/PUU-XII/2014?

Berkaitan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti

masalah tersebut dan menuliskannya dalam penulisan proposal skripsi yang diberi

judul “PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA DAN

IMPLIKASINYA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 21/PUU-XII/2014 (Studi Putusan No.04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel)”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, sudah

diuraikan bahwa dalam Pasal 1 angka (10) KUHAP jo Pasal 77 KUHAP tidak

disebutkan penetapan tersangka adalah objek dari praperadilan. Sedangkan

Komjen Budi Gunawan mengajukan gugatan praperadilan yang pokok

permohonannya adalah perihal penetapan tersangka. Hal ini menimbulkan

Page 17: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

6

berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, beberapa masalah

dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Apakah penetapan tersangka masuk ke dalam wewenang praperadilan?

2. Apakah praperadilan terhadap penetapan tersangka merupakan hak seorang

tersangka?

3. Apakah objek praperadilan dapat diperluas sehingga mencakup penetapan

tersangka?

4. Bagaimana hakim memeriksa praperadilan terhadap penetapan tersangka

yang belum diatur dalam KUHAP?

5. Apakah hakim wajib memeriksa praperadilan terhadap penetapan tersangka?

6. Bagaimana konsekuensi yuridis praperadilan terhadap penetapan tersangka

sebelum dan sesudah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-

XII/2014?

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah, penulis menganggap

perlu adanya pembatasan masalah, karena begitu luasnya cakupan yang

terkandung dalam perkara praperadilan. Maka permasalahan penelitian ini

akan dibatasi pada aspek praperadilan terhadap penetapan tersangka, serta

konsekuensi yuridis praperadilan terhadap penetapan tersangka sebelum dan

sesudah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.

Page 18: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

7

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan

yang akan dibahas pada penelitian ini dapat dirumuskan menjadi sebagai

berikut:

a. Apakah objek praperadilan dapat diperluas sehingga mencakup penetapan

tersangka?

b. Bagaimana konsekuensi yuridis praperadilan terhadap penetapan

tersangka sebelum dan sesudah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

21/PUU-XII/2014?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas maka penulisan skripsi ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui objek praperadilan dapat diperluas sehingga mencakup

penetapan tersangka.

b. Untuk menjelaskan konsekuensi yuridis praperadilan terhadap penetapan

tersangka sebelum dan sesudah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

21/PUU-XII/2014.

2. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat-manfaat dan

kegunaan dalam kajian teori ini, yaitu:

Page 19: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

8

a. Secara Akademik

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan

kontribusi pemikiran dalam menunjang perkembangan ilmu hukum

khususnya mengenai praperadilan terhadap penetapan tersangka. Serta

dapat membantu pengembangan teori tentang praperadilan.

b. Secara Praktis

Untuk menyumbangkan hasil pemikiran tentang perkembangan

Hukum Acara Pidana terutama dalam hal yang berkaitan dengan

kewajiban hakim dalam memeriksa praperadilan terhadap penetapan

tersangka.

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Dari penelusuran yang penulis lakukan, terdapat beberapa studi yang

membahas penelitian terkait tema praperadilan. Skripsi yang dimaksud yaitu

1. Tinjauan Hukum Permohonan Praperadilan Terhadap Surat Perintah

Penghentian Penyidikan (SP3).8

2. Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah atau Tidaknya

Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana

Korupsi (Studi Putusan No.01/Pid/Pra.Per/2011/PN.STB.).9

8 M Andika Hariz Hamdallah, “ Tinjauan Hukum Permohonan Praperadilan Terhadap Surat

Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) ”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013).

Page 20: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

9

3. Praperadilan Sah Tidaknya Penangkapan dan Penahanan” (Tinjauan Yuridis

Putusan Pra No. 01/pid/2009/PN Pwt).10

4. Analisis Praktek Pemeriksaan Perkara Praperadilan dan Kaitannya Dengan

Perlindungan Hak-Hak Tersangka (Studi Perkara

No.02/Pid.Pra/2012/PN.TK).11

5. Analisis Yuridis Putusan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Tentang

Permohonan Praperadilan Diluar Ketentuan Pasal 1 Angka 10 Jo Pasal 77

KUHAP.”12

Dari kelima penelitian tersebut yang terdiri dari skripsi dan jurnal,

terdapat satu jurnal yang relevan dengan penelitian yang akan penulis bahas,

jurnal tersebut ada persamaan dan juga perbedaannya. Jurnal yang dimaksud

adalah jurnal yang ditulis oleh Bayunugroho Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Brawijaya 2015 yang berjudul “Analisis Yuridis Putusan Nomor

04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Tentang Permohonan Praperadilan Diluar

Ketentuan Pasal 1 Angka 10 Jo Pasal 77 KUHAP”. Jurnal ini juga membahas

9 Dian Novita Sari, “Pengajuan Praperadilan Oleh Pihak Tersangka Terhadap Sah atau

Tidaknya Penahanan Yang Dilakukan Penyidik Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi” (Studi

Putusan No.01/Pid/Pra.Per/2011/PN.STB.)”, (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara,

2012). 10

Dewi Retnowati, “Praperadilan Sah Tidaknya Penangkapan dan Penahanan” (Tinjauan

Yuridis Putusan Pra No. 01/pid/2009/PN Pwt), (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Jendral

Soedirman, 2011). 11

Rymni Chyntia, “Analisis Praktek Pemeriksaan Perkara Praperadilan dan Kaitannya

Dengan Perlindungan Hak-Hak Tersangka” (Studi Perkara No.02/Pid.Pra/2012/PN.TK), (Skripsi S1

Fakultas Hukum, Universitas Lampung, 2013) 12

Bayunugraha, “Analisis Yuridis Putusan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Tentang

Permohonan Praperadilan Diluar Ketentuan Pasal 1 Angka 10 Jo Pasal 77 KUHAP”, (Jurnal S1

Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, 2015)

Page 21: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

10

mengenai praperadilan, akan tetapi penelitian ini hanya difokuskan kepada

permohonan praperadilan yang tidak sesuai dan diluar ketentuan KUHAP.

Sedangkan judul penelitian penulis adalah Praperadilan Terhadap

Penetapan Tersangka dan Implikasinya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 21/PUU-XII/2014 (Studi Putusan No.04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel).

Penelitian ini berfokus pada apakah Pasal 77 KUHAP dapat diperluas sehingga

mencakup penetapan tersangka. Tidak hanya itu, penulis juga akan meneliti

bagaimana konsekuensi yuridis praperadilan terhadap penetapan tersangka

sebelum dan sesudah putusan Mahkamah Konstitusi.

F. Metode Penelitian

Metode merupakan strategi utama dalam mengumpulkan data-data yang

diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Pada dasarnya sesuatu yang

dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah “pengetahuan” atau lebih tepatnya

“pengetahuan yang benar”, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat

dipakai untuk menjawab pertanyaan dan ketidaktahuan tertentu.13

Pada sub bab ini, ada beberapa hal metode yang harus disinggung pada

sub bagian ini:

1. Jenis Penelitian

13

Bambang Sunggono, “Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet.

Pertama 1997), hlm. 27.

Page 22: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

11

Jenis penelitian hukum yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis

normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang

meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.14

Sistem norma

yang dimaksud adalah asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-

undangan, putusan pengadilan.

2. Pendekatan Masalah

Dalam kaitannya dengan yuridis normatif, akan digunakan beberapa

pendekatan, yaitu:15

a. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

Pendekatan perundang-undangan ini misalnya dilakukan dengan

mempelajari konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang Dasar dengan

Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dengan Undang-

Undang yang lain.

b. Pendekatan Kasus (case approach)

14

Fahmi M Ahmadi, Jaenal Arifin, “Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, cet. Pertama 2010), hlm. 31. 15

Johnny Ibrahim, “Teori, Metode, dan Penelitian Hukum Normatif”, (Malang: Bayumedia

Publising, cet. Kedua 2007), hlm. 300.

Page 23: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

12

Pendekatan ini dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 dan putusan Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan. Pendekatan jenis ini lazimnya digunakan terhadap

kasus-kasus yang telah mendapatkan putusan pengadilan yang

berkekuatan hukum tetap.

3. Sumber Data Penelitian

Dalam pengumpulan data kualitatif, ada data yang berupa bahan

hukum yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Adapun

bahan hukum primer yang penulis gunakan yaitu:

(1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(3) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel

(4) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan tentang

bahan hukum primer seperti: peraturan pemerintah, hasil-hasil penelitian,

hasil karya dari kalangan hukum, buku-buku. Bahan hukum yang

sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum

yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.

Page 24: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

13

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal ini penulis menggunakan teknik studi pustaka atau bahan

tertulis dengan mengadakan kajian, menelaah dan menyelusuri literatur yang

berkenaan dengan masalah yaitu peraturan perundang-undangan, buku,

artikel, dan lain-lain.

5. Teknik Pengolahan Data

Adapun langkah-langkah mengumpulkan data melalui teknik studi

dokumen tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, menelaah bahan-bahan

pustaka, baik yang primer, sekunder, tersier yang berkaitan dengan judul

penelitian. Kedua, menyusun intisari dari makna dan informasi-informasi

dalam bahan pustaka tersebut. Ketiga, merekontruksi intisari makna tersebut

dalam format tulisan yang sesuai dengan kerangka pembahasan.

6. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis isi kualitatif, yaitu menguraikan data melalui kategorisasi-kategorisasi

serta pencarian sebab akibat dengan menggunakan teknik analisis induktif

(usaha penemuan jawaban dengan menganalisa berbagai data untuk diambil

sebuah kesimpulan), serta memberikan gambaran terhadap permasalahan yang

ada dengan berdasarkan pendekatan yuridis normatif.

Page 25: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

14

G. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dalam lima bab, dimana tiap bab terdiri dari

beberapa sub bab. Sistematika merupakan uraian singkat secara global terkait

dengan hal-hal pokok yang dibahas, guna memperoleh dalam memahami dan

melihat hubungan suatu bab dengan yang lainnya. Adapun uraian pada setiap bab

adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, pada bab ini berisikan latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Membahas tentang tinjauan tentang hak dan kewajiban dalam hukum

acara pidana, seperti asas praduga tidak bersalah dalam KUHAP dan

Hukum Islam, proses serta prosedur dalam hukum acara pidana.

BAB III Pada bab ketiga akan dijelaskan tentang pengertian dan objek

praperadilan, praperadilan sebagai hak tersangka serta praperadilan

sebagai kewajiban penegak hukum.

BAB IV Pada bab keempat penulis ingin menganalisis tentang konsekuensi

yuridis praperadilan terhadap penetapan tersangka sebelum dan

sesudah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.

Page 26: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

15

BAB V Pada bab ini akan ada kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari

hasil penelitian. Dilengkapi dengan saran-saran yang dapat membantu

dan memberikan masukan terhadap penulis mengenai praperadilan

terhadap penetapan tersangka.

Page 27: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

16

BAB II

TINJAUAN TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN DALAM HUKUM ACARA

PIDANA

A. Asas Praduga Tidak Bersalah dalam KUHAP

Asas “praduga tak bersalah” atau presumption of innocent dijumpai dalam

penjelasan umum butir 3 huruf c KUHAP. Dengan dicantumkan praduga tak

bersalah dalam penjelasan KUHAP, dapat disimpulkan, pembuat undang-undang

telah menetapkannya sebagai asas hukum yang melandasi KUHAP dan

penegakan hukum (law enforcement).

Mengenai asas praduga tidak bersalah, dalam deklarasi European

Convention on Human Right mengatakan bahwa: “Setiap orang yang dituduh

melakukan tindak pidana harus dianggap tidak bersalah, sampai terbukti bersalah

menurut hukum”. Artinya asas praduga tidak bersalah memberikan petunjuk

untuk memperlakukan tersangka/terdakwa sebelum dan selama persidangan,

dengan menghormati mereka dengan cara menganggap mereka tidak bersalah

sebelum ada putusan hukum tetap yang menganggap mereka bersalah.16

Setiap orang harus dianggap tidak bersalah sampai kesalahannya

dibuktikan dalam sidang pengadilan yang bebas dan jujur di depan umum. Hak

16

Andrew Ashworth, “Human Rights, Serious Crime and Criminal Procedure”, (The Hamlyn

Trust, 2002), hlm. 26.

Page 28: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

17

asasi inilah yang menjadi salah satu prinsip dalam penegakan hukum yang

diamanatkan KUHAP yakni:17

1. Presumption of innocence atau praduga tak bersalah;

2. Kesalahan seseorang harus dibuktikan dalam sidang pengadilan yang

berimbang atau fair trial dan tidak memihak (impartiality);

3. Persidangan harus terbuka untuk umum;

4. Persidangan harus dilaksanakan tanpa campur tangan dari pemerintah atau

kekuasaan sosial politik manapun. Terdakwa harus diadili dalam suatu

peradilan yang mengemban independent judicial power encroachments by

government or political parties.

Asas praduga tak bersalah juga telah dirumuskan dalam Pasal 8 Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi:

“Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau

dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai

adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh

kekuasaan hukum tetap”.

Ketika membicarakan praduga tidak bersalah maka tidak bisa dipungkiri

akan berkaitan dengan praduga bersalah. Banyak presepsi yang keliru mengenai

dua hal tersebut. Menurut Herbert L Packer, terjadi kesalahan ketika kita berpikir

bahwa praduga bersalah merupakan kebalikan dari praduga tidak bersalah.

Sebenarnya praduga tidak bersalah tidak berlawanan dan tidak relevan dengan

praduga bersalah, karena keduanya merupakan dua konsep yang berbeda.

17

O.C. Kaligis, “Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana

(Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia)”, (Bandung: Alumni, cet. Ketiga 2006), hlm. 371.

Page 29: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

18

Perbedaan itu bisa dilihat dari contoh, ketika ada kasus pembunuhan, dimana si

pembunuh telah melakukan penembakan dan disaksikan beberapa saksi mata dan

saksi mata mengatakan bahwa dialah seorang pembunuh, maka itu merupakan

praduga bersalah. Sedangkan praduga tidak bersalah berlaku pada setiap tahap

pemeriksaan yang diwujudkan dalam perlindungan hak. Artinya sebelum sampai

terjadi putusan bersalah oleh pengadilan, tersangka harus diberlakukan

berdasarkan asas praduga tidak bersalah untuk alasan apapun.18

Asas praduga tidak bersalah adalah pengarahan bagi para aparat penegak

hukum tentang bagaimana mereka harus bertindak lebih lanjut dan

mengesampingkan asas praduga bersalah dalam tingkah laku mereka terhadap

tersangka. Intinya, praduga tidak bersalah bersifat legal normative. Sedangkan

praduga bersalah bersifat deskriptif faktual. Artinya, berdasar fakta-fakta yang

ada tersangka akhirnya akan dinyatakan bersalah. Akan tetapi dalam konteks

hukum acara pidana di Indonesia, secara universal asas praduga tidak bersalah

diakui dan sangat dijunjung tinggi berkaitan dengan hak-hak tersangka/terdakwa.

Friedmann mengemukakan, bahwa pengadilanlah tempat memisahkan

orang bersalah dengan orang yang tidak bersalah. Artinya sebelum pengadilan

menyatakan bersalah, tidak boleh menganggap seseorang bersalah, kecuali telah

dibuktikan sebaliknya. Menurut Friedmann, asas praduga tidak bersalah yang

18

Herbert L Packer, “The Limits of Criminal Sanction”, (California: Stanford University

Press), hlm. 161.

Page 30: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

19

menjadi bagian dari due process of law sudah melembaga dalam proses peradilan

dan kini telah melembaga pula dalam kehidupan sosial.19

Dalam peradilan pidana dikenal akan adanya 2 sistem pemeriksaan, yaitu

sistem akusatur (accusatorial system) dan sistem inkuisitur (inquisitorial system).

Kedua sistem ini berlandaskan pada asas praduga tidak bersalah.

Dalam pemeriksaan dengan sistem akusatur, tersangka atau terdakwa

diakui sebagai subyek pemeriksaan dan diberikan kebebasan kebebasan seluas-

luasnya untuk melakukan pembelaan diri atas tuduhan atau dakwaan

yang ditujukan atas dirinya. Pemeriksaan akusatur dilakukan dengan pintu

terbuka, artinya semua orang dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan itu.

Pemeriksaan akusatur diterapkan dalam memeriksa terdakwa di depan sidang

pengadilan.

Sedangkan dalam pemeriksaan dengan sistem inkuisitur adalah suatu

pemeriksaan di mana tersangka atau terdakwa dianggap sebagai obyek

pemeriksaan. Tersangka atau terdakwa dalam sistem ini tidak mempunyai hak

untuk membela diri. Pemeriksaan inkuisitur ini dilakukan dengan pintu tertutup,

artinya tidak semua orang dapat dan bebas melihat jalannya pemeriksaan itu.

Pemeriksaan inkuisitur digunakan dalam memeriksa tersangka pada tingkat

penyidikan. Pemeriksaan jenis ini biasanya dilakukan terhadap tindak pidana

19

Chairul Huda,. “Makna Asas Praduga Tidak Bersalah dan Pemakaiannya dalam Praktek

Pers”, (Jurnal Dewan Pers Edisi No 2, 2010), hlm. 34.

Page 31: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

20

khusus seperti tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan manusia dan

lain sebagainya.

Dalam praktik peradilan manifestasi asas ini dapat diuraikan lebih lanjut,

selama proses peradilan masih berjalan (pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan

Mahkamah Agung Republik Indonesia) dan belum memperoleh kekuatan hukum

tetap (inkracht van gewijsde), maka terdakwa belum dapat dikatergorikan

bersalah sebagai pelaku dari tindak pidana sehingga selama proses peradilan

pidana tersebut harus mendapatkan hak-haknya sebagaimana diatur undang-

undang.20

Hak adalah sesuatu yang diberikan kepada seorang tersangka, atau

terdakwa. Apabila hak tersebut dilanggar, maka hak asasi dari tersangka atau

terdakwa telah dilanggar atau dihormati. Hak-hak tersangka/terdakwa diatur

didalam KUHAP. Pelanggaran terhadap hak ini merupakan pelanggaran terhadap

Hak Asasi Manusia, dalam hal ini Tersangka/Terdakwa. Adapun hak-hak

Tersangka/Terdakwa itu adalah hak untuk mendapat pemeriksaan dengan segera21

(Pasal 50 ayat 1), hak agar perkara segera dilanjutkan ke pengadilan22

, hak untuk

segera diadili oleh Pengadilan23

, hak untuk diberitahukan tentang apa yang

20

Lilik Mulyadi, “Hukum Acara Pidana”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, cet. Pertama 2007),

hlm. 16. 21

Lihat Pasal 50 ayat (1) KUHAP. 22

Lihat Pasal 50 ayat (2) KUHAP. 23

Lihat Pasal 50 ayat (3) KUHAP.

Page 32: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

21

disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai24

, hak diberitahukan

tentang dakwaan atas dirinya25

, hak memberikan keterangan secara bebas26

, hak

mendapatkan bantuan juru Bahasa27

, hak mendapatkan bantuan dalam hal bisu

tuli28

, hak untuk mendapatkan bantuan hukum29

, hak untuk ditunjuk Penasihat

Hukumnya30

, hak untuk menghubungi Penasihat Hukum31

dan hak-hak yang lain

sebagaimana yang diatur di dalam KUHAP.

Asas praduga tidak bersalah harus diwujudkan dengan perlindungan hak.

Sekalipun tersangka/terdakwa itu tertangkap tangan, tersangka/terdakwa harus

tetap dianggap tidak bersalah sampai ia dibuktikan bersalah. Asas ini mendasari

dua prinsip dasar dalam hukum acara pidana, yaitu proses dan prosedur.

B. Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Hukum Islam

Dalam hukum Islam, asas praduga tidak bersalah merupakan konsekuensi

yang tidak dapat dihindari dari asas legalitas. Menurut asas praduga tidak

bersalah, semua perbuatan (kecuali ibadah khusus) dianggap boleh kecuali

dinyatakan sebaliknya oleh suatu nash hukum. Selanjutnya, setiap orang dianggap

tidak bersalah untuk suatu perbuatan jahat kecuali dibuktikan kesalahannya pada

suatu kejahatan tanpa ada keraguan, jika suatu keraguan yang beralasan muncul,

24

Lihat Pasal 51 huruf a KUHAP. 25

Lihat Pasal 51 huruf b KUHAP. 26

Lihat Pasal 52 KUHAP. 27

Lihat Pasal 53 ayat (1) KUHAP. 28

Lihat Pasal 53 ayat (2) KUHAP. 29

Lihat Pasal 54 KUHAP. 30

Lihat Pasal 56 ayat (2) KUHAP. 31

Lihat Pasal 57 ayat (1) KUHAP.

Page 33: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

22

seorang tertuduh harus dibebaskan. Konsep terhadap asas praduga tidak bersalah

telah diletakkan dalam hukum Islam jauh sebelum dikenal dalam hukum-hukum

pidana positif.32

Empat belas abad yang lalu Nabi Muhammad SAW bersabda:33

ال رسىل اهلل صل اهلل عليو وسلن :: ق وعي عائشة رضي اهلل عنها قالت

ادرؤوالحذود عي الوسلويي هااستطعتن. فاى كاى لو هخزج فخلىا سبيلو,

( يفاى الإهام اى يخطئ ف العفى خيز هي أى يخطئ ف العقىبة )رواه التزهذ

Dan dari Aisyah ra, ia berkata Rasulullah bersabda, “Tolaklah hukuman

terhadap kaum muslimin selama kamu bisa. Maka jika ada jalan keluar,

lepaskanlah dia, sebab seorang imam itu jika keliru dalam memberikan

ampunan adalah lebih baik daripada keliru memberikan hukuman.” (HR.

Tirmidzi).

Berkaitan erat dengan asas praduga tidak bersalah adalah batalnya hukum

karena adanya keraguan. Dalam hadis yang lain dijelaskan bahwa, “Hindarkan

hudud dalam keadaan ragu, lebih baik salah dalam membebaskan daripada salah

dalam menghukum.”34

Contoh sederhana yang begitu nampak dari pelaksanaan asas praduga

tidak bersalah adalah dalam perkara tuduhan zina. Seseorang yang dituduh zina

oleh orang lain tidak dianggap ia telah berzina, kecuali apabila penuduh

membuktikannya dengan bukti yang meyakinkan. Bukti yang harus dihadirkan

adalah berupa kesaksian empat orang, tidak kurang. Bilamana penuduh tidak bisa

32

Topo Santoso, “Menggagas Hukum Pidana Islam: Penerapan Syariat Islam Dalam

Konteks Moderenitas”, (Bandung: Asy Syamamil dan Grafika, cet. Keempat 2001), hlm. 120. 33

Mu‟ammal Hamidy, Imron Am, Umar Fanany, “Nailul Authar Jilid 6: Himpunan Hadist-

hadist Hukum”, (Surabaya: PT Bina Ilmu, cet. Kedua 2005), hlm. 2600. 34

Topo Santoso, “Menggagas Hukum Pidana Islam: Penerapan Syariat Islam Dalam

Konteks Moderenitas”, (Bandung: Asy Syamamil dan Grafika, cet. Keempat 2001), hlm. 121.

Page 34: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

23

membuktikannya, maka ia akan diberikan sanksi karena telah menuduh orang lain

melakukan perbuatan zina, sedangkan ia tidak bisa membuktikannya.35

Allah berfirman dalam surat An-Nuur ayat 4:

والذيه يزمىن المحصىبث ثم لم يؤتىا بؤربعت شهداء فبجلدوهم ثمبويه جلدة(2: 42/)الىىر ولب تقبلىا لهم شهبدة أبدا وأولئك هم الفبسقىن

Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik

(berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka

deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian

mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik.

(Q.S. An-Nuur 24: 4)

Dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum Islam meletakkan asas praduga

tidak bersalah sebagai landasan dari aturan-aturan pidana substantif dan

prosedural. Sebagai konsekuensi yang tidak terpisah, keraguan yang belum dapat

dihilangkan harus menjadi keuntungan terdakwa, bukan merugikannya. Dengan

demikian keraguan itu dapat menjadi dasar bagi putusan bebas dan tidak dapat

menjadi dasar bagi terbuktinya kejahatan, karena penghukuman harus didasarkan

pada ketegasan dan keyakinan.36

C. Proses dan Prosedur

1. Proses

Proses adalah suatu tindakan penegak hukum yang merampas hak,

seperti kejadian-kejadian di mana kebebasan individual menjadi hilang.

35

Asadullah Al Faruq, “Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam”, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, cet. Pertama 2009), hlm. 9. 36

Topo Santoso, “Menggasa Hukum Pidana Islam: Penerapan Syariat Islam Dalam Konteks

Moderenitas”, (Bandung: Asy Syamamil dan Grafika, cet. Keempat 2001), hlm. 129.

Page 35: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

24

Dalam proses terdapat fungsi-fungsi dan faktor-faktor yang bertendensi untuk

tidak memberi kebebasan kepada tersangka.37

Terdapat beberapa proses

dalam hukum acara pidana yaitu penangkapan, penahanan, penyidikan dan

penyelidikan, penggeledahan, penyitaan dan lain sebagainya.

Pada umumnya, proses adalah sesuatu yang disesuaikan dengan

kerangka yang bersifat ketundukan yang satu terhadap yang lain atau

ketergantungan yang satu kepada yang lain. Juga adanya kesewenang-

wenangan disamping tidak mungkinnya berbeda pendapat dan

mempertahankan pendapat. Begitu pula adanya paksaan sepihak. Dan

biasanya ciri-ciri itu terlihat jelas serta dikonsentrasikan pula.38

Agar tersangka ataupun terdakwa tidak diperlakukan sewenang-

wenang oleh penegak hukum. Maka pemerintah kemudian memberikan hak-

hak bagi tersangka dan terdakwa sebagaiman diatur dalam Bab VI KUHAP

mulai dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 68. KUHAP telah menempatkan

tersangka sebagai manusia yang utuh, yang memiliki harkat, martabat dan

harga diri serta hak asasi yang tidak dapat dirampas darinya. Hak-hak yang

diberikan oleh KUHAP kepada tersangka yaitu hak untuk segera mendapat

pemeriksaan, hak untuk untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang

dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu

pemeriksaan dimulai, hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada

37 Mr. Roeslan Saleh, “Dari Lembaran Kepustakaan Hukum Pidana”, (Jakarta: Sinar Grafika,

cet. Kedua 2007), hlm. 149. 38

Mr. Roeslan Saleh, “Dari Lembaran Kepustakaan Hukum Pidana”, hlm. 150.

Page 36: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

25

penyidik, hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam setiap pemeriksaan, hak

untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan dan lain

sebagainya.

Dalam hal ini selama proses perampasan hak itu dilakukan, maka pada

saat yang bersamaan timbul hak bagi tersangka/terdakwa. Seperti ketika

tersangka/terdakwa mengalami sakit, maka penegak hukum wajib

memberinya obat walaupun hal itu tidak terdapat dalam undang-undang.

Ketika hak tersangka/terdakwa itu muncul, maka pada sisi yang lain penegak

hukum wajib untuk memenuhinya. Permintaan hak ini akhirnya akan

menimbulkan kewenangan yang dapat diperluas.

Kewenangan penegak hukum dapat diperluas jika berkaitan dengan

hak-hak yang diminta oleh tersangka/terdakwa. Jadi dalam hal ini, hak-hak

yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa bukan hanya sebatas yang diatur oleh

KUHAP. Contohnya, seperti dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

21/PUU-XII/2014 memutuskan bahwa penetapan tersangka termasuk salah

satu objek yang dapat diperiksa keabsahannya dalam praperadilan. Sedangkan

di dalam KUHAP penetapan tersangka bukanlah objek praperadilan. Hal itu

dikarenakan terdapat hak-hak yang dirampas dari tersangka/terdakwa yang

dapat menimbulkan kewenangan yang diperluas.

2. Prosedur

Prosedur adalah suatu tindakan yang mencegah perampasan hak.

Prosedur merupakan serangkaian aturan yang diatur di dalam KUHAP seperti

Page 37: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

26

penangkapan, penahanan, penyelidikan dan penyidikan, penggeledahan,

penyitaan, dan lain sebagainya. Prosedur dibuat agar perbuatan-perbuatan

yang dilakukan oleh para penegak hukum tidak menyalahi undang-undang

yang ada.

Berkaitan dengan prosedur yang diatur di dalam KUHAP, terdapat

kewenangan penegak hukum. Akan tetapi kewenangan itu tidak dapat

diperluas karena berkaitan dengan kewajiban penegak hukum. Seperti ketika

penegak hukum akan melakukan penyitaan terhadap tersangka/terdakwa.

Ketika penyidik ingin melakukan penyitaan, maka syaratnya harus ada surat

izin dari ketua pengadilan setempat. Jika tidak ada surat izin dari ketua

pengadilan setempat, maka tidak boleh diadakan penyitaan terhadap

tersangka/terdakwa tersebut.

Dalam Pasal 3 KUHAP dikatakan bahwa: “Peradilan dilakukan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Artinya kewenangan

penegak hukum hanya terbatas pada apa yang diatur oleh KUHAP. Semua

tindakan penegakan hukum harus berdasarkan ketentuan hukum dan undang-

undang, serta menempatkan kepentingan hukum dan undang-undang diatas

segala-galanya. Hal ini disebut asas legalitas dalam fungsi negatif. Dengan

asas legalitas yang berlandaskan the rule of law, aparat penegak hukum tidak

dibenarkan bertindak di luar ketentuan hukum dan bertindak sewenang-

wenang. Oleh karena itu, selain dari cara yang diatur di dalam KUHAP, maka

Page 38: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

27

cara itu adalah dilarang atau keluar dari aturan undang-undang. Di sini terlihat

bahwa kewenangan penegak hukum tidak dapat diperluas jika berkaitan

dengan proses yang merampas kebebasan.

Adapun prosedur yang diatur di dalam Hukum Acara Pidana adalah:

a. Penyelidikan

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari

dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini.39

Penyelidikan merupakan tindakan

tahap pertama permulaan penyidikan.

Pihak yang berwenang melakukan penyelidikan adalah setiap pejabat

polisi negara Republik Indonesia yang diberi tugas oleh undang-undang

untuk melaksanakan penyelidikan.

Wewenang dari penyelidik diantaranya adalah:40

(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya

tindak pidana;

(2) Mencari keterangan dan barang bukti;

(3) Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri;

(4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Selain itu atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan

berupa:41

39

Lihat Pasal 1 butir 5 KUHAP. 40

Lihat Pasal 7 KUHAP.

Page 39: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

28

(1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan

penahanan;

(2) Pemeriksaan dan penyitaan surat;

(3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

(4) Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.

b. Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.42

Pihak yang berwenang melakukan penyidikan adalah pejabat polisi

negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang

diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Wewenang yang diberikan kepada penyidik diantaranya adalah:43

(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya

tindak pidana;

(2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

(3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka;

(4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

(5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

(6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

(7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

(8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

(9) Mengadakan penghentian penyidikan;

(10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

41

Lihat Pasal 7 KUHAP. 42

Lihat Pasal 1 butir 2 KUHAP. 43

Lihat Pasal 7 KUHAP.

Page 40: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

29

Dalam proses penyidikan hanya dimungkinkan untuk memperoleh alat

bukti yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli dan surat.

Sementara itu, alat bukti berupa petunjuk diperoleh dari penilaian hakim

setelah melakukan pemeriksaan di dalam persidangan, dan alat bukti

berupa keterangan terdakwa diperoleh ketika seorang terdakwa di dalam

persidangan, sebagaimana hal tersebut jelas diatur di dalam ketentuan

Pasal 188 ayat (3) KUHAP dan ketentuan Pasal 189 ayat (1) KUHAP.

Apabila di dalam suatu proses penyidikan terdapat laporan polisi dan

dua alat bukti yang sah maka seseorang dapat ditetapkan sebagai

tersangka, dan alat bukti yang sah yang dimaksud tersebut dapat berupa

keterangan saksi, keterangan ahli dan surat. Selain itu, perlu ditekankan

jika „keterangan saksi‟ yang dimaksud sebagai alat bukti yang sah tidak

terlepas dari ketentuan Pasal 185 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP serta asas

unus testis nullus testis.

Keterangan seorang saksi saja tidak dapat serta merta dapat menjadi

satu alat bukti yang sah, karena harus disertai dengan suatu alat bukti yang

sah lainnya. Itupun haruslah bersesuaian dengan alat bukti yang lain yang

telah ada, sebagaimana lebih lanjut diatur dalam ketentuan Pasal 185 ayat

(6) KUHAP, sebab tindakan penyidik dalam mengumpulkan alat bukti

yang sah tersebut sebagai bukti bagi hakim untuk memeriksa dan

mengadili suatu tindak pidana.

Page 41: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

30

c. Penangkapan

Penangkapan adalah suatu tindakan dari Penyidik, berupa

pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa,

apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau

penuntutan dan atau peradilan, dalam hal serta menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini.44

Orang-orang yang berwenang melakukan

penangkapan ialah penyidik, penyidik pembantu, dan penyelidik atas

perintah penyidik.

Perintah penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang

diduga keras telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan

yang cukup.45

Bukti permulaan berarti bukti-bukti awal sebagai dasar

untuk menduga adanya tindak pidana. Perintah penangkapan tidak dapat

dilakukan secara sewenang-wenang, agar tidak terjadi pelanggaran hak-

hak asasi manusia dan tuntutan terhadap petugas yang telah salah dalam

melaksanakan tugasnya oleh orang-orang yang menderita akibat kesalahan

itu. Oleh karena itu perintah penangkapan harus betul-betul ditujukan

kepada orang yang melakukan tindak pidana.

Pada waktu melaksanakan penangkapan, petugas wajib:46

(1) Menyerahkan Surat Perintah Penangkapan kepada tersangka, yang

memuat identitas tersangka (nama lengkap, umur, pekerjaan, agama),

alasan penangkapan yang dilakukan atas diri tersangka dan uraian

44

Lihat Pasal 1 butir 20 KUHAP. 45

Lihat Pasal 17 KUHAP. 46

Lihat Pasal 18 KUHAP.

Page 42: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

31

singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, serta tempat tersangka

diperiksa;

(2) Menyerahkan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga

tersangka.

Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dapat dilakukan tanpa

Surat Perintah Penangkapan. Akan tetapi orang yang menangkapnya wajib

segera menyerahkan tersangka dan barang bukti yang ada kepada

Penyidik atau Penyidik Pembantu terdekat. Penangkapan hanya dapat

dilakukan paling lama untuk satu hari (24 jam).

Bagi tersangka yang melakukan pelanggaran tidak diadakan

penangkapan, kecuali apabila ia telah dipanggil secara sah dua kali

berturut-turut dan tidak mengindahkannya, tanpa alasan yang sah.47

Sedangkan untuk tindak pidana khusus seperti Tindak Pidana Korupsi,

Tindak Pidana Ekonomi, Tindak Pidana Subversi, Tindak Pidana

Narkotika, dan lain-lain, penangkapan dapat dilakukan oleh Jaksa selaku

penyidik untuk paling lama satu tahun.

d. Penahanan

Penahanan adalah penempatan Tersangka atau Terdakwa di tempat

tertentu oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan

penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur undang-undang

ini.48

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 21 KUHAP itu, maka yang

47

Lihat Pasal 19 KUHAP. 48

Lihat Pasal 1 butir 21 KUHAP.

Page 43: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

32

berwenang melakukan penahanan atas tersangka atau terdakwa adalah

Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim.

Alasan untuk melakukan penahanan terhadap Tersangka atau

Terdakwa menurut Pasal 21 ayat (2) KUHAP, adalah:

(1) Tersangka/terdakwa dikhawatirkan melarikan diri;

(2) Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan merusak/menghilangkan

barang bukti; dan

(3) Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan melakukan lagi tindak

pidana;

Untuk itu diharuskan adanya bukti-bukti yang cukup, berupa Laporan

Polisi ditambah (2) alat bukti lainnya, seperti:49

(1) Berita Acara Pemeriksaan Tersangka/Saksi;

(2) Berita Acara Pemeriksaan di tempat kejadian peristiwa;

(3) Atau barang bukti yang ada.

Alat-alat bukti harus disesuaikan dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP.

Untuk melaksanakan penahanan terhadap Tersangka/Terdakwa, maka

petugas harus dilengkapi dengan:

(1) Surat perintah penahanan dari Penyidik;

(2) Surat perintah penahanan dari Jaksa Penuntut Umum; atau

(3) Surat penetapan dari Hakim yang memerintahkan penahanan itu.

Surat Perintah Penahanan itu, sewaktu melaksanakan penahanan harus

diserahkan kepada Tersangka/Terdakwa dan kepada keluarganya setelah

49

Lihat Pasal 184 KUHAP.

Page 44: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

33

penahanan dilaksanakan. Surat Perintah/Penetapan Penahanan dari Hakim

berisikan:50

(1) Identitas dari Tersangka/Terdakwa;

(2) Alasan penahanan;

(3) Uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau

didakwakan, dan

(4) Tempat dimana Tersangka/Terdakwa ditahan.

Tembusan Surat Perintah Penahanan atau Penahanan Lanjutan atau

Penetapan Hakim itu, harus diberikan kepada keluarga Tersangka atau

Terdakwa.51

e. Penggeledahan

Adakalanya untuk mendapatkan bukti-bukti yang berhubungan dengan

suatu tindak pidana, penyidik harus memeriksa suatu tempat tertutup atau

badan seseorang. Hal inilah yang dimaksud dengan penggeledahan.

Penggeledahan dapat dibagi atas dua, yaitu:

(1) Penggeledahan rumah; dan

(2) Penggeledahan badan.

Penggeledahan rumah adalah suatu tindakan dari Penyidik untuk

memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk

melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau

penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

50

Lihat Pasal 21 ayat (2) KUHAP. 51

Lihat Pasal 21 ayat (3) KUHAP.

Page 45: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

34

undang ini.52

Dan penggeledahan badan adalah tindakan Penyidik untuk

mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka, untuk

mencari benda yang diduga keras pada badannya atau dibawanya serta,

untuk disita.53

Pejabat yang berwenang menggeledah hanya diberikan kepada

penyidik. Penuntut umum tidak diberikan wewenang menggeledah.

Demikian juga hakim pada semua tingkat peradilan, tidak mempunyai

wewenang untuk itu. Penggeledahan benar-benar ditempatkan pada

pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan, tidak terdapat pada tingkat

pemeriksaan selanjutnya baik dalam taraf penuntutan dan pemeriksaan

peradilan. Pemberian fungsi itu sesuai dan sejalan dengan tujuan dan

pengertian penggeledahan, bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan

fakta dan bukti serta dimaksudkan untuk mendapatkan orang yang diduga

keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana.

Dalam melaksanakan wewenang penggeledahan, penyidik diawasi dan

dikaitkan dengan “Ketua Pengadilan Negeri” dalam melakukan setiap

penggeledahan. Pada setiap tindakan penggeledahan, penyidik wajib

memerlukan bantuan dan pengawasan Ketua Pengadilan Negeri. Bantuan

itu berupa keharusan:54

52

Lihat Pasal 1 butir 17 KUHAP. 53

Lihat Pasal 1 butir 18 KUHAP. 54

M. Yahya Harahap, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan

Penuntutan”, (Jakarta: Sinar Grafika, cet. Kesebelas 2009), hlm. 249.

Page 46: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

35

(1) Dalam keadaan penggeledahan normal, penggeledahan baru dapat

dilakukan penyidik, setelah lebih dulu meminta izin dari Ketua

Pengadilan Negeri. Atas permintaan izin tersebut, Ketua Pengadilan

Negeri memberikan surat izin penggeledahan;55

(2) Dalam keadaan penggeledahan mendesak, penyidik dapat melakukan

penggeledahan tanpa lebih dulu mendapat surat izin dari Ketua

Pengadilan Negeri, namun segera sesudah penggeledahan, penyidik

wajib meminta persetujuan Ketua Pengadilan Negeri yang

bersangkutan.56

f. Penyitaan

Penyitaan berasal dari kata “Sita”, yang dalam perkara pidana berarti

penyitaan yang dilakukan terhadap barang bergerak/tidak bergerak milik

seseorang, untuk mendapatkan bukti dalam perkara pidana.

Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin dari

Ketua Pengadilan Negeri setempat.57

Dalam keadaan yang sangat perlu

dan mendesak, bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak

mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi

ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda

bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan

Negeri setempat, guna memperoleh persetujuan.58

Adapun benda-benda yang dapat disita adalah:59

(1) Benda atau tagihan tersangka/terdakwa, yang seluruhnya atau sebagian

diduga diperoleh dari tindak pidana atau hasil tindak pidana;

55

Lihat Pasal 33 KUHAP. 56

Lihat Pasal 34 KUHAP. 57

Lihat Pasal 38 ayat (1) KUHAP. 58

Lihat Pasal 38 ayat (2) KUHAP. 59

Lihat Pasal 39 KUHAP.

Page 47: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

36

(2) Benda yang telah dipergunakan secara langsung melakukan tindak

pidana atau untuk mempersiapkannya;

(3) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan;

(4) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak

pidana;

(5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana

yang dilakukan.

Menurut Pasal 39 ayat (2) KUHAP, benda yang berada dalam sitaan

karena perkara atau karena pailit, juga dapat disita untuk kepetingan

penyidikan, penuntutan dan pengadilan perkara pidana.

Page 48: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

37

BAB III

PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA

A. Pengertian dan Objek Praperadilan

1. Pengertian Praperadilan

Menurut Pasal 1 butir 10 KUHAP, Praperadilan adalah wewenang

Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini tentang:60

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan

tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan

atas permintaan tersangka/penyidik/penuntut umum, demi tegaknya

hukum dan keadilan;

c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya, yang perkaranya tidak diajukan

ke pengadilan.

Dengan demikian praperadilan merupakan bagian dari pengadilan

negeri. Di Negeri Belanda Rechter Commissaris timbul dari perkembangan

zaman yang menghendaki hakim mempunyai peran aktif dalam peradilan

pidana. Sedangkan praperadilan di Indonesia diciptakan untuk memberikan

perlindungan terhadap hak-hak asasi tersangka/terdakwa.

Untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

dalam peradilan pidana diperlukan adanya suatu pengawasan yang

dilaksanakan oleh hakim. Hal ini sejalan dengan tuntutan zaman yang

60

Lihat Pasal 1 butir 10 KUHAP.

Page 49: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

38

menghendaki hakim mempunyai peran aktif dalam peradilan pidana. Demi

tegaknya hukum dan keadilan diharapkan hakim dapat menjalankan tugas

seadil-adilnya dan tidak memihak serta memberikan perlindungan terhadap

hak-hak asasi manusia, terutama bagi mereka yang tersangkut dalam peradilan

pidana.61

Maksud dari pengawasan disini adalah pengawasan bagaimana alat

negara penegak hukum menjalankan tugasnya, sampai sejauh mana tindakan

mereka dalam menggunakan kewenangan yang diberikan undang-undang dan

bagi pihak yang menjadi korban akibat tindakan penegak hukum yang tidak

berdasarkan undang-undang yang berlaku itu, berhak untuk mendapatkan

ganti rugi atau rehabilitasi.62

Tujuan dari praperadilan dapat diketahui dari penjelasan pasal 80

KUHAP yang menegaskan “bahwa tujuan dari pada praperadilan adalah

untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan

horizontal.” Esensi dari praperadilan bertujuan untuk mengawasi tindakan

upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap

tersangka, supaya tindakan penegak hukum itu benar-benar dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan undang-undang, benar-benar proporsional dengan

61

Ratna Nurul Afiah, “Praperadilan dan Ruang Lingkupnya”, (Jakarta: Akapress, cet.

Ketujuh 1986), hlm. 75. 62

Ratna Nurul Afiah, “Praperadilan dan Ruang Lingkupnya”, hlm. 76.

Page 50: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

39

ketentuan hukum, bukan merupakan tindakan yang bertentangan dengan

hukum.

Tujuan atau maksud dari praperadilan adalah meletakan hak dan

kewajiban yang sama antara yang memeriksa dan yang diperiksa.

Menempatkan tersangka bukan sebagai objek yang diperiksa, penerapan asas

akusatur dalam hukum acara pidana, menjamin perlindungan hukum dan

kepentingan asasi. Hukum memberi sarana dan ruang untuk menuntut hak-hak

yang dimiliki melalui praperadilan.

Lembaga Praperadilan lahir dari inspirasi yang bersumber dari adanya

hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo-Saxon, yang memberikan

jaminan fundamental terhadap HAM khususnya hak kemerdekaan. Habeas

Corpus Act memberikan hak kepada seseorang untuk melalui suatu surat

perintah pengadilan menuntut (menantang) pejabat yang melakukan

penahanan atas dirinya. Hal itu untuk menjamin bahwa perampasan atau

pembatasan kemerdekaan terhadap seseorang tersangka atau terdakwa itu

benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku

maupun jaminan HAM.63

Dalam Rancangan Undang-undang (revisi) KUHAP yang diajukan

oleh Departemen Kehakiman, lembaga praperadilan sudah dihilangkan dan

63

Loebby Loqman, “Pra-peradilan di Indonesia”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, cet. Keenam

1990), hlm. 54.

Page 51: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

40

perannya digantikan oleh Hakim Komisaris.64

Meskipun hampir semua

wewenang lembaga praperadilan dialihkan kepada Hakim Komisaris,

putusannya hanya merupakan penetapan (tidak punya kekuatan eksekutorial).

Pada masa Herziene Inlandsch Reglement, pengawasan dan penilaian

terhadap proses penangkapan dan penuntutan sama sekali tidak ada. Dalam

masa itu yang ada hanya pengawasan oleh hakim, dalam hal perpanjangan

waktu penahanan sementara yang harus disetujui oleh hakim (vide Pasal 83 C

ayat (4) HIR). Namun dalam kenyataannya kontrol hakim ini kurang

dirasakan manfaatnya, karena tidak efektif mengingat urusan perpanjangan

penahanan oleh hakim itu bersifat tertutup dan semata-mata dianggap urusan

birokrasi.

Dengan demikian kehadiran lembaga praperadilan menjadi titik balik

dan memberika semangat baru, khususnya mengenai jaminan hak-hak

tersangka, karena bersifat transparan (tranparancy) dan akuntabilitas publik

(public accountability) yang merupakan syarat-syarat tegaknya sistem

peradilan yang bebas dan tidak memihak serta menjunjung HAM.

Harus dilihat juga bahwa dalam KUHAP, Praperadilan merupakan

lembaga baru dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia, sehingga dalam

praktik terdapat kelemahan-kelemahan, antara lain:65

64

Lihat draft RUU (revisi) KUHAP, Pasal 75-79 mengenai kewenangan dan fungsi Hakim

Komisaris.

Page 52: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

41

a. Tidak semua unsur paksa dapat dimintakan pemeriksaan untuk diuji dan

dinilai kebenaran dan ketepatannya oleh lembaga Praperadilan, misalnya

tindakan penggeledahan, penyitaan dan pembukaan serta pemeriksaan

surat-surat tidak dijelaskan dalam KUHAP;

b. Praperadilan tidak berwenang untuk menguji atau menilai suatu tindakan

tanpa permintaan dari tersangka, keluarganya atau penasihat hukum,

sehingga seringkali sekalipun suatu tindakan polisi/jaksa sudah jelas

sewenang-wenang, tetapi tidak dapat dilakukan Praperadilan.

c. Parahnya, dalam sidang Praperadilan, hakim lebih banyak memperhatikan

segi formal semata-mata, daripada menguji syarat materielnya. Padahal

seringkali syarat materiel itulah yang menentukan apakah seseorang

dikenakan upaya penangkapan atau penahanan.

d. Putusan praperadilan hanya berupa penetapan sehingga seringkali

diabaikan oleh penegak hukum, khususnya jaksa dalam perkara-perkara

dimana jaksalah yang melakukan penyidikan.

Terkadang hakim Praperadilan langsung menghentikan pemeriksaan di

saat pemohon asli (dalam tahanan) menarik kuasanya; padahal si penerima

kuasa menjalankan tugas profesinya dengan baik.66

65

Adnan Buyung Nasution, Praperadilan versus Hakim Komisaris: Beberapa Pemikiran

Mengenai Keberadaan Keduanya, makalah diajukan dalam seminar sosialisasi RUU KUHAP yang

diadakan oleh Departemen Kehakiman dan HAM, Jakarta, 27 November 2001, hlm. 6-8. 66

O.C Kaligis, “Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana;

Dalam Sistem Peradilan PIdana Indonesia”, (P.T. Alumni: Bandung, cet. Ketiga 2006), hlm. 369.

Page 53: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

42

2. Objek Praperadilan

Menurut Pasal 77 KUHAP, Pengadilan Negeri berwenang untuk

memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-

undang ini tentang:67

a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan;

b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya

dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.

Selain berwenang memeriksa dan memutus ganti kerugian dan

rehabilitasi sebagaimana tersebut dalam Pasal 77 huruf b KUHAP,

Praperadilan pun berwenang memeriksa dan memutus permintaan ganti

kerugian dan atau rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan 97

KUHAP.68

Wewenang pertama yang diberikan undang-undang kepada

Praperadilan adalah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan

dan penahanan. Berarti seorang tersangka yang dikenakan tindakan

penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan, dapat meminta

kepada Praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya tindakan yang

dilakukan penyidik kepadanya. Tersangka dapat mengajukan pemeriksaan

kepada Praperadilan, bahwa tindakan penahanan yang dikenakan pejabat

penyidik bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP, atau penahanan

67

Lihat Pasal 77 KUHAP. 68

Ratna Nurul Afiah, “Praperadilan dan Ruang Lingkupnya”, (Jakarta: Akapress, cet.

Ketujuh 1986), hlm. 80.

Page 54: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

43

yang sudah dikenakan sudah melampaui batas waktu yang ditentukan Pasal 24

KUHAP.69

Praperadilan juga berwenang memeriksa sah atau tidaknya

penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang dilakukan pejabat

penyidik dan penuntut umum. Hal ini bertujuan agar tindakan itu tidak

bertentangan dengan hukum dan kepentingan umum maupun untuk

mengawasi tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of authority). Untuk

itu terhadap penghentian penyidikan, undang-undang memberi hak kepada

penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan

pemeriksaan kepada Praperadilan tentang sah atau tidaknya penghentian

penyidikan tersebut. Demikian pula sebaliknya, penyidik atau pihak ketiga

yang berkepentingan dapat mengajukan pemeriksaan sah atau tidaknya

penghentian penuntutan kepada Praperadilan.70

Pasal 95 mengatur tentang tuntutan ganti kerugian yang diajukan

tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya kepada Praperadilan.

Tuntutan ganti kerugian diajukan tersangka berdasarkan alasan:71

karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah,

69

M. Yahya Harahap, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali” (Jakarta: Sinar Grafika, cet.

Kesepuluh 2009), hlm. 4. 70

Yahya Harahap, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali”, hlm 5. 71

Ratna Nurul Afiah, “Praperadilan dan Ruang Lingkupnya”, (Jakarta: Akapress, cet.

Ketujuh 1986), hlm. 85.

Page 55: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

44

atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan

ketentuan hukum dan undang-undang,

karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap,

ditahan atau diperiksa.

Praperadilan berwenang memeriksa dan memutus permintaan

rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya

atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang ditentukan

undang-undang. Atau rehabilitasi atas kekeliruan mengenai orang atau hukum

yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan.72

Kewenangan penegak hukum ada dua, yaitu kewenangan yang

berkaitan dengan proses dan kewenangan yang berkaitan dengan perlindungan

hak. Kewenangan yang berkaitan dengan proses tidak dapat diperluas dan

sangat dibatasi oleh undang-undang. Karena, kewenangan yang berkaitan

dengan proses menyebabkan perampasan kebebasan dan pelanggaran hak

terhadap tersangka/terdakwa. Meskipun pelanggaran hak itu dibenarkan oleh

undang-undang, akan tetapi hal itu tetap harus di minimalisir atau dibatasi

agar hak asasi tersangka/terdakwa tersebut tidak hilang akibat dari penegakan

hukum. Pada prinsipnya Hukum Acara Pidana mengatur tentang pembatasan

kewenangan terhadap aparat penegak hukum berdasarkan asas legalitas dalam

fungsi negatif. Dalam Pasal 3 KUHAP dikatakan bahwa: “Peradilan

dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”73

Hal ini

72

Ratna Nurul Afiah, “Praperadilan dan Ruang Lingkupnya”, hlm. 85. 73

Lihat Pasal 3 KUHAP.

Page 56: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

45

membuktikan bahwa kewenangan penegak hukum hanya terbatas pada apa

yang diatur oleh KUHAP. Kewenangan ini dibatasi agar tidak terjadi

penyalahgunaan wewenang (abuse of authority) oleh aparat penegak hukum.

Contohnya tentang pelaksanaan penangkapan yang dapat dilakukan

untuk paling lama satu hari (24 jam).74

Sebelum dilakukan suatu penangkapan

oleh pihak kepolisian maka terdapat syarat materiil dan syarat formil yang

harus dipenuhi terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan syarat materiil adalah

adanya suatu bukti yang menyatakan bahwa terdapat suatu tindak pidana.

Sedangkan syarat formil adalah adanya surat tugas, surat perintah

penangkapan serta tembusannya. Apabila dalam waktu lebih dari 1 x 24 jam,

tersangka tetap diperiksa dan tidak ada surat perintah untuk melakukan

penahanan, maka tersangka berhak untuk segera dilepaskan.

Sedangkan kewenangan yang berkaitan dengan perlindungan hak

dapat diperluas sesuai dengan permintaan hak dari tersangka/terdakwa.

Karena ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, maka pada saat itu pula

timbul hak-hak dari tersangka/terdakwa. Ketika tersangka/terdakwa meminta

perlindungan haknya kepada aparat penegak hukum, maka penegak hukum

wajib untuk memenuhinya sekalipun hal tersebut tidak diatur dalam undang-

undang. Permintaan perlindungan hak ini yang akhirnya menimbulkan

kewenangan yang diperluas. Hak-hak yang tertulis di dalam undang-undang

74

Lihat Pasal 19 ayat (1) KUHAP.

Page 57: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

46

hanya mewakili sebagian hak yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa. Banyak

hak yang tidak tertulis dan juga harus dilindungi oleh penegak hukum.

Contohnya ketika tersangka/terdakwa mengalami sakit, maka penegak hukum

wajib memberinya obat walaupun hal tersebut tidak diatur dalam undang-

undang.

B. Praperadilan Sebagai Hak Tersangka

Menurut pendapat J.C.T Simorangkir, dkk dalam bukunya Kamus Hukum

mengemukakan bahwa : tersangka adalah seorang yang disangka melakukan

tindak pidana dan ia masih dalam taraf pemeriksaan pendahuluan untuk

dipertimbangkan, apakah tersangka ini mempunyai cukup dasar untuk diperiksa

di persidangan. Sedangkan menurut Pasal 1 butir 14 KUHAP yang berbunyi

tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

berdasarkan bukti permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Salah satu asas terpenting dalam hukum acara pidana ialah asas praduga

tidak bersalah. Asas tersebut terdapat dalam penjelasan umum butir 3 huruf c

KUHAP. Dengan dicantumkan praduga tidak bersalah dalam KUHAP, dapat

disimpulkan pembuat undang-undang telah menetapkannya sebagai asas hukum

yang melandasi KUHAP dan penegakan hukum.75

Asas praduga tidak bersalah

mengandung arti bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut

75

Yahya Harahap “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan

Penuntutan”, (Jakarta: Sinar Grafika, cet. Kesebelas 2009), hlm. 40.

Page 58: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

47

dan atau dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum

adanya keputusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Ketika membicarakan asas praduga tidak bersalah untuk menjamin hak

tersangka, maka akan berkaitan erat dengan sistem pembuktian dalam kasus

kejahatan. Prinsip umum tentang pembuktian dinyatakan dalam hukum Inggris

dan diadopsi dalam hukum Hak Asasi Manusia Eropa: “Penuntut umum harus

menanggung beban pembuktian bahwa terdakwa bersalah dan pembuktian

kesalahan dengan standar tanpa keraguan.” Artinya terdakwa memiliki hak untuk

meletakan beban pembuktian pada penuntut umum.76

Bersumber pada asas praduga tak bersalah, maka jelas dan sewajarnya

bahwa khususnya tersangka dalam proses peradilan pidana wajib mendapatkan

hak-haknya. Sebagai seseorang yang belum dinyatakan bersalah maka ia

mendapatkan hak-hak seperti hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan dalam

fase penyidikan.77

Lembaga praperadilan merupakan hasil usaha tuntutan

terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia, terutama mereka yang terlibat di

dalam perkara pidana. Tujuan dibentuknya praperadilan adalah demi tegaknya

hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan

penyidikan.

76

Andrew Ashworth, “Human Right, Serious Crime and Criminal Procedure”, (The Hamlyn

Trust, 2002), hlm. 27. 77

Abdul Hakim G. Nusantara, “KUHAP dan Peraturan-peraturan Pelaksanaan”, (Jakarta:

Bhineka Surya Pratama, cet. Pertama 2008), hlm. 215.

Page 59: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

48

Praperadilan sebagai upaya hukum yang memberikan hak kepada

tersangka, kuasa hukum atau keluarganya dalam kaitannya dengan fungsi hukum

acara pidana dan tujuan praperadilan yakni untuk melindungi para tersangka dan

terdakwa dari tindakan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dasar

terwujudnya praperadilan menurut Pedoman Pelaksanaan KUHAP sebagai

berikut: “Mengingat bahwa demi kepentingan pemeriksaan perkara diperlukan

adanya pengurangan-pengurangan dari hak-hak asasi tersangka, namum

bagaimanapun hendaknya selalu berdasar ketentuan yang diatur dalam undang-

undang, maka untuk kepentingan pengawasan terhadap perlindungan hak-hak

asasi tersangka/terdakwa diadakan suatu lembaga yang dinamakan

praperadilan”.78

Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai praperadilan terhadap

penetapan tersangka yang diajukan oleh Komjenpol Budi Gunawan. Apabila kita

melihat Pasal 77 jo Pasal 1 angka 10 KUHAP tidak ada satupun kalimat yang

menyebutkan kewenangan praperadilan dalam memutus sah atau tidaknya

penetapan tersangka. Namun apabila kita merujuk pada berbagai putusan lembaga

praperadilan yang memutuskan penetapan tersangka sebagai kewenangannya,

merupakan bentuk penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim. Hal itu

dikarenakan ada hak yang diminta dari seorang tersangka/terdakwa sehingga

menimbulkan kewajiban penegak hukum untuk melindungi hak tersebut. Oleh

78

Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Cetakan ke 2 telah

diperbaiki (Departemen Kehakiman Republik Indonesia: 1982), hlm. 129.

Page 60: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

49

karena itu, objek praperadilan diperluas sehingga mencakup penetapan tersangka.

Penetapan status tersangka jelas menciderai hak seseorang. Dalam beberapa

kasus, status tersangka bisa menyebabkan seseorang kehilangan jabatan.

Contohnya Bambang Widjojanto yang diberhentikan sementara dari jabatannya

sebagai komisioner KPK. Sekalipun belum ditahan, pemeriksaan sebagai

tersangka juga jelas akan memakan waktu tersangka.

Penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang di

dalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang

termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang. Kewenangan penegak hukum

dapat diperluas jika berkaitan dengan hak-hak yang diminta oleh tersangka. Jadi

dalam hal ini, hak-hak yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa bukan hanya

sebatas yang diatur oleh KUHAP. Ketika seorang tersangka/terdakwa meminta

haknya untuk dilindungi, maka penegak hukum wajib untuk memenuhinya.

Seperti halnya Komjenpol Budi Gunawan yang mengajukan Praperadilan

terhadap penetapan tersangka atas dirinya, sekalipun hal itu tidak diatur dalam

Pasal 77 KUHAP. Permintaan itu harus dipenuhi oleh aparat penegak hukum

mengingat penetapan status tersangka terhadap Komjenpol Budi Gunawan

membuat berkurangnya hak asasi manusia yang dimilikinya.

C. Praperadilan Sebagai Kewajiban Penegak Hukum

Keberadaan lembaga praperadilan yang lahir bersamaan dengan KUHAP

sebenarnya mempunyai maksud memberikan perlindungan terhadap hak-hak

Page 61: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

50

asasi atau harkat dan martabat manusia terutama bagi pencari keadilan. Dengan

adanya praperadilan ini diharapkan perkara pidana akan berjalan dengan sebaik-

baiknya sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Penangkapan, penahanan,

penggeledahan, penyitaan, penghentian penyidikan atau penuntutan dan

sebagainya tidak bisa dilakukan semena-mena. Semua itu dilaksanakan untuk

mewujudkan perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi manusia agar tidak

terjadi perampasan hak.

KUHAP yang mengakomodasi kepentingan hak dan asasi/privasi setiap

orang, berarti dalam tindakan atau upaya paksa terhadap seseorang tidak

dibenarkan karena perlakuan sewenang-wenang. Menurut Yahya Harahap,

mengemukakan bahwa setiap upaya paksa berupa penangkapan, penahanan,

penyitaan, pada hakikatnya merupakan perlakuan yang bersifat:

1. Tindakan paksa yang dibenarkan undang-undang demi kepentingan

pemeriksaan tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka.

2. Sebagai tindakan paksa yang dibenarkan hukum dan undang-undang, setiap

tindakan paksa yang dengan sendirinya merupakan perampasan kemerdekaan

dan kebebasan serta pembatasan terhadap hak asasi tersangka.

Karena tindakan yang dilakukan oleh pejabat penyidik merupakan

pengurangan, pengekangan dan pembatasan hak asasi tersangka. Maka tindakan

itu harus dilakukan secara bertanggung jawab berdasarkan prosedur hukum yang

Page 62: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

51

benar. Tindakan upaya paksa yang dilakukan bertentangan dengan hukum dan

undang-undang merupakan perampasan terhadap hak asasi tersangka.79

Adanya jaminan dan perlindungan hak asasi manusia dalam peraturan

hukum acara pidana mempunyai arti yang sangat penting. Sebagian besar dalam

rangkaian proses dari hukum acara pidana menjurus kepada pembatasan-

pembatasan hak-hak asasi manusia seperti penangkapan, penahanan, penyitaan,

penggeledahan, dan penghukuman yang pada hakekatnya adalah pembatasan hak-

hak asasi manusia.80

Hukum Acara Pidana memberikan kewenangan kepada aparat penegak

hukum untuk melakukan tindakan-tindakan yang pada hakekatnya merupakan

pengurangan terhadap hak asasi tersangka/terdakwa sebagai manusia. Aparat

penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya wajib menghormati,

melindungi hak asasi manusia, baik sebagai seorang korban, saksi,

tersangka/terdakwa ataupun terpidana. Hal ini berkaitan dengan hak yang dimiliki

oleh tersangka. Meskipun seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka, seorang

tersangka tersebut tetap memiliki hak-hak yang harus dilindungi dan tidak boleh

dilanggar oleh aparat penegak hukum.

Hak-hak tersangka/terdakwa telah diatur secara tegas di dalam KUHAP.

Ketika hak-hak tersangka/terdakwa diatur di dalam undang-undang, maka pada

79

Yahya Harahap, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali”,(Jakarta: Sinar Grafika, cet.

Kesepuluh 2009), hlm. 3. 80

Purnomo, “Pokok-pokok Tata Cara Peradilan Pidana Indonesia dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981”, (Yogyakarta: Liberty, cet. Kedelapan 1993), hlm. 34.

Page 63: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

52

saat yang sama timbul kewajiban dari penegak hukum untuk memenuhinya.

Contohnya dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP dikatakan bahwa:

“seorang tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam

dengan pidana mati atau lima belas tahun atau lebih, atau bagi mereka yang tidak

mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih, maka penegak hukum

wajib menunjuk penasihat hukum untuk tersangka/terdakwa tersebut.”81

Karena hal tersebut sudah diatur dalam undang, maka setuju atau tidak,

seorang tersangka tetap harus mendapatkan penasihat hukumnya dan memastikan

bahwa penasihat hukum itu mendampingi tersangka/terdakwa pada saat sidang.

Karena sudah menjadi kewajiban bagi penegak hukum untuk menyediakan

penasihat hukum tersebut.

Sedangkan terhadap hak-hak yang tidak diatur di dalam KUHAP,

kewajiban itu baru muncul ketika hak-hak itu diminta oleh tersangka/terdakwa.

Ketika seorang tersangka ingin meminta perlindungan haknya, maka hal itu dapat

diupayakan dalam praperadilan. Praperadilan adalah upaya seorang

tersangka/terdakwa untuk meminta perlindungan hak. Contohnya seperti

Praperadilan yang diajukan oleh Komjenpol Budi Gunawan. Walaupun penetapan

tersangka tidak termasuk dalam objek praperadilan, namun hal itu dapat

diupayakan dalam praperadilan sepanjang hal tersebut berkaitan dengan

perlindungan hak.

Bersumber pada asas praduga tidak bersalah, maka timbul hak-hak yang

diminta oleh tersangka. Setiap orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka

81

Lihat Pasal 56 ayat (1) KUHAP.

Page 64: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

53

maka terdapat hak yang telah dirampas oleh aparat penegak hukum. Kewenangan

penegak hukum dalam hal ini sangat dibatasi. Seperti yang tertuang dalam Pasal 3

KUHAP yaitu: “Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini.” Artinya kewenangan penegak hukum hanya terbatas pada apa yang

diatur oleh KUHAP.

Pelaksanaan penerapannya harus bersumber pada titik tolak the rule of law

yang berarti semua tindakan penegakan hukum harus berdasarkan ketentuan

hukum dan undang-undang, serta menempatkan kepentingan hukum dan

perundang-undangan di atas segala-galanya sehingga terwujud kehidupan

masyarakat di bawah supremasi hukum (supremacy of law) yang harus selaras

dengan ketentuan perundang-undangan dan perasaan keadilan bangsa indonesia.

Hal ini disebut asas legalitas dalam fungsi negatif.

Dengan demikian, setiap tindakan penegakan hukum harus tunduk di

bawah ketentuan undang-undang yang hidup di tengah kesadaran hukum

masyarakat. Memaksakan atau menegakkan rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat bangsa lain, tidak dapat disebut the rule of law, bahkan mungkin

berupa penindasan.82

Komjenpol Budi Gunawan mengajukan Praperadilan terhadap penetapan

tersangka atas dirinya dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No

04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Penetapan tersangka merupakan bentuk dari

pengurangan hak seseorang. Ada hak yang dilanggar ketika terjadi penetapan

82

Lihat Pasal 3 KUHAP.

Page 65: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

54

tersangka terhadap seseorang. Chairul Huda, seorang Pakar Hukum Pidana

berpendapat bahwa penetapan tersangka termasuk dari bentuk tindakan lain yang

diatur dalam KUHAP. Sebenarnya KUHAP memberi peluang untuk mengisi

(tindakan lain), walaupun memang di penjelasan disebutkan diantaranya

penggeledahan, penyitaan, memasuki rumah atau penahanan. Namun itu bukan

norma yang membatasi tindakan lain yang disebut dalam KUHAP.83

Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa penetapan tersangka merupakan

bagian dari penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia

dan sudah seharusnya dilindungi oleh pranata hukum. Hal tersebut semata-mata

untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyidik yang

kemungkinan besar terjadi ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, yang

dalam prosesnya terdapat kemungkinan ada kekeliruan, maka tidak ada pranata

lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusnya.84

Berdasarkan hal tersebut maka praperadilan merupakan alat kontrol bagi

aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Sekalipun

lembaga praperadilan adalah alat kontrol bagi penegak hukum khususnya

penyidik dan penuntut umum. Tetapi dalam praktek dialami bahwa putusan

hakim dalam perkara praperadilan adalah putusan yang bersifat deklaratoir, yang

menyatakan bahwa penghentian penuntutan oleh kejaksaan atau penuntut umum

adalah tidak sah dan memerintahkan kejaksaan untuk meneruskan penuntutan.85

83

www.hukumonline.com. diakses pada tanggal 6 Maret 2016. 84

Lihat pertimbangan Majelis Hakim Konstitusi dalam Putusan No 21/PUU-XII/2014. 85

Otto Kornelis Kaligis, “Korupsi Sebagai Tindakan Kriminal yang Harus diberantas

Karakter dan Praktek Hukum Indonesia”, (Jurnal Equality, 2006), hlm. 157.

Page 66: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

55

BAB IV

KONSEKUENSI YURIDIS PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN

TERSANGKA SEBELUM DAN SESUDAH PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI NOMOR 21/PUU-XII/2014

A. Konsekuensi Yuridis Praperadilan Terhadap Penetapan Tersangka

dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

1. Kronologi Perkara

Tertanggal 26 Januari 2015 Pemohon yang bernama Drs. Budi

Gunawan, SH. MSi, Phd, telah mengajukan permohonan Praperadilan

secara tertulis dengan suratnya yang telah didaftarkan di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 26 Januari 2015 di bawah

Register Perkara Nomor : 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.86

Pemohon adalah anggota Kepolisian Republik Indonesia

(Selanjutnya disebut sebagai Polri). Mengawali karirnya di institusi Polri

sejak lulus dari Akademi Kepolisian pada tahun 1983, hingga sampai

tahun 2015, Pemohon telah menjadi perwira tinggi Polri dengan pangkat

Komisaris Jenderal Polisi, serta menjabat sebagai Kepala Lembaga

Pendidikan Kepolisian RI (Kalemdikpol Polri).87

Dalam hal ini yang menjadi Termohon adalah Komisi

Pemberantasan Korupsi (Selanjutnya disebut KPK). Pemohon ditetapkan

86

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. hlm. 3. 87

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. hlm. 15.

Page 67: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

56

sebagai tersangka oleh termohon atas dugaan Tindak Pidana Korupsi pada

saat Pemohon menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir

(Selanjutnya disebut Karo Binkar) sebagaimana ditetapkan berdasarkan

Surat Perintah Penyidikan No. Sprin.Dik-30/01/01/2015 tanggal 12

Januari 2015. Dalam surat tersebut dikatakan bahwa dugaan tindak pidana

korupsi dilakukan dalam rentang waktu tahun 2003 sampai dengan tahun

2006, sejak diangkatnya Pemohon berdasarkan Surat Keputusan Kapolri

No. Pol. : Skep/217/IV/2003, tanggal 24 April 2003 tentang

Pemberhentian dan Pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Polri a.n

Drs. Budi Gunawan, SH. MSi, Phd, Pangkat Kombes Pol. Nrp. 59120980,

dari jabatan lama Pamen Mabes Polri (Ajudan Presiden R.I.) ke jabatan

baru Karo Binkar Desumdaman Polri terhitung mulai tanggal 24-04-

2003.88

Pemohon mengajukan gugatan Praperadilan kepada Termohon

dengan beberapa alasan. Terutama mengenai penetapan tersangka atas diri

Pemohon yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, akan

menimbulkan akibat hukum berupa terampasnya hak dan harkat martabat

Pemohon. Berikut akan penulis uraikan alasan-alasan permohonan

Praperadilan yang dikemukan oleh Pemohon.

Pada tanggal 13 Januari 2015 Termohon mengumumkan kepada

khalayak ramai dalam press conference (jumpa pers/pemberian

88

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. hlm. 236.

Page 68: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

57

keterangan di depan media massa) bahwa Termohon telah menetapkan

Pemohon sebagai tersangka Tindak Pidana Korupsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11 atau 12

B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, dimana dikatakan oleh

Termohon bahwa hal itu sehubungan dengan dugaan terjadinya transaksi

mencurigakan/ tidak wajar dan/atau dugaan penerimaan hadiah atau

janji.89

Dalam hal ini, Termohon tidak pernah memberikan pemberitahuan

atau surat apapun kepada Pemohon yang berhubungan dengan keterangan

mengenai persangkaan pasal-pasal dan peristiwa pidana yang

mengakibatkan Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka.

Dikatakan juga di media massa bahwa penyelidikan perkara

tersebut telah dilakukan sejak bulan Juli tahun 2014, namun baru pada hari

Senin 12 Januari 2015 diyakini oleh Termohon bahwa ada tindak pidana

dimaksud yang dilakukan oleh Pemohon pada periode Tahun 2004-2006

saat Pemohon menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier SDM

Mabes Polri.90

Pemohon sama sekali tidak tahu peristiwa seperti apa yang

disangkakan kepada Pemohon oleh Termohon. Hal ini dikarenakan

Pemohon sama sekali tidak pernah diundang ataupun dipanggil oleh

89

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. hlm. 16. 90

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. hlm. 17.

Page 69: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

58

Termohon untuk dimintai keterangannya terkait proses penanganan

perkara yang berhubungan dengan dugaan/tuduhan/sangkaan bahwa

Pemohon diduga telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana

dimaksud dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik dalam tingkat

penyelidikan mau penyidikan oleh Termohon.91

Pemohon juga berpendapat bahwa Pemohon telah terlebih dahulu

ditetapkan sebagai tersangka tanpa terlebih dahulu dilakukan penyidikan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP yang berbunyi:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Dengan demikian, makna dari penyidikan harus terlebih dahulu

mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tentang tindak

pidana yang terjadi, dari bukti-bukti tersebut baru kemudian ditetapkan

tersangkanya. Akan tetapi, pada kenyataannya terhadap Pemohon telah

ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka baru kemudian Termohon

mencari bukti-bukti dengan memanggil para saksi dan melakukan

91

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. hlm. 18.

Page 70: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

59

penyitaan terhadap rekening-rekening yang berhubungan dengan

Pemohon.

2. Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

Pertimbangan hakim adalah upaya penting dalam menemukan sisi

keadilan. Ronald Dworkin mengungkapkan, membaca UUD itu tidak

sama dengan membaca peraturan biasa. Kita perlu membaca lebih

sungguh-sungguh (talking law seriously) dan membaca UUD sebagai

pesan moral (the moral reading of the constitution).92

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada perkara Nomor

04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel memutuskan untuk mengabulkan

permohonan praperadilan Komjenpol Budi Gunawan (sebagai pemohon)

untuk sebagian, menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik-

30/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015 yang menetapkan Pemohon

sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (sebagai

termohon) adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, menyatakan

penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terhadap diri Pemohon adalah

tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, menyatakan penetapan tersangka

atas diri Pemohon adalah tidak sah, serta menyatakan tidak sah segala

92

Satjipto Rahardjo, “Hukum Progresif: Aksi, Bukan Teks”, (Jakarta: Rajawali Press, cet.

Pertama 2011), hlm. 164.

Page 71: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

60

keputusan dan penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon

yang berkaitan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon.93

Dalam memutuskan perkara ini, hakim mempertimbangkan

beberapa hal. Pertama, menurut pertimbangan hakim, Pemohon bukanlah

subjek hukum pelaku Tindak Pidana Korupsi yang menjadi kewenangan

Termohon untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-

undang KPK yang berbunyi:

“Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang: a. melibatkan

aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada

kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat

penegak hukum atau penyelenggara negara.”

Sepanjang pemeriksaan perkara ini, Termohon tidak pernah

mengajukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Pemohon saat

menjabat sebagai Karo Binkar adalah sebagai aparat penegak hukum atau

penyeleggara negara, sehingga Pengadilan Negeri berkesimpulan bahwa

Termohon tidak dapat membuktikan hal tersebut.

Kedua, perbuatan menerima hadiah atau janji yang disangkakan

kepada Pemohon oleh Termohon dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun

1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak dikaitkan dengan

timbulnya kerugian negara, karena perbuatan tersebut berhubungan

93

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. hlm. 242.

Page 72: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

61

dengan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan, sehingga dengan

demikian apa yang diduga dilakukan oleh Pemohon tidaklah

menyebabkan kerugian keuangan negara.

Berdasarkan rumusan pengertian Pasal 1 angka 10 jo Pasal 77

KUHAP dapat diketahui dengan jelas bahwa “sah tidaknya penetapan

tersangka” tidak termasuk objek praperadilan, karena hal ini tidak diatur.

Lantas, apakah hakim boleh menolak suatu perkara dengan alasan

pertimbangan bahwa “hukum tidak mengatur” atau “hukum tidak ada”.

Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman melarang hakim untuk

menolak suatu perkara dengan alasan bahwa hukumnya tidak ada atau

kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya. Hal ini

sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48

tahun 2009 yang berbunyi:

“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus

suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau

kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”

Dengan adanya aturan ini, tentunya melahirkan kewenangan yang

diberikan kepada hakim untuk menetapkan hukum yang semula

hukumnya tidak ada menjadi ada atau yang semula hukumnya kurang

jelas menjadi jelas.

Oleh karena itu, terkait permohonan pemohon, karena hukum

positif tidak mengatur lembaga mana yang akan menguji keabsahan

Page 73: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

62

penetapan tersangka atas diri Pemohon, maka hakim harus menetapkan

hukumnya bahwa segala tindakan penyidik dalam proses penyidikan dan

segala tindakan penuntut umum dalam proses penuntutan yang belum

diatur dalam Pasal 77 KUHAP ditetapkan menjadi objek Praperadilan dan

lembaga hukum yang berwenang menguji keabsahan segala tindakan

penyidik dalam proses penyidikan dan segala tindakan penuntut umum

dalam proses penuntutan adalah Lembaga Praperadilan. Hakim

berpendapat bahwa penetapan tersangka merupakan bagian dari rangkaian

tindakan penyidik dalam proses penyidikan.

3. Analisis Penulis

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis berpendapat bahwa

penetapan tersangka merupakan pengurangan hak serta kebebasan

seseorang dan merupakan tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh

aparat penegak hukum. Oleh karena dengan ditetapkannya seseorang

sebagai tersangka, maka nama baik dan kebebasan seseorang telah

dibatasi.

Tindakan yang dilakukan oleh KPK (Termohon) terhadap

Komjenpol Budi Gunawan (Pemohon) yaitu menetapkannya sebagai

tersangka merupakan tindakan yang melanggar asas praduga tidak

bersalah. Termohon mengungkapkan kepada publik status Pemohon

Page 74: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

63

sebagai tersangka yang sama sekali tuduhan tersebut tidak pernah

dikonfirmasi kepada Pemohon.

Asas praduga tidak bersalah mengandung arti bahwa setiap orang

yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan didepan

pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya keputusan

pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.94

Tindakan Termohon dalam hal ini tidak dapat dibenarkan. Apabila

Pemohon sendiri belum dibuktikan kesalahannya, lalu bagaimana

Termohon dapat mengumumkan penetapan status tersangka terhadap diri

Pemohon di depan khalayak ramai. Tindakan yang dilakukan Termohon

sudah jelas akan merusak nama baik dan merampas hak kebebasan

Pemohon. Bahkan penetapan status tersangka bisa menyebabkan

seseorang kehilangan jabatannya.

Dalam hal ini prinsip asas praduga tidak bersalah sangatlah

penting. Asas praduga tak bersalah adalah asas yang mendasari bahwa

seseorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak

bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang meyakinkan menyatakan

dengan tegas kesalahannya itu. Asas ini berdasarkan Al-Qur‟an Surah Al-

Hujuraat ayat 12:

94

Lihat Penjelasan Umum butir 3 huruf c KUHAP.

Page 75: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

64

ه الظه إن بعض الظه إثم ولآ يب أيهب الذيه آمىىا اجتىبىا كثيزا م (24: 24/ )الحجزاث ...تجسسىا ولآ يغتب بعضكم بعضب

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-

sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.

Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah

menggunjingkan satu sama lain..” (Q.S. Al-Hujuraat 49:12)

Berkaitan erat dengan asas praduga tidak bersalah adalah batalnya

hukum karena adanya keraguan. Dalam hadis yang lain dijelaskan bahwa,

“Hindarkan hudud dalam keadaan ragu, lebih baik salah dalam

membebaskan daripada salah dalam menghukum.”95

Dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum Islam meletakkan asas

praduga tidak bersalah sebagai landasan dari aturan-aturan pidana

substantif dan prosedural. Sebagai konsekuensi yang tidak terpisah,

keraguan yang belum dapat dihilangkan harus menjadi keuntungan

terdakwa, bukan merugikannya. Dengan demikian keraguan itu dapat

menjadi dasar bagi putusan bebas dan tidak dapat menjadi dasar bagi

terbuktinya kejahatan, karena penghukuman harus didasarkan pada

ketegasan dan keyakinan.96

Penetapan status seseorang menjadi tersangka merupakan proses

dari penyidikan yang didalamnya terdapat kemungkinan tindakan

sewenang-wenang dari aparat penegak hukum. Apabila tindakan

95

Topo Santoso, “Menggagas Hukum Pidana Islam: Penerapan Syariat Islam Dalam

Konteks Moderenitas”, (Bandung: Asy Syamamil dan Grafika, cet. Keempat 2001), hlm. 121. 96

Topo Santoso, “Menggagas Hukum Pidana Islam: Penerapan Syariat Islam Dalam

Konteks Moderenitas”, hlm. 129.

Page 76: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

65

penetapan tersangka itu dilakukan tanpa melalui prosedur hukum yang

benar, maka dimana seseorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka

meminta perlindungan haknya dan mengajukan permohonan untuk

keabsahan penetapan tersangka itu.

Pada bab sebelumnya, telah dijelaskan bahwa ketika seseorang

yang sudah ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa ingin meminta

perlindungan haknya, maka pada saat yang sama timbul kewajiban dari

penegak hukum untuk melindungi hak tersebut. Hal ini dikarenakan

adanya hak-hak yang dirampas ketika seseorang ditetapkan sebagai

tersangka.

Menurut penulis, dalam hal ini Pasal 77 KUHAP dapat diperluas

sehingga mencakup penetapan tersangka sepanjang permintaan tersebut

berkaitan dengan perlindungan hak. Lembaga praperadilan sebagaimana

diatur dalam Pasal 77 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk

menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh

penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan

tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat

atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan praperadilan menyangkut sah

tidaknya tindakan penyidik dan penuntut umum dalam melakukan

penyidikan dan penuntutan.

Page 77: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

66

Luhut M. Pangaribuan mengemukakan bahwa lembaga

praperadilan yang terdapat di dalam KUHAP identik dengan lembaga pre-

trial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas

Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam

masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak

kemerdekaan seseorang. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa praperadilan merupakan hak dari tersangka/terdakwa yang menjadi

kewajiban aparat penegak hukum untuk memenuhinya.

B. Konsekuensi Yuridis Praperadilan Terhadap Penetapan Tersangka

dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.

1. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon

Untuk dapat bertindak sebagai Pemohon dalam pengujian suatu

Undang-undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap

hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya

Undang-undang yang dimohonkan pengujian, harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:97

a. Perorangan warga negara Indonesia, termasuk kelompok orang yang

mempunyai kepentingan sama;

b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;

c. Badan hukum publik atau privat; atau

97

Republik Indonesia, Pasal 51 ayat (1), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi.

Page 78: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

67

d. Lembaga negara.

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang

terhadap UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:

a. Kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal

51 ayat (1) UU MK;

b. Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh

UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang

dimohonkan pengujian.

Tertanggal 17 Februari 2014 pemohon yang bernama Bachtiar

Abdul Fatah yang memiliki status pekerjaan sebagai Karyawan di PT

Chevron Pasific Indonesia, mengajukan permohonan untuk pengujian

Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), Pasal 77

huruf a, dan Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana, terhadap Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945. Permohonan yang diterima di kepaniteraan MK

pada tanggal 17 Februari 2014 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas

Pemohonan Nomor 56/PAN.MK/2014, dan telah dicatat dalam Buku

Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 26 Februari 2014 dengan

Page 79: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

68

Nomor 21/PUU-XII/2014, yang telah diperbaiki dan diterima di

kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 1 April 2014.98

Kedudukan hukum (legal standing) pemohon adalah sebagai

perorangan warga negara Indonesia berdasarkan Kartu Tanda Penduduk.

Dalam hal ini pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing)

untuk mengajukan permohonan karena sebagai warga negara Indonesia

pemohon memiliki hak konstitusional atas pengakuan, jaminan,

perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Pemohon memiliki syarat

kualifikasi sebagai pemohon yang mempunyai kedudukan hukum (legal

standing), sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) huruf

a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, untuk melakukan pengujian

terhadap Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1),

Pasal 77 huruf a dan Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang No 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana yang dianggap telah merugikan hak

konstitusional pemohon sebagaimana yang telah dijaminkan oleh UUD RI

1945.

2. Alasan-alasan Permohonan

Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk

melakukan pengujian undang-undang (judicial review) pada Pasal 1 angka

2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), Pasal 77 huruf a, dan

98

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, hlm 2.

Page 80: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

69

Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945. Dalam hal ini, penulis hanya akan membahas pengujian undang-

undang pada Pasal 77 huruf a KUHAP terkait penulisan skripsi yang

penulis tulis. Isi dari Pasal 77 huruf (a) adalah:

“Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai

dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a. sah

atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan.”

Konsep praperadilan yang berdasarkan Pasal 77 huruf a KUHAP

yang terbatas pada memberikan penilaian terhadap sah atau tidaknya

penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan, jelas tidak sepenuhnya dapat memberikan perlindungan yang

cukup kepada seorang tersangka dari pelanggaran hak asasi manusia yang

dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Menurut keterangan dari pemohon bahwa dalam ketentuan Pasal

77 huruf a KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan

harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat

(conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai mencakup sah

atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan dan

pemeriksaan surat.99

99

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, hlm 21.

Page 81: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

70

Pemohon berpendapat bahwa rumusan dari Pasal 77 huruf a

KUHAP sangat sempit dan limitatif sehingga tidak mencakup seluruh

upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik. Rumusan yang bersifat

terbatas dan limitatif tersebut jelas bertentangan dengan proses due

process of law karena sejumlah upaya paksa yang tidak disebutkan dalam

Pasal 77 huruf a KUHAP menjadi tidak dapat diuji keabsahannya melalui

Praperadilan sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945

yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum.”, Pasal 28D ayat

(1) UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan

yang sama di hadapan hukum.”, dan Pasal 28I ayat (5) UUD 1945 yang

berbunyi: “Untuk menegakkan dan melindungi Hak Asasi Manusia sesuai

dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak

asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-

undangan.”100

Dengan adanya pemberlakuan Pasal 77 huruf a KUHAP, Pemohon

merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena Pemohon telah

diberlakukan proses pidana yaitu penetapan diri Pemohon sebagai

tersangka oleh aparat penegak hukum. Pemohon mengajukan praperadilan

terhadap penetapan tersangka atas dirinya pada Pengadilan Negeri Jakarta

100

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, hlm 21.

Page 82: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

71

Selatan. Pemohon berharap agar permohonannya dikabulkan oleh

Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 77 huruf a KUHAP yang dianggap

bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai mencakup

penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat.

3. Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-

XII/2014

Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap

sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.101

Putusan hukum lazimnya disebut vonis melahirkan norma hukum baru,

yang sebelumnya tidak ada. Dengan putusan hakim, subjek hukum baik

orang maupun badan hukum yang sebelumnya tidak berhak menjadi

memiliki hak, demikian juga sebaliknya, yang tadinya memiliki hak

menjadi tidak memiliki hak.102

Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-

XII/2014, maka berakibat langsung terhadap pasal yang diujikan. Salah

satunya adalah Pasal 77 huruf a KUHAP. Kewenangan Pasal 77 huruf a

KUHAP menjadi diperluas yaitu mencakup penetapan tersangka,

penggeledahan dan penyitaan.

101

Republik Indonesia, Pasal 47, Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi. 102

Taufiqurrahman Syahuri, “Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum”, (Jakarta: Kencana,

cet. Kedua 2011), hlm. 212.

Page 83: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

72

Kemudian seseorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan

merasa bahwa penetapan tersebut dilakukan tanpa prosedur hukum yang

jelas dapat meminta perlindungan haknya melalui pranata praperadilan.

Demi mewujudkan hak yang dijaminkan oleh UUD RI 1945 terhadap hak

konstitusional seseorang yang merasa dirugikan dengan adanya undang-

undang tertentu dan dianggap bertentangan dengan UUD RI 1945.

Setiap tindakan penyidik yang tidak memegang teguh prinsip

kehati-hatian dan diduga telah melanggar hak asasi manusia dapat

dimintakan perlindungan haknya kepada pranata praperadilan, meskipun

hal tersebut dibatas secara limitatif oleh ketentuan Pasal 77 huruf a

KUHAP. Penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang

di dalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari

penyidik yang termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang.

Sementara itu, penyidikan itu sendiri menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP

adalah:

“serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan

guna menemukan tersangkanya.”

Apabila Pasal 1 angka 2 KUHAP itu telah dilakukan secara ideal

dan benar, maka permohonan praperadilan tidak perlu dilakukan. Namun

apabila sebaliknya, jika Pasal 1 angka 2 KUHAP itu tidak dilakukan

secara benar, lalu dimana seseorang yang sudah ditetapkan sebagai

Page 84: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

73

tersangka memperjuangkan haknya bahwa ada yang salah dalam

menetapkan seseorang menjadi tersangka. Padahal dalam UUD 1945

dikatakan bahwa setiap orang dijamin haknya untuk mendapatkan

pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Oleh karena penetapan tersangka merupakan proses dari

penyidikan yang merupakan perampasan hak asasi seseorang maka

seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan objek yang

dapat dimintakan perlindungan haknya melalui pranata praperadilan. Jika

dalam proses penyidikan ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata

lain selain pranata praperadilan yang dapat memutusnya.

Dengan keluarnya putusan MK ini akan menjadi landasan para

hakim untuk menerima, memeriksa dan memutuskan bahwa penetapan

tersangka masuk dalam objek Praperadilan dan perselisihan pendapat yang

kadang terjadi mengenai Praperadilan tentang penetapan tersangka bisa

diakhiri. Kini putusan MK ini menjadi berita baik bagi para tersangka

yang tidak puas atas keputusan penyidik yang memberikan keputusan

penetapan tersangka kepada dirinya, sehingga bisa menempuh upaya

Praperadilan untuk mendapatkan keadilan.

Peradilan Konstitusi melalui putusannya juga dapat meminta

Parlemen dalam hal ini DPR untuk melakukan perbaikan terhadap

Page 85: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

74

undang-undang (legislative revision) yang dianggap bermasalah,103

artinya

bahwa efek langsung dari putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 adalah DPR

mempunyai kewajiban yang dibebankan karena putusan tersebut yaitu

merevisi pasal yang telah disengketakan agar adanya kejelasan hukum dan

kekuatan hukum.

103

Ahmad Syahrizal, “Peradilan Konstitusi (Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional

Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif)”, (Jakarta: Pradnya Paramita, cet. Kesembilan

2006), hlm. 268.

Page 86: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

75

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis dapat memberikan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Objek Praperadilan dalam Pasal 77 KUHAP dapat diperluas sehingga

mencakup penetapan tersangka. Penetapan status seseorang menjadi

tersangka merupakan proses dari penyidikan yang di dalamnya terdapat

kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum,

sehingga menyebabkan terjadinya perampasan hak dari seorang

tersangka/terdakwa. Sepanjang itu berkaitan dengan hak, maka Pasal 77

KUHAP dapat diperluas, karena jika dilihat dari rumusan pengertian Pasal

77 jo Pasal 1 angka 10 KUHAP bersifat limitatif atau sangat terbatas.

Berdasarkan pembahasan diatas, penulis telah menjelaskan sebelumnya,

bahwa kewenangan penegak hukum ada dua. Kewenangan yang pertama

adalah kewenangan yang berkaitan dengan proses.104

Kewenangan ini

dibatasi oleh asas legalitas dalam Pasal 3 KUHAP yang berbunyi

“Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Hal ini membuktikan kewenangan penegak hukum tidak dapat diperluas

dan sangat dibatasi oleh undang-undang. Sedangkan kewenangan yang

104

Lihat penjelasan pada BAB III, hlm. 44.

Page 87: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

76

kedua adalah kewenangan yang berkaitan dengan perlindungan hak.

Kewenangan penengak hukum dapat diperluas sesuai dengan permintaan

perlindungan hak dari tersangka/terdakwa. Alasannya adalah ketika

seseorang meminta perlindungan haknya, maka pada saat yang bersamaan

timbul kewajiban penegak hukum untuk melindungi hak seseorang

tersebut.

2. Konsekuensi yuridis praperadilan terhadap penetapan tersangka sebelum

dan sesudah Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014:

a. Sebelum adanya Putusan MK:

Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

21/PUU-XII/2014 tentang penetapan tersangka, hakim yang diminta

untuk mengadili hal tersebut melakukan penemuan hukum. Karena

walaupun penetapan tersangka tidak termasuk dalam ranah

praperadilan, hakim tidak boleh menolak perkara tersebut hanya

karena hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Berdasarkan Pasal 10

ayat (1) Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman yang berbunyi:

“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan

memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum

tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan

menggalinya.”

Alasan kedua penyebab hakim melakukan penemuan hukum adalah

karena ada hak yang diminta dari seorang tersangka/terdakwa

Page 88: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

77

sehingga menimbulkan kewajiban penegak hukum untuk melindungi

hak tersebut. Oleh karena itu, objek praperadilan diperluas sehingga

mencakup penetapan tersangka.

b. Setelah adanya Putusan MK:

Setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

21/PUU-XII/2014, maka objek praperadilan yang mencakup

penetapan tersangka menjadi jelas dan berkepastian hukum mengikat.

Mahkamah berpendapat bahwa konsep praperadilan yang berdasarkan

Pasal 77 KUHAP yang terbatas pada memberikan penilaian terhadap

sah atau tidak sahnya penangkapan, penahanan, penghentian

penyidikan dan penghentian penuntutan, jelas tidak sepenuhnya

memberikan perlindungan yang cukup bagi seorang

tersangka/terdakwa. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 21/PUU-XII/2014 mencerminkan bahwa Indonesia adalah

Negara Hukum yang menjamin setiap hak yang diberikan oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

B. Saran

Secara substansi hukum, ketika suatu aturan diundangkan, maka

seharusnya undang-undang tersebut menyesuaikan dengan dinamika yang

terjadi di tengah-tengah masyarakat, agar undang-undang tidak bersifat kaku

dan mutlak. Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-

Page 89: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

78

XII/2014, penulis menyarankan agar menyegerakan pengesahan RUU

KUHAP dengan dimuatnya penetapan tersangka sebagai objek praperadilan,

hal tersebut akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia

dalam proses Hukum Acara Pidana.

Selain itu, mengenai tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak

hukum haruslah diperketat pengawasannya. Hal ini diupayakan agar tidak ada

tindakan aparat penegak hukum yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan

(abuse of power) dan diharapkan tindakan Penyidik dilakukan sesuai dengan

prosedur hukum yang jelas. Artinya, jika penegak hukum melakukan

kewenangannya dengan baik, maka hak-hak dari para tersangka/terdakwa pun

menjadi terjamin dan mendapatkan keadilan.

Page 90: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

79

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Al-Qur‟anul Karim.

Abdurrahman, “Aneka Masalah Dalam Praktek Penegakan Hukum di Indonesia”

Bandung: Alumni, 1980.

Ahmadi, Fahmi M dan Jaenal Arifin. “Metode Penelitian Hukum”, Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Ashworth, Andrew. “Human Rights, Serious Crime and Criminal Procedure”, The

Hamlyn Trust, 2002.

Al Faruq, Asadullah. “Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam”, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2009.

Afiah, Ratna Nurul. “Praperadilan dan Ruang Lingkupnya”, Jakarta: Akapress, 1986.

Cipto Hestu, Handoyono. “Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan & Hak Asasi

Manusia” Yogyakarta: Grafika, 2003.

Harahap, M Yahya. “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan

Kembali” Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

. “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Penyidikan dan Penuntutan)”, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Hamzah, Andi. “Hukum Acara Pidana Indonesia”, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Ibrahim, Johnny. “Teori, Metode, dan Penelitian Hukum Normatif”, Malang:

Bayumedia Publising, 2007.

Kaligis, Otto Cornelis. “Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa

dan Terpidana (Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia)”, Bandung:

Alumni, 2006.

Page 91: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

80

Loqman, Loebby. “Pra-peradilan di Indonesia”, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Merpaung, Leden. “Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan

Penyidikan)”, Jakarta : Sinar Grafika, 2011.

Mulyadi, Lilik. “Hukum Acara Pidana”, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007.

Mu‟ammal Hamidy, Imron Am, Umar Fanany. “Terjemahan Najlul Authar Jilid 6:

Himpunan Hadist-hadist Hukum”, Surabaya: PT Bina Ilmu, 2005.

Nusantara, Abdul Hakim. “KUHAP dan Peraturan-peraturan Pelaksanaan”, Jakarta:

Bhineka Surya Pratama. 2008.

Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM). Pedoman Penulisan Skripsi. Ciputat:

2012.

Pangaribuan, Luhut M. P. ”Hukum Acara Pidana: Surat-surat Resmi di Pengadilan

oleh Advokat: Praperadilan, eksepsi, pledoi, duplik, memori banding, kasasi,

peninjauan kembali”, Jakarta: Djambatan, 2006.

Packer, Herbert. “The Limits of Criminal Sanction”, California: Stanford University

Press.

Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Departemen

Kehakiman Republik Indonesia: 1982.

Purnomo, “Pokok-pokok Tata Cara Peradilan Pidana Indonesia dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981”, Yogyakarta: Liberty, 1993.

Rahardjo, Satjipto. “Hukum Progresif: Aksi, Bukan Teks”, Jakarta: Rajawali Press,

2011.

Soekanto, Soerjono dan Srimamudji. “Penelitian Hukum Normatif”, Cet. V, Jakarta:

Indo-Hill-Co, 2001.

Soekanto, Soerjono dan Srimamudji, “Penelitian Hukum Normatif (Suatu tinjauan

singkat)”. Cet. IV, Jakarta: Pt. Grafindo Persada, 1995.

Page 92: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

81

Sunggono, Bambang. “Metode Penelitian Hukum”, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1997.

Santoso, Topo. “Menggasa Hukum Pidana Islam: Penerapan Syariat Islam Dalam

Konteks Moderenitas”, Bandung: Asy Syamamil dan Grafika, 2001.

Saleh, Roeslan. “Dari Lembaran Kepustakaan Hukum Pidana”, Jakarta: Sinar

Grafika, 2003.

Syahuri, Taufiqurrahman. “Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum”, Jakarta:

Kencana, 2011.

Syahrizal, Ahmad. “Peradilan Konstitusi (Suatu Studi tentang Adjudikasi

Konstitusional Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif)”,

Jakarta: Pradnya Paramita, 2006.

B. Jurnal/Artikel

Adnan Buyung Nasution, Praperadilan versus Hakim Komisaris: Beberapa

Pemikiran Mengenai Keberadaan Keduanya, makalah diajukan dalam seminar

sosialisasi RUU KUHAP yang diadakan oleh Departemen Kehakiman dan

HAM, Jakarta, 27 November 2001.

Chairul Huda, 2010. “Makna Asas Praduga Tidak Bersalah dan Pemakaiannya

dalam Praktek Pers”, Jurnal Dewan Pers Edisi No 2.

Kaligis, Otto Cornelis. “Korupsi Sebagai Tindakan Kriminal yang Harus diberantas

Karakter dan Praktek Hukum Indonesia”, Jurnal Equality, 2006.

C. Undang-Undang

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

D. Website

www.hukumonline.com. diakses pada tanggal 6 Maret 2016.

Page 93: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

P U T U S A N

Nomor : 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang memeriksa dan mengadili

perkara Praperadilan pada peradilan tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan

sebagai berikut dalam perkara antara :

Komisaris Jenderal Polisi Drs. BUDI GUNAWAN, SH., Msi., beralamat di Jalan

Duren Tiga Barat VI No. 21, Pancoran, Jakarta Selatan, dalam hal

ini diwakili oleh Kuasa Hukumnya yang bernama DR. Agung

Makbul, Drs., SH., MH., Ricky HP. Sihotang, SH., Anwar Efendi,

SIK, SH., MH., Deddy Sudarwandi, SH., MBA, Fidian Suprihati,

SH., MH., Sis Mulyono, SH., MH., Adri Efendi, SH., MH., Binsan

Simarangkir, SH., Syahril, SH., Bambang Wahyu Broto, SH., Tonika

Alfatawira, SH., Partoyo SH., MHum., DR. Maqdir Ismail, SH.,

LL.M, Ignatius Supriyadi, SH., Marselinus K. Rajasa, SH., LL.M,

Banuara Manurung, SH,, MH., Dr. R.M. Panggabean, SH., MH.,

Hertanto, SH., Sayed Muhammad Muliady, SH., Yanuar P.

Wasesa, SH., M.Si, MH., Joel Baner Toendan, SH., MH., Meike

Wirdiati, SH., MH., Yulius Irawansyah, SH., MH., Dr. Fredrich

Yunadi, SH., LL.M, Dr. Rico Pandeirot, SH., LL.M, Aryanto Sutadi,

SH., MH., berdasarkan Surat Perintah Kapolri Nomor: B/120/I/2015

tanggal 19 Januari 2015, Surat Tugas Kapolri Nomor: B/4/I/2015

tanggal 16 Januari 2015, dan Surat Kuasa Khusus tanggal 23

Januari 2015 yang dalam hal ini memilih domisili hukum di Kantor

Hal. 1 dari 221 Putusan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 94: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Divisi Hukum Polri Jalan Trunojoyo Nomor 3 Kebayoran Jakarta

Selatan, selanjutnya disebut sebagai ….………........... PEMOHON ;

TERHADAP:

Komisi Pemberantasan Korupsi/ KPK cq. Pimpinan KPK, beralamat di Jl. HR

Rasuna Said Kav C-1, Setiabudi, Jakarta Selatan (12920), dalam

hal ini diwakili oleh Kuasa Hukumnya yang bernama Chatarina M.

Girsang, SH., SE., MH., Nur Chusniah, SH., MHum., Rasamala

Aritonang, SH., MH., Rini Afriyanti, SH., MKn, Indah Oktianti

Sutomo, SH., MHum., Juliandi Tigor Simanjuntak, SH., MH., Mr.

(Droit) Anatomi Muliawan, SH., Indra Mantong Batti, SH., LL.M,

Suryawulan, SH., MH., R. Natalia Kristianto, SH., Mia Suryani

Siregar, SH., masing-masing selaku pegawai KPK berkedudukan di

Jakarta, beralamat di Jalan H.R. Rasuna Said Kavling C-1, Jakarta

Selatan 12920, berdasarkan Surat Kuasa Nomor

SKS-05/01-55/01/2015 tanggal 29 Januari 2015, selanjutnya

disebut sebagai …………………………………………..

………………... TERMOHON ;

PENGADILAN NEGERI tersebut ;

• Telah membaca surat penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

tanggal 26 Januari 2015 No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel., tentang penunjukan

Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini ;

• Telah membaca surat penetapan Hakim tertanggal 26 Januari 2015 No. 04/

Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. tentang penentuan hari sidang pertama ;

• Telah membaca surat gugatan dan surat-surat lainnya yang berkaitan ;

• Telah mendengar kedua belah pihak yang berperkara ;

2

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 95: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

TENTANG DUDUKNYA PERKARA

Menimbang, bahwa Pemohon telah mengajukan Permohonan Praperadilan

secara tertulis dengan suratnya tertanggal 26 Januari 2015 yang telah didaftarkan

di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 26 Januari 2015

di bawah Register Perkara Nomor : 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel., telah

mengemukakan hal-hal sebagai berikut :

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN.

1. Perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan

adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya

hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan

jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak

kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui

suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan

hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau

tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah

sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin

bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang

tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-

ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia.

2. Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab

X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP Jo. Bab VIII

Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UUKPK), secara jelas dan tegas

dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk

Hal 3 dari 244 Putusan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 96: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Dengan demikian mengacu kepada ruh atau asas fundamental KUHAP

(perlindungan hak asasi manusia) Jo. ketentuan Pasal 17 UU HAM Jo. Pasal 2

angka 3 huruf a dan b ICCPR yang telah diratifikasi melalui UU KOVENAN

INTERNASIONAL, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang

Aparatur Negara dalam melaksanakan KUHAP melalui lembaga Praperadilan

telah secara sah mengalami perluasan sistematis (de systematische

interpretatie) termasuk meliputi penggunaan wewenang Penyidik yang bersifat

mengurangi atau membatasi hak seseorang seperti diantaranya menetapkan

seseorang sebagai tersangka secara tidak sah dan tidak berdasarkan hukum,

sehingga tidak hanya terbatas pada pengujian wewenang yang ditentukan

dalam Pasal 77 KUHAP yaitu (a) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,

penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan (b) ganti kerugian

dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada

tingkat penyidikan atau penuntutan.

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN.

A. FAKTA-FAKTA.

1. Bahwa Pemohon adalah anggota Kepolisian Republik Indonesia

(selanjutnya disebut sebagai “Polri”). Mengawali kariernya di institusi

Polri sejak lulus dari Akademi Kepolisian pada Tahun 1983, hingga

sampai Tahun 2015 ini, Pemohon telah menjadi perwira tinggi Polri

dengan pangkat Komisaris Jenderal Polisi, serta menjabat sebagai

Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian RI (Kalemdikpol Polri).

2. Bahwa Pemohon sebagai Anggota Polri selalu siap diserahi tugas,

jabatan, maupun tanggung jawab apapun sesuai ketentuan Undang-

Undang 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Hal 15 dari 244 Putusan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15

Page 97: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

(selanjutnya disebut “UU Polri”) dan perundang-undangan terkait

lainnya.

3. Bahwa sebagaimana diberitakan secara luas di media massa, Presiden

Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Presiden Republik

Indonesia Nomor : R-01/Pres/01/2015 tertanggal 9 Januari 2015, perihal

Pemberhentian dan Pengangkatan Kapolri (selanjutnya disebut sebagai

“Surat Presiden RI”), yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia (“DPR RI”). Pada pokoknya Surat Presiden

RI tersebut berisi permintaan persetujuan kepada DPR RI untuk

mengangkat Pemohon sebagai Pejabat Kepala Kepolisian Republik

Indonesia (selanjutnya disebut sebagai “Kapolri”) menggantikan Bapak

Jendral Polisi Sutarman. Berkaitan dengan hal itu, Pemohon sama

sekali tidak mencampurinya, mengingat hal tersebut adalah wewenang

mutlak Presiden Republik Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

4. Bahwa Pemohon pada tanggal 14 Januari 2015, telah memenuhi

undangan/ panggilan dari DPR RI untuk menjalani fit & proper test (in

casu, Uji Kelayakan & Kepatutan) sebelum DPR RI mengambil

keputusan untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud

dalam Surat Presiden RI a quo.

5. Bahwa namun demikian, sebagaimana diberitakan secara luas di media

massa, pada tanggal 13 Januari 2015 Termohon mengumumkan pada

khalayak ramai dalam press conference (jumpa pers/pemberian

keterangan di depan media massa) bahwa Termohon telah menetapkan

Pemohon sebagai Tersangka tindak pidana korupsi sebagaimana

16

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

Page 98: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

dimaksud Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11 atau 12 B

UU Tipikor, dimana dikatakan oleh Termohon bahwa hal itu sehubungan

dengan dugaan terjadinya transaksi mencurigakan/ tidak wajar dan/atau

dugaan penerimaan hadiah atau janji.

Dalam hal ini, Termohon tidak pernah memberikan pemberitahuan atau surat

apapun kepada Pemohon yang berhubungan dengan keterangan mengenai

persangkaan pasal-pasal dan peristiwa pidana yang mengakibatkan Pemohon

ditetapkan sebagai Tersangka.

6. Bahwa juga dalam keterangannya di media massa, dikatakan oleh

Termohon bahwa penyelidikan perkara tersebut telah dilakukan sejak

bulan Juli Tahun 2014, namun baru pada hari Senin tanggal 12 Januari

2015 diyakini oleh Termohon bahwa ada tindak pidana dimaksud yang

dilakukan oleh Pemohon pada periode Tahun 2004 – 2006 saat

Pemohon menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier SDM Mabes

Polri. Namun di sisi lain juga dikatakan oleh Termohon bahwa telah

pernah dilakukan expose perkara dimaksud pada Tahun 2013.

7. Bahwa Pemohon sama sekali tidak tahu-menahu peristiwa yang

disangkakan kepada Pemohon oleh Termohon terkait peristiwa tertentu

yang mana? Seperti apa kejadiannya? Di mana dan kapan? Jika terkait

dengan rekening Pemohon, rekening yang mana? Tanggal berapa?

Pada transaksi spesifik yang mana dalam rekening Pemohon dan

jumlahnya berapa? Siapa yang memberi hadiah atau menyuap

Pemohon? Hal ini terjadi karena memang sejatinya Pemohon sama

sekali tidak pernah dimintai keterangan oleh Termohon, sejak kurun

waktu 2004-2006, 2010, 2013 dan 2014.

Hal 17 dari 244 Putusan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel.

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17

Page 99: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

8. Bahwa Pemohon tidak pernah sama sekali diundang maupun dipanggil

oleh Termohon untuk dimintai keterangannya terkait proses penanganan

perkara yang berhubungan dengan dugaan/tuduhan/sangkaan bahwa

Pemohon diduga telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana

dimaksud dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, baik dalam tingkat penyelidikan maupun penyidikan oleh

Termohon. Sekali lagi, sama sekali tidak pernah.

9. Bahwa lebih lanjut, penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh

Termohon tersebut ditindaklanjuti dengan upaya pencegahan terhadap

diri Pemohon oleh Termohon. Tidak berhenti sampai di situ, Termohon

juga melakukan upaya pencegahan terhadap anak dari Pemohon.

Pemohon tidak pernah mengetahui secara jelas dan pasti perihal

peristiwa yang dituduhkan kepadanya itu sebenarnya seperti apa, kapan

dan bagaimana (bukankah Pemohon sama sekali tidak pernah dipanggil

apalagi dimintai keterangan oleh Termohon terkait perkara yang sedang

dilakukan penyelidikan/penyidikannya oleh Termohon untuk selanjutnya

digunakan sebagai dasar untuk menetapkan Pemohon sebagai

Tersangka ?!?).

10.Bahwa Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka tanpa terlebih

dahulu dilakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

Pasal 1 angka 2 KUHAP, yang berbunyi “Penyidikan adalah serangkaian

tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan

18

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18

Page 100: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Binkar (Kepala Biro Pembinaan Karir) sebagaimana ditetapkan berdasarkan Surat

Perintah Penyidikan No. Sprin.Dik-03/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015 (vide

bukti T-9), dan dalam bukti T-9 tersebut dikatakan bahwa dugaan tindak pidana

korupsi tersebut dilakukan dalam rentang waktu tahun 2003 sampai dengan tahun

2006, sejak diangkatnya Pemohon berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No.Pol. :

Skep/217/IV/2003, tanggal 24 April 2003 tentang Pemberhentian dan

Pengangkatan Dalam Jabatan di Lingkungan Polri a.n. Drs. BUDI GUNAWAN, SH.

MSi, Phd, Pangkat Kombes Pol. Nrp. 59120980, dari Jabatan Lama Pamen Mabes

Polri (Ajudan Presiden R.I.) ke Jabatan Baru Karo Binkar Desumdaman Polri

terhitung mulai tanggal 24-04-2003 (vide bukti P-12) ;

Menimbang, bahwa selanjutnya timbul pertanyaan, apakah Pemohon

termasuk orang-orang sebagai subjek hukum pelaku Tindak Pidana Korupsi yang

menjadi kewenangan KPK (Termohon) untuk melakukan penyelidikan, penyidikan

dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi ?

Menimbang, bahwa yang pertama kali perlu dibuktikan adalah mengenai

jabatan Pemohon sebagai Karo Binkar (Kepala Biro Pembinaan Karir), apakah

jabatan tersebut dalam organisasi Polri termasuk aparat penegak hukum dan atau

penyelenggara negara? ;

Menimbang, bahwa dalam Lampiran D Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/53/

X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan

Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia,

Organisasi dan Tata Kerja Staf Deputi Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (Sde

SDM Polri), disebutkan bahwa Karo Binkar berupakan salah satu unsur pelaksana

dari Sde SDM dan menurut pasal 4 Keppres Nomor 70 tahun 2002 tentang

Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, Deputi Kapolri

236

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 236

Page 101: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

DALAM POKOK PERKARA :

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon Praperadilan untuk sebagian ;

2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-03/01/01/2015

tanggal 12 Januari 2015 yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka

oleh Termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal

12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-

undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak

berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penetapan aquo tidak

mempunyai kekuatan mengikat ;

3. Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa

pidana sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Tersangka terhadap diri

Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5

ayat (2), Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP

adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya

Penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan mengikat ;

4. Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh

Termohon adalah tidak sah ;

5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan

lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka

terhadap diri Pemohon oleh Termohon ;

6. Membebankan biaya perkara kepada negara sebesar nihil ;

242

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 242

Page 102: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437
Page 103: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437
Page 104: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437
Page 105: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437
Page 106: PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42278/...FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437