praktek simpan pinjam baitul maal wattamwil bmt...
TRANSCRIPT
PRAKTEK SIMPAN PINJAM BAITUL MAAL WATTAMWIL
(BMT) CITA SEJAHTERA MENURUT
EKONOMI SYARIAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
M. Arizan
NIM : 203046101723
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 Mei 2008
M. Arizan
��� ا ا���� ا�����
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena
dengan inayah, rahmat dan karunia Allah SWT, penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad saw
sebagai revolusioner dunia dan pembawa risalah serta kepada keluarga, dan para
sahabat-Nya, mudah-mudahan kita semua akan mendapatkan syafa’atul ’udzma di
yaumil kiamat kelak, Amin.
Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali
mendapati kesulitan. Akan tetapi, dengan adanya bantuan dan partisipasi dari
berbagai pihak, Alhamdulillah penulisan skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan.
Namun penulis menyadari dalam skripsi ini masih banyak sekali kekurangan
sehingga saran serta kritik dengan kerendahan hati penulis terima sehingga skripsi ini
dapat lebih sempurna lagi.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
berbagai pihak dan instansi lainnya yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini antara lain kepada :
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak
Prof. Dr. Amin Suma, SH, MA, MM, beserta pembantu dekan, baik sebagai
parat birokrasi maupun sebagai pribadi, terima kasih yang sebesar-besarnya
atas segala bantuan yang diberikan.
2. Ibu Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalah Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Bapak Azharuddin Lathif,
M.Ag selaku Sekretaris Jurusan Muamalah yang telah banyak membantu
penulis dalam menentukan judul dan dalam penyelesaian hal-hal
administratif dan nasehat-nasehat yang sangat berharga.
3. Bapak Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Bapak Drs. Ahmad Yani,
M.Ag selaku Ketua dan Sekretaris Kordinator Teknis Program Non Reguler
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Hasanuddin AF., MA, dan Bapak Kamarusdiana, M.Hum
selaku pembimbing skripsi, yang telah sabar membimbing, memberikan
saran, arahan, motivasi dan telah meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran
di sela-sela kesibukannya dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Muamalah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah banyak memberikan peranan dalam memberikan pembelajaran.
6. Pimpinan dan seluruh staf karyawan Perpustakaan Umum dan Perpustakaan
Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas
untuk studi kepustakaan.
7. Moh. Khoirul Anam, SE, selaku Manager BMT Cita Sejahtera yang telah
berpartisipasi dan memberikan kontribusinya dalam memperoleh informasi,
data-data dan yang telah meluangkan waktunya kepada penulis hingga
terselesainya skripsi ini.
8. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, Ayahanda Abuzar MY dan Ibunda
Siti Fatimah yang telah memberikan dukungan dan do’a yang tidak pernah
sedikitpun terlupakan dan sangat besar dan berarti bagi penulis, baik
dukungan moril maupun materil sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
9. Untuk adek ku Okbar Ariansyah dan seluruh keluarga besar ku yang telah
membantu dan memberikan dukungan serta do’a yang cukup besar bagi
penulis dalam pembuatan skripsi ini.
10. Teman-teman ku seperjuangan Alumni DH angkatan ke VII, Hafiz, Zulkifli,
Syukron, Wahyu, Dania Dewi dan Intan yang selalu memberikan motivasi
dan dorongan sehingga terselesaikan skripsi ini, dan tak pernah akan
terlupakan atas kebaikan mereka semua.
11. Sahabat-sahabatku PS A, Fahri, Ridwan, Muzaini, Godai, Dede, Hendra,
Mahmal, Edo, Eko S, Eko K, Ida, Lia, Mila, Yanti, Aini, Cika, Balqis dan
yang lainnya, terima kasih atas kebersamaannya selama ini kita kuliah dan
menjalin persahabatan bahkan persaudaraan dan dukungannya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat kosan, Hanif, Haji Nandar, Oki dan yang lainnya yang telah
memberikan semangat dan canda tawa selama ini sehingga suasana kosan
terasa nyaman, tentram dan sedikit agak ramai.
13. Teman-teman ku SEMARI (Serumpun Mahasiswa Riau) seperjuangan
dalam menuntut ilmu di jalan Illahi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
14. Anak-anak IKAPDH Sabar, Samsul, Sahroni, Ulum, Rijal, Fi’i, Feni, Alsa,
Sadar, Bali, Afnita, Luluk, Ely, Bedah, Salmi, Jefi, Kasih, Titin, Ida, Lilis,
Tilah, Nurul, Iil, Lilik, Maya, Jusra, Atin, Minah, Duta dan lainnya yang
tidak bisa saya sebut satu persatu, yang pasti ucapan terimakasih banyak atas
do’a dan motivasinya yang membuat penulis bersemangat dalam penulisan
skripsi ini.
15. Yang paling spesial buat Siti Hamidah yang selalu mendampingi penulis dan
yang telah memberikan dorongan, perhatian, kasih sayang, motivasi dan
semangat yang tak henti-hentinya untuk penulis sampai terselesainya skripsi
ini, terimakasih atas semuanya.
16. Adek-adek Kosan Cantik yang selalu kompak, semangat dan ceria, Emi,
Lela, Uwie, Nia, Ijeh, Ochi, Leni, Anis, Ima, Dilas, Resna, dan Tika.
Mudah-mudahan atas segala bantuan serta budi baik yang penulis terima selama
menjalani pendidikan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Penulis sangat menyadari
masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif agar lebih baik lagi.
Akhirnya penulis menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Mudah-mudahan
dapat balasan yang lebih baik. Harapan penulis mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan semoga skripsi ini sidikit dapat memberikan sumbangan
fikiran dan saran untuk perkembangan dalam pendidikan dan bagi siapa saja yang
membacanya untuk menambah ilmu pengetahuan. Amin…
Jakarta, 26 Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ......................................... 8
D. Tinjauan Pustaka.............................................................. 9
E. Objek Penelitian............................................................... 10
F. Metode Penelitian ............................................................ 10
G. Sistematika Penulisan....................................................... 11
BAB II KERANGKA TEORI
A. Ekonomi Syariah.............................................................. 13
1. Pengertian dan Dasar Hukum Ekonomi Syariah ......... 13
2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah................................ 26
B. Akad Wadiah dan Murabahah .......................................... 33
1. Akad Wadiah........................................................ 33
a. .....................................................................Pengerti
an Wadiah....................................................... 33
b......................................................................Landasa
n Hukum Wadiah............................................ 33
c. .....................................................................Rukun
dan Syarat Wadiah.......................................... 34
d......................................................................Macam-
Macam Wadiah............................................... 37
2. Akad Murabahah .................................................. 39
a. .....................................................................Pengerti
an Murabahah .................... 39
b......................................................................Landasa
n Hukum Murabahah ......... 39
c. .....................................................................Rukun
dan Syarat Murabahah ....... 40
d...................................................................... Jenis-
Jenis Murabahah ................ 43
e. .....................................................................Manfaat
dan Resiko Murabahah....... 44
BAB III GAMBARAN UMUM BMT
A. BMT ................................................................................ 46
1. Pengertian BMT......................................................... 46
2. Visi dan Misi BMT .................................................... 47
3. Ciri-Ciri BMT ........................................................... 49
4. Tujuan didirikan BMT................................................ 50
5. Prinsip Operasional BMT........................................... 52
6. Produk-Produk BMT.................................................. 54
B. BMT CITA SEJAHTERA................................................ 62
1. ...............................................................................Sejarah
dan Struktur Organisasi ..................................... 62
a. Sejarah Berdiri ..................................................... 62
b. Struktur Organisasi............................................... 65
2. ...............................................................................Prinsip
dan Fungsi.................................................................. 66
3. ...............................................................................Perkemb
angan BMT Cita Sejahtera.......................................... 66
a. Organisasi ............................................................ 66
b. Usaha ................................................................... 70
BAB IV ANALISA PRAKTEK SIMPAN PINJAM BMT CITA
SEJAHTERA MENURUT EKONOMI SYARIAH
A. ....................................................................................Penerapa
n Simpan Pinjam di BMT Cita Sejahtera ......................... 76
B. ....................................................................................Analisa
Tentang Praktek Simpan Pinjam Pada BMT Cita Sejahtera
85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................... 100
B. Saran-Saran...................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 106
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1. Data Tabungan Nasabah BMT Cita Sejahtera ........................... 87
2. Tabel 2. Data Pembiayaan Nasabah BMT Cita Sejahtera… .................... 92
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jika kita merenung tentang keberadaan manusia di bumi ini dengan segala
macam pencapaiannya, maka pertanyaan yang muncul, akan kemanakah setelah
semua ini. Apakah keberadaan manusia serta apa-apa yang telah dicapainya akan
hilang begitu saja seperti matinya api dari lilin yang ditiup. Kesadaran akan
eksistensi (dari mana dan akan kemana) akan membawa manusia pada sisi
terdalam dari wujud manusia itu sendiri. Sepanjang sejarah manusia, sudah
banyak orang yang mencoba mencari formulasi guna memuaskan “rasa
kesadaran” ini. Namun karena formulasi yang mereka ciptakan berdasarkan
pemahaman yang tidak utuh terhadap manusia, karena mereka sebenarnya tidak
mengetahui hakikat manusia, hanya akan menempatkan manusia pada posisi yang
tidak sesuai dengan semestinya.1
Islam adalah suatu dien (way of life) yang praktis, mengajarkan segala yang
baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan mengabaikan waktu, tempat atau
tahap-tahap perkembangannya. Selain itu, Islam adalah agama fitrah, yang sesuai
dengan sifat dasar manusia (human nature). Ajaran Islam tidak mencakup hal-hal
1 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia,Bank Syari’ah: Konsep,
Produk dan Implementasi Operasional, (Jakarta: Djambatan, 2003), cet.II, h.3.
yang berkaitan dengan aqidah, ibadah dan akhlaq saja, melainkan ia juga
mengatur segi-segi kehidupan dalam bermuamalah, dimana di dalamnya
mengatur hal-hal mulai dari persoalan hukum sampai urusan ekonomi dan
lembaga keuangan.
Islam memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari sistem
ekonomi lainnya. Ia memiliki akar dalam syariat yang membentuk pandangan
dunia sekaligus sasaran-sasaran dan strategi (maqoshid asy-syari’ah) yang
berbeda dari sistem-sistem sekuler yang menguasai dunia saat ini. Sasaran-
sasaran yang dikehendaki Islam secara mendasar bukan materiil. Mereka
didasarkan atas konsep-konsep Islam sendiri tentang kebahagiaan manusia (falah)
dan kehidupan yang baik (hayatun thayyibah) yang sangat menekankan aspek
persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosio-ekonomi dan kebutuah-kebutuhan
spiritual manusia. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan bahwa umat
manusia memiliki kedudukan yang sama sebagai khalifah Allah SWT di muka
bumi dan sekaligus sebagai hamba-Nya yang tidak akan mendapatkan
kebahagiaan dan ketentraman bathin, kecuali jika kebahagiaan sejati telah dicapai
melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan materiil dan spiritual. Tujuan-tujuan
syariat mengandung semua yang diperlukan manusia untuk merealisasikan falah
dan hayatun thayibah dalam batas-batas syariat.2
2 M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (terj) Ikhwan Abidin dari Judul Asli Islam
and Economic Challenge, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), cet.I, h.7.
Dalam kehidupan bermuamalah, Islam mengatur banyak hal mulai dari
persoalan hak atau hukum sampai pada urusan ekonomi. Seperti kita ketahui
bahwa kegiatan perekonomian merupakan suatu kebutuhan hidup yang tidak
terelakkan. Salah satu indikator sehat atau tidaknya perekonomian suatu negara
adalah kondisi lembaga keuangan/perbankan. Lembaga keuangan merupakan
lembaga yang mewadahi aktifitas ekonomi yang meliputi pengelolaan investasi,
simpanan ataupun pembiayaan.
Mengingat betapa pentingnya keberadaan lembaga keuangan bagi suatu
negara, maka saat ini banyak muncul bank-bank, baik itu bank umum maupun
bank perkreditan rakyat. Dengan adanya lembaga keuangan tersebut,
perekonomian rakyat dapat ditingkatkan terutama pada rakyat kurang mampu
yang sangat memerlukan pembiayaan/kredit, baik itu pemenuhan kebutuhan
konsumtif ataupun untuk mengembangkan usaha.
Yang menjadi masalah saat ini adalah banyak lembaga keuangan yang tidak
tertarik untuk mengembangkan mekanisme kredit bagi nasabah yang kecil
terutama para pengusaha kelas menengah ke bawah.
Oleh karena itu untuk mengisi kekosongan dan memperluas jangkauan
fasilitas kredit kepada pengusaha kecil tersebut, sangat dibutuhkan lembaga
keuangan yang dapat menjangkau pengusaha kecil dan tidak memberatkan
mereka.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa salah satu kegiatan lembaga keuangan
adalah memberikan pinjaman. Namun pola pemberian pinjaman (kredit) yang
ditawarkan oleh bank konvensional selama ini belum sesuai dengan keinginan
umat Islam karena adanya sistem bunga. Sistem bunga tersebut sangat merugikan
masyarakat terutama masyarakat peminjam, karena setiap saat pertumbuhan
bunga semakin meningkat. Sehingga apabila sipeminjam terlambat membayar
maka akan semakin tinggi beban bunga yang harus dibayarkan.
Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, bahwa pinjaman dana makin
mengikat dan mencekik pengusaha kecil kebawah. Di antaranya adalah praktek
bank-bank keliling. Bahkan ada yang menampakkan wajahnya sebagai koperasi
simpan pinjam yang menawarkan pinjaman dengan suku bunga yang mencekik
leher yang umumnya di atas 30% pertahun. Adalah praktek yang telah biasa,
seorang pengusaha kecil yang meminjam uang Rp. 100.000,- ia hanya menerima
sebesar Rp. 90.000,- sementara ia harus mengembalikan pinjaman tersebut
sebesar Rp. 4.000,- per hari selama satu bulan atau Rp. 120.000 per bulan.3
Islam menganggap bunga sebagai suatu kejahatan ekonomi yang
menimbulkan penderitaan masyarakat, baik itu secara ekonomi, sosial, maupun
moral. Oleh karena itu, kitab suci al-Qur’an melarang kaum muslimin untuk
memberi maupun menerima bunga. Dalam surat al-Baqarah (2) ayat 278-279
Allah melarang riba dan mempertegas bahwa bunga itu melanggar hukum di
dalam Islam.4
3 Baihaqi Abdul Madjid dan Saifudin A. Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan
Sistem Syariah Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia, (Jakarta: PINBUK, 2000), h.189 4 Sutan Remy Sjahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama, 1999), h.6
-,ن ��� '+*(&ا . م��� ءام�&ا ا'�"&ا ا وذروا م��"! م� ا�� �� إن آ��� م��ی�أی��� ا���ی�
-9ذن&ا �7�ب م � ا ورس&3� وإن '2�� -(0� رءوس أم&ا0�� . '/(&ن و.
)٢٧٩-٢٧٨: ا�2"�ة( '/(&ن
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al-Baqarah: 278-
279)
Saat Indonesia merdeka, koperasi mendapat tempat terhormat dalam Undang-
Undang Dasar 1945 yaitu pada pasal 33 yang menyebutkan bahwa perekonomian
Indonesia dibangun atas dasar kekeluargaan dan usaha bersama, dan dalam
penjelasannya disebutkan bahwa “koperasi” merupakan lembaga ekonomi yang
sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas. Menurut Undang-Undang tentang
pokok-pokok perkoperasian (Undang-Undang No. 18 Tahun 1967), koperasi
adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial beranggotakan orang-
orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi
sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.5
Azas dan sendi dasar koperasi (principles of cooperative) sebagai gagasan
atau ide akan melandasi syarat-syarat yang diterima oleh orang-orang bilamana
5 G. Kartasapoetra, Praktek Pengelolaan Koperasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet.II,
h.137
mereka sepakat untuk berkoperasi. Azas dan sendi dasar koperasi adalah semua
hal yang terkandung dalam konsep saling menolong.6
Dalam hal ini, Islam memberikan pedoman dalam surat al-Maidah ayat 2:
)٢ :ةا��BH (و'*�ون&ا E)F ا�2� وا���"&ى و.'*�ون&ا E)F اCD� وا�*Bوا
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa
dan janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan”.
(QS. Al-Maidah: 2)
Berdasarkan ayat al-Qur’an di atas, kiranya dapat dipahami bahwa tolong
menolong dalam kebajikan dan dalam ketaqwaan dianjurkan oleh Allah. Maka
koperasi sebagai salah satu bentuk tolong menolong, kerja sama dan saling
menutupi kebutuhan adalah salah satu wasilah untuk mencapai ketaqwaan yang
sempurna (haqqa tuqatih).7
Salah satu dari jenis kegiatan yang dijalankan koperasi adalah usaha simpan
pinjam. Simpan pinjam sebagai salah satu unit usaha koperasi memiliki peran
strategis. Karena adanya unit usaha simpan pinjam tidak lain dari suatu gerakan
untuk membela para anggotanya di dalam keperluan mereka akan kredit
(pinjaman utang), yang akan dipergunakannya untuk melancarkan jalan
perusahaannya. Dengan adanya unit usaha simpan pinjam akan memudahkan
mereka untuk mendapatkan pinjaman dengan prosedur yang mudah pula.
Baitul Maal Wa Tamwil adalah salah satu unit usaha dari sebuah koperasi.
Dimana BMT merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi kecil kebawah.
6 A. M. Saefuddin, et al., Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, (Jakarta: CV. Wirabuana,
1986), cet.I, h.122 7 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet.I, h.297
Baitul Maal Wa Tamwil terdiri dari dua kegiatan, yaitu Baitul Maal dan Baitut
Tamwil. Kegiatan Baitut Tamwil mengutamakan pengembangan kegiatan-
kegiatan investasi dan produktif dengan sasaran usaha ekonomi yang dalam
pelaksanaannya saling mendukung untuk pembangunan usaha-usaha
kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Baitul Maal mengutamakan kegiatan-
kegiatan kesejahteraan, bersifat nirlaba, diharapkan mampu menghimpun dana
zakat, infaq, shadaqah yang pada gilirannya berfungsi mendukung kemungkinan-
kemungkinan resiko yang terjadi dalam kegiatan ekonomi pengusaha kecil.8
Pada awal-awal pendirian, umumnya BMT memiliki legalitas hukum sebagai
KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Sebagai lembaga simpan pinjam, segi
formalitas hukum BMT memiliki dua alternatif badan hukum. Pertama dalam
lembaga perbankan, maka BMT akan tunduk pada ketentuan UU Perbankan
No.10 tahun 1998. Kedua, dalam bentuk koperasi simpan pinjam dengan pola
syariah, BMT tunduk pada UU No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian dan PP
No.9 tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh
koperasi.9
Dalam hal ini, BMT Cita Sejahtera merupakan salah satu unit usaha simpan
pinjam dari Koperasi Serba Usaha Syariah (KSUS) yang ditujukan untuk para
anggota BMT itu sendiri.
8 Madjid dan Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, h.182 9 Ibid., h.90
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
praktek simpan pinjam dan membahasnya dalam skripsi dengan judul : “Praktek
Simpan Pinjam Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Cita Sejahtera Menurut
Ekonomi Syariah”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini terarah, maka penulis perlu memberikan
batasan pada aspek usaha BMT simpan pinjam yang mencakup modal, layanan
kredit, sisa hasil usaha dan penentuannya, mitra usaha BMT, prosedur dan syarat
pinjaman.
Dari pembatasan masalah tersebut dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana praktek simpan pinjam yang ada pada BMT Cita Sejahtera?
2. Apakah sistem simpan pinjam pada BMT Cita Sejahtera sesuai dengan
praktek ekonomi syariah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui praktek simpan pinjam BMT Cita Sejahtera.
2. Untuk mengetahui apakah sistem simpan pinjam pada BMT Cita Sejahtera
sesuai dengan sistem ekonomi syariah.
Dan penulisan ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:
a. Bagi Penulis
Merupakan apresiasi terhadap teori-teori yang pernah penulis dapatkan selama
menempuh pendidikan dan diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis.
b. Bagi Pihak Lain
Merupakan sumber referensi dan saran pemikiran bagi kalangan akademis
dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan berguna sebagai bahan
perbandingan bagi penulis yang lain.
D. Tinjauan Pustaka
1. Skripsi
a. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, oleh Heri
Sudarsono Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tahun skripsi: 2003.
Menurut penulis di dalam skripsinya menyebutkan bahwa semakin
berkembangnya masalah ekonomi masyarakat, maka berbagai kendala
tidak mungkin dilepaskan dari keberadaan BMT.
b. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Taman Iskandar Muda dan
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Wilayah Pasar
Minggu Jakarta Selatan, oleh Ida Nurfaiza Mahasiswa Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun skripsi: 2003.
Didalam skripsinya tersebut, penulis menganalisa beberapa point
diantaranya: gambaran umum BMT Taman Iskandar Muda, pembinaan
dan pembiayaan UKM.
Letak perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang lainnya adalah bahwa
skripsi ini lebih memfokuskan pada praktek simpan pinjam di BMT Cita
Sejahtera, yaitu praktek wadiah dan murabahah. Apakah aplikasinya
sejalan atau sesuai dengan konsep ekonomi syariah.
E. Objek Penelitian
Adapun objek penelitian ini dilakukan di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Cita Sejahtera tentang praktek simpan pinjam menurut ekonomi syariah yang
bertempat di Ciputat.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang di lakukan adalah penelitian kepustakaan (library
research) dan penelitian lapangan (field research).
2. Metode Pengumpulan Data.
Metode pengumpulan data yang digunakan antara lain:
a. Untuk Penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan
mengumpulkan data-data dari berbagai literatur yang ada, seperti buku-
buku sumber, dokumen-dokumen BMT Cita Sejahtera, serta tulisan lain
yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
b. Untuk Penelitian lapangan (field research) yaitu dengan wawancara
langsung secara pribadi dengan beberapa pengurus BMT Cita Sejahtera.
3. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data
Teknis analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif dengan
menggunakan pola pikir induksi. Teknik ini dilaksanakan dengan metode
interaktif sebagaimana di kemukakan oleh Matthew B. Miles dan A. Michael
Huberman, yang terdiri dari tiga jenis kegiatan yaitu reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan.
Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan
tertulis di lapangan. Penyajian data adalah suatu penyajian sekumpulan
informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan.10
Adapun teknik penyusunan skripsi ini, penulis mengacu kepada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih terarah dalam pembahasan skripsi ini, penulis membuat
sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing bab. Penulis membaginya
menjadi 5 (lima) bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang
merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun sistematika penulisan tersebut
adalah sebagai berikut:
10 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif: Buku Tentang
Sumber Metode-Metode Baru, (Jakarta: UI Press, 1992), h. 18.
BAB I Pendahuluan, Meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan
masalah, maksud dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, objek
penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan.
BAB II Kerangka Teori, Meliputi pengertian dan dasar hukum ekonomi
syariah, prinsip-prinsip ekonomi syariah, akad wadiah dan murabahah.
BAB III Gambaran Umum BMT, Meliputi pengertian BMT, visi dan misi
BMT, ciri-ciri BMT, prinsip operasional BMT, tujuan didirikan BMT,
produk-produk BMT, sejarah dan struktur organisasi BMT Cita
Sejahtera, prinsip dan fungsi BMT Cita Sejahtera, perkembangan
BMT Cita Sejahtera.
BAB IV Analisa Praktek Simpan Pinjam BMT Cita Sejahtera Menurut
Ekonomi Syariah, Meliputi penerapan simpan pinjam di BMT Cita
Sejahtera, analisis tentang praktek simpan pinjam pada BMT Cita
Sejahtera.
BAB V Penutup, Dalam bab kelima ini merupakan akhir dari seluruh
rangkaian pembahasan dalam skripsi ini. Bab ini berisi: Kesimpulan
dan Saran-saran dari penulis mengenai hal-hal yang dibahas dalam
skripsi ini.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. EKONOMI SYARIAH
1. Pengertian dan Dasar Hukum Ekonomi Syariah
Makna etimologi ekonomi berasal dari oikonomeia (Greek atau Yunani).
Kata oikonomeia berasal dari dua kata oicos yang berarti rumah dan nomos
yang berarti aturan. Jadi, ekonomi ialah aturan-aturan untuk
menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam rumah tangga, baik
rumah tangga rakyat (volkshuishouding), maupun rumah tangga Negara
(staathuishouding), yang dalam bahasa Inggris disebutnya sebagai
economics.11
Secara terminologi, oleh Samuelson (1973), ilmu ekonomi didefinisikan
sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan
pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi
barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi.12
Seorang pakar ekonomi dunia terkemuka sekaligus peraih nobel dalam
bidang ekonomi ditahun 1970 Paul A. Samuelson mengartikan, bahwa
ekonomi merupakan studi mengenai bagaimana orang-orang dan masyarakat
11 Abdullah Zaky al-Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Pustaka Setia,
pertama, Maret 2002), cet.I, h.18 12 Murasa Sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam; Bahan kuliah pada Fakultas Syariah UIN
Syarif Hidayatullah, (Jakarta: 1999), h.6
membuat pilihan, dengan atau tanpa penggunaan uang, dengan menggunakan
sumber daya yang terbatas, tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk
menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk
keperluan konsumsi sekarang dan dimasa yang akan datang, kepada berbagai
orang dan golongan masyarakat.13
Sedangkan Lionel Robins mendefinisikan, bahwa ekonomi merupakan
ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan tujuan
yang ingin dicapai dan sumber daya langka yang mempunyai berbagai
kemungkinan penggunaan.14
Jadi menurut sistem ekonomi konvensional terdapat kelangkaan dari
sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak
terbatas, sehingga timbul pilihan-pilihan atas penggunaan sumber daya yang
bisa dimiliki.15
Dari berbagai definisi yang diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan ekonomi adalah sesuatu yang menyangkut
tentang perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan materialnya dengan
sumber daya yang terbatas. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut
manusia melakukan serangkaian kegiatan-kegiatan seperti produksi, distribusi
13 Murasa Sarkaniputra dan Agus Krisriawan, Ilmu Ekonomi (Pengantar Ekonomi Moneter:
Suatu Awalan), Bahan Pengajaran Ekonomi Perbankan dan Asuransi Islam, (Jakarta: Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000), cet.I, h.2 14 Carla Poli, dkk, Pengantar Ilmu Ekonomi I, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992),
h.20-22 15 Tim Penyusun, Prinsip Syariah Dalam Ekonomi, (Jakarta: MES, 2001), h.47
dan konsumsi. Tiga model kegiatan inilah yang menjadi pokok kegiatan
dalam ekonomi.
Jika definisi tersebut dijadikan acuan, maka Islam bisa memberikan
komentar tentang apa yang seharusnya tujuan aktivitas itu. Yang tentunya
tercermin dalam tujuan hidup muslim itu sendiri, yang tidak hanya mencakup
segi-segi material, tetapi juga spiritual. Apakah seorang muslim hendak
merubah definisi kegiatan ekonomi? Pertanyaan itulah yang hendak dijawab
oleh beberapa pemikir ekonomi muslim. Apa yang dimaksud ekonomi Islam
itu? Dengan mencantumkan label Islam, berarti ada sebuah akar teoritis yang
dijadikan acuan untuk mendefinisikan ilmu tersebut.
Dalam bahasa arab ekonomi dinamakan mu’amalah maddiyah, yaitu
aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai
kebutuhan hidupnya. Lebih tepat lagi dinamakan iqtishad, yaitu mengatur
soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-
cermatnya.16
Dalam al-Qur’an Allah memberikan contoh tegas mengenai ajaran-ajaran
para Rasul, dalam kaitannya dengan masalah-masalah ekonomi yang
menekankan bahwa perilaku ekonomi merupakan salah satu bidang perhatian
agama. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan adalah mengenai risalah
kenabian Ibrahim as. dan putra-putranya. Allah berfirman:
16 Al-Kaaf, Ekonomi Dalam Perspektif Islam,h.19
��ه� أH�Q یB�ون �9م�ن� وأو���� إ���� -*O اN���ات وإ�Lم ا�I�Jة وإی��ء )*Sو
)٧٣ :ا.ن��2ء (B��Fی� �ن&ا ��� ا��Tآ�ة وآ
Artinya: “Kami telah menjadikan mereka pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk manusia dengan perintah kami, dan kami turunkan wahyu kepada
mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik, melaksanakan sholat dan
zakat, dan mereka senantiasa beribadah kepada-Ku”. (QS. al-Anbiya’: 73)
Ekonomi Islam yang dibangun diatas –atau paling tidak diwarnai- oleh
prinsip-prinsip religius yang punya orientasi kehidupan dunia dan juga
akhirat. Ekonomi Islam merupakan paradigma baru dalam sistem ekonomi
dunia saat ini. Paradigma ini bagi ekonom-ekonom muslim bukan merupakan
hal yang perlu ditakuti, akan tetapi menjadi sebuah tantangan untuk dapat
lebih mengembangkan ekonomi Islam sehingga ia menjadi sebuah jawaban
atas berbagai permasalahan ekonomi dunia dewasa ini. Semangat fastabiqul
khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) yang melandasi ekonom-ekonom
muslim bahkan non muslim dalam mendalami ekonomi Islam berdampak
pada perbedaan pendapat tentang definisi ekonomi Islam itu sendiri.
Perbedaan ini ‘lumrah’ terjadi selama tidak keluar dari jalur Islam.
Sebagaimana beragamnya definisi mengenai ekonomi secara umum yang
dikemukakan oleh para pakar ekonomi, maka ekonomi Islam pun
didefinisikan secara beragam pula oleh para pakar ekonomi Islam, diantaranya
oleh Muhammad Abdul Manan seorang pakar ekonomi Islam, menurutnya
yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai
Islam.17
Menurut Abdullah al-Arabi ekonomi Islam adalah sekumpulan dasar-
dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari al-Qur’an dan as-Sunnah dan
merupakan bangunan perekonomian yang didirikan diatas dasar-dasar tersebut
sesuai dengan lingkungan dan masyarakat.18
Definisi lain juga disampaikan oleh Dr. Yusuf Qardhawi, bahwa ekonomi
Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Sistem ini bertitik tolak
dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah dan menggunakan sarana yang tidak
lepas dari syariat Allah. Aktifitas ekonomi seperti produksi, distribusi,
konsumsi, import dan eksport tidak lepas dari titik tolak ketuhanan dan
bertujuan akhir untuk Tuhan.19
Ekonomi Islam yang dikemukakan S.M. Hasanuzzaman adalah
pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang
mencegah ketidak adilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber
daya guna memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka
melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.20
17 Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, Potan Arif Harahap (terj),
(Jakarta: Internusa, 1992), cet.I, h.19 18 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), cet.I,
h.245 19 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997),
cet.II, h.31 20 Rustam Effendi, Produksi Dalam Islam, (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2003), cet.I,
h.2-3
Sedangkan menurut H. Halide yang menjabat sebagai Kepala Pusat
Pengelolaan Data Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, bahwa ekonomi
Islam adalah kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari al-
Qur’an dan as-Sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi.
Menurutnya sebagai suatu sistem, ekonomi Islam menarik untuk dikaji karena
pertama, diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah yang melanda
ekonomi dunia. Timbulnya berbagai kepincangan dalam neraca pembayaran
negara-negara, resesi dan sebagainya pada masa akhir-akhir ini, semakin
terasa bahwa teori dan sistem ekonomi yang ada mungkin tidak berdaya lagi
menemukan alternatif penyelesaian. Kedua, ekonomi Islam sebagai suatu
sistem adalah cabang ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh ajaran agama
Islam.21
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari
ekonomi Islam adalah studi tentang problema-problema ekonomi dan institusi
yang berkaitan dengannya. Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari
tentang tata kehidupan kemasyarakatan dalam memenuhi kebutuhan untuk
mencapai ridha Allah. Dalam definisi ini terdapat tiga cakupan utama dalam
ekonomi Islam yaitu, tata kehidupan, pemenuhan kebutuhan dan ridha Allah
yang kesemuanya diilhami oleh nilai-nilai Islam yang bersumber dari al-
Qur’an dan as-Sunnah, yang akhirnya menunjukkan konsistensi antara niat
21 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1998), cet.I, h.3-4
karena Allah, kaifiat atau cara-cara dan ghayah atau tujuan dari setiap
manusia.22
Sebenarnya definisi ekonomi konvensional maupun ekonomi Islam tidak
jauh berbeda, hanya saja dalam ekonomi Islam lebih dititik beratkan pada
penetapan syariah dalam perilaku ekonomi dan dalam pembentukan sistem
ekonomi. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa kebahagiaan dunia merupakan
modal untuk meraih kebahagiaan yang hakiki, yaitu kebahagiaan akhirat.23
Sedangkan dasar hukum ekonomi Islam itu sendiri terdiri dari al-Qur’an,
al-Hadits, Ijtihad, Ijma, qiyas, ‘urf, istihsan, istishlah, istishab dan mashlaha
al-mursalah.
a. Al-Qur’an, adalah kallam Allah, merupakan mu’jizat yang diturunkan
(diwahyukan) kepada Rasulullah SAW yang di tulis di mushaf dan
diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Abd al-
Wahhab al-Khallaf dalam bukunya Ilmu Ushul al-Fiqh lebih jauh
mendefinisikan al-Qur’an adalah perkataan Allah yang diturunkan oleh
ruhul amin kedalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah, dengan
lafadz bahasa arab berikut artinya. Agar supaya menjadi hujjah bagi
22 Sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam, h.5 23 M. Daman Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
1999), cet.I, h.7
Rasulullah SAW bahwa dia adalah seorang utusan Allah, menjadi undang-
undang dasar bagi orang-orang yang mendapatkan petunjuk Allah.24
b. Al-Hadits, adalah berita yang berasal dari Nabi. Boleh jadi berita itu
berwujud perkataan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah), dan pengakuan atau
persetujuan terhadap perkataan orang lain (taqrir). Sedangkan sunnah
adalah perilaku Rasulullah yang berdimensi hukum; dengan demikian
dalam kapasitasnya sebagai Rasul.
Hadits adalah sesuatu yang bersifat teoritik, sedangkan sunnah adalah
pemberitaan sesungguhnya. Jika hadits menurut kaidah dan akan menjadi
asas prektek bagi kaum muslimin. Sementara sunnah merupakan sebagian
besar dan terutama fenomena praktik yang dilengkapi dengan norma-
norma perilaku. Hadits dan sunnah berfungsi sebagai petunjuk-petunjuk
praktis yang tidak dijelaskan secara lengkap dalam al-Qur’an.25
Justifikasi sunnah dan hadits sebagai dasar hukum Islam termuat dalam al-
Qur’an, Allah berfirman:
ی�أی��� ا���ی� ءام�&ا أ�X*&ا ا وأ�X*&ا ا���س&ل وأوE� اVم� م�0� -,ن
��� '�م�&ن �� وا��&م '��زE[ !- ��Fء -�د�وY إE� ا وا���س&ل إن آ
I� '9وی�خ�� وأ� )٥٩ :ا����ء (اVخ� ذ�
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah
Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu. Apabila terjadi pertengkaran
dalam sesuatu (masalah) maka pulanglah kepada Allah dan Rasul, jika
24 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004),
cet.III, h.26 25 Ibid., h.35-36
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An-
Nisa’: 59)
c. Ijtihad, adalah mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan
hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara terperinci yang bersifat
operasional dengan cara istimbat.26
Secara teknis, ijtihad berarti
meneruskan setiap usaha untuk menentukan sedikit banyaknya
kemungkinan suatu persoalan syariat. Pengaruh hukumnya ialah bahwa
pendapat yang diberikannya mungkin benar, walaupun mungkin saja
keliru. Jelaslah, asas-asas agama Islam seperti ke-Esaan Allah, diutusnya
para Nabi dan seterusnya tidak tepat merupakan subjek ijtihad. Menurut
al-Mawardi, ruang lingkup ijtihad sesudah wafatnya Nabi meliputi
delapan judul yang terpisah. Tujuh diantaranya terdiri dari penafsiran
terhadap ayat-ayat yang diwahyukan dengan suatu metode seperti analogi,
sedangkan yang kedelapan adalah kesimpulan arti lain dari ayat-ayat yang
diwahyukan, umpamanya dengan penalaran. Maka ijtihad mempercayai
sebagian pada proses penafsiran dan penafsiran kembali, dan sebagian
pada deduksi analogis dengan penalaran. Dengan majunya peradaban
manusia, kehidupan kita pada satu pihak, hari demi hari menjadi lebih
rumit, dan masalah-masalah sosial dan moral baru yang timbul dalam
masyarakat dari waktu kewaktu memerlukan pemecahan. Di pihak lain,
cakrawala mental dan intelektual juga meluas dengan kemajuan
26 Ibid., h.45
pengetahuan manusia. Akibatnya hokum Islam berkembang bersamaan
dengan munculnya masalah-masalah baru sejak zaman Nabi, dan
diciptakan serta diciptakan kembali, ditafsirkan dan ditafsirkan kembali
sesuai dengan keadaan-keadaan yang berubah. Karena itu, pandangan
kalangan Mu’tazilah bahwa ijtihad itu selalu benar hamper-hampir tidak
dapat diterima. Karena ijtihad terutama menghadapi persoalan syariat
yang timbul dalam masyarakat dari waktu kewaktu, maka ketentuan-
ketentuannya tidak sama untuk segala zaman mendatang. Dengan
berlalunya waktu, konsep kebutuhan hidup masyarakat, bila hal-hal lain
tetap sama, dituntut untuk berubah. Karena itu proses pemikiran kembali
dan penafsiran kembali harus diperkenankan tanpa gangguan, dengan
tetap memperhatikan perintah-perintah al-Qur’an dan as-Sunnah.27
Keberadaan ijtihad sebagai sebuah hukum dinyatakan dalam al-Qur’an
surat an-Nisa’ ayat 83, yang berbunyi:
وإذا �Sءه� أم� م � اVم� أو اN�&ف أذاF&ا �3 و�& رد�وY إE� ا���س&ل
�0�)F وإE� أوE� اVم� م��� �*(3 ا���ی� ی���b2&ن3 م��� و�&. -Oa ا
)٨٣ :ا����ء (3� .'�2*�� ا��b��cن إ.� I�)Lور�
Artinya: “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang
keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena
27 Muhammad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, M. Nastangin (terj),
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), h.35-36
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan,
kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)”. (QS. An-Nisa’: 83)
d. Ijma’, menurut istilah ushul ialah kesepakatan para mujtahid memutuskan
suatu masalah sesudah wafat Rasulullah SAW terhadap hukum syar’i
pada suatu peristiwa. Apabila terjadi suatu peristiwa, maka peristiwa itu
dikemukakan keadaan semua mujtahid di saat terjadinya. Para mujtahid
itu sepakat memutuskan / menentukan hukumnya.
Ketentuan hukum mengenai ijma’, dikatakan Rasulullah SAW:
“Umatku tidak akan sepakat untuk membuat kekeliruan”. (HR. Ibnu
Majah)
Ditinjau dari sudut menghasilkan hukum ini, maka ijma’ dapat dibagi dua:
1) Ijma’ Sharih, yaitu kesepakatan mujtahid terhadap hukum mengenai
suatu peristiwa. Masing-masing bebas mengeluarkan pendapat. Jelas
terlihat dalam fatwa dan dalam memutuskan suatu perkara. Tiap-tiap
mujtahid itu merupakan sumber hukum. Menurut jumhur ulama
disebut juga ijma haqiqi dan menjadi sumber hukum syariat.
2) Ijma’ Sukuti, sebagian mujtahid terang-terangan menyatakan
pendapatnya dengan fatwa, atau memutuskan suatu perkara. Sebagian
lagi hanya berdiam diri. Hal ini berarti dia menyetujui atau berbeda
pendapat terhadap yang dikemukakan itu dalam mengupas suatu
masalah. Menurut jumhur ulama ijma sukuti disebut juga dengan ijma
I’tibari, sumber hukum yang kedudukannya relative.28
e. Qiyas, adalah istilah ushul, yaitu mempersamakan peristiwa yang tidak
terdapat nash hukumnya dengan peristiwa yang terdapat nash bagi
hukumnya. Dalam hal hukum yang terdapat nash untuk menyamakan dua
peristiwa pada sebab hokum ini. Qiyas merupakan metode pertama yang
dipegang para mujtahid untuk meng-istimbath-kan hukum yang tidak
diterangkan nash, sebagai metode yang terkuat dan paling jelas.
f. ‘Urf, yaitu apa yang saling diketahui dan saling dijalani orang. Apa-apa
yang telah dibiasakan oleh masyarakat dan dijalankan terus menerus baik
berupa perkataan maupun perbuatan. ‘Urf disebut juga adat kebiasaan.
g. Istihsan, berarti menganggap baik terhadap sesuatu. Menurut istilah ulama
ushul, istihsan adalah memperbandingkan yang dilakukan oleh mujtahid
dari qiyas jalli (jelas) kepada qiyas khaffi (yang tersembunyi). Atau dari
hukum kulli kepada hukum istisna’i. Disini terdapat kecendrungan yang
lebih kuat untuk mencela perbandingan yang dikemukakan orang tentang
suatu peristiwa yang tidak didasarkan nash.29
Istihsan ternyata merupakan
suatu sarana yang lebih efektif dari pada qiyas dalam memasukkan unsur-
unsur baru, karena dalam hal ini ketentuan-ketentuan untuk menetapkan
persoalan adalah lebih mudah dari pada dalam qiyas, maka ia memberi
28 Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, h.47-48 29 Ibid., h.49-50
kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar. Hal yang diperlukan adalah
untuk melihat dalam unsur baru yang penggunaannya menghendaki
adanya suatu sifat yang dimiliki oleh suatu persoalan yang telah disetujui
atau dilarang oleh sumber-sumber dan sasaran yang tercapai.30
h. Istishlah, berarti melarang atau mengizinkan suatu hal semata-mata karena
ia memenuhi suatu “maksud yang baik” walaupun tidak ada bukti jelas
pada sumber yang diwahyukan untuk mendukung tindakan semacam itu.31
Istishlah menurut ulama ushul adalah menetapkan hukum suatu peristiwa
hukum yang tidak disebut nash, dan ijma, berlandaskan pada
pemeliharaan mashlahat al-mursalah, yaitu mashlahat yang tak ada dalil
dari syara’ yang menunjukkan diakuinya atau ditolaknya.32
i. Istishhab, artinya pelajaran yang diambil dari sahabat Rasulullah SAW.
Menurut istilah para ulama ushul, yaitu hokum terhadap sesuatu dengan
keadaan yang ada sebelumnya; sampai adanya dalil untuk mengubah
keadaan itu. Atau menjadikan hukum yang tetap di masa yang lalu itu,
tetap dipakai sampai sekarang, sampai ada dalil untuk mengubahnya.
j. Mashlahatul al-mursalah, ialah yang mutlak. Menurut istilah ahli ushul,
kemaslahatan yang tidak di-syariat-kan oleh syari’ dalam wujud hukum
didalam rangka menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapat dalil
yang membenarkan atau menyalahkan. Karenanya, maslahah al-mursalah
30 Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, h.38 31 Ibid., h.38 32 Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, h.50
itu disebut mutlak, lantaran tidak terdapat dalil yang menyatakan benar
dan salah.33
2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah
Dalam perekonomian Islam terkandung prinsip bahwa ikatan antara
kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat adalah erat, semata-mata
karena fitrah keduanya. Antara keduanya harus ada keselarasan dan
keserasian, bukan persaingan. Jika seorang individu mengambil kekayaan
masyarakat untuk dirinya sendiri tanpa mengindahkan hal-hal yang
berhubungan dengan kepentingan umum dan tanpa memperhatikan ketika ia
menyimpan dan menyalurkannya kecuali untuk kepentingan pribadinya, maka
bahayanya pun tidak hanya menimpa individu sendiri, tetapi pada akhirnya
kembali menimpa masyarakat.34
Adapun secara rinci dapat dikemukakan beberapa prinsip ekonomi
syariah, diantaranya:
a. Prinsip tauhid (Ilahiah)
Tauhid berarti keesaan, maksud keesaan disini adalah keyakinan akan
tunggalnya Allah.35
Dengan keyakinan (aqidah) ketuhanan ini manusia
dituntut untuk selalu mengarahkan tindakannya agar sesuai dengan tujuan
33 Ibid., h.51 34 Ahmad Dimyati (ed.), Islam dan Koperasi: Telaah Peran Serta Umat Islam dalam
Pengembangan Koperasi, (Jakarta: Koperasi Jasa Informasi, 1989), cet.I, h.50 35 Yusron Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), cet.II, h.1
syari’ah. Artinya, titik tolak dari ekonomi Islam adalah Ilahiah. Ini dapat
dipahami karena tujuannya adalah mencari ridha Allah. Dengan demikian
segala kegiatan ekonomi manusia, seperti produksi, distribusi, pertukaran
dan konsumsi diikatkan pada prinsip ketuhanan dan pada tujuan Ilahi.36
Sebagaimana firman Allah:
ه& ا���ي O*S 0�� اVرض ذ�&. -�مc&ا -! م��آ2�� وآ(&ا م� ر ز3L وإ3��
)١٥ :ا�^ (ا���c&ر
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah disegala penjuru-Nya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya.
Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. (QS. al-
Mulk: 15)
Dengan keyakinan yang mendalam seseorang terhadap Tuhannya akan
membangun kontrol yang intern dalam diri seseorang dengan hadirnya
“perasaan selalu ada yang mengawasi”. Keimanan seseorang akan
pengawasan Tuhannya didunia ini akan berimplikasi terhadap tidak
perlunya kepada semua pengawasan selain-Nya. Dengan prinsip ini
kegiatan ekonomi akan selalu produktif dan efisien.37
b. Prinsip keadilan
Allah adalah Dzat Yang Maha Adil. Dalam banyak ayat, Allah
memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Islam mendefinisikan adil
sebagai “tidak menzalimi dan tidak dizalimi”. Implikasi ekonomi dari nilai
adil ini adalah tidak menzalimi kaum, khususnya yang lemah sebagaimana
36 Sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam, h.43 37 Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, h.36
dalam ekonomi kapitalis. Islam juga tidak menzalimi hak individu
sebagaimana dalam ekonomi sosialis.38
Keadilan harus diterapkan dalam setiap aspek ekonomi. Keadilan dalam
produksi dan konsumsi adalah cara efesiensi dalam memberantas
keborosan. Adalah suatu kezaliman dan penindasan, apabila seseorang
dibiarkan berbuat terhadap hartanya sendiri dengan melampaui batas yang
telah ditetapkan dan bahkan sampai membiarkannya merampas hak orang
lain. Keadilan berarti kebijaksaan mengalokasikan sejumlah hasil tertentu
dari kegiatan ekonomi bagi mereka yang tidak mampu memasuki pasar
atau tidak mampu membelinya menurut kemampuan pasar. Karakter
pokok dari nilai keadilan diatas menunjukkan bahwa masyarakat ekonomi
harus memiliki sifat makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran
menurut syari’at Islamiyah.39
Keadilan merupakan pilar Islam,
sebagaimana firman Allah:
��gن L&م E)F أ.� . . . [ �0��آ&ن&ا L&�ام�� ]jB�ء ���"�i و. یh�م
)٨: ا��BHة( . . . �(��"&ى B�&ا اBF�&ا ه& أL�ب'*
Artinya: “…hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah menjadi saksi yang adil. Dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap sesuatu mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa… (QS. al-
Maidah: 8)
c. Prinsip khilafah (perwakilan)
38 Ibid., h.71 39 A.M. Saefudin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Rajawali Press,
1987), cet.I, h.66-68
Manusia adalah khalifah Tuhan di muka bumi dan telah dilengkapi dengan
perangkat akal dan spiritual yang jauh lebih sempurna dari makhluk yang
lain. Dalam menjalankan tugas sebagai khalifah, ia diberikan kebebasan
dengan dapat berfikir dan menalar untuk membedakan haq dan bathil, fair
dan unfair, serta menentukan arah hidup. Secara alami, manusia adalah
baik dan terhormat dan mampu berbuat kebaikan, menjaga kehormatan,
mengatasi permasalahan hidup selama ia masih menggunakan anugrah
akal dan hati nurani yang diberikan Allah padanya.40
Konsep khilafah telah menempatkan manusia pada posisi yang mulia
dimuka bumi, sebagaimana firman Allah:
Q+�)رض خVا !- OF�S ! إن Q0HI)� )٣٠ :ا�2"�ة ( . . . وإذ �Lل ر��
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman pada para malaikat:
sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi…
(QS. al-Baqarah: 30)
Dengan demikian kegiatan ekonomi dalam Islam dipandang sebagai salah
satu aspek dari pelaksanaan tanggung jawab manusia dibumi (khilafah).
Ada tiga nilai dasar kepemilikan manusia terhadap sumber-sumber
ekonomi yang ada di muka bumi, antara lain:
1) Manusia sebagai khilafah hanya diperkenankan untuk memiliki dan
memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang ada bukan untuk
menguasainya secara mutlak.
40 M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Islamisasi Ekonomi Kontemporer, (terj),
(Surabaya: Risalah Gusti, 1999), h.218
2) Pemilikan terhadap sumber-sumber ekonomi tersebut hanya terbatas
sepanjang umurnya.
3) Pemilikan secara pribadi tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber
ekonomi yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak.41
d. Prinsip keseimbangan
Keseimbangan merupakan nilai dasar yang pengaruhnya terlihat dari
berbagai aspek ekonomi muslim, misalnya kesederhanaan, berhemat dan
menjauhi pemborosan. Sebagaimana firman Allah:
L&ام� )٦٧ :ا�+��Lن (وا���ی� إذj أن+"&ا �� ی��-&ا و�� ی"��وا وآ�ن ��� ذ�
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir dan adalah (pembelanjaan itu)
ditengah-tengah antara yang demikian”. (QS. al-Furqan: 67)
Konsep keseimbangan ini tidak hanya timbangan kebaikan hasil usaha
diarahkan untuk dunia dan akhirat saja, tetapi juga berkaitan dengan
kepentingan atau kebebasan perorangan dengan kepentingan umum yang
harus dipelihara dan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
e. Prinsip kemanusiaan
Manusia dalam sistem ekonomi Islam adalah sasaran sekaligus sarana.
Tujuan dan sasaran utama Islam adalah merealisasikan “kehidupan yang
baik” bagi manusia dengan segala unsur dan pilarnya. Ekonomi Islam juga
bertujuan untuk memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya
41 Saefudin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, h.65
yang disyari’atkan. Manusia perlu hidup dengan pola kehidupan Rabbani
dan sekaligus manusiawi, sehingga ia mampu melaksanakan kewajiban
kepada Tuhan, kepada diri, kepada keluarga dan kepada manusia secara
umum.
Nilai kemanusiaan terhimpun dalam ekonomi Islam pada sejumlah nilai
yang ditunjukkan Islam didalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Misalnya
warisan, sebagai contoh dari nilai tersebut adalah nilai kemerdekaan dan
kemuliaan, kemanusiaan, keadilan, persaudaraan, saling mencintai dan
tolong menolong antar sesama manusia.42
Prinsip persaudaraan atau kekeluargaan juga menjadi tolak ukur. Tujuan
ekonomi Islam menciptakan manusia yang aman dan sejahtera. Faktor
kemanusiaan merupakan tujuan utama dalam ekonomi Islam. Ekonomi
Islam mengajarkan manusia untuk bekerjasama dan saling tolong
menolong.43
f. Prinsip kewajiban untuk berusaha (ikhtiar)
Manusia dengan segala fitrah kenisbiannya memang tidak merata dalam
memperoleh karunia Tuhan. Namun Tuhan tetap memberikan
kewenangan yang sama kepada manusia, yakni persamaan dalam
kesempatan untuk memperjuangkan hidup dalam mencapai kesejahteraan
42 Syed Nawab Haidar Naqvi, Etika dan Ilmu Ekonomi: Sebuah Sintesa Islam, Husin Amis
(terj), (Bandung: Mizan, 1985), cet.I, h.126-129 43 Djaslim Saladin, Konsep Dasar Ekonomi dan Lembaga Keuangan Islam, (Bandung: Linda
Karya, t.th.), h.8
dan kemakmuran. Islam menghendaki agar tidak ada tradisi-tradisi dalam
masyarakat yang menggambarkan perbedaan sosial yang bertujuan
melestarikan keistimewaan kelas sosial, sehingga menghambat seseorang
dalam perjuangannya untuk hidup sesuai dengan kemampuan dan
bakatnya. Islam selalu meletakkan prinsip ekonomi atas dasar alamiah,
sehingga kesempatan untuk berusaha dan berjuang tetap terbuka bagi
setiap orang dan dengan lugas Islam menghindari pengangguran.44
g. Prinsip kerjasama ekonomi
Kerjasama merupakan watak masyarakat ekonomi menurut ajaran Islam.
Kerja sama itu harus tercermin dalam segala tingkat kerjasama ekonomi,
baik produksi maupun distribusi berupa barang ataupun jasa.
Tindakan-tindakan bersama dalam ekonomi harus di ambil untuk
meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah kesengsaraan sosial,
seperti penindasan ekonomi, distribusi yang tidak adil dan merata.
Ekonomi yang berdasarkan saling membantu dan kerjasama ini dengan
sendirinya menghendaki adanya organisasi kerjasama dalam aktifitas
ekonomi. Nilai yang ada dalam prinsip ini adalah pengambilan keputusan
secara konsensus dimana semua peserta mempertanggungjawabkan
kepentingan bersama.45
44 Ahmad Dimyati (ed.), Islam dan Koperasi, h.60 45 Ibid., h.607
B. AKAD WADI’AH DAN MURABAHAH
1. Akad Wadi’ah
a. Pengertian Wadi’ah
Pengertian wadi’ah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai:
meninggalkan atau meletakkan. Yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain
untuk dipelihara atau dijaga.
Sedangkan menurut istilah wadi’ah adalah memberikan kekuasaan
kepada orang lain untuk menjaga hartanya/barangnya dengan secara
terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu.46
b. Landasan Hukum Wadi’ah
Ulama fiqh sepakat bahwa wadi’ah merupakan salah satu akad dalam
rangka tolong menolong sesama insan, disyariatkan dan dianjurkan dalam
Islam.
Para fuqoha juga telah sepakat mengenai hukum kebolehan menitip
dan meminta menitipkan barang kepada orang lain. Imam Malik
berpendapat bahwa menerima titipan itu tidak wajib sama sekali, karena
menerima titipan itu sunat apabila ia yakin dengan kemampuan dan
kejujuran dirinya.
Tidaklah dapat dipungkiri bahwa manusia itu memerlukan akad
wadi’ah ini dalam rangka mengurus harta benda. Namun hendaklah orang
yang akan dititipi itu atau orang yang diberi amanah untuk menerima
46 Tim Pengembangan,Bank Syari’ah, h.58
titipan itu mengetahui wadi’ah itu sendiri adalah memelihara dan menjaga
barang yang dititipkan dan penerima titipan telah menyanggupi untuk
memelihara barang titipan tersebut. Hal ini berlandaskan pada firman
Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 283 yaitu:
) ٢٨٣ :ا�2"�ة ( ... -,ن أم� �*�a*� �0a -(��د ا���ي اؤ'� أم�ن3� وm���� ا ر��3...
Artinya: ”Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah tuhannya”. (QS. Al-Baqarah: 283)
c. Rukun dan Syarat Wadi’ah
Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun wadi’ah ada tiga yaitu:
1) Barang yang dititipkan.
2) Orang yang berakad yaitu orang yang menitipkan dan orang yang
dititipi.
3) Sigot yaitu ijab (pernyataan menitipkan) dan qobul (pernyataan
menerima titipan).
Adapun syarat dari masing-masing rukun tersebut adalah pertama
yang berhubungan dengan objek atau barang yang dititipkan, antara lain:
1) Barang yang dititipkan hendaklah merupakan barang atau harta yang
boleh di manfaatkan menurut Islam, sehingga tidak sah menitipkan
sesuatu yang diharamkan dalam Islam seperti menitipkan minuman
keras dan anjing, kecuali anjing yang sah untuk dipelihara yaitu anjing
yang dapat digunakan untuk berburu dan anjing penjaga.
2) Barang yang dititipkan merupakan sesuatu yang berharga atau bernilai.
3) Barang yang dititipkan itu jelas dan dapat dikuasai (dipegang),
maksudnya yaitu barang yang dititipkan itu dapat diketahui
identitasnya dan dapat dikuasai untuk dijaga. Menurut ulama fiqh,
syarat kejelasan dan dapat dikuasai ini dianggap penting karena terkait
erat dengan masalah kerusakan barang titipan yang mungkin timbul
atau hilang selama barang dititipkan. Jika barang yang dititipkan tidak
dapat dikuasai oleh orang yang menerima titipan, maka apabila terjadi
kerusakan atau hilangnya barang titipan tersebut, orang yang dititipi
tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.
Syarat yang kedua adalah berhubungan dengan orang yang berakad.
Dalam hal ini disyaratkan hendaknya keduanya sah melakukan tindakan
pekerjaan tersebut. Menurut ulama mazhab Hanafi, orang yang berakad
hendaklah berakal. Sedangkan jumhur ulama mensyaratkan orang yang
berakad dalam wadi’ah sama seperti dalam hal menjadi wakil atau
perjanjian mewakilkan, yaitu baligh, berakal dan cerdas.
Syarat yang ketiga berhubungan dengan sigot, yaitu yang disyaratkan
keduanya menunjukkan adanya saling mempercayai. Menurut ulama
mazhab Hanafi, untuk ijab disyaratkan hendaknya dengan ucapan atau
dengan perbuatan. Ucapan itu sendiri dapat dilakukan secara sharih
(terang) maupun dilakukan dengan knayah (kiasan). Dan untuk qobul dari
orang yang menerima titipan juga adakalanya dilakukan secara terang-
terangan atau secara penunjukan, seperti orang yang dititipi diam saja
ketika barang diletakkan dihadapannya. Sedangkan ulama mazhab Syafi’i,
dalam masalah ijab dan qabul ini disyaratkan adanya ucapan yang keluar
dari salah seorang yang melakukan akad. Artinya tidak disyaratkan ucapan
itu keluar dari pihak yang menitipkan tetapi sah juga dari orang yang
dititipi. Dan ucapan itu juga dari orang yang dititipi. Dan ucapan itu juga
adakalanya sharih atau terang dan dengan knayah artinya dengan sindiran
atau kiasan. Sementara ulama mazhab Maliki tidak mensyaratkan ijab dan
qabul itu berupa ucapan, tetapi mereka mengatakan: bilamana seseorang
meletakkan barangnya dihadapan orang lain, lalu orang lain diam saja,
maka orang ini berkewajiban untuk memelihara barang tersebut. Sebab
sikap diamnya itu menjadikan barang tersebut menjadi titipan padanya,
kecuali jika ia memang menolak.
d. Macam-Macam Wadi’ah
Adapun macam-macam wadi’ah antara lain:47
1) Wadi’ah yad al-amanah
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
47 Ibid., h.60
a) Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan
digunakan oleh penerima titipan.
b) Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang
bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan
tanpa boleh memanfaatkan.
c) Penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada
yang menitipkan.
d) Aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah
jasa penitipan atau safe deposit box.
2) Wadi’ah yad ad-domanah
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan
oleh yang menerima titipan.
b) Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut
tentu menghasilkan manfaat kepada sipenitip. Semua manfaat dan
keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang tersebut
menjadi hak penyimpan.
c) Produk bank yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan.
d) Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang
dihitung berdasarkan presentase yang telah ditetapkan. Adapun
pada bank syariah, pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak
boleh disebutkan dalam kontrak ataupun dijanjikan dalam akad,
tetapi benar-benar pemberian sepihak sebagai tanda terima kasih
dari pihak bank.
e) Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan
manajemen bank syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini
penekanannya adalah titipan.
f) Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena
pada prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang
dapat diambil setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat
ditarik dengan cek atau alat lain yang dipersamakan. Cara
pengembangannya harus yang diakui oleh syariat, yaitu
berdasarkan keikutsertaan pemilik harta yang disimpan bank
sebagai titipan sampai batas waktu tertentu, dalam soal laba yang
dihasilkan dari praktek-praktek pengembangan maupun kerugian
secara teratur, sesuai dengan sistem perbankan kini dalam batas-
batas syariat Islam. Dan dalam masalah ini, transaksi secara Islam
yang paling mirip adalah qiradh atau mudharabah.
2. Akad Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Pengertian murabahah dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu
sudut pandang fiqh dan sudut pandang tehnis perbankan.
Dari sudut pandang fiqh, murabahah merupakan akad jual beli atas
barang tertentu dimana penjual menyebutkan harga pembelian barang
kepada pembeli, kemudian penjual mensyaratkan atas keuntungan dalam
jumlah tertentu.
Adapun dari sudut pandang tehnik perbankan, murabahah merupakan
akad penyediaan barang berdasarkan akad jual beli dimana bank
memberikan kebutuhan investasi nasabah ditambah dengan keuntungan
yang telah disepakati.
b. Landasan Hukum Murabahah
Dasar hukum akad murabahah adalah:
�F رة�h' إ.� أن '0&ن OX�2��� �0�ی�أی��� ا���ی� ءام�&ا .'9آ(&ا أم&ا�0� ��
�0� )٢٩: ا����ء (… '�اض م
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu…”.
(QS. Al-Nisa’: 29)
c. Rukun dan Syarat Murabahah
Murabahah merupakan suatu transaksi jual beli, dengan demikian
rukun-rukunnya pun sama dengan rukun jual beli, yaitu:
1) Sighat, yaitu ijab dan qabul.
2) Ada orang yang berakad (al-muta’aqidain) dalam hal ini penjual dan
pembeli.
3) Al-ma’qud alaih yaitu barang yang diperjualbelikan.
4) Harga barang yang diperjualbelikan.48
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai rukun jual beli diatas adalah
sebagai berikut:
1) Syarat yang terkait dengan ijab qabul.
Ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul adalah
sebagai berikut:
a) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal menurut
jumhur ulama.
b) Qabul sesuai dengan ijab.
c) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis.49
2) Syarat orang berakad.
Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan aqad jual beli
harus memenuhi syarat:
a) Baligh dan berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan oleh
anak kecil yang belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak
sah.
b) Yang melakukan aqad itu adalah orang yang berbeda.
48 Yusuf Qardhawi, Bai’ al-murabahah li al-amr bi’ al-syarra’I kama Tajriyah al-Masyarif
al-Islamiyah, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1995), h.19 49 Nasroen Haroen, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h.116
3) Syarat harga barang dan barang yang diperjualbelikan.
Para ulama membedakan syarat harga barang dengan barang yang
diperjualbelikan. Menurut mereka, syarat harga barang adalah harga
pasar yang berlaku ditengah masyarakat secara aktual. Para ulama fiqh
mengemukakan syarat-syarat harga barang adalah:
a) Harga yang disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas
jumlahnya.
b) Boleh diserahkan pada waktu aqad atau dibayarkan kemudian.
c) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan
barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar adalah bukan
barang yang diharamkan syara’, seperti babi dan khamar, karena
kedua jenis benda ini tidak bernilai dalam syara’.50
Sedangkan syarat-syarat barang yang diperjualbelikan adalah:
a) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat tetapi penjual menyatakan
kesanggupan untuk menyediakan barang tersebut.
b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
c) Milik seseorang.
d) Boleh diserahkan pada saat akad berlangsung, atau pada waktu
yang disepakati bersama ketika transaksi itu berlangsung.
Adapun syarat-syarat khusus murabahah adalah sebagai berikut:
a) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.
50 Ibid., h.119
b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c) Kontrak harus bebas dari riba.
d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat pada
barang sudah pembelian.
e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.51
f) Secara prinsip, jika syarat dalam point 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi
maka pembeli memiliki pilihan sebagai berikut:
• Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
• Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas
barang yang dijual.
• Membatalkan kontrak.
Jual beli secara murabahah diatas hanya untuk barang atau produk
yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan
berkontrak. Bila produk tidak dimiliki penjual, sistem yang digunakan
murabahah kepada pemesan pembelian, hal ini dinamakan demikian
karena sipenjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi
kebutuhan sipembeli yang memesannya.
d. Jenis-Jenis Murabahah
51 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendekiawan, (Jakarta:
Tazkia Institute, 1999), h.122
Seiring dengan perkembangan pemikiran tentang perbankan syariah,
murabahah pun telah mengalami perluasan konsep. Jika sebelumnya
hanya terdapat satu jenis murabahah, maka kini telah berkembang menjadi
dua jenis konsep mengenai murabahah.
Dua jenis konsep tersebut adalah sebagaimana penjelasan sebagai
berikut ini:
1) Murabahah Murni
Murabahah ini adalah sebagaimana penjelasan diatas, yaitu dalam
konteks jika barang yang dijual oleh penjual telah dimiliki oleh
penjual pada saat negosiasi dan akad.
Adapun jika barang tersebut tidak sedang dimiliki oleh penjual, maka
dikenal bentuk lain yaitu murabahah kepada pemesan pembelian.
2) Murabahah kepada Pemesan Pembeli
Murabahah kepada pemesan pembelian ini adalah bukan murabahah
murni tetapi merupakan kombinasi antara konsep bai’ murabahah
dengan konsep bai’ salam.52
e. Manfaat dan Resiko Murabahah
Setiap kegiatan dalam usaha perbankan selalu ada saja manfaat dan
resiko yang harus dihadapi oleh seorang pelaku bisnis, dalam kegiatan
52 Ibid., h.123
murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus
diantisipasi.
Murabahah memberi banyak manfaat bagi BMT. Salah satunya adalah
adanya keuntungan yang didapat dari selisih harga beli dari penjual
dengan harga jual kepada nasabah.53
Diantara resiko yang harus dihadapi oleh sebuah lembaga keuangan
dalam hal ini khususnya BMT antara lain:
1) Kelalaian dari pihak nasabah yang dengan sengaja tidak membayar
angsuran.
2) Fluktuasi harga komparatif; ini terjadi bila harga suatu barang dipasar
naik setelah BMT membelikannya untuk nasabah. BMT tidak bisa
mengubah harga jual yang telah ditentukan diawal akad.
3) Penolakan yang dilakukan nasabah karena disebabkan oleh beberapa
sebab. Bisa jadi karena barang yang diterima rusak dalam perjalanan
sehingga nasabah tidak mau menerima barang tersebut. Kemungkinan
lain adalah spesifikasi barang tidak sesuai dengan keinginan nasabah.
Bila BMT telah menandatangani kontrak pembelian dengan
penjualnya, maka barang tersebut menjadi milik BMT. Dengan
demikian BMT mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak
lain.
53 Ibid., h.127
4) Dijual, karena murabahah bersifat jual beli dengan hutang maka ketika
kontrak ditandatangani, maka barang tersebut menjadi milik nasabah.
Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut,
termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, maka resiko
kelalaian akan makin besar54
54 Ibid., h.127-128
BAB III
GAMBARAN UMUM BMT
A. BMT
1. Pengertian BMT
BMT merupakan kependekan dari Baitul Maal Wat Tamwil atau dapat
juga ditulis Baitul Maal wa Baitul Tanwil. Secara Harfiah (lughowi) Baitul
Maal berarti rumah dana dan Baitul Tamwil berarti rumah usaha.55
Dari
pengertian itu dapat dipahami bahwa pola pengembangan institusi keuangan
ini di adopsi dari Bayt al-Maal yang pernah dan sempat tumbuh dan
berkembang pada masa Nabi SAW dan Khulafa’ al-Rasyidin.56
BMT yang dalam terminology disebut Balai Usaha Mandiri Terpadu
adalah lembaga usaha ekonomi kerakyatan yang dapat dan mampu menangani
masalah-masalah usaha kecil kebawah berdasarkan sistem bagi hasil dengan
memanfaatkan potensi jaminan dalam lingkungannya sendiri.57
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) adalah Balai Usaha Mandiri Terpadu
yang isinya Bayt Al-Maal wa Tamwil dengan kegiatan mengembangkan
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan
55 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press,
2004), h.126 56 A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan), (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), h.183 57 Baihaqi Abd. Madjid dan Saefuddin A. Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan
Sistem Syariah, Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia, (Jakarta: PINBUK, 2000), h.182
ekonomi pengusaha kecil dan menengah antara lain dengan mendorong
kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi lainnya.
Selain itu BMT juga bisa menerima titipan zakat, infaq dan shadaqah, serta
menyalurkannya sesuai dengan peraturan-peraturan dan amanatnya.58
Baitul Maal merupakan sebuah lembaga keuangan Islam yang mempunyai
peranan penting dalam tatanan dalam ekonomi Islam. Lembaga keuangan ini
banyak memberikan kontribusi dalam membangun perekonomian umat Islam
bahkan hingga mampu mensejahterakan umat.59
Pada dasarnya BMT dibangun di atas prinsip-prinsip yang didasarkan
pada cara pandang holistic dan integral, dalam menangani pembangunan
bangsa. Adapun yang dimaksud dengan cara pandang holistic adalah cara
pandang yang didasarkan pada al-Qur’an. Dan cara pandang integral adalah
cara pandang yang digunakan oleh para pendiri Republik Indonesia, dan
tersimpul dalam Pancasila UUD 1945.60
2. Visi dan Misi BMT
Visi BMT harus mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi
lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (anggota dalam
arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah
58 Djazuli dan Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, h.183 59 Mustafa Kamal, Wawasan Islam dan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997), h.207 60 Madjid dan Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, h.211
SWT, memakmurkan kehidupan anggota khususnya dan masyarakat
umumnya.
Titik tekan perumusan visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang
profesional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah.61
Ibadah harus
dipahami dalam arti luas, yakni tidak saja mencakup aspek ritual peribadatan
seperti shalat misalnya, tetapi lebih luas mencakup aspek kehidupan.
Sehingga setiap kegiatan BMT harus berorientasi pada upaya mewujudkan
ekonomi yang adil dan makmur.
Masing-masing BMT dapat saja merumuskan visinya sendiri. Karena visi
sangat dipengaruhi oleh lingkungan bisnisnya, latar belakang masyarakatnya
serta visi para pendirinya. Namun demikian, prinsip perumusan visi harus
sama dan tetap dipegang teguh karena visi sifatnya jangka panjang.
Dilihat dari sisi visi dan orientasi yang dimiliki oleh BMT, tampak
lembaga BMT memikul suatu tugas dan tanggung jawab yang sangat besar.
BMT hendaknya mampu menjamin pengembangan usaha kecil dan menengah
menjadi lebih baik. Tatkala masyarakat dihadapkan kepada kesulitan
memenuhi kebutuhan ekonomi dan disertai dengan kebutuhan lapangan kerja
yang tinggi maka BMT dianggap memiliki kompetensi dalam membangkitkan
kembali minat wirausaha masyarakat.
61 Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, h.127
Keadaan ini hendaknya dilihat sebagai peluang yang positif. Di saat
kalangan usaha kecil dan menengah mulai beralih memanfaatkan pelayanan
jasa keuangan syariah yang ditawarkan oleh BMT.
Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan
perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran,
berkemajuan, serta makmur-maju berkeadilan berlandaskan syariah dan ridho
Allah SWT.62
Maka dapat dipahami bahwa misi BMT bukanlah semata-mata mencari
keuntungan dan penumpukan laba-modal pada segolongan orang kaya, tetapi
lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai
dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Masyarakat ekonomi kelas bawah-
mikro harus didorong untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan
penyertaan modal, sehingga mereka dapat menikmati hasil-hasil BMT.
3. Ciri-Ciri BMT
Adapun ciri-ciri BMT adalah sebagai berikut:
a. Usahanya dimaksud untuk mendorong sikap dan perilaku menabung dari
masyarakat banyak dengan menerima simpanan atas dasar balas jasa
berdasarkan bagi hasil.
b. Pengelolannya secara profesional persis mengikuti administrasi
pembukuan dan prosedur perbankan (namun bukan lembaga perbankan).
62 Ibid., h.127-128
Dengan pengecualian tidak mengharuskan pakai jaminan uang atau harta
benda untuk jumlah pinjaman yang kecil.
c. Modal awal untuk mendirikan BMT, lebih kurang Rp. 5.000.000,- sampai
dengan Rp. 10.000.000,- ditambah dengan fasilitas/sarana sekitar Rp.
1.000.000,- sampai dengan Rp. 1.500.000,-.
d. Pendirinya sebagai anggota inti, terdapat sekelompok orang (20 sampai 40
orang) disekitar lokasi tempat didirikan BMT, yang diharapkan bersedia
urunan modal awal.
e. Biaya operasionalnya sangat rendah, antara lain karena jumlah stafnya
kecil dan dapat beroperasi pada kondisi yang tidak mewah.
f. Jaminannya adalah dengan mengutamakan kepercayaan, (rekomendasi)
tokoh setempat dan/atau tanggung renteng, saling kenal karena daerah
operasinya tidak terlalu luas.
g. Mitra operasinya terintegrasi dengan lembaga lokal; misalnya pengajian,
lingkungan masjid dan pesantren.63
4. Tujuan didirikan BMT
Lembaga mikro ini pada awalnya pendiriannya menfokuskan diri untuk
meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui pemberian pinjaman
modal. Pemberian modal pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan
63 Madjid dan Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, h.182-183
ekonomi para peminjam. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, BMT
memainkan peran dan fungsinya dalam beberapa hal:
a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan
mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat
dan daerah kerjanya.
b. Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih professional dan
islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan
global.
c. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan anggota. Setelah itu BMT dapat melakukan
penggalangan dan mobilisasi atas potensi tersebut sehingga mampu
melahirkan nilai tambah kepada anggota dan masyarakat sekitar.
d. Menjadi perantara keuangan antara agniyah sebagai shohibul maal dengan
dhu’afah sebagai mudhorib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat,
infaq, shadaqah, wakaf, hibah, dan lain-lain. BMT dalam fungsi ini
bertindak sebagai amil yang bertugas untuk menerima dana zakat, infaq,
sadaqah, dan dana sosial lainnya dan untuk selanjutnya akan disalurkan
kembali kepada golongan-golongan yang membutuhkannya (dhu’afah).
e. Menjadi perantara keuangan, antara pemilik dana, baik sebagai pemodal
maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha
produktif.64
5. Prinsip Operasional BMT
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan salah satu lembaga keuangan
syariah. Layaknya lembaga keuangan syariah lainnya, maka dalam kegiatan
operasionalnya BMT menggunakan 3 prinsip, yaitu: prinsip bagi hasil, jual
beli dengan marjin keuntungan serta prinsip sosial. Ketiga prinsip ini
digunakan dalam bentuk pembiayaan dan penyerahan dana, berikut penjelasan
masing-masing prinsip tersebut:
a. Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian
hasil usaha antara pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana.
Pembagian hasil usaha ini dituangkan dalam bentuk nisbah yang
disepakati antara BMT dengan pengelola dana (mudharib) dan antara
BMT dengan penyedia dana (shahibul maal/penabung) pada saat akad
dilaksanakan. Misalnya nisbah bagi hasil antara nasabah penyimpan dana
dengan BMT adalah 65:35 dan nisbah peminjam dengan pihak BMT
64 Muhammad, Lembaga Ekonomi Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h.60
adalah 50:50. Bentuk produk yang dikembangkan BMT dengan
menggunakan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah.65
b. Prinsip Jual Beli dengan Marjin Keuntungan
Pada prinsip ini diterapkan tata cara jual beli, dimana BMT
mengangkat nasabah sebagai agen BMT dan nasabah dalam kapasitasnya
sebagai agen BMT melakukan pembelian atas nama BMT, kemudian
BMT akan bertindak sebagai penjual dan menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi
BMT.66
Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah jual beli
murabahah dan bai’ bitsaman ajil.67
c. Prinsip Sosial
Penggunaan prinsip ini dalam operasional BMT adalah sebagai bentuk
solidaritas BMT, dengan memberikan pembiayaan yang bersifat sosial,
tanpa adanya suatu bagi hasil atau keuntungan yang akan didapat oleh
BMT. Prinsip ini digunakan untuk pembiayaan kebajikan dalam produk
pembiayaan qardhul hasan.
65 Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,
(Yogyakarta: Dana Bhakti, 1992), h.88 66 Ibid. 67 Murabahah umumnya digunakan untuk barang-barang konsumtif sedangkan bai’ bitsaman
ajil digunakan dalam pembelian barang-barang modal
6. Produk-Produk BMT
Jenis-jenis usaha BMT sebenarnya di modifikasi dari produk perbankan
Islam. Oleh karena itu, usaha BMT dapat dibagi kepada dua bagian utama
yaitu: memobilisasi simpanan dari anggota dan usaha pembiayaan.68
Sesuai dengan fungsi dan prosedur penarikan, BMT menawarkan berbagai
jenis produk yang dikumpulkan dan disalurkan kembali kepada masyarakat.
Produk BMT tersebut mencakup atas69
:
a. Produk penghimpun dana
Penghimpun dana oleh BMT diperoleh melalui simpanan yaitu dana
yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan di sektor
produktif dalam bentuk pembiayaan.70
Pelayanan jasa simpanan yang dilakukan BMT merupakan suatu
bentuk simpanan yang terikat dan tidak terikat atas jangka waktu dan
syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya. Berkenaan
dengan hal tersebut, maka jenis simpanan yang dapat ditawarkan oleh
BMT relatif sangat beragam sesuai dengan kebutuhan dan kemudahan
yang dimiliki simpanan tersebut.71
Simpanan ini dapat berbentuk
68 Djazuli dan Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, h.191 69 Ahmad Hasan Ridwan, BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah,
(Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h.124 70 Hendarto Widodo, Ak, et al., Panduan Praktis Operasional BMT, (Bandung: Mizan, 1999),
h.83 71 Hasan Ridwan, BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, h.124
simpanan (tabungan) wadi’ah dan simpanan mudharabah jangka pendek
dan jangka panjang.72
Sedangkan transaksi yang mendasari berlaku simpanan di BMT adalah
akad wadi’ah dan mudharabah.
1) Simpanan Wadi’ah, adalah titipan dana yang dilakukan setiap waktu
dan dapat ditarik pemilik atau nasabah dengan cara mengeluarkan
semacam surat berharga pemindah bukuan/transfer dan perintah
membayar lainnya. Penabung memiliki motivasi hanya untuk
keamanan uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang
ditabung. Namun demikian, BMT tetap memberikan bagi hasil dengan
nisbah penabung sangat kecil.
2) Simpanan Mudharabah, adalah simpanan para pemilik dana yang
penyetoran dan atau penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Simpanan mudharabah
ini tidak dikenai biaya, karena BMT bertujuan memperoleh laba dari
BMT menurut prinsip bagi hasil.
Jenis-jenis simpanan yang menggunakan akad mudharabah dapat
dikembangkan ke dalam berbagai simpanan, antara lain:
a) Simpanan pendidikan
b) Simpanan haji
72 Widodo, Panduan Praktis Operasional BMT, h.83
c) Simpanan umrah
d) Simpanan qurban
e) Simpanan idul fitri
f) Simpanan walimah
g) Simpanan aqikah
h) Simpanan perumahan
i) Simpanan kesehatan.73
Selain kedua jenis simpanan tersebut, BMT juga mengelola dana
ibadah seperti zakat, infak dan shadaqah (ZIS) yang dalam hal ini BMT
berfungsi sebagai amil. Dalam hal ini, BMT berfungsi menggalang dana
dari masyarakat untuk kepentingan sosial agama. BMT dan nasabah tidak
mendapat keuntungan dari jenis produk ini karena dana yang diperoleh
sepenuhnya untuk kepentingan sosial.
b. Produk penyaluran dana
Pinjaman dana yang diberikan oleh BMT kepada masyarakat disebut
kredit pembiayaan. Kredit pembiayaan merupakan suatu fasilitas produk
yang diberikan oleh BMT kepada anggotanya digunakan sebagai dana
pendukung kegiatan usaha. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dari
kredit pembiayaan antara lain: pertanian, perdagangan dan jasa.74
73 Djazuli dan Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, h.191 74 Hasan Ridwan, BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, h.125
Penyaluran dana BMT kepada nasabah terdiri atas dua jenis akad
yaitu: pertama, pembiayaan dengan sistem bagi hasil. Kedua, jual beli
(ba’i) dengan pembayaran ditangguhkan.75
Di antara pembiayaan yang
sudah umum dikembangkan oleh BMT maupun lembaga keuangan
syariah lainnya adalah76
:
1) Pembiayaan mudharabah. Pembiayaan dengan akad syirkah adalah
suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dan anggota, dimana BMT
menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja. Sedangkan
peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan
usaha.
2) Pembiayaan musyarakah. Pembiayaan dengan akad syirkah adalah
penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu kegiatan, dimana
terjadinya kesepakatan untuk menanggung resiko dan keuntungan
yang berimbang sesuai dengan nominal.
3) Pembiayaan Murabahah. Pembiayaan dengan akad jual beli, yang pada
dasarnya merupakan kesepakatan antara BMT dengan pemberi modal
dan anggota sebagai peminjam. Prinsip yang digunakan adalah sama
seperti pembiayaan ba’i bitsaman ajil, tetapi proses pengembaliannya
akan dibayarkan pada saat jatuh tempo. Pembiayaan ini diberikan
75 Widodo, Panduan Praktis Operasional BMT, h.83 76 Ibid., h.126
untuk jangka waktu pendek, tidak lebih dari enam sampai sembilan
bulan atau lebih dari itu.
4) Pembiayaan ba’i bitsaman ajil. Pembiayaan dengan akad jual beli,
dimana perjanjian pembiayaannya yang disepakati antara BMT dengan
anggotanya, dimana BMT menyediakan dana investasi atau berupa
pembelian barang modal dan usaha anggota yang kemudian proses
pembayarannya secara mencicil atau angsuran.
5) Pembiayaan qardhu hasan. Pembiayaan dengan akad ibadah adalah
perjanjian antara BMT dengan anggotanya. Hanya anggota yang
dianggap layak yang dapat diberi pinjaman semacam ini. Kegiatan
yang dimungkinkan untuk diberikan pembiayaan ini adalah para
anggota yang terdesak dalam melakukan kewajiban-kewajiban non
usaha atau pengusaha yang menginginkan usahanya bangkit kembali
dari kepailitan yang disebabkan karena ketidakmampuan melunasi
kewajiban membayar kredit. Anggota (nasabah) cukup
mengembalikan pinjaman sesuai dengan nilai yang diberikan oleh
BMT, firman Allah SWT.
3� 3+F�a�- �� )١١ :ا�B7یB( و3� أS� آ�ی�م�� ذا ا���ي ی"�ض ا L�ض� ��
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman
yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”. (QS. Al-
Hadid: 11)
Produk-produk kegiatan usaha tersebut merupakan daya tawar positif
yang dimiliki oleh BMT sebagai salah satu instrumen lembaga keuangan
syariah. Tingkat akuntabilitas BMT baik dari segi penawaran maupun
profitabilitas produk relatif dapat dipertanggungjawabkan sebagai salah
satu lembaga pemberdayaan ekonomi masyarakat karena orientasi
pasarnya adalah sektor usaha kecil dan menengah. Dengan kata lain, BMT
merupakan mitra usaha yang paling utama bagi kalangan usaha kecil dan
menengah.
Dalam memberikan sebuah pembiayaan, BMT hanya menganalisa
calon nasabah pembiayaan dengan menerapkan prinsip analisa
pembiayaan. Prinsip analisa ini umum dipakai pada lembaga keuangan
bank yang dikenal dengan 5C. Pada dasarnya prinsip 5C dapat
memberikan informasi mengenai i’tikad baik (willingness to pay) dan
kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi pinjaman
beserta bagi hasilnya, 77
yaitu:
1) Character (karakter), adalah penilaian terhadap karakter atau
kepribadian (watak) dan perilaku peminjam secara individual maupun
dalam komonitas usahanya dengan tujuan untuk memperkirakan
kemauan peminjam melunasi kewajibannya (willingness to pay).
Menurut Dahlan Siamat “penilaian karakter ini memperhatikan
77 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: LP. Fakultas Ekonomi UI,
2001), edisi ke-3, h.171
terutama sifat-sifat sebagai berikut: kejujuran, ketulusan, kecerdasan,
kesehatan, kebiasaan-kebiasaan, tempramental, kaku membanggakan
diri secara berlebihan dan sebagainya”.78
Prinsip ini sangat penting
dalam pemberian pembiayaan.
2) Capacity (kemampuan), berkaitan dengan kemampuan peminjam
mengelola usahanya secara sehat untuk kemudian memperoleh laba
sesuai yang diperkirakan. Penilaian kemampuan tersebut perlu untuk
mengetahui sejauh mana hasil usaha debitur dapat membayar semua
kewajibannya (ability to pay) tepat pada waktunya sesuai dengan
perjanjian pembiayaan.79
Kemampuan dapat diukur dengan catatan
prestasi peminjam dimasa lalu yang didukung dengan pengamatan
dilapangan atas pabrik, toko atau kondisi usahanya.
3) Capital (modal), penilaian modal dilakukan untuk melihat apakah
debitur memiliki modal yang memadai untuk menjalankan usahanya.
Semakin tinggi modal yang dimiliki akan semakin baik karena dapat
memohon pembiayaan semakin besar. Meskipun demikian,
pembiayaan yang diberikan tidak melebihi modal yang ditanamkan
debitur.
4) Calateral (jaminan), penilaian barang jaminan yang diserahkan debitur
sebagai jaminan atas pembiayaan yang diperoleh adalah untuk
78 Ibid. 79 Ibid., h.172
mengetahui sejauh mana nilai barang jaminan atau agunan tersebut
dapat menutupi resiko kegagalan pengembalian kewajiban-kewajiban
debitur. Fungsi jaminan ini adalah sebagai pengaman terhadap
kemungkinan tidak mampunya debitur melunasi kewajibannya.80
Pada
BMT, jaminan tidak hanya berupa surat-surat kepemilikan barang
bergerak, namun juga dapat berupa tabungan atau simpanan dengan
jumlah tertentu. Untuk itu seorang calon peminjam harus menjadi
nasabah, jumlah tabungannya paling sedikit selama 3 bulan dan aktif
menabung, barulah dapat mengajukan permohonan pembiayaan.
5) Condition of Economy (kondisi ekonomi), berkaitan dengan keadaan
perekonomian suatu saat yang secara langsung mempengaruhi
kegiatan usaha debitur. Analisa ini perlu memperhatikan peraturan-
peraturan dan kebijakan pemerintah yang mungkin akan berdampak
pada perekonomian secara regional, nasional dan internasional
terutama yang berhubungan dengan sektor usaha debitur.81
80 Ibid. 81 Ibid.
B. BMT CITA SEJAHTERA
1. Sejarah dan Struktur Organisasi
a. Sejarah Berdiri
Sejarah berdirinya BMT Cita Sejahtera di latar belakangi keinginan
yang besar untuk berperan serta dalam meningkatkan pembangunan
nasional dengan membantu usaha mikro (kecil bawah) yang lebih dari
92% merupakan struktur pengusaha nasional kita. Salah satu faktor tidak
berkembangnya usaha mikro adalah kesulitan mereka pada masalah
permodalan, sementara mereka tidak mengenal bank atau lembaga
keuangan dan atau sulit mengaksesnya.
Koperasi Serba Usaha Syariah (KSUS) Cita Sejahtera berdiri sejak 1
Juni 2004 yang kelahiran dan proses perkembangannya dipelopori oleh
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas
Islam Negeri (UIN) Jakarta sebuah lembaga yang konsen dalam
pengembangan ekonomi Islam di Indonesia. Dan Baitul Maal wat Tamwil
(BMT) Cita Sejahtera yang mulai beroperasi Juli 2004 merupakan salah
satu unit usaha dari Koperasi Serba Usaha Syariah Cita Sejahtera sebagai
sebuah lembaga keuangan mikro Syariah yang usaha pokoknya
menghimpun dana pihak ketiga (deposan) dan memberikan atau
menyalurkan pembiayaan-pembiayaan kepada usaha-usaha produktif
pengusaha atau pedagang kecil dengan memadukan kegiatan ekonomi dan
sosial masyarakat setempat. Pada tahun 2007 dibentuklah Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS) Cita Sejahtera yang nantinya akan menjadi
payung hukum bagi BMT Cita Sejahtera.
Koperasi Serba Usaha Syariah Cita Sejahtera berusaha melakukan
penyaluran dananya melalui Baitul Maal wat Tamwil Cita Sejahtera yang
berasal dari sumber dana amanah untuk memberdayakan kelompok usaha
mikro yang bergerak di sektor informal, yang pada umumnya tidak
bankable terutama dari segi persyaratan formalnya.
Tahun 2007 BMT Cita Sejahtera dinaungi oleh dua badan hukum yaitu
KSU Syariah Cita Sejahtera dan KJKS Cita Sejahtera. KSU Syariah Cita
Sejahtera berdiri tahun 2004 dan KJKS Cita Sejahtera berdiri tahun 2007.
KSU Syariah Cita Sejahtera menyerahkan kepengelolaan BMT Cita
Sejahtera kepada KJKS Cita Sejahtera, sehingga jika pekerjaan internal
KJKS sudah selesai maka BMT Cita Sejahtera akan dipayungi oleh KJKS
Cita Sejahtera. Adapun masing-masing pendiri keduanya adalah :
Badan Pendiri KSU Syariah Cita Sejahtera
P3EI UIN Jakarta Muhammad Maftuh, S.Sos
Ir. H. Muhandis Natadiwirya, MM Rina Destriana, S.Sos
Dr. Ir. Murasa Sarkaniputra Ir. Herry Santoso
Zubair Ahmad, M.Ag Inayah
Euis Amalia, M. Ag Dra. Choirul Hidayati
Ir. Mudatsir Najamuddin, MM Nurul Karmila
AM. Hasan Ali, M.Ag Tugimin
Muhammad Zein, S.Ag Zulpawati,M.Ag
Muzazin, SE., M.Ag Sampe Sardjito
Dwi Nur'aini Ihsan, SE., MM Siti Djuariah
Gusniarti, M.Ag Achmad Satiri, M.Ag
Ir. Armaeni Dwi Humairah, M.Si
Daftar Anggota Pendiri
KJKS BMT Cita Sejahtera Ciputat
Azhar Ahmad Mas Muhammad Zen
Arif Mufraini Murasa Sarkani Putra
Aslichan Burhan H Murodi
Bubung Lukman H Muzakir
Dwi Nur’aini Ihsan Muzazin, SE
Euis Amalia, M.Ag Noviati
Gusniarti Nur Fidiyar
Henry Faisal Noor Ria Arika
Ismail Sudhardho Mahartomo
Makhdum Priyatno Sutomo
Moh. Faisal Soewondo
Moh. Khoirul Anam Uung Ibnu Shobari
Moh. Fadlillah F Wahyu Aris D
Mohamad Sholeh Zubair, M.Ag
Muhammad Maftuh
b. Struktur Organisasi
Adapun struktur organisasi pada BMT Cita Sejahtera adalah sebagai
berikut:
STRUKTUR ORGANISASI
BMT CITA SEJAHTERA
RAPAT ANGGOTA TAHUNAN
BADAN PENGURUS
TELLER
DEWAN
PENGAWAS/SYARIAH
MANAJER BMT CS KONSULTAN
MANAJEMEN
PEMBIAYAAN PENAGIHAN
A N G G O T A
SENIOR ADVISOR
AKUNTING
2. Prinsip dan Fungsi
Adapun prinsip dari BMT Cita Sejahtera adalah berdasarkan prinsip
syariah. Dan sedangkan BMT Cita Sejahtera mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a) Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi umat, khusunya pengusaha-
pengusaha kecil / lemah.
b) Meningkatkan produktivitas usaha dengan memberikan pembiayaan-
pembiayaan kepada pengusaha-pengusaha muslim yang membutuhkan
dana.
c) Membebaskan umat / pedagang / pengusaha kecil dari sistem bunga dan
rente.
d) Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha, disamping
meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan penghasilan umat
Islam.
3. Perkembangan BMT Cita Sejahtera
a. Organisasi
1) Kelembagaan
Sejak tahun 2004 BMT Cita Sejahtera melalui KSU Syariah Cita
Sejahtera telah melengkapi beberapa surat status hukum kelembagaan
yaitu :
• Domisili Lembaga Nomor : 503/40-Ek/CP/2004
• Surat Izin Tempat Usaha (SITU) Nomor : 503/47-KEC.CPT/2004
• Akte KSU Syariah Nomor : 518/34/BH/Dis KUK
• Akte Perubahan KSU Syariah Nomor : 518/15/BH/PAD/Dis
KUK
• Akte KJKS Nomor : 518/49/BH/Koperasi
• Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nomor : 02.423.710.9-411.000
Dengan telah digagasnya pendirian KJKS pada awal 2006 maka
pada tahun 2007 dalam legalitas BMT Cita Sejahtera terdapat dua
entitas yang berdiri sendiri yaitu KSU Syariah dan KJKS. Karena
proses spin off BMT Cita Sejahtera dari KSU Syariah belum selesai.
Kegiatan KJKS tahun ini antara lain :
a) Melakukan presentasi KJKS kepada calon anggota pendiri /
investor.
b) Melakukan pengumpulan anggota pendiri dan sudah terkumpul 28
orang pendiri.
c) Membuat Akte KJKS dan Izin domisili.
d) Melakukan pengumpulan simpanan pokok khusus.
Sebagai suatu lembaga yang didirikan dilingkungan kampus UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan visi “Sebagai pembaharu dalam
pemberdayaan ekonomi ummat” maka BMT Cita Sejahtera peluang
pertumbuhan yang sangat baik. Dimana masyarakat menunggu peran
BMT Cita Sejahtera dalam memadukan kemampuan praktis dan
akademis. Dalam bentuk model LKMS yang bisa memberikan solusi
bagi pengembangam ekonomi ummat. Melihat fenomena tersebut, dari
segi bisnis BMT Cita Sejahtera memiliki ruang pasar dan
pengembangan bisnis yang cukup luas. Yaitu BMT Cita Sejahtera bisa
mengembangkan dengan target pasar warga UIN atau memasarkan
produk kepada masyarakat dengan brand UIN.
Mengingat potensi tersebut, maka dilakukanlah pengenalan dan
komukasi yang berkelanjutan kepada beberapa lembaga baik
pemerintah maupun swasta. Diantaranya : Dewan Koperasi Indonesia,
Asosiasi BMT Jakarta, DPU Darut Tauhid Jakarta, JIMS Foundation
dan BPRS Berkah Ramadhan, Kementerian Koperasi dan Dinas
Koperasi Tangerang, dll.
Dalam hal peningkatan kualitas SDM BMT, tahun 2007 BMT Cita
Sejahtera telah mengirimkan peserta pelatihan yaitu :
a) Bedah Akad Murabahah yang diselenggarakan oleh BMT Center
di Ruang Pertemuan BMT Tamzis Jakarta pada Selasa, 31 Juli
2007.
b) BWTP Symposium Program Linkages and Partnerships in
Microfinance di BRI Training Centre pada 5 September 2007.
c) Pelatihan Service Excellence dan E-Channel oleh Bank Permata
Syariah di Bank Permata Syariah Bintaro Jaya Tangerang pada
selasa 11 September 2007.
d) Risk Manajemen Pembiayaan UMKM Muhammadiyah oleh PT.
Surya Mitra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Jakarta pada
kamis, 31 Mei 2007.
e) Temu usaha yang diselenggarakan Jaringan Usaha Koperasi
wilayah Jakarta.
f) Pelatihan Manajemen Lembaga Keuangan Model Grameen Bank
Bogor, oleh Badan Komunikasi Pemuda Koperasi Dewan Koperasi
Indonesia 12 – 15 November 2007.
2) Anggota
Pada database BMT, sampai akhir 2007 tercatat kurang lebih orang
pemilik sekaligus pengguna produk dan jasa layanan BMT. Secara
umum dari tahun ketahun, pertumbuhan pengguna produk dan jasa
layanan BMT yang merupakan mitra BMT terus meningkat. Adapun
anggota yang tercatat saat ini terdiri dari :
a) Anggota pendiri / Pemodal KSU Syariah sebanyak 23 orang dan
KJKS sebanyak 28 orang.
b) Anggota Simpanan/tabungan sebanyak 519 orang.
c) Anggota Pembiayaan yang aktif sebanyak 128 orang.
Kedepan kita mengharapkan pertumbuhan BMT bukan saja
dikarenakan kuantitas anggota-mitra yang terus bertambah, akan tetapi
sudah seyogyanya kualitas anggota-mitra juga yang menjadi perhatian
kita. Oleh karena itulah seluruh kru BMT dituntut untuk terus bekerja
keras dalam melakukan pendampingan sekaligus pemberdayaan
anggota-mitranya. Tentunya kita menyadari betul bahwa kualitas BMT
ditentukan oleh sejauh mana kita dapat memberdayakan anggota-
mitranya.
b. Usaha
1) Funding (Penghimpunan Dana)
Keinginan masyarakat untuk mempercayakan simpanannya kepada
BMT naik cukup signifikan. Sehingga berpeluang meningkatkan aset
bisnis serta meningkatkan keuntungan bagi pemodal. Hal ini
dipengaruhi oleh strategi funding yang berkelanjutan serta
meningkatnya kegiatan untuk promosi produk investasi mudharabah
muthlaqah dan perbaikan kualitas produk funding.
Strategi penghimpunan produk tabungan untuk warga kampus
UIN, mahasiswa khususnya dilakukan dengan penawaran tabungan
mahasiswa dan tabungan amanah yang disertai dengan penjualan
tabungan Syare Bank Muamalat. Hal ini dilakukan dengan melakukan
kerjasama ini diharapkan brand image BMT menjadi lebih baik dan
pada akhirnya kepercayaan mahasiswa terhadap BMT meningkat yang
disertai dengan meningkatnya tabungan mereka.
Penambahan dana yang cukup besar dalam bentuk simpanan
mudharabah muthlaqah diperoleh dari :
Bank Muamalat Rp. 100 juta dengan jangka waktu 3 tahun
BMT Munawaroh Rp. 10 juta dengan jangka waktu 1 tahun
BMT Taawun Rp. 20 juta dengan jangka waktu 2 bulan
2) Lending (Penyaluran Dana)
Di tahun ketiga ini, BMT Cita Sejahtera telah menggulirkan dana
sebesar Rp. 526.816.085,- dari dana yang terhimpun. Penyaluran dana
tersebut masing-masing dialokasikan untuk :
• Pembiayaan (Musyarakah&Mudharabah) dan Murabahah :Rp.393.224.335,-
• Pinjaman (Al-Qard) :Rp. 32.822.500,-
• Jasa Layanan Hiwalah :Rp.100.769.250,-
Jumlah :Rp.526.816.085,-
Pengembalian :
• Pembiayaan (Musyarakah&Mudharabah) dan Murabahah :Rp.408.419.556,-
• Pinjaman (Al-Qard) :Rp. 32.518.600,-
• Jasa Layanan Hiwalah :Rp. 62.920.890,-
Jumlah :Rp.503.385.046,-
Penanganan pembiayaan kunci pokok dalam meningkatkan
perolehan keuntungan. Sehingga peningkatan kualitas dalam
penyaluran pembiayaan dan penanganan pembiayan bermasalah terus
menerus diperbaiki. Penanganan pembiayaan bermasalah dilakukan
dengan penagihan yang berkelanjutan dan perawatan/pendampingan
nasabah. Dengan kegiatan ini jumlah pembiayaan bermasalah bisa
diminimalisir.
3) Equitas (Permodalan)
Sampai Desember 2007, komposisi permodalan BMT Cita
Sejahtera sebagai berikut :
Modal Penggerak / Awal / Simpoksus : Rp. 49.560.000,-
Hibah : Rp. 1.412.000,-
Jumlah Rp. 50.972.000,-
4) Layanan Baitul Maal (Kepedulian Sosial)
Sebagai lembaga keuangan, BMT mempunyai misi sosial yang
akan terus dikembangkan yakni fungsinya dalam mengoptimalkan
peranan Baitul Maal.
Tahun 2007 peranan Baitul Maal bisa ditingkatkan dengan
menjalin kerjasama dengan seperti :
a) Lembaga Dakwah Kampus UIN dengan kerjasama fundraising
ZIS.
b) Koperasi Mahasiswa UIN dengan kegiatan bakti sosial dengan
menyediakan pembicara.
Adapun dalam aspek teknis, perkembangan BMT Cita Sejahtera
yaitu:
a) BMT Cita Sejahtera telah memiliki sarana penunjang yang
memadai seperti hardware yang handal.
b) Menggunakan Software Keuangan yang handal yang sangat
mendukung operasional BMT, seperti percetakan rekening
tabungan, rekening pembiayaan, dan laporan pemilik dana.
c) Dengan sarana yang dimiliki BMT Cita Sejahtera memberikan
pelayanan Baitul Maal dan Baitut Tamwil.
Sedangkan dalam aspek pemasaran yaitu:
a) Unit Baitul Maal memberikan pelayanan dalam menerima dan
menyalurkan zakat, infak, dan shadaqah (ZIS).
b) Produk penghimpunan unit Baitut Tamwil terdiri dari: simpanan
dan deposito.
c) Produk penyaluran unit Baitut Tamwil terdiri dari: pembiayaan
mudharabah, pembiayaan mudharabah, pembiayaan murabahah
dan pembiayaan qardul hasan.
d) Positioning, dengan slogan meyalani ummat berbagi manfaat,
BMT Cita Sejahtera komitmen untuk melayani umat dengan
memberikan proses pelayanan yang cepat, mudah dan profesional,
jaminan keamanan dana dan produk yang sesuai syari’ah, fleksibel
dan menguntungkan.
e) Promosi dilakukan melalui selebaran, buletin, majalah, papan
nama dan famplet. Juga Direct selling, langsung ke masyarakat di
pasar, kampus dan pihak-pihak yang terkait.
f) Pesaing, sampai saat ini dalam radius lokasi BMT Cita Sejahtera
(3 kilometer) terdapat 1 lembaga sejenis, serta Lembaga Keuangan
Syariah dalam bentuk Bank Umum Syariah, dan BPRS dimana
sasarannya adalah untuk pengusaha menengah dan besar.
g) Wilayah yang dilayani BMT Cita Sejahtera adalah wilayah ciputat
dan sekitarnya yang terdapat 3 pasar, yaitu pasar ASPI, pasar
ciputat, dan pasar cimanggis. Dengan segmen pasar yang dilayani
saat ini adalah usaha mikro dan kecil.
Masih besarnya jumlah usaha mikro, kecil menengah dan koperasi
yang belum bisa dilayani oleh perbankan, memberikan prospek
perkembangan yang baik bagi KJKS Cita Sejahtera.
BAB IV
ANALISA PRAKTEK SIMPAN PINJAM
BMT CITA SEJAHTERA MENURUT EKONOMI SYARIAH
C. Penerapan Simpan Pinjam di BMT Cita Sejahtera
Dalam Islam dinyatakan agar kita meminjamkan sesuatu bagi “agama” Allah.
Sebagaimana firman Allah SWT:
)١١: ا�B7یB (م�� ذا ا���ي ی"�ض ا L�ض� ���� -F�a�+3 3� و3� أS� آ�ی�
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang
baik, maka Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan
dia akan memperoleh pahala yang banyak”. (QS. Al-Hadid: 11)
Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita disuruh untuk
“meminjamkan kepada Allah”, artinya untuk membelanjakan harta di jalan Allah.
Selaras dengan meminjamkan kepada Allah maka kita disuruh untuk
“meminjamkan kepada sesama manusia”, sebagai bagian dari kehidupan
bermasyarakat.
Adapun penerapan simpan pinjam yang ada di BMT Cita Sejahtera dalam
aspek usahanya adalah sebagai berikut:
1. Sumber Permodalan BMT
Jenis-jenis modal yang ada pada BMT Cita Sejahtera adalah:
a. Simpanan Pokok. Simpanan ini harus dibayar masing-masing anggota
ketika masuk menjadi anggota sebesar Rp. 100.000,- dan tidak dapat
diminta kembali selama anggota tersebut belum berhenti sebagai
anggota BMT. Dalam BMT Cita Sejahtera anggota terbagi 2 yaitu
anggota jasa dan anggota pemilik.
b. Simpanan Wajib. Simpanan ini harus dibayar oleh para anggota.
Anggota investor membayar sejumah Rp. 25.000,- per bulan dan
anggota pengguna dana (pembiayaan) membayar sejumlah Rp.
10.000,- per bulan.
c. Simpanan Pokok Khusus (Penyertaan). Simpanan ini khusus dibayar
oleh investor sejumlah Rp. 2.500.000,-, boleh dicicil dalam jangka
waktu 10 kali cicilan.
d. Simpanan Hibah. Simpanan yang diberikan oleh orang
lain/sukarelawan berbentuk uang tunai untuk modal BMT.
e. Modal Cadangan. Dana yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil
usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal dan menutup
kerugian BMT bila diperlukan.
Adapun prosedur membuka rekening simpanan pada BMT Cita Sejahtera
adalah sebagai berikut:
Nasabah Teller/Kasir Pembukuan
Modal pinjaman BMT Cita Sejahtera diperoleh dari:
a. Simpanan Pokok Khusus (saham pendiri)
b. Simpanan Pokok (uang pangkal keanggotaan)
c. Simpanan wajib (iuran bulanan anggota)
d. Sisa Hasil Usaha yang dicadangkan
e. Sumbangan tidak mengikat (hibah)
Modal pinjaman BMT Cita Sejahtera yang diperoleh dari luar:
a. Citibank
b. Inhutani
c. Bank Muamalat
• Datang ke teller
• Isi formulir
pembukaan
rekening
• Fotocopy KTP
• Serahkan
kebagian teller
• Periksa isian tanda
setoran
• Terima dan hitung
uang
• Catat dimutasi harian
kas
• Catat dikartu tabungan
dan minta paraf
nasabah
• Arsip kartu tabungan
• Serahkan buku
tabungan ke nasabah
• Arsip tanda setoran
dalam pembukuan
• Terima dokumen
• Tanda tangani
kolom
persetujuan pada
formulir
• Buatkan buku
tabungan
• Arsip form
pembukaan
rekening • Terima buku
tabungan
2. Aktivitas Simpan Pinjam
Jenis pinjaman yang diberikan oleh BMT hanya terbatas pada pinjaman
produktif, yang dimaksudkan untuk pengembangan usaha mereka melalui
pemberian tambahan modal sesuai dengan tingkat kebutuhan usaha mereka.
Jumlah pinjaman yang bisa mereka terima batas minimalnya tidak terbatas
dan batas maksimal Rp.5.000.000,-.
Praktek simpan pinjam BMT Cita Sejahtera, yaitu memberikan layanan
pembiayaan. Layanan pembiayaan diberikan kepada anggota yang sudah
menjadi anggota dengan syarat sebagai berikut:
a. Telah menjadi anggota minimal 3 (tiga) bulan.
b. Usaha berdomosili di sekitar kawasan Ciputat.
c. Memenuhi kewajiban sebagai anggota. Antara lain ialah:
1) Membayar simpanan wajib sesuai ketentuan yang ditetapkan
dalam anggaran rumah tangga atau diputuskan dalam rapat
anggota.
2) Berpartisipasi dalam kegiatan usaha BMT.
3) Mentaati ketentuan anggaran dasar, anggaran rumah tangga,
keputusan rapat anggota dan ketentuan lainnya yang berlaku dalam
BMT.
4) Memelihara serta menjaga nama baik dan kebersamaan dalam
BMT.
Disamping itu pula, BMT Cita Sejahtera mempunyai persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon peminjam sebagai bahan
pertimbangan untuk mendapatkan pembiayaan. Tetapi sebelum nasabah
memenuhi syarat-syarat pembiayaan, nasabah harus mengisi form
permohonan pembiayaan terlebih dahulu. Setelah itu, barulah calon peminjam
memenuhi persyaratan-persyaratan seperti dibawah ini, yaitu:
a. Foto copy KTP (suami & istri / peminjam)
b. Foto copy kartu keluarga (kk)
c. Pas foto 4x6. (suami & istri)
d. Foto copy slip gaji (karyawan / suami)
e. Foto copy jaminan
1. Rp. 500.000 – Rp. 1.750.000 (ijazah terakhir anak)
2. Rp. 1.800.000 keatas (BPKB motor dll)
f. Persetujuan suami / istri atau penjamin
g. Telah aktif menabung di BMT minimal 4x transaksi setoran simpanan
dalam sebulan.
Tapi, sebelum pihak BMT Cita Sejahtera memberikan
pinjaman/pembiayaan, pihak BMT akan menganalisa terlebih dahulu terhadap
calon nasabahnya, agar nantinya tidak terjadi kredit macet dan pengembalian
pembiayaan tersebut lancar dan usaha nasabah berkembang.
Sebagaimana analisa perbankan, BMT Cita Sejahtera juga menggunakan
analisa 5 C kepada calon nasabahnya. Namun karena pihak BMT Cita
Sejahtera menggunakan sistem bagi hasil maka lebih tertumpu pada analisa
kelayakan usaha. Analisa tersebut adalah:
a. Character
Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam
dengan tujuan untuk menganalisa kejujuran calon peminjam.
b. Capacity
Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan calon peminjam
untuk melakukan pembayaran.
c. Capital
Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon
peminjam.
d. Condition
Yaitu BMT dalam penyaluran pembiayaan tersebut melihat kondisi
ekonomi suatu negara dan lokasi kegiatan usaha dan secara spesifik
mengkaitkannya dengan calon peminjam.
e. Coleteral
Yaitu jaminan yang dimiliki oleh calon peminjam.
Dalam hal jaminan, BMT Cita Sejahtera mensyaratkan jaminan sesuai
besar kecilnya jumlah pinjaman. Jika jumlah pinjaman antara Rp.
500.000-Rp. 1.750.000,- maka jaminannya adalah ijazah terakhir anak.
Dan jika jumlah pinjamannya Rp. 1.800.000 keatas, maka jaminannya
adalah BPKB motor dan lain-lain.
f. Analisa kelayakan usaha
Yaitu penilaian terhadap kelayakan usaha calon peminjam.
Kegiatan analisa kelayakan usaha pada BMT Cita Sejahtera ini dilakukan
berdasarkan informasi yang didapat dari analisa di lapangan yang
dilakukan oleh pihak BMT terhadap kegiatan usaha calon peminjam.
Adapun prosedur permohonan pembiayaan dalam BMT Cita Sejahtera
adalah sebagai berikut:
Nasabah Pembiayaan Teller Pembukuan
• Isi form
permohona
n
• Foto copy
KTP dan
KK
• Serahkan
kebagian
pembiayaa
nn dan
• Terima
uang
• Terima
buku
angsuran
• Terima
permohonan
dan identitas
• Menganalisa
permohonan
• Melakukan
wawancara
• Register
permohonan
pembiayaan
• Studi
kelayakan
calon nasabah
• Terima kwitansi
• Pemeriksaan
keabsahan
dokumen
• Lakukan
pembayaran ke
nasabah
• Serahkan buku
angsuran
• Arsip kartu
pembiayaan
• Terima dokumen
• Tanda tangani
kolom
persetujuan pada
permohonan
• Buat akad
• Buatkan kartu
pembiayaan
• Buatkan buku
angsuran
• Buatkan kwitansi
tanda terima
• Serahkan ke
teller
• Terima dokumen
• Arsip dokumen
penolakan • Terima permohonan
dan identitas
• Menganalisa
permohonan
• Melakukan
wawancara
• Studi kelayakan
calon nasabah
Disetujui
• Serahkan
dokumen ke
pembukuan
Ditolak
• Panggil nasabah
• Jelaskan alasan
penolakan
• Serahkan
dokumen ke
pembukuan
Manajer Umum
3. Sisa Hasil Usaha (SHU) dan Pembagiannya.
Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan pendapatan yang diperoleh dalam 1
(satu) tahun buku dikurangi dengan biaya dapat dipertanggungjawabkan,
penyusutan kewajiban lainnya termasuk pajak dan zakat yang harus
dibayarkan dalam tahun buku yang bersangkutan. Perhitungan akhir tahun
yang menggambarkan penerimaan pendapatan BMT dan alokasi
penggunaannya untuk biaya-biaya BMT berdasarkan pasal 45 ayat 1 UU No.
25/1992 dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana SHU adalah sisa hasil usaha, TR (total revenue) adalah
pendapatan total BMT dalam satu tahun, TC (total cost) adalah biaya total
BMT dalam satu tahun yang sama.
Sesuai dengan Fatwa DSN No:15 Tahun 2000 yang menetapkan bahwa
pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha
kerjasama boleh didasarkan pada prinsip bagi untung (profit sharing), yakni
bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan
dana, dan boleh pula didasarkan pada prinsip bagi hasil (revenue sharing),
yakni bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana; dan
SHU = TR - TC
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dan penetapan prinsip
pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota
sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota
BMT. Dalam BMT Cita Sejahtera SHU tidak langsung dibagikan kepada
masing-masing anggota, akan tetapi dilakukan dengan memasukkan
komponen kewajiban (potongan) berupa zakat badan usaha BMT dan zakat
perorangan sebelum dibagikan kepada anggota yang bersangkutan.
Pembagian dan penggunaan SHU BMT harus diputuskan oleh rapat anggota.
Pembagian dan penggunaan SHU BMT Cita Sejahtera yang diperoleh dari
usaha yang diselenggarakan untuk anggota BMT menurut keputusan rapat
anggota adalah sebagai berikut:
a. 25% untuk dana cadangan.
b. 25% untuk anggota sesuai perbandingan jasanya dan partisipasi modal
masing-masing.
c. 25% untuk anggota menurut perbandingan simpanannya dalam BMT
dengan ketentuan tidak melebihi suatu jumlah tertentu yang ditetapkan
dalam anggaran rumah tangga atau peraturan khusus.
d. 5% untuk dana pendidikan.
e. 10% untuk dana pengurus dan pengawas BMT.
f. 5% untuk kesejahteraan pegawai.
g. 2,5% untuk dana sosial.
h. 2,5% untuk dana pembangunan daerah kerja.
Bagian dari SHU BMT Cita Sejahtera yang diperoleh dari usaha yang
diselenggarakan untuk pihak yang bukan anggota BMT dipergunakan sebagai
berikut:
a. 75% untuk cadangan.
b. 5% untuk anggota BMT.
c. 10% untuk dana pendidikan BMT.
d. 5% untuk dana pengurus dan karyawan BMT.
e. 2,5% untuk dana pengelola dan karyawan BMT.
f. 2,5% untuk dana sosial.
Bagian dari pendapatan BMT Cita Sejahtera yang diperoleh dari
pendapatan non operasional BMT dipergunakan sebagai berikut:
2) 75% untuk cadangan.
3) 10% untuk anggota menurut perbandingan simpanannya dalam BMT.
4) 10% untuk dana pendidikan BMT.
5) 5% untuk dana sosial.
D. Analisa Tentang Praktek Simpan Pinjam Pada BMT Cita Sejahtera
BMT Cita Sejahtera merupakan salah satu unit usaha dari Koperasi Serba
Usaha Syariah Cita Sejahtera. Dimana koperasi adalah suatu badan usaha di
bidang ekonomi yang dilandasi semangat kebersamaan dengan tujuan untuk
mencapai kesejahteraan hidup bersama. Sebagai badan usaha aktivitas koperasi
meliputi perekonomian masyarakat seperti pertanian, industri, perdagangan, jasa
dan lain sebagainya. Sedangkan BMT adalah sebagai sebuah lembaga keuangan
mikro Syariah yang usaha pokoknya menghimpun dana pihak ketiga (deposan)
dan memberikan atau menyalurkan pembiayaan-pembiayaan kepada usaha-usaha
produktif pengusaha atau pedagang kecil dengan memadukan kegiatan ekonomi
dan sosial masyarakat setempat.
Dalam dunia perekonomian, pinjam meminjam uang itu telah menjadi suatu
kebiasaan. Tidak jarang bahwa diantara pedagang-pedagang banyak yang
mendasarkan modal perusahaannya pada uang pinjaman, baik itu pedagang besar
maupun pedagang kecil.
Unit usaha simpan pinjam dalam BMT sangat dibutuhkan oleh para
anggotanya, diantaranya ialah untuk mendapatkan pinjaman uang yang akan
digunakan untuk melancarkan usahanya.
Adapun yang dimaksud dengan simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank dalam bentuk tabungan. Dalam BMT Cita Sejahtera
terdapat dua produk simpanan yaitu produk wadi’ah (simpanan amanah/titipan)
dan produk investasi. Produk investasi misalnya adalah tabungan mahasiswa,
dimana dalam operasionalnya nasabah terikat kontrak/kesepakatan dan nisbah
bagi hasilnya adalah 30%.
Di BMT Cita Sejahtera masyarakat lebih cenderung memilih produk
simpanan wadi’ah yang diaplikasikan dalam bentuk giro. Dimana nasabah dapat
menarik berkali-kali dalam sehari (setiap saat) dengan catatan dana yang tersedia
masih mencukupi dan memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh BMT, dan
BMT pun akan memberikan imbalan yang sesuai dalam bentuk bonus kepada
orang yang menyimpan uang dalam tabungan wadiah.
Tabel 1
Data Tabungan Nasabah Sampai Akhir Mei 2008
No Tabungan Jumlah Persentase
1. Wadi’ah 492 Orang 77,35 %
2. Investasi 144 Orang 22,65 %
Sumber: BMT Cita Sejahtera
BMT Cita Sejahtera sendiri dalam sistem bagi hasilnya adalah dengan sistem
bonus. Karena tabungan wadi’ah merupakan dana pihak ketiga yang dihimpun
atas dasar sistem bonus. Pemberian bonus hanya merupakan suatu kebijakan dari
pihak BMT yang tidak ada dalam awal perjanjian.
Dalam pemberian bonus ini didasari atas landasan kehati-hatian, karena
pemberian bonus ini tidak diawal akad dan pembagiannya pun berdasarkan dari
keuntungan yang didapat.
Contoh perhitungan tabungan wadi’ah:
Wadi’ah : Giro 5 nasabah : 50, 70, 25, 25, 30 = 200
Tabungan 5 nasabah : 400, 200, 100, 50, 50= 800
Total wadi’ah = 1000
Modal = 1000
Pembiayaan :
Jual beli : 1000
Salam : 1000
Mudharabah : 1000
Total pembiayaan = 3000
Pendapatan selama 1 bulan :
Biaya-biaya (adm, trans, dll) : 200
Marjin yang didapat : 400
Total pendapatan = 600
PD wadiah : total wadi’ah + modal x total pendapatan
total pembiayaan
: 1000 + 1000 x 600 = 400
3000
Tabungan wadi’ah : total tabungan x PD wadi’ah
total wadi’ah + modal
: 800 x 400 = 160
2000
Masing-masing nasabah tabungan wadi’ah akan menerima bonus bila
diberikan 160 : jumlah nasabah tabungan wadi’ah, yakni 160 : 5 = 32.
Dengan demikian sistem perbankan syariah sebenarnya sangatlah
menguntungkan dan ada transparasinya serta saling membantu dalam kebajikan.
Perbedaan sistem bonus dengan jasa tabungan wadi’ah adalah:
No Bonus Jasa Tabungan
1 Tidak diperjanjikan Diperjanjikan
2 Benar-benar merupakan budi
baik bank
Disebutkan dalam akad (ditentukan
dimuka)
3 Ditentukan sesuai dengan
keuntungan riil BMT (dasar
perhitungan bonus adalah
keuntungan)
Ditentukan dalam prosentase yang
tetap (dasar perhitungan tabungan
adalah prosentase normal)
Adapun sebab masyarakat lebih cenderung memilih tabungan wadi’ah dalam
BMT Cita Sejahtera adalah sebagai berikut:
1. Rasa aman dan tentram, terhindar dari rasa takut dan ancaman baik terhadap
harta maupun jiwa akibat pencurian dan sebagainya, karena hartanya
terpelihara ditempat aman dan kenyamanan perasaan karena operasionalnya
dilaksanakan secara syariat Islam.
2. Terhindar dari penyusutan.
3. Mendapatkan jasa titipan.
4. Lebih mudah karena sesuai dengan bajaj/kemampuan nasabah.
5. Tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar
6. Dan dapat diambil setiap saat.
Tabungan wadi’ah pada BMT Cita Sejahtera dalam operasionalnya dilandasi
dengan prinsip kehati-hatian dan ketelitian baik mengenai prosedur dan
persyaratan pembukaan rekening, penyetoran dan penarikan dana, pemberian
bonus maupun ketentuan-ketentuan lainnya yang berkaitan dengan tabungan
wadi’ah tersebut. Dana tabungan wadi’ah (dana titipan) tersebut dioperasikan
oleh BMT Cita Sejahtera kesektor riil yang menguntungkan khususnya untuk
kemajuan ekonomi umat menengah kebawah, dan BMT Cita Sejahtera dalam
melaksanakan operasionalnya tidak bertentangan dengan ketentuan syariah. Hal
ini dibuktikan dengan adanya jaminan bahwa dana tabungan wadi’ah tersebut
dapat ditarik setiap saat oleh pemilik rekening tabungan wadi’ah. Ini semua
dimaksudkan agar salah satu pihak baik nasabah maupun penyimpan (BMT) tidak
ada yang merasa dirugikan dan manfaat dari produk ini dapat dirasakan oleh
semua pihak.
Pengembangan konsep wadi’ah dari amanah menjadi dhamanah tidak berarti
menafikan konsep amanah itu sendiri, bagaimanapun juga titipan merupakan
suatu amanah yang harus dijaga (dipelihara) dan harus dikembalikan manakala
pemiliknya menghendaki. Pengembangan konsep tersebut hanya terletak pada
pemanfaatan dana yang tersimpan, dimana lamanya pengendapan dana itu sendiri
tidak dapat dipastikan karena sewaktu-waktu dapat ditarik pemiliknya.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa operasional tabungan wadiah BMT
Cita Sejahtera tidak bertentangan dengan ketentuan syariah dan dana nasabah
yang mengendap akan dikelola secara syariah oleh BMT Cita Sejahtera, sehingga
nasabah akan merasa aman dunia dan akhirat.
Dalam konsep akad titipan (wadi’ah) dana yang diamanatkan oleh pemiliknya
kepada BMT akan digunakan oleh BMT untuk membiayai usaha atau proyek
yang dianggap oleh BMT dapat menghasilkan, sehingga BMT tidak memberikan
keuntungan pasti kepada pemilik dana tersebut. Untuk akad wadi’ah BMT akan
memberikan keuntungan kepada pemilik dana berupa bonus. Dari konsep syariah,
sebenarnya BMT yang diberikan amanat dari nasabah berupa titipan tidak wajib
untuk memberikan bagi hasil kepada pemilik dana. Namun dengan izin
pemiliknya dana yang dititipkan tersebut dapat diputarkan dan ikut menghasilkan
keuntungan bagi BMT maka BMT dapat memberikan sebagian keuntungannya
kepada nasabahnya dengan tidak ada perjanjian sebelumnya, melainkan dari
kebijakan BMT yang dikaitkan dengan besarnya pendapatan BMT.
Dan di BMT Cita Sejahtera praktek pinjam (pembiayaan) dilakukan dengan
konsep mudharabah, musyarakah, murabahah, hiwalah, qardu hasan dan qard.
Tetapi nasabah BMT Cita Sejahtera lebih banyak menggunakan pembiayaan
murabahah. Karena pembiayaan ini tidak memiliki resiko yang besar. Pembiayaan
murabahah direalisasikan dalam pembeliaan barang-barang yang diperlukan
untuk usaha, khususnya untuk nasabah mikro kecil menengah kebawah.
Tabel 2
Data Pembiayaan Nasabah Sampai Akhir Mei 2008
No Pembiayaan Jumlah Persentase
1. Mudharabah 2 Orang 1,22 %
2. Musyarakah 25 Orang 15,33 %
3. Murabahah 77 Orang 47,23 %
4. Hiwalah 50 Orang 30,67 %
5. Qardhu Hasan 1 Orang 0, 61 %
6. Qard 8 Orang 4,90 %
Sumber: BMT Cita Sejahtera
Secara ringkas, sistem pembiayaan murabahah di BMT Cita Sejahtera yaitu
dengan sistem wakalah (diwakilkan ke nasabah). Pertama, nasabah pembiayaan
mengajukan permohonan pembiayaan ke pihak BMT, jika sesuai dan memenuhi
syarat maka BMT akan memberikan dana untuk pembeliaan barang dan nasabah
membeli barang atas nama nasabah. Tapi pembeliaan barang oleh nasabah akan
dikontrol oleh BMT. Kedua, setelah nasabah pembiayaan mendapatkan barang
yang diinginkan, nasabah kemudian melaporkan ke pihak BMT dan nasabah
pembiayaan harus melunasi dana pembiayaan yang telah diberikan oleh BMT
sesuai dengan harga yang telah disepakati bersama (yang terdiri dari harga
pembelian ditambah mark-up/margin keuntungan) untuk dibayar dalam jangka
waktu yang telah disetujui bersama di awal akad, ketiga, cara pembayaran
dilakukan secara angsur/dicicil perharian (per 100 hari atau per 50 hari),
tergantung kesepakatan.
Contoh perhitungan margin keuntungan di BMT Cita Sejahtera misalnya
pihak BMT memberikan dana sebesar Rp. 1.000.000,-. Dalam pengembalian
dana, nasabah dapat mengembalikan dana pinjaman selama 50 hari atau 100 hari
sesuai kesepakatan. Apabila nasabah memilih pengembalian pinjaman selama 50
hari, maka margin yang akan diambil oleh BMT adalah sebesar Rp. 100.000,-
(10%). Karena dalam BMT Cita Sejahtera margin keuntungan dihitungnya
perhari.
BMT Cita Sejahtera mengupayakan proses pengajuan pinjaman (pembiayaan)
yang dibuat sederhana dan mudah direalisasikan. Sebelum memberikan
pembiayaan, pihak BMT Cita Sejahtera terlebih dahulu memperhatikan situasi
dan kondisi calon peminjam dengan kata lain pihak BMT Cita Sejahtera
mengadakan analisa pembiayaan.
Tujuan dari analisa pembiayaan tersebut adalah untuk menilai kelayakan
usaha calon debitur. Karena dalam analisa tersebut nanti akan kelihatan apakah
nasabah tersebut akan menimbulkan kredit macet atau tidak. Serta untuk menekan
resiko akibat tidak terbayarnya kredit atau pembiayaan. Selain itu tujuan analisa
pembiayaan tersebut adalah agar dalam pengembalian pembiayaan tersebut lancar
dan usaha nasabah berkembang.
Secara umum, prosedur pembiayaan yang ada di BMT Cita Sejahtera adalah
bahwa seseorang terlebih dahulu harus sudah terdaftar sebagai anggota BMT
dengan cara mengisi formulir simpanan (tabungan). Membuka rekening tabungan
di BMT adalah prosedur dan syarat utama untuk dapat memperoleh pelayanan
pembiayaan, karena apabila nantinya nasabah pembiayaan tidak bisa
mengembalikan dana pinjaman, maka pihak BMT Cita Sejahtera tidak
mengenakan sanksi denda kepada nasabah, akan tetapi nasabah pembiayaan akan
dikenakan sanksi harus menabung di BMT Cita Sejahtera. Selanjutnya, anggota
yang bersangkutan tidak harus mencukupi saldo tabungannya karena syarat
tabungan minimum untuk memperoleh pembiayaan di BMT Cita Sejahtera belum
ada. Asalkan usahanya menurut BMT layak bisa langsung dikasih dananya, tapi
melalui analisa terlebih dahulu terhadap anggota yang bersangkutan. Bila
disetujui, pihak BMT kemudian dapat meminta anggota untuk menyerahkan
surat-surat yang dianggap perlu sebagai jaminan. Hal ini (sekali lagi) dilakukan
agar anggota lebih serius dan tidak main-main dengan kesepakatan (perjanjian)
yang telah ditandatangani.
Dalam BMT Cita Sejahtera, jaminan biasa disebut dengan komitmen. Harga
jaminan harus lebih besar dari pada harga pinjaman. Dan di BMT Cita Sejahtera
sekarang baru-baru ini menetapkan peraturan baru yaitu berupa jaminan surat
perjanjian yang memakai matrei dan tandatangan nasabah peminjam . dimana ini
bertujuan agar nasabah peminjam komitmen dengan kesepakatan yang telah
dibuat dan nasabah serius dalam menanggapi pembiayaan ini.
Semua prosedur dan persyaratan tersebut dibuat bukan untuk mempersulit
nasabah, tetapi lebih dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan bagi nasabah
sendiri serta untuk menciptakan keamanan bagi pihak BMT, agar nantinya
pembiayaan yang diberikan diharapkan dapat disalurkan dengan cepat, layak dan
tepat sasaran.
Produk yang diberikan oleh BMT Cita Sejahtera kepada anggota pembiayaan
adalah seperti alat-alat usaha dan persediaannya. Contoh alat-alat usaha misalnya
seperti mesin foto copy dan contoh persediaannya seperti alat-alat tulis dan lain-
lain. Dan sistem perjanjiannya adalah akad diatas matrei, jenis akad yang akan
dipilih dan saksi dari BMT sendiri.
BMT Cita Sejahtera dalam penagihan pinjaman ada dua jenis yaitu:
1. Bayar langsung ke BMT. Dalam hal ini kalau ada yang terlambat akan
diingatkan oleh BMT.
2. Bayarnya dijemput, artinya pihak BMT mendatangi langsung kepada para
anggota untuk mengambil angsuran. Dan penagihan ini dilakukan jika telah
terjadi kesepakatan terlebih dahulu.
Apabila anggota peminjam tidak dapat melunasi pinjamannya dalam jangka
waktu yang telah ditentukan, maka jangka waktu pinjamannya akan diperpanjang
(reskedul ulang). Tetapi apabila terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman,
maka pihak BMT akan menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan.
Pihak BMT akan melihat dari dua sisi kenapa nasabah terjadi kemacetan
dalam pengembalian pinjaman, yaitu:
1. Karakter
Jika kemacetan nasabah terjadi karena karakternya, seperti tidak jujur dan
sulit diatur maka pihak BMT akan menahan jaminannya. Dan jika nasabah itu
tidak bisa juga melunasi pinjamannya, maka jaminannya akan dijual. Apabila
ada kelebihan uang dari hasil penjualan jaminannya, maka akan dikembalikan
kembali kepada nasabah.
2. Usahanya
Apabila kemacetan pelunasan pinjaman terjadi karena faktor usahanya, maka
dari pihak BMT akan menggunakan strategi diadakannya pendamping bagi
sipeminjam dan diberikan perpanjangan waktu pelunasan pinjaman.
Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 280:
)٢٨٠: ا�2"�ة (. . . وإن آ�ن ذو F��ة -�/�ة إE� م���ة
Artinya: “Dan bila (orang yang berhutang) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan…”. (QS. Al-Baqarah: 280)
Dilapangan sistem yang diterapkan di BMT Cita Sejahtera relatif berhasil dan
diterima masyarakat. Hal tersebut dibuktikan 90% nasabah menggunakan
pinjaman untuk usaha mikro. Dengan demikian jelas pinjaman tersebut bersifat
produktif.
Penulis juga ingin memaparkan bahwa prinsip dari BMT Cita Sejahtera itu
sendiri adalah berdasarkan prinsip syariah dan cerminan prinsip syariah yang ada
di BMT Cita Sejahtera terdapat dalam fungsi BMT Cita Sejahtera, yaitu:
a. Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi umat, khusunya pengusaha-
pengusaha kecil / lemah.
b. Meningkatkan produktivitas usaha dengan memberikan pembiayaan-
pembiayaan kepada pengusaha-pengusaha muslim yang membutuhkan
dana.
c. Membebaskan umat / pedagang / pengusaha kecil dari sistem bunga dan
rente.
d. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha, disamping
meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan penghasilan umat
Islam.
Sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional
Tahun 2000 tentang murabahah yaitu:
1. Ketentuan Umum
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
5. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
6. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang,
secara prinsip, menjadi milik bank.
2. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah
1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang
atau aset kepada bank.
2. Nasabah harus menerima sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
3. Jaminan dalam Murabahah
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat
dipegang.
4. Bangkrut dalam Murabahah
1. Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya,
bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali,
atau berdasarkan kesepakatan.
Berdasarkan Fatwa DSN diatas, Penulis memandang bahwa sistem yang
dilakukan oleh BMT Cita Sejahtera untuk praktek simpan pinjam sesuai dengan
praktek ekonomi syariah. Dimana pelaksanaan simpan pinjam tidak memberatkan
anggotanya, seperti yang penulis paparkan diatas mengenai praktek simpan
pinjam di BMT Cita Sejahtera.
Pinjaman adalah salah satu jenis pendekatan untuk bertaqarrub kepada Allah
SWT, karena pinjaman berarti berlemah lembut kepada manusia, mengasihi
mereka, memberikan kemudahan dalam urusan mereka dan memberikan jalan
keluar dari duka dan kabut yang meliputi mereka.
Sebagaimana sabda Nabi SAW:
F�ض رة�ی� ه!� أ! r �F+� ن� م:�لFL� ا���2! ص(�E ا F(3� و س(�� 3�Fا
r�+ن�� ن�Bم� آ�ب ا� Q��(� آ�م F� ��� ی� م و،�Qم�" ا�م& یب� آ� مQ�� آ3
F)E* م�ی� ��� و م� س�� E)F م�(� س�� ا F(3� ،ة�خt ا� و�ن ا�F)�3- E�B ا
و-E ا��Bن�� و اtخ�ة، رواY ( 3�خ أن&2B- E F* ا�ما�د م2B* ا�ن& E-F ا
82)أ�&داود
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW berkata: Barang siapa yang
melapangkan suatu kesukaran dunia seorang muslim, maka Allah akan
melapangkan kepadanya satu kesukaran pada hari kiamat, Dan barang siapa yang
memudahkan orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia
dan akhirat, Dan barang siapa yang menutup (kejelekan) seorang muslim, maka
Allah akan menutup kejelekannya di dunia dan akhirat. Dan Allah selalu
menolong seorang hamba, selama hamba itu menolong saudaranya”. (HR. Abu
Daud).
82 Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Syistani, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar al-Fikr,
1994), Jilid II, hadis no.4946, h.471
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan dan membahas tentang analisa praktek
simpan pinjam yang ada pada BMT Cita Sejahtera, maka pada bab akhir ini
penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa praktek simpan pinjam yang ada di BMT Cita Sejahtera dalam
pelaksanaannya terdapat beberapa poin, yaitu:
a. Sumber Permodalan BMT
Jenis-jenis modal yang ada pada BMT Cita Sejahtera adalah terdiri
dari pertama, simpanan pokok yang harus dibayar oleh anggota ketika
masuk menjadi anggota sebesar Rp. 100.000,- dan tidak dapat diminta
kembali selama anggota tersebut belum berhenti sebagai anggota
BMT. Dalam BMT Cita Sejahtera anggota terbagi 2 yaitu anggota jasa
dan anggota pemilik. Kedua, simpanan Wajib yang harus dibayar oleh
para anggota. Anggota investor membayar sejumah Rp. 25.000,- per
bulan dan anggota pengguna dana (pembiayaan) membayar sejumlah
Rp. 10.000,- per bulan. Ketiga, simpanan Pokok Khusus (Penyertaan),
yaitu simpanan ini khusus dibayar oleh investor sejumlah Rp.
2.500.000,-, boleh dicicil dalam jangka waktu 10 kali cicilan.
Keempat, simpanan Hibah, yaitu simpanan yang diberikan oleh orang
lain/sukarelawan berbentuk uang tunai untuk modal BMT. Dan yang
terakhir yang kelima, Modal Cadangan, yaitu dana yang diperoleh dari
penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal
dan menutup kerugian BMT bila diperlukan.
b. Aktivitas Simpan Pinjam
Pinjaman yang diberikan BMT Cita Sejahtera untuk anggotanya
adalah untuk melancarkan atau mengembangkan usaha mikro para
anggotanya, dimana hampir 90% nasabah menggunakan pinjaman
untuk usaha mikro.
Jenis pinjaman yang diberikan oleh BMT hanya terbatas pada
pinjaman produktif, yang dimaksudkan untuk pengembangan usaha
mereka melalui pemberian tambahan modal sesuai dengan tingkat
kebutuhan usaha mereka. Jumlah pinjaman yang bisa mereka terima
batas minimalnya tidak terbatas dan batas maksimal Rp.5.000.000,-.
Praktek simpan pinjam BMT Cita Sejahtera, yaitu memberikan
layanan pembiayaan. Layanan pembiayaan diberikan kepada anggota
yang sudah menjadi anggota dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
Sebelum pihak BMT Cita Sejahtera memberikan
pinjaman/pembiayaan, pihak BMT akan menganalisa terlebih dahulu
terhadap calon nasabahnya dengan menggunakan analisa 5 C, agar
nantinya tidak terjadi kredit macet dan pengembalian pembiayaan
tersebut lancar dan usaha nasabah berkembang.
Apabila anggota peminjam tidak dapat melunasi pinjamannya (kredit
macet) dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka jangka waktu
pinjamannya akan diperpanjang (reskedul ulang). Tetapi apabila
terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman, maka jaminannya
akan ditahan dan BMT akan menggunakan strategi diadakannya
pendamping bagi sipeminjam.
c. Sisa Hasil Usaha (SHU) dan Pembagiannya.
Dalam BMT Cita Sejahtera SHU tidak langsung dibagikan kepada
masing-masing anggota, akan tetapi dilakukan dengan memasukkan
komponen kewajiban (potongan) berupa zakat badan usaha BMT dan
zakat perorangan sebelum dibagikan kepada anggota yang
bersangkutan. Pembagian dan penggunaan SHU BMT harus
diputuskan oleh rapat anggota.
Keuntungan bersih yang didapat dari bagi hasil pinjaman itu jatuh
menjadi milik BMT dimana sipeminjam itu menjadi anggotanya.
Menurut Anggaran Dasar tersebut pada akhir tahun diperinci dalam
pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), maka secara tidak langsung sisa
hasil usaha itu akan jatuh kembali kepada para anggota BMT itu
sendiri walaupun dalam jumlah yang tidak sama. Karena dalam BMT
Cita Sejahtera ketentuan besarnya bagi hasil pinjaman dilihat dari
kondisi usaha nasabah.
2. Praktek simpan pinjam yang dijalankan oleh BMT Cita Sejahtera sesuai
dengan ekonomi syariah. Dimana pelaksanaan simpan pinjam yang
dipraktekkan oleh BMT Cita Sejahtera tidak memberatkan anggotanya
dan dari prinsip BMT Cita Sejahtera itu sendiri mencerminkan prinsip
ekonomi syariah.
Salah satunya seperti pinjaman wadi’ah yang dipraktekkan oleh BMT Cita
Sejahtera. Dimana dibuktikan dengan adanya jaminan bahwa dana
tabungan wadi’ah tersebut dapat ditarik setiap saat oleh pemilik rekening
tabungan wadi’ah. Ini semua dimaksudkan agar salah satu pihak baik
nasabah maupun penyimpan (BMT) tidak ada yang merasa dirugikan dan
manfaat dari produk ini dapat dirasakan oleh semua pihak. Dan dana
nasabah yang mengendap akan dikelola secara syariah oleh BMT Cita
Sejahtera, sehingga nasabah akan merasa aman dunia dan akhirat. Dalam
hal ini pihak BMT Cita Sejahtera dalam melaksanakan operasionalnya
sesuai dengan ketentuan syariah dan juga sesuai berlandaskan Fatwa
Dewan Syariah Nasional.
B. Saran-Saran
Hal yang disarankan penulis dalam skripsi ini antara lain:
1. BMT merupakan badan hukum yang berasaskan tolong menolong yang
didasarkan sebagai manifestasi ibadah yang semata-mata hanya untuk
mendapatkan ridha Allah SWT, oleh karena itu hendaknya BMT harus
terus digalakkan dikalangan masyarakat, agar masyarakat lebih
mengetahui tentang kinerja BMT, terutama masyarakat kecil/menengah
agar tujuan BMT dapat menjalankan fungsinya secara optimal sebagai
salah satu lembaga penunjang perekonomian mikro menengah kebawah.
Dan BMT dalam operasionalnya harus selalu sesuai dengan ketentuan
ekonomi syariah.
2. Hendaknya kemauan masyarakat itu kuat untuk lebih mengetahui tentang
BMT sehingga masyarakat itu sendiri benar-benar mengetahui operasional
kinerja BMT, dan hendaknya masyarakat lebih jeli dalam memilih
lembaga keuangan untuk menabung agar tidak salah pilih menitipkan
uangnya, pilihlah lembaga keuangan yang berasaskan syariah seperti BMT
yang tujuan didirikannya adalah untuk kebahagiaan umat manusia didunia
dan akhirat.
3. Bagi kalangan Akademisi/Cendekiawan hendaknya memberikan
pemikiran-pemikiran masukan yang bernilai baik bagi perkembangan
BMT kedepan.
4. Dan bagi pemerintah sendiri hendaknya selalu mendukung, memberikan
sarana dan memberikan motifasi bagi pihak BMT agar BMT selalu
berkembang dan nantinya akan bertambah banyak muncul lembaga-
lembaga keuangan yang berasaskan syariah. Sehingga kedepan lembaga
keuangan yang berasaskan syariah bisa selalu eksis dalam dunia
perbankan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kaaf, Abdullah Zaky. Ekonomi dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Pustaka
Setia, pertama, Maret 2002.
Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1998.
Asmuni, Yusron. Ilmu Tauhid, cet.II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendekiawan.
Jakarta: Tazkia Institute, 1999.
Akta Pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syariah “Baitul Mal Wattamwil Cita
Sejahtera” (BMT Cita Sejahtera). Tangerang, 2007.
Chapra, M. Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi, Islamisasi Ekonomi Kontemporer.
Surabaya: Risalah Gusti, 1999.
-------. Islam dan Tantangan Ekonomi, (terj) Ikhwan Abidin dari Judul Asli Islam and
Economic Challenge. Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Djazuli, A dan Janwari, Yadi. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan. Jakarta: Raja Grafindo, 2002.
Dimyati, Ahmad. Islam dan Koperasi: Telaah Peran Serta Umat Islam dalam
Pengembangan Koperasi. Jakarta: Koperasi Jasa Informasi, 1989.
Effendi, Rustam. Produksi Dalam Islam. Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2003.
Kartasapoetra, G. Praktek Pengelolaan Koperasi, cet.II, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Kamal, Mustafa. Wawasan Islam dan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997.
Lubis, Ibrahim. Ekonomi Islam: Suatu Pengantar. Jakarta: Kalam Mulia, 1994.
Madjid, Baihaqi Abdul dan Rasyid, Saifudin A. Paradigma Baru Ekonomi
Kerakyatan Sistem Syariah Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di
Indonesia. Jakarta: PINBUK, 2000.
Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. Analisa Data Kualitatif: Buku
Tentang Sumber Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press, 1992.
Muhammad. Lembaga Ekonomi Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Manan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, Penerjemah Potan
Arif Harahap. Jakarta: Internusa, 1992.
-------. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Penerjemah M. Nastangin. Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
Naqvi, Syed Nawab Haidar. Etika dan Ilmu Ekonomi: Sebuah Sintesa Islam.
Penerjemah Husin Amis. Bandung: Mizan, 1985.
Poli, Carla. dkk. Pengantar Ilmu Ekonomi I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1992.
Perwataatmadja, Karnaen dan Antonio, M. Syafi’i. Apa dan Bagaimana Bank Islam.
Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1992.
Qardhawi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam, cet.II. Jakarta: Gema Insani
Press, 1997.
-------. Bai’ al-murabahah li al-amr bi’ al-syarra’I kama Tajriyah al-Masyarif al-
Islamiyah. Kairo: Maktabah Wahbah, 1995.
Raharjo, M. Daman. Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999.
Ridwan, Muhammad. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII
Press, 2004.
Ridwan, Ahmad Hasan. BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan
Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.
Sjahdeni, Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Utama, 1999.
Saefuddin, A.M. Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam. Jakarta: Rajawali
Press, 1987.
-------. Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi. Jakarta: CV. Wirabuana, 1986.
Sulaiman bin al-Asy’ats al-Syistani, Abu Daud. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al-Fikr,
1994.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: LP. Fakultas Ekonomi UI,
2001.
Sarkaniputra, Murasa. Pengantar Ekonomi Islam; Bahan kuliah pada Fakultas
Syariah UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: 1999.
Sarkaniputra, Murasa dan Krisriawan, Agus. Ilmu Ekonomi (Pengantar Ekonomi
Moneter: Suatu Awalan), Bahan Pengajaran Ekonomi Perbankan dan
Asuransi Islam. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2000.
Sudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam, Suatu Pengantar, cet.III. Yogyakarta:
Ekonisia, 2004.
Saladin, Djaslim. Konsep Dasar Ekonomi dan Lembaga Keuangan Islam. Bandung:
Linda Karya, t.th.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia. Bank Syari’ah:
Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, cet.II. Jakarta: Djambatan,
2003.
Tim Penyusun. Prinsip Syariah Dalam Ekonomi. Jakarta: MES, 2001.
Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum, 2007.
Widodo, Hendarto, Ak. Panduan Praktis Operasional BMT. Bandung: Mizan, 1999.