praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

99
TESIS PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG NI MADE DEWI LESTARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

Upload: vuongbao

Post on 31-Dec-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

TESIS

PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN

YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG

NI MADE DEWI LESTARI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

Page 2: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

i

TESIS

PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN

YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG

NI MADE DEWI LESTARI

NIM 0991661007

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

Page 3: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

ii

PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN

YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Akuntansi

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

NI MADE DEWI LESTARI

NIM 0991661007

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

Page 4: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 5 AGUSTUS 2011

Pembimbing Utama,

Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE.,M.Si

NIP. 19650123 199393 1 002

Pembimbing Pendamping

I Ketut Sujana SE.,M.Si., Ak

NIP. 19640518 199212 1 004

Mengetahui,

Ketua Program Magister Akuntansi

Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana

Dr. I Ketut Budhiartha, SE., M.Si., Ak

NIP. 195591202 198702 1001

Direktur

Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr A A Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 19590215 198510 2 001

Page 5: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 5 Agustus 2011

Panitia Penguji tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.: 1395/UN14.4/HK/2011., Tanggal 4 Agustus 2011

Ketua : Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE.,M.Si

Anggota :

1. I Ketus Sujana, SE.,M.Si.,Ak

2. Dr. Drs. I Made Sukartha, M.Si.,Ak

3. Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE.,M.Si

4. Dr. I Wayan Suartana, SE.,M.Si.,Ak

Page 6: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

v

PERNYATAAN

KEASLIAN KARYA TULIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya tulis

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin

atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiean saya sendiri, berarti

gelar dan ijasah yang diberikan oleh universitas batal saya terima.

Denpasar, 5 Agustus 2011

Yang membuat pernyataan,

Ni Made Dewi Lestari

Page 7: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke

hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Kerta

Wara Nugrahanya, tesis yang berjudul “Praktik Manajemen Laba Pada

Perusahaan Yang Melanggar Perjanjian Utang” ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Gerianta Wirawan Yasa, S.E.,M.Si,

sebagai Pembimbing I beserta Bapak I Ketus Sujana, S.E.,M.Si.,Ak., sebagai

Pembimbing II, para penguji tesis ini, yaitu Bapak Dr. Drs. I Made Sukartha,

M.Si.,Ak., Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, S.E.,M.Si., dan Bapak Dr. I

Wayan Suartana, S.E.,M.Si.,Ak., yang dengan penuh perhatian dan kesabaran

membimbing, member saran dan masukan serta memberikan dorongan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

Program Magister pada Universitas Udayana. Ucapan terima kasih yang sedalam-

dalamnya juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas

Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program

Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan yang

baik ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. I Ketut

Budhiartha, S.E.,M.Si.,Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi

(MAKSI) Universitas Udayana. Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada

Ketua Jurusan Akuntansi, Bapak Dr. Made Gede Wirakusuma, S.E.,M.Si.

Kepada rekan-rekan mahasiswa angkatan IV MAKSI Universitas Udayana,

terima kasih atas dukungan, semangat dan kerjasama rekan-rekan yang telah

memotivasi penulis, baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta, terutama Bapak I

Page 8: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

vii

Wayan Sumandra dan Ibu Ni Kadek Subari, serta adik-adikkku atas doa,

dorongan dan motivasinya kepada penulis selama penulis menempuh perkuliahan

dan menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Gede

Wedantara yang selalu membantu dan mendukung penulis untuk segera

menyelesaikan studi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu proses penyelesaian

penelitian ini. Penulis meminta maaf kepada semua pihak yang terkait dalam

penulisan ini atas segala kekurangan dan kekhilafan penulis. Semoga tesis ini

bermanfaat bagi pengembangan ilmu akuntansi.

Denpasar, Agustus 2011

Penulis,

Ni Made Dewi Lestari

Page 9: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

viii

ABSTRAK

PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN YANG

MELANGGAR PERJANJIAN UTANG

Penelitian ini melakukan pengujian secara empiris manajemen laba pada

perusahaan yang melanggar kontrak perjanjian utang. Terdapat dua isu utama

dalam penelitian ini. Pertama, perusahaan pelanggar perjanjian utang melakukan

manajemen laba yang meningkatkan laba pada perioda sebelum melanggar

kontrak utang. Kedua, manajemen laba pada perusahaan pelanggar kontrak utang

lebih besar daripada perusahaan kontrol.

Discretionary accrual yang menjadi proksi manajemen laba dihitung

menggunakan model Kang dan Sivaramakrishnan. Selain itu, dilakukan uji

sensitivitas untuk menguji apakah manajemen laba tetap terdeteksi pada

perusahaan yang melanggar perjanjian utang jika proksi manajemen laba yang

digunakan berbeda. Untuk menguji itu dilakukan dengan menggunakan model

yang berbeda yaitu model Jones (1995) modifikasian. Sampel penelitian adalah

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel

penelitian terdiri dari 34 perusahaan pelanggar kontrak utang dan 34 perusahaan

bukan pelanggar kontrak utang sebagai sampel pembanding. Alat uji yang

digunakan yaitu Mann Whitney-test, karena residual data tidak berdistribusi

normal.

Hasil analisis menunjukkan bahwa perusahaan pelanggar perjanjian utang

melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan jumlah akrual diskresioner

sebelum perioda pelanggaran perjanjian utang. Selanjutnya, manajemen laba yang

dilakukan oleh perusahaan pelanggar perjanjian utang lebih besar dibanding

perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang pada perioda yang sama.

Kata kunci: manajemen laba, pelanggaran perjanjian utang, debt covenant

hypothesis, discretionary accrual.

Page 10: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

ix

ABSTRACT

EARNINGS MANAGEMENT PRACTICES ON COMPANY WHO

VIOLATING DEBT COVENANT

This research empirically tested earnings management in firms violating

debt covenant. There are two main issues in this study. First, firms violating debt

covenant would do earnings management to increase their earnings prior to their

violation period. Second, earnings management in firms violating debt covenant

greater offenders than the control firms.

Discretionary accruals as a proxy of earnings management is calculated

using the model of Kang and Sivaramakrishnan. In addition, sensitivity test done

to test whether earnings management still detectable in firms violating debt

covenant if the proxy of earnings management that used differently. To test was

done using a different model of The Modified Jones (1995). The sample of this

research is manufacturing companies listed in the Indonesia Stock Exchange

(BEI). The sample includes 34 firms violating debt covenant and 34 firms control.

Method of statistic used is the Mann-Whitney test, because the residuals are not

normally distributed data.

The analysis result show that the firms violating debt covenant in which

management increase earnings prior period debt covenant violations.

Furthermore, earnings management in firms violating debt covenant greater

offenders than the the control firms in the same period.

Keywords: earnings management, debt covenant violation, debt covenant

hypothesis, discretionary accrual.

Page 11: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

x

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM……………………………………………………... i

PRASYARAT GELAR………………………………………………….

LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………

PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………………

UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………...

ii

iii

iv

v

ABSTRAK……………………………………………………………… viii

ABSTRACT………………………………………………………………. xi

DAFTAR ISI……………………………………………………………... x

DAFTAR TABEL………………………………………………………... xii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………... xiv

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….… 1

1.1 Latar Belakang………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………..... 6

1.3 Tujuan Penelitian…………………………..…………… 6

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………… 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………… 8

2.1 Agency Theory…………………………………………. 8

2.2 Teori Signal……………………………………………... 12

2.3 Manajemen Laba………………………………………... 13

2.4 Kredit…………………………………………………… 20

2.5 Manajemen Laba dan Perjanjian Utang………………… 21

2.6 Penelitian Sebelumnya………………………………….. 24

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITAN…………………………………………………...

30

3.1 Kerangka Berpikir………………………………………. 30

3.2 Konsep Penelitian…………………………………….… 35

3.3 Hipotesis Penelitian…………………………………….. 36

BAB IV METODA PENELITIAN……………………………………… 41

4.1 Rancangan Penelitian…………………………………… 41

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………… 43

4.3 Data Penelitian………………………………………….. 43

4.3.1 Jenis Data……………………………………… 43

4.3.2 Sumber Data…………………………………... 44

4.3.3. Metoda Penentuan Sampel……………………. 44

Page 12: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

xi

4.4 Definisi Operasional dan Pengukuran

Variabel………………………………………………….

46

4.5 Teknik Pengumpulan Data............................................... 49

4.6 Prosedur Penelitian........................................................... 49

4.7 Teknik Analisis Data........................................................ 50

4.7.1 Pengujian Hipotesis Penelitian………………... 50

4.7.2 Pengujian Sensitivitas…………………………. 52

BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………... 55

5.1 Sampel Penelitian………………………………………. 55

5.2 Statistik Deskriptif……………………………………… 56

5.3 Pembahasan Hasil Penelitian…………………………… 58

5.3.1 Pengujian hipotesis 1………………………….. 58

5.3.2 Pengujian hipotesis 2………………………….. 60

5.4 Hasil Uji Sensitivitas…………………………………… 62

BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………….. 65

6.1 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1)…………. 65

6.2 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2)…………... 66

6.3 Pembahasan Hasil Uji Sensitivitas……………………... 67

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………… 69

7.1 Simpulan Penelitian…………………………………….. 69

7.2 Saran …………………………………………………… 69

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 71

LAMPIRAN …………………………………………………………….. 76

Page 13: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

xii

DAFTAR TABEL

2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya…………………………... 27

5.1 Seleksi Sampel………………………………………………………. 55

5.2 Statistik Deskriptif Manajemen Laba………………………………... 57

5.3 Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test Akrual

Diskresioner Unsur Kenaikan Pendapatan dan Kenaikan

Biaya………………….......................................................................

59

5.4 Hasil Uji Mann Whitney Test Akrual Diskresioner Unsur Kenaikan

Pendapatan dan Kenaikan Biaya……………………………………..

59

5.5 Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test Manajemen Laba

Model Kang dan Sivaramakhrisnan Pada Perusahaan Pelanggar

Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak

Utang……………………………………………………………….

60

5.6 Hasil Uji Mann Whitney Test Manajemen Laba Model Kang dan

Sivaramakhrisnan Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan

Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak

Utang…………………………………………………………….…..

61

5.7 Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test Manajemen Laba

Model Jones Modifikasi Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang

dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang……………….….

63

5.8 Hasil Uji Mann Whitney Test Manajemen Laba Model Jones

Modifikasi Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan

Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang………………………..

64

6.1 Ringkasan Hasil Uji Mann Whitney Test Manajemen Laba Pada

Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan

Pelanggar Kontrak Utang………………………...…………………..

67

Page 14: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

xiii

DAFTAR GAMBAR

3.1 Kerangka Berpikir………………………………………………… 34

3.2 Konsep Penelitian………………………………………………… 36

4.1 Rancangan Penelitian……………………………………………... 42

Page 15: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Perusahaan yang Melanggar Perjanjian Utang Periode

2003-2010…………………………………..............................

76

Lampiran 2 Daftar Perusahaan Pembanding……………………................. 77

Lampiran 3. Statistik Deskriptif Manajemen Laba………………................ 78

Lampiran 4. One-sample kolmogorov-smirnov test akrual diskresioner

unsur pendapatan dan biaya pada perusahaan yang melanggar

kontrak utang…………………………………………………

79

Lampiran 5. Mann-Whitney Test akrual diskresioner unsur pendapatan dan

biaya pada perusahaan yang melanggar kontrak

utang…………………………………………….…………….

80

Lampiran 6. One-sample kolmogorov-smirnov test Manajemen Laba Model

Kang dan Sivaramakhrisnan pada Perusahaan Pelanggar

Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak

Utang…………………………………………………

81

Lampiran 7. Mann-Whitney Test Manajemen Laba Model Kang dan

Sivaramakhrisnan pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang

dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak

Utang…………………………………………………………..

82

Lampiran 8. One-sample kolmogorov-smirnov Manajemen Laba Model

Jones Modifikasi pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang

dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak

Utang…………………………………………………………...

83

Lampiran 9. Mann-Whitney Test Manajemen Laba Model Jones Modifikasi

pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan

Bukan Pelanggar Kontrak Utang………………………………

84

Page 16: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori keagenan memandang perusahaan sebagai nexus of contracts yaitu

organisasi yang terikat kontrak dengan beberapa pihak seperti kontrak dengan

pemegang saham, supplier, karyawan (termasuk manajer) dan pihak-pihak lain

yang terkait (Scott, 2000). Perusahaan juga memiliki ikatan kontrak dengan

kreditur jika perusahaan tersebut melibatkan utang sebagai salah satu

pendanaannya. Sebagian besar perusahaan menggunakan utang sebagai sumber

pendanaan karena dapat meningkatkan kinerja manajer akibat kekhawatiran

kehilangan pekerjaan dan jika kinerjanya meningkat, pemegang saham bersedia

membayar harga saham perusahaan lebih mahal (Jensen dan Meckling, 1976).

Perusahaan yang memiliki kontrak utang maupun kontrak yang lain pasti

berkeinginan untuk meminimalkan berbagai kos kontrak yang terkait dengan

kontrak-kontraknya (contracting theory), seperti kos negosiasi, kos pengawasan

kinerja kontrak, kemungkinan negosiasi ulang, dan kos perkiraan jika bangkrut

atau kegagalan lain (Scott, 2000). Oleh karena itu, diperlukan suatu alat untuk

menilai kinerja perusahaan sebagai upaya untuk melindungi kepentingan kedua

belah pihak yang terikat kontrak (meminimalkan konflik kepentingan). Alat

tersebut berupa suatu informasi yang dihasilkan secara internal oleh perusahaan.

Laporan keuangan disusun berdasarkan akuntansi berbasis akrual (accrual

accounting). Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai

Page 17: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

2

dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan perusahaan

(Subramanyam, 1996). Laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan merupakan

laba yang dihasilkan dengan metoda akrual (IAI, 2009). Menurut Dechow (1994),

laba akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik atas kinerja perusahan

dibandingkan arus kas operasi karena akrual mengurangi masalah waktu dan

ketidaksepadanan (mismatching) yang terdapat dalam penggunaan arus kas dalam

jangka pendek.

Adanya fleksibilitas yang senantiasa terbuka dalam implementasi Prinsip

Akuntansi yang Berlaku Umum (Generally Accepted Accounting Principles)

menyebabkan manajemen dapat memilih kebijakan akuntansi dari berbagai

pilihan kebijakan yang ada, sehingga pada gilirannya fleksibilitas tersebut

memungkinkan dilakukannya pengelolaan laba (earnings management) oleh

manajemen perusahaan (Subramanyam, 1996). Informasi laba sebagai bagian dari

laporan keuangan, sering menjadi target rekayasa melalui tindakan oportunitis

manajemen untuk memaksimumkan kepuasannya tapi di sisi lain dapat merugikan

pemegang saham, kreditur dan investor (Nuryaman, 2009). Strategi ini

dikategorikan menjadi pilihan kebijakan/metoda akuntansi dan discretionary

accruals (kebijakan pengestimasian akuntansi). Discretionary accruals

merupakan strategi yang lebih sulit dideteksi sehingga pendeteksiannya

memerlukan penginvestigasian data dan analisis lebih rinci (Achmad et al.,

2007).

Kebijakan utang merupakan salah satu alternatif pendanaan perusahaan

selain menjual saham di pasar modal. Perusahaan yang memenuhi perjanjian

Page 18: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

3

utangnya akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Hal ini

karena perjanjian utang digunakan oleh pemberi pinjaman komersial sebagai

sistem peringatan awal untuk memberikan sinyal masalah-masalah keuangan

peminjam (Herawati dan Baridwan, 2007). Kontrak utang sering kali

memasukkan perjanjian yang bersifat membatasi tindakan peminjam dan

menentukan pengawasan untuk memastikan bahwa syarat-syarat kontrak utang

terpenuhi.

Perjanjian utang dapat dikelompokkan ke dalam dua bentuk, kadang

mengacu sebagai perjanjian negatif dan positif. Perjanjian negatif umumnya

menunjukkan aktivitas tertentu yang mengakibatkan substitusi aset atau masalah

pembayaran kembali. Contoh perjanjian utang negatif mencakup larangan

terhadap merger, batasan peminjaman tambahan, batasan pembayaran dividen dan

excess cash sweeps. Perjanjian positif mensyaratkan peminjam melakukan

tindakan tertentu, seperti menjaminkan aset atau memenuhi benchmark tertentu

(biasanya rasio-rasio keuangan) yang mengindikasikan kesehatan keuangan.

Contoh umum perjanjian utang positif mencakup tingkat rasio current, leverage,

probabilitas dan net worth minimal atau maksimum. Jadi perjanjian utang baik

bentuk negatif maupun positif dapat digunakan untuk membatasi konflik

kepentingan yang potensial terjadi antara kreditur dan shareholders perusahaan.

Ketika suatu perjanjian dilanggar maka sebaliknya, perusahaan akan

mendapatkan penilaian kinerja yang buruk dari kreditur. Pelanggaran terhadap

batasan-batasan yang termuat dalam perjanjian utang merupakan hal yang

menakutkan bagi manajemen. Hal ini dikarenakan pelanggaran perjanjian utang

Page 19: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

4

amat merugikan. Pelanggaran perjanjian cenderung dapat memberikan beban

yang berat bagi perusahaan. Perusahaan pelanggar perjanjian utang secara

potensial menghadapi berbagai pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan

jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat bunga, negosiasi ulang masa utang

(Beneish dan Press, 1995).

Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan

tidak menyukai risiko (risk averse). Karena itu, perusahaan khususnya manajer

perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha

untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada.

Debt-covenant hypothesis menyatakan jika semua hal lain tetap sama, semakin

dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi,

lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang

memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat ini.

Alasannya bahwa laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi probabilitas

kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi, sangat dimungkinkan manajer perusahaan

mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan, khususnya angka

laba bottom line.

Berdasarkan hipotesis debt covenant, perusahaan dengan tingkat leverage

yang tinggi termotivasi untuk melakukan manajemen laba agar terhindar dari

pelanggaran penjanjian utang. Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to

equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metoda akuntansi

yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to

equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan

Page 20: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

5

dari pihak kreditur bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.

Widyaningdyah (2001) menemukan hubungan positif antara leverage dengan

manajemen laba.

Sweeney (1994) mengevaluasi perubahan metoda akuntansi dari 130

perusahaan yang melanggar perjanjian kredit. Perubahan metoda akuntansi yang

teridentifikasi adalah perubahan depresiasi, perubahan LIFO, FIFO, perubahan

umur ekonomis aktiva, dan perubahan dalam alokasi biaya overhead. Penelitian

ini memberikan bukti bahwa manajer perusahaan merespon pemilihan metoda

akuntansi yang menaikkan laba dalam hal menghindari pelanggaran perjanjian

utang.

Temuan-temuan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pola

manajemen laba yang dilakukan manajemen perusahaan tergantung pada motivasi

dilakukannya manajemen laba. Beberapa studi sebelumnya telah menemukan

indikasi bahwa manajer perusahaan yang mengalami tekanan keuangan,

khususnya perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang akan menanggapi

dengan pilihan kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan

yaitu DeFond dan Jiambalvo (1994); Sweeney (1994); Peltier-Rivest (1999);

Jaggi dan Lee (2001); dan Rosner (2003) untuk menghindari atau menangguhkan

kos pelanggaran. Beberapa studi lain menyatakan bahwa manajer lebih mungkin

melakukan manajemen laba yang menurunkan laba untuk menyoroti kesulitan

keuangan perusahan yaitu DeAngelo et al. (1994); dan Saleh dan Ahmed (2005)

agar memperoleh jangka waktu yang lebih baik dalam negosiasi ulang kontrak

utang. Penelitian-penelitian tersebut telah menginvestigasi secara empiris

Page 21: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

6

hipotesis perjanjian utang. Hipotesis dalam penelitian ini didasari pada motivasi

manajemen berdasarkan the debt covenant hypothesis. Pada perusahaan yang

melanggar perjanjian utang, sebelum melanggar perjanjian utang manajer

termotivasi menggunakan metoda akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan

atau laba untuk menghindari masalah teknis pelanggaran perjanjian utang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang

melakukan manajemen laba melalui discretionary accruals yang

meningkatkan laba?

2) Apakah manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang

lebih besar daripada manajemen laba perusahaan yang tidak melanggar

perjanjian utang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui secara empiris:

1) Manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan

manajemen laba melalui discretionary accruals yang meningkatkan laba.

2) Manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang lebih besar

daripada manajemen laba perusahaan yang tidak melanggar perjanjian

utang.

Page 22: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

7

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan

memberikan manfaat:

1) Praktisi

Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan mengenai praktik

manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang pada industri

manufaktur yang terdaftar di BEI dan dapat menjadi bahan pertimbangan

para investor dalam melakukan penilaian yang tepat terhadap perusahaan.

2) Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai

motivasi manajemen melakukan praktik manajemen laba, serta dapat

dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya.

3) Regulator

Hasil penelitian ini dapat menguatkan kebijakan-kebijakan dalam

meminimalkan praktik manajemen laba melalui evaluasi peraturan-peraturan

yang telah dikeluarkan dengan menambahkan kewajiban pengungkapan

akuntansi akrual untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan.

Page 23: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Agency Theory

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan

mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai

agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk

bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan

sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik

pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan

semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis dalam teori

keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen,

maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang

mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka

prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-

pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak

yang memenuhi dua faktor, yaitu :

1) Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen

maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama

sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk

keuntungan dirinya sendiri

Page 24: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

9

2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang

berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang

diterimanya.

Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer

berada di dalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi

mengenai perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah

datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini

menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen

dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali

perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak

dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit

dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian,

membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri

(oportunistis) dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering

disebut dysfunctional behavior. Dapat berupa memanfaatkan aset perusahaan

untuk kepentingan pribadi, perekayasaan kinerja perusahaan, maupun mangkir

kerja.

Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara prinsipal dengan

agen, pada intinya adanya pemisahan antara kepemilikan (investor) dan

pengelolaan (manajer/agen). Adanya pemisahan kepemilikan oleh prinsipal

dengan pengendalian oleh agen dalam suatu organisasi cenderung menimbulkan

konflik keagenan diantara prinsipal dan agen. Jensen dan Meckeling (1976) dan

Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat

Page 25: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

10

dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara

pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen

sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, digunakan oleh prinsipal untuk menilai,

mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen bekerja untuk meningkatkan

kesejahteraannya dan sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agen. Biaya

keagenan yang timbul akibat adanya konflik kepentingan ini adalah biaya

pengawasan (monitoring costs), biaya penjaminan (bonding costs), dan rugi

residual (residual loss). Untuk mengurangi biaya keagenan dapat ditempuh

beberapa mekanisme yaitu melalui kepemilikan saham perusahaan bagi manajer,

penggabungan sumber pendanaan dari pinjaman dan ekuitas, serta pembagian

dividen (Crutchley dan Hansen, 1989 dalam Yasa, 2010).

Masalah keagenan dapat timbul antara berbagai pihak di dalam perusahaan

yaitu: (1) antara manajer dengan pemegang saham, (2) antara pemegang saham

dan kreditur, dan (3) antara manajer dengan konsumen. Masalah keagenan antara

manajer dengan pemegang saham timbul karena pemegang saham bertujuan untuk

memaksimumkan kekayaannya dengan melihat nilai sekarang dari arus kas yang

dihasilkan oleh investasi perusahaan, sedangkan manajer bertujuan pada

peningkatan pertumbuhan dan ukuran perusahaan. Mekanisme penggunaan utang

di dalam struktur modal merupakan salah satu upaya pemegang saham untuk

mengatasi masalah keagenan yang timbul karena pemisahan antara pengelolaan

dan kepemilikan perusahaan. Implikasi positif dari penggunaan utang adalah

dapat meningkatkan kinerja manajer dan tindakan manajer diawasi oleh kreditur

Page 26: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

11

dengan covenant yang disepakati. Konsep yang melandasi penggunaan utang

sebagai peredam masalah keagenan adalah (Jensen dan Meckeling, 1976):

1) Penggunaan utang sebagai pembiayaan eksternal akan memperkecil

penerbitan saham sehingga proporsi saham terhadap utang di dalam struktur

modal akan semakin kecil

2) Penggunaan utang akan mencegah manajer untuk menggunakan free cash

flow secara berlebihan bagi kepentingan pribadinya karena perusahaan harus

menyediakan arus kas bagi pembayaran bunga pinjaman secara regular dan

tetap jumlahnya.

Walaupun utang dapat mengatasi masalah keagenan antara manajer dengan

pemegang saham, tetapi masalah baru timbul antara manajer-pemegang saham

dengan kreditur karena (Jensen dan Meckling, 1976): (1) keputusan investasi dan

operasi tetap pada manajer-pemegang saham. Bisa terjadi dana yang berasal dari

kreditur bukan digunakan untuk investasi dengan net present value positif tetapi

digunakan untuk pembayaran dividen sehingga perusahaan default, (2) manajer-

pemegang saham melakukan investasi pada proyek yang berisiko tinggi karena

memberikan ekspektasi imbal hasil yang tinggi pula. Jika proyek berhasil maka utang

secara penuh dibayar dan imbal hasil yang tersisa seluruhnya menjadi milik

pemegang saham. Tetapi jika gagal maka utang tidak dibayar atau perusahaan default.

Akhirnya yang menderita kerugian lebih besar adalah kreditur karena jika sukses

hanya menerima hasil tetap sedangkan jika gagal harus menderita kerugian yang

sama besar dengan pemegang saham.

2.2 Teori Signal (Signalling Theory)

Page 27: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

12

Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena

informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik

untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi

kelangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi yang lengkap, akurat dan tepat

waktu sangat diperlukan oleh investor dan kreditur sebagai alat analisis untuk

mengambil keputusan investasi dan kredit. Apabila pengumuman tersebut

mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu

pengumuman tersebut diterima oleh pasar.

Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham pada

waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi

tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis

informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news).

Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka

terjadi perubahan dalam harga saham, harga saham menjadi naik. Sementara, jika

pengumuman tersebut merupakan sinyal baik bagi kreditur, perusahaan mampu

memenuhi persyaratan perjanjian kredit maka manajer perusahaan mendapatkan

penilaian kinerja yang baik oleh kreditur. Pengumuman informasi akuntansi

memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa

mendatang (good news) sehingga kreditur tertarik untuk melakukan pemberian

kredit.

Teori signal menjelaskan alasan perusahaan untuk memberikan informasi

laporan keuangan pada pihak eksternal terkait dengan adanya asimetri informasi

antara pihak manajemen perusahaan dengan pihak luar dimana pihak manajemen

Page 28: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

13

perusahaan memiliki lebih banyak informasi serta mengetahui prospek perusahaan

di masa yang akan datang. Informasi tersebut bisa berupa laporan keuangan,

informasi kebijakan perusahaan maupun informasi lain yang dilakukan secara

sukarela oleh manajemen perusahaan. Teori signal mengemukakan tentang

bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan signal-signal kepada

pengguna laporan keuangan. Signal ini berupa informasi mengenai apa yang

sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Signal

dapat berupa promosi atau informasi lainnya yang menyatakan bahwa perusahaan

tersebut lebih baik daripada perusahaan lainnya (Machfoedz, 1999 dalam Yasa,

2010).

Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi

investor dan kreditur karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar

ketidakpastiannya, yang akan digunakan untuk membuat keputusan investasi,

kredit dan keputusan sejenis. Laporan keuangan dan rasio akuntansi dapat

menjadi signal kondisi perusahaan dan menggambarkan kemungkinan yang

terjadi sehubungan dengan utang yang dimiliki perusahaan.

2.3. Manajemen Laba

Laporan keuangan yang disusun berdasarkan akuntansi akrual

memberikan keunggulan karena informasi laba perusahaan dan pengukuran

komponennya mempunyai indikasi yang lebih baik dibandingkan informasi yang

dihasilkan dari akuntansi berbasis kas (Financial Accounting Standard Board

(FASB), 1978). Dalam pelaksanaannya, Standar Akuntansi memperbolehkan

manajer untuk memilih kebijakan akuntansi dalam pelaporan laba, namun

Page 29: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

14

kebijakan ini menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengelola laba (Sari dan

Bandi, 2010).

Secara singkat Scott (2003) mendefinisikan bahwa manajemen laba adalah

tindakan yang dilakukan melalui pilihan kebijakan akuntansi untuk memperoleh

tujuan tertentu, misalnya untuk memenuhi kepentingan sendiri atau meningkatkan

nilai pasar perusahaan mereka. Manajemen laba dapat didefinisikan sebagai

pelaporan keuangan yang tidak netral yang didalamnya manajer secara intensif

melakukan campur tangan untuk menghasilkan beberapa keuntungan pribadi.

Manajer dapat melakukan campur tangan dengan memodifikasi tentang

bagaimana mereka menginterpretasikan berbagai standar akuntansi keuangan dan

data akuntansi (Healy dan Wahlen, 1999). Manajemen laba merupakan tindakan

manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang dilaporkan saat kini dari suatu

unit yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa mengkaitkan dengan peningkatan

(penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang (Fischer dan Rosenzweig, 1995).

Praktik manajemen laba menyebabkan reliabilitas dari laba tereduksi, karena di

dalam manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran laba sehingga pelaporan

laba menjadi tidak seperti yang seharusnya dilaporkan.

Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting

Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar

pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts dan

Zimmerman (1986) adalah:

1) The Bonus Plan Hypothesis

Page 30: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

15

Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus

akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat

memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya. Manajer perusahaan

akan lebih memilih metoda akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa

depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini

dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk

masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba

terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba

berada di bawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan

jika laba berada di atas cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan.

Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba

dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada perioda berikutnya,

demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi hanya jika laba bersih berada

di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih

perusahaan.

2) The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis)

Hipotesis ini menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan kepada

waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung

untuk memilih metoda akuntansi yang dapat memindahkan laba perioda

mendatang ke perioda berjalan dengan harapan dapat mengurangi

kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang. Pada

perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan

cenderung menggunakan metoda akuntansi yang dapat meningkatkan

Page 31: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

16

pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi

akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak

kreditur bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.

3) The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)

Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar

dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi

tingkat visibilitasnya terutama saat perioda kemakmuran yang tinggi. Upaya

ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari

pemerintah. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang

tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.

Beberapa penelitian lain juga menjelaskan motivasi dalam melakukan

manajemen laba diantaranya adalah motivasi pasar modal karena adanya insentif

bagi manajer untuk memanipulasi laba dengan tujuan mempengaruhi kinerja

harga saham dalam jangka pendek. Beberapa faktor yang dapat memotivasi

manajer melakukan manajemen laba (Scott, 2000), yaitu:

1) Rencana bonus (Bonus scheme)

Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus

akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat

memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya.

2) Kontrak utang jangka panjang (Debt covenant).

Semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang

maka para manajer akan cenderung untuk memilih metoda akuntansi yang

dapat memindahkan laba perioda mendatang ke perioda berjalan dengan

Page 32: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

17

harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran

kontrak utang.

3) Motivasi politik (Political motivation)

Perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung

untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat

perioda kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan

memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah.

4) Motivasi perpajakan (Taxation motivation)

Perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi

laba yang dilaporkan. Tujuannya adalah dapat meminimalkan jumlah pajak

yang harus dibayar.

5) Pergantian CEO (Chief Executive Officer)

Biasanya CEO yang akan pensiun atau masa kontraknya menjelang berakhir

akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna

meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang sama akan

dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah

menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk

menaikkan jumlah laba yang dilaporkan.

6) Penawaran saham perdana (Initial public offering)

Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik,

informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospectus merupakan

sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat

dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai

Page 33: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

18

perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor

maka manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan

Pola manajemen laba menurut Scott (2003) dapat dilakukan dengan cara:

1) Taking a bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan Chief Executive

Officer (CEO) baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar.

Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa yang akan datang.

2) Income minimization

Income minimization adalah menurunkan jumlah laba yang akan dilaporkan.

Cara ini dilakukan saat perusahaan memperoleh tingkat profitabilitas yang

tinggi dengan maksud untuk memperoleh perhatian secara politis. Kebijakan

yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak

berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan

dipercepat.

3) Income maximization

Income maximization adalah memaksimalkan laba yang dilaporkan agar

memperoleh bonus yang lebih besar, income maximization dilakukan pada

saat laba mengalami penurunan. Kecenderungan manajer untuk

memaksimalkan laba juga dapat dilakukan pada perusahaan yang melakukan

suatu pelanggaran perjanjian utang.

4) Income smoothing

Page 34: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

19

Income smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang

dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar

karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Manajemen laba dilakukan melalui pemilihan kebijakan akuntansi atau

dengan mengendalikan transaksi akrual. Transaksi akrual merupakan transaksi

yang tidak berpengaruh terhadap aliran kas masuk ataupun kas keluar. Transaksi

akrual terdiri dari transaksi diskresioner dan non-diskresioner. Akrual diskresioner

adalah akrual yang masih dapat diubah atau dipengaruhi oleh kebijakan yang

dibuat manajemen atau manajemen mempunyai beberapa fleksibilitas untuk

mengendalikan jumlahnya, misalnya penentuan ketetapan kebijakan pemberian

kredit, kebijakan cadangan kerugian piutang dagang, dan penilaian persediaan.

Akrual non-diskresioner adalah akrual yang tidak dapat dipengaruhi oleh

kebijakan yang dibuat manajemen atau manajemen tidak mempunyai fleksibilitas

untuk mengendalikan jumlahnya, misalnya penggunaan metoda akuntansi dalam

perusahaan minyak antara full method dan successful effort, dan perubahan akrual

karena perubahan volume bisnis (Scott, 2000). Manajemen laba yang berusaha

meninggikan (menurunkan) laba menyebabkan adanya akrual diskresioner positif

(negatif).

Teknik manajemen laba (Setiawati dan Na’im, 2000) dapat dilakukan dengan

tiga cara, yaitu:

1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Page 35: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

20

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement (perkiraan) terhadap

estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi

kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud,

estimasi biaya dan lain-lain.

2) Mengubah metoda akuntansi

Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi,

contohnya merubah metoda depresiasi aktiva tetap dari metoda depresiasi

angka tahun ke metoda depresiasi garis lurus.

3) Menggeser perioda biaya atau pendapatan

Beberapa contoh rekayasa perioda biaya atau pendapatan antara lain

mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan

sampai pada perioda akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda

pengeluaran promosi sampai perioda berikutnya, mempercepat atau menunda

pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang

sudah tidak dipakai.

2.4 Kredit (Utang)

Pengertian kredit menurut UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain

yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga. Kredit adalah pemberian prestasi oleh suatu

pihak lain yang akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu disertai dengan

kontra prestasi berupa bunga dengan kata lain, uang atau yang diterima sekarang

Page 36: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

21

akan dikembalikan pada masa yang akan datang (Rahmadana dan Lumbanraja,

2002).

Kreditur adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau

pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti

atau layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau

perjanjian) dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan

mengembalikan properti atau jasa yang nilainya sama. Pihak kedua ini disebut

sebagai peminjam atau yang berutang (http://id.wikipedia.org/wiki/kreditur, 20

April 2011).

2.5 Manajemen Laba dan Perjanjian Utang

Kebijakan utang merupakan salah satu alternatif pendanaan perusahaan

selain menjual saham di pasar modal. Perusahaan yang memenuhi perjanjian

utangnya akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Hal ini

karena perjanjian utang digunakan oleh pemberi pinjaman komersial sebagai

sistem peringatan awal untuk memberikan sinyal masalah-masalah keuangan

peminjam (Herawati dan Baridwan, 2007).

Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan

tidak menyukai risiko (risk averse). Karena itu, perusahaan khususnya manajer

perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha

untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada.

Debt-covenant hypothesis menyatakan jika semua hal lain tetap sama, semakin

dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi,

lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang

Page 37: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

22

memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat ini.

Alasannya bahwa laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi probabilitas

kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi, sangat dimungkinkan manajer perusahaan

mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan, khususnya angka

laba bottom line.

Manajemen laba dilakukan melalui pemilihan kebijakan akuntansi atau

dengan mengendalikan transaksi akrual. Transaksi akrual merupakan transaksi

yang tidak berpengaruh terhadap aliran kas masuk ataupun kas keluar. Transaksi

akrual terdiri dari transaksi diskresioner dan non-diskresioner. Manajemen laba

dapat didefinisikan sebagai pelaporan keuangan yang tidak netral yang

didalamnya manajer secara intensif melakukan campur tangan untuk

menghasilkan beberapa keuntungan pribadi. Manajer dapat melakukan campur

tangan dengan memodifikasi tentang bagaimana mereka menginterpretasikan

berbagai standar akuntansi keuangan dan data akuntansi (Healy dan Wahlen,

1999).

Studi Defond dan Jiambalvo (1994) dan Sweeney (1994) menunjukkan

bahwa perusahaan pelanggar perjanjian utang menggunakan akrual untuk

meningkatkan laba tahun sebelumnya. Temuan tersebut menunjukkan bahwa

manajer berusaha untuk memperlihatkan bahwa kinerja tahun sebelumnya adalah

lebih baik. Hasil investigasi Achmad et al. (2007) menunjukkan bahwa

peningkatan motivasi perjanjian utang (debt covenant) meningkatkan praktik

manajemen laba. Alasannya bahwa motivasi debt covenant merupakan praktik

manajemen laba berlaku umum. Ada pandangan bahwa manajemen laba dianggap

Page 38: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

23

sebagai sesuatu yang pantas dilakukan oleh manajer, karena dimotivasi untuk

mencari pendanaan perusahaan dan terkesan bahwa perusahaan kesulitan menjual

sahamnya di pasar modal.

Penelitian Dechow et al. (1995), Jones dan Sharma (2001) dalam Tarjo

(2009), dan Widyaningdyah (2001) menemukan bahwa leverage berpengaruh

signifikan terhadap manajemen laba. Temuan tersebut sesuai dengan debt

covenant hypothesis yang menyatakan bahwa jika semua hal yang lain tetap sama

dan semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis

akuntansi, maka lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur

akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda mendatang ke

perioda sekarang. Hal tersebut dilakukan karena laba bersih yang dilaporkan naik

akan mengurangi kemungkinan kegagalan membayar utang-utangnya pada masa

mendatang (Scott, 2003:277). Naiknya laba yang dilaporkan bisa menarik

perhatian bagi kreditur untuk memberikan tambahan pinjaman. Beberapa studi

lain menyatakan bahwa manajer lebih mungkin melakukan manajemen laba yang

menurunkan laba untuk menyoroti kesulitan keuangan perusahan yaitu De Angelo

et al. (1994); dan Saleh dan Ahmed (2005).

Temuan penelitian-penelitian sebelumnya tersebut menunjukkan bahwa

pola manajemen laba yang dilakukan manajemen perusahaan bergantung pada

motivasi dilakukannya manajemen laba. Apabila motivasi manajemen perusahaan

adalah untuk mempertahankan posisi/pekerjaannya di perusahaan (Peltier-Rivest,

1999) atau untuk menghindari atau menangguhkan kos pelanggaran (DeFond dan

Jiambalvo, 1994; Sweeney, 1994; Jaggi dan Lee, 2001; Rosner, 2003; Saleh dan

Page 39: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

24

Ahmed, 2005) maka teori perjanjian utang menyatakan bahwa manajer

perusahaan akan menggunakan manajemen laba yang meningkatkan laba yang

dilaporkan. Apabila motivasi manajemen perusahaan adalah untuk menunjukkan

kesulitannya supaya memperoleh jangka waktu yang lebih baik dalam negosiasi

ulang kontrak utang (DeAngelo et al., 1994; Saleh dan Ahmed, 2005) atau adanya

jaminan bahwa kreditur akan memberikan pembebasan tuntutan pelanggaran

perjanjian utang (Jaggi dan Lee, 2001) maka manajer perusahaan akan

menggunakan manajemen laba yang menurunkan laba yang dilaporkan.

2.6 Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai manajemen laba dimulai dengan penelitian Healy

(1985), penelitian ini menurut Scott (2000) diakui sebagai penelitian terbaik untuk

manajemen laba. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan program bonus

manajer dengan cara memaksimalkan bonus untuk mengatur laba bersih. Jika laba

bersih rendah (di bawah laba bersih yang ditentukan untuk mendapatkan bonus),

maka manajer akan terdorong untuk mengecilkan laba serendah mungkin dengan

memilih kebijakan akuntansi yang dapat mengurangi jumlah laba bersih dengan

maksud pada tahun berikutnya laba bersih dapat meningkat sehingga mancapai

laba bersih yang mendatangkan bonus. Hal yang sama juga dilakukan apabila laba

bersih terlalu tinggi (di atas cap), manajer terdorong untuk memilih kebijakan dan

prosedur akuntansi yang dapat mengurangi laba bersih, karena manajer akan

kehilangan bonus permanen atas laba bersih.

Penelitian Sweeney (1994) serta DeFond dan Jiambalvo (1994) mengenai

motivasi perjanjian kredit dalam hubungannya dengan praktik earnings

Page 40: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

25

management. Sweeney (1994) menguji debt covenant hypothesis dengan

menganalisis perubahan metoda akuntansi dari 130 perusahaan yang melanggar

perjanjian kredit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajer perusahaan yang

melanggar perjanjian kredit cenderung memilih metoda akuntansi yang

berdampak pada peningkatan laba. Perubahan metoda akuntansi yang

teridentifikasi dalam penelitian ini antara lain: perubahan metoda depresiasi,

adopsi metoda last in first out (LIFO), adopsi metoda first in first out (FIFO),

perubahan umur ekonomi aktiva dan perubahan dalam alokasi biaya lain-lain.

Penelitian DeFond dan Jiambalvo (1994) mendeteksi manipulasi accrual

dari perusahaan yang melakukan kontrak utang. Sampel penelitian adalah 94

perusahaan yang melakukan pelanggaran kontrak utang antara tahun 1985--1988.

Hasil penelitian menunjukkan adanya dukungan bahwa kontrak utang

mempengaruhi pilihan akuntansi perusahaan. Hal ini tampak pada pilihan

akuntansi perusahaan satu perioda sebelum dan pada perioda pelanggaran

perjanjian kredit.

Neill et al. (1995) melakukan pengujian manajemen laba pada 2609

perusahaan yang melakukan IPO (Initial Public Offering) pada tahun 1975 sampai

1984. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan memilih

metoda akuntansi yang dapat mempertinggi pelaporan pendapatan dan nilai aset

untuk mempengaruhi penerimaan kas dari penawaran perdana dan terdapat

hubungan positif yang signifikan antara pilihan metoda akuntansi yang digunakan

perusahaan dengan besarnya pendapatan yang diterima perusahaan saat go public.

Page 41: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

26

Perusahaan yang menggunakan metoda akuntansi konservatif menerima hasil

pendapatan IPO yang lebih rendah.

Veronica dan Utama (2005) meneliti mengenai pengaruh struktur

kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktik Corporate Governance terhadap

pengelolaan laba. Struktur kepemilikan diproksikan dengan kepemilikan

institusional dan kepemilikan keluarga bukan konglomerasi, ukuran perusahaan

diproksikan dengan kapitalisasi pasar, dan Corporate Governance (CG)

diproksikan dengan audit oleh KAP (Kantor Akuntan Publik) Big 4, proporsi

dewan komisaris independen dan keberadaan komite audit. Pengelolaan laba

diproksikan menggunakan discretionary accrual. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa struktur kepemilikan dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik

pengelolaan laba sedangkan mekanisme CG tidak berpengaruh signifikan

terhadap praktik pengelolaan laba.

Herawati dan Baridwan (2007) meneliti manajemen laba pada perusahaan

yang melanggar perjanjian kredit. Penelitian ini menggunakan 13 perusahaan

pelanggar perjanjian utang dan 20 perusahaan kontrol. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rata-rata discretionary accruals perioda sebelum melanggar

perjanjian utang secara statistis signifikan lebih besar daripada rata-rata akrual

diskresioner perioda saat perusahaan melanggar perjanjian utang. Namun, rata-

rata discretionary accruals perioda saat dan perioda setelah melanggar perjanjian

utang secara statistis tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena adanya bias

dalam penentuan sampel.

Page 42: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

27

Yasa (2010) menguji praktik manajemen laba pada perusahaan yang

melakukan pemeringkatan obligasi perdana. Penelitian ini mencakup dua isu.

Pertama menyangkut pengaruh informasi dan rasio keuangan terhadap peringkat

obligasi. Isu kedua adalah manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang

akan mengeluarkan obligasi untuk pertama kalinya sebelum proses pemberian

peringkat obligasi. Pengujian hipotesis dengan menggunakan discriminant

analysis beberapa informasi dan rasio keuangan seperti log natural laba operasi,

laba yang ditahan, aliran kas operasi, dan likuiditas mampu membedakan antar

kelompok peringkat obligasi. Perusahaan penerbit obligasi melakukan manajemen

laba dengan cara menaikkan jumlah akrual diskresioner saat publikasi laporan

keuangan auditan sebelum perioda penerbitan obligasi.

Ringkasan mengenai penelitian sebelumnya disajikan pada Tabel 2.1

berikut.

Tabel 2.1

Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

No Nama

Peneliti

Variabel

Penelitian

Teknik

Analisis Data

Hasil Penelitian

1. Healy

(1985)

Manajemen

laba

diproksikan

dengan

discretionary

accruals

Independent

sample t-test

Jika laba bersih berada

dibawah cap atau laba bersih

berada diatas bogey maka

manajer terdorong untuk

memilih kebijakan akuntansi

yang mengecilkan laba. Jika

laba bersih berada diantara

cap dan bogey maka manajer

cenderung menggunakan

metode akuntansi yang

meningkatkan laba.

2 Sweeney

(1994)

Manajemen

laba

diproksikan

dengan

discretionary

Paired

Sample t-test

Manajer perusahaan yang

melanggar perjanjian kredit

cenderung memilih metoda

akuntansi yang berdampak

pada peningkatan laba.

Page 43: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

28

accruals Perubahan metoda akuntansi

yang teridentifikasi dalam

penelitian ini antara lain:

perubahan metoda depresiasi,

adopsi metoda last in first out

(LIFO), adopsi metoda first

in first out (FIFO), perubahan

umur ekonomi aktiva dan

perubahan dalam alokasi

biaya lain-lain.

3 DeFond dan

Jiambalvo

(1994)

Manajemen

laba

diproksikan

dengan

discretionary

accruals

Paired

Sample t-test

Hasil penelitian menunjukkan

adanya dukungan bahwa

kontrak utang mempengaruhi

pilihan akuntansi perusahaan.

Hal ini tampak pada pilihan

akuntansi perusahaan satu

perioda sebelum dan pada

perioda pelanggaran

perjanjian kredit.

4 Neil et al.

(1995)

Manajemen

laba

diproksikan

dengan

discretionary

accruals

Paired

Sample t-test

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar

perusahaan memilih metoda

akuntansi yang dapat

mempertinggi pelaporan

pendapatan dan nilai aset

untuk mempengaruhi

penerimaan kas dari

penawaran perdana dan

terdapat hubungan positif

yang signifikan antara pilihan

metoda akuntansi yang

digunakan perusahaan

dengan besarnya pendapatan

yang diterima perusahaan

saat go public.

5 Veronica

dan Uttama

(2005)

Variabel

dependen:

manajemen

laba

diproksikan

dengan

discretionary

accruals

Variabel

independen:

struktur

Regresi linear

berganda

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa struktur kepemilikan

dan ukuran perusahaan

berpengaruh terhadap praktik

pengelolaan laba sedangkan

mekanisme CG tidak

berpengaruh signifikan

terhadap praktik pengelolaan

laba.

Page 44: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

29

kepemilikan,

ukuran

perusahaan dan

GC

6 Herawati

dan

Baridwan

(2007)

Manajemen

laba

diproksikan

dengan

discretionary

accruals

Paired

Sample t-test

Perusahaan yang melanggar

perjanjian utang melakukan

manajemen laba yang

menaikkan laba saat perioda

t-1 sebelum pelanggaran

perjanjian utang. Perusahaan

yang melanggar perjanjian

utang dan perusahaan control

sama-sama melakukan

manajemen laba pada perioda

sebelum dan saat pelanggaran

perjanjian utang.

7 Yasa (2010) Variabel

dependen:

manajemen

laba

diproksikan

dengan

discretionary

accruals.

Variabel

independen

rasio keuangan

Discriminant

analysis

Independent

Sample t-test

Beberapa informasi dan rasio

keuangan seperti log natural

laba operasi, laba yang

ditahan, aliran kas operasi,

dan likuiditas mampu

membedakan antar kelompok

peringkat obligasi.

Perusahaan penerbit obligasi

melakukan manajemen laba

dengan cara menaikkan

jumlah akrual diskresioner

saat publikasi laporan

keuangan auditan sebelum

perioda penerbitan obligasi.

Page 45: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

30

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Salah satu syarat kualitas informasi akuntansi menurut SFAC (Statement

of Financial Accounting Concepts) No. 2 adalah comparability, artinya harus

dapat saling dibandingkan yaitu memiliki prinsip akuntansi yang sama baik untuk

satu perusahaan maupun perusahaan lain. Comparability dalam perusahaan yang

sama dilakukan dengan perioda sebelumnya maupun dengan jangka waktu yang

berbeda. Prinsip akuntansi yang dipakai dalam laporan keuangan tahunan juga

digunakan ketika misalnya laporan keuangan bulanan, triwulan, tengah tahunan

dibuat. Laporan keuangan yang baik adalah laporan keuangan yang dapat

memberikan informasi yang benar kepada pemakainya. Pemakai laporan

keuangan akan menggunakan informasi untuk berbagai keputusan; misalnya

investasi dan pemberian kredit. Sehingga penyajian laporan keuangan tidak boleh

terjadi manipulasi serta diungkapkan secara penuh.

Menurut perspektif agency theory, dalam sebuah entitas terdapat dua pihak

yang melakukan kontrak yaitu pihak internal/manajemen (agen) dan pihak

eksternal (prinsipal). Agen merupakan manajemen dari perusahaan, tetapi sebagai

prinsipal dapat berbeda menurut kontrak yang dilakukan, antara lain pemegang

saham, kreditur, dan pemerintah. Manajemen memiliki keinginan untuk

meningkatkan laba, mendapatkan kredit, kemudahan dalam memperoleh sumber

dana eksternal, mendapatkan bonus, menghemat pajak, dan lain-lain. Prinsipal

Page 46: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

31

juga memiliki keinginan untuk mendapatkan pengembalian/timbal balik yang

layak untuk meningkatkan kekayaan.

Media komunikasi yang biasanya digunakan untuk menghubungkan antara

manajemen dengan pihak eksternal (prinsipal) perusahaan adalah laporan

keuangan yang disajikan oleh manajemen. Pihak eksternal akan lebih

memperhatikan informasi laba dari sebuah laporan keuangan dengan alasan dapat

digunakan untuk menaksir risiko dalam investasi dan kredit. Dalam agency theory

hubungan antara agen dan prinsipal berada dalam kondisi ketidakseimbangan

informasi (asimetri informasi). Ketidakseimbangan informasi muncul karena

manajemen (agen) sebagai pengelola perusahaan mempunyai informasi yang lebih

banyak dibandingkan dengan pihak eksternal (prinsipal) yang tidak mungkin

mendapatkan seluruh informasi perusahaan. Manajemen yang mendapatkan

informasi relatif lebih banyak mempunyai fleksibilitas dalam mempengaruhi

laporan keuangan, khususnya laba, untuk memaksimalkan kepentingannya dan

nilai pasar perusahaan dengan melakukan earnings management (manajemen

laba).

Manajemen laba dapat muncul karena peluang kebijakan akuntansi yang

fleksibel dalam menghitung laba dengan metoda pencatatan yang berbeda dari

suatu fakta dan adanya subyektifitas dalam estimasi. Praktik manajemen laba

dapat membuat bias laporan keuangan sehingga mempengaruhi keputusan

pemakai laporan keuangan. Perusahaan publik yang merupakan perusahaan

terbuka, baik dalam laporan keuangan maupun kepemilikan, seharusnya menjadi

contoh dalam penyajian laporan keuangan yang tidak menyesatkan.

Page 47: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

32

Manajemen laba dilakukan dengan pengelolaan transaksi yang terkait

dengan akrual yang berada di bawah kebijakan manajemen. Apabila terjadi

manajemen laba maka earnings akan berubah dan total akrual yang terkandung

didalamnya juga mengalami perubahan, sehingga discretionary accruals secara

tidak langsung juga akan berubah. Tidak semua pihak eksternal mempunyai

keinginan yang sama terhadap angka yang disajikan dalam laporan keuangan.

Leverage ratio merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar

perusahaan dibelanjai dengan utang, menjadi perhatian kreditur dan pemegang

saham. Kreditur menginginkan adanya leverage ratio yang rendah untuk

menjamin keberadaan utang. Perusahaan yang mempunyai leverage ratio tinggi

kemungkinan besar akan melakukan manajemen laba. Perusahaan yang tidak

dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya berusaha

menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan

pendapatan atau laba dan diharapkan dapat memperbaiki posisi keuangan dalam

negosiasi ulang dengan kreditur.

Perusahaan yang memenuhi perjanjian utangnya akan mendapatkan

penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Hal ini karena perjanjian utang

digunakan oleh pemberi pinjaman komersial sebagai sistem peringatan awal untuk

memberikan sinyal masalah-masalah keuangan peminjam. Ketika suatu perjanjian

dilanggar maka sebaliknya, perusahaan akan mendapatkan penilaian kinerja yang

buruk dari kreditur.

Pelanggaran terhadap batasan-batasan yang termuat dalam perjanjian

utang merupakan hal yang menakutkan bagi manajemen. Hal ini dikarenakan

Page 48: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

33

pelanggaran perjanjian utang amat merugikan (Watts dan Zimmerman, 1986).

Pelanggaran perjanjian cenderung dapat memberikan beban yang berat bagi

perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan pelanggar perjanjian utang secara

potensial menghadapi berbagai pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan

jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat bunga, negosiasi ulang masa utang

(Beneish dan Press, 1995). Selain itu, pelanggaran awal atas perjanjian utang

dikaitkan dengan peningkatan signifikan pada risiko sistematis dan non-sistematis

serta menimbulkan kos pelanggaran yang substantial.

Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan

tidak menyukai risiko (risk averse). Karena itu, perusahaan khususnya manajer

perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha

untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada.

Debt-covenant hypothesis menyatakan bahwa jika semua hal lain tetap sama,

semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis

akuntansi, lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi

yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat

ini. Alasannya bahwa kenaikan laba bersih yang dilaporkan akan mengurangi

probabilitas kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi sangat dimungkinkan manajer

perusahaan mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan,

khususnya angka laba bottom line.

Kerangka berpikir dari penelitian ini seperti pada Gambar 3.1 di halaman

34.

Page 49: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

34

Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan yang Melanggar

Perjanjian Utang

Kajian Teoritis:

1. Teori Agensi

2. Teori Signal

Hipotesis

Uji Statistik

Rumusan Masalah

Hasil

Kajian Empiris:

1. Healy (1985)

2. Sweeney (1994)

3. DeFond dan

Jiambalvo

(1994)

4. Neill et al.

(1995)

5. Veronica dan

Utama (2005)

6. Herawati dan

Baridwan 2007)

7. Yasa (2010)

Simpulan dan Saran

Gambar 3.1

Kerangka Berpikir

Page 50: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

35

3.2 Konsep Penelitian

Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting

Theory (PAT). Teori ini dapat memberikan pedoman kepada para pembuat

keputusan kebijakan akuntansi dalam melakukan perkiraan-perkiraan akan

konsekuensi-konsekuensi dari keputusan tersebut. Penelitian-penelitian mengenai

PAT salah satu yang diteliti dan menarik perhatian dalam penelitian ini adalah

penelitian tentang manajemen laba terkait dengan motivasi debt covenant

hypothesis.

Debt-covenant hypothesis menyatakan jika semua hal lain tetap sama,

semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis

akuntansi, lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi

yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat

ini. Alasannya bahwa laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi

probabilitas kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi sangat dimungkinkan manajer

perusahaan mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan,

khususnya angka laba bottom line.

Penelitian ini dikembangkan berdasarkan penelitian Sweeney (1994),

DeFond dan Jiambalvo (1994), Herawati dan Baridwan (2007), dan Achmad et al.

(2007), yang telah melakukan penelitian tentang debt-covenant hypothesis.

Penelitian ini menguji apakah perusahaan melakukan manajemen laba yang

menaikkan laba ketika akan melanggar perjanjian utang. Penelitian ini juga

melihat apakah terdapat perbedaan manajemen laba bagi perusahaan yang

melanggar dan tidak melanggar perjanjian utang. Penelitian ini menggunakan

Page 51: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

36

discretionary accrual sebagai ukuran manajemen laba. Discretionary accrual

diukur berdasarkan model Kang dan Sivaramakrishnan (1995) dan Jones

Modifikasian (1995). Model ini dikatakan model yang paling baik untuk

memprediksi usaha akrual (Yasa, 2010).

Berdasarkan hal tersebut maka dapat digambarkan konsep penelitian yang

disajikan dalam Gambar 3.2 berikut.

3.3 Hipotesis Penelitian

Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa adanya insentif untuk

melakukan manajemen laba yang timbul karena perjanjian utang, disebut dengan

hipotesis perjanjian utang (debt covenant hypothesis). Kreditur perusahaan

menentukan batasan pada pembayaran dividen, pembelian kembali saham, dan

pengeluaran utang tambahan untuk meyakinkan pembayaran kembali pokok dan

bunga mereka. Pembatasan ini seringkali dilakukan dalam bentuk angka akuntansi

PAT

Debt

Covenant

Hypothesis

Perusahaan

Pelanggar

Perjanjian

Utang

Perusahaan

Bukan

Pelanggar

Perjanjian

Utang

Manajemen laba pada

perusahaan pelanggar

perjanjian utang lebih

besar daripada

manajemen laba yang

dilakukan oleh

perusahaan yang tidak

melanggar perjanjian

utang.

Gambar 3.2

Konsep Penelitian

Page 52: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

37

dan rasio-rasio, seperti working capital levels, interest coverage, dan net worth.

Oleh karena itu, hipotesis perjanjian utang menyatakan bahwa manajer

perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas tinggi cenderung memilih metoda

akuntansi dan kebijakan yang meningkatkan laba yang dilaporkan untuk

menghindari kegagalan teknis perjanjian utang.

Perusahaan dengan utang yang semakin tinggi berpotensi mengalami

kebangkrutan yang semakin tinggi pula. Kreditur akan meminta laporan keuangan

perusahaan yang lebih dapat dipercaya untuk melakukan pengawasan secara ketat

terhadap kinerja manajer. Wasilah (2005) menyatakan bahwa rata-rata perusahaan

di Indonesia memiliki utang yang cukup tinggi. Akibatnya para manajer mendapat

banyak tekanan dari pihak luar perusahaan sehingga kesempatan manajer untuk

melakukan manajemen laba terbatasi.

Semakin besar utang maka manajer berusaha keras untuk meningkatkan

kinerja keuangan perusahaan. Jika kinerja keuangan perusahaan tidak berhasil

sesuai target yang direncanakan, maka bisa mengurangi kepercayaan kreditur

terhadap perusahaan. Di samping itu, apabila target yang ditentukan tidak

terpenuhi bisa mendorong manajer untuk bertindak oportunistik, misalnya

manajer melaporkan penjualan lebih besar dari yang sesungguhnya, akibatnya

laba perusahaan yang dilaporkan terlalu tinggi dari seharusnya. Tindakan ini

dilakukan untuk meyakinkan kreditur agar mau memberi kucuran dana lagi ke

perusahaan. Padahal sesungguhnya tindakan tersebut hanyalah upaya untuk

mengelabuhi kreditur. Kalau tindakan manajer tersebut tidak dideteksi oleh

kreditur dan berlangsung terus-menerus, maka bisa mengakibatkan kebangkrutan

Page 53: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

38

perusahaan. Jadi atas dasar untuk meyakinkan kreditur manajer melakukan

rekayasa laba perusahaan (Tarjo, 2009). Penelitian Defond dan Jiambalvo (1994)

dan Sweeney (1994) mengindikasikan bahwa perusahaan pelanggar perjanjian

utang menggunakan akrual untuk meningkatkan laba tahun sebelumnya.

H1: manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan

manajemen laba melalui discretionary accruals yang meningkatkan laba.

Sweeney (1994) menguji debt covenant hypothesis dengan menganalisis

perubahan metoda akuntansi dari 130 perusahaan yang melanggar perjanjian

kredit. Sweeney menunjukkan bahwa manajer perusahaan yang mengalami

kesulitan keuangan dan mengarah ke pelanggaran perjanjian kredit cenderung

memilih metoda akuntansi yang berdampak pada peningkatan laba untuk

menghindari pelanggaran perjanjian kredit. Perubahan metoda akuntansi yang

teridentifikasi dalam penelitian ini antara lain: perubahan metoda depresiasi,

adopsi metoda last in first out (LIFO), adopsi metoda first in first out (FIFO),

perubahan umur ekonomi aktiva dan perubahan dalam alokasi biaya lain-lain.

Sweeney (1994) memberikan bukti empiris bahwa manajer perusahaan pelanggar

membuat jumlah yang lebih besar dalam keputusan pilihan akuntansi terhadap

manajer perusahaan kontrol untuk industri, ukuran dan perioda waktu yang sama.

Surifah (2001) mengkaji kebijakan akuntansi akrual, yang mengarah pada

indikasi keberadaan manajemen laba dalam pengungkapan laporan keuangan

tahunan perusahaan publik. Perusahaan sampel dibagi ke dalam dua kelompok,

yaitu yang mengalami kerugian dan keuntungan berturut-turut selama tahun 1997-

1999 pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Sampel perusahaan yang

Page 54: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

39

digunakan adalah 30 perusahaan yang mengalami kerugian berturut-turut dan 30

perusahaan yang mendapatkan keuntungan berturut-turut yang diambil dengan

cara berpasangan. Total akrual digunakan sebagai proksi dari manajemen laba

dengan hipotesis yang diajukan apakah terdapat perbedaan total akrual antara

perusahaan yang mengalami kerugian berturut-turut dengan yang mendapat

keuntungan berturut-turut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan total akrual antara kedua kelompok perusahaan, serta didapat hasil

bahwa total akrual perusahaan yang mengalami kerugian secara signifikan lebih

tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang mendapatkan keuntungan.

Andriyani (2004) dalam Herawati dan Baridwan (2007) menguji hipotesis

perjanjian utang yaitu dengan meneliti keberadaan indikasi manajemen laba pada

perusahaan yang memiliki perjanjian kontrak utang. Mekanisme perjanjian yang

digunakan adalah penerbitan obligasi. Penelitian Andriyani (2004) memberikan

bukti empiris tentang adanya manajemen laba lebih besar pada perusahaan yang

terikat perjanjian daripada yang tidak terikat perjanjian.

Kondisi-kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa kepentingan

manajemen terancam seperti penilaian negatif dari pihak investor, kreditur dan

pemakai laporan keuangan lainnya sehingga dapat berakibat pada ketidakamanan

posisi manajemen. Dalam rangka untuk mempertahankan posisinya di perusahaan,

maka manajer perusahaan akan selalu berupaya untuk memperlihatkan kinerja

perusahaan yang baik. Karena hal itu berarti peningkatan nilai perusahaan.

Penelitian ini fokus pada kondisi perusahaan yang mengalami pelanggaran

perjanjian utang berbasis akuntansi.

Page 55: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

40

Penelitian ini menduga bahwa manajemen perusahaan yang melanggar

perjanjian utang akan lebih berusaha untuk menunjukkan kinerja perusahaan

yang lebih baik. Hal ini agar tidak berlanjut pada pelanggaran yang lebih berat

sehingga manajemen perusahaan tersebut kemungkinan besar akan melakukan

manajemen laba lebih besar daripada perusahaan yang tidak melanggar perjanjian

utang.

H2: manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang lebih besar

daripada manajemen laba perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang.

Page 56: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

41

BAB IV

METODA PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah rencana dari struktur riset yang mengarahkan

proses dan hasil riset sedapat mungkin valid, objektif, efisien dan efektif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik manajemen laba pada

perusahaan yang melanggar perjanjian utang pada industri manufaktur yang

terdaftar di BEI. Dalam penelitian Na'im dan Hartono (1996) yang mengambil

sampel perusahaan di Amerika, model earnings management hanya signifikan

pada perusahaan manufaktur. Oleh karena itu, penelitian ini ingin membuktikan

apakah hal tersebut sama bila diterapkan di Indonesia.

Manajemen laba diukur dengan model Kang dan Sivaramakrishnan

(1995). Model ini dikatakan model yang paling baik untuk memprediksi usaha

akrual (Yasa, 2010). Model Kang dan Sivaramakrishnan (KS) dikatakan dapat

mengurangi masalah omitted variables dengan menambahkan komponen biaya

seperti kos penjualan dan biaya-biaya lainnya, serta mengurangi masalah

simultanitas dan kesalahan dalam variabel karena model KS menggunakan

instrumental variabel.

Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI dan

sampelnya adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI perioda 2003--

2010. Setelah penentuan sampel, dilanjutkan dengan pengumpulan data melalui

metoda observasi non partisipan, yaitu dengan cara membaca, mengamati,

Page 57: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

42

mencatat serta mempelajari uraian buku-buku, jurnal-jurnal akuntansi dan bisnis,

serta mengakses situs-situs internet yang relevan. Penelitian menggunakan teknik

analisis uji beda dan dilanjutkan dengan menyimpulkan dan memberikan saran.

Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

Kajian Teoritis Praktik Manajemen

Laba Pada

Perusahaan Yang

Melanggar Perjanjian

Utang

Kajian Empiris

Discretionary Accrual

Permasalahan

Hipotesis

Pengolahan Data

Pembahasan Hasil

Simpulan dan Saran

Metoda Penelitian:

1. Jenis Data: data

kualitatif dan

kuantitatif

Sumber Data: data

sekunder

2. Variabel Penelitian:

Manajemen Laba

3. Teknik Penentuan

Sampel: Purposive

Sampling

4. Teknik Analisis

Data: Uji Beda

Gambar 4.1

Rancangan Penelitian

Page 58: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

43

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

perioda 2003-2010 melalui website www.idx.co.id. Penelitian ini menggunakan

perusahaan publik dengan pertimbangan bahwa perusahaan publik merupakan

perusahaan yang terbuka dan informasi yang diberikan berguna bagi seluruh

pihak, sehingga diharapkan dalam penyajian laporan keuangan memberikan

informasi yang tidak bias. Informasi yang tidak bias tersebut termasuk informasi

mengenai laba dalam laporan keuangan. Perusahaan manufaktur dipilih karena

perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur memiliki kecenderungan yang

lebih besar untuk melakukan manajemen laba daripada perusahaan yang bergerak

di bidang lain. Dalam penelitian Na'im dan Hartono (1996) yang mengambil

sampel perusahaan di Amerika, model earnings management hanya signifikan

pada perusahaan manufaktur.

.

4.3 Data Penelitian

4.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Data kualitatif yaitu data yang tidak dapat dihitung atau diukur dengan

angka-angka, tetapi mampu memberikan informasi tambahan berupa uraian

atau keterangan (Sugiyono, 2007:13). Data kualitatif dalam penelitian ini

adalah informasi berkaitan dengan pelanggaran perjanjian utang yang

dinyatakan dalam catatan laporan keuangan atau laporan auditor independen.

2) Data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka atau jumlah dengan

satuan ukur yang dapat dihitung secara matematis (Sugiyono, 2007:13). Data

Page 59: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

44

kuantitatif dalam penelitian ini berupa komponen laporan laba, laporan arus

kas dan komponen laporan neraca.

4.3.2 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data

diperoleh dari sumber yang tidak langsung memberikan data pada pengumpul data

(Sugiyono, 2007:129). Dalam penelitian ini data diperoleh melalui situs resmi

Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) berupa anual report perusahaan

manufaktur.

4.3.3 Metoda Penentuan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:115). Dalam

penelitian ini populasi adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI.

Sementara sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut.

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability

sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang

sama bagi setiap unsur (anggota) untuk dipilih menjadi anggota sampel

(Sugiyono, 2007:118). Teknik penentuan sampel menggunakan purposive

sampling, yakni suatu teknik penentuan sampel dengan menggunakan kriteria-

kriteria tertentu.

Kriteria-kriteria yang digunakan untuk memilih sampel pada penelitian ini

adalah sebagai berikut.

Page 60: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

45

1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan menerbitkan laporan

auditan perioda 1997 sampai dengan perioda 2010.

2) Perusahaan yang pertama kali melakukan pelanggaran perjanjian utang

pada perioda 2003--2010 serta menyatakannya di catatan laporan

keuangan atau laporan auditor independen. Definisi perusahaan yang

dikategorikan melanggar perjanjian utang mencakup pelanggaran

terhadap rasio keuangan yang disyaratkan oleh kreditur dalam perjanjian

utang-jangka pendek maupun jangka panjang-dan/atau pelanggaran

perjanjian pembayaran pokok utang dan bunga. Perusahaan yang

melanggar perjanjian pembayaran pokok dan bunga dimasukkan sebagai

sampel dengan pertimbangan bahwa pelanggaran perjanjian tersebut

merupakan pelanggaran yang lebih berat daripada pelanggaran terhadap

rasio keuangan yang disyaratkan oleh kreditur.

3) Perusahaan yang mengungkapkan perjanjian utang-rasio keuangan, tidak

menyatakan pelanggaran perjanjian utang dan tidak melakukan event

penting seperti pergantian CEO (Chief Executive Officer), pemeringkatan

obligasi dan SEO (Seasoned Equity Offerings) diklasifikasikan sebagai

perusahaan kontrol. Informasi tersebut dicek melalui catatan laporan

keuangan dan laporan auditor independen. Perusahaan kontrol ini

dibentuk berdasarkan jenis industri dan ukuran perusahaan yang setara

(total aktiva).

Page 61: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

46

4) Perusahaan memiliki data tujuh tahun yaitu lima tahun dari t-2 sampai t-6

merupakan perioda estimasi sedangkan t-1 dan t merupakan perioda

kejadian.

4.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini menggunakan akrual akuntansi (discretionary accrual)

sebagai ukuran manajemen laba. Menurut pandangan manajemen, akrual

akuntansi merupakan instrumen yang lebih disukai untuk mengatur angka yang

dilaporkan karena biayanya relatif rendah dan sifatnya yang tidak mudah diamati.

Manajemen laba diukur melalui discretionary accrual (DA) yang dihitung dengan

cara menghitung selisih total accrual (TA) dan non discretionary accrual (NDA).

Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel mandiri. Variabel

mandiri digunakan dalam penelitian ini karena dalam penelitian ini tidak membuat

perbandingan antara variabel terikat/dependen dan variabel bebas/independen

pada sampel lain atau mencari hubungan variabel tersebut dengan variabel

lainnya. Variabel dalam penelitian ini adalah manajemen laba, diproksikan

dengan discretionary accrual yang diukur dengan model Kang dan

Sivaramakrisnan (1995) dalam Yasa (2010).

Berdasarkan perspektif manajerial, akrual menunjukkan instrumen-

instrumen adanya earnings management. Perhitungan akrual yang tidak normal

diawali dengan perhitungan total akrual. Total akrual sebuah perusahaan i

dipisahkan menjadi non discretionary accrual (tingkat akrual yang normal) dan

discretionary accrual (tingkat akrual yang tidak normal). Tingkat akrual yang

Page 62: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

47

tidak normal ini merupakan tingkat akrual hasil rekayasa laba yang dilakukan oleh

manajer. Selengkapnya perhitungan manajemen laba adalah sebagai berikut.

Akrual diskresioner yang diukur dari model Kang dan Sivaramakrishnan (1995)

dalam Yasa (2010) adalah:

ABit-1 = Φ0 + Φ1 [δ1,i REVit-1] + Φ2 [δ2,iEXPit-1] + Φ3 [δ3,iGPPEit-1]

+ ʋit-1 …………………………………………………………………. (1)

Keterangan:

ABit-1 = accrual balance = CAit-1 - CASHit-1 - CLit-1 – DEPit-1

CAit-1 = aktiva lancar perusahaan i pada tahun t-1

CASHit-1 = kas perusahaan i pada tahun t-1

CLit-1 = utang lancar perusahaan i pada tahun t-1

DEPit-2 = depresiasi dan amortisasi perusahaan i pada tahun t-2

REVit-1 = pendapatan perusahaan i pada tahun t-1

EXPit-1 = penjualan neto – laba operasi sebelum depresiasi dan

amortisasi perusahaan i

GPPEit-1 = aktiva tetap bruto perusahaan i pada tahun t-1

ARTit-2 = piutang dagang perusahaan i pada tahun t-2

OCALit-2 = aktiva lancar-kas-piutang usaha-utang lancar perusahaan i

pada tahun t-2

ʋit = error term

δ1,i =

Page 63: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

48

δ2,i =

δ3,i =

Selanjutnya akrual non diskresioner (NDA) dihitung sebagai berikut.

NDAit-1 = Φ0 + Φ1 [δ1,i REVit-1] + Φ2 [δ2,iEXPit-1] + Φ3 [δ3,iGPPEit-1]…………(2)

Akrual diskresioner dihitung sebagai berikut.

DAit-1 = ABit-1 – NDAit-1……………………………………………………...… (3)

Contoh perhitungan manajemen laba perusahaan i.

Misal: Perusahaan melanggar kontrak perjanjian utang tahun 2003. Maka

perioda t adalah 2003 dan perioda t-1 2002 sebagai perioda kejadian. Karena

adanya keterbatasan dalam memperoleh perjanjian utang antara perusahaan

dengan kreditur maka perioda sebelum pelanggaran perjanjian utang ditentukan

dari t-1 saat perusahaan telah melanggar perjanjian utang.

Perioda t-2 sampai t-6 adalah 2001 – 1997 sebagai perioda estimasi.

Pertama-tama dilakukan regresi per kelompok perusahaan berdasarkan perioda

estimasi (t-2 sampai t-6) untuk mengestimasi secara efisien parameter model

akrual non diskresioner untuk setiap perusahaan dari persamaan regresi berikut.

ABi2002 = Φ0 + Φ1 [δ1,i REVi2002] + Φ2 [δ2,iEXPi2002] + Φ3 [δ3,iGPPEi2002]

+ ʋi2002……………………………………………………………………………………………..(4)

δ1,i =

Page 64: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

49

δ2,i =

δ3,i =

Setelah memperoleh nilai parameter model akrual non diskresioner (Φ0,

Φ1, Φ2, Φ3) dari persamaan regresi diatas, dilanjutkan dengan perhitungan non

diskresioner akrual pada perioda kejadian yaitu (t-1).

NDAit-1 = Φ0 + Φ1 [δ1,i REVit-1] + Φ2 [δ2,iEXPit-1] + Φ3 [δ3,iGPPEit-1]………..…(5)

Selanjutnya akrual diskresioner sebagai proksi manajemen laba diukur

sebagai berikut.

DAit-1 = ABit-1 – NDAit-1……………………………...………………………….(6)

4.5 Teknik Pengumpulan Data

Metoda pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metoda observasi non partisipan, yaitu dengan cara membaca, mengamati,

mencatat serta mempelajari uraian buku-buku, jurnal-jurnal akuntansi dan

ekonomi serta mengunduh data dan informasi dari situs-situs internet yang

relevan.

4.6 Prosedur Penelitian

Adapun prosedur dalam penelitian ini antara lain:

1) Menentukan populasi dan sampel dalam penelitian ini;

2) Mengumpulkan data melalui metoda observasi non partisipan, yaitu dengan

cara membaca, mengamati, mencatat serta mempelajari uraian buku-buku,

Page 65: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

50

jurnal-jurnal akuntansi dan ekonomi, serta mengakses situs-situs internet

yang relevan;

3) Pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis uji beda Independent

Sample t Test. Uji persyaratan yang dilakukan adalah uji normalitas residual,

dimana residual data hendaknya berdistribusi normal. Uji normalitas

dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov;

4) Jika normalitas residual tidak berdistribusi normal maka pengujian hipotesis

menggunakan analisis non-parametrik yaitu uji Mann Whitney Test.

5) Membuat simpulan dan saran.

4.7 Teknik Analisis Data

4.7.1 Pengujian Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis menggunakan uji beda pada perioda sebelum dan saat

terjadi pelanggaran utang. Teknik analisis yang digunakan adalah Independent

Sampels T-test.

1) Proksi yang menunjukkan manajemen laba yang meningkatkan/menurunkan

laba dilakukan dengan menguji total akrual yang berasal dari unsur kenaikan

pendapatan dan biaya. Untuk menentukan apakah perusahaan melakukan

manajemen laba yang meningkatkan laba, dilakukan dengan melakukan regresi

terhadap laba tahun berjalan yang dideflasi dengan asset total awal perioda

sebagai variabel dependen dan laba tahun sebelumnya juga dideflasi dengan

asset total awal perioda sebagai variabel independen. Dengan asumsi bahwa

laba harapan tahun berjalan setidaknya sama dengan laba tahun sebelumnya,

kemudian dilakukan regresi terhadap variabel tersebut (Yasa, 2010).

Page 66: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

51

Pengujian secara statistik untuk akrual diskresioner untuk hipotesis 1

dinyatakan dalam hipotesis nol dan hipotesis alternatif sebagai berikut.

H01: μApt-1 ≤μAbt-1

Ha1: μApt-1 >μAbt-1

Keterangan:

μApt-1: Akrual diskresioner dari unsur kenaikan pendapatan sebelum

perusahaan melanggar perjanjian utang.

μAbt-1: Akrual diskresioner dari unsur kenaikan biaya sebelum

perusahaan melanggar perjanjian utang.

2) Pengujian secara statistik untuk akrual diskresioner untuk hipotesis 2

dinyatakan dalam hipotesis nol dan hipotesis alternatif sebagai berikut.

Pengujian pada Perioda Sebelum Melanggar Perjanjian Utang

H02: μDADEBTt-1 ≤ μDANDEBTt-1

Ha2: μDADEBTt-1 > μDANDEBTt-1

Keterangan:

μDADEBTt-1: Akrual diskresioner perusahaan pelanggar perjanjian utang

pada perioda sebelum melanggar perjanjian utang.

μDANDEBTt-1: Akrual diskresioner perusahaan bukan pelanggar

perjanjian utang pada perioda sebelum melanggar

perjanjian utang.

4.7.2 Pengujian Sensitivitas

Page 67: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

52

Analisis sensitivitas dilakukan untuk menguji apakah manajemen laba tetap

terdeteksi pada perusahaan yang melanggar perjanjian utang jika proksi

manajemen laba yang digunakan berbeda. Untuk menguji itu dilakukan dengan

menggunakan model yang berbeda yaitu model Jones (1995) modifikasian. Model

ini dianggap mampu mengidentifikasi perusahaan yang melakukan manajemen

akrual. Model ini dikatakan model yang paling baik mendeteksi manajemen laba

(Dechow et al., 1995 dalam Yasa, 2010). Modifikasi dilakukan dengan

mengurangi perubahan revenue dengan perubahan piutang dagang.

Model Jones Modifikasian mengukur manajemen laba dengan cara sebagai

berikut.

1) Menghitung akrual total

TAit = NIit - CFOit …………………….……………………………………(7)

Keterangan:

TAit-1 = akrual total untuk perusahaan i pada perioda t-1

NIit-1 = laba bersih sebelum pos luar biasa perusahaan i perioda t-1.

CFOit-1 = aliran kas operasi perusahaan i perioda t-1.

2) Menghitung akrual diskresioner

Model Jones Modifikasian menaksir akrual total dideflasi dengan aset total

awal yang digunakan untuk mengurangi heteroskedastisitas. Model tersebut

adalah sebagai berikut.

TAit-1/Ait-2 = α(1/Ait-2) + β1(ΔPENDit-1/Ait-2 - ΔPIUTit-1/Ait-2) + β2(ATKit-1/Ait-2)

+ εit-1 .................................................................................................................(8)

Keterangan:

Page 68: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

53

ΔPENDit-1 = pendapatan perusahaan i perioda t-1 dikurangi pendapatan

perioda t-2.

ΔPIUTit-1 = piutang perusahaan i akhir tahun t-1 dikurangi piutang akhir

tahun t-2.

ATKit-1 = aset tetap berwujud kotor perusahaan i pada akhir tahun t-1.

Ait-2 = aset total perusahaan i pada akhir tahun t-2

Selanjutnya, untuk menghitung eksistensi pengaturan laba dilakukan

dengan proksi akrual diskresioner (AD). Akrual diskresioner dihitung dari akrual

total dikurangi akrual nondiskresioner yang dideflasi dengan aset total, atau

dengan rumus:

ADit-1 = ADit-1/Ait-2 = TAit-1/Ait-2 - ANDit-1/Ait-2 ...................................................(9)

Keterangan:

ADit-1 = akrual diskresioner perusahaan i pada akhir tahun t-1

ANDit-1 = akrual nondiskresioner perusahaan i pada akhir tahun t-1

Penghitungan akrual nondiskresioner (AND) adalah:

ANDit-1 = α(1/Ait-2) + β1(ΔPENDit-1/Ait-2 - ΔPIUTit-1/Ait-2) +

β2(ATKit-1/Ait-2).................................................................................(10)

Parameter persamaan (10) diperoleh dari hasil regresi yang menggunakan model

Jones (1995) pada persamaan (8). Dari persamaan (8) terlihat bahwa

discreationary accruals atau abnormal akrual merupakan nilai residu (error term)

dari regresi. Ordinary least squares digunakan untuk menentukan nilai α, β1, β2.

Contoh perhitungan manajemen laba perusahaan i.

Page 69: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

54

Misal: Perusahaan melanggar kontrak perjanjian utang tahun 2003. Maka

perioda t adalah 2003 dan perioda t-1 2002 sebagai perioda kejadian. Perioda t-2

sampai t-6 adalah 2007 – 2003 sebagai perioda estimasi. Pertama-tama dilakukan

regresi per kelompok perusahaan yang melanggar perjanjian utang dan kelompok

perusahaan pembanding (kontrol) berdasarkan perioda estimasi (t-2 sampai t-6)

untuk mengestimasi secara efisien parameter model akrual non diskresioner untuk

setiap perusahaan.

Persamaan regresi:

TAi2002/Ai2001 = α(1/Ai2001) + β1(ΔPENDi2002/Ai2001 - ΔPIUTi2002/Ai2001) +

β2(ATKi2002/Ai2001)+ εi2001………………………………...…….(11)

Perhitungan TA tahun 2002 sebagai berikut.

TAi2002= NIi2002 - CFOi2002…………………..………………………………….(12)

Setelah memperoleh nilai parameter model akrual non diskresioner (α, β1,

β2) dari persamaan regresi diatas, dilanjutkan dengan perhitungan non diskresioner

akrual pada perioda kejadian yaitu (t-1).

ANDi2002/Ai2001 = α(1/Ai2001) + β1(ΔPENDi2002/Ai2001 - ΔPIUTi2002/Ai2001) +

β2(ATKi2002/Ai2001)………………………………………….(13)

Selanjutnya akrual diskresioner sebagai proksi manajemen laba diukur sebagai

berikut.

ADi2002 = ADi2002/Ai2001 = TAi2002/Ai2001 - ANDi2002/Ai2001…………………….(14)

Page 70: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

55

BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan hasil pengujian statistik yang secara terperinci

menjelaskan mengenai pemilihan sampel, statistik deskriptif, hasil pengujian

hipotesis dan hasil uji sensitivitas.

5.1 Sampel Penelitian

Tabel 5.1 merupakan ringkasan mengenai prosedur pengambilan sampel

dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil seleksi sampel dengan menggunakan

purposive sampling diperoleh sampel akhir penelitian sebanyak 34 perusahaan

pelanggar perjanjian utang.

Tabel 5.1

Seleksi Sampel

Kriteria sampel Jumlah

Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010 151

Perusahaan manufaktur yang melakukan IPO (Initial public

offering) di BEI periode 2003-2010

(21)

Perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang (96)

Jumlah sampel penelitian 34

Perusahaan pembanding 34

Sumber: Data diolah, 2011

Setiap perusahaan yang melanggar perjanjian utang dalam penelitian ini

disyaratkan mempunyai pasangan yang setara sebagai pembanding (matched

Page 71: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

56

pairs) yaitu perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang dan tidak

melakukan event penting seperti pergantian CEO, pemeringkatan obligasi dan

SEO. Perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang digunakan sebagai

kontrol untuk tujuan membuat simpulan analisis tindakan manajemen laba.

Kelompok pasangan setara ini dibentuk berdasarkan jenis industri dan ukuran

perusahaan (total aktiva) yang setara dengan sampel penelitian (equivalent group).

Penggunaan jumlah sampel kontrol yang equivalent bertujuan untuk

meminimalkan pengaruh variabel independen yang tidak diteliti dalam penelitian

ini. Penggunaan dua sampel yang berbeda (tapi equivalent) akan menyediakan

bukti bahwa manajemen laba selain praktik yang umum dilakukan oleh

perusahaan juga merupakan respon perusahaan pada situasi tertentu (Yasa, 2007).

5.2 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif variabel penelitian akrual untuk perusahaan pelanggar

kontrak utang dan perusahaan bukan pelanggar kontrak utang disajikan pada

Tabel 5.2. Statistik deskriptif meliputi nilai rata-rata, deviasi standar, serta nilai

minimum dan maksimum dari akrual diskresioner, akrual non diskresioner dan

total akrual. Deviasi standar menunjukkan perbedaan nilai data yang diteliti

dengan nilai rata-ratanya.

Nilai minimum dan maksimum akrual diskresioner (DA) untuk perusahaan

yang melanggar kontrak utang adalah sebesar -0,135 dan 0,1283 dengan deviasi

standar sebesar 0,0399. Perusahaan bukan pelanggar kontrak utang memiliki nilai

minimum dan maksimum sebesar -0,1049 dan 0,0072 dengan deviasi standar

sebesar 0,0473. Nilai rata-rata akrual diskresioner (DA) untuk perusahaan yang

Page 72: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

57

melanggar kontrak utang adalah sebesar 0,0044 dan untuk perusahaan bukan

pelanggar kontrak utang sebesar -0,0282. Nilai rata-rata akrual diskresioner

tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang melanggar kontrak utang lebih

agresif melakukan pengaturan laba yang menaikkan laba (diproksi dengan DA).

Nilai minimum akrual non diskresioner (NDA) untuk perusahaan pelanggar

kontrak utang sebesar -0,6835 dan nilai maksimum sebesar 0,0913. Nilai rata-rata

dari seluruh pengamatan sebesar -0,2309 dengan deviasi standar 0,1796. Nilai

minimum akrual non diskresioner (NDA) untuk perusahaan bukan pelanggar

kontrak utang sebesar -0,6472 dan nilai maksimum sebesar 0,1153. Nilai rata-rata

dari seluruh pengamatan sebesar -0,1934 dengan deviasi standar 0,1953.

Tabel 5.2

Statistik Deskriptif Manajemen Laba

Ket

Minimum Maksimum Rata-rata Deviasi Standar

DEBT NDEBT DEBT NDEBT DEBT NDEBT DEBT NDEBT

DA -0,1135 -0,1049 0,1283 0,0072 0,0044 -0,0282 0,0399 0,0473

NDA -0,6835 -0,6472 0,0913 0,1153 -0,2309 -0,1934 0,1796 0,1953

TA -0,6833 -0,7389 0,2196 0,1186 -0,2265 -0,2217 0,1845 0,1938

Sumber: Lampiran 3 Keterangan:

DA = Discretionary accrual

NDA = Non discretionary accrual

TA = Total accrual

DEBT = Pelanggar utang (N=34)

NDEBT = Non pelanggar utang (N=34)

Nilai terendah total akrual (TA) untuk perusahaan pelanggar kontrak utang

sebesar -0,6833 dan nilai maksimum sebesar 0,2196. Nilai rata-rata dari seluruh

pengamatan sebesar -0,2265 dengan deviasi standar 0,1845. Nilai terendah total

Page 73: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

58

akrual (TA) untuk perusahaan bukan pelanggar kontrak utang sebesar -0,7389 dan

nilai maksimum sebesar 0,1186. Nilai rata-rata dari seluruh pengamatan sebesar

-0,2217 dengan deviasi standar 0,1938.

5.3 Pembahasan Hasil Penelitian

5.3.1 Pengujian hipotesis 1

Isu utama dalam penelitian ini adalah manajemen perusahaan yang

melanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba

saat publikasi laporan keuangan auditan sebelum melanggar perjanjian utang.

Pengujian hipotesis pertama (H1) bertujuan untuk mengetahui perusahaan

pelanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba

saat publikasi laporan keuangan auditan sebelum melanggar perjanjian kontrak

utang. Pengujian ini menggunakan alat analisis statistik Independent Sampel T-

Test untuk akrual diskresioner. Pengujian dilakukan dengan membandingkan DA

bernilai positif (pendapatan) dengan DA yang bernilai negatif (biaya).

Uji persyaratan yang dilakukan adalah uji normalitas residual, dimana

residual data hendaknya memenuhi persyaratan berdistribusi normal. Uji

normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, dengan persyaratan data

disebut normal jika residualnya >0,05. Hasil normalitas residual ditunjukkan pada

Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Akrual Diskresioner

Page 74: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

59

Unsur Kenaikan Pendapatan dan Biaya

DA_DEBT

N 34

Normal

Parameters(a,b)

Mean 0,0044

Std. Deviation 0,03986

Most Extreme

Differences

Absolute 0,340

Positive 0,202

Negative -0,340

Kolmogorov-Smirnov Z 1,984

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,001

Sumber: Lampiran 4

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa DA perusahaan pelanggar

kontrak utang tidak berdistribusi normal, karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed)

sebesar 0,001<0,005. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji Mann-Whitney

Test karena data tidak berdistribusi normal. Hasil uji beda akrual diskresioner

(DA) dari unsur kenaikan pendapatan dan akrual diskresioner dari unsur kenaikan

biaya sebelum melanggar kontrak perjanjian utang ditunjukkan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4

Hasil Uji Beda Mann-Whitney Test Akrual Diskresioner Unsur Kenaikan

Pendapatan dan Kenaikan Biaya

Model Kelompok N Rata-rata Z Asymp. Sig. (2-

tailed)

KS 1 30 19,50 -3,207 0,001

2 4 2,50

Sumber: Lampiran 5

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata akrual diskresioner dari unsur

kenaikan pendapatan (kelompok 1) sebesar 19,50 lebih besar dari unsur kenaikan

biaya (kelompok 2) sebesar 2,50. Hasil Mann-Whitney Test menunjukkan bahwa

nilai Z hitung sebesar -3,207 dengan tingkat signifikansi 0,001<0,05. Jadi, dapat

Page 75: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

60

disimpulkan bahwa sebelum melanggar perjanjian utang, perusaahaan pelanggar

perjanjian utang melakukan manajemen laba yang menaikkan laba.

5.3.2 Pengujian hipotesis 2

Pengujian hipotesis kedua (H2) membandingkan manajemen laba

perusahaan pelanggar perjanjian kontrak utang dengan perusahaan sejenis yang

setara dan tidak melanggar kontrak utang. Hasil yang diharapkan adalah

perusahaan pelanggar kontrak utang melakukan manajemen laba yang

meningkatkan laba lebih besar dengan perusahaan yang tidak melanggar kontrak

utang. Pengujian ini menggunakan alat analisis statistik Independent Sampel T-

Test untuk akrual diskresioner.

Tabel 5.5

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Akrual Diskresioner

Manajemen Laba Model Kang dan Sivaramakhrisnan Pada Perusahaan

Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang

DA_KS

N 68

Normal

Parameters(a,b)

Mean -0,0119

Std. Deviation 0,04643

Most Extreme

Differences

Absolute 0,353

Positive 0,172

Negative -0,353

Kolmogorov-Smirnov Z 2,910

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000

Sumber: Lampiran 6

Uji persyaratan yang harus dilakukan adalah uji normalitas residual,

dimana residual data hendaknya memenuhi persyaratan berdistribusi normal. Uji

normalitas residual dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, dengan

Page 76: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

61

persyaratan data tersebut normal jika residualnya > 0,05. Hasil normalitas residual

ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Hasil uji normalitas residual menunjukkan bahwa residual manajamen laba

pelanggar kontrak utang dan perusahaan bukan pelanggar kontrak utang tidak

berdistribusi normal, karena residualnya Asymp. Sig (2-tailed)= 0,000< 0,05.

Selanjutnya, hipotesis ini akan diuji dengan menggunakan uji Mann-Whitney Test

karena data tidak berdistribusi normal. Hasil pengujian Mann-Whitney Test

manajemen laba pada kelompok perusahaan pelanggar kontrak utang dan bukan

pelanggar utang secara ringkas disajikan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6

Hasil Uji Beda Mann-Whitney Test Manajemen Laba Model Kang dan

Sivaramakhrisnan Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan

Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang

Model Kelompok N Rata-rata Z Asymp. Sig. (2-

tailed)

KS 1 34 42,32 -3,263 0,001

2 34 26,68

Sumber: Lampiran 7

Tabel 5.6 menunjukkan rata-rata manajemen laba pada perusahaan

pelanggar (kelompok 1) adalah 42,32 sedangkan pada perusahaan pembanding

bukan pelanggar kontrak utang (kelompok 2) rata-rata manajemen labanya 26,68.

Ini berarti bahwa manajemen laba perusahaan pelanggar lebih besar dibanding

dengan perusahaan pembanding bukan pelanggar kontrak utang. Nilai Z hitung

sebesar -3,263 dengan tingkat signifikansi 0,001 di bawah 0,05. Jadi, dapat

Page 77: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

62

disimpulkan bahwa kedua rata-rata manajemen laba pada perusahaan pelanggar

dan bukan pelanggar kontrak utang adalah berbeda.

5.4 Hasil Uji Sensitivitas

Uji sensitivitas dilakukan karena terdapat lebih dari satu model yang dapat

digunakan dalam menghitung suatu variabel. Analisis sensitivitas dilakukan untuk

menguji apakah manajemen laba tetap terdeteksi pada perusahaan yang melanggar

perjanjian utang jika proksi manajemen laba yang digunakan berbeda. Pemilihan

satu model dalam suatu penelitian dikhawatirkan menghasilkan simpulan yang

bias bila tidak dibandingkan dengan model yang lainnya. Dalam penelitian ini uji

sensitivitas dilakukan terhadap variabel manajemen laba. Model yang digunakan

dalam uji variabel manajemen laba adalah model Jones Modifikasi (1995).

Pengujian ini menggunakan alat analisis statistik Independent Sampel T-

Test untuk akrual diskresioner. Uji persyaratan yang harus dilakukan adalah uji

normalitas residual, dimana residual data hendaknya memenuhi persyaratan

berdistribusi normal. Uji normalitas residual dilakukan dengan uji Kolmogorov

Smirnov, dengan persyaratan data tersebut normal jika residualnya > 0,05. Hasil

normalitas residual ditunjukkan pada Tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Akrual Diskresioner

Manajemen Laba Model Jones Modifikasi Pada Perusahaan Pelanggar

Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang

DA_JONE

N 68

Normal Mean -0,0387

Page 78: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

63

Parameters(a,b)

Std. Deviation 0,27878

Most Extreme

Differences

Absolute 0,168

Positive 0,117

Negative -0,168

Kolmogorov-Smirnov Z 1,388

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,042

Sumber: Lampiran 8

Hasil uji normalitas residual menunjukkan bahwa residual manajamen laba

pelanggar kontrak utang dan perusahaan bukan pelanggar kontrak utang tidak

berdistribusi normal, karena residualnya Asymp. Sig (2-tailed)= 0,042< 0,05.

Selanjutnya, hipotesis ini akan diuji dengan menggunakan uji Mann-Whitney Test

karena data tidak berdistribusi normal. Hasil pengujian Mann-Whitney Test

manajemen laba pada kelompok perusahaan pelanggar kontrak utang dan bukan

pelanggar utang secara ringkas disajikan pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8 menunjukkan rata-rata manajemen laba pada perusahaan

pelanggar (kelompok 1) adalah 41,40 sedangkan pada perusahaan pembanding

bukan pelanggar kontrak utang (kelompok 2) rata-rata manajemen labanya 27,60.

Ini berarti bahwa manajemen laba perusahaan pelanggar lebih besar dibanding

dengan perusahaan pembanding bukan pelanggar kontrak utang. Dari uji tersebut

dapat disimpulkan bahwa kedua rata-rata manajemen laba perusahaan pelanggar

kontrak utang dan perusahaan bukan pelanggar kontrak utang adalah berbeda

secara signifikan dengan nilai signifikan 0,004<0,05 dan nilai Z sebesar -2,878.

Apabila dibandingkan hasil uji beda manajemen laba menggunakan model

Kang dan Sivaramakhrisnan dengan model Jones Modifikasi, hasilnya tidak jauh

berbeda yaitu, sama-sama signifikan pada α=0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa

Page 79: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

64

menggunakan kedua model tersebut mampu mendeteksi manajemen laba pada

perusahaan yang akan melanggar kontrak utang.

Tabel 5.8

Hasil Uji Beda Mann-Whitney Test Manajemen Laba Jones Modifikasi Pada

Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar

Kontrak Utang

Model Kelompok N Rata-rata Z Asymp. Sig. (2-

tailed)

Jones 1 34 41,40 -2,878 0,004

2 34 27,60

Sumber: Lampiran 9

Page 80: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

65

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1)

Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan membandingkan diskresioner

akrual (DA) yang bernilai positif (kenaikan pendapatan) dengan DA yang bernilai

negatif (kenaikan biaya). Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata DA dari

unsur kenaikan pendapatan lebih besar dibandingkan DA dari unsur kenaikan

biaya. Dapat disimpulkan bahwa manajemen melakukan manajemen laba yang

meningkatkan laba ketika akan melanggar perjanjian utang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya

oleh Defond dan Jiambalvo (1994), Sweney (1994), Peltier Rivest (1999), dan

Rosner (2003). Manajer perusahaan yang mengalami tekanan keuangan,

khususnya perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang akan menanggapi

dengan pilihan kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.

Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan tidak

menyukai risiko (risk averse). Manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian

utang berupaya menghindari konsekuensi pelanggaran perjanjian utang, yang

cenderung memberikan beban berat bagi perusahaan.

Perusahaan pelanggar perjanjian utang secara potensial menghadapi

berbagai pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan jatuh tempo utang,

peningkatan dalam tingkat bunga, dan negosiasi ulang masa utang (Beneish dan

Page 81: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

66

Press, 1995). Karena itu, perusahaan khususnya manajer perusahaan yang

mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha untuk

mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada.

6.2 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2)

Hipotesis kedua menyatakan bahwa manajemen laba perusahaan yang

melanggar perjanjian utang lebih besar daripada manajemen laba perusahaan yang

tidak melanggar perjanjian utang. Hipotesis ini diuji dengan uji t yaitu

membandingkan diskresioner akrual (DA) perusahaan pelanggar perjanjian utang

dengan perusahaan setara yang tidak melanggar perjanjian utang sebagai

pembanding.

Tabel 5.6 menunjukkan uji statistik bahwa terdapat manajemen laba pada

perusahaan pelanggar perjanjian utang dan perusahaan bukan pelanggar perjanjian

utang. Nilai rata-rata perusahaan pelanggar perjanjian utang lebih besar dari nilai

rata-rata perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang (42,32 > 26,68). Nilai Z

hitung = -3,263 dengan nilai-p dua sisi = 0,001. Hal ini berarti bahwa secara

statistik rata-rata akrual diskresioner untuk perusahaan pelanggar perjanjian utang

lebih besar dibanding perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang pada tingkat

signifikansi 5%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Surifah (2001), Andriyani

(2004), dan Saleh dan Ahmed (2005). Pelanggaran perjanjian utang akan

menyebabkan semakin besarnya ketidakamanan posisi manajemen perusahaan.

Manajemen perusahaan pelanggar perjanjian utang akan lebih berusaha untuk

menunjukkan kinerja perusahaan yang lebih baik agar tidak berlanjut pada

Page 82: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

67

pelanggaran yang lebih berat sehingga manajemen perusahaan tersebut

kemungkinan besar akan melakukan manajemen laba lebih besar daripada

perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang.

6.3 Pembahasan Hasil Uji Sensitivitas

Tabel 6.1 menyajikan ringkasan mengenai hasil uji beda manajemen laba

pada perusahaan pelanggar perjanjian utang dan perusahaan bukan pelanggar

perjanjian utang dengan model model Kang dan Sivaramakhrisnan (KS) dengan

model Jones Modifikasi. Hasil uji beda model KS dan model Jones Modifikasi

menyimpulkan kedua rata-rata manajemen laba perusahaan pelanggar perjanjian

utang dan perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang berbeda secara signifikan

pada tingkat signifikansi 5%.

Tabel 6.1

Ringkasan Hasil Uji Beda Mann-Whitney Test Manajemen Laba Pada

Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar

Kontrak Utang

Model

Rata-rata

Z Asymp. Sig. (2-

tailed) Pelanggar Non

Pelanggar

Kang dan

Sivaramakhrisnan 42,32 26,68 -3,263 0,001*

Jones

Modifikasian 41,40 27,60 -2,878 0,004*

Sumber: Lampiran 7 dan 9

Keterangan: * signifikan secara statistis pada p<0,05

Hasil ini menunjukkan bahwa menggunakan kedua model tersebut mampu

mendeteksi manajemen laba pada perusahaan yang akan melanggar kontrak utang.

Page 83: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

68

Model KS dapat mengurangi masalah omitted variables dengan menambahkan

komponen biaya seperti kos penjualan dan biaya-biaya lainnya, serta mengurangi

masalah simultanitas dan kesalahan dalam variabel karena model KS

menggunakan instrumen variabel (Thomas dan Zang, 2000 dalam Yasa, 2010).

Sementara, model Jones Modifikasi (1995) dianggap mampu mengidentifikasi

perusahaan yang melakukan manajemen akrual. Model ini dikatakan model yang

paling baik mendeteksi manajemen laba (Dechow et al., 1995 dalam Yasa, 2010).

Page 84: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

69

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan Penelitian

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka dapat

ditarik kesimpulan berikut.

1) Perusahaan pelanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba dengan

cara meningkatkan jumlah akrual diskresioner saat publikasi laporan

keuangan auditan sebelum perioda pelanggaran perjanjian utang.

2) Manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pelanggar perjanjian utang

lebih besar dibanding perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang pada

perioda yang sama.

3) Model Kang dan Sivaramakhrisnan (1995) dan model Jones (1995)

Modifikasian mampu mendeteksi manajemen laba pada perusahaan yang

akan melanggar kontrak utang.

7.2 Saran

1) Kecilnya sampel penelitian. Penelitian ini hanya menggunakan sampel

perusahaan yang melanggar perjanjian utang perioda 2003--2010 pada

industri manufaktur. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menguji

manajemen laba pada jenis industri yang berbeda. Untuk mengetahui

pengaruh jenis industri terhadap praktik manajemen laba.

Page 85: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

70

2) Nilai parameter yang digunakan diperoleh dari persamaan regresi dengan

menggunakan data pool untuk setiap kelompok perusahaan. Nilai parameter

yang diperlukan untuk mengestimasi non-discretionary accrual adalah nilai

parameter dari regresi per perusahaan. Namun karena keterbatasan jumlah

data yaitu 5 tahun per perusahaan maka akan sulit untuk memperoleh degree

of freedom persamaan regresi. Oleh karena itu estimasi dilakukan dengan

pool data kelompok perusahaan yang melanggar perjanjian utang yaitu

sebanyak 170 observasi dan untuk perusahaan yang tidak melanggar

perjanjian utang sebanyak 170 observasi.

3) Keterbatasan dalam memperoleh kontrak perjanjian utang antara perusahaan

dengan kreditur. Untuk selanjutnya, bila data telah tersedia dapat melakukan

penelitian ini dengan menggunakan perioda sebelum pelanggaran kontrak

utang menggunakan perioda laporan keuangan triwulanan.

4) Penelitian ini tidak melakukan analisis lebih lanjut apakah perusahaan

melakukan kontrak dengan pihak lainnya seperti pemegang saham, supplier,

karyawan (termasuk manajer) dan pihak-pihak yang terkait lainnya yang

menyatakan bahwa perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan laba

dengan tujuan untuk memenuhi kontrak dengan berbagai pihak tersebut

selama kurun waktu perioda pengamatan.

Page 86: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

71

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, K., I. Subekti, dan S. Atmini. 2007. Investigasi Motivasi dan Strategi

Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia. Disampaikan

pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X Makassar.

Aji, Dhamar Yudho dan Aria Farah Mita. 2010. Pengaruh Profitabilitas, Risiko

Keuangan, Nilai Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan terhadap Praktik

Perataan Laba: Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

BEI. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII

Purwokerto.

Anderson, R.C., S.A. Mansi, and D.M. Reeb. 2002. Founding Family Ownership

and the Agency Cost of Debt. http:/www.ssrn.com.

Arifin, Zaenal dan Nina Rachmawati. 2006. Pengaruh Corporate Governance

terhadap Efektifitas Mekanisme Pengurang Masalah Agensi. Jurnal

Siasat Bisnis. Vol.11 No.3. Desember. pp: 237 – 247.

Assih, Prihat dan M. Gudono. 2000. Hubungan Tindakan Perataan Laba degan

Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang

Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 3 (1).

Januari.pp: 35 – 53.

Babic, Verica. 2001. The Key Aspects of the Corporate Governance Restructuring

in the Transition Process. Ekonomist, Vol.33.No.2

Beneish, Messod D and Eric Press. 1995. Costs of Technical Violation of

Accounting-Based Debt Covenants. The Accounting Review. Vol. 68,

No. 2. pp.233-257.

Budiwitjaksono, Gideon. S. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme

Corporate Governance Dan Dampak Manajemen Laba Dengan

Menggunakan Analisis Jalur. Disampaikan pada Simposium Nasional

Akuntansi (SNA) VlII Solo.

DeAngelo, Harry, Linda DeAngelo, and Douglas J. Skinner. 1994. Accounting

Choice in Troubled Companies. Journal of Accounting and Economics

17. pp.1l3-143.

Dechow, P.M. 1994. Accounting Earnings and Cash Flows as Measures of Firm

Performance: The Role of Accounting Accruals. Journal of Accounting

and Economics 17. pp: 3-42.

DeFond, Mark L. and James Jiambalvo. 1994. Debt Covenant Violation and

Manipulation of Accruals.” Journal of Accounting and Economics 17,

pp.145-176.

Page 87: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

72

FASB (Financial Accounting Standards Boards). 1978. Statement of Financial

Accounting Standards

Fatmasari, Rhini. 2010. Hubungan antara Growth Opportunity dengan Debt

Maturity dan Kebijakan Leverage serta Fungsi Covenant dalam

Mengontrol Konflik Keagenan antara Shareholders dengan Debtholders.

Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII

Purwokerto.

Fisher, M., & K. Rosenzweig. 1995. Attitude of Students and Accounting

Practitioners Concerning The Ethical Acceptability of Earnings

Management. Journal of Business Ethics. 14. pp: 433-444.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Halim, Julia, Carmel Meiden, dan Rudolf Lumban Tobing. 2005. Pengaruh

Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada

Perusahaan Manufaktur yang termasuk pada LQ-45. Disampaikan pada

Simposium Nasional Akuntansi SNA VIII Solo.

Healy, P.M., dan J.M. Wahlen. 1999. A Review of the Earnings Management

Literature and Its Implications for Standard Setting. Accounting Horizons.

13: 365–383.

Herawaty, Vinola. 2009. Peran Praktik Corporate Governance sebagai Moderating

Variabel Dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai

Perusahaan. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA)

XII Padang.

Herawati, Nurul dan Zaki Baridwan. 2007. Manajemen Laba Pada Perusahaan

yang Melanggar Perjanjian Utang. Disampaikan pada Simposium

Nasional Akuntansi (SNA) X Makassar.

http://id.wikipedia.org /wiki/kreditur, (20 april 2011)

IAI. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.

Jaggi, Bikki, and Picheng Lee. 2001. Earnings Management Response to Debt

Covenant Violations and Debt Restructuring. Journal of Accounting,

Auditing and Finance. pp.295-324.

Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial

Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial

Economics 3: 305--360.

Khomsiyah. 2005. Analisis Hubungan Struktur dan Indeks Corporate Governance

Dengan Kualitas Pengungkapan. Disertasi. Fakultas Ekonomi

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Klein, A. 2002. Economic Determinants of Audit Committee Independence. The

Accounting Review Vol.77 No.2, pp. 435-452.

Page 88: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

73

Midiastuty, P.P. dan M. Machfoedz. 2003. Analisis hubungan Mekanisme

Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Disampaikan

pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI Surabaya.

Na’im, A., & J. Hartono. 1996. The Effect of Antitrust Investigation on The

Management of Earnings: A Further Emperical Test of Political Cost

Hypothesis. Kelola. 13(V): 126-141.

Neil, J.D., S.G. Pourciau and T.F. Schaefer. 1995. Accounting Method Choice

and IPO Valuation. Accounting Horizons. 9 (3).pp: 68-80.

Nuryaman. 2009. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan

Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba.

Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XII Padang.

Peltier-Rivest, Dominic. Autumn. 1999. The Determinants of Accounting Choices

in Troubled Companies. QJBE, Vol 38, No. 4.

Rahmadana, Fitri dan Lumbanraja Hafniah. 2002. Analisis Pemakaian Jasa Kredit

pada Perum Pegadaian Kantor Wilayah Medan. Jurnal Ilmiah

Manajemen dan Bisnis. Vol.2 April 2002

Rosner, Rebecca L. Summer 2003. Earnings Manipulation in Failing Firms.

Contemporary Accounting Research, Vol. 20, No. 2. pp.361-408.

Saleh, Norman Mohd and Kamran Ahmed. 2005. Earnings Management of

Distressed Firms During Debt Renegotiation. Accounting and Business

Research, Vol. 35, No. I, pp.69-86.

Sari, Syarifah Ratih Kartika dan Bandi. 2010. Praktik Manajemen Laba terkait

Peringkat Obligasi. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi

(SNA) XIII Purwokerto.

Scott, R.W. 2000. Financial Accounting Theory 2nd Ed., Prentice Hall, New

Jersey.

__________. 2003. Financial Accounting Theory. 3rd Ed., Prentice Hall, New

Jersey.

Setiawati,L. dan A. Na’im. 2000. Manajemen Laba. Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Indonesia. Vol. 15 No.4

Siregar, Baldric. 2007. Pengaruh Pemisahan Hak Aliran Kas dan Hak Kontrol

Terhadap Deviden. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi

(SNA) X Makassar.

Subekti, Imam. 2005. Asosiasi antara Praktik Perataan Laba dan Reaksi Pasar

Modal di Indonesia. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi

(SNA) VIII Solo.

Subramanyam, K.R. 1996. The Pricing of Discretionary Accruals. Journal of

Accounting and Economics 22, hlm. 249-281.

Sugiyono. 2007. Metoda Penelitian Bisnis. Cetakan ke 7. Bandung: CV Alfabeta

Page 89: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

74

Surifah. 2001. Studi tentang Indikasi Unsur Manajemen Laba pada Laporan

Keuangan Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Akuntansi & Auditing

Indonesia, Juni Vol. 5, No. 1.

Suwito, Edy dan Arleen Herawaty. 2005. Analisis Pengaruh Karakteristik

Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba Yang Dilakukan Oleh

Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Disampaikan pada

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo.

Sweeney, Amy Patricia. 1994. Debt Covenant Violations and Managers

Accounting Response. Journal Accounting and Economics 17, pp. 281-

308.

Tarjo. 2009. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage

terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity

Capital. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XII

Padang.

Veronica, Sylvia dan Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan,

Ukuran Perusahaan, dan Praktik Corporate Governance terhadap

Pengelolaan Laba (Earnings Management). Disampaikan pada

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo.

Wardhani, Ratna dan Herunata. 2010. Karakteristik Pribadi Komite Audit Dan

Praktik Manajemen Laba. Disampaikan pada Simposium Nasional

Akuntansi (SNA) XIII Purwokerto.

Wasilah. 2005. Hubungan antara Asimetri Informasi dengan Praktik Perataan

Penghasilan di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia 2

(1), pp: 23.

Watts, RL. Dan J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice

Hall, NJ.

Wedari, L.K. 2004. Analisis Pengaruh Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite

Audit terhadap Aktivitas Manajemen Laba. Disampaikan pada

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VII Denpasar.

Widyaningdyah, Agnes Utari. 2001. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh

Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Go Public Di

Indonesia”, Jurnal Akuntansi & Keuangan, November Vol. 3 No. 2.

Wulandari dan Ratu Ayu. 2010. Pengaruh Sistem Hukum terhadap Managemen

Laba dengan Kepemilikan Institusional sebagai Variabel Pemoderasi:

Studi Perbandingan Inggris dan Perancis. Disampaikan pada Simposium

Nasional Akuntansi (SNA) XIII Purwokerto.

Yasa, Gerianta Wirawan. 2007. Manajemen Laba Sebelum Pemeringkatan

Obligasi Perdana: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia. Disertasi.

Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

____________________. 2010. Pemeringkatan Obligasi Perdana sebagai Pemicu

Manajemen Laba: Bukti Empiris dari Pasar Modal Indonesia.

Page 90: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

75

Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII

Purwokerto.

Page 91: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

76

LAMPIRAN 1

DAFTAR PERUSAHAAN YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG

PERIODA 2003-2010

NO

KODE

PERUSAHAAN

NAMA PERUSAHAAN TAHUN

MELANGGAR

1 ADES Akasha Wira International Tbk 2006

2 CEKA Cahaya Kalbar Tbk 2005

3 DAVO Davomas Abadi 2005

4 PTSP Pioneerindo Gourmet International Tbk 2006

5 PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk 2003

6 SKLT Sekar Laut Tbk 2003

7 HMSP HM Sampoerna Tbk 2005

8 ARGO Argo Pantes Tbk 2003

9 ERTX Eratex Djaja Tbk 2005

10 SSTM Sunson Textile Manufacturer Tbk 2003

11 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk 2005

12 KARW Karwell Indonesia Tbk 2006

13 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk 2004

14 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk 2006

15 BRPT Barito Pacific Tbk 2004

16 DSUC Daya Sakti Unggul Corporation Tbk 2004

17 SULI Sumalindo Lestari Jaya Tbk 2004

18 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 2006

19 BUDI Budi Acid Jaya Tbk 2004

20 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. 2006

21 AKPI Argha Karya Prima Ind. Tbk 2007

22 DYNA Dynaplast Tbk 2004

23 LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk 2004

24 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 2004

25 LMSH Lionmesh Prima Tbk 2003

26 TIRA Tira Austenite Tbk 2006

27 KICI Kedaung Indah Can Tbk 2003

28 MLIA Mulia Industrindo Tbk 2007

29 KBLI KMI Wire and Cable Tbk Tbk 2004

30 VOKS Voksel Electric Tbk 2004

31 AUTO Astra Otoparts Tbk 2004

32 GJTL Gajah Tunggal Tbk 2004

33 LPIN LPIN Multi Prima Sejahtera Tbk 2004

34 MRAT Mustika Ratu Tbk 2004

Page 92: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

77

LAMPIRAN 2

DAFTAR PERUSAHAAN PEMBANDING

NO KODE PERUSAHAAN NAMA PERUSAHAAN

1 BATA Sepatu Bata Tbk

2 FAST Fast Food Indonesia Tbk

3 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk

4 SIMA Siwani Makmur Tbk

5 INCI Intanwijaya Internasional Tbk

6 JPRS Jaya Pari Steel Tbk

7 GGRM Gudang Garam Tbk

8 TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk

9 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk

10 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk

11 ASGR Astra Graphia Tbk

12 JECC Jembo Cable Company Tbk

13 KONI Perdana Bangun Pusaka Tbk

14 IGAR Champion Pacific Indonesia Tbk

15 KLBF Kalbe Farma Tbk

16 INAI Indal Aluminium Industry Tbk

17 KAEF Kimia Farma (Persero) Tbk

18 AKRA AKR Corporindo Tbk

19 SPMA Suparma Tbk

20 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk

21 ULTJ Ultra Jaya Milk Industry Tbk

22 TIRT Tirta Mahakam Resources Tbk

23 IKBI Sumi Indo Kabel Tbk

24 ETWA Eterindo Wahanatama Tbk

25 INTD Inter-Delta Tbk

26 EKAD Ekadharma International Tbk

27 ALMI Alumindo Light Metal Industry Tbk

28 UNVR Unilever Indonesia Tbk

29 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk

30 STTP Siantar Top Tbk

31 FASW Fajar Surya Wisesa Tbk

32 AQUA Aqua Golden Mississippi Tbk

33 LION Lion Metal Works Tbk

34 KKGI Resource Alam Indonesia Tbk

Page 93: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

78

LAMPIRAN 3

STATISTIK DESKRIPTIF MANAJEMEN LABA

Descriptive Statistics

34 -.1135 .1283 .004395 .0398598

34 -.6835 .0913 -.230912 .1795809

34 -.6833 .2196 -.226518 .1845165

34 -.0083 .0083 .001128 .0037353

34 -.6472 .1153 -.193435 .1952978

34 -.6421 .1186 -.192307 .1951362

34

DA_PEL

NDA_PEL

TA_PEL

DA_NONPEL

NDA_NONPEL

TA_NONPEL

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Dev iation

Page 94: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

79

LAMPIRAN 4

ONE-SAMPLE KOLMOGOROV-SMIRNOV TEST

AKRUAL DISKRESIONER UNSUR PENDAPATAN DAN BIAYA PADA

PERUSAHAAN YANG MELANGGAR KONTRAK UTANG

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

DA_DEBT

N 34

Normal

Parameters(a,b)

Mean .0044

Std. Deviation .03986

Most Extreme

Differences

Absolute .340

Positive .202

Negative -.340

Kolmogorov-Smirnov Z 1.984

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a Test distribution is Normal.

b Calculated from data.

Page 95: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

80

LAMPIRAN 5

MANN-WHITNEY TEST AKRUAL DISKRESIONER UNSUR

PENDAPATAN DAN BIAYA PADA PERUSAHAAN YANG

MELANGGAR KONTRAK UTANG

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Test Statistics(b)

DA_KS

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 10.000

Z -3.207

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000(a)

a Not corrected for ties.

b Grouping Variable: KELOMPOK

Ranks

30 19.50 585.00

4 2.50 10.00

34

KELOMPOK

1.00

2.00

Total

DA_KS

N Mean Rank Sum of Ranks

Page 96: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

81

LAMPIRAN 6

ONE-SAMPLE KOLMOGOROV-SMIRNOV TEST

MANAJEMEN LABA MODEL KANG DAN SIVARAMAKHRISNAN

PADA PERUSAHAAN PELANGGAR KONTRAK UTANG DAN

PERUSAHAAN BUKAN PELANGGAR KONTRAK UTANG

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

DA_KS

N 68

Normal

Parameters(a,b)

Mean -.0119

Std. Deviation .04643

Most Extreme

Differences

Absolute .353

Positive .172

Negative -.353

Kolmogorov-Smirnov Z 2.910

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a Test distribution is Normal.

b Calculated from data.

Page 97: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

82

LAMPIRAN 7

MANN-WHITNEY TEST MANAJEMEN LABA MODEL KANG DAN

SIVARAMAKHRISNAN PADA PERUSAHAAN PELANGGAR

KONTRAK UTANG DAN PERUSAHAAN BUKAN PELANGGAR

KONTRAK UTANG

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

34 42.32 1439.00

34 26.68 907.00

68

KELOMPOK

1.00

2.00

Total

DA_KS

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statistics(a)

DA_KS

Mann-Whitney U 312.000

Wilcoxon W 907.000

Z -3.263

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a Grouping Variable: KELOMPOK

Page 98: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

83

LAMPIRAN 8

ONE-SAMPLE KOLMOGOROV-SMIRNOV TEST

MANAJEMEN LABA MODEL JONES MODIFIKASI PADA

PERUSAHAAN PELANGGAR KONTRAK UTANG DAN PERUSAHAAN

BUKAN PELANGGAR KONTRAK UTANG

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

DA_JONES

N 68

Normal

Parameters(a,b)

Mean -.0387

Std. Deviation .27878

Most Extreme

Differences

Absolute .168

Positive .117

Negative -.168

Kolmogorov-Smirnov Z 1.388

Asymp. Sig. (2-tailed) .042

a Test distribution is Normal.

b Calculated from data.

Page 99: praktik manajemen laba pada perusahaan yang melanggar

84

LAMPIRAN 9

MANN-WHITNEY TEST MANAJEMEN LABA MODEL JONES

MODIFIKASI PADA PERUSAHAAN PELANGGAR KONTRAK UTANG

DAN PERUSAHAAN BUKAN PELANGGAR KONTRAK UTANG

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

34 41.40 1407.50

34 27.60 938.50

68

nilai

positif

negatif

Total

DA_JONES

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statistics(a)

DA_JONES

Mann-Whitney U 343.500

Wilcoxon W 938.500

Z -2.878

Asymp. Sig. (2-tailed) .004

a Grouping Variable: nilai