praktikum analisis besar butir sedimen

35
PANDUAN PRAKTIKUM MATA KULIAH SEDIMENTOLOGI ANALISIS BESAR BUTIR DISIAPKAN UNTUK KUNJUNGAN PRAKTIKUM LAPANGAN DISUSUN OLEH: Ir. Noor Cahyo D. A., M. Sc. Yuniarti M. S., S.Pi., M.Si UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JATINANGOR 2010

Upload: evinatamiroriris

Post on 23-Nov-2015

472 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

analisa granulometri dan metode penelitian

TRANSCRIPT

  • PANDUAN PRAKTIKUM

    MATA KULIAH SEDIMENTOLOGI

    ANALISIS BESAR BUTIR

    DISIAPKAN UNTUK KUNJUNGAN PRAKTIKUM LAPANGAN

    DISUSUN OLEH:

    Ir. Noor Cahyo D. A., M. Sc.

    Yuniarti M. S., S.Pi., M.Si

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

    JATINANGOR

    2010

  • 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Analisa Granulometri

    Granulometri merupakan analisa besar butir sebuah sedimen klastik dengan

    maksud untuk mengetahui penyebaran besar butir sedimen klastik berukuran pasir

    secara pasti. Sedangkan tujuan dari analisis granulometri adalah untuk menentukan

    lingkungan pengendapandan untuk mengetahui proses-proses yang terjadi selama

    sedimentasi berlangsung.

    Middleton (1976) berpendapat, bahwa analisa besar butir dapat digunakan

    untuk membedakan sedimen-sedimen yang berbeda lingkungan dan raciesnya, serta

    dapat memberikan informasi tentang proses pengendapan serta aliran arusnya.

    Sedimen klastik berasal dari rombakan batuan asal, baik berupa batuan beku

    metamorf atau sedimen yang kemudian mengalami transportasi dan diendapkan pada

    suatu sekungan. Selama perjalanannya material rombakan tersebut mengalami banyak

    proses, hingga kemudian diendapkan dengan mekanisme dan media yang dapat

    berbeda pada setiap lingkungan pengendapan dan akan menghasilkan sedimen

    dengan populasi besar butir yang berbeda.

    Dengan demikian dengan analisa besar butir ini akan dapat mengetahui

    lingkungan pengendapan dan proses-prosesnya selama sedimentasi.

    Interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan penyebaran ukuran butir

    adalah sama pentingnya dengan penelitian lainnya (Friedman, 1979). Penafsiran

    lingkungan pengendapan berdasarkan interpretasi parameter statistik butiran telah

    layak dilakukan seperti Rich (1951), Inman (1952), Folks (1962), Gees (1965),

    Friedman (1961, 1965, 1967) namun hasilnya belum meyakinkan. Mungkin lebih

    dapat diterima jika contoh batuan diambil secara sistematika, yaitu secara vertikal,

    sehingga perubahan parameter secara vertikal lebih mempunyai arti untuk lingkungan

    pengendapan (Allen, 1970, Visher, 1965).

  • 3

    Fredman berpendapat bahwa pendekatan berdasarkan analisa frekuensi besar

    butir bukan berarti mengganti teknik analisa geologi lainnya, tetapi dapat berguna

    sebagai pelengkap dan banyak sekali faedahnya. Dan seluruh penyebaran frekuensi

    besar butir itu sensitif terhadap proses-proses lingkungan pengendapan (Friedman,

    1979).

    Salah satu metode besar butir adalah metode ayakan. Pada saat ini metode

    ayakan ini belum begitu berkembang. Malahan Rettijohn, Fotter dan Siever

    berpendapat bahwa dapatkah metode besar butir digunakan untuk menafsirkan

    lingkungan pengendapan. Bertolak dari beberapa konsepsi peneliti terdaulu mengenai

    lingkungan pengendapan berdasarkan besar butir, penulis berkeinginan untuk

    membuktikan sampai sejauh mana konsep tersebut dapat diterapkan dengan

    pendekatan beberapa metode, di antaranya:

    - Metode Krumbein dan Slose (1965)

    - Metode Moiola dan Woiser (1968)

    - Metode Fisher (1969)

    - Metode Friedman (1979)

    1.2 Metode Penelitian

    Untuk mendapatkan suatu hasil analisa yang lebih akurat dapat dilakukan dua

    metode penelitian:

    1. Metode Penelitian Lapangan

    2. Metode Penelitian laboratorium

    1.2.1 Metode Penelitian Lapangan

    Penelitian di lapangan dilakukan dengan pengambilan contoh batuan,

    baik dari singkapan di permukaan maupun dari suatu inti bar (core) yang

    dianggap cukup representatif. Pengambilan contoh batuan ini dilakukan secara

    vertikal dengan memperhatikan urutan sedimentasi. Hal ini dilakukan untuk

  • 4

    mendapat suatu hasil penelitian yang lebih teliti, karena perubahan parameter

    secara vertikal lebih mempunyai arti untuk suatu lingkungan pengendapan.

    1.2.2 Metode Penelitian Laboratorium

    Penelitian di laboratorium ditekankan kepada analisa besar butir

    berdasarkan contoh batuan yang diambil selama di lapangan. Dalam

    melakukan analisa besar butir ini dapat dipakai salah satu metode, yaitu

    metode ayakan yang berguna untuk mengetahui penyebaran frekuensi besar

    butir.

    1.3 Metode Ayakan

    Analisa besar butir ini pada umumnya berdasarkan kepada teori-teori

    kecepatan pengendapan partikel (settling velocity of particle), analisa ayakan dan

    beberapa teori lainnya. Teori kecepatan pengendapan partikel lebih cocok digunakan

    pada butir-butir batuan yang relatif lebih halus, sedangkan butir-butir batuan yang

    lebih kasar lebih cocok digunakan teori ayakan. Teori ayakan ini mulai dipergunakan

    pada tahun 1704 (Krumbein, 1932).

    Dalam analisa ayakan diperlukan butiran-butiran batuan sedimen yang benar-

    benar lepas, sehingga batuan sedimen klastik yang telah mengalami kompaksi perlu

    diuraikan menjadi butiran-butiran lepas. Dan penguraian batuan sedimen ini dapat

    diuraikan secara fisik dan kimiawi. Dalam melakukan analisa besar butir khususnya

    analisa ayakan sebenarnya tidak sederhana seperti dalam prakteknya.

    Beberapa seri ayakan yang dapat digunakan dalam analisa besar butir,

    diantaranya adalah ASTM Sieve series, Tyler Sieve series dan IMM Sieve series

    masing-masing mempunyai lubang bukaan yang berbeda (Lihat Tabel 1, 2, 3). Untuk

    itu perlu diperhatikan sieve yang akan digunakan.

  • 5

    Tabel 1. ASTM Sieve series Tabel 2. Tyler Sieve series Tabel 3. IMM Sieve series

    Mesh Opening Mesh opening Mesh Opening

    5 4,00 5 2,540 5 2,540

    6 3,36 8 1,574 8 1,574

    7 2,83 10 1,270 10 1,270

    8 2,38 16 0,782 16 0,792

    10 2,00 20 0,635 20 0,635

    12 1,68 25 0,508 25 0,508

    14 1,41 30 0,426 30 0,421

    16 1,19 35 0,416 35 0,416

    18 1,00 40 0,317 40 0,317

    20 0,84 45 0,254 45 0,254

    25 0,71 50 0,211 50 0,211

    30 0,59 60 0,180 60 0,180

    35 0,50 70 0,157 70 0,157

    40 0,42 80 0,137 80 0,139

    45 0,35 90 0,125 90 0,127

    50 0,297 100 0,105 100 0,107

    60 0,25 120 0,084 120 0,084

    70 0,21 150 0,061

    80 0,177 200 -

    100 0,149

    120 0,125

    140 0,105

    170 0,083

    200 0,074

    230 0,062

  • 6

    Untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih teliti, ada beberapa hal yang perlu

    diperhatikan, yaitu faktor kesalahan dan waktu analisa.

    1.3.1 Faktor Kesalahan Analisa

    Faktor-faktor yang memungkinkan kesalahan dan sulit untuk dikoreksi dalam

    teori ayakan ini, misalnya:

    Dalam teori ayakan ini semua butiran-butiran dianggap mempunyai bentuk bulat,

    tetapi secara alamiah tidak sedikit butir-butir batuan ini berbentuk bulat panjang

    atau lonjong, sehingga hal semacam ini akan menyebabkan kesalahan penentuan

    berat setiap fraksi batuan.

    Butir-butir batuan yang akan dianalisa seharusnya lepas-lepas secara sempurna,

    tetapi dalam prakteknya hal seperti ini sangat sukar sekali dilakukan. Faktor ini

    dapat juga menimbulkan kesalahan dalam penentuan berat setiap fraksi batuan.

    Secara teoritis, berat batuan sebelum dan sesudah analisa harus sama, tetapi pada

    prakteknya hal ini sukar atau tidak mungkin diperoleh. Kesalahan seperti ini

    mungkin disebabkan karena sebagian daripada butir-butir batuan tersangkut

    dalam ayakan, atau butiran-butiran yang berupa debu halus mudah terbang.

    Faktor ini juga akan menyebabkan pengurangan berat setiap fraksi batuan.

    Krumbein (1934) berpendapat bahwa kesalahan yang melibatkan analisa

    mekanisme dapat dikelompokkan ke dalam kesalahan lapangan atau kesalahan

    pengambilan contoh dan pengambilan laboratorium. Sedangkan Swinferd (1949)

    membagi kesalahan laboratorium ini menjadi 4 kesalahan, yaitu:

    1. Kesalahan pemisahan batuan

    2. Kesalahan waktu

    270 0,053

    325 0,044

  • 7

    3. Kesalahan pengayakan

    4. Kesalahan percobaan

    Selain itu juga banyak faktor-faktor lainnya yang perlu dikoreksi, tetapi

    menurut beberapa penulis lainnya faktor-faktor tersebut tidak begitu mengaburkan

    data.

    1.3.2. Waktu Analisa

    Waktu yang diperlukan dalam analisa ayakan ini sangat perlu diperhatikan,

    terutama untuk butiran yang halus. Menurut penelitian, butiran-butiran yang berada di

    atas jalan saringan pada waktu diayak tidak akan masuk serentak pada lubang-lubang

    jala tersebut, tetapi secara perlahan-lahan yang sangat tergantung waktu.

    Wentworth (1929) telah melakukan penyelidikan analisa yakan ini mendapat

    suatu persamaan empiris yang berbentuk v =a t-m + b , dimana pada percoabaan ini

    dipakai ayakan yang berukuran 0,5 mm. Dari persamaan Wentworth ini dibuat suatu

    diagram seperti yang terlihat pada gambar 1, dimana sumbu Y menunjukkan jumlah

    persentase dari butiran yang tertinggal dalam ayakna dan sumbu X menunjukkan

    waktu (Krumbein dan Pettijohn, 1938).

    Gambar1. Grafik yang menunjukkan hubungan waktu dan jumlah persen berat

    yang tertinggal di atas ayakan

    67

    68

    69

    70

    71

    72

    73

    74

    75

    0 10 20 30 40 50 60

    Per

    sen

    rem

    ain

    ing

    abo

    ve s

    ieve

    Time in minute

  • 8

    Berdasarkan penyelidikan ini Wentworth (1929, op.cit. Krumbein dan

    Pettijohn, 1938) mengambil kesimpulan bahwa untuk mendapatkan data yang teliti,

    pengayakan harus dilakukan dengan alat penggerak otomatis selama 5 sampai 10

    menit. Makin lama waktu yang digunakan dalam pengayakan makin kurang efektif

    (Swineford, 1948).

    1.4. Skala Besar Butir

    Dasar dari metode ayakan adalah bahwa butiran dibagi atas selang-selang

    kelas yang dibatasi oleh besarnya lubang ayakan. Penyebaran kumulatif dari besar

    butir dalam hal ini adalah yang lebih kasar yang tersangkut. Set dari ayakan ini

    banyak yang dipergunakan dalam teknik dan ada beberapa macam skala besar butir

    yang sering dipergunakan dalam analisa ukuran besar butir, anatara lain:

    Skala besar butir Udden dan Wentworth

    Skala besar butir Attenberg

    Skala besar butir Enginering

    Dalam analisa besar ukuran butir, macam sklala besar butir yanga akan

    dipergunakan dapat dipilih salah satunya dari skala besar butir yang tersebut di atas.

    Selain skala-skala tersebut di atas, juga disajikan skala besar butir LBPN-LIPI. Skala

    besar butir yang sering digunakan adalah skala besar butir berbentuk logaritma yang

    merupakan deretan angka-angka hasil minus logaritma dan disebut dengan skala

    phi.

    (phi) = -2 log d

    dimana d adalah diameter menurut skala Wentworth (Krumbein, 1934).

    Hal ini disebabkan karena lebih mudah dalam perhitungan dan data yang

    diperoleh dapat di plot ke dalam kertas semi log atau kertas probabilitas atau kertas

    lainnya.

  • 9

    Tabel 4. Macam-macam Skala Besar Butir

    Udden-Wentworth Values Engineering

    Cobbles

    64 mm

    Pebbles

    4 mm

    Granules

    2 mm

    Very Coarse Sand

    1 mm

    Coarse Sand

    0,5 mm

    Medium Sand

    0,25 mm

    Fine Sand

    0,125 mm

    Very Fine Sand

    0,0625 mm

    Silt

    0,0039 mm

    Clay

    -6

    -2

    -1

    0

    1

    2

    3

    4

    8

    Boulders

    10 in.

    Cobbles

    3 in.

    Gravel

    4 mesh

    Coarse Sand

    10 mesh

    Medium Sand

    40 mesh

    Fine Sand

    200 mesh

    Fines

  • 10

    Tabel 5. Klasifikasi Atterberg

    Batas Ukuran Nama

    2000 200 mm Bongkah (Block)

    200 20 mm Kerikil (Cobbles)

    20 2 mm Kerikil (Pebbles)

    2 0,2 mm Pasir kasar (Coarse sand)

    0,2 0.02 mm Pasir halus (Fine Sand)

    0,02 0,002 mm Lanau (Silt)

    < 0,002 mm Lempung (Clay)

    Tabel 6. Skala Besar Butir Phi (Wentworth) dan Zeta (Atterberg)

    Wentworth Atterberg Zeta

    32 mm

    16 mm

    8 mm

    4 mm

    2 mm

    1 mm

    mm

    mm

    1/8 mm

    1/16 mm

    1/32 mm

    1/64 mm

    1/128 mm

    1/256 mm

    1/512 mm

    1/1024 mm

    -5

    -4

    -3

    -2

    -1

    0

    +1

    +2

    +3

    +4

    +5

    +6

    +7

    +8

    +9

    +10

    2000 mm

    200 mm

    20 mm

    2 mm

    -3

    -2

    -1

  • 11

    Tabel 7. Skala besar butir yang dipakai dalam analisa besar butir pada Lab.

    Sedimentologi LGPN LIPI

    Mesh Bukaan (mm) Phi

    4 4,670 -2,3

    6 3,360 -1,7

    8 2,380 -1,2

    12 1,680 -0.7

    16 1,190 -0,3

    20 0,840 0,2

    30 0,590 0,7

    40 0,420 1,2

    50 0,297 1,7

    60 0,250 2,0

    65 0,208 2,3

    100 0,149 2,7

    120 0,125 3,0

    150 0,104 3,3

    200 0,074 3,7

    230 0,062 4,0

    270 0,053 4,2

    325 0,044 4,5

    Sisa

  • 12

    Tabel 8. Daftar Batas Ukuran Butir Menurut Wenworth dan Terminologi

    Klastik

    Ukuran

    Sedimenter (epiklastik) Volkanik (piroklastik)

    Bundar, bundar tanggung

    Menyudut tanggung

    Menyudut

    Fragmen Agregat Fragmen Agregat

    256 nm

    64 nm

    4 nm

    2 nm

    1/16 nm

    1/256 nm

    Bongkah

    Kerikil bongkah

    Konglomerat

    bongkah

    Blok

    Breksi

    volkanik

    Kerakal

    Kerikil kerakal

    Konglomerat

    kerakal

    Bomb

    Anglomerat

    Kerikil

    Kerikil

    Konglomerat

    kerikil

    Breksi

    Tuff

    Lapilli

    Granul Granul Abu kasar

    Tuff kasar Pasir Pasir

    Batu pasr

    Lanau Lanau

    Batu lanau

    Abu halus

    Tuff halus

    Lempung Lempung sepih

  • 13

    BAB II

    METODE STATISTIKA

    Dalam mengolah data analisa besar butir digunakan beberapa teori statistik

    dan bermacam-macam grafik presentase. Grafik presentase sebenarnya merupakan

    salah satu langkah utama dalam mempelajari proses-proses yang berhubungan dengan

    ilmu sedimentasi karena dengan mengetahui bentuk grafik presentase ini penyebaran

    butir-butir batuan dan hal-hal lain yang di analisa dapat ditentukan.

    Prinsip-prinsip dari grafik presentase ini sebenarnya berdasarkan analisa

    geometri, dimana grafik tersebut merupakan suatu persamaan matematis yang

    mempunyai dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tak bebas. Kedua variabel

    ini masing-masing diplot pada sumbu x dan sumbu y. Dalam hal ini variabel yang

    dimaksud adalah harga dari diameter butiran, sedangkan variabel tak bebas adalah

    frekuensi daripada berat butiran tersebut.

    Pada gambaran grafik frekuensi ini satuan skala yang digunakan boleh

    sembarangan, tergantung dari metode statistika mana yang digunakan dalam

    pengolahan data. Bentuk grafik presentase yang sering digunakan dalam analisa

    ukuran besar butir adalah :

    1. Histogram

    2. Kurva Frekuensi

    3. Kurva Kumulatif

    2.1 Histogram

    Histogram ini sebenarnya merupakan suatu gambaran dari hasil-hasil analisa

    secara sederhana dan praktis, dimana pada sumbu x menunjukkan besaran diameter

    dan sumbu y menunjukkan frekuensi dari persentase berat. Dari histogram ini dapat

    dibaca penyebaran butiran batuan tersebut.

  • 14

    Penggambaran histogram harus dibuat pada kertas aritmatik, dimana jarak

    interval sama sehingga bentuk histogram merupakan susunan dari bentuk empat

    persegi panjang yang turun naik (Gambar 2)

    Gambar 2. Bentuk-bentuk Histogram A dan B monomodal, sedangkan

    C bimodal, (Pettijohn, 1957)

    Bentuk-bentuk histogram ini ada beberapa macam, yaitu:

    Bentuk histogram yang mempunyai satu harga maksimum, seperti terlihat

    pada gambar 2A dan 2B.

    Bentuk histogram yang mempunyai dua harga maksimum Gambar 2C.

    Bentuk histogram yang mempunyai tiga harga maksimum (trimodal).

    Bentuk histogram yang mempunyai lebih dari tiga harga maksimum

    (polimodal).

    Gambar 3. Histogram Penyebaran Besar Butir

  • 15

    2.2 Kurva Frekuensi

    Kurva frekuensi dari histogram sebenarnya erat hubungannya, karena bentuk

    kurva frekuensi ini merupakan hasil limit dari histogram, dimana selang kelas dari

    histogram ini diperkecil terus menerus sampai nol. Bentuk dari kurva frekuensi ini

    lebih halus dan lebih menerus daripada bentuk histogram.

    Gambar 4. Memperlihatkan perubahan dari bentuk histogram ke betuk kurva

    frekuensi, (Krumbein dan Pettijohn, 1938)

    Pada gambar dapat dilihat dengan jelas perubahan dari histogram ke kurva

    frekuensi. Secara kasar kurva frekuensi dapat dibuat dengan menghubungkan titik-

    titik tengah interval dari masing-masing frekuensi.

    2.3 Kurva Kumulatif

    Kurva kumulatif dibuat berdasarkan histogram juga, dimana selang kelas dari

    diameter ini di plot pada sumbu x, sedangkan pada sumbu y merupakan frekuensi dari

    persentase berat yang mempunyai skala dari 0% hingga 100%. Pada kurva kumulatif

    ini, selang kelas yang pertama mempunyai ordinat yang sama dengan harga

    prosentase berat dari kelas itu sendiri, sedangkan untuk selang pada diameter yamg

  • 16

    kedua ordinatnya sama dengan jumlah prosentase dari berat yang kedua, begitu juga

    untuk selang kelas selanjutnya.

    Kurva kumulatif ini dapat digambarkan pada kertas semilog dan pada kertas

    probablitas normal (Gambar 5 dan 6). Kertas probablitas normal didesain sedemikian

    rupa sehingga kurva kumulatif suatu penyebaran frekuensi merupakan suatu garis

    lurus.

    Pada dasarnya grafik-grafik tersebut digunakan untuk mengetahui penyebaran

    besar butir pada batuan sedimen yang dianalisa dan di nyatakan dalam besaran-

    besaran mean, mode, median, deviasi standar, skewness dan kurtosis, dimana:

    Mean merupakan harga rata-rata secara statistik yang representatif.

    Mode merupakan puncak maksimal dari penyebaran besar butir tertentu.

    (Gambar 7)

    Dalam penyebaran butirnya suatu sedimen tidak harus mempunyai satu puncak

    (monomodal), tetapi dapat pula mempunyai dua puncak (bimodal), bahkan banyak

    puncak (polimodal) yang menunjukkan sortasi yang buruk lihat Gambar 2.

    Sortasi merupakan derajat pemilahan besar butir secara sedehana (Gambar

    8)

    Standar deviasi merupakan suatu nilai statistik sampai sejauh mana besar

    butir sesuatu populasi menyimpang dari harga rata-ratanya. Pada harga

    deviasi standar yang kecila kan menunjukkan sortasi yang baik.

    Skewness adalah ukuran dari tingkat simetrinya penyebaran besar butir atau

    arah condongnya. Penyebaran besar butir disebut skewness positif apabila

    mempunyai kecenderungan ke arah kasar dan skewness negatif bila ke arah

    halus (Gambar 9).

    Kurtosis merupakan derajat kemencengan terhadap suatu penyebaran

    normal. Semakin tinggi harga kurtosis akan semakin mancung dan akan

    mempunyai sortasi yang semakin baik (Gambar 10).

  • 17

    Histogram dan kurva frekuensi secara visual lebih baik, dimana mode, standar

    deviasi, skewness dan kurtosis langsung dapat dilihat. Namun untuk hitung statistik,

    kurva kumulatif lebih baik karena nilai-nilai didapatkan secara langsung dari grafik.

    Rumus-rumus yang digunakan dalam menentukan harga-harga besaran seperti

    mean size, standar deviasi, skewness dan kurtosis adalah rumus-rumus statistik

    berdasarkan metode Inman, Folk dan Ward. Metode Folk dan Ward ini sebenarnya

    diturunkan berdasarkan Metode Inman yang telah mengalami beberapa koreksi

    karena menurut Folk dan Ward rumus-rumus ini yang digunakan oleh Inman ini

    hanya cocok untuk batuan sedimen yang mempunyai penyebaran frekuensi berbentuk

    normal, sedangkan untuk bentuk-bentuk bimodal atau polimodal harus mengalami

    beberapa macam koreksi. Adapun rumus-rumus tersebut dapat dituliskan

    sebagaimana terlihat dalam Tabel 9.

    Friedman (1979), dalam penentuan harga-harga besaran seperti mean, standar

    deviasi, skewness dan kurtosis, berdasarkan kepada perhitungan parameter statistik

    dengan menggunakan metode Momen terhadap mean (lihat Tabel 10). Dari harga

    deviasi standar ini dapat diambil beberapa batasan yang menunjukkan hubungan

    antara harga deviasi standar dengan nilai pemilihan (sorting), seperti terlihat pada

    Tabel 11.

  • 18

  • 19

    Tabel 11. Hubungan Standar Devasi Dengan Pemilahan

    < 0,35 Very well sorted

    0,35 0,50 Well sorted

    0,50 0,70 Moderately Well sorted

    0,70 1,00 Moderately sorted

    1,00 2,00 Poorly sorted

    2,00 4,00 Very Poorly sorted

    >4,00 Extremely poorly sorted

    Tabel 12. Penilaian Harga-harga Skewness

    -1,0 - -0,3 Very negatively skewed

    -0,3 - -0,1 Negatively skewed

    -0,1 0,1 Symetrical

    0,1 0,3 Positively skewed

    0,3 1,0 Very positively skewed

    Tabel 13. Penilaian Harga-harga Kurtosis

    < 0,67 Very platykurtic

    0,67 0,90 Platykurtic

    0,90 1,11 Mesokurtic

    1,11 1,50 Leptokurtic

    1,50 3,00 Very leptokurtic

    >3,00 Extremely Leptokurtic

  • 20

    Harga deviasi standar yang tinggi dan harga skewness yang positif

    menunjukkan suatu lingkungan sungai sedangkan harga deviasi standar yang rendah

    dan harga skewness-nya 0 atau negatif menunjukkan suatu lingkungan pantai.

  • 21

  • 22

  • 23

  • 24

  • 25

    BAB III

    CARA KERJA ANALISIS BESAR BUTIR

    3.1. Cara Kerja di Lapangan

    Contoh bantuan (sampel) yang diambil di lapangan adalah berupa material

    yang berukuran pasir, baik lepas maupun yang berupa batuan. Guna mendapatkan

    contoh batuan yang representatif maka yang perlu diperhatikan, antara lain :

    1. Lokasi pengambilan sampel

    2. Cara pengambilan sampel

    3. Jumlah sampel

    Lokasi pengambilan sampel perlu diperhatikan, hal ini dimaksudkan agar

    sampel yang diambil benar-benar dapat mewakili dan insitu. Cara pengambilan

    sampel adalah dengan sistem grade, sehingga sampel yang diambil dapat mewakili

    seluruh penyebaran dari batu pasir tersebut (lihat sketsa). Sampel diambil dengan

    kedalaman 30-60 cm di bawah permukaan. Sedangkan jumlah sampel yang diambil

    sesuai dengan luas daerah maupun keadaan daerah itu sendiri.

    Jarak masing-masing titik antara 50 sampai 75 meter.

  • 26

    3.2 Cara Kerja di Laboratorium

    Dalam analisa pasir di laboratorium dapat dibagi dalam 2 (dua) tahapan, yaitu:

    tahap pengerjaan sampel dan tahapan perhitungan data.

    3.2.1. Tahap Pengerjaan Sampel

    Pada tahap ini sampel akan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum analisa pasir

    dilakukan, agar analisa dapat dilakukan dengan lancar dan dengan hasil baik.

    Tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam pengerjaan sampel secara berurutan

    yaitu :

    1. Pengeringan sampel

    2. Pelepasan butiran

    3. Kwartering

    4. Penimbangan pertama

    5. Pengayakan sampel

    6. Penimbangan kedua

    3.2.1.1 Pengeringan Sampel

    Maksud dari pengeringan sampel adalah supaya material-material pada

    sampel mudah lepas satu dengan lainnya dan agar tidak mempengaruhi

    proses-proses selanjutnya. Pada hakekatnya pengeringan ini adalah untuk

    menghilangkan kandungan air yang masih terdapat pada sampel. Pengeringan

    sampel ini dapat dilakukan di bawah sinar matahari maupun dikeringkan

    dengan open.

    Untuk mendapatkan sampel yang betul-betul kering, apabila

    pengeringan di bawah sinar matehari sampel haruslah ditebarkan secara

    merata di atas kertas atau tempat lain yang masih bersih, dan agar pengeringan

    dapat dilakukan dengan cepat sampel harus dibolak-balik. Setelah sampel

    benar-benar kering barulah dapat dilakukan proses selanjutnya.

  • 27

    3.2.1.2 Pelepasan butiran

    Pelepasan butiran dimaksudkan untuk melepaskan butiran-butiran

    yang masih belum terlepas pada proses pengeringan, karena dalam analisa

    besar butir diperlukan butiran yang benar-benar lepas. Alat yang digunakan

    dalam proses ini adalah sebuah mangkok yang lazim disebut mortar dengan

    penggerusnya, yang keduanya terbuat dari porselain (lihat Gambar 28).

    Gambar 28. Alat mortar yang dipergunakan untuk

    menggerus/memisahkan pasir menjadi butiran yang lepas.

    Sampel yang telah kering dimasukan ke dalam mortar (sedikit-sedikit

    sesuai daya tampungnya), kemudian digerus dengan penggerus secara

    perlahan-lahan agar butiran tidak hancur. Sesudah butiran-butiran lepas, maka

    masukkan lagi hingga cukup untuk analisa selanjutnya. Untuk sampel yang

    mempunyai campuran seperti karbonat, oksida besi atau garam yang mudah

    larut, dapat dihilangkan atau dipisahkan dengan beberapa cara.

    3.2.1.2.1. Memisahkan campuran karbonat

    Proses tersebut tidak dapat dilakukan apabila kita ingin mempelajari mineral-

    mineral yang ada. Urutan kerja yang harus dilakukan apabila kita ingin memisahkan

    campuran karbonat :

  • 28

    1. Sampel yang diletakkan kedalam beaker 250-600 ml. Masukkan kedalamnya 25 ml

    aquades dan diaduk.

    2. Tambahkan kedalam beaker 10% HCL secara perlahan-lahan sampai reaksi

    berhenti. Jika kandungan karbonatnya banyak, untuk penambahan 10% HCL juga

    harus besar.

    3. Panaskan 80-90 C, dan tambahkan HCL sampai reaksi terhenti. Cara ini akan

    lebih tepat apabila penambahan HCL mencapai pH 3,5-4, dan kondisi tersebut

    tetap dipertahankan.Untuk memeriksa pH ini dapat dilakukan dengan :

    a. pH meter

    b. Menggunakan larutan indikator pH pada test plate (misal: larutan brom

    phenol blue)

    c. pH paper, dapat menggunakan lautan indikator methyl orange indikator

    paper. Indikator ini akan berwarna kuning pada larutan netral dan akan

    berubah menjadi orange pada pH 3,1-4,4 dan menjadi merah pada pH dari

    3,1.

    4. Pada sampel yang cukup banyak mengandung karbonatnya, ion calcium yang larut

    akan bercampur dengan sampel yang akan menghalangi pemisahan bahan-bahan

    organik dengan H2O2, dan akan mengendap sebagai kalsium oksalat didalam

    melakukan pemindahan besi. Cuci sampel dengan HCL yang lemah (0,1%).

    Ulangi pencucian 2 atau 3 kali. Cairan dapat dites dengan mengambil sedikit

    cairan dimasukkan ke dalam tabung tes alkaline dengan menggunakan kertas

    lakmus yang mengandung ammonium oksalat. Endapan putih dari kalsium oksalat

    akan terbentuk bilamana kalsium hadir. Beberapa cara untuk melakukan

    pencucian:

    a. Pindahkan sampel dalam satu atau lebih tabung centripuge dengan

    menggunakan larutan pencuci pada botol-botol pencuci dan rubber

    policeman dan diaduk.

  • 29

    b. Jika seluruh kandungan materialnya adalah pasir (sand) atau silt kasar

    (coarse silt), biarkan sedimen mengendap dalam beaker dan cairan

    dipindahkan atau dituangkan.

    c. Masukkan porcelain filter candle pada beaker dan cairan dipisahkan

    dengan cara disedot atau dengan menggunakan pompa penghisap (vacuum

    pump, Gambar 29). Endapan sedimen pada filter dipisahkan dengan

    menggunakan tekanan balik.

    Gambar 29. Pemisahan Yang Menggunakan Porcelain Filter

    3.2.1.2.2 Menghilangkan bahan organik (Jackson, Whitting, and Pannington,

    1949)

    Cara yang dilakukan disini jarang yang berhasil untuk dapat menghilangkan

    bahan-bahan organik secara keseluruhan, tetapi cara ini juga sangat menolong. Hal

    tersebut dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, dan apabila bahan-bahan

    organiknya telah hilang pada setiap tahapan dapat dihentikan. Caranya adalah :

    1. Bila kandungan bahan organiknya sedikit letakkan sampel pada breaker 400 ml dan

    masukkan ke dalam beaker 100 ml H2O2 6% secara perlahan-lahan dan konstan,

    kemudian digerak-gerakan. Tutup dan panaskan sampai 40C selama 1 jam.

    Didihkan sebentar setelah mencapai 1 jam hingga H2O2 yang berlebihan hilang.

    2. Bila kandungan bahan organiknya cukup banyak, maka dapat dilakukan langkah-

    langkah sebagai berikut :

  • 30

    a. Pisahkan cairan dengan cara menuangkannya setelah terjadi pengendapan.

    b. Tambahkan kedalamnya H2O2 30% secara perlahan-lahan sambil digerak-

    gerakan hingga pembuihan berhenti. Hindari pembuihan yang berlebihan.

    Hindari kulit dari sentuhan H2O2 30% karena akan menyebabkan luka

    bakar.

    c. Panaskan hingga mencapai 40C di atas hot plate selama 10 menit.

    Apabila pada suatu pemanasan terjadi pembuihan secara berlebihan, bila

    perlu sampel didinginkan dengan cara menyemprotkan air dingin.

    Gunakan beaker yang besar apabila terjadi pembuihan yang berlebihan.

    d. Keringkan hingga endapan menjadi tipis, tetapi jangan terlalu kering.

    Tambahkan 10-30 ml H2O2 30%, tutup dengan watch glass. Panaskan

    pada 40-60C selama 1 sampai 12 jam. Ulangi hingga bahan-bahan

    organiknya hilang.

    e. Panaskan sebentar hingga H2O2 yang berlebihan hilang.

    3.2.1.2.3 Menghilangkan Oksida Besi

    1. Letakkan sampel pada beaker 400 ml dan tambahkan air 300 ml.

    2. Masukkan aluminium ke dalam beaker (lebih baik menggunakan lempeng

    aluminium yang berbentuk silindris, tetapi dapat pula dipergunakan bentuk

    lainnya).

    3. Tambahkan 15 gram asam oksalat (bubuk atau larutan) dan didihkan secara

    perlahan-lahan selama 10-20 menit. Tambahkan lagi asam oksalat jika

    menginginkan sampai semua oksida besi hilang.

    3.2.1.2.4 Menghilangkan garam yang dapat larut

    1. Pisahkan cairan yang berlebihan dengan cara menuangkannya setelah terjadi atau

    dengan cara disaring. Bila cairan keruh tersuspensi lempung, tuangkan kembali

    pada tabung atau beaker yang mengandung endapan tadi dan siram dengan air

  • 31

    panas sehinga terjadi penggumpalan (flokulasi). Jika tidak terjadi penggumpalan

    maka tambahkan sedikit NaCl.

    2. Cuci dengan cara yang diuraikan sebelumnya 2-5 kali. Hentikan jika lempung telah

    mulai terurai. Pada endapan resen untuk lingkungan laut, pencucian dilakukan

    sampai sedimen bebas dari klorida. Apabila larutan mengandung chlorine

    pemberian perak nitrat 4% akan membentuk filtrat menjadi endapan perak

    chlorida (silver chloride) yang berwarna putih.

    3.2.1.3 Kwartering

    Proses kwartering adalah suatu proses pembagian sampel ke dalam 4 (empat)

    kwadran, untuk mendapatkan sampel yang representatif. Untuk proses kwartering ini

    diperlukan sebuah corong plastik atau seng dan karton tempat pembagian sampel

    (lihat Gambar 30).

    Pada kwartering ini posisi corong terletak di atas karton dan diusahakan tegak

    lurus dengan perpotongan karton, sampel dimasukkan ke dalam corong secara

    konstan, kemudian akan didapatkan pasir yang sudah menempati keempat kwadran

    tersebut.

    Diambil sampel yang berada di kwadran yang berlawanan dan mempunyai

    jumlah yang relatif sama dari kedua kwadran satunya lagi. Sisa pasir yang tidak

    terpilih dapat langsung dibuang, sedang pasir dikwartering lagi sebanyak 3 atau 4

    kali. Untuk yang kedua dan seterusnya sisanya dapat digunakan lagi apabila harus

    mengulang dari proses kwartering kembali.

    Sesudah sampel yang representatif didapatkan dan diperkirakan lebih dari 100

    gram, barulah proses kwartering dihentikan dan dapat dilakukan proses penimbangan.

    3.2.1.4 Penimbangan pertama

    Penimbangan ini menggunakan alat timbang elektrik Metler yang

    mempunyai kepekaan sampai dua dibelakang koma gram (lihat Gambar 31).

  • 32

    Gambar 30. Cara Kwartering Sampel, untuk mendapatkan butiran sampel

    yang representatif

    Gambar 31. Alat Timbang (neraca) Elektrik Mettler. Satuannya adalah gram,

    dengan ketelitian sampai 2 angka dibelakang koma.

    Untuk penimbangan yang pertama ini akan ditimbang pertama kali tabung-

    tabung sebanyak lima buah untuk tempet hasil ayakan dan satu tabung yang lebih

    besar untuk tempat sampel mula-mula. Sebelum ditimbang tabung-tabung tersebut

    diberi tanda dengan spidol sesuai ukuran meshnya, kecuali tabung terbesar. Tabung

    (becker) jika sudah diketahui beratnya, maka barulah dicari pasir yang mempunyai

    berat 100 gram (ditimbang) dengan cara memasukkan pasir ke dalam becker terbesar

    yang sudah diketahui beratnya.

  • 33

    Misal berat becker=g gram, maka berat becker+berat pasir haruslah=100

    gram+g gram = x gram. Setelah didapatkan pasir dengan berat 100 gram, maka pasir

    itu kemudian diayak.

    3.2.1.5 Pengayakan Sampel

    Maksud dari pengayakan sampel adalah untuk mengetahui penyebaran

    frekuensi besar butir dari pasir yang dianalisa.

    Untuk pengayakan sampel dipakai ayakan US Standard, dengan mesh dari 30,

    50, 100, sampai 200. Yang dimaksudkan saringan dengan mesh 10 adalah saringan

    yang mempunyai lubang berjumlah 10 pada suatu luas tertentu. Saringan dengan

    mesh 50 akan lebih halus dari saringan dengan mesh 10, atau dengan kata lain bahwa

    saringan dengan nomor mesh lebih besar akan lebih halus daripada saringan yang

    bermesh lebih kecil.

    Gambar 32. Susunan Ayakan (sieve) di atas Vibrator. Waktu pengayakan

    terbaik adalah 5-10 menit.

    Sebelum pengayakan dilakukan, saringan disusun menurut besar meshnya,

    dari nomor terkecil dibagian atas berturut-turut makin ke bawah makin besar nomor

    meshnya.

  • 34

    Sampel dimasukkan ke dalam ayakan kemudian ditutup dengan penutup,

    susunan ayakan ini kemudian diletakkan keatas pengayak elektrik selama 5 (lima)

    menit (untuk mendapatkan hasil yang baik, pengayakan dilakukan antara 5-10 menit).

    Setelah pengayakan berhenti (secara otomatis), diamkan dahulu untuk beberapa saat.

    Hal ini dimaksudkan agar material-material yang diayak sudah benar-benar

    terendapkan terutama untuk material yang sangat halus yang berterbangan dimana

    kemungkinan akan mempengaruhi hasil penimbangannnya.

    Jika diperkirakan material-material pasir itu sudah benar-benar mengendap,

    maka material (butiran) pasir itu diambil dari saringannya, kemudian dimasukkan ke

    dalam becker-becker yang sudah disediakan dan telah diketahui beratnya. Cara

    pengambilan sampel dari saringan haruslah hati-hati dan teliti, karena bila tidak akan

    merusak saringannya sehingga cukup menggunakan kwas saja apabila ada material

    yang masih tertingal di dalam saringan. Sampel-sampel yang telah dimasukkan ke

    dalam becker yang sesuai dengan nomor meshnya dapatlah ditimbang untuk kedua

    kalinya.

    3.2.1.6 Penimbangan kedua

    Berturut-turut ditimbang becker yang telah berisi pasir dan dicatat, misalnya

    didapatkan hasil sebagai berikut :

    - Becker +berat pasir dengan nomor mesh 30 = a gram

    - Becker +berat pasir dengan nomor mesh 50 = b gram

    - Becker +berat pasir dengan nomor mesh 70 = c gram

    - Becker +berat pasir dengan nomor mesh 100 = d gram

    - Becker +berat pasir dengan nomor mesh 200 = e gram

    Total = x gram

  • 35

    Harga penimbangan total ini haruslah memenuhi syarat, yaitu berselisih (bisa

    kurang atau lebih) kurang atau sama dengan 0,06 gram dari berat pasir mula-mula

    ditambah berat masing-masing becker. Atau selisih berat pasir antara penimbangan

    pertama dan kedua tidak lebih besar dari 0,06 gram.

    Apabila persyaratan itu tidak terpenuhi, maka haruslah diulang kembali dari

    proses kwartering, sampai didapatkan berat yang memenuhi persyaratan tersebut di

    atas.