praktikum bab 4

18
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN KELARUTAN DAN KOEFISIEN AKTIVITAS ELEKTROLIT KUAT Cahyo Fajar Handayani, Aries Setyo Wibowo, Sasih Martiani Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Gedung D8 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229 [email protected] 085642158386 Abstrak Praktikum ini bertujuan untuk mengukur kelarutan barium iodat dalam larutan kalium klorida pada berbagai kekuatan ion (I), menghitung kelarutan barium iodat pada I = 0 dengan jalan ekstrapolasi dan menghitung koefisien aktivitas rata-rata (γ±) barium iodat pada berbagai nilai I dan menguji penggunaan hokum pembatas Debye- Huckel. Praktikum dilaksanakan dengan membuat larutan KCl berbagai konsentrasi dengan mengencerkan larutan KCl 0,1 M. Kemudian menambahkan Ba(IO 3 ) 2 untuk menjenuhkan larutan. Analisis terhadap konsentrasi IO 3 - pada larutan jenuh dihitung dari hasil titrasi, selanjutnya kelarutan Ba(IO 3 ) 2 . Kemudian membuat kurva hubungan log s sebagai fungsi I 1/2 dan kurva log γ± sebagai fungsi I 1/2 . Dari kurva tersebut, dapat ditarik kesimpulan sehubungan dengan hukum pembatas Debye-Huckel. Berdasarkan pengamatan, diketahui bahwa kelarutan akan naik dengan naiknya konsentrasi. Grafik plot s terhadap I menghasilkan persamaan regresi linear y = 0,2327x + 0,6757 yang sebanding dengan persamaan log s = 2A I + log so. Dengan jalan ekstrapolasi (x = 0) diperoleh log s = 0,6757 dan kelarutan (s) = 4,739 M. Kelarutan pada larutan elektrolit bergantung pada kekuatan ion, dan koefisien aktivitas ionik hanya bergantung pada muatan ion dan konsentrasinya. Sehingga koefisien aktivitas ionik rata-rata semakin meningkat dengan turunnya konsentrasi. Kata kunci : barium iodat; Debye-Huckel; kekuatan ion; koefisien aktivitas ionik; larutan elektrolit. Abstract

Upload: handayanipratama

Post on 02-Jan-2016

47 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

g

TRANSCRIPT

Page 1: Praktikum Bab 4

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKAPENENTUAN KELARUTAN DAN KOEFISIEN AKTIVITAS

ELEKTROLIT KUAT

Cahyo Fajar Handayani, Aries Setyo Wibowo, Sasih MartianiProgram Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri SemarangGedung D8 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229

[email protected] 085642158386

AbstrakPraktikum ini bertujuan untuk mengukur kelarutan barium iodat dalam larutan kalium klorida pada berbagai kekuatan ion (I), menghitung kelarutan barium iodat pada I = 0 dengan jalan ekstrapolasi dan menghitung koefisien aktivitas rata-rata (γ±) barium iodat pada berbagai nilai I dan menguji penggunaan hokum pembatas Debye-Huckel. Praktikum dilaksanakan dengan membuat larutan KCl berbagai konsentrasi dengan mengencerkan larutan KCl 0,1 M. Kemudian menambahkan Ba(IO3)2 untuk menjenuhkan larutan. Analisis terhadap konsentrasi IO3

- pada larutan jenuh dihitung dari hasil titrasi, selanjutnya kelarutan Ba(IO3)2. Kemudian membuat kurva hubungan log s sebagai fungsi I1/2 dan kurva log γ± sebagai fungsi I1/2. Dari kurva tersebut, dapat ditarik kesimpulan sehubungan dengan hukum pembatas Debye-Huckel. Berdasarkan pengamatan, diketahui bahwa kelarutan akan naik dengan

naiknya konsentrasi. Grafik plot s terhadap√ I menghasilkan persamaan regresi

linear y = 0,2327x + 0,6757 yang sebanding dengan persamaan log s = 2A√ I + log so. Dengan jalan ekstrapolasi (x = 0) diperoleh log s = 0,6757 dan kelarutan (s) = 4,739 M. Kelarutan pada larutan elektrolit bergantung pada kekuatan ion, dan koefisien aktivitas ionik hanya bergantung pada muatan ion dan konsentrasinya. Sehingga koefisien aktivitas ionik rata-rata semakin meningkat dengan turunnya konsentrasi. Kata kunci : barium iodat; Debye-Huckel; kekuatan ion; koefisien aktivitas ionik; larutan elektrolit.

Abstract

Page 2: Praktikum Bab 4

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam menyatakan aktivitas, agak lebih rumit dalam larutan elektrolit daripada

larutan nonelektrolit. Teori Debye-Huckle mengasumsikan bahwa elektrolit kuat

akan berdissosiasi secara sempurna menjadi ion-ionnya. Pada konsentrasi yang

sangat encer interaksi yang terjadi antara ion-ion dalam larutan gaya tarik-menarik

atau gaya tolak-menolak. Cara untuk melihat ketergantungan aktivitas ion pada

kekuatan ion adalah mempelajari perubahan kelarutan elektrolit yang sedikit larut,

larutan Ba(IO3)2, sebagai akibat penambahan elektrolit ion yang tidak senama KCl.

Hukum Debye-Huckle berlaku bila konsentrasi Ba(IO3)2 rendah, yaitu < 0,01.

1.2 Landasan Teori

Cara untuk menunjukkan hubungan kekuatan ion dan aktvitas ion adalah

mempelajari perubahan kelarutan elektrolit yang sedikit larut (misal Ba (IO3)2)

sebagai aikbat adanya penambahan elektrolit lain (bukan ion senama, misal KCl).

Agar hukum Debye-Huckel berlaku, konsentrasi larutan elektrolit sedikit larut harus

diukur dengan tepat walaupun konsentrasi rendah dan kelarutan dalam air harus

dalam batas kisaran hukum Debye-Huckel, yaitu kelarutan ion<0,01 M untuk

elektrolit 1-1 (uni-univalen). Maka akan didapat koefisien ativitas rata-rata (y±).

Aktivitas atau koefisien aktivitas suatu individu ion secara percobaan tidak dapat

ditentukan, maka di definisikan aktivitas rata-rata (a±), dan koefisien aktivitas rata –

rata (y ±) yang untuk elektrolit 1-2 (uni-bivalen) didefinisikan sebagai berikut:

a± = (a+ a-2)1/3

y± = (y+ y-2)1/3 (1)

c± = (c+ c-2)1/3

Bila nilai konsentrasi (c) dinyatakan dalam mol/liter, maka di peroleh:

a± = y±.c± = Ka1/3 = konstanta (2)

Misalnya dalam larutan terdapat KCl dan anggap kelarutan Ba(IO3)2 dalam air

adalah s mol/liter, maka c+ (konsentrasi ion Ba2+ dalam larutan) = s mol/liter dan c-

(konsentrasi ion IO3- dalam larutan)= 2s mol/liter. Maka akan diperoleh:

c± = 159 s (3)

Dengan menggabungkan persamaan (3) dengan persamaan (2) diperoleh

sy± = (Ka1/3/1,5) = konstanta = so (4)

Page 3: Praktikum Bab 4

So, kelarutan teoritis bila y± mendekati 1 satu (=1) yaitu pada keadaan dimana

kekuatan ion sama dengan nol (I=0). Karena y± menurun dengan meningkatnya

kekuatan ion, maka kelarutan dan hasil kali kelarutan dari elektrolit yang sedikit

larut akan meningkat dengan penambahan elektrolit lain yang tidak mengandung ion

senama. Jika nilai so ditentukan dengan ekstrapolasi ke kekuatan ion sama dengan

nol, maka y± pada berbagai konsentrasi akan dapat dihitung (y± = so/s).

Kekuatan ion (I) dihitung berdasarkan semua ion yang berada di dalam larutan.

Nilai I terendah yang digunakan untuk mengukur kelarutan dibatasi oleh kelarutan

elektrolit dalam air. Ekstrapolasi ke kekuatan ion sama dengan nol, dilakukan

berdasarkan teori Debye-Huckle untuk elektrolit kuat.

Teori Debye-Huckle menyatakan bahwa untuk larutan dengan kekuatan ion yang

rendah (I<0,01) untuk eletrolit univalen (1-1), koefisien aktivitas rata-rata suatu

elektrolit yang berdisosiasi menjadi ion bermuatan Z+ dan Z- dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan:

Log y± = -A|Z+.Z-|I) (5)

A = tetapan dan untuk larutan dengan pelarut air pada suhu 25°C nilainya adalah

0,509. Gabungan persamaan (4) dan (5) untuk Ba(IO3)3 diperoleh:

Log s = log so + 2A1

Jadi, pada kekuatan ion yang rendah kurva log s sebagai fungsi I1/2 akan berupa

garis lurus.

1.3 Rumusan Masalah

a. Bagaimana cara mengukur kelarutan Ba(IO3)2 dalam larutan KCl dengan berbagai

kekuatan ion?

b. Bagaimana cara menghitung kelarutan barium iodat ada I = 0 dengan jalan

ekstrapolasi.

c. Bagaimana cara menghitung koefisien aktivitas rata-rata barium iodat pada

berbagai nilai I dan menguji penggunaan hukum Debye-Huckle.

1.4 Tujuan Praktikum

a. Mengukur kelarutan Ba (IO3)2 dalam larutan KCl dengan berbagai kekuatan ion.

b. Menghitung kelarutan barium iodat ada I = 0 dengan jalan ekstrapolasi.

c. Menghitung koefisien aktivitas rata-rata barium iodat pada berbagai nilai I dan

menguji penggunaan hukum Debye-Huckle.

Page 4: Praktikum Bab 4

2 METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu erlenmeyer 250 ml ,labu

takar 250 ml, pipet 25 ml, buret dan labu takar 100 ml sedangkan bahan yang

digunakan adalah KCl 0,1 M, Ba(IO3)2 (dapat disiapkan dari pencampuran NaIO3

dan BaCl2), Na2S2O3 0,01 M, HCl 1 M, KI 0,5 g/L dan Kanji 1%.

Cara Kerja

Pertama membuat larutan KCl berbagai konsentrasi dengan mengencerkan

larutan KCl 0,1 M. Kemudian untuk menjenuhkan larutan ditambahkan barium

iodat. Analisis dilakukan terhadap konsentrasi IO3- pada larutan jenuh dihitung dari

hasil titrasi, selanjutnya kelarutan barium iodat (Ba(IO3)2). Kemudian membuat

kurva hubungan log s sebagai fungsi I1/2 dan kurva log γ± sebagai fungsi I1/2. Dari

kurva yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan sehubungan dengan hukum

pembatas Debye-Huckel dan juga ketelitian metoda ini dalam menentukan aktivitas

rata-rata.

Prosedur Kerja : Mengencerkan larutan KCl 0,1 M menjadi berbagai konsentrasi

(0,1 M; 0,05 M; 0,02 M; 0,01 M; 0,005 M; 0,002 M; 0,001 M) dan memasukkannya

dalam labu Erlenmeyer. Membuat larutan Ba(IO3)2 dan menyaring endapannya (dari

pencampuran 50 ml KIO3 0,5 M dan larutan 50 ml BaCl2 0,25 M). Kemudian

menambahkan endapan Ba(IO3)2 ke dalam masing-masing labu Erlenmeyer (±0,05

gram/100 ml), labu Erlenmeyer ditutup untuk mencegah penguapan. Selanjutnya

memenaskan lebu Erlenmeyer pada penangas bersuhu 50oC selama ±1 menit, setelah

itu menempatkan dalam penangas bersuhu 25oC selama 1 jam atau ruangan bersuhu

tetap, menutup labu Erlenmeyer untuk mencegah penguapan. Melakukan titrasi

dengan memipet 25 ml larutan dalam labu Erlenmeyer dengan pipet yang ujungnya

telah dipasang kertas saring yang berfungsi menyaring Ba(IO3)2. Menambahkan 1 ml

larutan KI 0,5 g/L dan 2 ml HCl 1 M. menitrasi segera dengan Na2S2O3 0,01 M

(yang telah distandarisasi) hingga larutan berubah dari warna merah kecoklatan

menjadi kuning hingga kuning muda. Pada tahap ini menambahkan beberapa tetes

amilum 1% dan melanjutkan titrasi hingga warna biru-hitam menghilang. Mencatat

volume Na2S2O3 0,01 M yang diperlukan untuk menitrasi larutan sampel dalam

masing-masing labu Erlenmeyer.

Page 5: Praktikum Bab 4

Variabel Pengamatan

- Variabel bebas : konsentrasi KI

- Variabel terikat : volume natrium tiosulfat

Cara Analisis Data

Konsentrasi larutan jenuh IO3-

V1 = volume KCl M1 = konsentrasi KCl

V2 = volume tiosulfat M2 = konsentrasi IO3-

V1.M1 = V2.M2

Kelarutan (s) Ba(IO3)2

s = 12

x [IO3-]

Kekuatan ion (I)

I = ½{[K+] + [Cl-] + [IO-] + [Ba2+]}

√ I = 0,176181724

log so = log s - |2A-√ I | so = 0,002434977

Koefisien aktivitas ionik (y±)

y± = so/s

log y±

Page 6: Praktikum Bab 4

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Data

Percobaan ini bertujuan untuk mengukur kelarutan barium iodat dalam larutan

KCl dengan berbagai kekuatan ion, menghitung kelarutan barium iodat pada I = 0

dan menghitung koefisien aktivitas rata-rata barium iodat pada berbagai I serta

menguji penggunakan hukum Debye-Huckle. Untuk menunjukkan antara kekuatan

ion dan aktivitas ion dapat dilihat dari perubahan kelarutan elektrolit yang sedikit

larut dalam air, dalam hal ini Ba(IO3)2. Setelah praktikan melakukan percobaan

diperoleh volume natrium tiosulfat sebagai hasil titrasi. Volume natrium tiosulfat

inilah yang digunakan untuk menghitung konsentrasi larutan jenuh ion iodat,

kelarutan barium iodat, log s, kekuatan ion, dan koefisien aktivitas rata-rata. Dari

hasil percobaan diperoleh data pengamatan sebagai berikut.

Tabel 1. Data volume titrasi tiosulfat

No.

Labu

Erlen

meyer

Konsentrasi

larutan KCl

(M)

Volume

tiosulfat

untuk titrasi

(mL)

Konsentrasi

larutan jenuh

IO3- (M)

Kelarutan (s)

Ba(IO3)2 (M)Log s

1 0,1 7,4 0.3378 0.1689 -0.77

2 0,05 8,2 0,1524 0,0762 -1,12

3 0,02 8,9 0,0562 0,0281 -1,55

4 0,01 9,4 0,0266 0,0133 -1,88

5 0,005 10,3 0.01214 6.068 x 10-3 -2,22

6 0,002 11,8 4,2373 x 10-3 2,187 x 10-3 -2,67

7 0,001 12,5 2 x 10-3 1 x 10-3 -3

Tabel 2. Data koefisien rata-rata (γ±) barium iodat pada berbagai nilai I

Page 7: Praktikum Bab 4

No. Labu

Erlenmeye

r

Kekuatan ion

(I)I1/2 So/S (γ±) Log γ±

1 0,3534 0,5944 0,2496 -0,6027

2 0,1643 0,4053 0,385 -0,4146

3 0,0622 0,2493 0,559 -0,2525

4 0,0303 0,1739 0,659 -0,1809

5 0,0141 0,1188 0,752 -0,1239

6 3,2711 x 10-3 0,0572 0,8825 -0,0543

7 2,5 x 10-3 0,05 0,8894 -0,0509

Dari data perhitugan diatas maka diperoleh table dengan rata-rata suhu yang

sebagai variable bebas dan waktu reaksi sebagai variable terikat yang telah

ditentukan diawal. Dari data tersebut maka diperoleh hasil perhitungan nilai 1/T, K,

dan ln K. Sehingga dari data dan perhitungan yang telah ada dapat dibuat table

sebagai berikut :

Tabel 2. Sumbu X (1/T) dan Sumbu Y (ln K)

No.Rerata suhu

(oC)1/T

(sumbu x)waktu (detik)

KLn K

(sumbu y)1. 38.5 0.025974 16 0.00625 -5.0751738152. 34.5 0.028986 20 0.005 -5.2983173673. 29.0 0.034483 24 0.004166667 -5.4806389234. 25.5 0.039216 33 0.003030303 -5.7990926545. 21.5 0.046512 50 0.002 -6.214608098

Page 8: Praktikum Bab 4

Melalui proses perhitungan (analisa data pada lampiran) dapat digambarkan

grafik ln k vs 1/T sebagai berikut:

0.025974025974026

0.0289855072463768

0.0344827586206897

0.0392156862745098

0.0465116279069767

-7

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

-5.0751738152338

3-

5.29831736654804

-5.4806389233419

9-

5.79909265446053

-6.2146080984221

9

f(x) = − 0.277964385428921 x − 4.73967301531455R² = 0.972379101082273

ln K vs 1/T

ln K vs 1/TLinear (ln K vs 1/T)

1/T

ln K

Gambar 1. Grafik Ln K vs T

Perhitungan Ea

Dari kurva diperoleh persamaan: y = -0.278x – 4.7397 ( y = mx + b )

ln K=−EaR

x1T

+ ln A

a. m = - 0.278, maka m = - EaR

Ea = - ( m x R ) = - (-0.278 x 8,314) = 2.311292 J/mol

b. B = intercept = ln A = - 4.7397

A = 8.7413 x 10−3

3.2 Pembahasan

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi

yang sistemnya terdiri dari dua tabung yaitu tabung 1 dan tabung 2. Pertama- tama

suhu kedua tabung reaksi harus disamakan . Hal ini dilakukan karena kita akan

mempelajari pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Percobaan ini juga bertujuan untuk

menghitung energi aktivasi menggunakan persamaan Arrhenius. Untuk mengetahui

hal tersebut, energi aktivasi ditentukan nilainya dengan mengolah data dari grafik

hubungan ln K dan 1/T berdasarkan persamaan Arrhenius.

Page 9: Praktikum Bab 4

Dalam percobaan ini reaksi yang diukur adalah reaksi hidrogen peroksida

dengan ion iodida. Dalam hal ini, hidrogen peroksida dicampurkan bersamaan

dengan iodide, ion tiosulfat dan amilum. Setelah dicampurkan, larutan yang

terbentuk akan berubah warna menjadi biru. Waktu yang diperlukan dari ketika

larutan dicampurkan sampai mulai berwarna biru dinyatakan sebagai waktu reaksi.

Penambahan larutan H2O2 berfungsi sebagai oksidator, yaitu mengubah I-

menjadi I2. I- kemudian berikatan dengan Na2S2O3 yang berfungsi sebagai reduktor,

I2 berubah kembali menjadi I- yang selanjutnya berikatan dengan larutan kanji. Ion

iodida dan hidrogen peroksida akan bereaksi membentuk gas I2, gas tersebut akan

bereaksi kembali dengan ion tiosulfat membentuk kembali ion iodida. Namun,

dalam reaksi ini, tidak akan ada yodium yang dibebaskan sampai semua ion tiosulfat

habis bereaksi. Dengan tambahan amilum, ion iodida yang terbentuk kembali akan

bereaksi dengan amilum dan menghasilkan warna biru pada larutan. Amilum yang

digunakan haruslah amilum yang baru dibuat, karena amilum yang telah lama dibuat

memiliki kemungkinan perubahan struktur karena pengaruh luar. Oleh karena itu,

sesaat setelah larutan amilum dibuat sebaiknya larutan dipanaskan terlebih dahulu

sebelum digunakan.

Pada temperature yang relative tinggi yaitu pada percobaan ini 40oC perubahan

warna yang terjadi sangatlah cepat hanya membutuhkan waktu 16 detik, dan untuk

temperature dibawah 40oC atau temperature rendah waktu reaksi yang dibutuhkan

semakin lama. Hal ini membuktikan bahwa pada temperatur yang lebih tinggi, ion-

ion pereaksi akan memiliki energi kinetik yang lebih besar. Berdasarkan teori

tumbukan, energi kinetik yang lebih besar akan membuat tumbukan antar partikel

akan menjadi lebih sering, sehingga reaksi akan lebih cepat berlangsung. Sehingga

berdasarkan hasil percobaan terlihat adanya penambahan energi kinetik partikel

yang dilakukan dengan menaikkan temperatur reaksi, inilah energi yang diberikan

dari luar sistem untuk mencapai kondisi transisi seperti yang dijelaskan teori. Energi

tersebut akan diukur besarnya ( energi aktivasi ). Oleh karena itu semakin tinggi

suhu maka waktu yang diperlukan untuk bereksi semakin cepat

Pada percobaan ini, didapatkan nila Ea sebesar 2.311292 J/mol dan nilai ln A

yaitu - 4.7397 serta nilai A = 8.7413 x 10−3.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

2H2O2 2H2O + O2

Page 10: Praktikum Bab 4

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6

2-

2H2O2 + 2I- + S4O62- I2 + 2H2S2O3 + 2O2

4 SIMPULAN

Berdasarkan data percobaan, diperoleh grafik yang linier sehingga percobaan yang

kami lakukan sesuai dengan persamaan Arrhenius. Dari analisis data yang terdapat pada

bab hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa energi aktivasi dari percobaan ini

adalah 2.311292 J/mol dan nilai ln A yaitu -4.7397, nilai A = 8.7413 x 10−3 . Dan juga

dapat disimpulkan bahwa temperatur berpengaruh pada laju reaksi, jika suhu semakin

tinggi maka laju reaksi akan semakin cepat. Hal ini dibuktikan dengan dihasilkannya

harga k yang lebih besar pada suhu yang lebih tinggi.

5 DAFTAR PUSTAKA

Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. “Ed ke-2 Kartahadiprodjo Irma I, penerjemah;Indarto

Purnomo Wahyu, editor. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Physichal

Chemistry.

Castellan GW. 1982. Physichal Chemistry. Third Edition. New York : General

Graphic Services.

Sukarjo.1997. Kimia Fisika. Jakarta : Rineka Cipta.

Tim Dosen Kimia Fisik. 2012. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang :

Jurusan Kimia FMIPA UNNES

Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

(EGC).

Semarang, 24 September 2013

Mengetahui,

Dosen Pengampu Praktikan

Page 11: Praktikum Bab 4

Ir. Sri Wahyuni, M.Si Cahyo Fajar Handayani

NIM. 4301411113

JAWABAN PERTANYAAN

1. Alasan yang mungkin menyebabkan terjadinya penyimpangan jika suhu diatas 40oC

adalah jika suhunya lebih dari 40oC maka larutan amilum akan rusak atau rusak

sebagian , sehingga ion iodida yang terbentuk dari perubahan yodium tidak dapat

terdeteksi dengan baik.

Page 12: Praktikum Bab 4

2. Ya, karena Hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik.

Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi

minimum untuk terjadi reaksi semakin besar. Semakin kecil harga ln K maka harga 1/T

rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka

energi aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan

sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana

energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi.

3. Ya, karena temperatur berbanding terbalik dengan waktu. Semakin tinggi suhu,

kecepatan gerak partikel-partikel pereaksi dan energi kinetik partikel ikut meningkat.

Hal ini menyebabkan tumbukan akan lebih sering terjadi dan reaksi akan lebih cepat

berlangsung.Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju K. Jika suhu

dinaikan maka harga K akan meningkat dan begitu sebaliknya. Sehingga kurva energy

aktifasi selalu linier.