pranata pembangunan_2
DESCRIPTION
rTRANSCRIPT
Pranata Pembangunan
Pranata Pembangunan
Arsitektur merupakan ilmu pengetahuan yang membahas tentang keterkaitan antara manusia dengan lingkungan binaannya, dan ruang adalah wujud manifestasi dari manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ada tiga aspek penting dalam arsitektur, yaitu : firmitas (kekuatan dalam konstruksi), utilitas (kegunaan atau fungsi), dan venustas (keindahan atau estetika)
Pranata dalam pengertian umum adalah interaksi antar individu/kelompok dalam kerangka peningkatan kesejahteraan atau kualitas hidup, dalam arti khusus bahwa terjadi interaksi antar actor pelaku pembangunan untuk menghasilkan fisik ruang yang berkualitas. Pranata di bidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi berbeda dan menciptakan anomaly yang berbeda sesuai dengan kasus masing-masing.
Dalam penciptaan ruang (bangunan) dalam dunia profesi arsitek ada beberapa aktor/pelaku yang terlibat dan berinteraksi, adalah pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana, dan unsur pendukung lainnya. Keterkaitan antar aktor/pelaku dalam proses kegiatan pelaksanaan pembangunan mengalami pasang surut persoalan, baik yang disebabkan oleh internal didalamnya atau eksternal dari luar dari ketiga fungsi tersebut.Gejala pasang surut dan aspek penyebabnya tersebut mengakibatkan rentannya hubungan sehingga mudah terjadi perselisihan, yang akibatnya merugikan dan/atau menurunkan kualitas hasil.
Pembangunan dalam berbagai literature diartikan sebagai suatu proses perubahan (“change”), paradigma perkembangan yang terjadi sejalan dengan perubahan peradaban hidup manusia. Beragam cara pandang yang terjadi, atas pendekatan sektor kegiatan, atas pendekatan struktural, atas pendekatan sumberdaya, dan lain sebagainya. Yang dalam inti pemikirannya adalah bahwa perubahan tersebut merupakan upaya manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya dimuka bumi ini. Negara Sedang Berkembang (NSB) Negara yang sedang menjalani proses perubahan dan memiliki pendapatan yang rendah, sering diteliti dan dipelajari oleh para pengamat dan pemikir untuk mencari pemecahan dan alternatif jalan keluar agar menjadi sejahtera dan berpendapatan tinggi.
Pranata pembangunan sebagai suatu sistem adalah sekumpulan aktor/stakeholder dalam kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan pelaksana) yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain serta memiliki batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan. Ketidakmampuan administrasi ini diukur adanya penyimpangan tata cara dan rendahnya kualitas produk yang dihasilkan dengan penggunaan biaya yang diatas harga pasar.
Pranata Pembangunan Bidang Arsitektur (Gedung/Bangunan)
Pranata yang telah disahkan menjadi produk hukum dan merupakan satu kebijakan publik. Kebijakan public itu sendiri merupakan pola keterganungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolekstif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintahan. Salah satu elemen kebijakan adalah peraturan perundang-undangan sebagai suatu kerangka legal formal yang memberikan arah bagi rencana tindak operasional bagi pihak-pihak terkait (stakeholder) yang diatur oleh kebijakan tersebut. Peraturan perundang-undangan merupakan kesatuan perangkat hokum antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya memiliki hubungan keterikatan.
Berdasarkan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, maka hiraki dari peraturan di Indonesia adalah :[7]
1. Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945)2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)3. Undang-Undang (UU)4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)5. Peraturan Pemerintah (PP)6. Keputusan Presiden (Keppres)7. Peraturan Daerah (Perda)
Elemen pelaksana lainnya dari Keputusan Presiden adalah Peraturan/Keputusan Menteri sebagai arahan bagi pelaksanaan kewenangan bidang pemerintahan tertentu yang kedudukannya secara hirarki langsung dibawah Keputusan Presiden. Peraturan Daerah hendaknya juga mengacu kepada Peraturan/Keputusan Menteri sehingga arah pembangunan di daerah-daerah dapat berlangsung secara terintegrasi.
Beberapa syarat penyelenggaraan bangunan gedung yang tentunya harus dipahami dan diaplikasikan pada proses perencanaan fisik bangunan. Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam persyaratan teknik bangunan meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan (UU RI no. 28 tahun 2002 pasal 7 ayat 3). Persyaratan arsitektur bangunan gedung adalah salah satu dari tiga persyaratan tata bangunan yang dimaksud dalam pasal 7 ayat 3 ini (dua syarat lainnya adalah peruntukan dan intensitas bangunan gedung dan pengendalian dampak lingkungan). Persyaratan arsitektur bangunan gedung mencakup 3 syarat, yaitu (1) penampilan bangunan gedung, (2) tata ruang dalam bangunan, dan (3) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya.
Bangunan gedung memiliki undang-undang, UU nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung yang mengatur segala hal tentang bangunan gedung dan persyaratan yang harus diperhatikan.
Sumber:
http://budisud.community.undip.ac.id/files/2010/08/BAB-1-pdf.pdfhttp://mulyanto.staff.uns.ac.id/wp-content/blogs.dir/4/files//2008/12/pranata-hukum.ppt./http://id.wikipedia.org/http://wwww.google.com/PENGERTIAN HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN MENURUT TEORIMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
- HUKUM adalah (1) peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; (2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; (4) keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan); vonis.
PRANATA adalah sistem tingkah laku sosial yg bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yg mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dl masyarakat; institusi
P PEMBANGUNAN adalah perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.
JJadi dapat di artikan bahwa hukum pranata pembangunan adalah suatu peraturan perundang - undangan yang mengatur suatu sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi yang di miliki oleh kelompok ataupun individu dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan hidup bersama. Dapat disimpulkan bahwa, pranata pembangunan bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan. Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan yang lebih detil adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang public. Pranata dibidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga menciptakan anomali yang berbeda juga sesuai dengan kasus masing-masing.Didalam proses membentuk ruang dari akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada cara teknik dan tahapan metoda untuk berproduksi dalam penciptaan ruang. Misalnya secara hirarki dapat disebutkan ‘ruang tidur’ yaitu sebagai ruang untuk istirahat, sampai dengan ‘ruang kota’ sebagai ruang untuk melakukan aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya. Secara fungsi ruang memiliki peran yang berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang kerja, ruang baca, dan seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam, ada yang liniear, radial, mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan penciptaan ruang yang mewujudkan rasa nyaman, rasa aman, dan keindahan.HUKUM adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang - undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat, patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam,dsb) yang tertentu; keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan) ; vonis ; KBBI
PRANATA adalah interaksi antar individu atau kelompok atau kumpulan, pengertian individu dalam
satu kelompok dan pengertian individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda.
PEMBANGUNAN adalah perubahan individu atau kelompok dalam kerangka mewujudkan
peningkatan kesejahteraan hidup.
Jadi, pengertian dari Hukum Pranata Pembangunan adalah peraturan resmi yang mengatur tentang
interaksi antar individu dalam melakukan perubahan untuk mewujudkan peningkatan
kesejahteraan hidup.
Dalam arsitektur khususnya Hukum Pranata Pembangunan lebih memfokuskan pada
peningkatan kesejahteraan hidup yang berhubungan dengan interaksi individu dengan lingkungan
binaan. Interaksi yang terjadi menghasilkan hubungan kontrak antar individu yang terkait seperti
pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam
rangka mewujudkan ruang atau bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim.
Hukum Pranata Pembangunan memiliki 4 unsur, yaitu:
1. Manusia
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia. Karena manusia merupakan
sumber daya paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.
2. SDA
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan yang mana sebagai sumber
utama dalam pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.
3. Modal
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah. Apabila
semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
4. Teknologi
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan. Dengan teknologi dapat
mempermudah, mempercepat proses pembangunan.
B. Aplikasi dan penegakan HPP
Apa pentingnya Hukum Pranata Pembangunan dan mengapa harus ada yang namanya Hukum
Pranata Pembangunan. Dalam membangun suatu bangunan diperlukan adanya hukum yang
berlaku. Pentingnya kita mempelajari hukum pranata pembangunan ini juga dapat membuat kita
lebih memahami peraturan - peraturan serta hal - hal apa saja yang harus dilakukan dalam
membangun suatu bangunan. Kita tidak hanya merancang dan mendirikan namun juga
memperhatikan hukum yang telah berlaku agar suatu daerah tersebut dapat tertata rapih.
Sebagai calon arsitek, dalam membengun suatu bangunan baik itu rumah, sekolah, maupun
bangunan tinggi tentunya kita memerlukan ijin dari pemerintah setempat. Izin yang dimaksud tak
lain dan tak bukan ialah IMB (Izin Mendirikan Bangunan). IMB merupakan perizinan yang diberikan
oleh kepala daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persayaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku. IMB juga merupakan salah satu produk hukum untuk
mewujudkan tatanan tertentu sehingga tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan, kenyamanan,
sekaligus kepastian hukum. Kewajiban setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan
untuk memiliki Izin Mendirikan Bangunan diatur pada Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009.
IMB akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah
ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan bahwa rencana konstruksi bangunan tersebut
juga dapat dipertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama. Pada umumnya
proses IMB ialah 25 hari dari tanggal diajukannya IMB. Jangka waktu tersebut dapat berbeda - beda
tergantung kebijakan daerah Kegiatan pembangunan memiliki empat unsur pokok, adalah
manusia, kekayaan alam, modal, dan teknologi. Pembangunan sebagai suatu sistem yang
kompleks mengalami proses perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang rumit/kompleks.
Proses perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara pandang, beberapa cara
pandang tersebut adalah pertumbuhan (GROWTH), perubahan strukutr (STRUCTURAL CHANGE),
ketergantungan (DEPENDENCY), pendekatan sistem (SYSTEM APPROACH), dan penguasaan
teknologi (TECHNOLOGY).
Arsitektur adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang keterkaitan antara manusia dengan
lingkungan binaan-nya, dan ruang adalah wujud manifestasi dari manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Ada tiga aspek penting dalam arsitektur, yaitu : firmitas (kekuatan atau
konstruksi), utilitas (kegunaan atau fungsi), dan venustas (keindahan atau estetika).
Didalam proses membentuk ruang dari akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada cara (teknik)
dan tahapan (metoda) untuk berproduksi dalam penciptaan ruang. Secara hirarki dapat disebutkan
‘ruang tidur’ ruang untuk istirahat sampai dengan ‘ruang kota’ ruang untuk melakukan aktifitas
sosial, ekonomi, dan budaya. Secara fungsi ruang memiliki peran yang berbeda menurut tingkat
kebutuhan hidup manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang kerja, ruang baca, dan
seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam, ada yang liniear, radial,
mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan penciptaan ruang yang mewujudkan
rasa nyaman, rasa aman, dan keindahan.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permasalahan dalam
pembangunan menjadi semakin kompleks. Artinya ruang yang dibangun oleh manusia juga
mengalami banyak masalah. Salah satu masalah adalah persoalan mekanisme/ikatan/pranata
yang menjembatani antara fungsi satu dengan fungsi lainnya. Masalah ke-pranata-an ini menjadi
penting karena beberapa hal akan menyebabkan turunnya kualitas fisik, turunnya kualitas
estetika, dan turunnya kuantitas ruang dan materinya, atau bahkan dalam satu bangunan akan
terjadi penurunan kuantitas dan kualitas bangunan tetapi biaya tetap atau menjadi berlebihan.
Pranata dalam pengertian umum adalah interaksi antar individu/kelompok dalam kerangka
peningkatan kesejahteraan atau kualitas hidup, dalam arti khusus bahwa terjadi interaksi antar
aktor pelaku pembangunan untuk menghasilkan fisik ruang yang berkualitas. Pranata di bidang
arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan sistem, karena fenomena yang ada melibatkan banyak
pihak dengan fungsi berbeda dan menciptakan anomaly yang berbeda sesuai kasus masing-
masing.
Dalam penciptaan ruang (bangunan) dalam dunia profesi arsitek ada beberapa aktor yang terlibat
dan berinteraksi, adalah pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur
pendukung lainnya.
Keterkaitan antar aktor dalam proses kegiatan pelaksanaan pembangunan mengalami pasang
surut persoalan, baik yang disebabkan oleh internal didalamnya dan atau eksternal dari luar dari
ketiga fungsi tersebut. Gejala pasang surut dan aspek penyebabnya tersebut mengakibatkan
rentannya hubungan sehingga mudah terjadi perselisihan, yang akibatnya merugikan dan/atau
menurunkan kualitas hasil.
Buku ini akan menuntun mahasiswa untuk memahami wacana ke-pranata-an bidang arsitektur
secara sistemik, yang disusun menjadi 4 bagian besar.
Pertama, adalah penjelasan kepranataan pembangunan dalam bidang arsitektur sebagai suatu
sistem, dan permasalahan pembangunan yang terjadi di bidang arsitektur (disiapkan oleh Ir. Budi
Sudarwanto, MSi).
Kedua, adalah penjelasan aktor-aktor terkait dengan penyelenggaraan pembangunan, adalah
owner (pemilik), konsultan (pengawas, perencana, dan manajemen konstruksi), dan kontraktor
(pelaksana konstruksi/pemborong) dengan mengetahui fungsi, tugas, dan produk jasa yang
dihasilkan dari masing-masing aktor melalui pemahaman teori organisasi (dipersiapkan oleh Ir.
Satrio Nugroho, MSi, Ir. Sri Hartuti Wahyuningrum, Ir. Danoe Iswanto, MT, dan Ir. Budi Sudarwanto,
MSi)
Ketiga, adalah penjelasan hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme proses pembangunan yang
terjadi, antara lain : proses perijinan, proses lelang, kontrak, etika profesi arsitek, dan aspek K3
(keselamatan, keamanan, dan ketertiban) (disiapkan oleh Ir. Danoe Iswanto, MT dan Ir. Budi
Sudarwanto, MSi).
Keempat, adalah penjelasan beberapa sistem ke-pranata-an dalam bidang arsitektur, namun
lingkup pengkajian lebih luas dan penekanan pada wacana pengetahuan, yaitu di bidang
pembangunan perumahan dan permukiman (disiapkan oleh Ir. Hendro Trilistyo, MT), dan bidang
pembangunan perkotaan (disiapkan oleh Ir. Eddy Darmawan, MEng).
Dengan telah mengetahui pokok-pokok penjelasan dalam sistem kepranataan pembangunan
bidang arsitektur, mahasiswa harus dapat menjelaskan kembali fenomena yang ada, sistem yang
terbentuk, dan uraian atas fungsi, peran, dan produk pihak-pihak terlibat, serta pengetahuan yang
terkait dengan proses tersebut dalam satu penyusunan tugas dan evaluasi tertulis.
Secara diagramatis alur-alur pengetahuan dan pemahaman yang harus dilakukan oleh mahasiswa
sebagai penjabaran dari TIU dan TIK yang diuraikan dalam Satuan Acara Perkuliahan adalah
sebagai berikut :
Tabel 1.1 : TIU, TIK, dan Satuan Acara Perkuliahan
MK Pranata Pembangun (TKA 137) JAFT UNDIP
No
TIU
TIK
Tatap Muka
Satuan Acara Perkuliahan
1
Mahasiswa dibekali pemahaman tentang kegiatan pembangunan khususnya di bidang arsitektur,
dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya sebagai suatu sistem melalui penjelasan teori dan studi
kasus
Memahami Pranata Pembangunan Sebagai Suatu SISTEM dan KONSEP Pengembangan suatu
“institusi” pada lingkup bidang arsitektur
1
Penjelasan SILABI dan Kuliah Pengantar Pranata Pembangunan
2
Pengertian Pranata Pembangunan sebagai Suatu SISTEM dan Proses Perkembangan Paradigma
Yang Terjadi
3
Pengertian Organisasi dan Konsep Pengembangan suatu Organisasi (Institusional Development)
Memahami pihak-pihak terkait melalui tugas dan fungsi masing-masing dalam proses mewujudkan
produk asritektur (pemilik, perancang, dan pelaksana serta pihak pendukung lainnya)
4
Unsur-unsur terkait dalam pranata pembangunan bidang arsitektur (OWNER, KONSULTAN, dan
KONTRAKTOR) serta peran pendukungnya
5
Tugas dan Fungsi OWNER
6
MID – SEMESTER (evaluasi 1)
7
Tugas dan Fungsi KONSULTANSI
8
STUDI KASUS
9
Tugas dan Fungsi KONTRAKTOR
10
STUDI KASUS
2
Mahasiswa dibekali pemahaman tentang instrumen dan proses interaksi antar pelaku
pembangunan melalui penjelasan teori dan studi kasus
Memahami Instrumen dalam proses interaksi antar unsur-unsur terkait atas peraturan/UU yang
berlaku
11
Instrumen pranata dalam kerangka terselenggaranya kegiatan : PELELANGAN (TENDER), dan
KONTRAK;
12
Instrumen pranata dalam kerangka terselenggaranya kegiatan : PERIJINAN, dan K3 (Ketertiban,
Keamanan, Keselamatan)
13
STUDI KASUS
14
TENTAMEN (evaluasi 2)
Diagram 1.1.
Keterkaitan Pokok-pokok Bahan Ajar
MK Pranata Pembangunan TKA 137
Sumber :
Pelatihan Applied Approach (AA) Angkatan XX 16-20 September 2002 Mata Kuliah Hukum Pranata
Pembangunan oleh Budi Sudarwanto, Ir. MSi
Daftar Bacaan
1. Sidharta, Ir. Prof, (1984),”Peran arsitek, Pendidikannya, dan Masa Depan Arsitektur”, Pidato
Pengukuhan Guru Besar, Semarang.
2. Soemardi Reksopoetranto, MA, Phd, Prof, (1992), “Manajemen Proyek Pembangunan; Konsep
dan Beberapa Studi Kasus di Indonesia”, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
3. Paulina Pannen dan Purwanto, (2001)”Penulisan Bahan Ajar” Pusat Antar Universitas-PPAI,
Universitas Terbuka-Dirjen Dikti Depdiknas, Jakarta.
4. Preston, PW (1996), “Development Theory, An Introduction”, Blackwll Publishers, Oxford, UK
Diposkan oleh budi sudarwanto di 00.32 2 komentar:
Minggu, 10 Februari 2008
arsitekturberkelanjutan
Arsitektur berkelanjutan............ apa dan mengapa ?, arsitektur berkelanjutan adalah satu
eksplorasi rancangan arsitektur yang berbasis pada keberlanjutan alam dan lingkungannya yang
dilakukan oleh manusia. Suatu rancangan yang ramah terhadap alam dan lingkungan. Suatu
rancangan yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan secara aktif dan terus
menerus. Suatu rancangan yang dapat menjaga keseimbangan sistem alam dan lingkungan.
Mengapa suatu rancangan yang ramah terhadap alam semesta sangat dibutuhkan ???? Bukan
suatu wacana lagi bahwa kita harus menciptakan ruang yang nyaman dan hangat, rumah yang
sehat dan layak huni, kamar yang tidak lembab dan panas, perabotan yang hemat energi dan
tahan lama (durable), dan dengan biaya terjangkau?. Tapi merupakan suatu keharusan dan
kewajiban bahwa manusia harus bersahabat dengan alam sekitarnya.
Bagaimana semua itu dapat diciptakan ??? dibangun ???? dan dipertahankan ????, sehingga tetap
berlanjut kehidupan manusia di bumi ini >>>>>>>
Dalam bahasa disain/rancangan khususnya dalam lingkup pengetahuan arsitektur adalah upaya
seorang disainer/arsitek untuk merangkai warna, menyusun proporsi, memberikan tekstur,
mengukur skala, membangun bentuk, dan hasilnya difungsikan untuk kebutuhan beraktifitas bagi
penggunanya dengan tujuan akhir adalah menciptakan kenyamanan dan kesejahteraan sehingga
kualitas hidup pengguna meningkat dari sebelumnya.
Diposkan oleh budi sudarwanto di 23.47 Tidak ada komentar:
BANTAENG, WARTATIMUR.COM – 34 aktor pembangunan Kabupaten Bantaeng mendapat penghargaan dari Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (Access) Aus-AID dan Forum Lintas Aktor (FLA). Penghargaan ini diserahkan Program Officer Access wilayah Bantaeng dan Jeneponto Muh Nurfajri dan Bupati Bantaeng pada Pertemuan Apresiatif Kabupaten dan Anugerah Access – FLA Award 2013 di Tribun Pantai Seruni Bantaeng, Minggu (29/12).
Program Officer Access wilayah Bantaeng dan Jeneponto Muh. Nurfajri mengatakan, kehadiran Access selama 10 tahun banyak menumbuhkan aktor di daerah ini hingga ke desa. Program kerjasama Indonesia–Australia ini juga berhasil mengubah prilaku masyarakat dalam menumbuhkan peningkatan kapasitas dan dia berharap ini terus dilanjutkan untuk mewujudkan visi Kabupaten Bantaeng menjadi wilayah terkemuka berbasis desa mandiri.
Bupati Bantaeng menyambut baik perubahan yang terjadi di tengah masyarakat hingga melahirkan sejumlah aktor. Para aktor tersebut dari berbagai kalangan. “Ini menjadi kado akhir tahun,” katanya.
HM Nurdin Abdullah menambahkan Ini menjadi bukti kebersamaan dan sinergi yang sudah terbangun sebab selama ini banyak yang cemburu. Tak hanya kemajuan tetapi juga mereka mempertanyakan bagaimana caranya sehingga LSM turut berpartisipasi dalam pembangunan.
“Biasanya LSM selalu kontra dengan pemerintah,’’ ujar Bupati seraya mengatakan, pertanyaan tersebut dijawab dengan kejujuran. ‘’Kita kerja jujur, transparan dan terbuka. Dan ini dilakukan semua pihak sehingga Bantaeng bisa seperti ini,’’ tandasnya. (NR)
Pokok-pokok Pemikiran Hasan Poerbo Tentang PembangunanBY E D I T O R ON J A N U A R Y 5 , 2 0 1 3
Suparti Amir Salim, Peneliti Perumahan dan Permukiman, e-mail: buparsalim(at)yahoo.com
Hasan Poerbo dikenal sebagai tokoh yang banyak mempengaruhi konsep-konsep
pembangunan di Indonesia, terutama dalam bidang perumahan dan permukiman. Pandangan
beliau sejalan dengan pandangan Sudjatmoko, John Turner, dan David Korten, yang
menekankan pada pentingnya aspek manusia dalam pembangunan, serta perlynyan
keberpihakan kebijakan pembangunan kepada masyarakat yang terpinggirkan, termasuk
masyarakat miskin. Hasan Poerbo menekankan bahwa pembangunan merupakan suatu
interaksi antara berbagai aktor (manusia) untuk mendapatkan atau beroleh manfaat dari
sumberdaya yang tersedia, melalui teknologi yang dikuasainya.
Gagasan Hasan Poerbo ini mirip degan model pembangunan institusi dari Patsy Healey (1992),
sekitar 10 tahun dari sejak Hasan Poerbo mengembangkan berbagai aksi tentang pembangunan
berbasis masyarakat. Healey menyebutkan bahwa pembangunan merupakan suatu proses
negosiasi di antara para agen yang terlibat dalam setiap tahap pembangunan. Peran yang
dijalankan oleh para agen itu dibentuk oleh strategi dan kepentingannya, dan dipengaruhi oleh
hubungan kekuassan yang ada di antara mereka, yang juga dipengaruhi oleh sumberdaya,
aturan aturan dan gagasan yang dimilikinya.
Baik Healey maupun Hasan Poerbo, pada dasarnya menyebutkan adanya unsur yang
“diperebutkan” di antara aktor aktor yang terlibat dalam pembangunan. Hubungan kekuasaan
atau hubungan ketergantungan yang timpang di antara para agen atau aktor akan
mempengaruhi hasil negosiasi. Mereka yang menguasai teknologi, dana, aturan atau informasi,
cenderung akan mendominasi hasil. Komunitas terpinggirkan dan miskin tentunya akan kurang
mampu menegosiasikan kepentingannya dengan aktor yang menguasai sumberdaya. Hasan
Poerbo juga melihat bahwa konflik kepentingan untuk beroleh tanah misalnya cenderung akan
dimenangkan oleh aktor yang lebih dominan. Dominasi ini selayaknya tidak terjadi, karena
pembangunan seharusnya untuk mengangkat rakyat miskin yang terpinggirkan menjadi
komunitas dan warga yang mempunyai kemandirian dan kesempatan untuk lebih
mengembangkan dirinya.
Berdasarkan pemikiran itu, Hasan Poerbo melontarkan gagasan tentang fungsi mediasi atau
keperantaraan. Bagi sejumlah kalangan di pemerintahan, gagasan ini dianggap “berlebihan”
karena berpandangan bahwa kegiatan atau keputusan pemerintah “pasti” ditujukan untuk
kepentingan rakyat. Kalangan ini berpendapat bahwa pemerintah tidak boleh diperantarai oleh
siapapun, ketika “berbicara” dengan rakyatnya. Yang menjadi pertanyaan dan umumnya tidak
dipertanyakan adalah apakah memang pemerintah “berkomunikasi” -dalam pengertian dua arah-
kepada rakyatnya, atau hanya sekedar memberi “instruksi”?
Dan siapa yang dimaksud dengan “rakyat” oleh kalangan pemerintah? Pengalaman menunjukan
bahwa kalangan “penguasa” wilayah cenderung melihat yang disebut sebagai rakyat adalah
penduduk dengan kartu tanda penduduk (KTP) di wilayahnya. Mereka yang tidak ber-KTP
wilayah administrasinya, “khususnya” dari kelompok marginal, bukanlah rakyat yang harus
“diurus”, melainkan justru yang harus “dihilangkan”. Pandangan ini masih tampak sampai
sekarang, antara lain dengan kebijakan “kota tertutup”. Sementara kelompok marginal umumnya
adalah mereka yang tidak punya akses terhadap KTP, baik di daerah asalnya maupun di daerah
berhuninya yang baru, sehingga mereka tidak dianggap sebagai “rakyat”. Menarik untuk
dipertanyakan: “kalangan marginal seperti itu menjadi rakyatnya siapa” atau menjadi “urusan
dan tanggung jawab” siapa?
Hasan Poerbo menekankan pentingnya mempunyai kerangka pikir yang sistemik dalam
keberpihakannya pada kalangan marginal dalam pembangunan. Dalam hal ini, pembangunan
dipandangnya sebagai pemanfaatan sumberdaya oleh manusia dengan memanfaatkan
teknologi untuk menopang kehidupannya. Jadi pembangunan merupakan suatu interaksi antara
manusia, teknologi dan sumberdaya. Manusia tidak homogen, melainkan terdiri dari berbagai
kelompok yang masing masing mempunyai kepentingan berdasarkan nilai-nilai dan norma-
norma yang dominan dalam kelompoknya. Kepentingan dan kemampuan masing masing pelaku
dalam mempertahankan kepentingannya mempengaruhi sifat hubungan pelaku dengan
teknologi dan sumberdaya.
Pembangunan hendaknya memberi manfaat kepada semua pihak, semuanya harus beroleh
kemenangan (win win solution). Hasan Poerbo mengisyaratkan bahwa pembangunan,
khususnya yang terkait dengan perubahan fisik lingkungan, seharusnya dapat menjadi pemacu
meningkatnya kualitas hidup masyarakat di tempat itu. Karena itu perlu, Hasan Poerbo
berpendapat bahwa perlu dibentuk suatu “organized client system”, khususnya menyangkut
pelaku perorangan dari kalangan berpendapatan rendah, yang tidak mempunyai daya tawar
“menghadapi” pemerintah dan swasta yang merupakan pelaku yang terorganisasi.
Dalam banyak kasus pembangunan, para pemilik tanah dan rumah kampung yang tidak
terorganisasikan, umumnya cenderung hanya menerima keputusan dari aktor pemerintah dan
atau swasta yang menghendaki tanahnya. Kondisi tak terorganisasi ini sering dimanfaatkan oleh
pelaku terorganisasi yang kuat untuk beroleh keuntungan dengan berbagai cara. Hasan Poerbo
menawarkan gagasan pembentukan komunitas kepentingan bersama. Warga perorangan
haruslah diorganisasikan membentuk suatu komunitas. Disadarinya bahwa hal itu bukan proses
yang mudah.
Kelompok Kepentingan Bersama (KKB) berdasarkan tempat, sebenarnya suatu yang lazim dan
dapat terjadi secara “alamiah” karena interaksi antar warga untuk memperkuat silaturahmi.
Tetapi umumnya organisasi ini, RW atau RT, hanyalah mengurus kepentingan bersama yang
bersifat internal, seperti misalnya mengorganisasikan peringatan 17 Agustus, kematian, dan lain
lain. Tetapi mereka umumnya tidak dapat menghadapi tekanan besar secara massal dari luar,
seperti misalnya dalam pembangunan kawasan. Mereka tidak mempunyai daya tawar ketika ada
pelaku lain yang menghendaki sumberdaya yang dimiliki warga itu, tanah dan mungkin mineral
yang terkandung di dalamnya. Dalam konteks pembangunan seperti ini, KKB berfungsi untuk
memobilisasi sumberdaya lokal sebagai modal lokal menandingi investasi sebagai “mitra usaha”,
dalam konsep pembangunan yang partisipatif sifatnya. Untuk itulah, diperlukan pelaku yang
mampu mentrasformasikan perorangan menjadi komunitas terorganisasi. Hasan Poerbo
menyebutnya sebagai “Konsultan Pembangunan”.
Transformasi mekanisme pengambilan keputusan, dari yang bersifat perorangan tidak
terorganisasi menjadi suatu organisasi yang menuntut komitmen tugas dan tanggung jawab
anggota, bukanlah yang perkara mudah. Diperlukan suatu ketrampilan sosial untuk melakukan
persiapan sosial, yang prosesnya kompleks. Ini masalah proses bukan perkara teknik
administratif.
Hasan Poerbo juga melihat sisi positif dari aktor swasta. Meskipun aktor ini mempunyai norma
dan nilai yang dominan pada “profit maximazation”, dalam strategi survivalnya mereka dapat
menempuh jalan mengembangkan dan membesarkan pelaku pelaku lain sebagai “mitra usaha”
untuk kepentingan jangka panjang dirinya. Pembangunan yang partisipatif, dalam jangka
panjang akan lebih menguntungkan semua aktor.
Pembangunan menyangkut perubahan masyarakat dari apatis menjadi masyarakat dinamis
yang partisipatif. Pembangunan diharapkan menjadi momentum guna membuka terjadinya
revitalisasi hubungan ekonomi antara kota dan desa. Secara bersama-sama, pembangunan juga
akan meningkatkan kemampuan pemerintah untuk mengelola masalah masalah
kemasyarakatan, mengendalikan kontroversi dan menanggapi “popular demands”. Dalam hal ini
Hasan Poerbo tampak serupa dengan Bryan dan White, yang menyebutkan bahwa
pembangunan pada hakekatnya merupakan pembangunan kelembagaan.