praktik pengisian instrumen evaluasi diri sekolah online di sdn no 3
TRANSCRIPT
TESIS
PRAKTIK PENGISIAN INSTRUMEN EVALUASI DIRI
SEKOLAH ONLINE DI SDN NO 3 BANJARANGKAN
KABUPATEN KLUNGKUNG
NI PUTU AYU RASTITI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i
TESIS
PRAKTIK PENGISIAN INSTRUMEN EVALUASI DIRI
SEKOLAH ONLINE DI SDN NO 3 BANJARANGKAN
KABUPATEN KLUNGKUNG
NI PUTU AYU RASTITI
NIM 1290261002
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
PRAKTIK PENGISIAN INSTRUMEN EVALUASI DIRI
SEKOLAH ONLINE DI SDN NO 3BANJARANGKAN
KABUPATEN KLUNGKUNG
Tesis ini untuk memperoleh gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Kajian Budaya
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI PUTU AYU RASTITI
NIM 1290261002
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
N A M A : Ni Putu Ayu Rastiti
NIM : 1290261002
Program Studi : Kajian Budaya
Judul Tesis : Praktik Pengisian Instrumen EDS Online di SDN No 3
Banjarangkan Kabupaten Klungkung
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010
dan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 6 April 2015
Ni Putu Ayu Rastiti
ix
ABSTRAK
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang praktik pengisian instrumen
evaluasi diri sekolah (EDS) online di SDN No 3 Banjarangkan, Kabupaten
Klungkung. Praktik pengisian instrumen EDS online adalah proses pengisian
instrumen EDS yang dilakukan dengan transaksi realtime (terkoneksi langsung
dengan internet) melalui layanan PADAMU NEGERI yang dikeluarkan oleh Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan
Mutu Pendidikan (SDMPK-PMP), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud). Dalam implementaisnya, praktik pengisian instrumen EDS online
belum sepenuhnya dilakukan sesuai dengan buku pedoman sehingga data yang
dihasilkan belum sepenuhnya mencerminkan kondisi sekolah yang sebenarnya.
Sebagai kajian kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik
pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan Kabupaten Klungkung,
faktor-faktor yang memengaruhi praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No
3 Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, serta mengungkap dampak dan
menginterpretasi makna praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3
Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori praktik, teori
pendidikan untuk pembebasan, teori hegemoni, dan teori semiotika. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
observasi, wawancara, dan studi dokumen. Teknik penentuan informan dilakukan
dengan purposif sampling sedangkan instrumen adalah peneliti sendiri dengan
menggunakan pedoman wawancara, ditunjang dengan buku catatan, dan alat
perekam.
Analisis terhadap data yang dikumpulkan menunjukkan praktik pengisian
instrumen EDS online dimulai dari proses persiapan, dan praktik pengisian
instrumen EDS (pengisian instrumen EDS guru, siswa, dan kepala sekolah). Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain ketersediaan sarana pendukung yang
memadai, kurangnya kemampuan menggunakan komputer, kurangnya pemahaman
terhadap EDS dan Standar Nasional Pendidikan (SNP), kurangnya komitmen sekolah
melaksanakan EDS, dan kurangnya dukungan pemerintah daerah.
Ada dua dampak dan lima makna yang bisa diinterpretasi dari penelitian ini.
Dampak tersebut adalah dampak positif dan negatif. Dampak positif di antaranya
NUPTK kepala sekolah dan guru menjadi aktif permanen, sekolah memiliki profil
mutu capaian SNP, tersedianya data bagi Dinas Pendidikan untuk merencanakan
program pendidikan di kabupaten, dan tersusunnya peta mutu SNP tingkat provinsi
dan nasional. Dampak negatif di antaranya guru lebih termotivasi kepada NUPTK
daripada pengisian instrumen EDS online, siswa tidak memiliki kesempatan untuk
memahami EDS, dan hasil pengisian instrumen EDS online belum mencerminkan
kondisi sekolah yang sebenarnya. Adapun makna yang tampak dari praktik pengisian
instrumen EDS online ini adalah makna penjaminan mutu pendidikan, makna
kerjasama, makna hegemoni, makna resistensi, dan makna pencitraan.
Kata kunci : praktik, Evaluasi Diri Sekolah, SDN No 3 Banjarangkan, Padamu
Negeri
x
ABSTRACT
This thesis was a result of research on the practice in filling in online
school self evaluation instrument in SDN 3 Banjarangkan, Klungkung Regency.
The practice in filling in online school self assessment instrument was a process
of filling in the school self evaluation which was done through real-time
transaction (directly connected to the internet) through the PADAMU NEGERI
application that issued by Departement of Education and Culture Human
Resources Development and Education Quality, The Ministry of Education dan
Culture. On its implementation, the practice in filling in online school self
evaluation instrument was not perfectly done suit to the manual book hence the
data resulted not absolutely reflect the real school condition yet.
As qualitative research, this research aimed at knowing the practice in
filling in online school self evaluation instrument in SDN 3 Banjarangkan,
Klungkung Regency, factors that influenced the practice in filling in online
school self evaluation instrument in SDN 3 Banjarangkan, Klungkung Regency,
and also figure out the impact and interpreted the meaning of influenced the
practice in filling in online school self evaluation instrument in SDN 3
Banjarangkan, Klungkung Regency.
Theories used in this research were theory of practice, theory of education
for freedom, theory of hegemony, and theory of semiotic. This research used
qualitative method. Data gathered by using observation technique, interview, and
document study. Technique of determining the informant was done through
purposive sampling, where as instrument by researcher herself by using interview
manual, supported with note book and recorder.
Analysis on collected data showed that the practice of filling in online
school self evaluation instrument started form preparation process, and practice
of filling in school self assessment instrument (school self evaluation instrument
filling for teachers, students and headmaster). Factors that influenced were the
availability of adequate facilities, the lack of competence in using computers, the
lack of understanding toward school self evaluation and National Standard of
Education, the lack of school commitment in implementing school self
evaluation, and the lack of local government support.
There were two impacts and five meanings that could be interpreted from
this research. Those impacts were positive and negative. Positive impacts such as
headmaster‟s and teachers‟ NUPTK permanently active, school has the profile of
quality achievement toward National Standard of Education, provided data for
Education Department of Klungkung Regency, and composed quality map and
achievement toward Education National Standard. Negative impacts such as
teachers were more motivated in NUPTK data collection rather than the
substantial meaning of school self assessment, students did not have any
opportunity in understanding school self assessment, and result data of school
self evaluation instrument filling did not reflect the real school condition. While
meanings viewed in the practice in filling in online school self evaluation
instrument were meaning of education quality assurance, meaning of
xi
collaboration, meaning of hegemony, meaning of resistence, and meaning of
imaging.
Key words: practice, school self evaluation, SDN No. 3 Banjarangkan, PADAMU
NEGERI.
xii
RINGKASAN
Evaluasi Diri Sekolah (EDS) merupakan sebuah program yang digulirkan
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan (BPSDMPK-PMP) sebagai sebuah strategi untuk melakukan
penjaminan mutu di sekolah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 63
Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) mewajibkan
seluruh sekolah yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
melakukan penjaminan mutu.
Kemajuan teknologi dan informasi menjadi alasan pemerintah
mengeluarkan kebijakan pelaksanaan EDS tahun 2013 di sekolah dilakukan
secara online yang diintegrasikan dengan pendataan Nomor Unik Pendidik dan
Tenaga Kependidikan. Ketersediaan sarana teknologi dan informasi yang
mendukung tanpa disertai dengan kemampuan sumber daya manusia menjadi
salah satu faktor praktik pengisian instrumen EDS online tidak bisa dilakukan
sesuai dengan petunjuk yang ada pada buku pedoman.
Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di SDN No 3
Banjarangkan Kabupaten Klungkung. Praktik pengisian instrumen EDS online
yang belum sesuai dengan petunjuk pada buku pedoman, pengisian instrumen
yang tidak dilakukan secara realtime, pengisian instrumen EDS siswa yang
dilakukan oleh orangtua, dan pengisian instrumen tanpa disertai dengan dokumen
pendukung yang mengakibatkan hasil pengisian instrumen EDS tidak
mencerminkan kondisi sekolah yang sebenarnya.
xiii
Penelitian ini difokuskan kepada tiga rumusan masalah, yakni (1)
bagaimana praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan,
Kabupaten Klungkung ?, (2) Faktor-faktor apa yang memengaruhi praktik
pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan, Kabupaten
Klungkung ?, dan (3) Bagaimana dampak dan makna praktik pengisian instrumen
EDS online di SDN No 3 Banjarangkan, Kabupaten Klungkung ?
Secara umum penelitian ini dilakukan untuk memahami secara mendalam
dan kritis mengenai praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3
Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Data penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen. Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan teori praktik dari Piere Bourdieu, teori
pendidikan untuk pembebasan dari Paulo Freire, teori hegemoni dari Antonio
Gramsci, dan teori semiotika dari Ferdinand de Saussure.
Analisis terhadap data yang dikumpulkan menunjukkan praktik pengisian
instrumen EDS online dimulai dari proses persiapan, dan praktik pengisian
instrumen EDS (pengisian instrumen EDS guru, siswa, dan kepala sekolah).
Faktor-faktor yang memengaruhi praktik pengisian instrumen EDS online
tersebut adalah ketersediaan sarana pendukung yang memadai, kurangnya
kemampuan menggunakan komputer, kurangnya pemahaman terhadap EDS dan
Standar Nasional Pendidikan (SNP), kurangnya komitmen sekolah melaksanakan
EDS, dan kurangnya dukungan pemerintah daerah.
Dampak dari praktik pengisian instrumen EDS online ini dibagi menjadi dua
yakni dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif ditunjukkan dengan
xiv
NUPTK kepala sekolah dan guru menjadi aktif secara permanen, sekolah memiliki
profil mutu capaian SNP, tersedianya data bagi Dinas Pendidikan untuk
merencanakan program pendidikan di kabupaten, dan tersusunnya peta mutu capaian
SNP. Sedangkan dampak negatif adalah guru lebih termotivasi kepada NUPTK
daripada pengisian instrumen EDS online, siswa tidak memiliki kesempatan untuk
memahami EDS, dan hasil pengisian instrumen EDS online belum mencerminkan
kondisi sekolah yang sebenarnya. Adapun makna yang tampak dari praktik pengisian
instrumen EDS online ini adalah makna penjaminan mutu pendidikan, makna
kerjasama, makna hegemoni, makna resistensi, dan makna pencitraan.
Agar pelaksanaan EDS online di masa yang akan datang lebih baik dan
sesuai dengan yang diharapkan, dapat diberikan beberapa saran. Pertama,
pemerintah pusat dalam menggulirkan program hendaknya memperhatikan
kondisi dan kesiapan sekolah terlebih dahulu. Kedua, pendidik dan tenaga
kependidikan (PTK) khususnya guru agar lebih meningkatkan kompetensi dalam
bidang teknologi terutama penggunaan komputer. Ketiga, pemerintah daerah,
khususnya Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga hendaknya menghilangkan
pandangan yang membedakan program pusat dan program daerah, sehingga
tercipta sinergi yang positif untuk membangun pendidikan yang bermutu.
xv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................... ix
ABSTRACT .................................................................................................... x
RINGKASAN TESIS .................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xx
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xxi
GLOSARIUM ............................................................................................... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 8
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................. 9
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 9
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 9
1.4.1 Manfaat Teoretis ............................................................................. 10
xvi
1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
MODEL PENELITIAN ................................................................................. 11
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................ 11
2.2 Konsep ............................................................................................ 16
2.2.1 Praktik Pengisian Instrumen Evaluasi Diri Sekolah Online ........... 16
2.2.2 Program Evaluasi Diri Sekolah ...................................................... 17
2.2.3 Sekolah Dasar Negeri Nomor 3 Banjarangkan .............................. 18
2.3 Landasan Teori ............................................................................... 19
2.3.1 Teori Praktik ................................................................................... 19
2.3.2 Teori Pendidikan untuk Pembebasan ............................................. 22
2.3.3 Teori Hegemoni .............................................................................. 23
2.3.4 Teori Semiotika .............................................................................. 25
2.4 Model Penelitian ............................................................................. 27
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 29
3.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 29
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................ 32
3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 33
3.4 Instrumen Penelitian ....................................................................... 34
3.5 Teknik Penentuan Informan ........................................................... 35
3.6 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 36
3.7 Teknik Analisis Data ...................................................................... 38
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ............................................ 40
BAB IV PROFIL SDN NO 3 BANJARANGKAN ...................................... 41
xvii
4.1 Letak Geografis SDN No 3 Banjarangkan ..................................... 41
4.2 Identitas Sekolah ............................................................................ 42
4.3 Visi dan Misi Sekolah .................................................................... 43
4.4 Kondisi Siswa ................................................................................. 46
4.5 Kondisi Guru dan Pegawai Administrasi ....................................... 47
4.6 Ketersediaan Sarana dan Prasarana ................................................ 49
4.6.1 Sarana ............................................................................................. 49
4.6.2 Prasarana ......................................................................................... 52
4.7 Prestasi Siswa ................................................................................. 64
4.8 Hasil Evaluasi Diri Sekolah SDN No 3 Banjarangkan .................. 67
BAB V PRAKTIK PENGISIAN INSTRUMEN EDS ONLINE DI SDN
NO 3 BANJARANGKAN ............................................................................ 70
5.1 Persiapan Teknis dan Sumber Daya Manusia ................................ 70
5.1.1 Persiapan Teknis ............................................................................. 70
5.1.2 Persiapan Sumber Daya Manusia ................................................... 82
5.2 Aktivasi Akun ................................................................................ 85
5.3 Praktik Pengisian Instrumen EDS Online ...................................... 92
5.3.1 Praktik Pengisian Instrumen EDS Online oleh Guru ..................... 97
5.3.2 Praktik Pengisian Instrumen EDS Online oleh Siswa .................... 102
5.3.3 Praktik Pengisian Instrumen EDS Online oleh Kepala Sekolah .... 109
BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK
PENGISIAN INSTRUMEN EDS ONLINE DI SDN NO 3
BANJARANGKAN ...................................................................................... 111
6.1 Ketersediaan Sarana Pendukung yang Memadai ........................... 111
6.2 Kurangnya Kemampuan Menggunakan Komputer ........................ 112
xviii
6.3 Kurangnya Pemahaman terhadap EDS dan SNP ........................... 115
6.4 Kurangnya Komitmen Sekolah Melaksanakan EDS ...................... 120
6.5 Kurangnya Dukungan Pemerintah Daerah ..................................... 127
BAB VII DAMPAK DAN MAKNA PRAKTIK PENGISIAN
INSTRUMEN EDS ONLINE DI SDN NO 3 BANJARANGKAN ............ 129
7.1 Dampak Praktik Pengisian Instrumen EDS Online ..................... 129
7.1.1 Dampak Positif Praktik Pengisian Instrumen EDS Online ......... 129
7.1.1.1 NUPTK Kepala Sekolah dan Guru menjadi Aktif Permanen ..... 130
7.1.1.2 Sekolah Memiliki Profil Mutu Capaian SNP .............................. 131
7.1.1.3 Tersedianya Data bagi Dinas Pendidikan untuk Merencanakan
Program Pendidikan di Kabupaten .............................................. 132
7.1.1.4 Tersusunnya Peta Mutu Capaian SNP Tingkat Provinsi dan
Nasional ....................................................................................... 133
7.1.2 Dampak Negatif Praktik Pengisian Instrumen EDS Online ........ 136
7.1.2.1 Guru Lebih Termotivasi kepada NUPTK daripada Pengisian
Instrumen EDS online ................................................................. 136
7.1.2.2 Siswa Tidak Memiliki Kesempatan untuk Memahami EDS ....... 137
7.1.2.3 Hasil Pengisian Instrumen EDS Online belum Mencerminkan
Kondisi Sekolah yang Sebenarnya .............................................. 139
7.2 Makna Praktik Pengisian Instrumen EDS Online ...................... 141
7.2.1 Makna Penjaminan Mutu Pendidikan ......................................... 141
7.2.2 Makna Kerjasama ........................................................................ 143
7.2.3 Makna Hegemoni ........................................................................ 144
7.2.4 Makna Resistensi ......................................................................... 147
7.2.5 Makna Pencitraan ........................................................................ 149
7.3 Refleksi ........................................................................................ 151
xix
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 155
8.1 Simpulan ...................................................................................... 155
8.2 Saran ............................................................................................ 157
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 159
LAMPIRAN .................................................................................................. 164
xx
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Hubungan antara masalah penelitian, sumber data,
teknik, dan instrumen penelitian ................................................... 38
Tabel 4.1 Kondisi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Tingkatan Kelas Tahun 2013/2014 .............................................. 47
Tabel 4.2 Kondisi Guru dan Pegawai Administrasi Berdasarkan
Kualifikasi Pendidikan ................................................................. 48
Tabel 4.3 Ketersediaan Buku ........................................................................ 50
Tabel 4.4 Kondisi Perlengkapan Kelas ......................................................... 51
Tabel 7.1 Capaian SNP Jenjang SD di Provinsi Bali ................................... 135
xxi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Lokasi SDN No 3 Banjarangkan ........................................... 41
Gambar 4.2 Identitas SDN No 3 Banjarangkan ........................................ 43
Gambar 4.3 Visi dan Misi Sekolah ........................................................... 45
Gambar 4.4 Ruang Guru ........................................................................... 54
Gambar 4.5 Ruang IT ................................................................................ 55
Gambar 4.6 Ruang Perpustakaan .............................................................. 56
Gambar 4.7 Ruang UKS ............................................................................ 57
Gambar 4.8 Kantin Sekolah ...................................................................... 58
Gambar 4.9 Ruang Kelas 1,2, dan 3 .......................................................... 59
Gambar 4.10 Ruang Kelas Va ..................................................................... 60
Gambar 4.11 Halaman Sekolah ................................................................... 62
Gambar 4.12 Tempat Ibadah ....................................................................... 63
Gambar 4.13 Denah SDN No 3 Banjarangkan ............................................ 64
Gambar 4.14 Lomba Macepat Putra tahun 2012 ......................................... 67
Gambar 5.1 Integrasi Pelaksanaan NUPTK dan EDS ............................... 75
Gambar 5.2 Alur VerVal Level 1 .............................................................. 76
Gambar 5.3 Alur Verifikasi dan Validasi Formulir A01 ........................... 78
Gambar 5.4 Halaman SIAP Online untuk Aktivasi Akun ........................ 86
Gambar 5.5 Halaman Aktivasi Akun Sekolah .......................................... 87
Gambar 5.6 Profil SDN No 3 Banjarangkan ............................................. 88
Gambar 5.7 Halaman Aktivasi Akun PTK ................................................ 90
xxii
Gambar 5.8 Komponen Instrumen EDS Online ........................................ 96
Gambar 5.9 Alur Aktivasi dan VerVal Level 2 ......................................... 98
Gambar 5.10 Halaman Login Siswa pada Layanan PADAMU NEGERI .. 103
Gambar 5.11 Halaman SIAP PADAMU untuk Siswa ................................ 104
Gambar 5.12 Contoh Pertanyaan pada Instrumen EDS Online Siswa ........ 105
Gambar 5.13 Tampilan Layanan PADAMU NEGERI Setelah pengisian
Instrumen EDS Online Siswa……………………………... 108
Gambar 7.1 Profil Mutu Capaian SNP SDN No 3 Banjarangkan ............. 131
Gambar 7.2 Sebaran SD Sasaran EDS Tahun 2013 ................................. 134
Gambar 7.3 Capaian Pemenuhan Standar Jenjang SD Tingkat Nasional . 135
xxiii
GLOSARIUM
habitus : kebiasaan, penampilan yang merupakan hasil dari
aktivitas sosial.
hegemoni : pengaruh kepemimpinan atau dominasi kekuasaan
inferensi : membuat kesimpulan berdasarkan fakta
internalisasi : penanaman nilai ke dalam jiwa seseorang
login : proses masuk ke jaringan komputer
makidung : menembang dalam bahasa Bali
observasi : pengamatan langsung terhadap suatu obyek
online : terhubung dengan internet
padmasana : tempat pemujaan agama Hindu, tempat menstanakan
Tuhan Yang Maha Esa
ranah : ruang atau wilayah atau lingkungan terjadinya
sesuatu
realtime : kondisi pengoperasian suatu perangkat internet yang
dibatasi oleh rentang waktu
resistensi : perlawanan yang dilakukan dengan cara halus atau
diam-diam
stakeholders : para pihak yang memiliki kepentingan dalam
pendidikan.
updating : pembaruan
verifikasi : pemeriksaaan kebenaran data
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan yang bermutu, dalam arti menghasilkan lulusan yang sesuai
dengan harapan masyarakat, baik dalam kualitas pribadi, moral, pengetahuan
maupun kompetensi kerja menjadi syarat mutlak dalam kehidupan masyarakat
global yang terus berkembang. Dalam merealisasikan pendidikan yang bermutu
dituntut penerapan program mutu yang terfokus pada upaya-upaya
penyempurnaan mutu seluruh komponen dan kegiatan pendidikan. Banyak
masalah mutu dihadapi dalam dunia pendidikan, seperti mutu lulusan, mutu
pengajaran, bimbingan dan latihan dari guru-guru, serta mutu profesionalisme
dan kinerja guru. Mutu-mutu tersebut terkait dengan mutu manajerial para
pemimpin pendidikan, keterbatasan dana, sarana dan prasarana, fasilitas
pendidikan, media, sumber belajar, alat dan bahan latihan, iklim sekolah,
lingkungan pendidikan, serta dukungan dari pihak-pihak yang terkait dengan
pendidikan. Semua kelemahan mutu dari komponen pendidikan tersebut berujung
pada rendahnya mutu lulusan.
Rendahnya mutu pendidikan merupakan tanggungjawab seluruh
komponen masyarakat untuk bersama-sama melaksanakan perbaikan dan
peningkatan mutu pendidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 (3) menyebutkan Sistem
2
Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Lebih lanjut
pada pasal 4 (6) menyatakan pendidikan diselenggarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan.
Dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan digunakan
Standar Nasional Pendidikan (SNP). Pasal 1 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 menyatakan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Lebih lanjut pada pasal 3 disebutkan Standar Nasional Pendidikan
berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Tujuan Standar Nasional Pendidikan dijelaskan pada pasal 4 yang menyatakan
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat. Seiring dinamika masyarakat dan
perkembangan jaman, dan guna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional diperlukan komitmen nasional untuk meningkatkan mutu dan daya saing
bangsa melalui pengaturan kembali Standar Nasional Pendidikan melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 sehingga susunan Standar Nasional
Pendidikan adalah (1) Standar Kompetensi Lulusan, yaitu kriteria mengenai
kualifikasi kemampuan lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
(2) Standar Isi yaitu kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat
3
kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. (3) Standar Proses yaitu kriteria mengenai pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi
Lulusan. (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan yaitu kriteria mengenai
pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental serta pendidikan dalam
jabatan. (5) Standar Sarana dan Prasarana yaitu kriteria mengenai ruang belajar,
tempat berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel
kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi. (6) Standar Pengelolaan yaitu kriteria
mengenai perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi atau nasional agar tercapai
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. (7) Standar Pembiayaan
yaitu kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan
yang berlaku selama satu tahun. (8) Standar Penilaian Pendidikan, memuat
kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik (PP No. 32 Th 2013: ps. 5-12).
Seluruh jenjang satuan pendidikan di Indonesia diharapkan mampu
mencapai SNP. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut
adalah dengan melaksanakan penjaminan mutu pendidikan seperti yang diatur
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP). Pasal 1 ayat 2 peraturan ini
menyebutkan penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu
4
oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program
pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah dan masyarakat untuk menaikkan
tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Salah satu tujuan
penjaminan mutu pendidikan seperti yang tertuang pada pasal 2 (2e) adalah
terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan nonformal berbasis
teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan tersambung yang
menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau
program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi dan
pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Kegiatan penjaminan
mutu pendidikan ini dilakukan oleh satuan pendidikan didukung oleh
penyelenggara pendidikan yang terdiri dari pemerintah kabupaten/kota,
pemerintah provinsi dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Salah satu strategi dalam melakukan penjaminan mutu di satuan
pendidikan (sekolah) adalah dengan melakukan Evaluasi Diri Sekolah (EDS).
Dalam Lampiran Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun 2007
tanggal 23 Mei 2007 dinyatakan bahwa a. Sekolah/Madrasah melakukan evaluasi
diri terhadap kinerja sekolah/madrasah. b. Sekolah/Madrasah menetapkan prioritas
indikator untuk mengukur, menilai kinerja, dan melakukan perbaikan dalam rangka
pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan. c. Sekolah/Madrasah melaksanakan: 1)
evaluasi proses pembelajaran secara periodik, sekurang-kurangnya dua kali dalam
setahun, pada akhir semester akademik; 2) evaluasi program kerja tahunan secara
periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun, pada akhir tahun anggaran
sekolah/madrasah. d. Evaluasi diri sekolah/madrasah dilakukan secara periodik
berdasar pada data dan informasi yang sahih.
5
EDS merupakan program awal dari rangkaian kegiatan yang perlu
dilakukan di sekolah. Idealnya sebuah sekolah mengawali perencanaan
kegiatannya dengan EDS sebab EDS ini merupakan pedoman dan panduan bagi
sekolah untuk membuat program dan perencanaan lainnya. Dengan melakukan
EDS warga sekolah dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan sekolahnya,
sehingga langkah-langkah perbaikan dan titik fokus pengembangan sekolah dapat
dilakukan dengan tepat. Oleh karena itu, EDS dapat lebih efektif dalam
pencapaian mutu pendidikan di sekolah. Kegiatan EDS dilakukan oleh internal
sekolah dibawah bimbingan pengawas sekolah binaan masing-masing. Dengan
pelaksanaan EDS ini diharapkan akan dihasilkan profil mutu sekolah.
Implementasi EDS di sekolah melibatkan beberapa pihak atau instansi
yang terlibat langsung yakni, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan
PMP), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, Pengawas Sekolah, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan
Tingkat Kecamatan, sekolah, serta pendidik dan tenaga kependidikan (PTK).
Setiap instansi memiliki perannya masing-masing dalam proses peningkatan
mutu pendidikan. Lembaga Pejaminan Mutu Pendidikan Provinsi Bali memiliki
peran dan fungsi untuk memfasilitasi penjaminan mutu termasuk di dalamnya
adalah fasilitasi penyelenggaraan EDS. Dalam rangka memfasilitasi ini dilakukan
kolaborasi dengan lembaga yang bertanggungjawab terhadap pendidikan di
daerah, seperti yang dinyatakan oleh Kepala Pejaminan Mutu Pendidikan
6
Provinsi Bali dalam bukunya yang berjudul “Anatomi Penjaminan Mutu di
Provinsi Bali”, sebagai berikut :
“Dalam mengelaborasikan dan mengimplementasikan tugas dan fungsi
ini, langkah pertama adalah melakukan kolaborasi asimetris dengan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga atau lembaga yang bertanggungjawab
dalam pembinaan pendidikan dan kebudayaan di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota di Provinsi Bali. Kolaborasi yang kami lakukan dapat
berupa Rapat Koordinasi, fasilitasi berbagai program Dinas Pendidikan
Kabupaten dan Kota serta Provinsi, dan kerjasama dalam peningkatan
kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) di Provinsi Bali.
Salah satu wujud kolaborasi mutualistik yang kami lakukan adalah
menandatangani komitmen bersama antara LPMP Provinsi Bali dengan
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten dan Kota se-Bali.
Dalam membangun kerjasama itu, kita rasakan sangat penting adanya
dokumen acuan sebagai definisi kerja bersama dalam meyakinkan
berbagai pihak bahwa penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah di
berbagai jenjang pendidikan mengacu kepada suatu Standar Nasional
Pendidikan” (Mariana,2013:viii).
Dilihat dari perkembangannya, program EDS dimulai pada tahun 2010
yang dilakanakan oleh Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan (PPMP), Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan
Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP), Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan yang menyasar 10000 sekolah (satuan pendidikan) di seluruh
Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah sekolah sasaran program EDS terus
mengalami peningkatan. Tahun 2011 menyasar 29000 sekolah, tahun 2012
menyasar 39000 sekolah, dan tahun 2013 menyasar seluruh sekolah se-Indonesia
dari jenjang SD,SMP,SMA dan SMK baik negeri maupun swasta yang berada di
bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Khusus di Provinsi
Bali pada tahun 2010 disasar 57 sekolah jenjang Sekolah Dasar (SD) yang
merupakan sekolah inti, sebagai perwakilan terhadap 57 kecamatan yang ada di
Bali (LPMP Prov. Bali,2010:3). Tahun 2011 bertambah menjadi 1202 sekolah
7
sasaran yang meliputi seluruh sekolah jenjang SD,SMP,SMA dan SMK di
Kabupaten Jembrana, Klungkung dan Karangasem (LPMP Prov. Bali, 2011: 2).
Jumlah sekolah sasaran terus bertambah pada tahun 2012 menjadi 1324 (LPMP
Prov. Bali, 2012 : 1) dan tahun 2013 menjadi 3122 sekolah yang meliputi seluruh
sekolah negeri maupuan swasta dari semua jenjang yang ada di Provinsi Bali,
kecuali sekolah yang berada dibawah naungan Kementerian Agama (LPMP
Prov. Bali,2013: 15).
Sekolah Dasar Negeri No 3 Banjarangkan (SDN No. 3 Banjarangkan)
merupakan salah satu sekolah sasaran program EDS sejak tahun 2010 hingga
2013. Program EDS merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara periodik, jadi
sejak tahun 2010 SDN No 3 Banjarangkan telah empat kali melaksanakan EDS.
Implementasi EDS di sekolah pada tahun 2013 ini adalah dengan pengisian
instrumen yaitu instrumen Evaluasi Diri Sekolah (instrumen EDS) yang
dilakukan secara online yang terintegrasi dengan pendataan Nomor Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Pelaksanaan EDS yang baik dan efektif menjadi salah satu faktor yang
membantu keberhasilan proses pendidikan di sekolah. Selama ini pelaksanaan
EDS selalu diyakini berjalan dengan efektif sehingga hasilnya pun diyakini
sebagai gambaran yang sebenarnya dari kondisi sekolah dalam pencapaiannya
memenuhi SNP. Namun realitanya masih terjadi ketidaksesuaian antara teori
dengan aplikasi di lapangan. Sekolah belum bisa melaksanakan pengisian
instrumen EDS online sesuai dengan petunjuk yang ada pada buku pedoman.
8
Kesenjangan antara teori dan praktik yang terjadi pada pengisian
instrumen EDS online menarik untuk diteliti, dikarenakan selama ini pemerintah
hanya terfokus kepada hasil dan kurang menaruh perhatian kepada bagaimana
praktik pengisian instrumen berlangsung, faktor-faktor yang memengaruhi, serta
dampak dan makna timbul setelah pengisian instrumen EDS online tersebut.
Perhatian terhadap ketiga hal ini penting, agar bisa diketahui kelebihan dan
kelemahan dalam penyelenggaraan program EDS khususnya dalam praktik
pengisian instrumen EDS online sehingga bisa dilakukan perbaikan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Bagaimana praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3
Banjarangkan ?
2. Faktor-faktor yang memengaruhi praktik pengisian instrumen EDS online di
SDN No 3 Banjarangkan ?
3. Bagaimana dampak dan makna praktik pengisian instrumen EDS online di
SDN No 3 Banjarangkan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengenai praktik pengisian insrumen EDS online di
SDN No 3 Banjarangkan ini dibedakan atas tujuan umum dan tujuan khusus.
Masing-masing tujuan tersebut dijelaskan sebagai berikut.
9
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk mengkaji fenomena praktik
pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan agar diperoleh
pemahaman yang lebih mendalam. Dengan melakukan pengkajian diharapkan
mendapat gambaran/potret praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3
Banjarangkan. Potret praktik pengisian instrumen EDS online ini dapat
digunakan sebagai refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pelaksanaan EDS
di masa yang akan datang.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi bagaimana praktik pengisian
instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan.
2. Untuk mengungkap faktor-faktor yang memengaruhi praktik pengisian
instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan.
3. Untuk mengungkap dampak dan menginterpretasi makna dari praktik
pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian terhadap praktik pengisian instrumen EDS online di SDN
No 3 Banjarangkan ini diharapkan memberikan dua manfaat yakni, manfaat
teoretis dan manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut dijelaskan sebagai berikut.
10
1.4.1 Manfaat Teoretis
1. Memberikan wawasan keilmuan yang komprehensif mengenai fenomena
praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan sebagai
sebuah penelitian kritis kajian budaya (critical cultural studies).
2. Menambah referensi penelitian tentang praktik pengisian instrumen EDS
online khususnya yang terjadi di SDN No 3 Banjarangkan.
3. Menjadi pijakan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian tentang
praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan di masa
yang akan datang.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah, khususnya LPMP
Provinsi Bali dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Klungkung, untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program EDS
yang dilakukan secara online, sehingga berbagai kekurangan dan kelemahan
dalam pelaksanaannya bisa diminimalisir.
2. Dasar pemahaman dan penyadaran bagi sekolah bahwa pengisian instrumen
EDS online bukan sekedar formalitas, namun ada tindak lanjut berupa
program perbaikan mutu yang diwujudkan dengan tindakan nyata melalui
penyusunan rencana kerja sekolah (RKS).
Sebagai bahan masukkan bagi pemerintah melakukan pembinaan kepada
sekolah dalam rangka membangun budaya penjaminan mutu yang dilakukan
secara mandiri (internally driven).
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan penelaahan terhadap bahan bacaan yang secara
khusus berkaitan dengan objek yang sudah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya
adalah untuk menemukan aspek, dimensi lain di luar masalah yang sudah
dibicarakan/diteliti oleh orang lain (Ratna,2010:276). Pada penelitian ini dikaji
empat hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Keempat hasil
penelitian yang dikaji masih memiliki keterkaitan dengan masalah evaluasi dan
peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Sebagai langkah awal dalam penelitian ini dilakukan kajian pustaka
terhadap sebuah disertasi susunan I Gusti Lanang Wiratma (2013) yang berjudul
“Pengelolaan Pembelajaran Kimia Pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1
Gianyar : Dekonstruksi Implementasi Standar Proses”. Penelitian ini mengkaji
tentang pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Gianyar dan SMAN 1
Singaraja dalam rangka mendekonstruksi makna dibaliknya. Paradigma kajian
budaya yang digunakan dalam penelitian ini membongkar bagaimana bentuk
pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Gianyar dan SMAN 1 Singaraja,
fakor-faktor yang memengaruhi dampak dan makna dari pengelolaan
pembelajaran kimia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa guru kimia
dalam memberikan pembelajaran kimia tidak mempersiapkan diri dengan
12
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai yang disyaratkan oleh standar
proses pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Penelitian yang dilakukan di atas memiliki persamaan dengan penelitian
tentang praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan.
Persamaannya yaitu mengkaji penerapan standar nasional pendidikan di sekolah
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan sesuai yang diamanatkan oleh PP
No 19 Tahun 2005 jo PP No 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Perbedaannya, penelitian ini lebih memfokuskan kepada standar
proses khusunya standar proses pembelajaran kimia sedangkan penelitian di SDN
No 3 Banjarangkan memfokuskan kepada upaya pemenuhan SNP dengan
melakukan evaluasi diri sekolah (EDS). Meskipun memiliki perbedaan,
penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Lanang Wiratma ini memberikan referensi
bagi penelitian yang dilakukan di SDN No 3 Banjarangkan bahwa upaya
pencapaian SNP di sekolah masih belum memenuhi harapan dan belum berjalan
dengan semestinya.
Kajian kedua adalah disertasi dari I Made Jiwa (2010) yang meneliti
“Hubungan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kecerdasan Emosional Guru
dan Kompetensi Guru dengan Keefektifan Sekolah pada Sekolah Menengah
Pertama Negeri di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan struktural antara kepemimpinan kepala sekolah,
kecerdasan emosional guru, kompetensi guru dengan keefektifan sekolah pada
Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali serta
memperoleh kejelasan hubungan struktur antara variabel-variabel baik secara
13
langsung maupun tidak langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kondisi dan keefektifan pengelolaan pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama
Negeri di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali belum dapat dilaksanakan secara
maksimal sesuai dengan harapan. Hal ini dikarenakan kesenjangan antara kriteria
sekolah efektif dengan kenyataan di lapangan masih lebar yang dapat dilihat pada
aspek : (1) dukungan, yakni lemahnya dukungan orangtua siswa baik dari sosial
ekonomi, komunikasi maupun dukungan moral dan motivasi belajar pada putra-
putri mereka. (2) Kondisi-kodisi internal yang memungkinkan terciptanya
pengelolaan pendidikan efisien dan efektif belum nampak maksimal. (3) Iklim
sekolah yang menyangkut kemampuan guru khususnya pada kecakapan individu
(personal skill) dan kecakapan sosial (social skill) masih rendah, yang perlu
ditingkatkan agar mampu mengelola kurikulum dengan baik merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran, serta mengevaluasi dan menindaklanjuti hasil
belajar siswa. (4) Variasi proses pembelajaran belum optimal. Kondisi ini
disebabkan karena keterampilan pedagogik sosial dan profesional guru masih
rendah. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan di SDN No 3
Banjarangkan adalah sama-sama mengkaji kepemimpinan kepala sekolah dan
kompetensi guru dalam mewujudkan dan meningkatkan efektivitas kerja di
sekolah sehingga meningkatkan mutu sekolah. Perbedaannya, penelitian ini
memfokuskan kepada kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru dalam
membangun efektivitas kerja sedangkan pada penelitian di SDN No 3
Banjarangkan memfokuskan kepada peran kepemimpinan dan kompetensi kepala
sekolah dan guru dalam praktik pengisian instrumen EDS online. Komitmen dan
14
kompetensi kepala sekolah dan guru dalam bidang teknologi merupakan salah
satu faktor yang memengaruhi praktik pengisian instrumen EDS online di SDN
No 3 Banjarangkan.
Kajian pustaka ketiga sebuah disertasi dari Wayan Paramartha (2010)
yang berjudul “Hubungan Karakteristik Sekolah, Partisipasi Masyarakat, Iklim
Sekolah dan Kemampuan Manajemen dengan Keefektifan Sekolah pada Sekolah
Menengah Atas Negeri di Provinsi Bali”. Pada penelitian ini keefektifan sekolah
dilihat dari segi input, proses, ouput dan hubungan antar faktor tersebut. Salah
satu konsekuensi dari manajemen berbasis sekolah adalah menuntut kemampuan
manajemen sekolah melalui dukungan partisipasi masyarakat sebagai
stakeholder. Dukungan ini sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan
keefektifan sekolah yang berorientasi pada peningkatan mutu. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan di SDN No 3 Banjarangkan
adalah sama-sama mengkaji karakteristik sekolah, partisipasi masyarakat, iklim
sekolah dan kemampuan manajemen berperan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Perbedaannya pada penelitian ini diteliti tentang hubungan
karakteristik, partisipasi masyarakat, iklim sekolah dan kemampuan manajemen
dengan keefektivan sekolah, sedangkan pada penelitian di SDN No 3
Banjarangkan diteliti tentang partisipasi sekolah dalam pengisian instrumen EDS
online. Partisipasi seluruh komponen dan kemampuan manajemen sekolah
menjadi faktor penting dalam praktik pengisian instrumen EDS online di SDN
No 3 Banjarangkan.
15
Kajian terakhir adalah sebuah tesis dari I Putu Pranatha Sentosa (2012)
dengan judul “Studi Evaluasi Pelaksanaan Program Manajemen Berbasis Sekolah
(Studi pada Tiga Sekolah Menengah Pertama yang Sebelumnya menjadi Rintisan
Program Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di Kabupaten
Jembrana)”. Pada hasil penelitian disebutkan bahwa salah satu indikator dalam
peningkatan mutu pendidikan adalah manajemen sekolah. Manajemen sekolah
memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan dan cara memanfaatkan
sumber daya yang ada di sekolah. Manajemen berbasis sekolah adalah strategi
untuk meningkatakan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan
pengambilan keputusan penting dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah,
sehingga sekolah menjadi unit pengambilan keputusan penting tentang
penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. Menajemen berbasis sekolah
memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru,
murid dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh I Putu Pranatha Sentosa di atas memiliki
persamaan dengan penelitian di SDN No 3 Banjarangkan, yakni sama-sama
melihat peranan manajemen sekolah dalam menentukan susksesnya
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Perbedaannya adalah pada penelitian ini
memfokuskan pada kewenangan kepala sekolah dalam pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara mandiri, sedangkan
pada penelitian di SDN No 3 Banjarangkan difokuskan kepada komitmen kepala
sekolah melaksanakan upaya penjaminan mutu melalui pengisian instrumen EDS
online.
16
Seluruh kajian pustaka di atas memberikan referensi pada penelitian
tentang praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan.
Manajemen sekolah, kompetensi guru dan kepala sekolah, serta partisipasi
anggota sekolah yang semuanya turut memegang peranan dalam praktik
pengisian instrumen EDS online.
2.2. Konsep
Setiap kata adalah konsep, bahkan setiap simbol yang memiliki makna
tertentu adalah konsep (Ratna,2010:108). Pada penelitian ini digunakan tiga
konsep yakni Praktik Pengisian Instrumen Evaluasi Diri Sekolah Online,
Program Evaluasi Diri Sekolah, dan Sekolah Dasar Negeri Nomor 3
Banjarangkan.
2.2.1 Praktik Pengisian Instrumen Evaluasi Diri Sekolah Online
Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “praktik” diartikan sebagai
pelaksanaan secara nyata apa yang disebut di teori
(www.kamusbahasaindonesia.org). Praktik pengisian instrumen EDS online
adalah proses pengisian instrumen EDS online sesuai dengan ketentuan yang
berlaku yang ada pada buku Pedoman Pelaksanaan Penjaminan Mutu yang
dikeluarkan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan
Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Instrumen EDS online merupakan
alat utama yang digunakan dalam pelaksanaan program EDS untuk memperoleh
17
serangkaian informasi tentang tingkat pencapaian sekolah terhadap SNP.
Instrumen EDS online disusun oleh BPSDMPK-PMP, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (BPSDMPK-PMP; 2013: 19).
Secara operasional praktik pengisian instrumen EDS online merupakan
keseluruhan proses yang dilakukan oleh guru, siswa, dan kepala sekolah dalam
melakukan pengisian instrumen EDS online. Proses tersebut mengacu kepada
ketentuan yang ada pada buku pedoman, salah satunya adalah melakukan
pengisian instrumen secara realtime terhubung langsung dengan internet.
2.2.2 Program Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
EDS yang dalam bahasa Inggris disebut dengan School Self Evaluation
(SSE) merupakan sebuah program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui BSDMPK-PMP dalam rangka penjaminan dan peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia. EDS adalah suatu proses yang memberikan
tanggungjawab kepada sekolah untuk mengevaluasi kemajuan mereka sendiri dan
mendorong sekolah untuk menetapkan prioritas peningkatan mutu sekolah
(BPSDMPK-PMP,2013:17).
EDS bersifat sistemik yang sangat penting dalam sistem pengembangan
pendidikan nasional karena dengan melaksanakan program EDS sekolah
berperan dalam membangun informasi pendidikan nasional terutama dalam
memotret kinerja sekolah dalam penerapan 8 SNP. Informasi yang terbangun
menjadi dasar perencanaan peningkatan mutu berkelanjutan dan pengembangan
kebijakan pendidikan pada tingkat kab/kota, provinsi dan nasional. Melalui
18
program EDS, sekolah bisa mengukur seberapa baik kinerja yang dimiliki
sekolah dan mencari cara untuk meningkatkan kinerjanya (PSDMPK-
PMP,2013,10-11).
Tujuan utama program EDS adalah agar sekolah mengevaluasi mutu
pendidikan yang mereka berikan berdasarkan idikator dalam SNP dan untuk
mengetahui kelebihan mereka dan mengidentifikasi bidang yang membutuhkan
perbaikan. Informasi yang diperoleh kemudian dipergunakan untuk perencanaan
dan memprioritaskan program perbaikan dan pengembangan sekolah. Proses ini
menyediakan informasi mengenai tingkatan standar dan mutu di sekolah yang
dapat diberikan melalui sistem data yang akan mengarahkan data tersebut untuk
perencanaan pada tingkat kabupaten, provinsi dan nasional.
2.2.3 Sekolah Dasar Negeri Nomor 3 Banjarangkan
Dalam konsep Sekolah Dasar Negeri Nomor 3 Banjarangkan yang
selanjutnya akan disingkat SDN No 3 Banjarangkan, ada tiga penggalan kata
yang dijelaskan yakni Sekolah Dasar Negeri, Nomor 3, dan Banjarangkan. Pada
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 17
disebutkan (1) Pendidikan Dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah, (2) Pendidikan Dasar berbentuk Sekolah Dasar
(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajad serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain
yang sederajad (UU Sisdiknas Tahun 2003).
19
”Negeri” merupakan status sekolah yang sepenuhnya dimiliki oleh
pemerintah Republik Indonesia. Jadi Sekolah Dasar Negeri merupakan jenjang
pendidikan dasar yang pengelolaan dan tanggungjawabnya berada dibawah
naungan Pemerintah Republik Indonesia yang dalam hal ini Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Kata ”nomor” menunjukkan urutan dan angka 3
(tiga) yang tercantum setelah kata nomor sebagai penanda ketiga sekolah tersebut
didirikan di suatu wilayah. Banjarangkan merupakan sebuah wilayah kecamatan
yang ada di Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, tempat sekolah itu berada.
Secara keseluruhan konsep Sekolah Dasar Negeri Nomor 3 Banjarangkan dapat
disimpulkan pendidikan jenjang dasar ketiga dibawah tanggungjawab
Kementerian Pendidikan Kebudayaan yang didirikan di Kecamatan
Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali.
2.3 Landasan Teori
Untuk menjawab pertanyaan yang tersaji dalam rumusan masalah,
digunakan empat buah teori yaitu teori praktik dari Piere Bourdieu, teori
pendidikan untuk pembebasan dari Paulo Freire, teori hegemoni dari Antonio
Gramsci, dan teori semiotika dari Ferdinand De Saussure. Masing-masing teori
tersebut akan dijelaskan satu persatu di bawah ini.
2.3.1 Teori Praktik
Teori praktik merupakan gagasan pemikiran Bourdieu sebagai produk
dari relasi habitus sebagai produk sejarah, dan ranah yang juga produk sejarah,
20
dimana dalam ranah ada pertaruhan, kekuatan-kekuatan serta orang yang banyak
memiliki modal, serta orang yang tidak memiliki modal. Pengaruh-pengaruh
yang membentuk pemikiran Bourdieu sangat beragam karena menggabungkan
sosiologi, antropologi, dan filsafat. Bukunya yang paling terkenal adalah
Distinction : A Social Critique of the Judgement of Teste (dalam Harker,R.dkk,
2009:x).
Di bidang sosiologi, Bourdieu lebih dikenal sebagai pakar sosiologi
pendidikan. Bourdieu mengkaji berbagai struktur kuasa dalam pengajaran. Dia
menggambarkan sekolah sebenarnya mereproduksi pembagian cultural
masyarakat dengan berbagai cara yang kelihatan dan tidak, di samping
netralitasnya yang tampak. Sekolah, dalam pemikiran Bourdieu merupakan
penggunaan kekerasan simbolik untuk melegitimasi tatanan sosial yang berlaku
atau absah (Harker,R.dkk, 2009:x).
Dalam bukunya yang paling berpengaruh In Other Words : Essays
Toward a Reflexive Sosiology (dalam Edkins J dan Williams,NV, 2010:139)
Bourdieu menggambarkan bahwa apa yang dikatakan dan dilakukan orang pada
dasarnya adalah sesuatu yang lain daripada sekedar refleksi dari apa yang terjadi
di benak mereka atau sekedar produk dari struktur sosial dan struktur.
Habitus adalah konsep yang dikembangkan Bourdieu untuk memahami
sumber-sumber budaya terhadap subjektivitas dari para aktor sosial. Habitus
merupakan “orientasi semi sadar” (meskipun bukan bawaan) yang dimiliki oleh
individu terhadap dunia. Orientasi ini membentuk landasan bagi praktik. Habitus
bersifat tahan lama dan bisa berpindah dan berfungsi di level setengah sadar
21
sebagai pembangkit prinsip dan pengatur praktik dan representasi. Terdapat dua
poin penting tentang habitus yaitu pertama, habitus menjiwai tindakan kolektor-
kolektor sosial maupun individual. Aktor-aktor yang memiliki posisi sama dalam
bidang tertentu cenderung mengembangkan disposisi serupa dan dengan
demikian melakukan praktik-praktik serupa. Kedua, habitus memainkan peran
sentral dalam keawetan hirarki. Konsep habitus Bourdieu memberi perspektif
yang jelas terhadap asal usul budaya dari suatu aksi sosial (Edkins.J dan
Williams,NV, 2010:141).
The field atau ranah merupakan konsep penting lainnya dalam teori
praktik Bourdieu. Konsep field menurut Bourdieu adalah “semesta sosial
tertentu” yang didefinisikan oleh “stakes” (“enjeux”) atau “pertaruhan” tempat
para aktor sosial saling bersaing. Bourdieu menggambarkan field sebagai dunia
sosial yang terus menerus dalam proses diferensial progresif dan jumlah dari
kendala struktur pada tindakan para anggotanya. Dalam field terjadi perjuangan
yang para aktornya bersaing untuk mendapatkan berbagai bentuk sumber daya
material maupun power simbolis (Edkins.J dan Williams,NV, 2010:142).
Konsep capital (modal) dalam pandangan Bourdieu memiliki dua
dimensi. Pertama, capital merupakan pertaruhan para peserta di field yang
senantiasa melakukan perjuangan. Kedua, konsep itu terdiri dari sumber-sumber
yang dimobilisasi oleh para peserta yang sama dalam upaya mereka mengejar
tujuan-tujuan. Maka dari itu capital adalah berbagai bentuk power dalam field
tertentu. Capital bisa mengambil berbagai bentuk. Capital bisa berupa modal
ekonomi dalam hal kepemilikan harta benda dan sumber-sumber keuangan. Akan
22
tetapi, capital juga dapat berbentuk “modal budaya” atau “modal simbolik”
(Edkins.J dan Williams,NV,2010:142). Teori praktik Bourdieu digunakan untuk
mengkaji rumusan masalah pertama pada penelitian ini yaitu praktik pengisian
instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan.
2.3.2 Teori Pendidikan untuk Pembebasan
Teori pendidikan untuk pembebasan dikemukakan oleh Paulo Freire. Ia
dilahirkan di Recife, Brasil timur laut, pada 19 September 1921. Bagi Freire,
kebanyakan hubungan sosial dalam masyarakat kapitalis didasarkan pada
hubungan penindasan. Freire melihat praktik pendidikan yang terjadi lebih
tampak sebagai alat hegemoni penguasa untuk mempertahankan status quo.
Perjalanan sejarah yang membentuk masyarakat berkelas pada akhirnya
menggunakan perangkat pendidikan untuk melegitimasi kekuasaan, di mana
peserta didik dilatih dan didoktrin untuk mengikuti dan menuruti ideologi kelas
penguasa. Dalam konteks Brasil tempat Freire mengembangkan teori dan
praktiknya, kenyataan tersebut adalah ketidakadilan ekonomi, sosial, dan politik
yang luas dimana jutaan orang tidak memiliki modal ekonomi, sosial, dan
pendidikan. Freire mendesak perlunya sebuah konsepsi baru mengenai
pendidikan yang bersumber dari pemikiran dan pandangan dunia yang sangat
berbeda dan membutuhkan pendekatan epistemologi yang juga sangat berbeda.
Pendidikan emansipatoris bagi Freire tidak pernah merupakan suatu
transmisi pengetahuan yang sederhana. Mengetahui bukanlah mengumpulkan
fakta dan informasi yang disebutnya “penyimpanan” (banking, diibaratkan seperti
23
menyimpan uang di bank). Mengetahui berarti membentuk diri sebagai subjek
dunia, diri yang mampu menuliskan kembali apa yang telah dibacanya dan
bertindak di dunia ini untuk mengubahnya secara radikal (Palmer, 2010:215).
Teori pendidikan pembebasan dari Paulo Freire ini akan digunakan untuk
membahas rumusan masalah pertama yaitu praktik pengisian instrumen EDS
online dan rumusan masalah kedua yaitu faktor-faktor yang memengaruhi praktik
pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan.
2.3.3 Teori Hegemoni
Teori ini dikemukakan oleh Antonio Gramsci. Gramsci merupakan salah
satu pemikir yang kental mengikuti pemikiran Marxian pada tulisannya dalam
mengkonstruksi teori sosial politik. Antonio Gramsci lahir di Sardinia, Italia,
pada 22 Januari 1891. Karena kemiskinan, pada tahun 1903 Gramsci harus
meninggalkan sekolah dan membantu perekonomian keluarga. Dengan susah
payah dan segala upaya Gramsci mampu melanjutkan pendidikannya hingga
kuliah dan berkenalan dengan bacaan dan aktivitas politik kelompok sosialisme.
Ketika Cagliari – kota tempatnya bersekolah – memburuk, Gramsci mulai
menyadari sejarah masyarakatnya.
Tonggak perubahan hidupnya bermula di Universitas Turin tempatnya
kuliah. Di sana Gramsci berkenalan dengan tokoh-tokoh penting, baik akademisi
maupun politisi, terutama Benedetto Croce, “Godfather” lingkungan intelektual
Italia pada masa itu. Tahun 1913 untuk pertama kalinya Gramsci berhubungan
dengan gerakan sosialis di Turin, dan aktif di jurnalistik mingguan Partai Sosialis
24
sebagai editor, kolumnis dan analis. Tahun 1917 setelah terjadi pemberontakan di
Turin dan ditahannya para pekerja serta pemimpin sosialis, Gramsci terpilih
sebagai Komite Sementara Partai Sosialis. Tahun 1919 Gramsci mendirikan
jurnal L’Ordine Nuovo yang sekaligus menjadi organ Dewan Pabrik, di mana ide-
ide politik Gramsci diluncurkan dan berperan penting dalam persiapan revolusi.
Januari 1921 Partai Sosialis pecah, kemudian berdiri Partai Komunis Italia di
mana Gramsci terpilih sebagai pengurus pusat. Di sini Gramsci berseberangan
dengan sekretaris umumnya, Bordiga, seputar konsep Fasisme yang bagi Gramsci
bukan hanya berbahaya tetapi juga cenderung berkuasa. Fasisme merupakan
sebuah gerakan politik yang didirikan mantan pemimpin Sosialis, Benito
Mussolini.
Pada tahun 1926 Fasis Italia ini memberangus semua publikasi kekuatan
politik kiri, dan Gramsci yang baru dua tahun menjabat sekretaris jenderal PCI
(Partai Komunis Italia) ditangkap dan di penjara. Gramsci beberapa kali pindah
penjara dan baru pada Januari 1929 memperoleh ijin menulis. Tulisan karya
pertamanya “Prison Notebooks” suatu ekspresi yang telah memberikan
sumbangan besar bagi Marxisme dan meletakkan kerangka dasar dan perspektif
baru dalam memahami masalah dan menciptakan revolusi sosialis di Italia dan
dunia modern lain. Gramsci meninggal pada 27 April 1937. Sepuluh tahun
kemudian kumpulan surat-surat Gramsci dari penjara diterbitkan dan berlanjut
dengan terbitnya karya-karya monumental Gramsci (Santoso, 2012: 73-75).
Secara singkat menurut Gramsci, hegemoni berarti suatu situasi tempat
sebuah blok historis dari fraksi-fraksi kelas yang berkuasa menggunakan otoritas
25
sosial dan kepemimpinan atas kelas-kelas subordinatnya dengan cara
mengombinasikan kekuatan dengan persetujuan sadar (consent). Selanjutnya
Gramsci mengatakan “agar yang dikuasai taat pada penguasa, maka yang
dikuasai hendaknya mampu menginternalisasikan nilai-nilai penguasa di samping
memberikan persetujuan atas subordinasi mereka. Dalam hal ini ideologi
dipandang sebagai ide, makna dan praktik yang kendati mengklaim sebagai
kebenaran universal, merupakan peta makna yang sebenarnya menopang
kekuasaan kelompok sosial tertantu. Ideologi tidak dapat dipisahkan dari aktivitas
praktis kehidupan, namun ia adalah fenomena material yang berakar pada kondisi
sehari-hari (Barker,2011:62). Teori hegemoni Gramsci ini digunakan untuk
membahas rumusan masalah kedua yaitu faktor-faktor yang memengaruhi praktik
pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan dan rumusan
masalah ketiga pada penelitian ini yaitu dampak dan makna praktik pengisian
instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan.
2.3.4 Teori Semiotika
Semiotika berasal dari kata Yunani, yaitu: semeion yang berarti tanda.
Dalam pandangan Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke
dalam berbagai cabang keilmuan ini dimungkinkan karena ada kecenderungan
untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan
kata lain, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial. Berdasarkan
pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial dapat dianggap sebagai
fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal ini
26
dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri. (Piliang,1998:262 via
http://www.kampusislam.com).
Semiotika melihat berbagai gejala dalam suatu kebudayaan sebagai tanda
yang dimaknai oleh masyarakatnya. Ferdinand de Saussure (1916) melihat tanda
sebagai terdiri atas significant (bentuk) yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan istilah penanda, dan signifie (makna) yang dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan istilah petanda. Namun yang dimaksud dengan
bentuk adalah citra (image) tentang bunyi suatu kata. Jadi dalam tanda bahasa,
bukan bunyi bahasa itu sendiri yang dimaksud dengan bentuk, melainkan citra
tentang bunyi itu. Setiap tanda selalu terdiri atas penanda dan petanda. Dalam
teori ini tanda adalah sesuatu yang terstruktur karena terdiri atas komponen
(dalam hal ini ada dua) yang berkaitan satu sama lain dan membentuk satu
kesatuan (Hoed,2008:40).
Barthes (dalam Hoed, 2008:5) menggunakan pengembangan teori tanda
de Saussure (penanda dan petanda) sebagai upaya menjelaskan bagaimana
kehidupan bermasyarakat didominasi oleh konotasi. Konotasi adalah
pengembangan segi petanda (makna atau isi suatu tanda) oleh pemakai tanda
sesuai dengan sudut pandangnya. Dalam proses memahami makna, terlepas dari
aliran semiotik struktural atau pragmatis yang dianut, semiotik dapat digunakan
untuk mengkaji kebudayaan. Kebudayaan (gejala budaya) dilihat oleh semiotik
sebagai suatu sistem tanda yang berkaitan satu sama lain dengan cara memahami
makna yang ada di dalamnya.
27
Teori semiotika ini akan digunakan untuk menganalisis rumusan masalah
ketiga yaitu dampak dan makna praktik pengisian instrumen EDS online di SDN
No 3 Banjarangkan. Dengan menggunakan teori ini ingin diungkap bagaimana
dampak serta apa makna pengisian instrumen EDS online di SDN No 3
Banjarangkan.
2.4 Model Penelitian
Keterangan tanda :
: Pengaruh secara searah
: Saling mempengaruhi
Sekolah Pemerintah
Kondisi :
1. Sarana dan
Prasarana
2. Sumber daya
manusia (SDM)
Praktik pengisian
instrumen EDS online di
SDN No 3 Banjarangkan
Regulasi :
1. UU No 20 Th
2003
2. PP No 19 Th 2005
3. PP No 32 Th 2013
4. Permendiknas No
63 Th 2009
Praktik pengisian
instrumen EDS online
di SDN No 3
Banjarangkan
Dampak dan makna
praktik pengisian
instrumen EDS online
di SDN No 3
Banjarangkan
Faktor-faktor
memengaruhi praktik
pengisian instrumen EDS
online di SDN No 3
Banjarangkan
28
Penjelasan Model Penelitian
Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan formal memiliki kewajiban
untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan melaksanakan penjaminan mutu
pendidikan (quality assurance). Salah satu strategi dalam penjaminan mutu
adalah dengan melaksanakan pengisian instrumen EDS online. Regulasi yang
menjadi acuan dalam pengisian instrumen EDS online yaitu Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
tentang Perubahan Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
(SPMP).
Selain regulasi, pengisian instrumen EDS online juga tergantung kepada
kondisi sekolah yakni ketersediaan sarana dan prasarana serta sumber daya
manusia (SDM). Regulasi dan sarana prasarana serta sumber daya manusia akan
berpengaruh pada praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3
Banjarangkan. Dalam sudut pandang kajian budaya, praktik pengisian instrumen
EDS online di SDN No 3 Banjarangkan dapat dikaji dari tiga permasalahan yaitu
praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan, faktor-
faktor yang memengaruhi praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3
Banjarangkan, dan dampak serta makna praktik pengisian instrumen EDS online
di SDN No 3 Banjarangkan.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Menurut Iskandar dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian
Kualitatif, rancangan penelitian merupakan uraian singkat tentang kerangka
penelitian yang dilakukan (Iskandar,2009:165). Penelitian tentang praktik
pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan, merupakan
penelitian yang menggunakan pendekatan kajian budaya yang berarti dengan
sendirinya merupakan penelitian kualitatif. Kutha Ratna dalam bukunya
Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial pada Umumnya yang
menyatakan rancangan penelitian yang digunakan dalam kajian budaya disusun
atas dasar metode kualitatif (Ratna, 2010:292). Selain itu alasan penggunaan
metode kualitatif dalam sebuah penelitian disebabkan karena, 1) sifat masalah
penelitian itu sendiri yakni bertujuan mengkaji makna; 2) karena tujuan
penelitian adalah untuk memahami yang tersembunyi di balik fenomena riil
(Iskandar, 2009:37). Alasan ini sangat sesuai dengan penelitian praktik pengisian
instrumen EDS online pada SDN No 3 Banjarangkan di mana tujuan penelitian
adalah untuk mengkaji makna dan memahami yang tersembunyi dibalik
pengisian instrumen tersebut.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berpegang kepada paradigma
naturalistik atau fenomenologi karena senantiasa dilakukan dalam setting alamiah
terhadap suatu fenomena (Iskandar,2009:32). Paradigma penelitian kualitatif
30
adalah pendekatan sistematika dan subjektif dalam menjelaskan pengalaman
hidup berdasarkan kenyataan lapangan (empiris). Penelitian kualitatif lebih
berorientasi kepada upaya untuk memahami fenomena secara menyeluruh
(holistic) dan menyediakan data secara deskriptif sistematik dan berdasarkan
konteks (Iskandar,2009:32-35).
Menurut Bogdan dan Biklen (Ratna,2010:102), ciri-ciri penelitian
kualitatif antara lain (1) penelitian berlangsung dalam setting alamiah langsung
pada sumber data, sehingga penelitian cenderung lama, dilakukan secara terus-
menerus. (2) Peneliti langsung berfungsi sebagai instrumen, dengan konsekuensi
terjadinya partisipasi, refleksi, dan imajinasi peneliti. (3) Hasil penelitian lebih
bersifat deskripsi, narasi melalui kata-kata. (4) Analisis data secara induktif,
dengan mempertimbangkan relevansi berbagai data yang ditemukan di lapangan.
(5) Penelitian lebih pada proses dibandingkan dengan hasil, sehingga
menekankan pada makna dibandingkan dengan arti, gejala-gejala di balik data.
Menurut Moleong dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif
(Iskandar, 2009:46) ada sebelas karakteristik penelitian kualitatif yang dijabarkan
sebagai berikut.
1. Latar alamiah, penelitian dilakukan pada situasi alamiah dalam suatu
keutuhan.
2. Manusia sebagai alat, manusia atau peneliti merupakan alat pengumpulan
data yang utama.
3. Metode kualitatif, metode yang digunakan adalah metode kualitatif.
4. Analisis data secara induktif, yaitu mengacu kapada temuan lapangan.
5. Teori dari dasar atau grounded theory, menuju pada arah penyusunan teori
berdasarkan data.
6. Deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka-angka.
7. Lebih mementingkan proses daripada hasil.
31
8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus, perlunya batas penelitian atas dasar
fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian.
9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, punya versi lain tentang
validitas, reliabilitas dan obyektivitas.
10. Desain yang bersifat sementara, desain penelitian terus berkembang sesuai
dengan kenyataan lapangan.
11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
Menurut Iskandar (Iskandar,2009:52), jenis pendekatan yang digunakan
dalam penelitian kualitatif ini adalah pendekatan fenomenologi yang berorientasi
untuk memahami, menggali dan menafsirkan arti dari peristiwa-peristiwa,
fenomena-fenomena dan hubungan dengan orang-orang yang biasa dalam situasi
tertentu. Adapun karakteristik pendekatan fenomenologi adalah sebagai berikut.
1. Tidak berasumsi mengetahui hal-hal apa yang berarti bagi manusia yang akan
diteliti.
2. Memulai penelitian dengan keheningan untuk menangkap apa yang sedang
diteliti.
3. Menekankan pada aspek subjektif perilaku manusia, berusaha masuk di
dalam dunia konseptual subyek, agar dapat memahami bagaimana dan makna
apa yang mereka konstruksi di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mempercayai bahwa dalam kehidupan manusia banyak cara yang dipakai
untuk menafsirkan pengalaman-pengalaman, melalui interaksi dengan orang
lain dan ini merupakan makna dari pengalaman realita.
5. Semua cabang kualitatif berpendirian bahwa untuk memahami subyek adalah
dengan melihatnya dari sudut pandang subyek sendiri, artinya dalam
melakukan penelitian kualitatif, peneliti menggunakan pendekatan
mengkonstruksikan penelitiannya berdasarkan pandangan subyek yang
diteliti.
Proses pengumpulan data dengan menggunakan metode kualitatif tidak
bersifat baku tetapi terus dikembangkan di lapangan. Data yang dikumpulkan
lebih mengarah kepada data tekstual berupa kata-kata. Data tidak akan memiliki
makna jika disajikan semata-mata hanya sebagai data, tetapi harus
diinterpretasikan, diuraikan segala sesuatu yang ada dibalik data. Dalam kajian
budaya, tujuan interpretasi terhadap data adalah untuk menentukan objektivitas
32
dalam penelitian. Dengan kata lain interpretasi di sini adalah interpretasi yang
bersifat objektif, mengaitkan objek dengan referensi-referensi yang relevan
(Ratna,2010:306).
Fenomena yang diteliti dalam penelitian ini adalah praktik pengisian
instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan, pada tahun 2013. Fenomena
praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan diteliti dan
dikaji berdasarkan kesesuaian antara praktik pengisian dengan prinsip
pelaksanaan yang tertuang dalam buku pedoman pelaksanaan.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian yaitu
mengetahui bagaimana praktik pengisian instrumen EDS online dilaksanakan,
faktor-faktor yang memengaruhi praktik pengisian instrumen EDS online, serta
mengetahui dampak dan menginterpretasi makna praktik pengisian instrumen
EDS online tersebut. Beberapa pertimbangan yang mendasari pemilihan SDN No
3 Banjarangkan sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut.
1. SDN No 3 Banjarangkan merupakan sekolah yang mewakili Kecamatan
Banjarangkan sebagai piloting project (percontohan) pelaksanaan program
EDS pada tahun 2010, sehingga secara kuantitas lebih banyak melaksanakan
program EDS dibandingkan dengan sekolah lainnya.
2. SDN No 3 Banjarangkan belum menunjukkan perubahan yang signifikan
dalam upaya pemenuhan SNP.
33
3.3 Jenis dan Sumber Data
Menurut Kerlinger (Ratna,2010: 141) data adalah hasil penelitian, baik
yang diperoleh melalui pengamatan (observasi), wawancara, dan proses
pemahaman lain, melaluinyalah ditarik inferensi. Dalam penelitian ini jenis data
yang digunakan adalah data kualitatif dan data kuantitatif (sebagai penunjang
data kualitatif). Data kualitatif berupa pernyataan, uraian, pendapat, dan deskripsi
hasil pengamatan terhadap praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3
Banjarangkan. Pernyataan, uraian dan pendapat diperoleh dari pernyataan guru,
siswa, kepala sekolah, pengawas sekolah, operator sekolah, unsur Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Klungkung, dan LPMP Provinsi
Bali yang diwawancarai. Deskripsi diperoleh dengan mendeskripsikan segala
sesuatu yang diamati dengan apa adanya. Selain data kualitatif dikumpulkan juga
data kuantitatif berupa angka-angka seperti catatan statistik sekolah, kondisi
sarana dan prasarana dan lain-lainnya.
Sumber data dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu sumber data primer
dan sumber data sekunder. Sumber data primer, sumber data aktual pada saat
terjadinya peristiwa pengumpulan data. Sumber data sekunder, dari tangan kedua
atau sumber lain yang telah ada sebelum penelitian dilakukan (Ratna, 2010:143).
Dengan kata lain, sumber data primer diperoleh pada saat penelitian berlangsung
melalui observasi dan wawancara terhadap guru, kepala sekolah, siswa,
pengawas sekolah, operator sekolah, unsur Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Klungkung, dan LPMP Provinsi Bali. Selain hasil
wawancara dilengkapi pula foto dan denah sekolah sebagai penunjang.
34
Sedangkan sumber data sekunder berupa sumber-sumber tertulis seperti laporan
hasil pelaksanaan EDS SDN No 3 Banjarangkan tahun 2010, 2011, 2012, dan
2013, Profil Mutu Capaian SNP SDN No 3 Banjarangkan tahun 2013, dan Peta
Mutu Pendidikan Provinsi Bali Tahun 2013 (LPMP Provinsi Bali).
3.4 Instrumen Penelitian
Salah satu karakter dalam penelitian kualitatif adalah human instrumen,
manusia sebagai alat, sehingga dalam penelitian ini yang menjadi instrumen atau
alat dalam penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti adalah alat pengumpul data
utama, karena bila menggunakan instrumen lain (bukan manusia) akan
menyulitkan untuk mengadakan penyesuaian terhadap berbagai kenyataan yang
terjadi di lapangan. Dalam meneliti praktik pengisian instrumen EDS online,
peneliti berinteraksi dengan responden agar bisa memahami hubungan berbagai
kenyataan yang ada di lapangan.
Pada saat mengumpulkan data di SDN No 3 Banjarangkan ini digunakan
interview guide (pedoman wawancara) yaitu susunan pertanyaan yang dapat
dikembangkan dan diperdalam di lapangan untuk mengumpulkan data. Untuk
merekam hasil wawancara digunakan alat bantu merekam berupa alat perekam
berupa handphone (HP). Selain pedoman wawancara digunakan juga field notes
(catatan lapangan) untuk mencatat apa yang didengar, dan dilihat dalam
penelitian. Selain dicatat apa yang dilihat dalam penelitian juga
didokumentasikan dalam bentuk photo, yang nanti bisa digunakan sebagai bukti
penelitian.
35
3.5 Teknik Penentuan Informan
Penentuan informan dalam penelitian kualitatif didasarkan kepada tujuan
dan masalah penelitian yang dikaji. Pemilihan informan dalam penelitian ini
dilakukan secara purposive sampling yaitu berdasarkan tujuan tertentu dengan
maksud untuk meningkatkan kegunaan informasi yang didapat dari informan.
Informan dipilih dari orang-orang yang memiliki ciri-ciri yang esensial dalam
populasi sehingga dianggap cukup representatif mewakili segala lapisan populasi
(Nasution,2003:98).
Menurut Lincoln dan Guba (Iskandar, 2009:115) ada beberapa ciri-ciri
khusus pemilihan informan berdasarkan purposive sampling, yakni :
1. Emergent Sampling Design, bersifat sementara, sebagai pedoman awal terjun
ke lapangan, di lapangan bisa berubah sesuai dengan keadaan.
2. Serial Selection of Sample Units, menggelinding seperti bola salju (snow
ball), sesuai dengan petunjuk yang didapatkan dari informan-informan yang
telah diwawancarai.
3. Continuous Adjusment or “Focusing” of the Sample, siapa yang akan dikejar
sebagai informan baru disesuaikan dengan petunjuk informan sebelumnya
dan sesuai dengan kebutuhan penelitian, unit informan yang dipilih makin
lama makin terarah sejalan dengan terarahnya fokus penelitian.
4. Selection to the point ofredundancy, pengembangan informan dilakukan terus
sampai informan mengarah ke titik jenuh.
Pada penelitian ini ada beberapa kriteria yang akan digunakan sebagai
informan yaitu : 1) mereka yang terlibat langsung (berperan sebagai responden)
dalam pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan yakni siswa,
guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. 2) Kepala Seksi Kurikulum
Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Klungkung. 3) Kepala LPMP Bali (diwakili oleh Kasi Pemetaan Mutu dan
Supervisi) sebagai pemegang kebijakan program EDS di Provinsi Bali.
36
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan metode
kualitatif. Menurut Miles dan Huberman (Silalahi, 1999:226), data kualitatif
merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan kokoh, serta memuat penjelasan
tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Dengan data
kualitatif dapat dipahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat
dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang
lengkap dan bermanfaat.
Data kualitatif diperoleh dengan melakukan observasi, wawancara
mendalam dan studi dokumen. Observasi berfungsi sebagai eksplorasi yang
membantu memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang permasalahan yang
diteliti (Nasution,2003:106). Kegiatan observasi meliputi melakukan
pengamatan, pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, obyek-
obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian.
Salah satu peranan pokok dalam melakukan observasi ialah untuk menentukan
interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang alami, sehingga data
yang disajikan adalah gambaran realistik perilaku atau kejadian (Iskandar, 2009:
121). Observasi terhadap praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3
Banjarangkan dilakukan dengan mengamati perilaku keseharian kepala sekolah,
guru dan siswa setelah program EDS berlangsung. Melakukan pengamatan
terhadap kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Dari observasi ini
bisa diketahui bagaimana kenyataan sebenarnya, sehingga bisa diketahui
37
kesesuaian antara pengisian data pada instrumen dengan realita yang terjadi di
sekolah.
Selain dengan observasi, pengumpulan data pada penelitian ini juga
dilakukan dengan melakukan interview (wawancara) terhadap beberapa informan
yang telah ditentukan. Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang
bertujuan untuk memperoleh informasi. Wawancara dapat berfungsi deskriptif
yaitu melukiskan dunia kenyataan seperti yang dialami oleh orang lain dan juga
berfungsi eksploratif untuk mendapatkan data yang mendalam dari informan
(Nasution,2003:113). Penelitian terhadap praktik pengisian instrumen EDS online
di SDN No 3 Banjarangkan dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur yang
dipandu dengan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. Pertanyaan
dalam pedoman wawancara mengacu kepada pengalaman dan perilaku informan
dalam melakukan pengisian instrumen EDS online, pendapat dan pemahaman
tentang program EDS serta pertanyaan tentang dampak dan manfaat dari program
EDS.
Untuk memperoleh data yang lebih lengkap, pada penelitian ini juga
dilakukan studi dokumentasi terhadap arsip dan dokumen yang berada di tempat
penelitian maupun yang berada di luar tempat penelitian yang berhubungan
dengan program EDS. Menurut Arikunto (dalam Iskandar, 2009: 134), teknik
dokumentasi yaitu “mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan
sebagainya”. Jenis dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini di antaranya
hasil pengisian instrumen EDS online SDN No 3 Banjarangkan tahun 2013
38
(dokumen SDN No 3 Banjarangkan), Analisis Hasil EDS Kabupaten Klungkung
2013 (dokumen di LPMP Provinsi Bali), Peta Mutu Pendidikan Provinsi Bali
tahun 2013 (dokumen LPMP Provinsi Bali), serta dokumen pendukung lainnya.
Hubungan antara masalahan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data,
dan instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Hubungan antara masalah penelitian,sumber data,
teknik dan instrumen penelitian
Masalah
penelitian
Sumber data Teknik
pengumpulan data
Instrumen
penelitian
Praktik pengisian
instrumen EDS
online
1. Kepala
Sekolah
2. Guru
3. Siswa
4. Pengawas
Sekolah
1. Wawancara
2. Observasi
3. Studi
dokumentasi
1. Peneliti
2. Pedoman
wawancara
3. Catatan
lapangan
Faktor-faktor yang
memengaruhi
praktik pengisian
instrumen EDS
online
1. Kepala
Sekolah
2. Guru
3. Siswa
4. Kasi PMS
LPMP Bali
1. Wawancara
2. Observasi
3. Studi
Dokumentasi
1. Peneliti
2. Pedoman
wawancara
3. Catatan
lapangan
Dampak dan
makna praktik
pengisian
instrumen EDS
online
1. Kepala
Sekolah
2. Guru
3. Siswa
4. Pengawas
Sekolah
5. Kasi
Kurikulum
Dikdas
1. Wawancara
2. Observasi
3. Studi
Dokumentasi
1. Peneliti
2. Pedoman
wawancara
3. Catatan
lapangan
3.7 Teknik Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman (dalam Emzir,2011:129) ada tiga macam
kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu 1) reduksi data, 2) model data (data
39
display), dan 3) penarikan/verifikasi kesimpulan. Reduksi data merujuk pada
proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian
“data mentah” yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Pada proses
reduksi ini, data hasil wawancara di transkrip (diketik dalam bentuk teks).
Transkrip hasil wawancara dipadukan dengan catatan lapangan sebagai hasil
observasi, diklasifikasikan, dipilih data yang sesuai, dan membuang data yang
tidak sesuai dengan fokus penelitian.
Langkah kedua adalah model data (data display). Model data sebagai
suatu kumpulan informasi yang tersusun yang membolehkan pendeskripsian
kesimpulan (Emzir,2011:131). Bentuk model data kualitatif adalah teks naratif.
Data yang telah direduksi disusun secara sistematis sehingga sehingga dapat
menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti. Hasil wawancara dan
observasi disusun secara sistematis sehingga menjelaskan secara kronologis
proses yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah dan siswa ketika melakukan
pengisian instrumen EDS online.
Penarikan kesimpulan sebagai langkah ketiga dalam analisis data
hanyalah sebagian dari suatu konfigurasi yang utuh. Simpulan-simpulan
diverifikasi selama penelitian berlangsung. Reduksi data, model data, dan
penarikan simpulan sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum,
selama, dan sesudah pengumpulan data untuk membangun wawasan umum yang
disebut dengan analisis. Analisis dapat berubah dan mengalami perbaikan dan
pengembangan pengembangan sejalan dengan data yang masuk. Proses analisis
berlangsung selama penelitian dan penulisan tesis ini. Data yang telah diperoleh
40
sebelumnya terus dilengkapi dengan mencari data lainnya yang mendukung.
Proses ini dibuktikan dengan wawancara yang dilakukan terhadap pengawas
sekolah I Nyoman Marjaya pada tanggal 12 September 2014, untuk melengkapi
data mengenai dampak dan makna praktik pengisian instrumen EDS online di
SDN No 3 Banjarangkan.
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Penyajian hasil analisis data merupakan sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan simpulan dan pengambilan
tindakan. Melalui data yang disajikan dapat dilihat dan dipahami yang sedang
terjadi, apa yang harus dilakukan dan menganalisis tindakan apa yang harus
dilakukan berdasarkan pemahaman dari penyajian-penyajian tersebut. Penyajian
analisis data yang sering digunakan dalam metode kualitatif adalah dalam bentuk
teks naratif (Silalahi,1999:265).
Pada penelitian ini penyajian data disajikan secara terstruktur sehingga
praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan dapat
dipahami dengan jelas. Penyajian data hasil penelitian terhadap praktik pengisian
instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan dilakukan dengan dua cara,
yakni dengan cara formal dan non formal. Penyajian data secara formal dilakukan
dalam bentuk tabel, grafik, dan foto. Penyajian data secara nonformal dilakukan
dalam bentuk narasi. Hasil wawancara terhadap informal ditampilkan
dalam bentuk teks (hasil wawancara).
41
BAB IV
PROFIL SDN NO 3 BANJARANGKAN
4.1 Letak Geografis SDN No 3 Banjarangkan
SDN No 3 Banjarangkan merupakan lembaga pendidikan formal tingkat
dasar yang berada di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.
Berlokasi di Jalan Pepaya No.1 Banjarangkan, Kecamatan Banjarangkan,
Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Lokasi ini berjarak sekitar 1 km dari pusat
Kecamatan Banjarangkan dan sekitar 6 km dari pusat Kabupaten Klungkung
yaitu Semarapura. Jarak yang tidak begitu jauh dari pusat pemerintahan
kecamatan dan kabupaten memudahkan sekolah untuk berkoordinasi dengan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan Kecamatan Banjarangkan dan Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Klungkung. Lokasi SDN No 3
Banjarangkan dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut.
Lokasi SDN No 3 Banjarangkan
U
S
Skala 1:455.000
Gambar 4.1 Lokasi SDN No 3 Banjarangkan
42
4.2 Identitas Sekolah
1. Nama Sekolah : SDN No 3 Banjarangkan
2. Nomor Statistik Sekolah : 101220601020
3. Status Sekolah : Negeri
4. Akreditasi : A
5. Tahun Berdiri : 1974
6. Tahun Penegerian : 1974
7. Alamat Sekolah
a. Jalan : Pepaya No.1
b. Desa/Kelurahan : Banjarangkan
c. Kecamatan : Banjarangkan
d. Kabupaten : Klungkung
e. Provinsi : Bali
f. Kode Pos : 80752
8. Kegiatan belajar/mengajar : Pagi
9. Bangunan sekolah : Milik sendiri
10. Jarak ke pusat kecamatan : 1 km
11. Jarak ke pusat kabupaten : 6 km
12. Jumlah rayon : 32 sekolah
13. Kepala Sekolah
a. Nama : A.A. Istri Sayang, S.Pd
b. HP : 081338551194
43
Identitas sekolah ditulis pada sebuah papan yang dipasang di dinding
bagian depan ruang kepala sekolah. Selain identitas yang dipajang pada dinding,
adapula identitas yang dipajang di depan sekolah seperti yang tampak pada
gambar 4.2.
Gambar 4.2 Identitas SDN No 3 Banjarangkan
(Dokumen Ayu, Maret 2014)
Berbeda dengan identitas sekolah yang dipasang di dinding bagian depan
ruangan kepala sekolah, identitas yang ada di depan pintu gerbang sekolah
mencantumkan data yang lebih sederhana hanya tertulis nama sekolah,
kecamatan di mana sekolah berada, dan tahun pendirian sekolah.
4.3 Visi dan Misi Sekolah
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dengan melihat
perkembangan dan kebutuhan sekolah, telah dilakukan perubahan terhadap visi
44
dan misi sekolah. Perubahan ini terlihat dari visi dan misi sekolah tahun
2011/2012 yang berbeda dengan visi dan misi sekolah pada tahun 2031/2014.
Visi SDN No 3 Banjarangkan pada tahun 2011 adalah Meningkatkan Prestasi
Siswa di Bidang Akademik sesuai dengan Budaya Bangsa dengan indikatornya
yaitu meningkatkan prestasi akademik melalui Ulangan Akhir Semester (UAS),
meningkatkan prestasi bidang olahraga dan seni tari, serta meningkatkan
kedisiplinan. Untuk mencapai visi tersebut dilaksanakanlah beberapa misi yaitu,
1) melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, 2)
menumbuhkembangkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh
sekolah, 3) menciptakan lingkungan yang kondusif, meningkatkan prestasi
dibidang seni tari dan olahraga, 4) meningkatkan jumlah siswa yang diterima
masuk ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ( SLTP), 5) meningkatkan
perolehan rata-rata UAS dari tahun ke tahun, 6) meningkatkan hubungan
kerjasama dengan masyarakat, orang tua dan pemerintah, 7) memantapkan serta
meningkatkan disiplin siswa dan guru (SDN No. 3 Banjarangkan, 2011: p.9).
Pada tahun 2013 visi dan misi sekolah diperbarui agar sejalan dengan
karakteristik SDN No 3 Banjarangkan menjadi Unggul dalam Prestasi
Perolehan Nilai Akademik dan Non Akademik yang Berwawasan Seni dan
Budaya yang Berakar pada Moral Agama. Untuk mewujudkan visi yang telah
ditetapkan ada beberapa misi yang dilaksanakan oleh sekolah yaitu, 1)
memantapkan pelaksanaan Trisandya dan sembahyang, 2) mengaktifkan wajib
baca bagi setiap siswa, 3) memantapkan kegiatan belajar mengajar setiap siswa di
kelas, 4) meningkatkan kegiatan seni budaya dan olahraga, 5) peningkatan
45
keterampilan yang menunjang kegiatan agama yaitu menganyam, mejejahitan,
membuat sesajen, 6) peningkatan kerjasama dengan komite sekolah stakeholder
serta lingkungan masyarakat demi kemajuan sekolah, 7) menyertakan siswa
dalam mengikuti berbagai lomba, 8) menerapkan sanksi yang tegas kepada
pelanggar disiplin, 9) membuka saran dan usul, kritik yang bersifat korektif dan
konstruktif ke rah motivatif demi peningkatan mutu, dan 10) membudayakan
semangat kreatif, inovatif, dan partisipasi, serta komitmen siswa dan guru pada
tugas dan kewajiban. Visi dan misi sekolah pada tahun 2014 dapat dilihat pada
gambar 4.3 di bawah ini.
Gambar 4.3 Visi dan Misi Sekolah
(Dokumen : Ayu, Maret 2014)
46
Di dalam visi dan misi ini tersirat ada 3 pesan dan harapan yang ingin
diraih dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yakni, 1) sekolah ingin
memiliki prestasi secara akademik yang ditunjukkan dengan nilai akademik yang
baik, 2) sekolah juga ingin memiliki prestasi dalam bidang non akademik seperti
kesenian dan olahraga, dan 3) dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah tetap
berpegang teguh kepada moral agama sehingga apa yang ingin di raih tetap
berlandaskan kejujuran, kebenaran dan kebaikan. Visi dan misi sekolah dipajang
pada dinding bagian luar ruang kepala sekolah dengan tujuan bisa dilihat oleh
setiap orang yang datang ke sekolah, namun dari hasil pengamatan di sekolah
tidak semua komponen sekolah memperhatikan dan hafal dengan visi dan misi
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun visi dan misi telah dipajang
tetapi tidak efektif untuk membuat seluruh komponen sekolah memahaminya.
4.4 Kondisi Siswa
Jumlah siswa yang ada di SDN No 3 Bajarangkan terhitung cukup banyak
yakni 199 terdiri dari 6 jenjang kelas yakni kelas 1,2,3,4,5 dan 6, yang terbagi
dalam beberapa rombongan belajar. Rombongan belajar (rombel) adalah
kelompok peserta didik yang terdaftar pada satu satuan kelas (Permendiknas No.
24 Tahun 2007). Kelas 1 terdiri dari 1 rombel, kelas 2 terdiri dari 1 rombel, kelas
3 terdiri dari 1 rombel, kelas 4 terdiri dari 2 rombel, kelas 5 terdiri dari dua
rombel, dan kelas 6 terdiri dari 1 rombel. Gambaran mengenai jumlah siswa
berdasarkan jenis kelamin dan jenjang kelas ditampilkan pada tabel 4.1 di bawah
ini.
47
Tabel 4.1 Kondisi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkatan Kelas
Tahun 2013/2014
Jenis Kelamin Tingkatan Kelas
Jumlah 1 2 3 4 5 6
L 19 15 17 8 22 15 96
P 22 19 12 15 21 14 103
Jumlah 41 34 29 23 43 29 199
Sumber ; SDN No 3 Banjarangkan 2014
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ( Permendiknas) Nomor
41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, pada persyaratan proses pembelajaran
disebutkan batas maksimal peserta didik dalam satu rombel jenjang SD adalah 28
orang (Permendiknas No 41 Tahun 2007). Dilihat dari tabel 4.1 di atas
menunjukkan bahwa jumlah siswa per rombel di SDN 1 Banjarangkan berjumlah
di atas 28 orang, kecuali rombel kelas 4 dan 5 (karena kelas lima dibagi menjadi
2 rombel). Ini berarti bahwa capaian standar proses dilihat dari jumlah siswa
dalam satu rombel, SDN No 3 Banjarangkan belum memenuhi Standar Nasional
Pendidikan.
4.5 Kondisi Guru dan Pegawai Administrasi
SDN No 3 Banjarangkan memiliki 15 orang guru dan satu orang pegawai
administrasi. Pada pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
menyebutkan setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan
kompetensi guru yang berlaku secara nasional (Permendiknas No 16 Tahun
2007). Ketentuan kualifikasi pendidikan juga berlaku bagi pegawai administrasi
48
sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
24 Tahun 2008 tentang Standar Administrasi Sekolah/Madrasah. Pada pasal 1
ayat 2 peraturan ini menyebutkan untuk dapat diangkat sebagai tenaga
administrasi sekolah/madrasah seseorang wajib memenuhi standar tenaga
administrasi sekolah/madrasah yang berlaku secara nasional. (Permendiknas No
24 Tahun 2008). Gambaran kondisi guru dan pegawai administrasi berdasarkan
kualifikasi pendidikan di SDN No 3 Banjarangkan dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut.
Tabel 4.2 Kondisi Guru dan Pegawai Administrasi Berdasarkan
Kualifikasi Pendidikan
Kualifikasi Pendidikan Jumlah Guru Jumlah Pegawai
administrasi
S1/D4 13 0
D3 0 0
D2 2 0
D1 0 1
SMA 0 0
Jumlah 15 1
Sumber : SDN No 3 Banjarangkan Tahun 2014
Guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana
(S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi
yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi (Permendiknas No 16 tahun
2007). Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar guru di SDN No
3 Banjarangkan (sebanyak 13 orang) telah memenuhi kualifikasi pendidikan yang
disyaratkan, sedangkan 2 orang guru masih berkualifikasi D2 yang berarti perlu
ditingkatkan pendidikannya lagi agar memenuhi ketentuan.
49
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2008 menyebutkan
pelaksana urusan administrasi umum untuk SD/MI/SDLB berpendidikan minimal
SMK/MAK/SMA/MA atau yang sederajat. Berdasarkan tabel 4.2 di atas tampak
bahwa kualifikasi pendidikan tenaga administrasi di SDN No 3 Banjarangkan
adalah D1 yang berarti telah melampaui yang disyaratkan dalam SNP.
4.6 Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Pada ketentuan umum lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana
Sekolah/Madrasah Pendidikan Umum dinyatakan bahwa yang di maksud dengan
sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah, dan
prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah. Satu SD/MI
memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 6 rombongan
belajar dan maksimum 24 rombongan belajar (Permendiknas No 24 Tahun
2007). Sarana dan prasana menjadi dua hal yang saling melengkapi dalam
menjalankan proses belajar mengajar di sekolah. Ketersediaan sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh SDN No 3 Banjarangkan dapat dijelaskan sebagai
berikut.
4.6.1 Sarana
Berdasarkan penjelasan di atas yang dikategorikan sebagai sarana adalah
buku, meja belajar siswa, meja guru, kursi siwa, kursi guru, dan lemari untuk
50
menyimpan perlengkapan di kelas. Ketersediaan sarana harus memenuhi criteria
minimum yang ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana.
Pada tahun ajaran 2013/2014 SDN No 3 Banjarangkan memiliki sejumlah buku
pelajaran yang dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3 Ketersediaan Buku
No Judul Buku Untuk
Kelas
Jenis Buku Jumlah
Teks Penunjang Bacaan
1 Mari Belajar Matematika I s/d VI 13 25 - 38
2 Bahasa Indonesia I s/d VI 81 33 - 114
3 IPA I s/d VI 80 33 - 113
4 IPS I s/d VI 155 33 - 188
5 PPKn I s/d VI 66 38 - 104
6 Agama Hindu I s/d VI 102 - - 102
7 SBK I s/d VI 6 - - 6
8 Bahasa Bali I s/d VI - - - -
9 Bahasa Inggris I s/d VI 37 - - 37
10 Budi Pekerti I s/d VI 1 1 - 2
Sumber : SDN No 3 Banjarangkan 2013/2014
Buku adalah karya tulis yang diterbitkan sebagai sumber belajar. Buku
yang digunakan dalam proses belajar terdiri dari tiga jenis yakni buku teks
pelajaran, buku penunjang (buku referensi), dan buku bacaan (buku pengayaan).
Yang dimaksud dengan buku teks pelajaran adalah buku pelajaran yang menjadi
pegangan peserta didik dan guru untuk setiap mata pelajaran. Buku penunjang
(buku referensi) adalah buku rujukan untuk mencari informasi atau data tertentu,
dan buku bacaan (buku pengayaan) adalah buku untuk memperkaya pengetahuan
peserta didik dan guru (Permendiknas No 24 Tahun 2007).
51
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa SDN No 3 Banjarangkan tidak
memiliki buku teks pelajaran untuk mata pelajaran Bahasa Bali bagi siswa kelas
I s/d VI. Buku penunjang untuk mata pelajaran Agama Hindu, Seni Budaya dan
Keterampilan (SBK), Bahasa Bali dan Bahasa Inggris juga belum tersedia. Buku
bacaan sama sekali belum ada, sehingga selama ini proses belajar mengajar
hanya mengandalkan buku teks pelajaran saja. Ketersediaan jumlah buku jika
dibandingkan dengan jumlah siswa yang ada dikategorikan masih belum
memadai dan belum memnuhi syarat yang ditentukan oleh Permendiknas No 24
Tahun 2007 yang menyatakan bahwa jumlah buku teks pelajaran yang tersedia
adalah 1 eksemplar per mata pelajaran per siswa, buku referensi minimal 10 judul
per sekolah, dan buku bacaan 840 buku per sekolah ( Permendiknas No 24 Tahun
2007).
Sarana lain yang juga digunakan dalam proses belajar mengajar adalah
meja siswa, kursi siswa, meja guru, kursi guru, dan lemari. Gambaran mengenai
ketersediaan sarana ini dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Kondisi Perlengkapan Kelas
No Perlengkapan Kelas Kondisi
Jumlah Baik Rusak
1 Kursi siswa 80 20 100
2 Meja Siswa 80 20 100
3 Kursi guru 7 - 7
4 Meja Guru 7 - 7
5 Lemari Kelas 7 - 7
Sumber : SDN No 3 Banjarangkan 2013
52
Jenis kursi dan meja siswa yang digunakan adalah kursi dan meja bentuk
memanjang yang bisa ditempati oleh dua siswa. Jumlah bangku yang tersedia
cukup memadai jika dibandingkan dengan jumlah siswa yang ada. Selain kursi
dan meja siswa, tiap kelas juga dilengkapi dengan satu buah meja dan kursi guru
serta lemari tempat menyimpan perlengkapan kelas. Ukuran kursi guru, meja
guru lebih besar dibandingkan dengan kursi dan meja siswa sehingga nyaman
untuk digunakan. Jumlah meja guru, kursi guru, dan lemari kelas yang tersedia
sudah memadai untuk 7 ruang kelas yang ada.
4.6.2 Prasarana
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2007 mensyaratkan
sebuah SD sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut.
1. Ruang kelas
2. Ruang perpustakaan
3. Laboratorium IPA
4. Ruang pimpinan (kepala sekolah)
5. Ruang Guru
6. Tempat beribadah
7. Ruang UKS
8. Jamban
9. Gudang
10. Ruang sirkulasi
11. Tempat bermain/olahraga (Permendiknas No 24 Tahun 2007).
Kategori prasarana mencakup lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi
daya dan jasa wajib dimiliki oleh sekolah. SDN No 3 Banjarangkan berdiri di
atas lahan seluas 1000 m2 dengan status milik sendiri. Lahan sekolah
dimanfaatkan untuk bangunan gedung sekolah, halaman sekolah, dan tempat
ibadah. Bangunan gedung sekolah terdiri dari 3 blok yaitu blok utara, timur dan
53
barat. Gedung pada blok bagian utara terdiri dari 4 ruangan yang masing-masing
difungsikan sebagai ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang informasi dan
teknologi (IT), dan sebuah ruang kelas.
Ruang kepala sekolah (ruang pimpinan) berada sejajar dengan ruang guru.
Fungsi ruang pimpinan adalah sebagai tempat melakukan kegiatan pengelolaan
sekolah, pertemuan dengan sejumlah kecil guru, orang tua murid, unsur komite
sekolah, petugas dinas pendidikan, atau tamu lainnya. Sesuai dengan ketentuan
minimum yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 24 Tahun 2007, luas minimum ruang pimpinan 12 m2 dan lebar minimum
3m. Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah/madrasah, dapat
dikunci dengan baik. Ruang pimpinan dilengkapi dengan meja dan kursi
pimpinan, meja dan kursi tamu, lemari, papan stantistik (Permendiknas No 24
Tahun 2007). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, luas ruang Kepala
SDN No 3 Banjarangkan masih belum memadai dengan luas kurang dari 12m2.
Di ruangan tersebut juga terdapat meja dan kursi tamu, lemari kaca yang
dimanfaatkan untuk memajang piala dan surat penghargaan yang diperoleh dari
berbagai perlobaan yang pernah diikuti dan dijuarai.
Bersebelahan dengan ruang kepala sekolah adalah ruang guru. Ruang
guru adalah ruang untuk guru bekerja di luar kelas, beristirahat, dan menerima
tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya. Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional disebutkan rasio minimum luas ruang guru 4 m2/pendidik
dan luas minimum 32 m2. Ruang guru juga harus mudah dicapai dari halaman
sekolah ataupun dari luar lingkungan sekolah, serta dekat dengan ruang kepala
54
sekolah. Perlengkapan sarana penunjang yang juga harus tersedia di ruang guru
adalah kursi kerja dan meja kerja untuk masing-masing guru, serta lemari yang
bisa digunakan secara bersama-sama oleh para guru (Permendiknas No 24 Tahun
2007). Kondisi ruang guru di SDN No 3 Banjarangkan dapat dilihat pada gambar
4.4 di bawah ini.
Gambar 4.4 Ruang guru
(Dokumen : Ayu, Maret 2014)
Dari gambar di atas dapat dijelaskan kondisi ruang guru SDN No 3
Banjarangkan belum memadai dengan luas ruangan yang kurang dari 32 m2.
Ruang guru yang bersebelahan dengan ruang kepala sekolah memudahkan
koordinasi antara kepala sekolah dan guru. Di ruang guru terdapat meja dan kursi
untuk masing-masing guru, meja dan kursi tamu, serta beberapa buah lemari.
55
Di sebelah timur ruang guru terdapat ruang Informasi dan Teknologi (IT).
Meskipun dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2007
tentang Standar sarana dan Prasarana Pendidikan tidak disebutkan ketentuan
tersedianya ruang IT untuk Sekolah Dasar, namun SDN No 3 Banjarangkan telah
memilikinya yang bisa dilihat pada gambar 4.5 di bawah ini.
Gambar 4.5 Ruang IT
(Dokumen : Ayu, Maret 2014)
Ruang IT disediakan secara swadaya oleh sekolah sejak tahun 2011. Di
ruang IT tersedia dua unit komputer yang sering digunakan oleh pegawai tata
usaha (TU) untuk mengetik dan mengerjakan administrasi sekolah. Selain dua
unit komputer, ruang IT juga sudah dipasangi jaringan internet sehingga sangat
membantu dan mempermudah dalam pelaksanaan pengisian instrumen EDS
online tahun 2013. Di sebalah timur ruang IT terdapat satu ruang kelas yang
digunakan sebagai tempat belajar kelas VI.
56
Di deretan blok timur, ada tiga bangunan gedung yakni gedung yang
berguna sebagai ruang perpustakaan, gedung Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
yang bersebelahan dengan kantin sekolah, dan gedung untuk ruang kelas.
Gedung perspustakaan terdiri dari satu ruang yakni ruang untuk perpustakaan,
yang bisa dilihat pada gambar 4.6 berikut.
Gambar 4.6 Ruang Perpustakaan
(Dokumen : Ayu, Maret 2014)
Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik dan
guru memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka dengan membaca,
mengamati, mendengar, dan sekaligus tempat petugas mengelola perpustakaan.
Luas minimum luas perpustakaan yang disyaratkan adalah sama dnegan luas satu
ruang kelas. Lebar minimum adalah 5 m. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela
untuk member pencahayaan yang memadai untuk membaca buku. Ruang
57
perpustakaan terletak di bagian sekolah yang mudah dicapai. Perpustakaan juga
harus dilengkapi dengan sarana berupa buku teks pelajaran, buku panduan
pendidik, buku pengayaan, buku referensi dan sumber belajar lain. Harus
disediakan pula meja dan kursi tempat membaca, meja kerja untuk pengelola
perpustakaan, rak buku, rak majalah, dan rak surat kabar (Permendiknas No 24
Tahun 2007). Di lihat dari luas ruang perpustakaan yang ada di SDN NO 3
Banjarangkan sudah memadai namun dari segi kelengkapan sarana terutama buku
pengayaan, buku referensi, dan sumber belajar lainnya masih kurang.
Di sebelah timur gedung perpustakaan, terdapat bangunan ruang UKS
seperti yang ditampilkan pada gambar 4.7 di bawah ini.
Gambar 4. 7 Ruang UKS
(Dokumen : Ayu, Maret 2014)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2007 mensyaratkan
sebuah SD harus memiliki ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Ruang UKS
58
berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta didik yang mengalami
gangguan kesehatan di sekolah. Ruang UKS dapat digunakan sebagai ruang
konseling. Luas minimum ruang UKS 12m2. Ruang UKS juga harus dilengkapi
dengan sarana berupa tempat tidur, lemari, meja, kursi, catatan kesehatan
pendidik, termo meter badan, tensimeter, penimbang badan, pengukur tinggi
badan, peralatan P3K, selimut, dan tandu (Permendiknas No 24 Tahun 2007).
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan luas ruangan UKS belum
sesuai dengan batas minimum ketentuan Standar Sarana dan Prasarana
Pendidikan yakni 12m2, begitu pula ketersediaan sarana pendukungnya. Di ruang
UKS hanya tersedia sebuah tempat tidur kecil, lemari, dan perlengkapan P3K.
Ketersediaan sarana ini masih belum memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan
pada Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan.
Di sebelah timur ruang UKS ini terdapat sebuah kantin sekolah seperti
yang ditampilkan pada gambar 4.8 berikut.
Gambar 4.8 Kantin sekolah
(Dokumen : Ayu, Maret 2014)
59
Ketersediaan kantin sekolah tidak termasuk ketentuan minimum Standar
Sarana dan Prasarana Pendidikan seperti yang dimuat Peraturan Menteri
Pendidikan Nomor 24 Tahun 2007. Banyak sekolah menyediakan kantin sekolah
sebagai tempat bagi siswa untuk membeli makanan dan minuman ketika sedang
berada di sekolah. Kantin SDN No 3 Banjarangkan dikelola dengan sistem sewa,
yaitu disewakan kepada masyarakat yang berminat berjualan tempat tersebut.
Sekolah cukup mengambil uang sewa tanpa perlu terlibat dalam menyediakan
hidangan yang akan dijual.
Di sebelah selatan gedung UKS terdapat sebuah gedung yang terdiri dari
3 buah ruangan kelas yang digunakan untuk ruang kelas 1, 2, dan 3. Terdapat
juga toilet (jamban) yang terdiri dari toilet untuk guru dan untuk siswa. Gambar
untuk gedung kelas ini ditampilkan pada gambar 4.9 berikut.
Gambar 4.9 Ruang Kelas 1,2 dan 3
(Dokumen : Ayu, April 2014)
60
Selain tiga ruang kelas di deretan blok timur, juga terdapat deretan tiga
ruang kelas lainnya pada sebuah gedung di blok barat. Deretan tiga ruang kelas
itu digunakan sebagai tempat belajar kelas IV, Va, dan Vb. Salah satu ruang
kelas yang berada pada gedung blok barat yang digunakan sebagai ruang belajar
kelas Va ditampilkan pada gambar 4.10 berikut.
Gambar 4.10 Ruang Kelas Va
(Dokumen : Ayu, April 2014)
Ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori, praktik yang
tidak memerlukan peralatan khusus, atau praktik dengan alat khusus yang mudah
dihadirkan. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan
belajar. Kapasitas maksimum ruang kelas adalah 28 peserta didik. Rasio
minimum luas ruang kelas adalah 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar
dengan peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang kelas adalah 30
m2. Lebar minimum ruang kelas adalah 5m. Ruang kelas memiliki jendela yang
61
memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk
memberikan pandangan ke luar ruangan. Ruang kelas memiliki pintu yang
memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi
bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan. Ruang kelas
dilengkapi sarana berupa kursi siswa dan meja siswa sejumlah siswa yang ada,
kursi dan meja guru, lemari, rak hasil karya peserta didik, alat peraga, jam
dinding, papan tulis, papan pajangan, tempat cuci tangan dan tempat sampah
(Permendiknas No 24 Tahun 2007).
Berdasarkan hasil pengamatan di SDN No 3 Banjarangkan rasio luas
ruangan kelas belum sesuai dengan ketentuan minimum Standar Sarana dan
Prasarana Pendidikan, namun luas tersebut sangat memadai karena jumlah siswa
yang ada untuk masing-masing rombel masih di bawah 28 orang. Dari segi sarana
pendukung juga masih belum lengkap, di kelas hanya terdapat kursi dan meja
siswa untuk seluruh siswa, kursi dan meja guru, papan tulis, papan pajangan,
lemari dan jam dinding. Untuk alat peraga tidak disimpan di kelas tetapi dibawa
oleh guru masing-masing.
Di antara gedung blok utara dan selatan terdapat halaman sekolah, yang
berguna sebagai tempat bermain siswa ketika jam istirahat. Peraturan Menteri
Pendidikan nasional No 24 Tahun 2007 menyebutkan bahwa rasio minimum luas
tempat bermain/berolahraga adalah 3 m2/peserta didik. Untuk SD/MI dengan
banyak peserta didik kurang dari 180, luas minimum tempat bermain
/berolahraga 540 m2 ( Permendiknas No 24 Tahun 2007). Halaman SDN No 3
Banjarangkan ditampilkan pada gambar 4.11 berikut.
62
Gambar 4.11.Halaman Sekolah
(Dokumen : Ayu, April 2014)
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, luas halaman sekolah belum
memenuhi ketentuan minimum, namun kondisi ini tidak begitu berpengaruh
kepada siswa. Di sekitar halaman ditanami berbagai tumbuhan sehingga halaman
tampak begitu teduh dan asri.
Selain ruang terbuka untuk halaman sekolah, juga tersedia tempat
beribadah. Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga sekolah melakukan
ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah. Banyak
tempat ibadah sesuai dengan kebutuhan tiap SD/MI, dengan luas minimum
12m2. Tempat beribadah dilengkapi sarana berupa rak untuk menyimpan
perlengkapan ibadah, perlengkapan ibadah, dan jam dinding (Permendiknas No
24 Tahun 2007).
63
Mayoritas guru dan siswa yang ada di SDN No 3 Banjarangkan beragama
Hindu sehingga tempat beribadah yang ada adalah sebuah padmasana, seperti
yang tampak pada gambar 4.12 berikut ini.
Gambar 4.12 Tempat Ibadah
(Dokumen : Ayu, April 2014)
Padmasana berdiri di pojok timur laut pekarangan sekolah. Bentuk
pemujaan umat Hindu berbeda dengan umat lainnya, sehingga ketentuan luas
minimum dan sarana tempat beribadah yang telah diatur pada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2007 tidak tepat untuk dijadikan ukuran.
Sesuai dengan yang tercantum pada visi dan misi sekolah bahwa kegiatan
belajar mengajar berlandaskan moral agama, maka setiap siswa sebelum
melangsungkan kegiatan belajar diwajibkan untuk sembahyang di padmasana
64
dan Tri Sandya di ruang kelas. Gambaran yang lebih jelas mengenai keseluruhan
prasarana yang ada di SDN No 3 Banjarangkan dapat dilihat pada denah di
bawah ini.
R. Guru R. IT R. Kls VI
Tempat ibadah
R. Kepsek
Gerbang sekolah U R. Perpustakaan
R. Kls Va S Kantin
R. Kls Vb Halaman sekolah R. UKS
R. Kls IV
R. Kls I
R. Kls II
R. Kls III
jamban
Gambar 4.13 Denah SDN No 3 Banjarangkan
4.7 Prestasi Siswa
Prestasi yang diraih oleh SDN No 3 Banjarangkan tidak lepas dari upaya
pengembangan diri yang dilakukan oleh sekolah melalui kegiatan ektrakurikuler.
65
Dalam Standar Isi disebutkan Kurikulum SD memuat 8 mata pelajaran, muatan
lokal, dan pengembangan diri. Mata pelajaran terdiri dari Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan
Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampulan, dan Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler
untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi
daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke
dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan
pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh
oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,
bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan
pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga
kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan
pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan
dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir
peserta didik (Permendiknas No 22 Tahun 2006). SDN No 3 Banjarangkan
menjalankan dengan baik ketiga muatan kurikulum tersebut sehingga mampu
berprestasi dalam berbagai bidang.
1. Prestasi dalam bidang akademik
1. Prestasi untuk tingkat kabupaten yaitu, Juara II Olimpiade Matematika
Tahun 2010 dalam rangka HUT ke 63 SMPN 1 Semarapura, Juara III
Olimpiade MIPA tingkat SD tahun 2013.
66
2. Prestasi tingkat provinsi yaitu, Juara I Pembinaan Olimpiade MIPA Tahun
2010, Juara I Pembinaan MIPA tahun 2013.
3. Prestasi tingkat nasional yaitu Juara III Olimpiade MIPA pada tahun 2013.
2. Prestasi dalam bidang non akademis
1. Prestasi dalam bidang kesenian yakni Juara III Lomba Bercerita Tingkat
SD/MI se-Bali pada tahun 2011, Juara I Lomba Tari Pendet Porsenijar
Kecamatan Banjarangkan pada tahun 2012, Juara II Macepat Putra
Porsenijar Kecamatan Banjarangkan pada tahun 2012, Juara III Lomba
Mesatua Bali tahun 2012.
2. Prestasi dalam bidang olahraga adalah Juara I Lomba Catur Putri Tingkat
SD Kecamatan Banjarangkan pada tahun 2011, Juara I Lomba Senam
Tingkat SD dalam rangka HUT RI ke 67 tahun 2012, Juara I Lomba
Sepeda Hias tingkat SD Putra dalam rangka HUT RI ke 67 tahun 2012,
Juara III Lomba Senam Tingkat SD dalam rangka HUT Proklamasi
Kemerdekaan RI ke 68 Kecamatan Banjarangkan, Juara I Lomba Sepeda
Hias tingkat SD Putri dalam rangka HUT Proklamasi kemerdekaan RI ke
68 tahun 2013.
Pencapaian prestasi dalam bidang akademik maupun non akademik tidak
terlepas dari kerja keras guru membimbing siswa dalam kegiatan akademik dan
ekstrakurikuler yang disediakan di sekolah, yaitu seni tari, seni tabuh, catur,
mekidung/macepat, dan bulutangkis. Siswa yang memiliki kemampuan dalam
bidang akademis dibimbing lebih intensif oleh wali kelas maupun guru lainnya.
Setiap siswa juga diwajibkan memilih salah satu kegiatan ektrakurikuler sesuai
67
dengan minat dan bakatnya. Salah satu lomba yang diikuti oleh siswa dalam
bidang seni dapat dilihat pada gambar 4.14 di bawah ini.
Gambar 4.14 Lomba Macepat Putra Tahun 2012
(Dokumen : SDN No 3 Banjarangkan, 2012)
Berbagai prestasi yang telah berhasil diraih oleh siswa siswi SDN No 3
Banjarangkan merupakan aplikasi visi sekolah yakni Unggul dalam Prestasi
Perolehan Nilai Akademik dan Non Akademik yang Berwawasan Seni dan
Budaya yang Berakar pada Moral Agama, yang diraih dengan menjalankan misi
meningkatkan kegiatan seni budaya dan olahraga, dan menyertakan siswa dalam
mengikuti berbagai lomba. Hal ini menunjukkan bahwa visi sekolah bukan hanya
sebuah slogan tetapi benar-benar dijalankan dengan tindakan nyata.
4.8 Hasil Evaluasi Diri Sekolah SDN No 3 Banjarangkan
SDN No 3 Banjarangkan telah menjadi piloting project program Evaluasi
Diri Sekolah (EDS) sejak tahun 2010. Dalam pencapaian 8 Standar Nasional
68
Pendidikan (SNP) dari hasil pengisian instrumen EDS tahun 2010 menunjukkan
bahwa SDN No 3 Banjarangkan memiliki kelebihan (kekuatan) dalam
pencapaian Standar Proses dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan
kekurangan (kelemahan) masih terdapat pada Standar Sarana Prasarana, Standar
Isi, Standar Penialaian, Standar Pengelolaan, Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan serta Standar Pembiayaan (LPMP Prov. Bali, 2010:1-12).
Hasil pengisian instrumen EDS tahun 2011 menunjukkan pencapaian
Standar Sarana dan Prasarana adalah paling baik di SDN No 3 Banjarangkan
dengan capaian melebihi SNP, sedangkan Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan dan Standar Pembiayaan dengan tahap pengembangan masih
terbilang rendah. Kualifikasi pendidik yang rendah dan belum memadai adalah
indikator yang masih belum memenuhi SNP. Demikian pula halnya dengan
Perumusan Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS) pada Standar Pembiayaan
juga menjadi kelemahan karena belum melibatkan pemangku kepentingan di
dalamnya (SDN 3 Banjarangkan,2011:1-105).
Tahun 2012 hasil EDS di SDN No 3 Banjarangkan menunjukkan
pebedaan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Seluruh standar yakni
Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasaran, Standar Pengelolaan,
Standar Pembiayaan dan Standar Penilaian masih berada dibawah SNP (http://e-
eds.kemdikbud.go.id).
Tahun 2013 adalah tahun keempat SDN No 3 Banjarangkan melakukan
pengisian instrumen EDS yang dilakukan secara online (disebut EDS online).
69
Hasilnya menunjukkan hanya Standar Penilaian dan Standar Pengelolaan yang
telah memenuhi SNP. Standar yang lainnya masih berada dibawah SNP dan
perlu dilakukan perbaikan ( SDN No. 3 Banjarangkan, 2013.p.1). Hasil pengisian
EDS online ini berbeda dengan hasil pengisian instrumen EDS online jenjang SD
untuk Kabupaten Klungkung secara keseluruhan. Capaian SNP untuk Kabupaten
Klungkung dilihat dari hasil pengisian instrumen EDS online 2013 menunjukkan
hanya pada standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) yang memenuhi
SNP, sedangkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi, Standar Proses,
Standar Penilaian, dan Standar Pengelolaan masih belum memenuhi SNP (LPMP
Prov. Bali,2013.p.203). Hasil ini menunjukkan isian instrumen EDS online pada
SDN No 3 Banjarangkan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil
capaian SNP di Kabupaten Klungkung.
Perlu dijelaskan di sini, aplikasi pengukuran ketercapaian standar yang
digunakan untuk menentukan “status” memenuhi SNP berbeda-beda tiap
tahunnya. Hal ini menyesuaikan dengan aplikasi yang digunakan. Seperti telah
dijelaskan, tiap tahun jenis intrumen dan cara pengisian instrumen yang
digunakan berbeda-beda sehingga cara pengukurannya pun berbeda-beda. Namun
perbedaan instrumen dan alat ukur yang digunakan bukanlah menjadi ukuran
sebuah sekolah telah melakukan evaluasi diri dengan baik, melainkan lebih
diutamakan kepada proses pengisian intrumen dilakukan sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan dan data yang diisi pada instrumen adalah data yang benar sesuai
dengan kondisi sekolah tanpa dibuat-buat untuk menjaga citra sekolah.
70
BAB V
PRAKTIK PENGISIAN INSTRUMEN EDS ONLINE
DI SDN NO 3 BANJARANGKAN
Praktik diartikan sebagai pelaksanaan secara nyata apa yang disebut
dalam teori (www.kamusbahasaindonesia.org). Praktik pengisian intrumen EDS
online mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan dalam buku Pedoman
Pelaksanaan Penjaminan Mutu. Pada praktik pengisian instrumen EDS online di
SDN No 3 Banjarangkan ada tiga tahapan yang dilakukan yakni, persiapan teknis
dan sumber daya manusia, aktivasi akun, dan pengisian instrumen EDS online.
5.1 Persiapan Teknis dan Sumber Daya Manusia
Persiapan teknis dan sumber daya manusia merupakan tahapan pertama
yang harus dilakukan oleh sekolah, sebelum melangkah ke tahap selanjutnya.
Persiapan teknis pada dan sumber daya manusia akan dibedakan dan dijelaskan di
bawah ini.
5.1.1 Persiapan Teknis
Persiapan teknis yang dimaksud adalah persiapan sarana dan prasarana
yang mendukung praktik pengisian instrumen EDS online. Persiapan teknis
terdiri dari persiapan komputer beserta jaringan internet, persiapan akun, dan
persiapan dokumen pendukung yang diperlukan dalam pengisian instrumen di
sekolah. Berbeda dengan tahun 2012, pelaksanaan EDS tahun 2013 dilakukan
71
dengan pendekatan transaksi realtime berbasis internet. Pengisian instrumen
dilakukan pada saat responden (guru, siswa, kepala sekolah) terkoneksi dengan
situs http://padamu.kemdikbud.go.id. Proses pelaksanaan EDS secara online
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi waktu dan sumber daya dengan asumsi
semakin banyak jumlah satuan pendidikan yang telah memiliki fasilitas teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) seperti komputer, laptop, dan internet, serta
semakin berkembang dan stabilnya jaringan komunikasi data di seluruh Indonesia
(BPSDMPK-PMP, 2013: 16).
Pertama, persiapan sarana dan prasarana pendukung. Dalam penyediaan
sarana dan prasarana, SDN No 3 Banjarangkan telah memiliki dua unit komputer
yang layak pakai, dan jaringan internet. Seperangkat alat ini ditempatkan di ruang
IT yang sekaligus menjadi tempat operator sekolah bekerja. Selain dua perangkat
komputer, operator sekolah dan beberapa guru juga telah memiliki laptop yang
bisa digunakan untuk melakukan pengisian instrumen EDS online. Dapat
dikatakan, proses pengisian instrumen EDS online tidak terpaku kepada dua
komputer yang tersedia tetapi juga bisa menggunakan laptop. Demikian pula
dengan jaringan internet, tidak terpaku dengan jaringan internet yang ada di
sekolah melainkan bisa menggunkan modem yang dimiliki secara individu.
Secara kuantitas dan kualitas ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sudah
sangat memadai, dengan demikian proses pengisian instrumen EDS online tidak
saja bisa dilakukan di sekolah tetapi bisa dilakukan dirumah masing-masing
asalkan memiliki komputer/laptop dan ada jaringan internet.
72
Kedua adalah mempersiapkan akun. Akun, disediakan oleh layanan
PADAMU NEGERI, pada website http://padamu.kemdikbud.go.id. PADAMU
NEGERI merupakan singkatan dari Pangkalan Data Penjaminan Mutu
Pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah sebuah Layanan Sistem
Informasi Terpadu Online yang dibangun oleh Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan – Penjaminan Mutu Pendidikan
(BPSDMPK-PMP). PADAMU NEGERI dibangun sebagai pusat layanan terpadu
yang bersumber dari/ke sistem transaksional BPSDMPK-PMP Kemdikbud
lainnya, meliputi Evaluasi Diri Sekolah (EDS), Nomor Unik Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (NUPTK), Sertifikasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PTK), dan Diklat PTK (BPSDMPK-PMP,2013: 3).
Untuk mengembangkan aplikasi PADAMU NEGERI, BPSDMPK-PMP
bekerjasama dengan Telkom. Selama ini Telkom telah memiliki aplikasi yang
disebut SIAP online. Aplikasi ini memiliki beberapa layanan di antaranya adalah
Sistem Informasi Managemen (SIM), PPDB (Penerima Peserta Didik Baru)
online, pembuatan website sekolah, jejaring sosial dan lainnya. Semua layanan
tersebut ada yang bersifat gratis dan ada juga yang berbayar. PADAMU
NEGERI dibangun menggunakan platform SIAP online, artinya menu-menu
PADAMU NEGERI dan SIAP online terintegrasi menjadi satu. Dengan demikian
ketika operator sekolah sudah melakukan aktivasi akun PADAMU NEGERI
maka secara otomatis sekolah mendapatkan layanan SIAP online dari pihak
Telkom. Berkaitan dengan program EDS online, SIAP online yang diberikan
bersifat grastis (BPSDMPK-PMP,2013:3).
73
Pada layanan PADAMU NEGERI, tersedia 4 (empat) tipe akun yang
yang terdiri dari akun institusi, akun individu publik, akun individu institusi, dan
akun admin/operator institusi. Pertama akun institusi, merupakan akun yang
bersifat tetap mengikat pada institusi. Tidak bisa dihapus/dinonaktifkan. Akun
institusi dapat didelegasikan kepada individu yang ditunjuk oleh pimpinan
institusi. Format akun institusi adalah merupakan angka kode institusi yang
diberikan oleh sistem SIAP online. Akun institusi sekolah (akun sekolah)
berisikan kode institusi, yang dibagikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten ke
sekolah-sekolah. Kedua akun individu publik, akun ini bersifat personal publik
tidak terkait dengan institusi manapun. Untuk mendaftar dan mengaktifkan akun
ini dilakukan melalui layanan SIAP Komunitas pada www.siapku.com (berbasis
email individu). Ketiga akun individu institusi, merupakan akun yang bersifat
personal bagi para anggota resmi yang terikat dengan institusi. Akun individu
institusi diterbitkan oleh admin/operator institusi terkait. Format akun ini berupa
angka kode individu institusi yang diberikan oleh sistem SIAP online. Angka
kode individu untuk PTK dan siswa yang tercetak pada Surat Aktivasi Akun
yang diberikan oleh operator/admin sekolah kepada masing-masing PTK dan
siswa yang menjadi responden. Keempat akun admin/operator institusi,
merupakan akun individu publik atau akun individu institusi yang didaftarkan
dan diberikan hak akses sebagai anggota grup admin/operator pada institusi oleh
pengelola akun institusi BPSDMPK-PMP,2013: 4-6).
Pada pelaksanaan program EDS online ini khususnya dalam lingkup
sekolah hanya digunakan 3 tipe akun, yakni akun sekolah, akun operator sekolah
74
dan akun individu (akun kepala sekolah, guru, dan siswa). Akun sekolah
diberikan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Klungkung.
Akun operator sekolah diperoleh setelah mendaftarkan di layanan SIAP online.
Untuk kepala sekolah dan guru, mereka akan mendapatkan akun individu setelah
sebelumnya melakukan verifikasi dan validasi (VerVal) data NUPTK yang
disebut dengan VerVal Level 1. Seperti telah disebutkan, pelaksanaan program
EDS tahun 2013 terintegrasi dengan pendataan NUPTK , karenanya dalam proses
pengisian instrumen EDS online untuk kepala sekolah dan guru yang sering
disebut dengan pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) berbasis kepada
NUPTK.
NUPTK merupakan kode identitas unik yang diberikan kepada seluruh
pendidik (guru) dan tenaga kependidikan (staf) di seluruh satuan pendidikan
(sekolah) di Indonesia. NUPTK dibangun oleh Direktorat Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas tahun 2006. Seiring
dengan program reformasi birokrasi, NUPTK sejak tahun 2011 dikelola oleh
Sekretariat Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan
Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP) Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Negara Republik Indonesia.
Dalam perkembangannya NUPTK menjadi syarat utama yang harus
dimiliki oleh seluruh PTK se-Indonesia untuk dapat mengikuti program-program
kementerian seperti sertifikasi PTK, Uji Kompetensi PTK, Diklat PTK, dan
berbagai tunjangan PTK. BPSDMPK-PMP yang bertanggungjawab sepenuhnya
terhadap pengelolaan NUPTK memiliki kepentingan terhadap pelaksanaan
75
verifikasi dan validasi ulang NUPTK 2013 dalam rangka meningkatkan
penjaminan mutu pendidikan nasional khususnya para PTK. Dengan adanya
peran aktif PTK dalam melaksanakan program VerVal NUPTK periode 2013 ini
BPSDMPK-PMP dapat membantu peningkatan mutu para PTK dengan lebih
obyektif, transparan, akurat, dan berkesinambungan (BPSDMPK-PMP,2013:3).
Bentuk integrasi pendataan NUPTK dan EDS online dapat dilihat pada gambar
5.1 di bawah ini.
Gambar 5.1 Integrasi pelaksanaan NUPTK dan EDS
( Sumber : BPSDMPK-PMP, 2013 )
76
Meskipun program EDS ini berbasis NUPTK, bukan berarti kepala
sekolah maupun guru yang belum memiliki NUPTK luput dari proses pengisian
EDS online. Seluruh kepala sekolah dan guru yang ada di sekolah baik yang
telah memiliki NUPTK atau belum wajib melakukan pengisian instrumen EDS
online. Bagi kepala sekolah maupun guru yang telah memiliki NUPTK ada
beberapa langkah yang dilakukan untuk VerVal Level 1, sesuai dengan alur
berikut.
Gambar 5.2 Alur VerVal Level 1.
(Sumber : http://padamu.kemdikbud.go.id)
77
Alur di atas berlaku untuk kepala sekolah atau guru yang telah memiliki
NUPTK. Proses VerVal Level 1 diawali dengan pengunduhan formulir yang
tersedia pada http://padamu.kemdikbud.go.id dengan memasukkan kata kunci
nama kepala sekolah/guru atau NUPTK. Bila kepala sekolah/guru tidak
mengalami perpindahan tempat bertugas, atau yang dari awal bertugas di sekolah
induk langsung mengunduh formulir A01, sedangkan bagi yang mengalami
perubahan mengunduh formulir A02 atau A03 sesuai dengan keperluan. Bagi
kepala sekolah atau guru yang mengunduh formulir A02 atau A03 melakukan
perbaikan dan pemuktahiran data sesuai dengan kondisi terkini. Setelah formulir
A02 atau A03 tersebut dilengkapi diserahkan ke operator Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Klungkung. Untuk di SDN No 3 Banjarangan,
formulir A02 dan A03 dikumpulkan ke sekolah, selanjutnya operator sekolah
yang membawa ke kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Klungkung diserahkan kepada operator kabupaten. Tujuan pengumpulan ini
adalah untuk menghindari ada formulir dari guru yang tercecer atau tidak
terverifikasi. Setelah semua formulir diverifikasi dan divalidasi oleh Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Klungkung, akan mendapatkan
formulir A01. Untuk kepala sekolah atau guru yang sejak awal memperoleh
formulir A01, tidak perlu melakukan verifikasi ke Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Klungkung, cukup mendapat pengesahan dari kepala
sekolah. Formulir A01 tersebut dengan melampirkan dokumen pendukung di
serahkan kepada operator sekolah untuk dilaksanakan entri data, seperti yang
tampak pada gambar alur berikut.
78
Gambar 5.3 Alur verifikasi dan validasi formulir A01
(Sumber : http://padamu.kemdikbud.go.id)
Operator sekolah segera melakukan pengecekan setelah mendapatkan
formulir A01 dari kepala sekolah dan guru. Bila semua data dan dokumen
79
pendukung telah lengkap, operator sekolah segera mencetak surat tanda bukti
Verval Level 1 ( S02b) yang diserahkan kepada kepala sekolah dan guru. Surat
tanda bukti VerVal Level 1 ini berisi kode aktivasi akun dan sebagai bukti bahwa
data sudah di entri oleh operator sekolah dan status NUPTK menjadi “Sementara
Aktif”.
Bagi kepala sekolah atau guru yang tidak memiliki NUPTK bisa
memperoleh surat aktivasi akun dengan menggunakan Peg ID. Peg ID merupakan
identitas sementara untuk guru yang memiliki fungsi sama dengan NUPTK. Cara
memperoleh Peg ID adalah dengan cara mendaftar di layanan SIAP online. Alur
yang harus dijalani berbeda dengan kepala sekolah atau guru yang telah memiliki
NUPTK, namun pada pembahasan ini hal tersebut tidak dibicarakan sebab
mengacu kepada hasil penelitian kepala sekolah dan seluruh guru yang ada di
SDN No 3 Banjarangkan telah memiliki NUPTK.
Dari hasil pengamatan di lapangan, alur VerVal 1 ini menimbulkan
keluhan dari beberapa guru, seperti yang terungkap dari hasil wawancara berikut.
“Terlalu banyak yang harus dilengkapi buk, sekarang ini kita kan berpikir
kalau guru itu kerjanya kan ngajar, belum lagi harus bikin administrasi
dan lainnya, misalnya RPP, juga silabus yang nanti akan dijadikan bahan
supervisi sama ibu kepala sekolah” (Indah, wawancara 25 Maret 2014).
Penuturan serupa juga diungkapkan oleh guru lainnya yang mengatakan
sebagai berikut.
“Kita kan guru kelas kecil jadi kadang waktu kita gak sempat. Tapi
gimana yang namanya tugas tetap harus dijalani” (Suarthini, 25 Maret
2014).
Dari pernyataan kedua guru di atas nampak bahwa mereka merasa
terbebani dengan prosedur yang harus dilakukan. Guru SD sebagian besar adalah
80
guru kelas, yang berarti mereka harus mengajar dan bertanggungjawab sebagai
wali kelas selama satu hari penuh. Berbeda dengan guru pada jenjang SMP atau
SMA/SMK yang rata-rata merupakan guru mata pelajaran (mapel) yang hanya
mengajar 2 – 4 jam pada satu kelas. Perbedaan peran ini mempengaruhi jumlah
waktu luang yang dimiliki oleh guru untuk melengkapi dokumen-dokumen yang
diperlukan dalam VerVal. Guru SD memiliki waktu luang yang lebih sedikit
daripada guru pada jenjang di atasnya.
Keluhan-keluhan yang disampaikan oleh guru di atas merupakan wujud
resistensi terhadap program EDS yang dirasakan memberatkan. James C. Scott
menyatakan resistensi merupakan bentuk penolakan diam-diam yang diistilahkan
sebagai hidden transcript . Resistensi ini diwujudkan dalam bentuk keluhan-
keluhan yang hanya bisa mereka ungkapkan dalam hati maupun dengan teman-
teman sesama guru di sekolah. Resistensi menjadi pilihan karena penolakan
secara terbuka tidak mungkin dilakukan (reviewgersos.blogspot.com).
Pembuatan surat aktivasi akun siswa tidak serumit kepala sekolah atau
guru. Siswa yang menjadi responden tidak perlu melakukan VerVal data,
operator sekolah cukup mendaftarkan nama-nama siswa di layanan PADAMU
NEGERI. Apabila nama dan identitas pribadi siswa telah terdaftar, operator
sekolah mencetak surat aktivasi akun yang berisikan SIAP ID dan password.
Setelah seluruh responden memperoleh surat aktivasi akun, mereka dinyatakan
siap untuk login ke layanan PADAMU NEGERI dan melakukan pengisian data
pribadi dan instrumen EDS online.
81
Persiapan ketiga adalah mempersiapkan dokumen pendukung yang
diperlukan pada saat pengisian instrumen EDS online. Sebagai bentuk
akuntabilitas terhadap pelaksanaan EDS, petugas harus menginformasikan
kepada sekolah untuk menyiapkan berbagai dokumen pendukung seperti RKS,
kurikulum, RPP, pedoman-pedoman pembelajaran dan penilaian, peraturan
menteri yang mengacu kepada penjaminan mutu dan SNP. Kelengkapan
dokumen pendukung tersebut menjadi acuan dalam proses verifikasi dan validasi
hasil isian EDS melalui kegiatan kunjungan langsung oleh pengawas sekolah atau
LPMP (BPSDMPK-PMP, 2013: 41).
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, SDN No 3 Banjarangkan
belum memiliki dokumentasi yang baik. Selain itu sekolah juga tidak
mempersiapkan dokumen peraturan menteri yang mengacu kepada panjaminan
mutu dan SNP. Tindakan yang tidak mempersiapkan dokumen pendukung untuk
pengisian instrumen EDS online ini juga bisa dikatakan sebagai resistensi.
Berbeda dengan keluhan-keluhan di atas yang hanya diungkapkan dalam hati dan
dengan sesama guru, perlawanan yang ditunjukkan disini diwujudkan dalam
bentuk perilaku tidak mempersiapkan dokumen pendukung. Terjadinya perilaku
ini sebagai akibat dari terbatasnya tenggang waktu yang diberikan oleh layanan
PADAMU dalam mengisi instrumen EDS online. Waktu yang singkat tidak
memungkinkan sekolah untuk mempersiapkan dokumen dalam waktu segera.
82
5.1.2 Persiapan Sumber Daya Manusia
Persiapan sumber daya manusia (SDM) dalam rangka pelaksanaan
program EDS khususnya pengisian instrumen EDS online ini terbagi menjadi dua
yaitu persiapan SDM pemetaan dan responden (kepala sekolah, guru, dan siswa
yang akan mengisi EDS online). Pertama, persiapan SDM pemetaan.
Keberhasilan program EDS khususnya dalam pengisian instrumen EDS online,
diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memadai dalam arti memahami
tentang EDS dan penjaminan mutu, serta menguasai TIK. Ada beberapa
komponen SDM yang akan terlibat langsung dalam pelaksanaan program EDS
ini yakni operator LPMP, operator tingkat kabupaten, operator tingkat
kecamatan, pengawas sekolah, dan operator sekolah.
Sebagai langkah awal mempersiapkan SDM pemetaan yang memiliki
kualitas, LPMP Provinsi Bali melaksanakan kegiatan pembekalan yang disebut
dengan Capacity Building (CB) kepada pengawas sekolah serta operator, yang
terdiri operator tingkat kabupaten dan kecamatan. Pelaksanaan CB ini sangat
penting dilakukan terutama untuk mematangkan kesiapan pengawas sekolah
dalam melaksanaan pendampingan di sekolah, seperti yang diungkapkan oleh
Kepala Seksi Pemetaan Mutu dan Supervisi, Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) Provinsi Bali berikut ini.
“Kegiatan capacity building (CB) ini sebenarnya lebih ditekankan kepada
peningkatan kapasitas pengawas sekolah. Karena apa ? Banyak dari
pengawas-pengawas kita yang belum memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang baik tentang penjaminan mutu itu. Bila pengawas
belum paham akan sulit dia mengibaskan kepada sekolah binaan yang ada
di wilayahnya. Apalagi tahun ini kita menggunakan instrumen yang
berbeda dengan tahun sebelumnya. Tahun ini kita total menggunakan
instrumen online yang terhubung secara realtime, jadi pada CB inilah kita
83
pacu mereka untuk belajar menggunakan aplikasi yang dibantu oleh
operatornya kabupaten maupun kecamatan masing-masing” (Gusti Ayu
Sriati,wawancara 5 Mei 2014).
Pelaksanaan CB untuk pengawas sekolah dan operator
kabupaten/kecamatan dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan dengan materi
yang disampaikan sebagai berikut.
1. Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan
2. Penjaminan Mutu Pendidikan dan Strategi Pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal (SMP) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP)
3. Mekanisme Pelaksanaan Pemetaan Mutu
4. Instrumen Pemetaan Mutu
5. Penggunaan Aplikasi Sistem PADAMU NEGERI
6. Pemanfaatan Hasil Pemetaan Mutu
7. Penyusunan Rencana Tindak Lanjut (BPSDMPK-PMP,2013:33)
Masing-masing materi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1)
Kebijakan penjaminan mutu pendidikan merupakan komitmen pemerintah dalam
upaya melakukan penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 63 Tahun 2009. 2) Penjaminan mutu pendidikan dan
strategi pemenuhan SNP merupakan pemaparan mengenai konsep penjaminan
mutu pendidikan secara umum yang meliputi pemenuhan SNP, kaitan Evaluasi
Diri Sekolah dengan penjaminan mutu, dan manfaat evaluasi diri dalam upaya
peningkatan mutu dan membangun budaya mutu. 3) Mekanisme pelaksanaan
pemetaan mutu merupakan prosedur/mekanisme pelaksanaan pemetaan mutu di
sekolah mulai dari pembekalan sampai pada pelaporan pemetaan mutu. 4)
Instrumen pemetaan mutu berisi tentang pengenalan instrumen pemutahiran
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) dan instrumen pemetaan mutu versi
2013, serta cara pengisian instrumen. 5) Penggunaan aplikasi PADAMU
NEGERI merupakan pengenalan sistem PADAMU NEGERI agar pengawas
84
maupun operator sekolah mampu mengoperasikan aplikasi PADAMU NEGERI
dan mengimbaskannya di sekolah binaan masing-masing. 6) Pemanfaatan hasil
pemetaan mutu merupakan pemaparan tentang pemanfaatn hasil pemetaan mutu
bagi satuan pendidikan dan pemerintah kabupaten/kota. 7) Penyusunan rencana
tindak lanjut, pengawas sekolah diharapkan menyusun rencana kerja yang akan
diimplementasikan di sekolah binaannya masing-masing sehingga pelaksanaan
pengisian instrumen EDS online bisa berjalan dengan lancar (BPSDMPK-PMP,
2013:35).
Pada kegiatan CB ini terlihat terjadinya sebuah proses internalisasi yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap pengawas dan operator kabupaten maupun
kecamatan. Internalisasi merupakan proses penanaman nilai ke dalam jiwa
seseorang sehingga nilai tersebut tercermin dari perilaku yang ditampakkan
(zangpriboemi.blogspot/2014). Setelah mengikuti CB di LPMP Provinsi Bali,
pengawas sekolah dan operator memiliki pemahaman yang benar tentang EDS
dan mampu menjalankan tugasnya di sekolah. Seorang pengawas sekolah
diharapkan mampu melakukan hal-hal sebagai berikut.nga Dengan enyim internalis
1. Melaksanakan pendampingan proses pemetaan mutu pendidikan di sekolah
2. Memandu dan mengarahkan sekolah dalam pengisian instrumen eds
3. Memastikan setiap sekolah memenuhi target instrumen EDS
4. Melakukan visitasi ke setiap sekolah untuk melakukan Verifikasi dan
Validasi (VerVal) fisik hasil isian EDS online yang ada di sistem aplikasi
(BPSDMPK-PMP,2013:27)
Tugas operator kabupaten maupun kecamatan lebih kepada masalah
teknis. Operator kabupaten bertugas mengaktifkan akun login ke sistem,
memonitor proses aktivasi akun setiap sekolah, dan memandu sekolah dalam
pelaksanaan pemetaan mutu pendidikan di sekolah. Operator kecamatan memiliki
85
tugas mengaktifkan akun login ke sistem, membantu distribusi surat aktivasi akun
sekolah, membantu proses aktivasi akun sekolah di wilayahnya, dan membantu
dan mengarahkan para operator sekolah dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawab operasional sistem (BPSDMPKPMP,2013:25). Operator sekolah
merupakan orang yang ditunjuk dan dipercaya oleh kepala sekolah untuk
melakukan pengisian data dan membantu secara teknis bila kepala sekolah serta
para guru melakukan VerVal data NUPTK.
Kedua, adalah persiapan responden. Responden di SDN No 3
Banjarangkan adalah Kepala Sekolah SDN No 3 Banjarangkan, 15 orang guru,
dan 57 orang siswa, dimana syarat jumlah responden siswa yang ditentukan buku
pedoman antara 30 – 60 orang (BPSDMPK-PMP,2013:25). Responden siswa
diambil dari siswa kelas Va (30 orang) dan Vb (27 orang) dengan alasan hanya
kelas tersebut yang memenuhi jumlah yang disyaratkan. Secara kuantitas
persiapan untuk responden di SDN No 3 Banjarangkan sudah sangat memadai.
5.2 Aktivasi Akun
Ada tiga jenis akun yang harus diaktivasi di sekolah, yakni akun sekolah,
akun PTK (guru dan kepala sekolah), dan akun siswa. Setelah mendapatkan surat
aktivasi akun PADAMU dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Klungkung, akun pertama yang harus diaktivasi adalah akun institusi
sekolah agar SDN No 3 Banjarangkan bisa menggunakan layanan ini. Surat
aktivasi akun menyertakan UserID dan Kode Aktivasi. Aktivasi terhadap akun
sekolah ini dilakukan oleh operator sekolah yang sekaligus bertanggungjawab
86
atas terkoneksinya sekolah pada layanan PADAMU NEGERI. Langkah-langkah
yang harus diikuti untuk melakukan aktivasi akun sekolah adalah sebagai berikut.
1. Membuka layanan SIAP online seperti gambar 5.4 berikut.
Gambar 5.4 Halaman SIAP online untuk aktivasi akun
( Sumber : http://padamu.kemdikbud.go.id )
Pada layanan tersebut, terdapat beberapa menu pilihan yaitu login LPMP,
login Disdik, login Sekolah, dan Aktivasi Akun Sekolah. Di antara pilihan
menu tersebut operator sekolah harus memilih menu Aktivasi Akun Sekolah,
87
maka akan muncul halaman Aktivasi Akun Sekolah seperti yang terlihat pada
gambar 5.5 di bawah ini.
2. Halaman Aktivasi Akun Sekolah
Gambar 5.5 Halaman Aktivasi Akun Sekolah
( Sumber : http://padamu.kemdikbud.go.id )
3. Pada halaman aktivasi akun sekolah, operator sekolah memasukkan SIAP
ID serta kode aktivasi yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Klungkung.
4. Melakukan penggantian kode aktivasi dengan password baru untuk
melindungi akun sekolah dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
5. Melakukan pengisian data pengelola akun sekolah (data operator sekolah)
yang dilanjutkan dengan pengisian data profil sekolah. Untuk memberikan
88
gambaran lokasi sekolah, operator juga harus memilih koordinat lokasi
yang telah disediakan oleh sistem.
6. Setelah semua data terisi dan telah dilakukan konfirmasi pada sistem, akun
sekolah dinyatakan telah terdaftar dan bisa melakukan login pada layanan
PADAMU NEGERI, dan profil sekolah akan tampak seperti gambar 5.6
berikut.
Gambar 5.6 Profil SDN No 3 Banjarangkan
( Sumber : http://padamu.kemdikbud.go.id )
Pengisian data yang dilakukan secara real time pada sistem aplikasi
seringkali tidak terhindar dari “error system”, sehingga terjadi ketidak sesuaian
antara data yang diisi dengan yang terekam pada sistem aplikasi. Seperti pada
profil SDN No 3 Banjarangkan di atas, terlihat adanya perbedaan jumlah guru
89
yang tercatat di sistem aplikasikasi dengan realitas di sekolah. Jumlah guru yang
terlihat pada sistem menunjukkan jumlah 30 orang sedangkan realitasnya hanya
ada 15 orang guru. Hal ini dikarenakan karena gangguan pada sistem ketika
pengiriman data pertama, sehingga operator mengirim ulang untuk yang kedua
kalinya. Oleh sistem data terbaca menjadi dua kali pengiriman sehingga jumlah
guru yang tercatat menjadi 30 orang guru. Dalam penelitian ini tetap berpedoman
kepada data riil yang ada di sekolah yakni sebanyak 15 orang guru.
Akun kedua yang diaktifkan adalah akun PTK ( kepala sekolah dan guru).
Kepala sekolah dan guru yang telah melengkapi formulir A01 dan telah
memperoleh surat tanda bukti VerVal Level 1 wajib melakukan aktivasi akun
dengan menggunakan NUPTK dan kode aktivasi yang tertera pada surat tersebut.
Dari hasil pengamatan di lapangan, kepala sekolah dan 15 guru di SDN No 3
Banjarangkan telah memiliki surat tanda bukti VerVal Level 1, hal ini
menunjukkan kerja keras operator sekolah yang telah membantu sehingga seluruh
guru dan kepala sekolah telah menyelesaikan prosedur dan melengkapi formulir
A01. Setelah memiliki surat bukti aktivasi akun kepala sekolah dan guru wajib
melakukan aktivasi akunnya masing-masing. Langkah-langkah yang harus diikuti
untuk melakukan aktivasi akun sesuai buku pedoman pemetaan adalah sebagai
berikut.
90
1. Membuka halaman SIAP online dan memilih menu aktivasi akun PTK dan
akan muncul seperti gambar 5.7 berikut.
Gambar 5.7 Halaman aktivasi akun PTK
(Sumber : http://padamu.kemdikbud.go.id)
2. Memasukkan NUPTK/PegID dan kode aktivasi yang tercantum pada lembar
surat tanda bukti verval level 1 (yang disebut juga surat aktivasi akun)
masing-masing PTK.
3. Melakukan pengisian data pribadi PTK. Jika PTK melakukan aktivasi secara
mandiri pada tahap inilah kesempatan untuk memeriksa biodata diri sendiri
serta data login username dan password (BPSDMPK-PMP,2013:33).
91
Di dalam buku Pedoman Pemetaan Mutu yang dikeluarkan oleh
BPSDMPK-PMP disebutkan PTK melakukan aktivasi akun (BPSDMPK-PMP,
2013:12). Hal berarti masing-masing responden khususnya PTK melakukan
aktivasi akun masing-masing dengan terkoneksi langsung dengan layanan
PADAMU NEGERI. Dari hasil pengamatan di SDN No 3 Banjarangkan, aktivasi
akun kepala sekolah dan guru tidak dilakukan sendiri melainkan dilakukan oleh
operator sekolah. Kepala sekolah dan guru mengisi data pribadi pada formulir
cetak yang sudah disediakan oleh operator. Selanjutnya operator memasukkan
data tersebut ke dalam sistem. Operator sekolahlah yang melakukan pemeriksaan
data pribadi milik kepala sekolah dan guru, termasuk merubah password akun
mereka. Hal serupa terjadi pada proses aktivasi akun siswa. Dikarenakan siswa
belum menguasai komputer, operator sekolah yang memasukkan data manual
yang telah diisi oleh siswa.
Pada proses aktivasi akun ini guru maupun siswa hanya mengikuti dan
melengkapi apa yang disuruh oleh operator. Hakekat pendidikan menurut Paulo
Freire adalah “proses memanusiakan manusia kembali”. Gagasan ini berangkat
dari suatu analisis bahwa sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya
membuat masyarakat mengalami proses dehumanisasi (Topatimasang,R.
dkk.2010:xvi). Hal ini diasumsikan bahwa tidak ada masalah dengan sistem yang
digunakan, masalah treletak pada sikap, pengetahuan, dan keterampilan
responden menggunakan komputer. Dalam pola ini proses aktivasi akun lebih
memfokuskan kepada bagaimana membuat sistem (layanan PADAMU NEGERI)
92
di sekolah bisa bekerja, dan mengesampingkan komitmen guru dan siswa
terhadap sistem tersebut.
5.3 Praktik Pengisian Instrumen EDS Online
Alat yang digunakan dalam kegiatan EDS ini adalah sebuah instrumen
yang disebut dengan instrumen EDS. Oleh karena pada tahun 2013 ini pengisian
instrumen dilakukan secara online, maka disebut dengan instrumen EDS online.
Instrumen EDS online ini merupakan hasil perbaikan dan pembaruan terakhir
yang dilakukan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan
dan Kebudayaan Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak tahun 2010, instrumen EDS
telah 4 kali mengalami perbaikan, dari segi bentuk, isi maupun cara
pengisiannya. Bentuk instrumen EDS yang digunakan pada tahun 2010 masih
berupa hardcopy, instrumen dicetak kemudian diberikan kepada sekolah untuk
mengisi. Instrumen tahun ini mencakup 8 SNP dengan komponen masing-masing
standar berbeda-beda. Standar Sarana Prasarana (sarpras) adalah yang pertama
yang terdiri dari 2 komponen, dilanjutkan dengan Standar Isi (SI) dengan 2
komponen, Standar Proses Belajar dengan 6 komponen, Standar Penilaian dengan
3 komponen, Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan 2 komponen, Standar
Pengelolaan dengan 6 komponen, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PTK) dengan 1 komponen, dan terakhir Standar Pembiayaan dengan 3
komponen. Cara pengisian instrumen ini dilakukan secara manual, sekolah
93
mendeskripsikan kondisi riil sekolah sesuai dengan komponen yang terdapat
dalam instrumen.
Pada pelaksanaan EDS tahun 2011, dilakukan perbaikan terhadap
instrumen EDS yang akan digunakan. Dari segi bentuk, tahun 2011 digunakan
dua jenis instrumen yakni instrumen dalam bentuk hardcopy (cetak) dan dalam
bentuk softcopy. Instrumen hardcopy diisi dengan cara manual sedangkan
softcopy dengan cara online. Pengisian instrumen EDS secara online dilakukan
dengan cara mengunduh instrumen dari sistem Dapodik (data pokok pendidik,
kemdikbud) dengan menggunakan Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN)
masing-masing sekolah. Instrumen dapat diisi secara offline kemudian diunggah
kembali ke Dapodik dengan menggunakan NPSN sekolah.
Perubahan juga terjadi pada segi isi instrumen, masing-masing standar
dibagi dalam komponen dan indikator. Susunan 8 SNP pada instrumen ini adalah,
Standar Isi yang terdiri dari 2 komponen dan 5 indikator, Standar Proses yang
terdiri dari 5 komponen dan 9 indikator, Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
yang terdiri dari 2 komponen dan 6 indikator, Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK) yang terdiri dari 3 komponen dan 6 indikator, Standar
Sarana dan Prasarana yang terdiri dari 5 komponen dan 5 indikator, standar
pengelolaan terdiri dari 6 komponen dan 12 indikator, Standar Pembiayaan terdiri
dari 3 komponen dan 9 indikator, dan terakhir Standar Penilaian Pendidikan yang
terdiri dari 3 komponen dan 8 indikator.
Tahun 2012 dalam program EDS hanya digunakan satu jenis instrumen
yakni instrumen dalam bentuk online yang dapat diunduh pada situs http://e-
94
eds.kemdikbud.go.id. Hampir sama dengan cara pengisian instrumen EDS online
tahun 2011, sekolah dengan menggunakan NPSN mengunduh instrumen EDS
kemudian mengisinya secara offline dan mengunggahnya kembali. Dari segi isi
terjadi perubahan, instrumen terdiri dari dua jenis yaitu jenis isian dan angket.
Daftar isian yang harus diisi oleh kepala sekolah dan guru adalah isian data dasar,
dan telaah silabus. Angket ada empat jenis yakni angket untuk kepala sekolah,
angket untuk guru, angket untuk siswa dan angket untuk komite sekolah. Angket
untuk kepala sekolah memuat pertanyaan seputar Standar Isi, Standar Proses,
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Penilaian, Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (SKL), Standar Sarana dan Prasarana, dan Standar
Pengelolaan. Pada angket guru memuat pertanyaan yang menyangkut Standar Isi,
Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Sarana dan
Prasarana, Standar Pengelolaan, dan Standar Penilaian. Untuk angket siswa
terdiri dari pertanyaan yang mengacu kepada Standar Proses, Standar Sarana dan
Prasarana, Standar Pengelolaan, dan Standar Penilaian. Terakhir, angket untuk
komite sekolah hanya memuat pertanyaan seputar Standar Pembiayaan.
Pengisian instrumen EDS yang dilakukan secara online dari segi waktu
dinilai lebih efektif dan dari segi biaya lebih efisien karena tidak perlu membuat
hardcopy (print). Hal ini menjadikan pada tahun 2013 instrumen yang digunakan
adalah instrumen EDS online, yang pengisiannya diintegrasikan dengan data
Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Pengintegrasian ini
diprioritaskan pada pemetaan seluruh sekolah di Indonesia sebagai baseline data
pemenuhan mutu pendidikan sesuai dengan SNP. Pengisian instrumen EDS dan
95
data NUPTK ini dilakukan dengan menggunakan layanan PADAMU NEGERI
pada situs http://padamu.kemdikbud.go.id. PADAMU NEGERI merupakan
singkatan dari Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan Negara kesatuan
Republik Indonesia, sebuah layanan sistem terpadu online yang dibangun oleh
BPSDMPK-PMP, Kemdikbud. PADAMU NEGERI dibangun sebagai pusat
layanan data terpadu yang bersumber dari/ke sistem transaksional BPSDMPK-
PMP Kemdikbud yang meliputi Evaluasi Diri Sekolah (EDS), NUPTK,
sertifikasi PTK, dan Diklat PTK. Instrumen mengacu kepada 8 SNP yang terdiri
dari beberapa indikator. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) menjadi acuan untuk
Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK), dan Standar Pengelolaan. Sementara untuk Standar Sarana
dan Standar Prasarana hanya di jaring melalui data dasar. Adapun yang
membedakan instrumen EDS online 2013 dengan instrumen EDS tahun
sebelumnya adalah sebagai berikut.
1. Instrumen mencakup beberapa pertanyaan pokok pada tiap standar yang
terkait dengan SNP sebagai dasar bagi sekolah untuk memperoleh informasi
dan data secara rinci tentang kinerjanya secara kualitatif.
2. Instrumen terdiri dari sejumlah pertanyaan terkait dengan 8 SNP yang paling
erat hubungannya dengan mutu penyelenggaraan pendidikan yang hasilnya
menjadi dasar untuk menyusun Rencana Kerja Sekolah/Rencana Kerja
Anggaran Sekolah.
3. Instrumen terdiri dari instrumen kepala sekolah, guru dan siswa (LPMP Prov.
Bali,2013:13).
Dapat disimpulkan bahwa instrumen EDS online yang digunakan pada
tahun 2013 ini terdiri dari dua jenis isian data, yakni isian data dasar dan angket.
Data dasar berisikan tentang identitas sekolah, siswa dan rombel, kurikulum dan
beban belajar, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, serta
96
anggaran dan pembiayaan pendidikan. Keseluruhan isian data dasar diisi oleh
operator sekolah berdasarkan data yang ada di sekolah. Angket terdiri dari
beberapa buah pertanyaan dengan beberapa pilihan jawaban. Responden dapat
memilih lebih dari satu jawaban sesuai dengan realitas di sekolah dan bukti fisik
yang ada. Angket ini diisi oleh guru, kepala sekolah dan siswa. Keterkaitan kedua
komponen tersebut dapat dilihat pada gambar 5.8 berikut.
Gambar 5.8 Komponen Instrumen EDS
(Sumber : BPSDMPK-PMP,2013)
Meskipun instrumen terus mengalami perkembangan namun dalam hal
melakukan penjaminan mutu yang diutamakan adalah proses ketika pengisian
yang diharapkan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Dalam proses
pengisian instrumen EDS online ada beberapa tahap yang harus dilakukan. Tahap
yang harus dilalui oleh guru, siswa dan kepala sekolah berbeda antara satu
dengan yang lainnya.
97
5.3.1 Praktik Pengisian Instrumen EDS Online oleh Guru
Praktik pengisian instrumen EDS online dilakukan secara terintegrasi
dengan pelaksanaan pendataan PTK dan dilaksanakan di sekolah. Pada dasarnya
pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara realtime berbasis internet. Seluruh
responden harus mengisi data dan menjawab pertanyaan pada aplikasi yang
disediakan pada web dengan alamat http://padamu.kemdikbud.go.id. Dengan
demikian seluruh responden harus mempunyai akses terhadap internet, baik di
sekolah maupun di luar sekolah (BPSDMPK-PMP, 2013:39).
Instrumen EDS online wajib diisi oleh semua guru baik yang telah
memiliki NUPTK maupun yang belum memiliki NUPTK. Guru yang belum
memiliki NUPTK bisa menggunakan Peg ID yang dapat diperoleh dengan
melakukan pendaftaran pada layanan PADAMU NEGERI. Fungsi Peg ID adalah
sebagai pengganti NUPTK yang akan digunakan untuk melakukan login ke
layanan PADAMU NEGERI.
Pengisian instrumen guru dilakukan bersamaan dengan proses verifikasi
dan validasi ulang data PTK level 2 (VerVal Level 2) yang dilakukan secara
online. Alur VerVal level 2 dimaksudkan untuk menyatakan status keaktifan
PTK menjadi PERMANEN AKTIF. Pada proses ini operator kecamatan dan
operator sekolah harus melakukan pendampingan untuk memastikan sekolah siap
melaksanakan EDS dan memasukkan datanya ke sistem, sedangkan pengawas
sekolah harus hadir untuk memberikan pendampingan terhadap substansi EDS.
Langkah-langkah yang harus dilakukan pada proses VerVal Level 2 dapat
dilihat pada gambar alur di bawah ini.
98
Gambar 5.9 Alur aktivasi dan VerVal Level 2
(Sumber : http://padamu.kemdikbud.go.id
Alur di atas dapat dijelaskan setelah guru melakukan aktivasi akun dan
login pada layanan PADAMU NEGERI, harus mengisi data rinci dan riwayat
utama diri serta mengisi instrumen EDS. Selanjutnya guru menyerahkan bukti
cetak telah melakukan VerVal Level 2 dilampiri dokumen pendukung tersebut ke
99
operator sekolah untuk mendapatkan cetak surat tanda bukti pemeriksaan berkas
Verval Level 2 dan pakta integritas. Pakta integritas ditandatangani oleh PTK dan
kepala sekolah. Dengan ditandatanganinya pakta intergritas tersebut, proses
VerVal Level 2 dinyatakan telah selesai dan NUPTK guru dinyatakan
PERMANEN AKTIF.
Pada proses pengisian formulir, pengisian data rinci, dan mengisi
instrumen EDS ditemukan ketidaksesuaian dengan apa yang telah ditentukan
pada buku pedoman. Pengisian formulir, data rinci, dan mengisi instrumen EDS
harus dilakukan secara realtime oleh masing-masing responden. Namun
kenyataan di lapangan menunjukkan pengisian instrumen dilakukan secara
manual dengan cara mengunduh instrumen EDS kemudian dicetak dan dibagikan
kepada seluruh guru yang ada di sekolah.
Pada pelaksanaan program EDS sekolah mengandalkan pegawai
administrasi sekolah (operator sekolah) untuk menyelesaikannya yang
dikarenakan sebagian besar guru tidak bisa menggunakan komputer. Kurangnya
kemampuan menggunakan komputer dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan
bila ada keperluan yang berkaitan dengan komputer langsung minta bantuan
pegawai administrasi. Dalam konsep Bourdieu kebiasaan ini disebut dengan
habitus. Habitus adalah konsep yang dikembangkan Bourdieu untuk memahami
sumber-sumber budaya terhadap subjektivitas dari para aktor sosial. Aktor-aktor
yang memiliki posisi sama dalam bidang tertentu cenderung mengembangkan
disposisi serupa dan dengan demikian melakukan praktik-praktik yang serupa
pula. Bourdieu menekankan bahwa lembaga-lembaga mau tidak mau
100
mengembangkan habitus kolektif dalam fungsinya sebagai aktor sosial
(Edkinds.J dan Williams NV, 2010:138-140). Bentuk pengembangan habitus
kolektif tercermin pada hasil wawancara berikut ini.
“Karena tidak bisa IT jadi prin out yang disebar dan diisi oleh gurunya.
Biasanya idenya seperti itu buk” (Dewa, wawancara 3 Maret 2014).
Penuturan lain diungkapkan oleh guru yang menguasai IT dengan
pernyataannya sebagai berikut.
“Guru yang baru-baru seperti saya bisa komputer bu. Tapi waktu itu saya
langsung dikasi copian dulu yang diisi dulu baru kemudian dimasukkan
ke internetnya sama operator” (Indah, wawancara 25 Maret 2014).
Tindakan kolektif yang diambil oleh kepala sekolah untuk menyerahkan
tanggungjawab pengisian instrumen EDS online kepada operator merupakan
wujud antisipasi sekolah terhadap rendahnya kemampuan guru menggunakan
komputer. Kondisi ini terus berlangsung ketika pemerintah pusat mengharuskan
semua guru menyelesaikan pengisian instrumen EDS online tepat waktu agar
terhindar dari sanksi penonaktifan NUPTK. Dalam posisi ini pemerintah pusat
adalah pemilik modal (capital). Modal dalam konsep Bourdieu disebut dengan
capital (kapital). Kapital bisa berupa modal ekonomi dalam hal kepemilikan harta
benda dan sumber-sumber keuangan. Akan tetapi, kapital juga dapat berbentuk
“modal budaya” atau “modal simbolik”. Posisi yang dimiliki oleh pemerintah
pusat merupakan modal simbolik. Modal simbolik mungkin paling tepat
dipahami sebagai wujud dalam ritual-ritual pengakuan dan terutama dalam
akumulasi prestise. Modal ini berasal dari keberhasilan dalam perolehan dan
penggunaan modal ekonomi dan modal budaya, tetapi itu juga sumber yang dapat
dimobilisasi dalam dirinya dalam perjuangan untuk merebut dan
101
mempertahankan perbedaan dan dominasi. Kepemilikan atas modal simbolis
memungkinkan para aktor dominan melestarikan hierarki sosial melalui
kekerasan simbolis (Edkinds.J dan Williams NV, 2010:144).
Menurut Bourdieu hubungan yang dinamis antara habitus si aktor dengan
field (ranah) merupakan jantung dari “theory of practice”. Konsep field menurut
Bourdieu adalah “semesta sosial tertentu” yang didefinisikan oleh “stakes”
(“enjeux”) atau “pertaruhan” tempat para aktor sosial saling bersaing (Edkins J
dan Williams NV,2010:140). Field dalam hal ini adalah sekolah. Sekolah
menjadi arena pertaruhan antara guru dan pemerintah. Di satu sisi guru memiliki
keterbatasan kemampuan menggunakan komputer, di sisi lain pemerintah
mengharuskan agar pengisian instrumen EDS online berjalan dengan tuntas.
Disinilah terjadi pertaruhan antara sekolah dan pemerintah. Dengan sanksi
penonaktifan NUPTK pemerintah berhasil membuat seluruh guru melakukan
pengisian instrumen EDS online meskipun dibantu oleh operator sekolah. Seperti
yang diungkapkan dalam wawancara berikut.
“Biasanya apa yang diperlukan untuk pengisian diserahkan kepada
operator, dan operator yang memasukkan datanya. Jadi kita cuma
mendampingi apa yang diperlukan” (Dewa Ayu, wawancara 19 Maret
2014)”.
Pernyataan guru tersebut serupa dengan pernyataan operator sekolah yang
mengatakan sebagai berikut.
“Sebenarnya tiap guru bawa masing-masing password-nya buk, tapi
karena sebagian besar tidak bisa komputer diserahkan semua kepada
operator. Memang dari dulu kami yang ditugasi untuk membuat EDS,
saya dulu disuruh sama Pak Dewa ( kepala sekolah sebelumnya) untuk
bikin EDS yang dicontreng-contreng itu” (Dewa,wawancara 3 Maret
2014).
102
Dari pemaparan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa meminta
bantuan operator sekolah untuk mengentri data yang telah diisi secara manual
merupakan wujud praktik pengisian instrumen EDS online yang dilaksanakan di
SDN No 3 Banjarangkan.
5.3.2 Praktik Pengisian Instrumen EDS Online oleh Siswa
Di SDN No 3 Banjarangkan, diambil 57 orang siswa untuk dijadikan
responden pengisian instrumen EDS online hal ini sesuai dengan syarat yang
ditentukan yakni 30-60 orang (BPSDMPK-PMP,2013,p.25). Mereka yang
dilibatkan adalah siswa dari kelas Va dan Vb. Prosedur pengisian instrumen
siswa berbeda dengan guru, siswa tidak perlu melakukan proses verifikasi dan
validasi data sebelumnya. Setelah data pribadi siswa dimasukkan oleh operator
maka secara langsung mereka mendapatkan SIAP ID dan password. SIAP ID dan
password inilah yang digunakan login ke layanan PADAMU NEGERI, seperti
yang ditunjukkan pada gambar 5.10 berikut.
103
Gambar 5.10 Halaman login siswa pada layanan PADAMU NEGERI
(Sumber : http://padamu.kemdikbud.go.id )
Setelah siswa login ke sistem, maka pada halaman PADAMU NEGERI
akan tampil seperti gambar berikut.
104
Gambar 5.11 Halaman SIAP PADAMU untuk siswa
(Sumber : http://padamu.kemdikbud.go.id)
Dari gambar halaman di atas dapat dilihat bahwa tahapan yang harus
dilalui oleh siswa dalam mengisi instrumen EDS Online ada 2 yakni mengisi data
dasar dan mengisi instrumen (angket) EDS. Pengisian data dasar telah dilakukan
sebelumnya oleh operator sekolah, sehingga siswa hanya cukup mengisi
instrumen EDS yang telah tersedia. Instrumen untuk siswa SD terdiri dari 26
pertanyaan dengan beberapa pilihan jawaban di bawahnya. Sama halnya dengan
cara menjawab instrumen guru, siswa dapat memilih lebih dari satu jawaban yang
105
tersedia sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Gambar 5.12 berikut adalah
contoh pertanyaan yang ada pada instrumen EDS online untuk siswa.
Gambar 5. 12 Contoh Pertanyaan pada instrumen EDS online Siswa
(Sumber : BPSDMPK-PMP,2013)
Pengisian instrumen EDS online dilakukan secara mandiri dalam kondisi
realtime (terhubung langsung) dengan internet juga berlaku bagi siswa, mulai
dari aktivasi akun, login, dan mengisi instrumen. Oleh karena para siswa belum
bisa mengoperasikan komputer dan internet, maka operator SDN No 3
106
Banjarangkan membagikan instrumen dalam bentuk cetak. Seperti penuturan
operator berikut ini.
“Anak-anak kan belum bisa memakai internet buk, tidak seperti anak-
anak di kota ya…jadi biar mudah kita kasikan yang copian itu terus ngisi
centang-centangnya. Caranya sama kayak guru mengisi itu di centang
pilihannya” (Dewa, wawancara 25 April 2014).
Penuturan operator ini dibuktikan dengan isian instrumen dalam bentuk
cetak yang dikumpulkan di sekolah. Pada instrumen tersebut masing-masing
siswa mengisi jawaban dengan mencentang pilihan jawaban yang tersedia.
Instrumen cetak yang berikan oleh guru kelas dibawa pulang dan diisi oleh
orangtua di rumah. Setelah jawaban tersebut terisi kembali dibawa ke sekolah
dan dikumpulkan kepada guru untuk selanjutnya diserahkan kepada operator
sekolah untuk dimasukkan ke dalam sistem. Kenyataan ini dungkapkan oleh
siswa berikut.
“Dibawa pulang diisi di rumah sama bapaknya. Soalnya gak bisa ngisinya
jadi bapaknya yang ngisi” (Gung Ardi, wawancara 25 Maret 2014).
Pernyataan siswa ini juga didukung oleh temannya yang mengatakan hal
serupa.
“Dikasi sama gurunya boleh diisi dirumah terus dibawa ke sekolah lagi.
Dibantu sama bapaknya ngisinya..bapaknya gak nanya isi aja” (Ngakan,
wawancara 25 Maret 2014).
Pernyataan kedua siswa ini dibenarkan oleh operator sekolah yang
mengatakan sebagai berikut.
“Anak-anak diijinkan membawa pulang buk untuk diisi dirumah.
Mungkin guru yang membagikan tidak memberikan penjelasan jadi anak-
anak tidak mengerti ya..jadi itu mungkin sebabnya orangtuanya yang
ngisi” (Dewa, wawancara 25 Maret 2014).
107
Ketika mencoba melakukan klarifikasi kepada orangtua murid yang
dihubungi, mereka menolak untuk diwawancarai dengan alasan bekerja dan lupa
dengan instrumen tersebut karena sudah lama berlalu. Meski demikian,
pernyataan siswa dan operator di atas cukup menunjukkan bahwa pengisian
isntrumen EDS siswa ada yang diisi oleh orangtua, bukan oleh siswa itu sendiri.
Hal ini tidak sesuai dengan petunjuk pengisian instrumen EDS bahwa pengisian
instrumen dilakukan oleh responden. Kenyataan ini pula menjadi penyebab
banyak pilihan jawaban yang tidak sesuai dengan realitas di sekolah, karena
orangtua siswa memang tidak memahami apa yang terjadi di sekolah.
Dari praktik pengisian instrumen EDS online yang dilakukan oleh siswa
terlihat terjadi proses dehumanisasi terhadap siswa. Siswa tidak diberikan
penjelasan dan tidak diberikan kesempatan untuk bertanya. Freire dalam teori
pendidikan untuk pembebasan menegaskan bahwa pertanyaan seperti “apa?”,
“mengapa?”, “bagaimana?”, “untuk tujuan apa?”, “bagi siapa”, sangatlah penting
untuk setiap aktivitas pendidikan (Palmer,2010:214).
Setelah seluruh siswa mengumpulkan instrumen cetaknya, operatorlah
yang memasukkannya ke dalam sistem. Bila semua data telah masuk maka pada
halaman layanan PADAMU NEGERI siswa yang bersangkutan akan muncul
seperti gambar 5.13 di bawah ini.
108
Gambar 5.13 Tampilan layanan PADAMU setelah
pengisian instrumen EDS siswa
(Sumber ://padamu.kemdikbud.go.id)
Dengan munculnya tampilan gambar 5.12 di atas, berarti bahwa proses
pengisian instrumen EDS online yang dilakukan oleh siswa telah selesai. Jika
siswa ingin bergabung dan melanjutkan aktivasi pada dasbor yang lain pada
layanan ini dapat masuk ke jejaring SIAPku dan bisa berkomunikasi maupun
berbagi dengan pengguna SIAP lainnya.
Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ketidaksesuaian
pola pengisian instrumen EDS online oleh siswa disebabkan oleh kurang
109
berjalannya peran guru, kepala sekolah, maupun pengawas sekolah dalam
memberikan sosialisasi kepada siswa. Instrumen yang diberikan dalam bentuk
hardcopy dibagikan begitu saja kepada siswa untuk selanjutnya diisi dan
dikumpulkan kembali. Tidak terjadi cross chek terhadap hasil pengisian
instrumen dengan realitas yang ada di sekolah, sehingga apapun yang diisi dalam
isntrumen siswa sudah dianggap sebagai suatu kebenaran dan kesesuaian.
5.3.3 Praktik Pengisian Instrumen EDS Online oleh Kepala Sekolah
Proses pengisian instrumen EDS online yang terintegrasi dengan NUPTK
akan dinyatakan selesai jika :
1. Kepala sekolah telah mengisi kelengkapan data NUPTK disertai dengan
pengisian data dasar sekolah, angket kepala sekolah dan angket siswa.
2. Guru telah mengisi kelengkapan data NUPTK disertai dengan pengisian
angket guru (BPSDMPK-PMP,2013: 41).
Hal di atas berarti bahwa kepala sekolah baru bisa melakukan pengisian
instrumen EDS online jika seluruh guru dan siswa yang menjadi responden telah
selesai mengisi instrumennya masing-masing. Proses pengisian instrumen EDS
online untuk kepala sekolah hampir sama dengan proses pengisian instrumen
untuk guru yakni melalui tahapan verifikasi dan validasi data NUPTK. Jika tahap
verval tidak dilakukan maka tidak akan bisa melakukan pengisian instrumen EDS
online. Proses ini diakhiri dengan pengisian data rinci dan verval level 2 dan
NUPTK yang bersangkutan dinyatakan aktif oleh sistem.
Seluruh guru dan siswa yang menjadi responden telah melakukan
pengisian instrumen EDS online, yang berarti kepala sekolah telah bisa
melakukan pengisian instrumen EDS untuk kepala sekolah. Sama halnya dengan
110
pengisian instrumen EDS online oleh guru dan siswa, proses pengisian instrumen
EDS online kepala sekolah juga dilakukan dengan mengisi instrumen cetak yang
hasilnya dimasukkan ke dalam sistem oleh operator sekolah. Seperti yang
diungkapkan di bawah ini.
“Kalau ngisi EDSnya ibu kepala sekolahnya sendiri, nanti yang
memasukkan ke PADAMU NEGERI baru operatornya buk” (Widi,
wawancara 3 Maret 2014).
Pada pengisian instrumen EDS online kepala sekolah yang dilakukan
pada SDN No 3 Banjarangkan, tidak ditemui banyak kendala. Sebanyak 42
pertanyaan yang harus dijawab sebagian besar berkaitan dengan proses supervisi
yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap gurunya, disamping juga masalah
pengelolaan sekolah.
Dengan diselesaikannya seluruh proses VerVal Level 2 yang dilakukan
oleh kepala sekolah ini, berarti keseluruhan proses pelaksanaan program EDS di
SDN No 3 Banjarangkan telah selesai. NUPTK seluruh guru dan kepala sekolah
telah dinyatakan “AKTIF PERMANEN”.
111
BAB VI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRAKTIK PENGISIAN
INSTRUMEN EDS ONLINE DI SDN NO 3 BANJARANGKAN
Praktik pengisian instrumen EDS online di sekolah tidak terlepas dari
berbagai faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaannya. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan pengisian instrumen EDS online ini yaitu
ketersediaan sarana pendukung, kurangnya kemampuan dalam menggunakan
komputer, kurangnya pemahaman terhadap EDS dan Standar Nasional
Pendidikan (SNP), kurangnya komitmen sekolah dalam melaksanakan program
EDS, dan kurangnya dukungan pemerintah daerah. Faktor-faktor tersebut akan
dijabarkan di bawah ini.
6.1 Ketersediaan Sarana Pendukung yang Memadai
Pengertian sarana mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana adalah
perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah (Permendiknas No 24
Tahun 2007). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksudkan
dengan sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam
mencapai maksud dan tujuan (www.academia.edu.com). Pada proses pengisian
instrumen EDS online alat yang digunakan untuk melakukan pengisian instrumen
adalah seperangkat komputer atau laptop yang bisa tersambung dengan jaringan
internet.
112
Dari hasil pengamatan di SDN No 3 Banjarangkan, ketersediaan sarana
komputer sangat memadai terbukti dengan adanya dua unit komputer beserta
jaringan internet yang bisa diakses di ruang IT. Selain tersedianya komputer,
operator sekolah juga memiliki sebuah laptop pribadi yang bisa mengakses
jaringan internet dengan menggunakan modem. Dengan adanya sarana ini proses
pengisian intrumen EDS online bisa dilakukan dengan cepat. Seperti yang
diungkapkan oleh operator sekolah sebagai berikut.
“Saya lebih sering pakai laptop saya kerjanya buk soalnya bisa dikerjakan
di rumah, lagipula kalau siang hari untuk mengakses ke server sangat
sulit..,lambat. Jadi lebih sering saya melakukan entri data di rumah
malam-malam karena pengguna yang masuk ke server lebih sedikit
jadinya lebih lancar prosesnya” (Dewa, wawancara 25 April 2014).
Penuturan operator sekolah ini didukung juga oleh pengawas sekolah
yang mengatakan sebagai berikut.
“Dari segi sarana penunjang seperti komputer sudah ada perkembangan
ada penambahan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun
2010 misalnya, sekolah belum memiliki komputer di sekolah sehingga
pengisian instrumen EDS pada saat itu dilakukan di warnet oleh salah
seorang guru yang ditugaskan oleh kepala sekolah” (I Nyoman Marjaya,
wawancara 12 September 2014).
Dari penuturan operator dan pengawas sekolah di atas dapat disimpulkan
bahwa dari segi sarana untuk pengisian instrumen EDS online tidak menjadi
kendala di SDN No 3 Banjarangkan.
6.2 Kurangnya Kemampuan Menggunakan Komputer
Kemajuan informasi dan teknologi menuntut manusia untuk
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Tidak terkecuali para guru yang
ada di sekolah. Pada pasal 20(b) Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang
113
Guru dan Dosen disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (UU No 14 tahun 2005).
Hal ini menunjukkan bahwa guru dituntut untuk mengembangkan diri bukan
hanya dalam bidang akademik tetapi juga teknologi termasuk penggunakan
komputer dan internet.
Pentingnya penguasaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai
bagian dari tuntutan kompetensi guru adalah guna mendukung pelaksanaan
tugasnya seperti penyusunan perencanaan pembelajaran, penyajian pembelajaran,
evaluasi dan analisis hasil pembelajaran, serta mencari dan mengunduh sumber-
sumber belajar. Teknologi canggih seperti komputer merupakan keterampilan
yang sudah harus melekat dalam kehidupan guru, sehingga dalam melaksanakan
tugas pembelajaran dapat membantu dan mendorong pola belajar yang
menumbuhkan krativitas dan sikap kritis para siswa.
Hasil pengamatan menunjukkan tidak semua guru yang ada di SDN No 3
Banjarangkan menguasai teknologi terutama menggunakan komputer.
Kemampuan pengoperasian komputer dominan dimiliki oleh guru yang masih
muda, sehingga menimbulkan kesenjangan di antara yang senior dan junior.
Kondisi ini menjadi kendala ketika program pengisian instrumen EDS online
digulirkan ke sekolah. Guru-guru termasuk kepala sekolah yang tidak menguasai
komputer mengalami kesulitan ketika akan melakukan verifikasi data NUPTK
maupun pengisian instrumen EDS online. Seperti penuturan guru berikut.
114
“Jujur saja buk tiyang memang tidak bisa komputer nggih, gimana ya
sudah tua begini sulit rasanya belajar itu ya, sudah otaknya sudah tua. Jadi
kalau ada modelnya seperti ngisi data-data gitu ya saya minta tolong sama
pegawainya disini yang jadi operator itu ya” (Wagiani, wawancara 25
April 2014).
Penuturan guru ini dibenarkan oleh pegawas sekolah yang mengatakan
sebagai berikut.
“Yang jadi kendala sampai saat ini bahwa kemampuan guru dalam
menguasai IT masing kurang, dari 15 orang guru yang bisa cuma 4, kita
inginkan setengah jadi biar berimbang” (Marjaya,wawancara 12
September 2014).
Kondisi di atas menunjukkan para guru kurang memiliki motivasi untuk
meningkatkan kemampuan. Menurut teori motivasi yang dikembangkan oleh
Abraham H. Maslow mengungkapkan bahwa manusia pada dasarnya mempunyai
lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu 1) kebutuhan fisiologis (physiological
need), seperti rasa lapar, haus, istirahat; 2) kebutuhan rasa aman (safety needs),
tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual; 3) kebutuhan akan kasih saying (love needs); 4) kebutuhan akan
harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol
status; dan 5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya
kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam
dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata
(akhmadsudrajad.wordpress.com). Para guru kurang memiliki motivasi
memenuhi kebutuhan untuk aktualisasi diri, yakni belajar menggunakan
komputer.
Selain guru, kurangnya kemampuan menggunakan komputer juga dialami
oleh siswa di SDN No 3 Banjarangkan. Sekolah selama ini memang tidak
115
menyediakan ekstrakurikuler komputer seperti halnya Sekolah Dasar yang ada di
Denpasar. Selain sarana yang kurang mendukung seperti tidak adanya
laboratorium komputer, kendala lainnya adalah kurangnya daya dukung orangtua
terhadap kegiatan tambahan di sekolah.
6.3 Kurangnya Pemahaman terhadap EDS dan SNP
EDS merupakan sebuah program yang dikembangkan oleh Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan
Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP), Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Program
ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP).
Dalam Lampiran Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 19 tahun
2007 tentang Standar Pengelolaan dinyatakan bahwa a Sekolah/Madrasah
melakukan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah/madrasah. b. Sekolah/Madrasah
menetapkan prioritas indikator untuk mengukur, menilai kinerja, dan melakukan
perbaikan dalam rangka pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan.c.
Sekolah/Madrasah melaksanakan: 1) evaluasi proses pembelajaran secara periodik,
sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun, pada akhir semester akademik;2)
evaluasi program kerja tahunan secara periodik sekurang-kurangnya satu kali
dalam setahun, pada akhir tahun anggaran sekolah/madrasah. d. Evaluasi diri
sekolah/madrasah dilakukan secara periodik berdasar pada data dan informasi yang
sahih (Permendiknas No 17 tahun 2007). Ini berarti bahwa setiap sekolah negeri
116
maupun swasta yang ada di wilayah Negara Republik Indonesia wajib melakukan
evaluasi diri.
Pada buku panduan penyelenggaraan EDS yang dikeluarkan oleh
BPSDMPK-PMP disebutkan tujuan utama EDS adalah agar sekolah
mengevaluasi mutu pendidikan yang mereka berikan berdasarkan indikator utama
untuk dapat mengetahui kelebihan mereka dan mengidentifikasi bidang yang
membutuhkan perbaikan. Informasi tersebut kemudian dipergunakan untuk
perencanaan dan memprioritaskan bidang untuk perbaikan dan pengembangan
sekolah. Proses ini menyediakan informasi mengenai tingkatan standar dan mutu
di sekolah yang dapat diberikan melalui sistem data yang akan mengarahkan data
tersebut untuk perencanaan pada tingkat Kabupaten, Propinsi dan Nasional.
Proses peningkatan mutu berkelanjutan sangat diperlukan bagi akreditasi sekolah.
Lebih lanjut dalam panduan tersebut juga disebutkan bahwa EDS dimaksudkan
untuk hal-hal sebagai berikut.
1) Penyusunan profil sekolah yang komprehensif dengan data mutakhir.
2) Perencanaan dan perbaikan-diri secara berkelanjutan.
3) Penjaminan mutu internal sekolah.
4) Pemberian informasi mengenai sekolah kepada masyarakat dan pihak tertentu
yang memerlukannya (stakeholders).
5) Persiapan evaluasi eksternal/akreditasi (BPSDMPK-PMP, 2013:16).
Setelah sekolah melaksanakan program EDS akan diperoleh sejumlah
manfaat baik bagi sekolah maupun pemerintah. Manfaat tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Bagi sekolah
a. Membantu untuk mengidentifikasi masalah, penilaian program dan
pancapaian sasaran. Sekolah dapat mengidentifikasikan kelebihan serta
kekurangannya sendiri dan merencanakan pengembangan ke depan.
117
b. Memperkuat buadaya evaluasi kelembagaan (institusional evaluation)
dan analisis-diri.
c. Mendorong sekolah untuk meninjau kembali kebijakan yang telah using.
d. Memberi informasi tentang status sekolah dibandingkan dengan sekolah
lain.
e. Sekolah dapat memiliki data dasar yang akurat sebagai dasar untuk
pengembangan dan peningkatan di masa datang.
f. Sekolah dapat mengidentifikasikan peluang dan tantangan untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
g. Hasil EDS dapat dimanfaatkan untuk membuat program peningkatan
mutu pendidikan melalui BOS dalam rangka penjaminan mutu
pendidikan.
h. Hasil EDS dapat dimanfaatkan untuk mendorong sekolah guna
meningkatkan mutu sebagai persiapan menghadapi akreditasi atau sistem
penjaminan mutu eksternal.
i. Sekolah dapat memberikan laporan formal kepada pemangku
kepentingan demi meningkatkan akuntabilitas sekolah. Hasil EDS dapat
dimanfaatkan sebagai ukuran jaminan mutu layanan pendidikan sebagai
bentuk akuntabilitas bagi masyarakat.
j. Hasil EDS dapat dimanfaatkan untuk menciptakan budaya peningkatan
mutu pendidikan di sekolah secara berkelanjutan.
2. Bagi pemerintah kabupaten/kota. Provinsi, dan pusat
a. Menyediakan data dan informasi yang penting untuk perencanaan,
pembuatan keputusan, dan perencanaan anggaran pendidikan pada tingkat
kabupaten, provinsi, dan nasional.
b. Mengidentifikasikan bidang prioritas untuk memenuhi kebutuhan sarana
dan prasarana pendidikan.
c. Mengidentifikasi jenis dukungan yang dibutuhkan terhadap sekolah.
d. Mengidentifikasi pelatihan serta kebutuhan program pengembangan
lainnya.
e. Mengidentifikasikan keberhasilan sekolah berdasarkan berbagai indikator
pencapaian sesuai dengan standar nasional pendidikan dan standar
pelayanan minimal.
f. Hasil Evaluasi Diri Sekolah dapat dimanfaatkan sebagai dasar
pertimbangan dalam penyusunan perencanaan, analisis kebutuhan
sekolah, analisis kebutuhan program pendidikan di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
g. Hasil Evaluasi Diri Sekolah memberikan gambaran mutu sekolah yang
merupakan cerminan dari totalitas keadaan dan karakteristik masukan,
proses dan luaran atau layanan sekolah yang diukur berdasarkan SNP
yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
h. Hasil EDS tentang pemetaan sekolah dalam pencapaian standar mutu
layanan pendidikan, khusus untuk pemenuhan standar PTK dapat
118
digunakan untuk melakukan pemindahan guru antar sekolah oleh Dinas
Pendidikan atau Kemendikbud.
i. Hasil EDS yang menyajikan data yang akurat terkait kondisi sarana dan
prasarana sekolah dapat dimanfaatkan untuk program rehabilitasi sekolah
rusak dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan merujuk pada Standar
Nasional Pendidikan.
j. Hasil EDS yang menyajikan angka partisipasi dalam pendidikan dapat
dimanfaatkan sebagai data pemenuhan wajib belajar sehingga dapat
diajukan solusi permasalahan yang dihadapi.
k. Hasil EDS dapat dimanfaatkan untuk menganalisis kinerja bidang
pendidikan sehingga dapat diketahui apakah sekolah telah memenuhi
pendidikan bagi siswa agar memiliki kompetensi abad 21 sehingga dapat
bersaing secara regional dan nasional (BPSDMPK-PMP, 2013:18).
Pengertian tentang EDS serta manfaatnya tersebut kurang dipahami oleh
unsur-unsur yang terlibat dalam program EDS khususnya EDS online. Kurangnya
pemahaman terhadap EDS terlihat dari penuturan guru di bawah ini.
“EDS apa ya sama seperti tahun tahun lalu itu ya, yang ngisi standar-
standar itu ya. Cuma sekarang pakai online ngisinya ya kalau dulu kan
kita ketik di komputer baru dikirim di sistem” (Eka, wawancara 25 April
2014).
Penuturan serupa juga diungkapkan oleh guru lainnya yang dikutip dari
hasil wawancara berikut.
“Yang verval-verval itu kan ya, yang ngisi data NUPTK itu…agak ribet
Bu karena pakai internet ya susah untuk yang tidak bisa komputer.
Tujuannya ya biar kita tau kekurangan..bisa melakukan perbaikan..itu saja
sih menurut saya” (Indah, wawancara 25 April 2014).
Apa yang dituturkan oleh kedua guru tersebut dibenarkan pula oleh
kepala sekolah yang mengatakan sebagai berikut.
“Kalo paham EDS sih saya rasa enggak ya, kalo mencentang-centang itu
mereka bisa tapi tidak tau kemana arahnya. Saya kembalikan lagi kepada
gurunya masing-masing untuk belajar dan memahami apa itu EDS” (A.A.
I.Sayang, wawancara 3 Maret 2014).
119
Selain kurangnya pemahaman terhadap EDS guru-guru itu juga
menunjukkan ketidakpahaman mereka terhadap delapan standar yang ada dalam
SNP yang terlihat dari penuturannya di bawah ini.
“Kalau 8 standar saya taunya pengelolaan saja ya, karena kebetulan waktu
ini saya dapatnya pengelolaan jadi taunya pengelolaan saja. Kalau temen
yang lain sama saja kayaknya jadi apa yang kita dikasi ya taunya itu aja
jadinya, jadi yang mana aja ditangani ya itu aja yang kita tau. Mungkin
saja rasa ingin taunya juga kurang jadi seperti saya misalnya hehe”
(Eka,wawancara 25 April 2014).
Penuturan serupa juga disampaikan oleh guru yang lain seperti kutipan
wawancara berikut.
“Delapan standar apa ya…standar isi, pengelolaan…apa lagi ya hehe..
saya gak hafal hehe.. Tapi kita kalau instrumen kan ngisi aja sudah ada
pembagian pertanyaannya untuk standar apa pertanyaannya apa gitu”
(Indah, wawancara 25 Maret 2014).
Penuturan kedua guru diatas menunjukkan bahwa mereka tidak hafal dan
delapan standar yang ada dalam SNP. Demikian pula dengan para siswa seperti
penuturan siswa berikut.
“Cuma dikasi fotocopian untuk dibawa pulang diisi sama orangtua”
(Gung De, wawancara 3 Maret 2014)
Penuturan siswa tersebut juga dibenarkan oleh temannya dengan
pernyataannya sebagai berikut.
“Tidak ada dikasi penjelasan, gurunya cuma kasi untuk diisi di rumah
terus dikumpulkan lagi di sekolah” (Dw Ayu, wawancara 3 Maret 2014)
Dari penuturan guru dan siswa di atas jelas menunjukkan bahwa ketika
mengisi instrumen EDS online mereka tidak dilandasi oleh pemahaman tentang
SNP. Bagi operator sekolah maupun bagi kepala sekolah, yang terpenting adalah
guru, siswa, dan kepala sekolah sendiri telah melakukan pengisian instrumen dan
120
selesai dalam tenggang waktu yang telah ditentukan oleh LPMP. Ketepatan
waktu penyelesaian menghindari guru dan kepala sekolah dari sanksi berupa
penonaktifan NUPTK. Sekolah terhegemoni oleh program EDS online dan
prosedur yang ada di dalamnya. Menurut Gramsci hegemoni berarti suatu situasi
tempat sebuah blok historis dari fraksi-fraksi kelas yang berkuasa menggunakan
otoritas sosial dan kepemimpinan atas kelas-kelas subordinatnya dengan cara
mengombinasikan kekuatan dengan persetujuan sadar (consent). Selanjutnya
Gramsci mengatakan “agar yang dikuasai taat pada penguasa, maka yang
dikuasai hendaknya mampu menginternalisasikan nilai-nilai penguasa di samping
memberikan persetujuan atas subordinasi mereka. Dalam hal ini ideologi
dipandang sebagai ide, makna dan praktik yang kendati mengklaim sebagai
kebenaran universal, merupakan peta makna yang sebenarnya menopang
kekuasaan kelompok sosial tertantu. Ideologi tidak dapat dipisahkan dari aktivitas
praktis kehidupan, namun ia adalah fenomena material yang berakar pada kondisi
sehari-hari (Barker,2011:62-63). Kurangnya pemahaman kepala sekolah, guru,
serta siswa terhadap EDS dan SNP menunjukkan upaya internalisasi yang telah
dilakukan sebelumnya berupa kegiatan capacity building kurang berhasil.
6.4 Kurangnya Komitmen Sekolah Melaksanakan EDS
Kunci utama keberhasilan pengisian instrumen EDS online adalah adanya
komitmen dari sekolah dalam menjalankannya dengan sepenuh hati. Komitmen
tersebut harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai orang yang bertanggungjawab
terhadap peningkatan mutu di sekolah. Komitmen ini dapat diterapkan dalam
121
fungsi manajerial kepala sekolah. Tugas kepala sekolah dalam menerapkan
komitmen untuk melaksanakan pengisian instrumen EDS online dapat dilakukan
dengan melakukan pendekatan persuasi kepada guru dan siswa. Pendekatan
persuasi yang dimaksudkan disini adalah mampu meyakinkan secara halus
sehingga guru maupun siswa yang akan mengisi instrumen EDS online merasa
perlu dan menganggap penting pengisian instrumen EDS online tersebut. Selain
melakukan pendekatan persuasif, kepala sekolah juga harus bisa memberikan
keteladanan, mampu menunjukkan hal yang patut dicontoh oleh guru maupun
siswa. Salah satunya yaitu melakukan pengisian instrumen EDS online secara
jujur dan sesuai dengan kondisi sekolah yang sebenarnya, tidak dibuat-buat dan
tidak melebih-lebihkan.
Pengamatan di lapangan menunjukkan komitmen sekolah masih sangat
kurang. Kepala sekolah menginformasikan kepada para guru dan siswa yang akan
dijadikan responden untuk mempersiapkan diri melakukan pengisian instrumen
EDS online. Informasi yang disampaikan pun sebatas yang diketahui. Hal ini
dikarenakan informasi yang diterima dari pengawas sekolah dan operator
kabupaten juga tidak lengkap.
Kurangnya komitmen ini dikarenakan sekolah tidak merasakan dampak
secara langsung dari pelaksanaan program EDS online ini. Sekolah tidak
memahami bahwa penjaminan mutu merupakan sebuah proses yang
berkelanjutan dan selalu ada perbaikan dan inovasi di dalamnya. Sekolah lebih
menyukai bila sebuah program yang digulirkan ke sekolah memberikan manfaat
secara instan dan langsung menyangkut kesejahteraan sekolah. Hal ini bisa dilihat
122
dari perbedaan antusiasme sekolah dalam melaksanakan pengisian EDS online,
dengan program pemerintah lainnya seperti Pendataan Dapodik, dan Akreditasi
Sekolah.
Pemerintah pusat dan daerah sangat banyak menggulirkan program ke
sekolah, yang satu dengan lainnya sering tumpang tindih. Pendataan Dapodik dan
Akreditasi Sekolah adalah program yang jadwal pelaksanaannya hampir
bersamaan dengan EDS online. Dapodik merupakan singkatan dari Data Pokok
Pendidikan. Dapodik merupakan program yang diluncurkan pemerintah dalam
hal ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka mendata
semua elemen yang saling terkait di lembaga pendidikan yang merupakan sumber
data utama pendidikan nasional yang merupakan bagian dari program
perencanaan pendidikan nasional dalam memajukan dunia pendidikan dalam
skala nasional (Pasero Dua, www.tabloidedukasi.com,2014). Tujuan lain aplikasi
Dapodik ini adalah sebagai data pokok yang digunakan berbagai pihak di
lingkungan pendidikan seperti Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan
(P2TK) dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan
Kebudayaan dalam mengambil kebijakan dala hal penyaluran segala bantuan dan
intervensi pembangunan seperti Biaya Operasional Sekolah (BOS), aneka
tunjangan, perencanaan kebutuhan guru, pembinaan karir, bantuan sarana dan
prasarana, dan lain-lainnya (Nanang Qosyim, nq99.worpress.com,2013).
Aplikasi dalam Dapodik juga memerlukan peran serta operator sebagai
petugas entry data, dengan prosedur yang hampir sama ruwetnya dengan aplikasi
layanan PADAMU NEGERI. Antara aplikasi Dapodik maupun PADAMU
123
NEGERI memiliki perbedaan sebab masing-masing program mempunyai tugas
yang berbeda, namun tujuannya sama yakni sebagai pendataan lengkap
pendidikan. Layanan PADAMU NEGERI dikelola oleh Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan (BPSDMPK-PMP) bekerjasama dengan PT. Telkom melalui program
VerVal NUPTK dan EDS, sedangkan Dapodik dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan dasar Kemdikbud berkoordinasi dengan Pusat data Statistik
Pendidikan (PDSP) dalam rangka integrasi data pendidikan Kemdikbud.
Keberadaan PADAMU NEGERI dan Dapodik dapat dilihat pada kutipan surat
edaran Wamendikbud tanggal 30 Agustus 2013 di
http://bpsdmpk.kemdikbud.go.id. di bawah ini.
PERIHAL PADAMU NEGERI DAN DAPODIK
PADAMU NEGERI tidak ditujukan sebagai pengganti program DAPODIK
Kemdikbud. Layanan PADAMU NEGERI dikelola oleh BPSDMPK-PMP
Kemdikbud bekerjasama dengan PT. Telkom secara legal dalam rangka
pelaksanaan tupoksi Penjaminan Mutu Pendidikan melalui program EDS dan
VerVal NUPTK yang telah berlangsung setiap tahun sejak tahun 2006 hingga
saat ini.
Dari kerjasama tersebut Sistem PADAMU NEGERI dibangun diatas “Platform”
Aplikasi SIAP Online Edisi Gratis (Bebas Biaya) milik PT. Telkom.Hasil
PADAMU NEGERI sebagai dasar perencanaan program UKG, Sertifikasi Guru,
Diklat PTK diperiode selanjutnya mulai 2014 nanti. Jadi tidak perlu ada
kekuatiran berlebihan terhadap kehadiran PADAMU NEGERI yang tujuannya
berbeda dengan DAPODIK. Hal ini sama halnya dengan program PDSS dari
Dikti untuk proses seleksi SNMPTN (https://pdss.snmptn.ac.id/).
PADAMU NEGERI terbuka untuk menunggu hasil DAPODIK secara
menyeluruh agar bisa segera berbagi data yang akurat melalui PDSP sehingga
layak menjadi sumber referensi data utama bagi unit kerja lainnya yang
membutuhkan termasuk PADAMU NEGERI BPSDMPK-PMP. Jika nantinya
hasil DAPODIK telah siap dan terbuka akses datanya melalui PDSP maka
PADAMU NEGERI tentu akan menyesuaikan di periode selanjutnya.
124
PADAMU NEGERI mendukung program DAPODIK sebagaimana yang
direncanakan untuk digunakan sebagai sumber data tunggal (referensi data
utama) bagi seluruh unit utama di Kemdikbud mulai tahun 2014 nanti.
BPSDMPK-PMP sebagai salah satu unit utama Kemdikbud telah menyiapkan
Aplikasi PADAMU NEGERI saat ini termasuk perangkat pendukungnya untuk
terintegrasi dengan DAPODIK mulai 2014 nanti sebagaimana surat edaran dari
Wamendikbud tanggal 30 Agustus 2013. PADAMU NEGERI juga disiapkan
sebagai “Contingency Plan” BPSDMPK-PMP untuk antisipasi pada suatu
keadaan yang tidak sesuai rencana utama tersebut. Demikian semoga bisa
mencerahkan semua pihak terkait.
Salam PADAMU NEGERI INDONESIAku
Sumber : http://bpsdmpk.kemdikbud.go.id
Keberadaan aplikasi Dapodik menjadi semakin penting ketika pada tahun
2013 proses pencairan tunjangan profesi guru akan berpedoman kepada data yang
tersimpan di Dapodik. Operator sekolah harus melakukan pendataan profil
sekolah, siswa dan guru secara akurat dan lengkap, sebab jika terjadi kesalahan
akan mengakibatkan tidak cairnya berbagai jenis bantuan untuk sekolah termasuk
tunjangan profesi guru dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pelaksanaan Dapodik dan PADAMU NEGERI dalam kurun waktu yang hampir
bersamaan menjadikan tugas operator sekolah menjadi semakin menumpuk
sehingga tidak fokus kepada pengisian instrumen EDS online. Dampak langsung
yang dirasakan sekolah jika pengisian data pada Dapodik tidak sesuai adalah
tidak cairnya dana BOS serta tunjangan profesi guru menjadikan sekolah
mengutamakan pengisian Dapodik.
Selain pengisian Dapodik hal lain yang mempengaruhi komitmen sekolah
terhadap pengisian instrumen EDS online adalah pelaksanaan Akreditasi Sekolah.
Instrumen yang digunakan pada pelaksanaan akreditasi sekolah juga mengacu
125
kepada 8 SNP, sekolah cukup mencentang pilihan jawaban sesuai dengan kondisi
sekolah. Secara umum indikator dalam instrumen mirip dengan instrumen EDS
online. Perbedaannya adalah pada pemanfaatan hasil pengisian instrumen. Jika
pada pengisian isntrumen EDS online data akan digunakan sebagai bahan
perbaikan untuk meningkatkan mutu sekolah, pada akreditasi hasilnya akan
menjadi alat ukur bagi kelayakan sekolah dalam menyeenggarakan pendidikan.
Selain untuk menilai kelayakan, juga untuk meningkatkan citra sekolah, seperti
penuturan kepala sekolah berikut.
“Akreditasi itu ada standar penilaiannya, masing-masing guru saya bagi
perstandar. Ngisinya yang kayak centang-centang terus diisi manual, trus
print out-nya dikirim. Pertanyaannya hampir sama dengan EDS. Jadi
nanti hasil akreditasi itu menentukan kelayakan sekolah, kalau tidak layak
seperti SDN 3 Takmung dengan jumlah siswa yang sedikit kalau tidak
layak bisa di regrouping dia” (A.A.I.Sayang, wawancara 3 Maret 2014).
Guru lainnya menuturkan hal yang sama dengan kepala sekolah seperti
pernyataannya di bawah ini.
“Sebenarnya tugasnya sama cuma dibagi-bagi pengerjaannya untuk
semua guru, tapi adminnya tetap satu, kemudian hasilnya di-print out.
Intinya pada waktu akreditasi nilainya kan harus lebih baik dari
sebelumnya, dulu sekolah kami dapat nilai 88 tetapi setelah ada perbaikan
kekurangan-kekurangan jadi sekarang kami sudah dapat nilai A. Nilai
akreditasi ini berpengaruh kepada citra sekolah, kalau akreditasinya A kan
masyarakat berasumsinya sekolah itu layak” (Ngakan, wawancara 3
Maret 2014).
Begitu pentingnya hasil akreditasi menjadikan sekolah dengan sungguh-
sungguh melakukan perbaikan guna memperoleh nilai terbaik, seperti yang
dikatakan oleh kepala sekolah berikut ini.
“Kita berusaha mendapatkan nilai yang lebih baik dari sebelumnya
sehingga dapat nilai A. Kalo umpamanya kita dapat nilai C …wah itu kita
dipertanyakan layak apa tidak sekolahnya kan begitu, kita harus lihat apa
yang kurang, dimana kurangnya..yang sulit kan kalo kita sudah dapat nilai
126
tinggi bisa nggak kita pertahankan. Kalo nilainya turun kan kinerja kepala
sekolah yang dipertanyakan, kerja apa nggak kan begitu ya…”
(A.A.I.Sayang, wawancara 3 Maret 2014).
Penuturan kepala sekolah ini menunjukkan bahwa memang sekolah
berkomitmen kepada program yang memberikan dampak langsung kepada
sekolah maupun kepada tenaga pendidik di sekolah. Data Dapodik yang akan
berimbas kepada pencairan berbagai bantuan ke sekolah seperti dana BOS dan
tunjangan profesi guru, serta akreditasi sekolah yang akan memberikan status
kelayakan bagi sekolah lebih memberikan dampak nyata kepada keberlangsungan
sekolah.
Dimasukkannya berbagai program ke sekolah memperlihatkan sekolah
diperlakukan seperti “bank data” untuk kepentingan pemerintah pusat. Paulo
Freire menyebutnya sebagai sebuah “penyimpanan” seperti menyimpan uang di
bank (Palmer,2010,p. 215). Dalam pendidikan gaya bank ini tidak ada proses
dialogis, sehingga terjadi dehumanisasi dan menghilangkan kebebasan.
Dehumanisasi sendiri bersifat mendua, karena hal ini selain terjadi pada kaum
tertindas karena hak untuk berpikir dan berbicara dibungkam juga terjadi pada
kaum penindas karena mengingkari hati nuraninya (achmad soefandi,
www.acdemia.edu.21 juni 2014).
Program EDS adalah program yang dilaksanakan dengan fungsi pemetaan
yakni memberikan gambaran kondisi sekolah yang ada di seluruh wilayah negera
Republik Indonesia dalam ketercapaiannya memenuhi SNP. Program EDS ini
bersifat periodik yang dilaksanakan tiap tahun dari tahun 2010. Jadi ketika
program tersebut dilaksanakan dalam beberapa kurun waktu diharapkan akan
127
menghasilkan model sekolah seperti yang diharapkan oleh pemerintah, yakni
sekolah yang berpenjaminan mutu. Berpenjaminan mutu artinya melakukan
proses penjaminan mutu mulai dari pengumpulan data (mengisi instrumen EDS
online), mengolah data, dan melakukan tindak lanjut hasil pengolahan data
berupa penyusunan Rencana Kerja Sekolah yang mengacu kepada hasil
pengolahan data EDS.
6.5 Kurangnya Dukungan Pemerintah Daerah
Kegiatan penjaminan mutu dalam pendidikan bukanlah menjadi
tanggungjawab pemerintah pusat saja, melainkan sudah menjadi tanggungjawab
bersama antara pemerintah pusat, daerah dan masyarakat. Pada pasal 7 ayat 2
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 63 Tahun 2009 tentang Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan menyebutkan pemerintah kabupaten atau kota
mensupervisi, mengawasi, mengevaluasi, dan dapat memberi bantuan, fasilitasi,
saran, arahan, dan/bimbingan kepada satuan atau program pendidikan sesuai
kewenangannya dalam penjaminan mutu pendidikan. Selama pengisian
instrumen EDS online di SDN 3 Banjarangkan, peran pemerintah Kabupaten
Klungkung dalam membantu masih kurang. Selama pelaksanaan pengisian
instrumen EDS online ini tidak pernah ada pejabat dari Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga Kabupaten Klungkung maupun Unit Pelaksana Teknis Dinas
Pendidikan Kecamatan Banjarangkan yang datang untuk memberikan pengarahan
maupun melakukan monitoring ke SDN No 3 Banjarangkan.
128
Pengawas Sekolah sebagai perwakilan Dinas Pendidikan dalam
pelaksanaan Monitoring Sekolah oleh Pemerintah Daerah (MPSD) juga sangat
minim dalam memberikan pendampingan. Kehadiran pejabat maupun pengawas
lebih intens berkunjung ke sekolah jika menyangkut pelaksanaan akreditasi
sekolah. Seperti penuturan guru berikut.
“Saya tidak pernah sih liat dia duduk, kecuali waktu akreditasi sekolah itu
baru je kompak datang. Kalo kegiatan yang ini tidak, harusnya dia kan
punya jadwal sendiri harusnya, dia kan mewilayahi daerah sini harusnya
memantau sekolah ini samapai dimana EDSnya kan dia punya
tanggungjawab itu. Kalau kami didatangi ya syukur kalau tidak didatangi
ya mau gimana lagi” (Dewa Ayu, wawancara 19 maret 2014).
Guru lainnya juga menyebutkan hal yang sama bahwa pengawas sekolah
kurang mememberikan dukungan dan pendampingan dengan pernyataannya
sebagai berikut.
“Pengawasnya kalau nggak salah cuma sekali aja buk, paling ya nanya
sudah sampai verval berapa. Paling kepala sekolah saja yang ngasi
pengarahan. Jadi kalau ada masalah ya nanya sama teman sama-sama
kita” (Suarthini, wawancara 19 Maret 2014).
Kurangnya dukungan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan EDS
online ini menunjukkan bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam
penyelenggaraan penjaminan mutu pendidikan belum terjalin dengan baik.
129
BAB VII
DAMPAK DAN MAKNA PRAKTIK PENGISIAN INSTRUMEN
EDS ONLINE DI SDN NO 3 BANJARANGKAN
7.1 Dampak Praktik Pengisian Instrumen EDS Online
Dampak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti pengaruh
kuat yang mendatangkan akibat baik akibat positif maupun akibat negatif
(kbbi.web.id). Proses pengisian instrumen EDS online terdiri dari tiga aspek
kegiatan yakni, persiapan teknis dan sumber daya manusia, aktivasi akun, dan
praktik pengisian instrumen EDS online. Dampak praktik pengisian instrumen
EDS online di SDN No 3 Banjarangkan merupakan akibat yang dihasilkan dari
keseluruhan proses pengisian instrumen EDS online terhadap sekolah maupun
stakeholder yaitu BPSDMPK-PMP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Pemerintah Pusat), LPMP Provinsi Bali, dan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Klungkung.
7.1.1 Dampak Positif Praktik Pengisian Instrumen EDS Online
Dampak positif berarti akibat positif yang ditimbukan dari praktik
pengisian instrumen EDS online terhadap sekolah maupun stakeholders yang
berkepentingan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan ada empat dampak
positif praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan,
yakni 1) NUPTK kepala sekolah dan guru menjadi “aktif permanen”, 2) Sekolah
memiliki profil mutu capaian SNP, 3) Tersedianya data untuk perencanaan
130
program pendidikan di kabupaten, 4) Tersusunnya peta mutu capaian SNP tingkat
provinsi dan nasional. Masing-masing dampak positif tersebut akan dijabarkan di
bawah ini.
7.1.1.1 NUPTK Kepala Sekolah dan Guru menjadi “Aktif Permanen”
Terintegrasikannya pengisian instrumen EDS online 2013 dengan
pendataan NUPTK memberikan manfaat yang positif bagi kepala sekolah dan
seluruh guru yang ada di SDN No 3 Banjarangkan. Kepala sekolah dan guru
“dipaksa” untuk melakukan “updating” data melalui proses verifikasi dan
validasi data yang mereka lakukan. Talcott Parsons seorang pakar sosiologi
dalam bukunya yang terkenal Toward a General Theory of Action
mengemukakan empat karakteristik dari action manusia yakni : 1) Suatu action
mempunyai tujuan. 2) Suatu action mempunyai motivasi yang menyangkut
penggunaan energi. 3) Suatu action berada di dalam suatu situasi. 4) Suatu action
mempunyai karakteristik adanya pengaturan normatif (Tilaar,HAR,2000:53).
Dalam proses updating data yang dilakukan oleh para guru dan kepala sekolah,
terlihat mereka melakukan tindakan tersebut atas dasar tujuan menghindari
NUPTK dinonaktifkan.
Dengan terselesaikannya seluruh rangkaian prosedur pengisian data dan
instrumen EDS online yang mereka lakukan berarti NUPTK mereka dinyatakan
“aktif permanen” yang berarti bisa digunakan untuk berbagai keperluan seperti
mengikuti pelatihan pengembangan diri, pengajuan sertifikasi guru, dan lainnya.
131
7.1.1.2 Sekolah memiliki Profil Mutu Capaian SNP
Hasil pengisian instrumen EDS online menghasilkan profil mutu capaian
SNP SDN No 3 Banjarangkan. Profil mutu capaian SNP ini menjadi cerminan
bagi sekolah untuk melihat kondisi sekolah berdasarkan pencapaiannya dalam
pemenuhan SNP. Profil mutu capaian SNP SDN No 3 Banjarangkan dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
7.1 Profil Mutu Capaian SNP SDN No 3 Banjarangkan
Sumber : LPMP Provinsi Bali 2013
4.456.50
6.08
7.625.79
7.52
6.17
0.00
5.00
10.00SKL
Standar Isi
Standar Proses
Standar PenilaianStandar PTK
Standar Pengelolaan
Rerata SNP
PROFIL MUTU CAPAIAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
132
Profil mutu capaian SNP SDN No 3 Banjarangkan menunjukkan bahwa
capaian tertinggi dari 8 SNP di sekolah ini adalah pada Standar Penilaian dengan
skor 7.62 sedangkan capaian terendah ada pada Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) dengan skor 4.45. Melalui diagram hasil ini sekolah menjadi mengetahui
bahwa yang menjadi kelemahan dan perlu mendapat perhatian dan peningkatan
adalah Standar Kompetensi Lulusan, sedangkan yang sudah mendapatkan nilai
baik adalah Standar Penilaian. Dengan demikian yang perlu menjadi program
prioritas peningkatan dan pengembangan di sekolah adalah pada standar
kompetensi lulusan.
7.1.1.3 Tersedianya Data bagi Dinas Pendidikan untuk Merencanakan
Program Pendidikan di Kabupaten
Bagi pemerintah daerah khususnya Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Klungkung hasil pengisian instrumen EDS online ini
memberikan data dan informasi tentang kondisi capaian SNP jenjang pendidikan
dasar yang ada di wilayahnya. Hal ini sesuai dengan fungsi pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan peningkatan mutu pendidikan yakni monitoring sekolah
oleh pemerintah daerah (MSPD). Melalui MSPD ini pemerintah daerah
menjaring seluruh informasi yang akan dijadikan panduan dalam menyusun
program kerja jangka pendek dalam bidang pendidikan. Seperti yang
diungkapkan oleh koordinator pengawas SD kabupaten Klungkung, Ngakan
Kasub Sidan berikut ini.
133
“Hasil EDS menjadi data yang sangat penting bagi pemerintah daerah
khususnya jenjang pendidikan dasar untuk penyusunan program kerja.
Sejauh ini hasil EDS sudah dimasukkan dalam penyusunan program
pendidikan, namun belum seluruhnya. Digunakan skala prioritas dalam
pemilihan program, seperti misalnya sekarang ada kurikulum 2013 jadi
program tersebut yang akan dikejar penyesuaiannya” (Kasub Sidan,
wawancara 20 Agustus 2014).
Dari penuturan di atas terlihat bahwa pemerintah daerah telah berupaya
memanfaatkan hasil pengisian EDS meskipun tidak semua bisa dilaksanakan
dengan segera.
7.1.1.4 Tersusunnya Peta Mutu Capaian SNP tingkat Provinsi dan
Nasional
Hasil pengisian instrumen EDS online ini memberikan manfaat kepada
LPMP Provinsi Bali sebagai penyelenggara program EDS tingkat provinsi. Pasal
23 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 23 menyatakan
(1) bahwa Menteri memetakan secara nasional pemenuhan SNP oleh satuan atau
program pendidikan, (2) dalam pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang menyangkut satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
bekerjasama dengan LPMP, P2PNFI, BPPNFI, dan Departemen Agama, dan
Kementerian/Lembaga pemerintah lainnya penyelenggara satuan pendidikan.
Peraturan ini dengan jelas menyebutkan bahwa Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) adalah bagian dari penyelenggara penjaminan mutu.
Pada penyelenggaraan EDS online tahun 2013 ini LPMP Provinsi Bali
telah memetakan 3345 sekolah (LPMP Provinsi Bali,2013:1). Data ini
134
menunjukkan bahwa telah 3345 sekolah jenjang SD,SMP,SMA, dan SMK yang
telah melakukan pengisian instrumen EDS online. Masing-masing kabupaten
yang telah melaksanakan program EDS ini dapat dilihat pada diagram berikut.
Gambar 7.2 Sebaran SD sasaran EDS tahun 2013
Sumber : LPMP Provinsi Bali
Dari hasil pengisian instrumen EDS online dapat dilihat capaian SNP
untuk jenjang SD pada masing-masing kabupaten di Bali sebagai berikut.
No Kota Total
1 Kab. Badung 6.35
2 Kab. Bangli 6.87
3 Kab. Buleleng 6.13
4 Kab. Gianyar 6.46
5 Kab. Jembrana 6.43
6 Kab. Karang Asem 6.51
7 Kab. Klungkung 6.51
8 Kab. Tabanan 5.98 9 Kota Denpasar 6.53
Rerata 6.36
Tabel 7.1 Capaian SNP Jenjang SD di Provinsi Bali
Sumber : LPMP Provinsi Bali 2013
26511% 160
7%
46620%
28012%
1848%
35115%
1335%
31113%
2119%
Total
Kab. Badung
Kab. Bangli
Kab. Buleleng
Kab. Gianyar
Kab. Jembrana
Kab. Karang Asem
Kab. Klungkung
Kab. Tabanan
Kota Denpasar
.
135
Dalam tingkat nasional hasil pengisian instrumen EDS online juga
memberikan gambaran pemetaan capaian sekolah terhadap SNP seperti yang
tampak pada gambar 7.2 berikut.
Gambar 7.3 Capaian Pemenuhan Standar Jenjang SD Tingkat Nasional
Sumber : BPSDMPK-PMP 2013
Gambar diagram di atas merupakan hasil pemetaan terhadap capaian SNP
jenjang SD di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Data menunjukkan
kurang dari 15 % sekolah dasar yang telah mencapai SNP. Sebagian besar masih
belum memenuhi atau melampaui SNP.
74624
2547
37845
17020
334
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
MENUJU SNP 1
MENUJU SNP 2
MENUJU SNP 3
SNP DI ATAS SNP
136
7.1.2 Dampak Negatif Praktik Pengisian Instrumen EDS Online
Dari keseluruhan proses pada praktik pengisian instrumen EDS online
terjadi beberapa ketidak sesuaian yang mengakibatkan timbulnya dampak yang
kurang baik (negatif) bagi guru, siswa, maupun sekolah. Dampak negatif tersebut
adalah, 1) Guru lebih termotivasi kepada NUPTK daripada pengisian instrumen
EDS online, 2) Siswa tidak memiliki kesempatan memahami EDS, 3) Hasil
pengisian instrumen EDS online belum mencerminkan kondisi sekolah yang
sebenarnya.
7.1.2.1 Guru Lebih Termotivasi kepada NUPTK daripada Pengisian
Instrumen EDS Online
Integrasi pengisian instrumen EDS online dengan pendataan NUPTK
menjadikan guru lebih termotivasi melakukan pengisian instrumen EDS online
untuk mempertahankan NUPTK, bukan berkomitmen untuk melakukan evaluasi
terhadap kinerja sekolah dalam upaya pemenuhan SNP. Hal ini tercermin dari
yang diungkapkan oleh guru berikut.
“Biasanya kita kontrol bu, karena kadang apa yang kita kirim tidak sesuai
hasilnya dengan yang kita print, sering terjadi kekeliruan begitu. Jadi
kontinyu melihat,paling tidak bertanya apa yang kurang begitu misalnya
SK-SK, SK naik pangkat. Itu sering terjadi perubahan-perubahan yang
mungkin kita tidak tahu kalau tidak diingatkan sama operator kadang
tidak tahu” (Dewa Ayu, wawancara 19 Maret 2014).
Dari ungkapan di atas terlihat yang dikhawatirkan adalah jika ada
persyaratan pendukung yang belum terpenuhi yang mengakibatkan proses
verifikasi dan validasi datanya terhambat. Fokus terhadap proses verval juga
137
ditunjukkan oleh pengawas sekolah yang melakukan pembinaan ke sekolah
seperti yang diungkapkan sebagai berikut.
“Pengawasnya kesini sekali buk, untuk mengecek vervalnya saja. Nanya
sudah sampai dimana. Kan begini buk harus guru dulu, siswa, kalau sudah
semuanya baru bisa kepala sekolahnya” (Dewa, wawancara 3 Maret
2014).
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa guru, kepala sekolah, maupun
pengawas sekolah telah terhegemoni oleh sistem. Mereka secara sadar
menyetujui bahwa prosedur berupa VerVal 1 dan VerVal 2 menentukan aktif atau
tidak aktifnya NUPTK mereka. Sehingga dengan segala upaya mereka berusaha
untuk melakukannya mesti terkendala oleh kemampuan dan waktu. Secara tidak
sadar mereka ikut berperak sebagai pelaksana hegemoni.
7.1.2.2 Siswa Tidak Memiliki Kesempatan untuk Memahami EDS
Pengisian instrumen EDS online juga wajib dilakukan oleh siswa.
Tujuannya adalah agar para siswa bisa melakukan penilaian terhadap proses
belajar mengajar yang dilakukan selama ini. Melalui penilaian ini bisa diketahui
kelemahan atau kelebihan guru dalam melakukan proses belajar mengajar. Sama
halnya dengan praktik pengisian instrumen EDS online oleh guru, praktik
pengisian instrumen EDS online oleh siswa juga dilakukan dengan cara manual
yang dibagikan oleh guru.
Hasil penelitian menunjukkan sebelum melakukan pengisian instrumen
siswa tidak diberikan sosialisasi atau pembekalan mengenai maksud dan tujuan
pengisian instrumen. Instrumen dibagikan dan siswa diminta untuk mengisinya di
138
rumah. Tidak adanya sosialisasi mengabaikan hak siswa untuk bertanya dan
memahami apa yang harus dia kerjakan. Instrumen dibawa pulang dan diisi oleh
orang tua di rumah. Seperti penuturan guru berikut.
“Tidak ada sosialisasi bu, sama kayak gurunya mereka-reka sendiri
tentang EDS itu. Siswa diijinkan untuk membawa pulang dan diisi di
rumah” (Widi, wawancara 3 Maret 2014).
Paulo Freire mengungkapkan hakikat pembebasan adalah suatu proses
bangkitnya kesadaran kritis terhadap sistem dan struktur sosial yang menindas.
Pembebasan tidak saja berarti terbebas dari kesulitan aspek material saja, tetapi
juga ada ruang kebebasan dalam aspek spiritual, ideologi, maupun kultural
(Topatimasang,R.2010:47). Dalam pengisian instrumen EDS online ini para
siswa para siswa masih terkekang oleh struktur hirarki yang berlaku di sekolah
yang menempatkannya sebagai objek. Praktik seperti ini tidak menumbuhkan
kesadaran kritis di kalangan siswa untuk memahami dan mengerti apa yang
berlaku di sekolahnya.
7.1.2.3 Hasil Pengisian Instrumen EDS Online belum Mencerminkan
Kondisi Sekolah yang Sebenarnya
Pengisian instrumen EDS siswa dalam bentuk cetak yang dilakukan di
rumah oleh orangtua siswa menghasilkan data yang tidak sesuai dengan kondisi
sekolah yang sebenarnya. Hal ini tampak pada hasil isian instrumen EDS online
siswa sebagai berikut.
139
S.3.26 Teknologi informasi dan komunikasi yang dimanfaatkan oleh guru
sebagai sumber /media belajar :
Internet. 42%
Radio. 14%
Televisi. 23%
Komputer. 86%
Tidak ada jawaban yang sesuai. 11%
25%50%75%100%
Responden: 57 Siswa
Data diatas adalah jawaban yang diberikan 57 orang siswa yang menjadi
responden terhadap salah satu pertanyaan pada standar proses untuk siswa. Dari
data tersebut, terlihat bahwa 86% siswa menjawab teknologi informasi dan
komunikasi yang dimanfaatkan oleh guru sebagai sumber/media belajar adalah
komputer, 42% menyatakan internet, 23% menyatakan televisi, 14% menyatakan
radio, dan 11% menyatakan tidak ada jawaban yang sesuai. Jawaban ini jelas
tidak sesuai dengan kondisi yang ada di sekolah. Jika guru menggunakan media
belajar berupa computer seharusnya di ruang kelas tersedia komputer/laptop dan
LCD. Namun hasil pengamatan di ruang sekolah sama sekali tidak terdapat
komputer maupun LCD. Ketidak sesuaian hasil pengisian instrumen EDS online
lainnya juga terdapat pada jawaban terhadap pertanyaan untuk standar proses
pada instrumen EDS online siswa berikut berikut.
Jumlah percobaan/eksplorasi yang kamu lakukan di sekolah selama satu
semester adalah
Tidak ada. 19%
Satu sampai tiga percobaan . 37%
Empat sampai tujuh percobaan . 14%
Lebih dari tujuh percobaan . 30%
25%50%75%100%
Responden: 57 Siswa
140
Dari jawaban di atas terlihat bahwa sebesar 37% siswa menjawab jumlah
percobaan/eksplorasi yang dilakukan oleh siswa di sekolah selama satu semester
adalah satu sampai tiga percobaan. Hal ini berbeda dari pengakuan siswa yang
sempat diwawancara yang mengatakan sebagai berikut.
“Nggak pernah paling kalau dapat IPAnya di kelas saja pakai buku
belajarnya” (Gung Ardi, wawancara tanggal 25 maret).
Pernyataan ini serupa dengan siswa lainnya yang juga sempat
diwawancarai yang mengatakan sebagai berikut.
“Kalo belajar IPAnya pakai LKS itu, gak ada percobaan” (Ngakan,
wawancara 25 maret 2014).
Kedua pernyataan siswa ini sesuai dengan kondisi sekolah yang tidak
memiliki ruangan laboratorium dan peralatan IPA yang memadai. Meskipun ada
beberapa buah tabung reaksi yang tersimpan di perpustakaan, terlihat benda itu
tidak pernah terpakai. Penuturan di atas memperjelas bahwa data yang diisi pada
instrumen bukanlah data yang sesuai dengan kondisi sekolah yang sebenarnya
melainkan berdasarkan perkiraan semata.
7.2 Makna Praktik Pengisian Instrumen EDS Online
Makna dalam hal ini berarti maksud pembicara atau pengertian yang
diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (kbbi.web.id). Menurut teori
dekonstruksi Derrida, pemaknaan hal yang dimaknai adalah suatu proses
membongkar dan menganalisis secara kritis hal yang dimaknai. Hubungan penanda
dan petanda tidak bersifat tetap, tetapi dalam kenyataan dapat “ditunda” untuk
141
memperoleh hubungan yang lain atau baru. Oleh karena itu, makna suatu tanda
diperoleh tidak berdasarkan pembeda antar tanda yang hubungan antar penanda –
petanda bersifat tetap, tetapi dapat berubah-ubah sesuai dengan kehendak pemakai
tanda. Apa yang terjadi dalam proses pemahaman makna tanda tidak sekadar karena
ada proses oposisi (difference), tetapi karena ada proses “penundaan” hubungan
antara penanda (bentuk tanda) dan petanda (makna tanda) untuk menemukan makna
lain atau makna baru (Hoed, 2011:16). Praktik pengisian instrumen EDS online yang
dilakukan di SDN No 3 Banjarangkan sebagai petanda atau sebagai teks memiliki
makna-makna tertentu. Makna-makana tersebut adalah makna peningkatan mutu
pendidikan, makna kerjasama, makna hegemoni, makna resistensi, dan makna
pencitraan.
7.2.1 Makna Penjaminan Mutu Pendidikan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013
menyebutkan setiap Satuan Pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib
melakukan penjaminan mutu pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan tersebut
bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. Proses
penjaminan mutu dapat menggiring penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
dalam upaya menghasilkan lulusan yang berkarakter dan memiliki daya saing.
Penjaminan mutu pendidikan tidak terlepas dari pelaksanaan EDS. EDS
merupakan upaya sistemik untuk menghimpun dan mengolah data (fakta dan
informasi yang sahih dan realiabel untuk mengetahui keadaan sekolah yang dapat
digunakan sebagai landasan tindakan manajemen (strategi) untuk mengelola
kelangsungan program atau penyelenggaraan sekolah. Sekolah melakukan EDS
142
untuk dapat memperbaiki mutu pelaksanaan pendidikan. Hasil EDS digunakan
untuk membuat rencana kerja sekolah (RKS) agar mutu sekolah dapat
ditingkatkan.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan SDN No 3 Banjarangkan
berusaha melakukan penjaminan mutu meskipun belum sepenuhnya sesuai
dengan buku pedoman. Sekolah telah memasukkan data profil sekolah yang
memuat identitas sekolah, letak geografis sekolah, kondisi guru, tenaga
kependidikan, dan siswa. Pengisian instrumen EDS online oleh seluruh guru dan
siswa juga menunjukkan sekolah melakukan tahap awal dalam proses EDS yakni
proses pengumpulan data. Data yang telah diisi dalam instrumen ini hasilnya
diolah oleh sistem aplikasi PADAMU NEGERI. Hasil pengolahan ini kemudian
dianalisia oleh LPMP Provinsi Bali dengan melibatkan pengawas sekolah.
Analisis hasil ini merupakan tahap pengolahan data yang menghasilkan ouput
berupa rekomendasi-rekomendasi terhadap standar-standar yang perlu
mendapatkan perhatian untuk dilakukan perbaikan. Hasil rekomendasi ini
diserahkan kepada Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Klungkung untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan program
pendidikan.
Meskipun belum berjalan dengan sempurna, praktik pengisian instrumen
EDS online ini telah menunjukkan adanya proses penjaminan mutu yang dimulai
dari pengumpulan data, pengolahan data, dan menghasilkan output rekomendasi-
rekomendasi untuk pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang selanjutnya
menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang telah diberikan.
143
7.2.2 Makna Kerjasama
Muara dari pelaksanaan program EDS di sekolah adalah agar terciptanya
budaya mutu di sekolah, yang berarti sekolah bisa melakukan kegiatan
mengevaluasi diri dengan dorongan dari dalam diri sendiri. Untuk menciptakan
budaya mutu tersebut diperlukan kerjasama antara satuan pendidikan dengan
pihak-pihak lain yang terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan) yaitu penyelenggara satuan pendidikan atau program
pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan
pemerintah pusat (Kemdikbud). Pada pasal 6 Permendiknas ini menyatakan
bahwa penyelenggara satuan pendidikan atau program pendidikan mensupervisi,
mengawasi, dan memberi fasilitas, saran, arahan, dan/atau bimbingan kepada
satuan atau program pendidikan dalam penjaminan mutu pendidikan. Ketentuan
ini menyiratkan harus adanya kerjasama dari semua instansi yang terlibat
langsung, dalam hal ini Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Klungkung dan LPMP Provinsi Bali.
Pada praktik pengisian instrumen EDS online ini, kerjasama tersebut
terlihat dari peran serta Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Klungkung menyediakan staf/guru yang ditugaskan menjadi operator kabupaten,
operator kecamatan, dan operator sekolah. Peran operator sangatlah penting, dan
tanpa dukungan dari operator yang solid sulit bagi program EDS yang dilakukan
secara online bisa berjalan sesuai dengan tepat waktu. Bentuk kerjasama lainnya
144
adalah ketika dilakukan analisis terhadap hasil EDS online. LPMP Provinsi Bali
mengundang pengawas sekolah jenjang SD di Kabupaten Klungkung untuk
melakukan analisis terhadap hasil EDS online. Hasil analisis ini dilaporkan oleh
pengawas sekolah kepada Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Klungkung agar diketahui kondisi ketercapaian SNP untuk jenjang
pendidikan dasar yang ada di Kabupaten Klungkung.
7.2.3 Makna Hegemoni
Pengelolaan pendidikan di Indonesia selama ini masih bersifat macro
oriented, proses dan kebijakan banyak diatur oleh birokrasi di tingkat pusat yang
diteruskan ke tataran birokrasi yang ada di daerah. Demikian pula halnya dalam
penyelenggaraan penjaminan mutu melalui program EDS ini. Pemerintah pusat
menghendaki agar seluruh sekolah yang ada di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia melakukan upaya penjaminan mutu secara internal sesuai
dengan yang diamanatkan oleh Permendiknas No 63 Tahun 2009. Keinginan ini
diteruskan ke birokrasi yang ada di bawahnya yakni LPMP Provinsi Bali dan
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Klungkung. Seperti yang
disebutkan pada bagian Menimbang poin „a‟ Permendiknas No 63 Tahun 2009,
bahwa pendidikan nasional menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dan oleh karena itu penjaminan mutu
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama ketiga unsur tersebut.
Pemerintah berusaha keras agar penjaminan mutu pendidikan melalui
pengisian instrumen EDS online berjalan dengan cepat maka dilibatkanlah
145
beberapa pihak atau instansi yang terlibat langsung yang disebut simpul
penjaminan mutu yang terdiri dari BPSDMPK-PMP, LPMP Provinsi Bali, Dinas
Pendidikan Kabupaten Klungkung, Pengawas Sekolah, Unit Pelaksana Teknis
tingkat kecamatan, sekolah, dan PTK. Melalui simpul penjaminan mutu ini
pemerintah mendorong agar setiap sekolah melakukan pengisian instrumen EDS
online yang hasilnya akan digunakan sebagai dasar bagi sekolah untuk
melakukan perbaikan sehingga bisa memenuhi SNP. Di balik dorongan ini, ada
manfaat yang didapat oleh pemerintah yakni dengan waktu yang efektif dan
efisien bisa melakukan pemetaan terhadap mutu sekolah yang ada di seluruh
Indonesia.
Dalam pendidikan kritis disebutkan bahwa proses pendidikan tidak
pernah lepas dari kekuasaan. Melalui Permendiknas No 63 Tahun 2009
pemerintah telah menanamkan sebuah ideologi tentang penjaminan mutu dengan
menggunakan program EDS sebagai strateginya. Althusser pada dasarnya melihat
konsep ideologi sebagai mekanisme konstruksi posisi-posisi subjek dengan mana
subjek memandang dunia sekitarnya. Mekanisme ideologis ini, terutama
berlangsung lewat efek wacana, kemudian melalui penalaran wacana diproduksi
pengetahuan yang memilah antara yang di dalam dan di luar nalar. Dalam hal ini
yang di luar nalar dengan sendirinya dianggap ditolak/tidak relevan. Dengan cara
ini ideologi seakan-akan dipilah pula antara yang berkaitan dengan kondisi yang
secara nyata dialami dalam kehidupan sehari-hari (jadi tidak palsu), terutama
dalam kaitan kekuasaan atau relasi kelas (Widja, 2012:34).
146
Gramsci mengembangkan pemikiran tentang ideologi dengan cara yang
lebih halus. Gramsci menekankan bahwa produksi dan pertahanan praktik-praktik
otoritatif dalam relasi kekuasaan tersebut berlangsung secara halus melalui
mekanisme kombinasi antara paksaan dan persetujuan sadar sehingga aspek
dominasi (paksaan) itu sendiri tidak dirasakan secara telanjang (sadar) dalam
praktik kehidupan nyata (Widja,2012:34).
Pada praktik pengisian instrumen EDS online, praktik-praktik otoritatif
berlangsung dengan halus sehingga dengan sadar sekolah mau mengisi
instrumen. Dari hasil pengamatan di SDN 3 Banjarangkan, bentuk praktik
hegemoni yang terjadi adalah dengan keharusan memperpanjang NUPTK guru
dan kepala sekolah diwajibkan mengisi instrumen EDS online yang ada di
layanan PADAMU NEGERI. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka NUPTK
guru dan kepala sekolah akan dinonaktifkan. Tidak aktifnya NUPTK akan
menyulitkan guru maupun kepala sekolah untuk mengikuti pelatihan
pengembangan karir maupun pembayaran tunjangan profesi gurunya. Sanksi
penonaktifan NUPTK ini membuat guru dan kepala sekolah merasa khawatir,
sehingga mereka harus mengisi instrumen EDS online. Keharusan
memperpanjang NUPTK juga merubah pandangan sekolah terhadap hakekat
pelaksanaan EDS online, mereka lebih terpaku kepada proses VerVal daripada
kesesuaian dan kebenaran data EDS yang mereka lakukan.
147
7.2.4 Makna Resistensi
Praktik pengisian instrumen EDS online menunjukkan praktik hegemoni
dalam pelaksanaannya di sekolah. Kekuasaan dalam pendidikan menjadikan
sekolah tidak punya pilihan selain mengikuti program yang digulirkan oleh
pemerintah. Dalam praktiknya, tidak ada praktik hegemoni yang bebas dari
perlawanan yang biasa dikenal dengan istilah resistensi. James C. Scott, seorang
antropolog dalam bukunya yang berjudul Domination and the Arts of Resistance:
Hidden Transcripts (http://reviewgersos.blogspot.com) berpendapat resistensi
merupakan senjata buat mereka yang kalah. Resistensi dilakukan secara sadar,
sengaja, dan penuh kehati-hatian. Hal ini dipilih karena perlawanan secara
terbuka atau revolusi tidak mungkin dilakukan karena rasa takut akan kekuasaan.
Resistensi sering dianggap sebagai sesuatu yang sia-sia, namun resistensi
menunjukkan bahwa terjadi perlawanan di dalam kepatuhan.
Pada praktik pengisian instrumen EDS online juga terlihat adanya
resistensi yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah. Selama empat kali
menjadi objek pelaksanaan EDS online, sekolah dituntut untuk mengisi data yang
dituangkan dalam instrumen EDS. Seluruh pertanyaan yang ada dalam instrumen
tersebut harus diisi dengan benar sesuai dengan kondisi sekolah. Pada tahun
pertama pelaksanaan EDS sekolah sangat berharap bahwa hasil dari pengisian
instrumen akan segera di respon oleh pemerintah, terutama dalam bidang sarana
dan prasarana yang menjadi kebutuhan utama dalam kelancaran proses belajar
mengajar. Namun realitanya, tidak ada tindak lanjut terhadap hasil EDS tersebut.
Hal serupa terjadi pada tahun kedua dan ketiga, bahkan setiap tahun sekolah
148
disodorkan dengan instrumen dan cara pengisian yang berubah, sehingga harus
menunggu instrumen yang dibuat oleh pemerintah pusat baru bisa melakukan
pengisian instrumen EDS. Pengisian instrumen EDS hanya menjadi kewajiban
ketika ada instruksi dari atasan dan bukan dari kesadaran sekolah (internally
driven). Tidak adanya dampak langsung yang dirasakan oleh sekolah menjadikan
sekolah setengah hati dalam melaksanaan pengisian EDS, seperti yang
diungkapkan oleh guru berikut.
“Sebenarnya kami juga bingung buk tiap tahun ngisi EDS, beda-beda lagi
instrumen dan cara ngisinya. Hasilnya juga gak dipakai apa ya. Tahun
depan berubah lagi instrumennya jadi kami harus nunggu instrumen baru
lagi kan begitu lagi Buk” (Widi, wawancara 3 Maret 2014).
Penuturan guru di atas menunjukkan bahwa sebenarnya mereka merasa
kecewa jenuh dengan pengisian instrumen EDS tiap tahun tetapi tidak ada
perubahan yang dirasakan. Kekecewaan ini mereka tunjukkan dengan melakukan
resistensi. Dari hasil pengamatan di sekolah, bentuk resistensi yang dilakukan
adalah 1) keluhan-keluhan dari para guru yang menilai program EDS yang
terintegrasi dengan pendataan NUPTK banyak menyita waktu. 2) melakukan
pengisian instrumen EDS online tidak sesuai dengan realita sekolah, 3)
menyerahkan proses peng-entri-an data ke dalam layanan PADAMU NEGERI
kepada operator sekolah, dan 4) pengisian instrumen EDS online tidak disertai
dokumen pendukung.
7.2.5 Makna Pencitraan
Pencitraan adalah proses atau cara membentuk gambaran atau kesan
(kbbi.web.id). Pencitraan sekolah berarti proses atau cara yang dilakukan oleh
149
sekolah untuk membentuk gambaran atau kesan kepada masyarakat sehingga
terlihat lebih baik dari yang sebenarnya. Apa yang terjadi dalam proses pemahaman
makna tanda tidak sekadar karena ada proses oposisi (difference), tetapi karena ada
proses “penundaan” hubungan antara penanda (bentuk tanda) dan petanda (makna
tanda) untuk menemukan makna lain atau makna baru (Hoed, 2008:16).
Dalam teori semiotika yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure,
tanda sebagai terdiri atas significant (bentuk) yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan istilah penanda, dan signifie (makna) yang dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan istilah petanda. Namun yang dimaksud dengan
bentuk adalah citra (image) tentang bunyi suatu kata. Jadi dalam tanda bahasa,
bukan bunyi bahasa itu sendiri yang dimaksud dengan bentuk, melainkan citra
tentang bunyi itu. Setiap tanda selalu terdiri atas penanda dan petanda. Dalam
teori ini tanda adalah sesuatu yang terstruktur karena terdiri atas komponen
(dalam hal ini ada dua) yang berkaitan satu sama lain dan membentuk satu
kesatuan (Hoed,2008:40).
Pada praktik pengisian instrumen EDS online, makna pencitraan itu
terlihat dari capaian SNP SDN No 3 Banjarangkan seperti yang ditunjukkan pada
gambar 7.1 di atas. Meskipun secara umum seluruh capaian standar di SDN No 3
Banjarangkan belum memenuhi SNP namun dari seluruh stnadar capaan Standar
Penilaian memiliki angka tertinggi yakni 7.62. Pada PP No 32 Tahun 2013
tentang perubahan SNP disebutkan Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria
mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
didik. Hasil capaian pengisian instrumen EDS oline tersebut memberikan kesan
150
bahwa SDN No 3 Banjarangkan memiliki mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar yang baik. Artinya selama empat kali melaksanakan
program EDS, pola penilaian hasil belajar siswa oleh guru mengalami banyak
perubahan. Namun hal tersebut berbeda dengan penuturan guru berikut.
“Setelah ngisi EDS biasa saja, sama saja rasanya kecuali kalau nanti ada
perubahan misalnya perubahan kurikulum yang sekarang banyak
dibicarakan itu mungkin baru berubah” (Suartini, wawancara 19 Maret
2014)
Penuturan serupa juga diungkapkan oleh guru lainnya yang mengatakan
sebagai berikut.
“Kalau untuk mengajar di kelas sih gak ada pengaruhnya ya, biasa saja sih
seperti biasanya” (Eka, wawancara 25 April 2014)
Dari penuturan guru di atas terlihat bahwa tidak terjadi perubahan atau
perkembangan yang signifikan terhadap penilaian proses belajar siswa yang
dilakukan oleh guru. Apa yang terjadi masih sama dengan tahun-tahun
sebelumnya. Bisa dikatakan bahwa hasil pengisian instrumen EDS online yang
menunjukkan capaian standar penilaian hasil belajar siswa memberikan makna
pencitraan yang membuat masyarakat menilai bahwa guru-guru di SDN No 3
Banjarangkan memiliki pola penilaian hasil belajar yang baik.
7.3 Refleksi
Potret yang di dapat adalah adanya harapan sekaligus tuntutan dari
pemerintah pusat agar seluruh sekolah di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia melakukan penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan Permendiknas No
63 Tahun 2009, melalui pelaksanaan pengisian instrumen EDS online yang
151
terintegrasi dengan pendataan NUPTK. Pelaksanaan EDS online ini diyakini bisa
membantu sekolah dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya sendiri dengan
mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Disamping berguna untuk sekolah,
hasil dari pengisian instrumen sekolah ini juga diharapkan bisa menyediakan data
kepada pemerintah pusat maupun daerah mengenai kondisi sekolah diukur dari
pencapaiannya memenuhi SNP.
Harapan dan tuntutan ini tidak didukung oleh kesiapan sekolah yang
melaksanakan EDS. Keterbatasan sumber daya manusia dalam menggunakan
komputer, pemahaman terhadap EDS dan SNP yang masih kurang, kurangnya
komitmen sekolah, dan dukungan pemerintah daerah yang rendah menjadi kendala
yang harus dihadapi oleh sekolah. Penggunaan aplikasi berbasis internet dengan
transaksi realtime pada pengisian instrumen EDS online tanpa disertai kemampuan
daya dukung sekolah menimbulkan praktik hegemoni. Dari praktik hegemoni ini
memunculkan resistensi dalam bentuk keluhan-keluhan dari para guru yang merasa
terbebani. Namun mereka tidak bisa menolak karena sanksi yang harus diterima
adalah penonaktifan NUPTK yang mereka miliki, yang akan mengakibatkan guru
tidak bisa mengikuti berbagai kegiatan yang berhubungan dengan profesinya.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut, sekolah melakukan praktik pengisian
instrumen EDS online dengan cara yang tidak sesuai dengan petunjuk yang ada pada
buku pedoman. Bentuk ketidaksesuaian itu sudah terlihat dari proses aktivasi akun.
Proses aktivasi akun yang seharusnya dilakukan oleh responden secara terkoneksi
langsung dengan layanan PADAMU NEGERI, justru diwakilkan oleh operator.
Demikian pula aktivasi akun siswa, operatorlah yang membantu melakukan aktivasi.
Ketidaksesuai kedua terlihat dari pengisian instrumen EDS online guru, siswa, dan
152
kepala sekolah dilakukan dengan cara manual. Instrumen EDS yang ada di layanan
PADAMU NEGERI diunduh kemudian dicetak dan dibagikan.
Meskipun dilakukan dengan berbagai kendala, ada dampak positif dan
negatif yang bisa dilihat. Pemaksaan terhadap pengisian instrumen EDS online
membuat seluruh guru dan kepala sekolah di SDN No 3 Banjarangkan telah aktif
secara permanen, dan data individu yang telah diupdate pada proses verval telah
tersimpan dalam database. Sekolah juga memiliki profil mutu capaian SNP,
sehingga bisa mengetahui kondisinya secara internal. Data hasil pengisian instrumen
EDS online juga memberikan sumbangan yang penting bagi pemerintah daerah
dalam mengembangkan program pendidikan di kabupaten. Untuk LPMP Provinsi
Bali dan Pemerintah pusat, hasil pengisian instrumen EDS online ini membantu
menyusun peta mutu ketercapaian sekolah dalam memenuhi SNP tingkat provinsi
dan nasional.
Selain dampak positif, pengisian instrumen EDS online juga menimbulkan
dampak negatif bagi sekolah. Pertama, pengisian instrumen EDS online yang
terintegrasi dengan pendataan NUPTK menjadikan guru lebih terfokus kepada upaya
“menyelamatkan” NUPTK-nya dari penonaktifan, sehingga komitmen mengisi
instrumen EDS dengan benar dari segi isi dan pelaksanaannya menjadi kurang.
Kedua, proses pengisian insrumen EDS oleh siswa tanpa didahului oleh sosialisasi
membuat siswa tidak mendapatkan kesempatan untuk mengetahui dan memahami
EDS itu sendiri. Ketiga, hasil yang ditunjukkan dari pengisian instrumen EDS online
tidak menunjukkan kondisi sekolah yang sebenarnya. Terdapat ketidaksesuaian
antara apa yang diisi dengan kenyataan yang ada di sekolah.
153
Dari praktik pengisian instrumen EDS online ini dapat diinterpretasikan
makna, yakni pertama, makna penjaminan mutu. Praktik pengisian instrumen
EDS online ini telah menunjukkan adanya proses input yaitu pengumpulan data
melalui pengisian instrumen EDS online, yang dilanjutkan dengan analisis data
yang dilakukan oleh LPMP Provinsi Bali dan pengawas sekolah yang akhirnya
menghasilkan output berupa rekomendasi untuk pemerintah daerah (Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Klungkung). Makna kedua adalah
makna kerjasama, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terjalin
kerjasama yang dapat mengurangi jarak antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Makna ketiga adalah makna hegemoni yang terlihat dari
pelaksanaan EDS online yang bersifat otoritatif, melibatkan kuasa pemerintah
yang membuat para guru merasa khawatir dengan sanksi yang akan diterima.
Makna keempat adalah makna resistensi yang terlihat dari keluhan-keluhan yang
disampaikan oleh para guru. Makna kelima adalah makna pencitraan. Hasil
pengisian instrumen EDS online yang menunjukkan sekolah memiliki nilai tinggi
pada standar penilaian membuat kesan bahwa SDN No 3 Banjarangkan memiliki
pola penilaian belajar siswa yang baik. Secara keseluruhan praktik pengisian
instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan perlu dipersiapkan dengan
baik oleh segenap stakeholder, sehingga program EDS online yang dijalankan
oleh pemerintah bisa berjalan dengan baik.
155
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian akhir studi ini disajikan simpulan hasil pembahasan dan
saran/rekomendasi. Simpulan disajikan dalam bentuk deskriptif dengan
menggambarkan secara singkat hasil penelitian. Rekomendasi berisikan harapan-
harapan serta kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan di masa yang akan
datang dalam pelaksanaan program EDS, khususnya praktik pengisian instrumen
EDS online. Simpulan dan rekomendasi akan diuraikan sebagai berikut.
8.1 Simpulan
Dalam simpulan berikut diuraikan jawaban terhadap tiga rumusan
masalah sebagai hasil kajian dari penelitian ini. Adapun simpulan yang diperoleh
adalah sebagai berikut.
1. Praktik pengisian instrumen EDS online di SDN No 3 Banjarangkan.
Pada tahap persiapan pelaksanaan pengisian instrumen EDS online ada keluhan
sejumlah guru yang merasa terbebani dengan proses verval yang panjang. Namun
keluhan tersebut menjadi berkurang ketika sekolah memutuskan untuk
menugaskan operator sekolah untuk membantu. Praktik pengisian instrumen EDS
online di SDN No 3 Banjarangkan belum berjalan dengan baik, terlihat dari
adanya ketidaksesuaian antara praktik pengisian instrumen dengan petunjuk yang
ada pada buku pedoman. Ketidaksesuaian tersebut adalah 1) bahwa setiap
responden tidak melakukan pengisian instrumen secara realtime di layanan
156
PADAMU NEGERI, melainkan mengisi dalam format hardcopy yang diisi
secara manual dan dimasukkan ke dalam sistem oleh operator sekolah. 2)
pengisian instrumen EDS siswa dalam bentuk hardcopy yang dibagikan oleh
sekolah tidak dilakukan oleh siswa yang menjadi responden, melainkan diisi oleh
orangtua siswa di rumah, sehingga data yang diisi tidak mencerminkan kondisi
nyata di sekolah.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi praktik pengisian instrumen EDS
online di SDN No 3 Banjarangkan. Terdapat lima faktor yang berpengaruh
terhadap praktik pengisian instrumen EDS online yakni pertama, ketersediaan
sarana pendukung yang memadai. SDN No 3 Banjarangkan telah memiliki dua
unit komputer dan jaringan internet untuk mengakses layanan PADAMU
NEGERI. Kedua, kurangnya kemampuan dalam menggunakan komputer. Kepala
sekolah dan sebagian besar guru lainnya tidak bisa mengoperasikan komputer,
demikian pula dengan siswa. Ketiga, kurangnya pemahaman tentang EDS dan
SNP, yang menjadikan mereka melakukan pengisian instrumen tidak didasari
oleh pemahaman yang benar tentang EDS dan SNP. Keempat, kurangnya
komitmen sekolah dalam melaksanakan program EDS. Sekolah lebih antusias
bila melaksanakan program yang memberikan dampak secara langsung kepada
sekolah, seperti program Dapodik dan Akreditasi Sekolah. Kelima, kurangnya
dukungan pemerintah daerah. Selama pelaksanaan pengisian instrumen EDS
online tidak ada pejabat Disdikpora yang melakukan monitoring ke sekolah.
Pendampingan yang dilakukan oleh pengawas sekolah sebagai perwakilan dinas
pendidikan juga sangat kurang.
157
3. Dampak dan makna praktik pengisian instrumen EDS online di SDN
No 3 Banjarangkan. Dampak praktik pengisian instrumen EDS online ada dua
yakni dampak positif dan dampak negatif. Dampak postif dari praktik pengisian
isntrumen EDS online ini adalah 1) NUPTK Kepala sekolah dan guru menjadi
“aktif permanen”, 2) Sekolah memiliki profil mutu capaian SNP, 3) Tersedianya
data bagi Dinas Pendidikan untuk merencanakan program pendidikan di
kabupaten, 4) Tersusunnya peta mutu capaian SNP tingkat provinsi dan nasional.
Dampak negatifnya adalah 1) Guru lebih termotivasi kepada NUPTK daripada
pengisian instrumen EDS online, 2) Siswa tidak memiliki kesempatan untuk
memahami EDS, dan 3) Hasil pengisian instrumen EDS online belum mencerminkan
kondisi sekolah yang sebenarnya. Makna praktik pengisian instrumen EDS online
ada lima yakni 1) Makna penjaminan mutu pendidikan, 2) Makna kerjasama, 3)
Makna hegemoni, 4) Makna resistensi, dan 5) Makna pencitraan.
8.2 Saran
Praktik pengisian instrumen EDS online merupakan implementasi dari
proses penjaminan mutu yang dilakukan dalam lingkup sekolah. Implementasi
yang benar akan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Oleh sebab itu
semua simpul pemetaan yang terlibat langsung dalam program EDS harus
bersinergi satu dengan lainnya, agar proses penjaminan mutu terlaksana dengan
baik. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat diberikan saran-saran
sebagai berikut.
158
1. Pemerintah pusat dalam menggulirkan program hendaknya
memperhatikan kondisi dan kesiapan sekolah terlebih dahulu. Sebab ketersediaan
sarana dan prasarana pendidikan serta SDM khususnya jenjang sekolah dasar
sangat minim, berbeda dengan jenjang yang lebih tinggi SMP, SMA, maupun
SMK. Pada jenjang pendidikan dasar peran guru selain berfungsi sebagai
pengajar juga menjadi tenaga administrasi. Dari segi kualitas, kompetensi guru
sekolah dasar masih rendah khususnya dalam penguasaan teknologi.
2. Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) khususnya guru agar lebih
meningkatkan kompetensi dalam bidang teknologi terutama penggunaan
komputer, sehingga bila dikemudian hari ada program serupa tidak akan
tergantung kepada orang lain.
3. Pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga di derah hendaknya
menghilangkan pandangan yang membedakan program pusat dan program
daerah. Dukungan pemerintah daerah terhadap program pusat harus ditingkatkan,
sehingga bisa bersinergi dengan baik. Sinergi yang baik antara pemerintah pusat
dan daerah akan memberikan hasil yang baik bagi kemajuan pendidikan.
159
DAFTAR PUSTAKA
Agger, Ben. 2012. Teori Sosial Kritis (Kritik, Penerapan dan Implikasinya).
Yogjakarta: Kreasi Wacana.
Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan
Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSMPK dan PMP).2012. “Konsep,
regulasi dan Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan”. Jakarta :
Kemdikbud.
--------.2013. “Panduan Pelaksanaan Pemetaan Mutu Pendidikan Tahun 2013”.
Jakarta: Kemdikbud.
--------.2013. “PADAMU NEGERI : Pangkalan Data Penjaminan Mutu
Pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (buku panduan bagi
admin sekolah) ”. Jakarta : Kemdikbud.
--------.2013. “Kitab SIAP PADAMU NEGERI”. Jakarta : Kemdikbud.
--------.2013. “Panduan Evaluasi Diri Sekolah untuk Penjaminan Mutu
Pendidikan”. Jakarta : Kemdikbud.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi).
Jakarta : Bumi Aksara.
Barker, Chris. 2011. Cultural Studies (Teori dan Praktik). Yogjakarta : Kreasi
Wacana.
Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya). Jakarta : Kencana.
-------,2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Emzir,2010. Metodologi Penelitian Kualitatif ; Analisis Data. Jakarta :
Rajagrafindo Persada.
Harker,R.dkk, 2009. ( Habitus x Modal ) + Ranah = Praktik. Yogyakarta :
Jalasutra.
Hasa, Sandi Suwardi.2011. Pengantar Cultural Studies (Sejarah, Pendekatan
Konseptual, dan Isu Menuju Studi Budaya Kapitalisme Lanjut. Jogjakarta
: AR-RUZZ Media.
Hoed, Benny H. 2008. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta : Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI.
160
http://padamu.kemdikbud.go.id. 2013.
http://reviewgersos.blogspot.com. Menguak Makna Tersembunyi di Balik
Resistensi. Diunduh 17 Januari 2015.
http://www.kamusbahasaindonesia.org. Diunduh 20 Juni 2014.
http://zangpriboemi.blogspot.com. Diunduh Mei 2014.
Iskandar, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Gaung Persada.
Jenny Edkins – Nick Vaughan Williams. 2009. Teori-Teori Kritis Menantang
Pandangan Utama Studi Politik Internasional. Yogyakarta : Pustaka
Baca.
Jiwa, I Made. 2010. “Hubungan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Kecerdasan Emosional Guru dan Kompetensi Guru dengan Kefektifan
Sekolah pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Tabanan
Provinsi Bali”. Disertasi. Malang : Universitas Negeri Malang.
Kutha Ratna, I Nyoman. 2010. Metodologi Kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Humaniora pada Umumnya. Yogjakarta : Pustaka Pelajar.
Layanan SIAP Padamu Negeri. http://padamu.kemdikbud.go.id.
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Bali.2010. “Laporan
Pelaksanaan Quality Assurance Tahun 2010”. Laporan Kegiatan.
Denpasar.
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Bali. 2011. “Pemetaan Mutu
Pendidikan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah Online Provinsi Bali Tahun
2011”. Denpasar.
---------.2012. “Laporan Analisis Hasil Evaluasi Diri Sekolah dan Monitoring
Sekolah oleh Pemerintah Daerah”. Laporan Kegiatan. Denpasar.
---------.2013. “Peta Mutu Pendidikan Provinsi Bali Berbasis Evaluasi Diri
Sekolah Tahun 2013”. Denpasar.
Manurung,PH.2007. Komunikasi dan Kekuasaan. Yogyakarta : FISIF Atma Jaya.
Mardin. 2012. “Peran Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dalam Mewujudkan Budaya
Mutu pada Satuan Pendidikan”. Artikel. Makasar : LPMP Sulawesi
Selatan.
161
Mariana,Alit.2013. Anatomi Sistem Penjaminan Mutu di Provinsi Bali.
Denpasar: LPMP Provinsi Bali.
Nasution,S. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara.
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta:
PT Grasindo.
Palmer, Joy A. 2010. 50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia
Pendidikan Modern (Biografi, Dedikasi, dan Kontribusinya). Jogjakarta :
Laksana.
Paramartha, Wayan. 2010. “Hubungan Karakteristik Sekolah, Partisipasi
Masyarakat, Iklim Sekolah dan Kemampuan Manajemen dengan
Keefektifan Sekolah pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Provinsi
Bali. Disertasi. Malang : Universitas Negeri Malang.
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta.
---------.No. 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 19 Tahun 2007 Tentang Standar
Pengelolaan. Jakarta.
---------.No 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana. Jakarta.
---------.No 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.
Jakarta.
Riduwan. 2009. Metode dan Teknik Penyusunan Proposal Penelitian. Bandung :
Alfabeta.
Sadiman, Arief S. dkk. 2003. Media Pendidikan. Jakarta. PT. Raja Grafindo
Persada.
Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Rineka
Cipata.
Scheerens,Jaap. 2013. Peningkatan Mutu Sekolah. Jakarta : Wacana Ilmu.
SDN No 3 Banjarangkan, 2013. Rencana Pengembangan Sekolah SDN No 3
Banjarangkan Tahun 2013/2014.
162
Sentosa, I Putu Pranatha. 2012. “Studi Evaluasi Pelaksanaan Program
Manajemen Berbasis Sekolah ( Studi pada Tiga Sekolah Menengah
Pertama yang Sebelumnya menjadi Rinstisan Program Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di Kabupaten Jembrana”. Tesis.
Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha.
Silalahi, Ulber. 1999. Metode dan Metodologi Penelitian. Bandung : Bina
Budhaya.
Sudrajad,Akhmad.2008. Teori–Teori Motivasi. Akhmadsudrajad.wordpress.com.
Suparno,P. dkk. 2002. Reformasi Pendidikan. Yogjakarta : kanisius.
Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipata.
Susanto,Listyono. 2009. Epistemologi Kiri. Jakarta : Ar-Ruzz Media.
Suyanto. 2008. Dialog Interaktif tentang Pendidikan. Yogyakarta : Multi
Pressindo.
Syafarudin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan: Konsep,
Startegi dan Aplikasi. Jakarta: Grafindo.
Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru. Bandung
: Remaja Rosdakarya.
Syaodih,Nana. 2006. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (
Konsep, Prinsip, dan Instrumen.Jakarta : Refika Aditama.
Taqwa,R. 2011. Resistensi terhadap Praktik Dominasi Kekuasaan dalam Institusi
Pendidikan Usia Dini : Studi Kasus Sekolah Azifa di Yogyakarta. Journal
Kependudukan Indonesia diunduh melalui http://eprints.unsri.ac.id.
Tilaar,HAR. 2010. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia
(Strastegi Reformasi Pendidikan Nasional). Bandung : Remaja
Rosdakarya.
---------2003. Kekuasaan dan Pendidikan Suatu Tinjauan dari Perspektif Studi
Kultural. Jakarta : Indonesia Tera.
---------.2006. Standarisasi Pendidikan Nasional (Suatu Tinjauan Kritis). Jakarta
: Rineka Cipta.
---------.2012. Perubahan Sosial dan Pendidikan (Pengantar Pedagogik
Transformatif untuk Indonesia). Jakarta : Rineka Cipta.
163
Tjiptono, Fandy & Anastasia Diana. 2002. Total Quality Manajement. Edisi
Revisi.Yogyakarta : Andy Offset.
Tobroni, 2010. “Teori-teori mengukur mutu sekolah”. Diunduh melalui
http://tobrani.staff.umm.ac.id. Tanggal 15 Mei 2014.
Topatimasang,Roem.dkk. 2010. Pendidikan Popular (Membangun Kesadaran
Kritis). Yogyakarta : Insistpress.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta.
--------. No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta.
Widja, I Gde. 2012. Pendidikan Sebagai Ideologi Budaya (Mengamati
Permasalahan Pendidikan Melalui Pendekatan Kajian Budaya).
Denpasar : Program Magister (S2) dan Doktor (S3) Kajian Budaya
Universitas Udayana; Krishna Abadi.
Wijaya,Nyoman. 2012. Menerobos Badai, Biografi Intelektual Prof. Dr. I Gusti
Ngurah Bagus. Denpasar : Pustaka Larasan dan TSP.
Wiratma, I Gusti Lanang. 2013. “Pengelolaan Pembelajaran Kimia Pada SMAN
1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar : Dekonstruksi Implementasi Standar
Proses”. Disertasi. Denpasar : Universitas Udaya.
Zealoutous,Justang. “Masalah Pendidikan : Buruknya Kualitas Pendidikan di
Indonesia”. Diunduh pada http://blog.umy.ac.id/arimcreat tanggal 10
November 2012.
Zulkarnain, Iskandar. 2013. “Pendidikan Indonesia : Dari Hegemoni dan Kuasa
Pengetahuan ke Pendangkalan Kemanusiaan. Journal, diunduh dari
http://www.journal.ubb.ac.id/index.php/sosiologi/article/view/67/62