praktikum bab 4
DESCRIPTION
gTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKAPENENTUAN KELARUTAN DAN KOEFISIEN AKTIVITAS
ELEKTROLIT KUAT
Cahyo Fajar Handayani, Aries Setyo Wibowo, Sasih MartianiProgram Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri SemarangGedung D8 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229
[email protected] 085642158386
AbstrakPraktikum ini bertujuan untuk mengukur kelarutan barium iodat dalam larutan kalium klorida pada berbagai kekuatan ion (I), menghitung kelarutan barium iodat pada I = 0 dengan jalan ekstrapolasi dan menghitung koefisien aktivitas rata-rata (γ±) barium iodat pada berbagai nilai I dan menguji penggunaan hokum pembatas Debye-Huckel. Praktikum dilaksanakan dengan membuat larutan KCl berbagai konsentrasi dengan mengencerkan larutan KCl 0,1 M. Kemudian menambahkan Ba(IO3)2 untuk menjenuhkan larutan. Analisis terhadap konsentrasi IO3
- pada larutan jenuh dihitung dari hasil titrasi, selanjutnya kelarutan Ba(IO3)2. Kemudian membuat kurva hubungan log s sebagai fungsi I1/2 dan kurva log γ± sebagai fungsi I1/2. Dari kurva tersebut, dapat ditarik kesimpulan sehubungan dengan hukum pembatas Debye-Huckel. Berdasarkan pengamatan, diketahui bahwa kelarutan akan naik dengan
naiknya konsentrasi. Grafik plot s terhadap√ I menghasilkan persamaan regresi
linear y = 0,2327x + 0,6757 yang sebanding dengan persamaan log s = 2A√ I + log so. Dengan jalan ekstrapolasi (x = 0) diperoleh log s = 0,6757 dan kelarutan (s) = 4,739 M. Kelarutan pada larutan elektrolit bergantung pada kekuatan ion, dan koefisien aktivitas ionik hanya bergantung pada muatan ion dan konsentrasinya. Sehingga koefisien aktivitas ionik rata-rata semakin meningkat dengan turunnya konsentrasi. Kata kunci : barium iodat; Debye-Huckel; kekuatan ion; koefisien aktivitas ionik; larutan elektrolit.
Abstract
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam menyatakan aktivitas, agak lebih rumit dalam larutan elektrolit daripada
larutan nonelektrolit. Teori Debye-Huckle mengasumsikan bahwa elektrolit kuat
akan berdissosiasi secara sempurna menjadi ion-ionnya. Pada konsentrasi yang
sangat encer interaksi yang terjadi antara ion-ion dalam larutan gaya tarik-menarik
atau gaya tolak-menolak. Cara untuk melihat ketergantungan aktivitas ion pada
kekuatan ion adalah mempelajari perubahan kelarutan elektrolit yang sedikit larut,
larutan Ba(IO3)2, sebagai akibat penambahan elektrolit ion yang tidak senama KCl.
Hukum Debye-Huckle berlaku bila konsentrasi Ba(IO3)2 rendah, yaitu < 0,01.
1.2 Landasan Teori
Cara untuk menunjukkan hubungan kekuatan ion dan aktvitas ion adalah
mempelajari perubahan kelarutan elektrolit yang sedikit larut (misal Ba (IO3)2)
sebagai aikbat adanya penambahan elektrolit lain (bukan ion senama, misal KCl).
Agar hukum Debye-Huckel berlaku, konsentrasi larutan elektrolit sedikit larut harus
diukur dengan tepat walaupun konsentrasi rendah dan kelarutan dalam air harus
dalam batas kisaran hukum Debye-Huckel, yaitu kelarutan ion<0,01 M untuk
elektrolit 1-1 (uni-univalen). Maka akan didapat koefisien ativitas rata-rata (y±).
Aktivitas atau koefisien aktivitas suatu individu ion secara percobaan tidak dapat
ditentukan, maka di definisikan aktivitas rata-rata (a±), dan koefisien aktivitas rata –
rata (y ±) yang untuk elektrolit 1-2 (uni-bivalen) didefinisikan sebagai berikut:
a± = (a+ a-2)1/3
y± = (y+ y-2)1/3 (1)
c± = (c+ c-2)1/3
Bila nilai konsentrasi (c) dinyatakan dalam mol/liter, maka di peroleh:
a± = y±.c± = Ka1/3 = konstanta (2)
Misalnya dalam larutan terdapat KCl dan anggap kelarutan Ba(IO3)2 dalam air
adalah s mol/liter, maka c+ (konsentrasi ion Ba2+ dalam larutan) = s mol/liter dan c-
(konsentrasi ion IO3- dalam larutan)= 2s mol/liter. Maka akan diperoleh:
c± = 159 s (3)
Dengan menggabungkan persamaan (3) dengan persamaan (2) diperoleh
sy± = (Ka1/3/1,5) = konstanta = so (4)
So, kelarutan teoritis bila y± mendekati 1 satu (=1) yaitu pada keadaan dimana
kekuatan ion sama dengan nol (I=0). Karena y± menurun dengan meningkatnya
kekuatan ion, maka kelarutan dan hasil kali kelarutan dari elektrolit yang sedikit
larut akan meningkat dengan penambahan elektrolit lain yang tidak mengandung ion
senama. Jika nilai so ditentukan dengan ekstrapolasi ke kekuatan ion sama dengan
nol, maka y± pada berbagai konsentrasi akan dapat dihitung (y± = so/s).
Kekuatan ion (I) dihitung berdasarkan semua ion yang berada di dalam larutan.
Nilai I terendah yang digunakan untuk mengukur kelarutan dibatasi oleh kelarutan
elektrolit dalam air. Ekstrapolasi ke kekuatan ion sama dengan nol, dilakukan
berdasarkan teori Debye-Huckle untuk elektrolit kuat.
Teori Debye-Huckle menyatakan bahwa untuk larutan dengan kekuatan ion yang
rendah (I<0,01) untuk eletrolit univalen (1-1), koefisien aktivitas rata-rata suatu
elektrolit yang berdisosiasi menjadi ion bermuatan Z+ dan Z- dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
Log y± = -A|Z+.Z-|I) (5)
A = tetapan dan untuk larutan dengan pelarut air pada suhu 25°C nilainya adalah
0,509. Gabungan persamaan (4) dan (5) untuk Ba(IO3)3 diperoleh:
Log s = log so + 2A1
Jadi, pada kekuatan ion yang rendah kurva log s sebagai fungsi I1/2 akan berupa
garis lurus.
1.3 Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara mengukur kelarutan Ba(IO3)2 dalam larutan KCl dengan berbagai
kekuatan ion?
b. Bagaimana cara menghitung kelarutan barium iodat ada I = 0 dengan jalan
ekstrapolasi.
c. Bagaimana cara menghitung koefisien aktivitas rata-rata barium iodat pada
berbagai nilai I dan menguji penggunaan hukum Debye-Huckle.
1.4 Tujuan Praktikum
a. Mengukur kelarutan Ba (IO3)2 dalam larutan KCl dengan berbagai kekuatan ion.
b. Menghitung kelarutan barium iodat ada I = 0 dengan jalan ekstrapolasi.
c. Menghitung koefisien aktivitas rata-rata barium iodat pada berbagai nilai I dan
menguji penggunaan hukum Debye-Huckle.
2 METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu erlenmeyer 250 ml ,labu
takar 250 ml, pipet 25 ml, buret dan labu takar 100 ml sedangkan bahan yang
digunakan adalah KCl 0,1 M, Ba(IO3)2 (dapat disiapkan dari pencampuran NaIO3
dan BaCl2), Na2S2O3 0,01 M, HCl 1 M, KI 0,5 g/L dan Kanji 1%.
Cara Kerja
Pertama membuat larutan KCl berbagai konsentrasi dengan mengencerkan
larutan KCl 0,1 M. Kemudian untuk menjenuhkan larutan ditambahkan barium
iodat. Analisis dilakukan terhadap konsentrasi IO3- pada larutan jenuh dihitung dari
hasil titrasi, selanjutnya kelarutan barium iodat (Ba(IO3)2). Kemudian membuat
kurva hubungan log s sebagai fungsi I1/2 dan kurva log γ± sebagai fungsi I1/2. Dari
kurva yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan sehubungan dengan hukum
pembatas Debye-Huckel dan juga ketelitian metoda ini dalam menentukan aktivitas
rata-rata.
Prosedur Kerja : Mengencerkan larutan KCl 0,1 M menjadi berbagai konsentrasi
(0,1 M; 0,05 M; 0,02 M; 0,01 M; 0,005 M; 0,002 M; 0,001 M) dan memasukkannya
dalam labu Erlenmeyer. Membuat larutan Ba(IO3)2 dan menyaring endapannya (dari
pencampuran 50 ml KIO3 0,5 M dan larutan 50 ml BaCl2 0,25 M). Kemudian
menambahkan endapan Ba(IO3)2 ke dalam masing-masing labu Erlenmeyer (±0,05
gram/100 ml), labu Erlenmeyer ditutup untuk mencegah penguapan. Selanjutnya
memenaskan lebu Erlenmeyer pada penangas bersuhu 50oC selama ±1 menit, setelah
itu menempatkan dalam penangas bersuhu 25oC selama 1 jam atau ruangan bersuhu
tetap, menutup labu Erlenmeyer untuk mencegah penguapan. Melakukan titrasi
dengan memipet 25 ml larutan dalam labu Erlenmeyer dengan pipet yang ujungnya
telah dipasang kertas saring yang berfungsi menyaring Ba(IO3)2. Menambahkan 1 ml
larutan KI 0,5 g/L dan 2 ml HCl 1 M. menitrasi segera dengan Na2S2O3 0,01 M
(yang telah distandarisasi) hingga larutan berubah dari warna merah kecoklatan
menjadi kuning hingga kuning muda. Pada tahap ini menambahkan beberapa tetes
amilum 1% dan melanjutkan titrasi hingga warna biru-hitam menghilang. Mencatat
volume Na2S2O3 0,01 M yang diperlukan untuk menitrasi larutan sampel dalam
masing-masing labu Erlenmeyer.
Variabel Pengamatan
- Variabel bebas : konsentrasi KI
- Variabel terikat : volume natrium tiosulfat
Cara Analisis Data
Konsentrasi larutan jenuh IO3-
V1 = volume KCl M1 = konsentrasi KCl
V2 = volume tiosulfat M2 = konsentrasi IO3-
V1.M1 = V2.M2
Kelarutan (s) Ba(IO3)2
s = 12
x [IO3-]
Kekuatan ion (I)
I = ½{[K+] + [Cl-] + [IO-] + [Ba2+]}
√ I = 0,176181724
log so = log s - |2A-√ I | so = 0,002434977
Koefisien aktivitas ionik (y±)
y± = so/s
log y±
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Data
Percobaan ini bertujuan untuk mengukur kelarutan barium iodat dalam larutan
KCl dengan berbagai kekuatan ion, menghitung kelarutan barium iodat pada I = 0
dan menghitung koefisien aktivitas rata-rata barium iodat pada berbagai I serta
menguji penggunakan hukum Debye-Huckle. Untuk menunjukkan antara kekuatan
ion dan aktivitas ion dapat dilihat dari perubahan kelarutan elektrolit yang sedikit
larut dalam air, dalam hal ini Ba(IO3)2. Setelah praktikan melakukan percobaan
diperoleh volume natrium tiosulfat sebagai hasil titrasi. Volume natrium tiosulfat
inilah yang digunakan untuk menghitung konsentrasi larutan jenuh ion iodat,
kelarutan barium iodat, log s, kekuatan ion, dan koefisien aktivitas rata-rata. Dari
hasil percobaan diperoleh data pengamatan sebagai berikut.
Tabel 1. Data volume titrasi tiosulfat
No.
Labu
Erlen
meyer
Konsentrasi
larutan KCl
(M)
Volume
tiosulfat
untuk titrasi
(mL)
Konsentrasi
larutan jenuh
IO3- (M)
Kelarutan (s)
Ba(IO3)2 (M)Log s
1 0,1 7,4 0.3378 0.1689 -0.77
2 0,05 8,2 0,1524 0,0762 -1,12
3 0,02 8,9 0,0562 0,0281 -1,55
4 0,01 9,4 0,0266 0,0133 -1,88
5 0,005 10,3 0.01214 6.068 x 10-3 -2,22
6 0,002 11,8 4,2373 x 10-3 2,187 x 10-3 -2,67
7 0,001 12,5 2 x 10-3 1 x 10-3 -3
Tabel 2. Data koefisien rata-rata (γ±) barium iodat pada berbagai nilai I
No. Labu
Erlenmeye
r
Kekuatan ion
(I)I1/2 So/S (γ±) Log γ±
1 0,3534 0,5944 0,2496 -0,6027
2 0,1643 0,4053 0,385 -0,4146
3 0,0622 0,2493 0,559 -0,2525
4 0,0303 0,1739 0,659 -0,1809
5 0,0141 0,1188 0,752 -0,1239
6 3,2711 x 10-3 0,0572 0,8825 -0,0543
7 2,5 x 10-3 0,05 0,8894 -0,0509
Dari data perhitugan diatas maka diperoleh table dengan rata-rata suhu yang
sebagai variable bebas dan waktu reaksi sebagai variable terikat yang telah
ditentukan diawal. Dari data tersebut maka diperoleh hasil perhitungan nilai 1/T, K,
dan ln K. Sehingga dari data dan perhitungan yang telah ada dapat dibuat table
sebagai berikut :
Tabel 2. Sumbu X (1/T) dan Sumbu Y (ln K)
No.Rerata suhu
(oC)1/T
(sumbu x)waktu (detik)
KLn K
(sumbu y)1. 38.5 0.025974 16 0.00625 -5.0751738152. 34.5 0.028986 20 0.005 -5.2983173673. 29.0 0.034483 24 0.004166667 -5.4806389234. 25.5 0.039216 33 0.003030303 -5.7990926545. 21.5 0.046512 50 0.002 -6.214608098
Melalui proses perhitungan (analisa data pada lampiran) dapat digambarkan
grafik ln k vs 1/T sebagai berikut:
0.025974025974026
0.0289855072463768
0.0344827586206897
0.0392156862745098
0.0465116279069767
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
-5.0751738152338
3-
5.29831736654804
-5.4806389233419
9-
5.79909265446053
-6.2146080984221
9
f(x) = − 0.277964385428921 x − 4.73967301531455R² = 0.972379101082273
ln K vs 1/T
ln K vs 1/TLinear (ln K vs 1/T)
1/T
ln K
Gambar 1. Grafik Ln K vs T
Perhitungan Ea
Dari kurva diperoleh persamaan: y = -0.278x – 4.7397 ( y = mx + b )
ln K=−EaR
x1T
+ ln A
a. m = - 0.278, maka m = - EaR
Ea = - ( m x R ) = - (-0.278 x 8,314) = 2.311292 J/mol
b. B = intercept = ln A = - 4.7397
A = 8.7413 x 10−3
3.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi
yang sistemnya terdiri dari dua tabung yaitu tabung 1 dan tabung 2. Pertama- tama
suhu kedua tabung reaksi harus disamakan . Hal ini dilakukan karena kita akan
mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Percobaan ini juga bertujuan untuk
menghitung energi aktivasi menggunakan persamaan Arrhenius. Untuk mengetahui
hal tersebut, energi aktivasi ditentukan nilainya dengan mengolah data dari grafik
hubungan ln K dan 1/T berdasarkan persamaan Arrhenius.
Dalam percobaan ini reaksi yang diukur adalah reaksi hidrogen peroksida
dengan ion iodida. Dalam hal ini, hidrogen peroksida dicampurkan bersamaan
dengan iodide, ion tiosulfat dan amilum. Setelah dicampurkan, larutan yang
terbentuk akan berubah warna menjadi biru. Waktu yang diperlukan dari ketika
larutan dicampurkan sampai mulai berwarna biru dinyatakan sebagai waktu reaksi.
Penambahan larutan H2O2 berfungsi sebagai oksidator, yaitu mengubah I-
menjadi I2. I- kemudian berikatan dengan Na2S2O3 yang berfungsi sebagai reduktor,
I2 berubah kembali menjadi I- yang selanjutnya berikatan dengan larutan kanji. Ion
iodida dan hidrogen peroksida akan bereaksi membentuk gas I2, gas tersebut akan
bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion iodida. Namun,
dalam reaksi ini, tidak akan ada yodium yang dibebaskan sampai semua ion tiosulfat
habis bereaksi. Dengan tambahan amilum, ion iodida yang terbentuk kembali akan
bereaksi dengan amilum dan menghasilkan warna biru pada larutan. Amilum yang
digunakan haruslah amilum yang baru dibuat, karena amilum yang telah lama dibuat
memiliki kemungkinan perubahan struktur karena pengaruh luar. Oleh karena itu,
sesaat setelah larutan amilum dibuat sebaiknya larutan dipanaskan terlebih dahulu
sebelum digunakan.
Pada temperature yang relative tinggi yaitu pada percobaan ini 40oC perubahan
warna yang terjadi sangatlah cepat hanya membutuhkan waktu 16 detik, dan untuk
temperature dibawah 40oC atau temperature rendah waktu reaksi yang dibutuhkan
semakin lama. Hal ini membuktikan bahwa pada temperatur yang lebih tinggi, ion-
ion pereaksi akan memiliki energi kinetik yang lebih besar. Berdasarkan teori
tumbukan, energi kinetik yang lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel
akan menjadi lebih sering, sehingga reaksi akan lebih cepat berlangsung. Sehingga
berdasarkan hasil percobaan terlihat adanya penambahan energi kinetik partikel
yang dilakukan dengan menaikkan temperatur reaksi, inilah energi yang diberikan
dari luar sistem untuk mencapai kondisi transisi seperti yang dijelaskan teori. Energi
tersebut akan diukur besarnya ( energi aktivasi ). Oleh karena itu semakin tinggi
suhu maka waktu yang diperlukan untuk bereksi semakin cepat
Pada percobaan ini, didapatkan nila Ea sebesar 2.311292 J/mol dan nilai ln A
yaitu - 4.7397 serta nilai A = 8.7413 x 10−3.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2H2O2 2H2O + O2
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6
2-
2H2O2 + 2I- + S4O62- I2 + 2H2S2O3 + 2O2
4 SIMPULAN
Berdasarkan data percobaan, diperoleh grafik yang linier sehingga percobaan yang
kami lakukan sesuai dengan persamaan Arrhenius. Dari analisis data yang terdapat pada
bab hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa energi aktivasi dari percobaan ini
adalah 2.311292 J/mol dan nilai ln A yaitu -4.7397, nilai A = 8.7413 x 10−3 . Dan juga
dapat disimpulkan bahwa temperatur berpengaruh pada laju reaksi, jika suhu semakin
tinggi maka laju reaksi akan semakin cepat. Hal ini dibuktikan dengan dihasilkannya
harga k yang lebih besar pada suhu yang lebih tinggi.
5 DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. “Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I, penerjemah;Indarto
Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Physichal
Chemistry.
Castellan GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York : General
Graphic Services.
Sukarjo.1997. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta.
Tim Dosen Kimia Fisik. 2012. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang :
Jurusan Kimia FMIPA UNNES
Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
(EGC).
Semarang, 24 September 2013
Mengetahui,
Dosen Pengampu Praktikan
Ir. Sri Wahyuni, M.Si Cahyo Fajar Handayani
NIM. 4301411113
JAWABAN PERTANYAAN
1. Alasan yang mungkin menyebabkan terjadinya penyimpangan jika suhu diatas 40oC
adalah jika suhunya lebih dari 40oC maka larutan amilum akan rusak atau rusak
sebagian , sehingga ion iodida yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat
terdeteksi dengan baik.
2. Ya, karena Hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik.
Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi
minimum untuk terjadi reaksi semakin besar. Semakin kecil harga ln K maka harga 1/T
rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka
energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan
sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana
energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi.
3. Ya, karena temperatur berbanding terbalik dengan waktu. Semakin tinggi suhu,
kecepatan gerak partikel-partikel pereaksi dan energi kinetik partikel ikut meningkat.
Hal ini menyebabkan tumbukan akan lebih sering terjadi dan reaksi akan lebih cepat
berlangsung.Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju K. Jika suhu
dinaikan maka harga K akan meningkat dan begitu sebaliknya. Sehingga kurva energy
aktifasi selalu linier.