praktikum ilmu bahan_pembuatan keramik alumina

23
Pembuatan Keramik Alumina dengan Metode Metalurgi Serbuk 1. TUJUAN 1. Mengetahui proses pembuatan bahan keramik dengan metode metalurgi serbuk. 2. Mengetahui pengaruh komposisi bahan terhadap sifat bahan keramik. 2. DASAR TEORI Keramik Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Untuk ahli teknik, keramik mencakup berbagai jenis bahan seperti gelas, bata, batuan, beton, bahan amplas, enamel porselin, isolator dielektrik, bahan magnetik bukan logam, batu tahan api suhu tinggi, dan lainnya. Karakteristik dari bahan keramik yaitu mempunyai senyawa antara logam dan bukan logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan/atau ikatan kovalen. Jadi, sifatnya berbeda dengan logam (Vlack, V., 1985). Keramik juga memiliki karakteristik lainnya seperti konduktivitas panas dan listriknya rendah, tahan korosi, sifat listriknya dapat insulator, semikonduktor, konduktor bahkan superkonduktor, sifatnya dapat magnetik dan non-magnetik, keras dan kuat, namun rapuh (Ismunandar, 2004). Dua jenis ikatan dapat terjadi dalam keramik, yakni ikatan ionik dan kovalen. Sifat keseluruhan material bergantung pada ikatan yang dominan. Klasifikasi bahan keramik dapat dibedakan menjadi dua kelas : kristal dan amorf (non crystalline). Dalam bahan kristal terdapat keteraturan unsur-unsurnya untuk jarak dekat maupun jarak jauh, sedang dalam bahan amorf dimungkinkan keteraturan unsur dan ukuran butirnya tidak ada. Jenis ikatan yang dominan (ionik atau kovalen) dan struktur internal (kristal atau amorf) mempengaruhi sifat-sifat bahan keramik. (http://www.kimianet.lipi.go.id ) 6

Upload: kartika-sabidin

Post on 29-Dec-2014

126 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

Pembuatan Keramik Alumina dengan Metode Metalurgi Serbuk

I. TUJUAN

1. Mengetahui proses pembuatan bahan keramik dengan metode metalurgi serbuk. 2. Mengetahui pengaruh komposisi bahan terhadap sifat bahan keramik.

II. DASAR TEORI

Keramik

Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Untuk ahli teknik, keramik mencakup berbagai jenis bahan seperti gelas, bata, batuan, beton, bahan amplas, enamel porselin, isolator dielektrik, bahan magnetik bukan logam, batu tahan api suhu tinggi, dan lainnya.

Karakteristik dari bahan keramik yaitu mempunyai senyawa antara logam dan bukan logam. Senyawa ini mempunyai ikatan ionik dan/atau ikatan kovalen. Jadi, sifatnya berbeda dengan logam (Vlack, V., 1985). Keramik juga memiliki karakteristik lainnya seperti konduktivitas panas dan listriknya rendah, tahan korosi, sifat listriknya dapat insulator, semikonduktor, konduktor bahkan superkonduktor, sifatnya dapat magnetik dan non-magnetik, keras dan kuat, namun rapuh (Ismunandar, 2004).

Dua jenis ikatan dapat terjadi dalam keramik, yakni ikatan ionik dan kovalen. Sifat keseluruhan material bergantung pada ikatan yang dominan. Klasifikasi bahan keramik dapat dibedakan menjadi dua kelas : kristal dan amorf (non crystalline). Dalam bahan kristal terdapat keteraturan unsur-unsurnya untuk jarak dekat maupun jarak jauh, sedang dalam bahan amorf dimungkinkan keteraturan unsur dan ukuran butirnya tidak ada. Jenis ikatan yang dominan (ionik atau kovalen) dan struktur internal (kristal atau amorf) mempengaruhi sifat-sifat bahan keramik. (http://www.kimianet.lipi.go.id)

Sifat Mekanik

Keramik merupakan material yang kuat, keras dan tahan korosi. Sifat-sifat ini ditambah dengan kerapatan yang rendah dan titik leleh yang tinggi, menjadikan keramik sebagai bahan struktur yang menarik. Sifat-sifat suatu keramik sangat dipengaruhi oleh proses pembuatannya, sehingga terdapat istilah bahan keramik maju.

Bahan keramik maju diterapkan pada komponen mesin mobil dan struktur pesawat. Misalnya bahan titanium karbida (TiC) mempunyai kekerasan 4 kali lebih besar dari baja. Jadi, kawat baja dalam struktur pesawat dapat diganti dengan kawat TiC yang mampu menahan beban yang sama dengan diameter separuhnya, demikian juga beratnya. Semen dan tanah liat adalah contoh yang lain, keduanya dapat dibentuk ketika basah namun ketika kering akan menghasilkan objek yang lebih keras dan lebih kuat. Material yang sangat kuat

6

Page 2: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

seperti alumina (Al2O3) dan silikon karbida (SiC) merupakan bahan yang tahan abrasi sehingga digunakan sebagai alat grinding dan polishing.

Kelemahan utama keramik adalah kerapuhannya, yakni kecenderungan untuk patah dengan tiba-tiba saat terjadi deformasi plastik. Ini merupakan masalah khusus bila bahan ini digunakan untuk aplikasi struktural. Dalam logam, elektron-elektron yang terdelokalisasi memungkinkan atom-atomnya berubah-ubah tanpa semua ikatan dalam strukturnya putus. Hal inilah yang memungkinkan logam terdeformasi di bawah pengaruh tekanan. Tapi, dalam keramik, karena kombinasi ikatan ion dan kovalen, partikel-partikelnya tidak mudah bergeser. Keramiknya dengan mudah putus bila gaya yang terlalu besar diterapkan.

Dalam padatan kristal, keretakan tumbuh melalui butiran (trans granular) dan sepanjang bidang keretakan (cleavage) dalam kristalnya. Keretakan yang dihasilkan pada permukaan mungkin memiliki tekstur yang penuh butiran atau kasar. Material yang amorf tidak memiliki butiran dan bidang kristal yang teratur, sehingga keretakan yang dihasilkan tidak terlalu terlihat.

Kekuatan tekan penting untuk keramik yang digunakan untuk struktur seperti bangunan. Kekuatan tekan keramik biasanya lebih besar dari kekuatan tariknya. Untuk memperbaiki sifat ini biasanya keramik dibuat dalam keadaan tertekan.

Aplikasi Keramik dan Proses Pembuatannya

Salah satu penggunaan bahan keramik diantaranya adalah sebagai penyangga zeolit. Membran zeolit yang berupa film biasanya dibuat di atas suatu penyangga berpori secara in situ. Penyangga bisa dibuat dari alumina atau materi berpori lainnya. Sebagai contoh, Pierotti (2002) mengatakan bahwa penyangga membran zeolit dapat dibuat dari alumina, kaolin, tanah liat, metilselulosa, dan sodium stearat. Semua bahan tersebut dicampur dan dicetak dengan cara konvensional kemudian dipanaskan pada suhu 1000-1600C.

Pembuatan bahan alumina dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu proses sol-gel dan metalurgi serbuk. Proses metalurgi serbuk lebih sering digunakan, karena proses ini termasuk proses yang relatif murah dan mudah dilakukan. Pada proses sol-gel biasanya diperoleh densitas yang lebih tinggi tetapi prosesnya panjang dan biayanya jauh lebih mahal. Bahan alumina mempunyai sifat fisik dan mekanik yang baik yaitu kekerasannya tinggi, tahan terhadap korosi, titik lelehnya tinggi, konduktivitas termalnya rendah dan tahan terhadap suhu lingkungan yang tinggi (Anonim, 1995)1.

Permasalahannya adalah pada penggunaan suhu kerja di atas 1100C kekerasan dan kekuatan alumina dapat menurun sebagai akibat pertumbuhan butir yang tak terkendali pada suhu tinggi (Zeng, et el, 1984). Untuk mengatasi hal tersebut, banyak dilakukan penelitian dalam upaya membuat suatu bahan keramik α-alumina (Al2O3) dengan penambahan zat aditif. A. Sitompul dkk (1999) telah melakukan penelitian dengan menggunakan TiO2 sebagai bahan aditifnya. Hasil penelitian adalah kekerasan keramik alumina yang meningkat dan suhu prosesnya lebih rendah. Hal ini dikarenakan TiO2

7

Page 3: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

mempunyai titik leleh yang lebih rendah daripada alumina, sehingga dapat menurunkan suhu maksimum sinternya. Proses ini dapat terjadi karena terbentuknya fase cair dari TiO2

yang dapat memperluas bidang kontak antar bulir (granular) sehingga dapat mempercepat proses difusi antar bulirnya. Selama proses sintering terjadi proses densifikasi dan kristalisasi.

Proses ini digunakan pada metalurgi serbuk yaitu bahan alumina (polikristal) sudah melewati tahapan-tahapan pencampuran dan kompaksi, dan pemanasan pada suhu tinggi. Pada proses metalurgi serbuk, proses sintering merupakan proses untuk mendapatkan bahan yang padat dan kompak (Anonim, 1995)2. Untuk mendapatkan densitas maksimum diperlukan suhu sintering yang mendekati titik leleh bahan (Kirk, et al, 1995). Mekanisme sintering dimulai dengan adanya kontak antar bulir yang dilanjutkan dengan pelebaran titik kontak akibat proses difusi atom-atom. Difusi yang berlebihan menyebabkan penyusutan volume pori yang terjadi selama proses sintering berlangsung. Densitas alumina meningkat dengan peningkatan suhu sintering. Pada suhu tinggi fasa alumina adalah corundum (α-alumina) seperti pada Gambar 2.2. yang merupakan fasa paling stabil dari fasa-fasa lainnya (fasa gamma, delta, theta). Proses pembentukan/ perubahan struktur kristal dari alumina alam (γ-alumina) menjadi α-alumina dapat dlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.2. Sel Satuan dari Corundum (α-alumina)

8

Page 4: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

Gambar 2.3. Pengaruh Suhu terhadap Perubahan Bentuk Struktur Kristal Alumina.(Wefers, 1987)

Perubahan struktur dan morfologi yang mengikuti transformasi fasa ini telah banyak diidentifikasi dengan menggunakan beberapa metode seperti SEM, XRD, dan kondensasi-adsorbsi gas. Beberapa hasil identifikasi menggunakan SEM dan XRD menunjukkan bahwa gel tersusun atas 50-100 nm fibrillar atau jarum seperti kristal ketika gel berperan sebagai plat tipis (Brinker, C.J., et al, 1990)

Pada percobaan ini pembuatan penyangga dilakukan menggunakan proses metalurgi serbuk dengan metode semi dry pressing, yaitu dengan mencampurkan bahan alumina dan body porcelain dengan perbandingan komposisi tertentu dan dengan penambahan sejumlah air. Dengan ini diharapkan diperoleh perbandingan komposisi yang optimal antara alumina dan body porcelain sehingga diperoleh hasil penyangga yang baik.

Material berpori dapat dipahami sebagai komposit dengan komponen pertama adalah bagian padat dan komponen kedua adalah fasa udara di dalam pori. Keramik yang digunakan sebagai penyangga membran zeolit memiliki pori dengan rentang ukuran antara 1 um hingga mendekati 1mm. Rentang ukuran tersebut termasuk dalam kategori liquid phase pore atau spatial pore (atau disebut juga macropore). Berbagai teknik telah dilakukan untuk membuat keramik dengan pori ukuran mikro tersebut. Beberapa di antaranya adalah dengan mempertahankan interstices antara partikel melalui pengeringan bersuhu rendah. Selain itu dapat juga dilakukan dengan pembakaran untuk menghilangkan bahan organik dan meninggalkan pori. Sementara cara pencetakan (molding method) dapat dilakukan baik dengan slip casting atau dry pressing.(Gitandra, dkk, 2007)

Metalurgi Serbuk

Metalurgi serbuk adalah pengetahuan dan seni tentang pembuatan dan pemakaian serbuk logam atau paduannya. Prosesnya melibatkan tiga langkah dasar yaitu pembentukan serbuk, pengompakan serbuk, dan penyinteran serbuk. Teknik metalurgi serbuk meliputi

9

Page 5: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

pembuatan benda yang tidak dapat atau tidak mudah dihasilkan dengan peleburan, misalnya pada pembuatan logam-logam refraktori dan benda berpori. benda yang dibuat dengan cara metalurgi serbuk lebih ekonomis dari pada dibuat dengan cara penuangan. Barang-barang hasil metalurgi serbuk mempunyai sifat yang lebih unggul daripada benda yang dibuat dengan proses peleburan. (Suryana, 1986)

Jadi dalam beberapa hal, serbuk logam dapat diganti dengan serbuk bukan logam seperti oksida logam atau campuran serbuk logam dengan serbuk bukan logam. Metode dan alat yang digunakan dalam metalurgi serbuk, juga dipakai dalam industri plastik dan industri keramik, dan dalam beberapa hal teknik metalurgi serbuk serupa dengan teknik yang digunakan dalam pembuatan barang keramik dan gabungan keramik dengan logam.

Metode Pembuatan Keramik

Secara garis besar, langkah-langkah dalam pembuatan keramik adalah :

1. Pemilihan bahan dasar (raw material selection)

2. Pembuatan powder (powder preparation)

3. Pencetakan (molding)

4. Pengeringan (drying)

5. Pembakaran (sintering)

1. Pemilihan Bahan Dasar (Raw Material Selection)

Pada tahap ini, bahan dasar dipilih berdasarkan kebutuhan. Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah karakteristik material yang ingin dihasilkan, biaya dan kemudahan dalam memperoleh bahan tersebut. Bahan dasar kemudian diolah lebih lanjut hingga siap untuk diproses menjadi serbuk.

2. Pembuatan Serbuk (Powder Preparation)

Umumnya, bahan dasar pembuatan keramik selalu dalam bentuk serbuk. Beberapa keuntungan dengan dibuatnya serbuk, di antaranya dapat memperkecil ukuran partikel dan memodifikasi distribusi ukurannya. Serbuk harus dibuat dengan ukuran sekecil mungkin karena kekuatan mekanik dari keramik berbanding terbalik dengan ukuran serbuk. Pembuatan serbuk dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan penggerus manual seperti mortar atau dapat juga menggunakan ball mill.

3. Pencetakan (Molding)

Secara umum ada 3 metode pencetakan keramik, yaitu pressing, casting, dan plastic molding. Sebagaimana disebutkan pada sub bab di bawah ini, dry pressing dan slip casting merupakan teknik pencetakan yang dapat digunakan untuk membuat keramik berpori.

10

Page 6: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

4. Semi Dry Pressing

Metode dry atau semi dry pressing dapat digunakan untuk mencetak keramik dengan bentuk-bentuk sederhana, termasuk bentuk silinder yang akan dibuat pada penelitian tugas akhir ini. Untuk proses semi dry pressing ini, bahan umpannya dapat berupa serbuk atau free flowing granules.

Granules merupakan hasil penambahan serbuk dengan bahan aditif dan air. Granules ini dapat dihasilkan dengan penambahan 10 hingga 15 persen air. Serbuk yang telah dicampur dengan pelarut dan bahan aditif, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan dan dipadatkan dengan bantuan tekanan (Gitandra, dkk, 2007).

Gambar 2.4. Contoh Semi Dry Pressing

5. Aditif Dalam Pencetakan Keramik

Dalam proses pencetakan keramik biasa digunakan aditif untuk mempermudah pencetakan dan untuk membantu mengontrol struktur mikro dari material yang akan dihasilkan. Dalam proses pencetakan, aditif memiliki berbagai fungsi, antara lain sebagai bahan pengikat (binder), plasticizer, dispersants dan lubricants (Askeland, 1987). Fungsi penting dari binder adalah untuk meningkatkan kekuatan dari keramik hasil pencetakan, sebelum mengalami perlakuan panas, atau biasa disebut green body.

Khusus dalam metode semi dry pressing, terdapat kelemahan yaitu terjadinya gesekan antara serbuk granules dengan dinding cetakan. Konsekuensinya distribusi tekanan yang diterima bahan tidak merata, sehingga mengakibatkan gradien densitas pada green body. Untuk mengatasinya diperlukan pelumas (lubricant). Salah satunya, dapat digunakan PVA) (http://www.iza-structure.org/databases/). PVA merupakan polimer yang tidak berbau dan tidak beracun dan dapat terdekomposisi pada suhu di atas 200C (Sunendar, 2005).

6. Slip Casting

11

Page 7: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

Slip casting adalah proses yang sudah lama digunakan dalam pembuatan porselin dengan bahan baku serbuk yang disiapkan dalam bentuk suspensi berbahan dasar air. Proses slip casting juga digunakan untuk pembuatan komponen keramik teknologi maju, seperti ruang pembakaran (combustor) untuk mesin turbin (Wu, 1993).

Proses slip casting sama dengan proses filtrasi yaitu suspensi serbuk keramik dalam air dituang ke dalam cetakan berpori terbuat dari gipsum. Saat bahan keramik dituang dalam cetakan, pada pori gipsum terbentuk gaya kapiler yang menyerap air dari suspensi dan menarik partikel serbuk pada seluruh permukaan dinding cetakan sampai didapatkan ketebalan yang diinginkan. (Wiyono, 2007)

Setelah kering, produk diambil dari cetakan dan dilanjutkan dengan proses sinter. Faktor-faktor penting dalam proses pembuatan slip adalah perbandingan air sebagai suspensi dengan serbuk alumina, jenis, dan distribusi partikel serbuk alumina, viskositas dan pH slip. Faktor-faktor tersebut akan memberikan dampak secara langsung terhadap kestabilan suspensi. Kontrol viskositas dan pH penting untuk mengindari penggumpalan dalam slip.

7. Pengeringan (Drying)

Pada tahap ini, green body hasil dari proses semi dry pressing atau slip casting dikeringkan agar kadar air yang terdapat di dalamnya berkurang. Pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan didiamkan di udara terbuka maupun dengan bantuan alat pemanas.

8. Pembakaran (Sintering)

Setelah pengeringan, green body dipanaskan lebih lanjut untuk menghilangkan binder yang terdapat di dalamnya. Aditif lain seperti plasticizer, lubricant dan dispersant juga dihilangkan pada tahap ini. Suhu pemanasan harus memperhatikan suhu dekomposisi dari aditif yang digunakan dan titik leleh bahan yang dicampurkan.

Sintering adalah pengikatan zat yang berbentuk bubuk dengan reaksi keadaan padat oleh pemanasan pada suhu solid solution yang tingkatnya lebih rendah dari suhu leleh. Proses sintering dipengaruhi oleh faktor-faktor ukuran partikel, suhu, waktu, energi permukaan dan lain-lain. Jadi, proses sintering dapat diartikan sebagai proses densifikasi partikel pada suhu tinggi di bawah suhu lelehnya, untuk meningkatkan rapat massa dan kekuatan dari material. Pada proses sintering, terjadi perubahan struktur mikro.

Hal 12

12

Page 8: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

Gambar 2.5. Kelakuan Pemadatan Serbuk Alumina dengan Aditif Magnesium (Reed, 1995).

Contoh proses sintering adalah sintering pada pembentukan kristal fasa tunggal seperti -alumina dan sintering fasa tunggal yang mengandung dopant refraktori seperti Al2O3 :5% MgO, ZrO2 : 3% Y2O3, SiC : 2% B4C, dan lain-lain. Pada Gambar 2.4 disajikan contoh kelakuan pemadatan pada serbuk alumina dengan aditif magnesium selama laju pemanasan konstan. Gambar 2.4 menunjukkan semakin tinggi suhu sintering, maka densitas dari alumina akan semakin meningkat dan perlakuan pada alumina yang berbeda akan berpengaruh terhadap suhu sintering.

Perubahan atau karakteristik struktur mikro yang teramati dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap awal, tahap pertengahan, dan tahap akhir. Tanda-tanda adanya tahap-tahap ini disajikan dalam Tabel 2.4 (Reed, 1995).

Tabel 2.4. Perubahan Struktur Mikro Bahan Pada Proses Sintering

No.

Tahap Pengamatan

1 Awal Permukaan partikel licin, batas grain terbentuk, leher muncul, poros terbuka, rentetan antarkoneksi, penyebaran dopant yang terpisah dan aktif, penurunan poros < 12%.

2 Pertengahan

Penurunan poros terbuka yang memotong batas grain, poros rata-rata berkurang signifikan, pertumbuhan grain lambat.

Hal 13

Den

sita

s

(%)

A Taha

w

13

Page 9: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

3 Akhir (1) Terbentuk poros tertutup, densitas 92%, poros tertutup memotong batas grain, poros berkurang hingga batas tertentu, poros > grain berkurang secara perlahan-lahan.

4 Akhir (2) Grain dengan ukuran jauh lebih besar lebih cepat muncul, poros dalam grain yang lebih besar berkurang pelan-pelan.

Secara umum, perubahan yang terjadi saat proses sintering berlangsung dapat dibagi menjadi tiga tahapan yang ditandai dengan peningkatan suhu sintering dan densifikasi material : (http://en.wikipedia.org/wiki)

1. Tahap awal, pada tahap ini terjadi pertumbuhan leher. Porositas pada tahap ini tidak banyak berkurang, begitu pula penyusutan tidak banyak terjadi.

2. Tahap pertengahan, densifikasi paling banyak terjadi pada tahap ini, akibatnya material yang menjalani tahap ini akan mengalami penyusutan yang cukup signifikan. Pada tahap ini masih terdapat banyak pori meskipun bentuknya telah berubah.

3. Tahap akhir, tahap ini tidak diinginkan dalam pembuatan material berpori disebabkan tahapan ini merupakan tahap eliminasi pori. Pori yang tersisa hanya sebagian kecil yang terisolasi di sudut antara grain.

Gambar 2.6. Tahapan Sintering

Saat karbonisasi berlangsung, perlakuan panas pada proses sintering harus dilakukan dalam suasana bebas oksigen untuk menghindari terbakarnya karbon. Hal ini disebabkan sifat

Hal 14

14

Page 10: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

karbon yang mudah terbakar jika dipanaskan dalam suasana banyak oksigen (Vasilyeva, 2002). Begitu pula penyangga keramik yang telah melewati proses molding melalui dry pressing menjadi green body. Green body juga akan terbakar jika sintering dilakukan dengan cara konvensional dalam suasana banyak oksigen.

Untuk mengatasi masalah ini, maka sintering dilakukan dalam furnace lingkungan yang dilingkupi uap air sehingga karbon tidak akan terbakar. Keuntungan lainnya, uap air di dalam furnace juga dapat mengaktifasi lebih lanjut partikel penyangga keramik sehingga memiliki jumlah pori berukuran mikro yang lebih banyak.

Panas di dalam furnace berasal dari uap air yang dipanaskan di atas titik didihnya. Hal ini dimungkinkan karena air di dalam furnace dipanaskan dalam keadaan tertutup rapat. Pada saat suhu mendekati 80C penguapan berlangsung cepat. Uap air hasil penguapan tersebut menghasilkan tekanan di dalam oven. Ketika tekanan telah bersesuaian dengan suhu di dalam oven, maka penguapan berhenti (Anonim, 2006)3.

Sifat Materi Berpori

Sifat-sifat yang diamati dari penyangga berpori pada penelitian ini antara lain massa jenis, porositas, uji tekan, massa jenis.

1. Massa Jenis

Massa jenis didefinisikan sebagai ukuran dari massa tiap satuan volume. Massa jenis merupakan ciri khas suatu produk bahan serbuk. Tekanan yang lebih besar menghasilkan benda dengan massa jenis yang lebih tinggi (Lieman, 2006). Pada penelitian ini tidak dibahas lebih lanjut mengenai pengaruh tekanan terhadap massa jenis penyangga yang dihasilkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya massa jenis adalah ukuran butir/serbuk. Ukuran serbuk yang lebih halus/ lebih kecil dapat meningkatkan massa jenis. Semakin besar massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa tiap satuan volumenya. Massa jenis dapat ditentukan dengan Persamaan 2.1.

ρ=mv (2.1)

dengan

= massa jenis objek

m = massa total objek

v = volume total objek

2. Porositas

Porositas adalah persentase perbandingan antara volume pori total dengan volume total sampel. Porositas merupakan volume pori-pori yang terbuka, dimana cairan dan gas dapat menembus ke dalamnya, sebagai persentase volum total benda. Sifat ini penting ketika refraktori melakukan kontak dengan terak dan isian yang leleh. Porositas yang nampak

Hal 15

15

Page 11: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

rendah mencegah bahan leleh menembus refraktori. Sejumlah besar pori-pori kecil lebih disukai daripada sejumlah kecil pori-pori yang besar. Hal ini mengacu pada aplikasi penyangga -alumina yang nantinya digunakan sebagai penyangga membran zeolit yang mempunyai ukuran pori sangat kecil.

Volume pori dapat diketahui dengan metode penjenuhan air. Pada metode ini, sampel ditimbang terlebih dahulu sebagai berat kering (Wd). Sampel kemudian direndam di dalam air hingga seluruh pori dalam sampel terisi air. Sampel kemudian ditimbang kembali. Berat sampel pada saat basah ini disebut berat basah (Ww). Porositas dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.2

porositas=W w−W d

V sampel×100%

(2.2)

3. Uji Tekan

Kekuatan bahan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan penyangga karena penyangga menentukan kesinambungan membran zeolit yang akan digunakan. Semakin keras penyangga memungkinkan penggunaan membran zeolit secara terus menerus (kontinyu) dalam waktu yang lama.

Karakterisasi Sampel

1. X-Ray Diffraction (XRD)

Prinsip dari X-Ray Diffractometer (XRD) adalah difraksi gelombang sinar-X yang mengalami scattering setelah bertumbukan dengan atom kristal. Pola difraksi yang dihasilkan merepresentasikan struktur kristal. Dari analisa pola difraksi dapat ditentukan parameter kisi, ukuran kristal, identifikasi fasa kristalin. Jenis material dapat ditentukan dengan membandingakn hasil XRD dengan katalog hasil difaksi berbagai macam material.

Gambar 2.7. Skema Alat Difraksi Sinar-X

Hal 16

Sa

16

Page 12: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

Metode yang biasa dipakai adalah memplot intensitas difraksi XRD terhadap sudut difraksi 2. Intensitas akan meninggi pada nilai 2 yang terjadi difraksi. Intensitas yang tinggi tersebut dalam grafik terlihat membentuk puncak-puncak pada nilai 2 tertentu.

Pelebaran puncak bisa diartikan material yang benar-benar amorf, butiran yang sangat kecil dan bagus, atau material yang memiliki ukuran kristal sangat kecil melekat dengan struktur matrix yang amorf. Dari lebar puncak pada grafik XRD, ukuran kristal yang terbentuk dapat dihitung menggunakan Persamaan Scherrer (2.3)

Lave=kλ

B0cos θ (2.3)

Lave merupakan ukuran kristal, k merupakan konstanta, B0 merupakan lebar puncak pada setengah maksimum (Full Width Half Maximum, FWHM) dan 2 merupakan sudut difraksi. Persamaan Scherrer diperoleh dengan asumsi puncak kristal memiliki profil Gauss dan merupakan kristal kubus yang ukuranya kecil. Pelebaran yang terjadi pada XRD disebakan tiga hal, yaitu efek dari instrumen, ukuran kristal yang kecil dan regangan kisi (latttice strain). Untuk mengetahui pelebaran puncak karena efek instrumen, biasanya pada saat karakterisasi dicampurkan serbuk standar yang proses annealing-nya dilakukan dengan baik sehingga ukuran butirnya sangat besar. Dengan demikian pelebaran puncak pada bubuk standar ini dipastikan terjadi akibat efek dari instrumen. Contohnya adalah serbuk silikon dengan ukuran sekitar 10 µm.

2. Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM merupakan pencitraan material dengan mengunakan prinsip mikroskopi. Mirip dengan mikroskop optik, namun alih-alih menggunakan cahaya, SEM menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan dan medan elektromagnetik sebagai lensanya.

Hal 17

17

Page 13: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

Gambar 2.8. Diagram Scanning Electron Microscope (SEM)

Elektron diemisikan dari katoda (elektron gun) melalui efek foto listrik dan dipercepat menuju anoda. Filamen yang digunakan biasanya adalah tungsten atau lanthanum hexaboride (LaB6). Scanning coil, akan mendefleksikan berkas elektron menjadi sekumpulan array (berkas yang lebih kecil), disebut scanning beam dan lensa obyektif (magnetik) akan memfokuskannya pada permukaan sampel.

Gambar 2.9. Berkas Elektron yang Dideteksi SEM.

Elektron kehilangan energi pada saat tumbukan dengan atom material, akibat scattering dan absorpsi pada daerah interaksi dengan kedalaman 100 nm sampai 2 µm. Ini membuat material akan meradiasikan emisi meliputi sinar-X, elektron Auger, back-scattered electron dan secondary electron. Pada SEM, sinyal yang diolah merupakan hasil deteksi dari secondary electron yang merupakan elektron yang berpindah dari permukaan sampel.

SEM dipakai untuk mengetahui struktur mikro suatu material meliputi tekstur, morfologi, komposisi dan informasi kristalografi permukaan partikel.

Hal 18

18

Page 14: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

Morfologi yang diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran dan susunan partikel. Energy Dispersive X-ray (EDX) merupakan karakterisasi material menggunakan sinar-X yang diemisikan ketika material mengalami tumbukan dengan elektron. Sinar-X diemisikan dari transisi elektron dari lapisan kulit atom, karena itu tingkat energinya tergantung dari tingkatan energi kulit atom. Setiap elemen di dalam tabel periodik atom memiliki susunan elektronik yang unik, sehingga akan memancarkan sinar-X yang unik pula. Dengan mendeteksi tingkat energi yang dipancarkan dari sinar-X dan intenisitasnya, maka dapat diketahui atom-atom penyusun material dan persentase masanya.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat alat yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut:

1. Neraca analitik.

2. Alat press

3. furnace

4. mikroskop

5. dan alat-alat gelas

Bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Al2O3

2. Body porcelin

3. Pelumas

4. akuades

IV. LANGKAH PERCOBAAN

Dalam Penelitian ini, proses pembuatan penyangga -alumina mengikuti proses pembuatan keramik. Secara umum prosedur kerja yang dilakukan dapat dibagi menjadi beberapa tahap yaitu :

1. Pemilihan bahan dasar

2. Pencampuran

3. Pembentukan

4. Pengeringan

5. Pembakaran

Hal 19

19

Page 15: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

Gambar 3.1. Digram alir proses pembuatan hingga karakterisasi penyangga -alumina

Hal 20

20

Page 16: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

Prosedur Kerja :1. Bahan dasar yang digunakan adalah alumina murni dengan ukuran butiran 325 mesh, dan body

porcelain.

2. Beberapa komposisi dari bahan tersebut dibuat dengan perbandingan alumina : body porcelain

20:80 ; 30:70 ; 40:60 dan 50:50.

3. Kemudian campuran tersebut dihomogenkan.

4. Setelah homogen, campuran diayak dengan ayakan 1,8 mm.

5. Air ditambahkan ke dalam campuran sebanyak 10-15% hingga campuran tersebut dapat dibentuk.

6. Campuran yang telah ditambahkan air dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan dibiarkan (diperam)

minimal 1 malam agar distribusi air merata ke setiap butiran.

7. Setelah diperam, campuran dibentuk pelet menggunakan matras dengan bentuk silinder (pelet yang

dibentuk mempunyai tebal 2-3 mm dan diameter 2 cm dengan tekanan kompaksi 50 kN)

8. Pelet yang terbentuk didiamkan di udara terbuka selama semalam untuk mengurangi kadar air yang

terdapat dalam pelet.

9. Pelet dibakar dengan suhu 1200C selama 3 jam.

10. Pelet hasil sintering dikarakterisasi menggunakan SEM (struktur mikro), XRD (struktur kristal), uji

tekan, porositas dan massa jenisnya.

3.3.1. Uji Fisis penyangga

Uji fisis penyangga -alumina yang dilakukan adalah uji tekan, pengukuran porositas dan massa jenis.

1. Uji tekan

- Sampel penyangga hasil sintering ditekan dengan alat tekan hingga penyangga retak/pecah.

- Ditentukan titik retak/pecah penyangga tersebut (dalam kgf/cm2)

2. Porositas

- Sampel penyangga ditimbang berat keringnya (Wd)

Hal 21

21

Page 17: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

- Penyangga direndam dengan aquadest selama 15 menit, dan ditimbang kembali sebagai berat basah

(Ww)

- Dihitung porositasnya.

3. Massa jenis

- Sampel penyangga ditimbang

- Dihitung volume penyangga (bentuk silinder)

- Dihitung massa jenisnya.

4. Karakterisasi Struktur Kristal

- Struktur kristal penyangga hasil penelitian ini dikarakterisasi dengan menggunakan mikroskop

V. DATA HASIL PERCOBAAN

1. Penentuan

VI. PENGOLAHAN DATA

1. Penentuan

VII.PEMBAHASAN

Pada percobaan ini,

1.

VIII. KESIMPULAN

1. Panas 2.

IX. SARAN

Perlu

Hal 22

22

Page 18: Praktikum Ilmu Bahan_Pembuatan Keramik Alumina

X. DAFTAR PUSTAKA

1.

Yogyakarta, 10 Mei 2009

Asisten, Praktikan,

Haries Handoyo, SSTHaries Handoyo

Hal 23

23