prak aomk sds page

51
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KEHALALAN OBAT, MAKANAN, DAN KOSMETIK Analisis Profil Protein Daging Sapi dan Babi dengan SDS-PAGE Oleh : Annisa Nurul Azzahra 1111102000029 Silvia Aryani 1111102000039 Euis Chodidjah 1111102000046 Hardi Mozer 1111102000049 Arini Eka Pratiwi 1111102000051 Happy Rahma Y. 1111102000055 Nurkhayati P. Indriyani 1111102000126 Evi Nurul Hidayati 1111102000131 PROGRAM STUDI FARMASI SEMESTER 6-B FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN 1 | SDS-Page

Upload: charinna-agus-prabawati

Post on 02-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Charinna AP

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KEHALALAN OBAT, MAKANAN, DAN KOSMETIK

Analisis Profil Protein Daging Sapi dan Babi dengan SDS-PAGE

Oleh :Annisa Nurul Azzahra

1111102000029

Silvia Aryani

1111102000039

Euis Chodidjah

1111102000046

Hardi Mozer

1111102000049

Arini Eka Pratiwi

1111102000051

Happy Rahma Y.

1111102000055

Nurkhayati P. Indriyani

1111102000126

Evi Nurul Hidayati

1111102000131

PROGRAM STUDI FARMASI SEMESTER 6-B

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2014I. Judul Praktikum

Analisis Profil Protein Daging Sapi dan Babi dengan SDS-PAGE II.Tujuan dan Landasan TeoriA. Tujuan

Mengetahui perbedaan profil protein antara daging sapi dengan daging babiB. Landasan Teori1. ProteinDefinisi ProteinIstilah protein berasal dari bahasa yunani kuno proteos, yang berarti yang utama (Poedjiadi, 1994). Menurut Wirahadikusumah (1997), protein merupakan komponen utama semua sel hidup. Fungsinya terutama adalah sebagai protein aktif. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat kimia lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.

Winarno (2002) menyatakan bahwa protein adalah salah satu unsur dalam makanan yang terdiri dari asam-asam amino yang mengandung unsur karbon, hidrogen, nitrogen, dan belerang yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Asam amino sendiri menurut Adiono (1987) dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok asam (oksigen, karbon, dan belerang) dan kelompok amino (nitrogen dan hidrogen) yang menempel pada atom karbon.

Girindra (1986) menambahkan protein adalah makromolekul yang terdiri atas asam-asam -amino yang saling berikatan dengan ikatan kovalen diantara gugus -karboksil asam amino dengan gugus -amino dari asam amino yang lain. Ikatan di antara asam amino disebut ikatan peptida. Beberapa unit asam amino yang berikatan dengan ikatan peptida disebut polipeptida. Molekul protein dapat terdiri atas satu atau sejumlah rantai polipeptida dan setiap rantai dapat terdiri atas ratusan hingga jutaan residu asam amino.Denaturasi Protein

Sifat fisikokimia protein berbeda satu sama lain, tergantung pada komposisi dari jenis asam amino penyusunnya. Berta molekul protein sangat besar sehingga bila protein dilarutkan dalam air akan membentuk suatu dispersi koloidal. Molekul protein tidak dapat melalui membran semipermiabel, tetapi masih dapat menimbulkan tegangan pada membran tersebut. Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau modifikasi pada struktur molekul protein disebut denaturasi. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi adalah panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan adanya bahan kimia seperti alkohol (Yazid dan Nursanti, 2006)Purnomo ( 1997) menyatakan bahwa pengolahan daging dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya. Davidek et al. (1990) menambahkan bahwa denaturasi pertama terjadi pada suhu 45C yaitu denaturasi miosin dengan adanya pemendekan otot. Aktomiosin terjadi denaturasi maksimal pada suhu 50-55C dan protein sarkoplasma pada 55-65C.Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1995). Fennema (1996) menjelaskan lebih lanjut, bahwa denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein.Denaturasi, koagulasi dan redenaturasi dapat dibedakan yaitu, denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno,2002). Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung secara reversibel (Poedjiadi, 1994).Bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul suatu protein berubah, maka dikatakan protein itu terdenatirasi. Seb gian besar protein globular mudah mengalami denaturasi. Jika ikatan-ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan mengembang. Denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder , tersier, dan kuarterner terhadap molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen, karena itu denaturasi dapat pula diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen., interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul (Soewoto, 2001 dalam Lawrie, 2003)Ada 2 macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Yang ertama terjadi pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul bergabung dalam ikatan sekunder. Ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif. Ikatan intramolekul seperti yang terdapat pada gugs disulfida dalam sistin (Winamo, 1995).Pada temperatur antara 300 C DAN 400 C, protein myofibril mulai mengalami koagulasi pada temperature 550 C, protein myofibril mengalami denaturasi sempurna, sehingga pemasakan pada temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan pengeringan dan kealotan protein-protein myofibril yang mengalami koagulasi. Pada temperatur 600 C, protein sarkoplasma hampir mengalami denaturasi sempurna. Prosedur pemasakan dalam waktu singkat dan padaa temperatur internal yang rendah untuk daging yang mengandung jaringan ikat rendah, akan dapat meningkatkan keempukan daging masak (Soeparno, 2005).

Struktur Protein

Pada protein terdapat empat tingkat struktur yang berbeda, yaitu: struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener (Usmeningsih, 2008).

Gambar 1. Struktur protein

(Sumber: Usmeningsih, 2008)

a) Struktur Primer

Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan sifat dasar dari berbagai protein, dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier. Struktur primer adalah struktur protein yang dibentuk dengan menggabungkan asam amino ke dalam polipeptida. Ujung dari polipeptida yang terbentuk ini memiliki sifat kimia yang berbeda, yaitu satu mempunyai gugus amino bebas (ujung N atau amino, NH2) dan ujung satunya mempunya gugus karboksil bebas (ujung C atau karboksil, COOH-). Penulisan struktur primer suatu protein dengan berlangsung dari ujung-N ke ujung-C kekanan (Purwaningsih, 2007).b) Struktur sekunder

Struktur sekunder adalah merujuk pada konfirmasi yang berbeda yang dapat terjadi pada polipeptida. Dua tipe yang umum yaitu -heliks dan -sheet. Keduanya terbentuk karena ikatan hidrogen yang terjadi antara asam amino yang berbeda pada polipeptida dan bersifat reguler. Struktur sekunder terdiri dari satu rantai polipeptida (Winarno, 1995).c) Struktur tersier

Bentuk penyususnan bagian terbesar ranti cabang disebut struktur tersier yaitu, susunan dan struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder bentk lain. Struktur tersier terjadi dari lipatan komponen struktur sekunder polipeptida yang membentuk konfigurasi tig dimensi (Winarno. 1995)d) Struktur Kuarterner

Struktur primer, sekunder, dan tersier umumnya hanya melibatkan beberapa polipeptida dan membentuk suatu protein, maka disebut struktur kuarterner. Pada umumnya ikatan-ikatan yang terjadi sampai terbentuknya protein sama dengan ikatan-ikatan yang terjadi pada struktur tersier (Winarno, 1995).

2. Daging Sapi

Sapi adalah hewan ternak anggita familia bovidae dan subfamilia bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan (Anonymous,2010). Klasifikasi ilmiah sapi menurut Parker dan Haswell (1978) dalam Ardiansyah (2005) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Artiodaktil Familia : Bovidae Genus : Bos Spesies : Bos taurus spDaging sapi atau beef adalah jaringan otot pada sapi yang merupakan sumber protein, vitamin dan besi yang bagus. Daging sapi sangat banyak mengandung vitamin B6 yang menguatkan sistem kekebalan dan vitamin B12 yang membantu melancarkan peredaran darah. Ciri-ciri daging sapi asli dan masih segar, diantaranya adalah dagingnya berwarna merah terang lemaknya berwarna kekuningan dan tekstur dagingnya kenyal (Ardiansyah, 2005).

Gambar 2. Daging sapi

3. Daging Babi

Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermancung panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Kadang jyga dikenali dengan khinzir. Babi adalah omnivora, yang mengkonsumsi baik daging maupun tumbuhan-tubuhan (Wijaya, 2009). Klasifikasi ilmiah babi menurut Parker dan Haswell (1978) dalam Wijaya (2009) adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia

Ordo : Artiodaktil Familia : Suidae Genus : Sus Spesies : Sus spDaging babi adalah daging yang sulit dicerna, karena kandungan zat lemaknya sangat tinggi (Wijaya, 2009).

Gambar 3. Daging babi

Daging babi memiliki tekstur empuk, serat halus, tersedia di pasaran dengan harga sangat murah, rasanya lezat sebagai sumber protein hewani. Ada beberapa istilah daging babi yaitu ham dan bacon. Ham yaitu daging babi bagian belakang, sedangkan bacon adalah iga babi asap. Secara umum daging babi memiliki lapisan lemak yang tebal dengan serat yang cukup halus. Akan tetapi, tidak mudah membedakan antara daging babi dengan daging sapi muda, keduanya sangat mirip, apalagi jika keduanya bercampur (Jannah, 2008).4. Perbedaan Daging Sapi dengan Daging Babi

Ada beberapa perbedaan mendasar antara daging babi dan sapi. Menurut Dr. Ir. Joko Hermanianto dalam Syamsir (2009), secara kasat mata ada lima aspek yang terlihat berbeda antara daging babi dan sapi yaitu warna, serat daging, tipe lemak, aroma dan tekstur.

WarnaDaging babi memiliki warna yang lebih pucat dari daging sapi, warna daging babi mendekati warna daging ayam. Namun perbedaan ini tidak dapat dijadikan pegangan, karena warna pada daging babi oplosan biasanya dikamuflase dengan pelumuran darah sapi, meskipun kamuflase ini dapat dihilangkan dengan perendaman dengan air. Selain itu, ada bagian tertentu dari daging babi yang warnanya mirip sekali dengan daging sapi sehingga sangat sulit membedakannya. Lawrie (1991) dalam Soeparno (2005) menambahkan bahwa, banyak faktor yang mempengaruhi warna daging, termasuk pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, pH dan oksigen.

Gambar 4. Perbedaan warna daging babi dan sapi

Serat daging

Terlihat perbedaan serat daging yang jelas antara kedua daging. Serat-serat daging sapi tampak padat dan garis-garis serat terlihat jelas. Sedangkan pada daging babi, serat-sertanya terlihat samar dan sangat renggang atau lebih halus. Perbedaan ini semakin jelas ketika kedua daging direnggangkan bersama.

Gambar 5. Perbedaan serat daging babi dan daging sapi

Penampilan lemak

Perbedaan terdapat pada tingkat keelastisannya. Daging babi memiliki tekstur lemak yang lebih elastis sementara lemak sapi lebih kaku dan berbentuk. Selain itu lemak daging sapi agak keriing dan tamak berserat. Namun pada bagian tertentu seperti ginjal, penampakkan lemak babi hampir mirip dengan lemak sapi.

Gambar 6. Perbedaan lemak daging babi dan sapiTekstur

Daging sapi memiliki tekstur yang lebih kaku, padat, dan kenyal dibandingkan dengan daging babi yang lembek dan mudah diregangkan.

Gambar 7. Perbedaan tekstur daging babi dan sapi

Aroma

Terdapat sedikit perbedaan aroma antara keduanya. Daging babi memiliki aroma khas tersendiri, sementara aroma daging sapi adalah anyir walaupun warna telah dikamuflase dan dicampur antar keduanya, namun aroma kedua daging ini tetap dapat dibedakan. Sayangnya kemampuan membedakan melalui aromanya ini membutuhkan latihan yang berulang-ulang karena perbedaannya tidak terlalu signifikan.Zulfahani (2009) menambahkan bahwa ketika di rebus, daging babi akan berubah menjadi putih, dan sebaliknya daging sapi akan berubah warna menjadi keabu-abuan saat direbus dalam air panas, serta pada daging babi setelah direbus akan tampak lebih mulus seratnya dibandingkan daging sapi yang seratnya terlihat mengeriput setelah direbus.5. SDS-PAGEDefinisi

Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) adalah suatu teknik pemisahan molekul-molekul protein berdasarkan perbedaan berat masing-masing (Davis, 1994; Campbell dkk., 2002). SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) merupakan sejenis detergen yang berfungsi mendenaturasikan protein, memberikan muatan negatif pada protein, dan molekul hidrofobik (tidak suka air) (Seidman & Moore, 2000). Metode SDS-PAGE menggunakan gel poliakrilamid. Gel poliakrilamid terbentuk dari hasil polimerasi monomer akrilamid dan bisakrilamid (Martin, 1996).

SDS-PAGE merupakan suatu teknik dengan kegunaan yang cukup luas, antara lain yaitu analisis kemurnian protein, penentuan berat molekul protein, verifikasi konsentrasi protein, deteksi proteolisis, identifikasi protein imunopresipitasi, sebagai tahap awal imunobloting, deteksi modifikasi protein, dan lain-lain.

Komponen

SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) merupakan sejenis detergen yang berfungsi mendenaturasikan protein, memberikan muatan negatif pada protein, dan molekul hidrofobik (tidak suka air) (Seidman & Moore, 2000).

Gambar 8. SDS

Gel Poliakrilamid

Gel poliakrilamid terbentuk dari hasil polimerasi monomer akrilamid dan bisakrilamid (Martin, 1996). Poliakrilamid dihasilkan dari sebuah sistem yang menghasilkan radikal bebas yaitu dengan penambahan ammonium persulfat (APS) dan tetrametilendiamin (TEMED). Ammonium persulfat sebagai inisiator, dan tetrametilendiamin sebagai pengkatalis (Sambrook & Russell, 2001).

Gambar 9. Pembentukan gel poliakrilamid melalui inisiasi APS dan TEMED.

Sistem Buffer Sistem buffer terdiri dari continous system dan discontinuous system . Continous system menggunakan satu jenis gel yaitu menggunakan resolving gel, sementara discontinous system menggunakan dua jenis gel berupa resolving gel dan stacking gel. Stacking gel berfungsi untuk menahan sementara agar sampel bermigrasi pada waktu yang bersamaan. Resolving gel berfungsi untuk memisahkan molekul-molekul yang ada berdasarkan berat molekulnya. (Boyer, 1993).

Perwarnaan atau stainingPerwarnaan atau staining pada gel juga merupakan bagian dari teknik SDS-PAGE. Zat pewarna berfungsi untuk pewarnaan sekaligus untuk mengetahui berjalan atau tidaknya proses running. Pewarnaan gel pada teknik SDS-PAGE terdiri dari commasie blue staining dan silver salt staining. Commasie blue staining adalah pewarna tekstil trifenilmetana, dan lebih sering digunakan di dalam teknik SDS PAGE. Commasie blue staining memiliki beberapa kelebihan yaitu harga yang relatif murah, mengikat protein secara spesifik, bekerja cepat. Silver salt staining memiliki kelebihan yaitu hasilnya lebih akurat jika dibandingkan coomassie blue staining. Kekurangan silver salt staining yaitu harga yang lebih mahal dan membutuhkan waktu yang lebih lama (Boyer, 1993).

Gambar 10. Pewarnaan dengan: (A) silver salt staining, (B) commasie blue staining.

Destaining Tujuan perendaman gel dalam destaining solution untuk memudahkan pegamatan. Destaining digunakan untuk membersihkan gel dari pewarna sehingga pita dapat terlihat(Boyer 1993: 139).

Peralatan Alat yang digunakan adalah comb yang berfungsi untuk membentuk well pada gel. Casting frame digunakan sebagai tempat untuk glass plates. Casting stand adalah sebagai tempat dipasangnya casting frame. Stanks sebagai wadah meletakkan perangkat elektroforesis. Micropipette dan tips digunakan untuk mengambil, mencampurkan dan memindahkan sampel ke dalam well.

Gambar 11. Alat instrumen SDS-PAGEPrinsip Dasar Prinsip dari SDS-PAGE adalah dengan memanfaatkan perbedaan kemampuan migrasi masing-masing molekul protein. Kemampuan migrasi tiap molekul akan berbeda disebabkan perbedaan berat molekul protein (Davis, 1994; Campbell dkk., 2002). Terdapat perbedaan metode elektroforesis dengan metode SDS-PAGE. Elektroforesis menggunakan gel agarosa sebagai medium. SDS-PAGE menggunakan gel berupa gel poliakrilamid. Sifat dari gel agarosa non-toxic sementara pada gel poliakrilamid adalah neurotoxic atau bersifat racun syaraf. Gel agarosa memiliki pori yang lebih besar daripada gel poliakrilamid. Selain gel, komponen yang digunakan dalam metode SDS-PAGE dan elektroforesis juga berbeda. Komponen yang digunakan dalam SDS-PAGE antara lain adalah SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) dan gel poliakrilamid (Seidman & Moore, 2000).

Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran massanya dengan elektroforesis gel poliakrilamid dengan sistem gerak. Sebelumnya, campuran protein dipanasi dengan natrium dodesil sulfat (SDS) untuk menyelubungi molekul protein. Penyelubungan ini menyebabkan interaksi nonkovalen terganggu sehingga molekul protein dalam struktur primer. Anion SDS berikatan dengan rantai utama dengan rasio satu molekul SDS untuk dua residu asam amino (Watson, 2007).

Gambar 12. Sebuah protein dengan interaksi hidrofobik di dalam polipeptida.

Merkaptoetanol atau ditiotreitol juga ditambahkan untuk mereduksi ikatan disulfida. Kompleks SDS dengan protein terdenaturasi mempunyai jumlah muatan negatif yang sebanding dengan ukuran protein. Muatan negatif yang terdapat pada ikatan SDS ini jauh lebih besar daripada muatan pada protein asli. Kompleks protein SDS kemudian dielektroforesis, sehingga semua molekul protein bergerak menuju kutub positif. Ketika elektroforesis selesai, protein dalam gel dapat ditampakkan oleh pewarnaan dengan perak atau zat warna seperti Commasie blue, yang akan menampakkan beberapa pita (Watson, 2007).

Gambar. 13. Skema mekanisme separasi protein berdasarkan berat molekul dengan SDS-PAGE.

Gambar 12. menunjukkan sebuah protein dengan interaksi hidrofobik di dalam polipeptida. Interaksi tersebut akan memberikan protein konformasi spesifik yang membantu dalam menentukan fungsi, tetapi semua struktur kedua dan ketiga harus dipisahkan sebelum protein tersebut masuk ke dalam gel. Setelah SDS, protein yang sama berada dalam bentuk linear yang mengeliminasi semua lipatan dan melapisi protein tersebut dengan ion negative (Campbell, 1998).

Dengan mengeliminasi perbedaannya dalam konformasi, kita bisa memisahkan protein-protein sesuai berat molekulnya saja. SDS tidak hanya mentransformasi protein-protein ke dalam struktur primernya, tetapi juga melapisi tiap protein dengan ion negatif. Hal ini akan menjamin bahwa protein akan bermigrasi ke ion positif di dalam gel. Jadi kesimpulannya adalah, SDS akan mengeliminasi semua lipatan, kusutan dan kumparan dari struktur protein tersebut dan meluruskannya menjadi konformasi yang identik. Setelah itu, tiap protein akan dilapisi dengan ion negatif. SDS ini akan menyiapkan protein untuk masuk kelangkah berikutnya, yaitu PAGE.

Metode SDS-PAGE menggunakan gel poliakrilamid. Poliakrilamid merupakan pilihan yang lebih tepat daripada agarosa dalam memisahkan protein sesuai ukurannya karena ukuran pori poliakrilamid ini sangat dibutuhkan dalam penghambatan molekul-molekul kecil. Jika menggunakan gel agarosa, protein dalam ukuran besar dan kecil dapat bermigrasi secara bebas dan dapat berakhir di lokasi yang sama (Martin, 1996).

Anggap saja protein-protein tersebut terdenaturasi dan dilapisi dengan ion negatif dengan SDS, yang bergerak di dalam gel. Kebanyakan protein akan mempunyai panjang yang berbeda, untuk berbagai macam ikatan asam amino dalam membentuk struktur primer sebuah protein. Protein akan mempunyai berat molekul yang berbeda-beda. Jika protein-protein tersebut akan masuk ke kutub ion negatif, semua protein akan berpindah ke kutub positif pada kecepatan yang berbeda dimana protein dengan ukuran yang lebih besar akan mengalami kesusahan untuk melewati pori-pori yang lebih kecil. Karena hal tersebut, maka molekul-molekul harus mengambil jalur yang berbeda, yang akan memperlambat proses tersebut. Protein dengan ukuran yang lebih kecil bisa melewati saluran-saluran tersebut, sehingga dapat bermigrasi lewat gel dengan lebih cepat. Protein yang lebih kecil dan lebih cepat akan berada di kutub positif dan protein dengan ukuran besar akan berada di kutub negatif.

Gambar14. Menunjukkan suatu SDS-PAGE dimana protein-protein telah bermigrasi lewat saluran-saluran dari poliakrilamid. (Byron Faler, Tom Beadle and Dr. John Williamson of the Davidson College Biology department on Sept. 17, 1997)

Jumlah protein dengan ukuran yang berbeda-beda akan menentukan jumlah ikatan yang akan terlihat, namun prosedur ini tidak menjamin semua protein yang terletak di sebuah ikatan akan sama. Poliakrilamid memisahkan protein sesuai berat molekulnya saja, dan tidak dapat membedakan antara urutan asam aminonya. Hal yang dapat terjadi adalah mendapatkan dua protein yang mempunyai berat molekul yang sama dengan konstruksi asam amino yang berbeda. (Campbell 1998).

III.Metodologi Praktikum

Waktu

: Jumat, 6 Juni 2014; Jumat 13 Juni 2014

Tempat : Laboratorium Halal; Laboratorium PMC kampus UIN Syarif Hidayatullah JakartaA. Alat

Adapun peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

Erlenmeyer

Homogenizer

Sentrifuge

Refigerator

Timbangan

Kaca Arloji

Mikropipet

Mikrotube

Gelas Beker

Corong

Pisau

Talenan

Pipet

Gelas Ukur

Labu Ukur Cetakan Gel SDS-PAGE

Alat Elektroforesis

B. Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada preparasi sampel ini adalah sebagai berikut:

Daging Babi

Daging Sapi

PBS pengenceran 10x

NaCl 0,5M

Silica

SDS (Sodium Dodecyl Sulphate)

BSA (Bovine Serum Albumin)

Reagen Barffoed

Baru Es Aquades

Akrilamid/Bisakrilamid

Resolving Buffer

Stacking Buffer

Running Buffer

SDS

Protein marker (Prestained SDS-PAGE Standards, Board Range. Cat: # 161-0318)

APS 10%

TEMED

Methanol

Asam asetat

Aquabides

Commasive Blue

C. Cara Kerja1. Preparasi SampelAdapun cara kerja yang digunakan pada preparasi sampel ini adalah sebagai berikut:

Daging babi dan daging sapi dibersihkan dan dialiri dengan air mengalir untuk mengencerkan batu es yang terkandung dalam sampel agar tidak mempengaruhi berat penimbangan

Masing-masing daging (daging sapi dan daging babi) dipotong kecil-kecil dan masing-masing ditimbang sebanyak 10 gram.

Pada daging yang telah dipotong kecil-kecil ditambahkan 50 ml PBS, 1 ml NaCl, 1 ml SDS dan ditaburkan silica secukupnya.

Daging yang telah diperlakukan seperti di atas, dihomogenizer pada suhu dingin dengan merendam beaker gelas yang berisi sampel dengan beaker gelas yang berisi batu es sambil dihomogenizer selama 15 menit.

Bagian cairan hasil sampel yang dihomogenizer diambil menggunakan mikropipet kemudian cairan tersebut dimasukan ke dalam tabung sentrifuge eppendorf.

Sampel disentrifugasi menggunakan mikrosentrifuge dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit dengan suhu 4oC.

Di sisi lain, sisa sampel yang tidak disentrifugasi diuji dengan menggunakan reagen barffoed untuk menguji apakah pada sampel yang telah diekstraksi mengandung protein atau tidak.

Pada sisa sampel yang tidak disentrifugasi, sampel disaring menggunakan kertas saring ganda kemudian sampel dimasukan ke dalam vial dan disimpan pada refigerator.

Pada sampel yang telah disentrifugasi, diambil bagian supernatan dengan menggunakan mikopipet kemudian supernatan tersebut dipindahkan ke tabung sentrifuge lain yang steril.

Simpan tabung sentrifuge pada refigerator bersuhu -20oC sampai dilakukan analisa lebih lanjut.

2. Pembuatan Gel SDS PAGE

1. Pembuatan Running Buffer 10 x.

Tris-Glisin-SDS, pH 8,3 (siap pakai) + 30,3 g Tris + 144 g Glisin + 10 g SDS, dilarutkan dalam 1000 ml dH2O. Tidak perlu penyesuaian pH. Disimpan pada 4oC.

2. Pembuatan Ammonium Persulfat 10 % (APS)

APS ini selalu dibuat saat akan digunakan. Cara pembuatannya adalah 100 mg Ammonium persulfat dilarutkan dalam 1 ml dH2O.

3. Pembuatan Larutan Stok Akrilamid/Bis (30% T, 2,67% C)

29,2 g akrilamid dan 0,8 g NN-bis-metilen-akrilamid dilarutkan dalam 100 ml dH2O. Larutan ini kemudian difilter dan disimpan pada 4oC dan dihindarkan dari cahaya. Maksimum penyimpanan larutan stok akrilamid/bis ini adalah 30 hari.

4. Pembuatan Resolving Buffer: 1,5M Tris-HCl, pH 6,8 (siap pakai dari BioRed)

18,15 g Tris dilarutkan dalam 75 ml dH2O. Kemudian pH diatur mencapai pH 8,8 dengan 6N HCl. Setelah itu ditambahkan dH2O hingga volume totalnya 100 ml. Kemudian disimpan pada 4oC.

5. Pembuatan Stacking Buffer: 0,5M Tris-HCl, pH 6,8 (siap pakai dari BioRed)

6 g Tris dilarutkan dalam 60 ml dH2O. Kemudian pH diatur mencapai pH 6,8 dengan 6N HCl. Setelah itu ditambahkan dH2O hingga volume totalnya 100 ml. Kemudian disimpan pada 4oC.

6. Sampel Buffer (siap pakai dari BioRed)

3,55 ml air deionisasi + 1,25 ml stacking buffer + 2,5 ml gliserol + 2 ml SDS 10% +0,2 ml bromophenol blue 0,5% (b/v). Kemudian disimpan pada suhu ruang. Pada saat akan digunakan: ditambahkan 50 ml -merkaptoetanol ke dalam 950 ml sampel buffer sebelum digunakan. Kemudian sampel diencerkan paling sedijit 1:2 di dalam sampel buffer dan dipanaskan 95oC selama 4 menit.

7. Pembuatan Pembuatan Resolving gel 12% sebanyak 10 ml:- masukan 3,4 ml aquades ke dalam beaker glass.- tambahkan 4 ml akrilamid/bis ke dalam beaker glass.- tambahkan 2,5 resolving buffer ke dalam beaker glass.- tambahkan 0,1 ml SDS ke dalam beaker glass.8. Pembuatan Stacking Gel 4% sebanyak 5 ml:- masukan 3,05 ml aquades ke dalam beaker glass.- tambahkan 0,65 ml akrilamid/bis ke dalam beaker glass.- tambahkan 1,25 ml stacking buffer ke dalam beaker glass.- tambahkan 0,05 ml SDS ke dalam beaker glass.

9. Pembuatan staining solution (40% metanol+ 1% commasive blue+ 15% asam asetat + ad 200 ml).- masukan 80 ml aquades ke dalam labu ukur 200 ml- tambahkan 2 gram commasive blue ke dalam labu ukur- tambahkan 30 ml asam asetat ke dalam labu ukur- ad 200 ml aquades ke dalam labu ukur.10. Pembuatan destaining solution (40% metanol+ 7,5% asam asetat + ad 500 ml).- masukan 100 ml aquades ke dalam labu ukur 500 ml- tambahkan 37,5 ml asam asetat ke dalam labu ukur- ad 500 ml aquades ke dalam labu ukur.11. Proses pencetakan gel- tambahkan 200 mikroliter APS 10% ke dalam beaker glass berisi resolving gel. (APS adalah inisiator dalam proses polimerisasi, APS adalah radikal yang akan membuat monomer embentuk radikal sehingga nantinya monomer, yaitu akrilamid dan bisakrilamid, dapat embentuk polimer)- tambahkan 20 mikroliter TEMED (TEMED adalah katalis dalam proses polimerisasi) ke dalam beaker glass berisi resolving gel.- masukan campuran tersebut ke dalam cetakan gel menggunakan pipet sampai batas bawah hijau pada cetakan.- masukan aquabides ke dalam cetakan gel sampai batas atas cetakan (penambahan aquabides ini untuk meratakan dan menghilangkan gelembung yang muncul saat proses memasukan campuran resolving gel+APS+TEMED ke dalam cetakan. Aquabides ini tidak akan berikatan dengan polimer. Jadi penambahan aquabides tidak akan mempengaruhi proses pembuatan dan pencetakan gel). Proses pembentukan gel ini umumnya membutuhkan waktu 15-30 menit.- setelah resolving gel terbentuk, miringkan cetakan untuk membuang aquabides yang ada di cetakan. Kemudian masukan stacking gel ke dalam cetakan tersebut. Setelah itu masukan cetakan sisir ke dalam gel. Tunggu hingga gel terbentuk. (Keterangan: Ketebalan gel = 0,75 mm).

3. Proses Preparasi Sampel (Settelah Inkubasi, Sebelum Dielektroforesis)- Ambil 50 mikroliter sampel dan 100 mikroliter sampel buffer ( 1:2 = sampel:sampel buffer). Kemudian masukan ke dalam tabung eppendorf. Setelah itu letakkan tabung eppendorf di steroform.- Di sisi lain, panaskan air dalam beaker glass hingga mendidih. Kemudian setelah air mendidih, letakan tabung ependorf ke air panas tersebut selama 4 menit.

- Setelah itu sampel disentrifugasi 12.000 rpm selama 15 menit di suhu 4oC.- Sampel yang telah disentrifugasi siap dirunning.4. Penyiapan Protein Marker

- Diambil 100 mikroliter protein marker kemudian simpan di freezer.

5. Proses Elektroforesis

- Alat elektroforesis disiapkan

- Gel SDS-PAGE dimasukan ke dalam alat elektroforesis tersebut.

- Running buffer dimasukan ke dalam alat elektroforesis.

- Sampel dimasukan ke dalam well (sumur) pada gel sebanyak 33l pada setiap well menggunakan mikropipet. Sampel yang dimasukan berturut-turut: protein marker, protein babi, protein babi, protein sapi, protein sapi, protein babi, protein babi, protein babi, protein sapi, protein sapi, protein marker (Jumlah total wall terdapat 10 well). Untuk menandai bagian gel mana yang dimulai well pertama, pada salah satu sisi gel dipotong sedikit.- Voltase dan waktu elektroforesis diatur. Voltase yang digunakan 200 volt dan waktu selama 60 menit.

- Setelah proses elektroforesis dilakukan, gel yang berada pada cetakan diambil dan dipindahkan ke wadah lain untuk selanjutnya dilakukan proses staining.

6. Proses StainingPada praktikum ini tidak dilakukan proses staining dikarenakan pada saat proses pemindahan gel yang telah dielektroforesis ke wadah lain gagal (gel yang terbentuk bersifat lembek sehingga ketika dipindahkan, gel tersebut rusak). Hal ini terjadi karena terdapat kesalahan pada proses preparasi gel dan preparasi sampel saat akan dilakukan proses elektroforesis sehingga menyebabkan pengujian sampel menggunakan SDS-PAGE gagal.

7. Proses Destaining

Pada praktikum ini tidak dilakukan proses destaining dikarenakan terdapat kesalahan pada proses preparasi gel dan preparasi sampel saat akan dilakukan proses elektroforesis sehingga menyebabkan pengujian sampel menggunakan SDS-PAGE gagal.

IV.Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

Pada percobaan ini, kami tidak mendapatkan hasil atau bisa dibilang percobaam kami gagal, karena gel yang menggumpal.B. Pembahasan

SDS PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate- Polyacrilamid gel electroforesis) adalah tehnik elektroforesis yang sering digunakan dalam analisis protein laboratorium. Sampel protein denaturasi (dipanaskan) dan dicampur dengan SDS (yang merupakan detergen yang anionik) dengan akibat kompleks protein detergen itu bermuatan negative dan protein yang lebih besar mempunyai muatan negative yang lebih besar. Kompleks protein detergen itu akan dibawa oleh medan listrik kearah kutub positif (Anoda).Pada praktikum kali ini yaitu tentang karakterisasi profil protein pada daging babi dan daging sapi menggunakan SDS page. Daging yang digunakan adalah daging yang masih segar dimana protein yang terkandung didalamnya belum terdenaturasi. Sebelum running sampel, terlebih dahulu dilakukan preparasi sampel dan penyiapan gel yang akan digunakan sebagai medianya.

Dalam preparasi sampel, daging sapi dan daging babi yang digunakan dibersihkan terlebih dahulu. Karena daging yang digunakan masih dalam keadaan beku, maka daging sapi dan daging babi dialiri dengan air untuk mengencerkan daging beku. Hal ini dilakukan bertujuan agar pada saat penimbangan tidak terjadi penambahan bobot pada daging. Daging yang sudah dibersihkan, dipotong-potong kecil-kecil untuk mempermudah pada saat preparasinya. Lalu ditimbang sesuai dengan yang diperlukan yaitu 10 gram. Selanjutnya tambahkan PBS, NaCl, SDS, dan silica. Penambahan PBS ini bertujuan untuk menjaga protein tetap utuh dan mencegah proses osmosis selama proses inkubasi. NaCl ditambahkan bertujuan agar protein dapat berubah menjadi bentuk garamnya dan larut dalam larutan yang ditambahkan dan protein mudah terlepas dari dagingnya. tujuan dari penambahan SDS dan beta merkaptoetanol disertai dengan pemanasan akan memecah struktur tiga dimensi dari protein, terutama ikatan disulfide menjadi subuit-subunit polipeptida secara individual. SDS juga membungkus rantai protein yang tidak terikat dengan muatan negative yang sama membentuk komplek SDS-Protein. Komplek SDS-Protein mempunyai densitas muatan yang identik dan bergerak pada gel hanya berdasarkan ukuran protein. Dan penambahan silica yaitu bertujuan untuk membantu mempercepat SDS bertumbukkan dengan molekul protein sehingga terbentuk komplek SD-Protein. Setelah penambahan beberapa zat diatas, kemudian daging (sapi dan babi) dihomogenizer pada suhu dingin. Homogenizer berfungsi untuk menghomogenkan semua zat yang telah ditambahkan dengan daging. Pada suhu yang dingin ditujukkan agar protein tidak terdenaturasi. Setelah dihomogenizer selama 15 menit, bagian supernatan diambil menggunakan mikropipet, dan dilakukan sentrifugasi. Tujuan dilakukan sentrifugasi disini untuk melihat apakah masih terdapat pengotor pada supernatan yang dihasilkan. Apabila masih terdapat pengotor, maka akan terdapat endapan setelah dilakukan sentrifugasi. Namun, hasil yang diperoleh bersih (tidak ada endapan). Sisa sampel yang tidak disentrifugasi, dilakukan uji kualitatif menggunakan reagen barffoed untuk mendeteksi ada tidaknya protein didalam supernatan sampel yang telah dipreparasi sebelumnya. Pada saat diuji menggunakan reagen barfoed, hasil yang didapat yaitu negatif. Yang artinya tidak terdapat protein pada supernatan yang diambil. Hal ini dikarenakan pada saat pengujian terjadi kesalahan. Pengujian yang seharusnya yaitu 1 ml sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi, selanjutnya tambahkan 5 ml reagen barfoed. Panaskan tabung reaksi didalam air mendidih selama 1 menit. Dan lihat perubahan warna yang terjadi. Jika warna ungu terbentuk, maka sampel positif adanya protein.

Langkah selanjutnya yaitu sampel yang telah disentrifugasi diambil bagian supernatannya menggunakan mikropipet, kemudian dipindahkan ke tabung sentrifugasi yang steril. Pensterilan tabung sentrifugasi yaitu dengan cara perendaman didalam alkohol selama 30 menit. Simpan yabung sentrifugasi yang sudah berisi sampel didalam refigerator bersuhu -200C (untuk menjaga agar protein tidak terdenaturasi) sampai dilakukan analisa selanjutnya.

Selanjutnya yaitu proses preparasi gel. Gel yang dibuat ada 2 jenis, yaitu resolving gel dan stacking gel. Proses pembuatan resolving gel dengan mencampurkan akuades, akrilamid, resolving buffer, dan SDS. Fungsi gel ini untuk memisahkan atau menseparasi protein berdasarkan berat molekulnya. Akrilamid yang digunakan berfungsi sebagai bahan untuk membentuk pori-pori dalam gel agar protein dapat terpisah berdasarkan ukurannya. Buffer disini berfungsi sebagai penstabil pH agar muatan protein tidak berubah, aquades digunakan sebagai pelarut polar dan sebagai media polar untuk aliran listrik dalam gel, sedangkan untuk SDS sendiri berfungsi untuk memutuskan ikatan disulfida dari protein agar menjadi unfolding dan menyelubungi protein dengan muatan negatif. Langkah selanjutnya yaitu membuat stacking gel. Stacking gel berfungsi untuk tempat menata sampel protein sebelum proses running dimulai. Dalam pembuatan stacking gel ini yaitu dengan mencampurkan aquades, akrilamid/bis, stacking buffer, dan SDS. Dalam stacking gel, bis akrilamid berfungsi sebagai pembentuk pori-pori untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran yang dimilikinya, stacking buffer yang digunakan yaitu untuk mempertahankan pH protein agar tidak berubah, aquades sebagai pengencer, pelarut, dan pemberi kondisi polar untuk melancarkan arus listrik, sedangkan penggunaan SDS yaitu untuk memutuskan ikatan disulfida protein agar menjadi unfolding dan dapt menyelubungi protein dengan muatan negatif.

Setelah selesai preparasi gel, maka dilanjutkan dengan proses percetakan gel. Proses ini dilakukan dengan menambahkan APS 10% kedalam becker glass berisi resolving gel. APS adalah inisiator dalam proses polimerisasi. APS adalah radikal yang akan membuat monomer membentuk radikal sehingga nantinya monomer, yaitu akrilamid dan bisakrilamid dapat membentuk polimer. Setelah itu ditambahkan TEMED (katalis dalam proses polimerisasi). Fungsi dari TEMED ini sebagai katalisator pembentukkan radikal bebas dari ammonium persulfat dan sebagai pemadat sehingga pencampurannya dilakukan terakhir agar larutan tidak menjadi padat terlebih dahulu sebelum seluruh bahan tercampur. Setelah itu, masukkan campuran tersebut kedalam cetakkan gel menggunakan pipet sampai batas hijau pada cetakan. Setelah itu masukkan aquabidestilata kedalam cetakan gel sampai batas cetakan. penambahan aquabides ini bertujuan untuk meratakan dan menghilangkan gelembung yang muncul pada saat memasukkan campuran resolving gel yang ditambahkan dengan APS dan TEMED kedalam cetakan. aquabides ini tidak akan berikatan dengan polimer. Jadi, penambahan aquabides ini tidak akan mempengaruhi proses pembuatan dan pencetakkan gel. Proses ini membutuhkan waktu 15-30 menit. Dan waktu tersebut diharapkan gel sudah terbentuk dengan sempurna. setelah resolving gel terbentuk, miringkan cetakan untuk membuang aquabides yang ada di cetakan. Kemudian masukan stacking gel ke dalam cetakan tersebut. Setelah itu masukan cetakan sisir ke dalam gel. Tunggu hingga gel terbentuk. Tapi pada saat praktikum, tidak terjadi demikian. Pada saat resolving gel belum benar-benar jadi (masih dalam keadaan lembek) sudah memasukkan stacking gel. Sehingga gel yang terbentuk tidak dapat digunakan dengan sebaiknya. Dan hal ini akan mengakibatkan pada saat proses separasi protein tidak mendapatkan hasil yang sesuai.

Tahap selanjutnya yaitu proses preparasi sampel. Pada tahap preparasi sampel ini, sampel dicampur dengan buffer didalam tabung eppendrof. Letakkan tabung tersebut ke air yang sudah didihkan selama 4 menit. Penambahan buffer ini bertujuan untuk memutuskan ikatan disulfida protein sehingga didapatkan protein dalam bentuk linear yang nantinya akan memudahkan separasi protein tersebut dalam gel saat running. Pemanasan pada suhu 1000C ini bertujuan untuk mengoptimalkan pendenaturasian protein. Setalah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit pada suhu 40C. Sampel siap dirunning. Tetapi dalam praktiknya, praktikan mengalami kesalahan dalam preparasi sampel. Yaitu sampel tidak dicampurkan terlebih dahulu dengan buffer dan langsung dilakukan proses pemanasan. Sehingga protein masih berikatan dengan disulfida mengalami denaturasi lebih awal, dan sampel tidak dapat di running. Jika sampel tetap di running, maka hasil yang didapat tidak dapat mengidentifikasi protein dari sampel yang digunakan baik itu sampel daging sapi maupun sampel daging babi.

Tahap elektroforesis. Para proses ini menggunakan alat elektroforesis. Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik . Medan listrik dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk molekulnya. Gel SDS-PAGE dimasukan ke dalam alat elektroforesis tersebut. Gel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah agar akrilamid sesuai dengan preparasi gel yang sebelumnya. Gel akrilamid berfungsi sebagai dasar atau atau alas atas gerakan sampel protein. Konsentrasi akrilamid menentukan protein SDS.

Setelah gel SDS PAGE dipasang, lalu ditambahkan larutan Running Buffer. Larutan buffer (penyangga) ini menstabilkan pH medium pendukung. Buffer juga dapat mempengaruhi kecepatan gerak senyawa karena beberapa hal, yaitu : - Komposisi => Buffer harus tidak mengikat senyawa yang dipisahkan karena akan mempengaruhi kecepatan gerak. Buffer borat dipakai untuk memisahkan karbohidrat, karena dapat membentuk gabungan yang bermuatan listrik dengan karbohidrat. - Konsentrasi => Dengan naiknya kekuatan ion buffer, jumlah arus listrik yang terbawa meningkat dan bagian aliran yang dibawa sampel menurun, sehingga memperlambat geraknya. Kekuatan ion tinggi dalam buffer akan meningkatkan arus keseluruhan sehingga panas juga meningkat, biasanya dipilih 0,05 -0,10M. - Ph => Tingkat ionisasi asam-asam organik akan bertambah apabila pH bertambah, sebaliknya untuk basa-basa organik,oleh sebab itu tingkat kecepatan geraknya juga terpengaruh oleh pH. Kedua pengaruh dapat terjadi pada senyawa seperti asam aminoyang memiliki sifat asam dan basa

Setelah itu sampel lalu dimasukan ke dalam well (sumur) pada gel. Sampel yang dimasukan berturut-turut: protein marker, protein babi, protein babi, protein sapi, protein sapi, protein babi, protein babi, protein babi, protein sapi, protein sapi, protein marker (Jumlah total wall terdapat 10 well). Untuk menandai bagian gel mana yang dimulai well pertama, pada salah satu sisi gel dipotong sedikit.

Setelah sampel dimasukan kedalam well lalu Voltase dan waktu elektroforesis diatur. Voltase yang digunakan 200 volt dan waktu selama 60 menit. Apabila voltase diberikan diantara dua elektroda, arus ditentukan oleh tahanan dalam medium. - Voltase => Apabila jarak antara dua elektroda adalah 1 meter dan perbedaan potensial antara keduanya adalah V volt sehingga gradient potensialnya adalah V/1m. Kenaikan gradient potensial akan menyebabkan kecepatan gerak ion. - Aliran listrik => Arus aliran listrik dalam larutan antara dua elektroda disebabkan umumnya oleh ion buffer dan sedikit oleh ion dalam sampel. Kenaikan voltase akan meningkatkan jumlah muatan yang dipindahkan setiap detik kearah elektroda. Jarak yang ditempuh ion akan sebanding dengan waktunya. - Tahanan => Medium elektroforesa menimbulkan pada aliran ion sebanding dengan jenis medium, jenis buffer dan konsentrasinya. Tahanan akan meningkat dengan bertambahnya jarak antara elektroda, namun berkurang dengan bertambahnya luas permukaan elektroda dan konsentrasi ion dalam buffer. Setelah proses elektroforesis dilakukan, gel yang berada pada cetakan diambil dan dipindahkan ke wadah lain untuk selanjutnya dilakukan proses staining. Proses staining. Prose selanjutnya seharusnya adalah proses staining. Hal pertama yang dilakukan pada proses staining yaitu dengan merendam gel dalam larutan staining sambil digoyang selama 15 menit. Setelah 15 menit buang larutan staining dan cuci gel dengan aquades beberapa kali hingga bersih.

Pewarnaan ini perlu untuk dilakukan untuk membantu dalam pengamatan band protein yang terseparasi. Penggoyangan perlu dilakukan untuk megoptimalkan reaksi staining. Pencucian dengan aquades berfungsi untuk membilas dan menghilangkan pewarna staining yang mungkin masih tersisa pada gel.

Namun pada praktikum ini tidak dilakukan proses staining dikarenakan pada saat proses pemindahan gel yang telah dielektroforesis ke wadah lain gagal (gel yang terbentuk bersifat lembek sehingga ketika dipindahkan, gel tersebut rusak). Hal ini terjadi karena terdapat kesalahan pada proses preparasi gel dan preparasi sampel saat akan dilakukan proses elektroforesis sehingga menyebabkan pengujian sampel menggunakan SDS-PAGE gagal.Proses destaining. Proses selanjutnya yang seharusnya dilakukan setelah staining adalah proses destaining. Pada proses ini gel direndam dalam larutan destaining selama 30 menit atau hingga band terlihat sambil digoyang, saat perendaman ini, gel dilapisi dengan kertas saring. Selanjutnya gel dicuci dengan aquades beberapa kali hingga bersih.

Selanjutnya dilakukan perendaman pada larutan destaining untuk menghilangkan pewarna staining yang tersisa dan memperjelas band protein yang terbentuk serta untuk menghilangkan pewarna staining yang tidak berada pada band protein. Pemberian kertas saring saat perendaman pada larutan destaining bertujuan untuk memaksimalkan pembersihan larutan pewarna staining. Setelah itu dilakukan pencucian lagi dengan aquades untuk menghilangkan sisa larutan destaining dan menghentikan pewarnaan yang dilakukan oleh larutan destaining. Selanjutnya gel dapat discan untuk mendapatkan visualisasi lebih baik untuk analisis selanjutnya.

Pada praktikum ini tidak dilakukan proses destaining dikarenakan terdapat kesalahan pada proses preparasi gel dan preparasi sampel saat akan dilakukan proses elektroforesis sehingga menyebabkan pengujian sampel menggunakan SDS-PAGE gagal. Jadi, dalam analisa protein baik pada sampel daging sapi maupun daging babi menggunakan SDS PAGE ini banyak mengalami kesalahan, sehingga tidak mendapatkan hasil yang sesuai. V.Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Pada praktikum kali ini yaitu analisa protein baik pada sampel daging sapi maupun daging babi menggunakan SDS PAGE, banyak mengalami kesalahan, sehingga tidak mendapatkan hasil yang sesuai dan dapat disimpulkan bahwa praktikum yang kami lakukan gagal.

Saran

Diharapkan kedepannya praktikan dapat melakukan prosedur dengan lebih baik dan adanya studi literatur terlebih dahulu mengenai proses preparasi gel dan preparasi sampel. Hal ini bertujuan demi kelancaran praktikum, sehingga didapatkan pula hasil yang diinginkan yaitu hasil dari analisa protein pada daging sapi maupun daging babi. DAFTAR PUSTAKAAdiono, H.P. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia.

Anonymous, 2010. Sapi. http//id.Wikipedia.org/wiki/Hewan. Diakses 18 Juni 2014.

Ardiansyah, A. 2005. Evaluasi Nilai Gizi Daging Sapi dan Hasil Olahannya. Skripsi. Jurusan Perhotelan. Petra Christian University Central Library.

Boyer, R. 1993. Modern experimental biochemistry. California: The Benjamin, Cummings Publishing Company, Inc.Campbell, N.A. et al. 2002. Biologi. Terj. dari Biology; oleh Lestari, R. dkk. Jakarta: Erlangga.Campbell, M. A. "SDS/PAGE (Polyacrylamide Gel Electrophoresis)". 1998. (30 January 1998).

Davidek, J.J. et al. 1990. Chemical Change during Food Processing. Department of Food Chemistry and Analysis. New York : Institut Chemical Technology.

Davis, L. et al. 1994. Basic methods: Molecular biology. 2nd ed. Norwola: Appleton & Lange.Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry, 3rd ed. New York: Marcell Dekker Inc.Girindra, A. 1986. Biokmia 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.Jannah, A. 2008. Gelatin Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksi. Malang: UIN-Press.

Lawrie, R.A. 1991.Meat Science 4th Edition, New York : Pergamon Press.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging, Parakkasi, penerjemah. Edisi kelima. Jakarta : UI-Press. Terjemahan dari : Meat Science.Martin, R. 1996. Gel electroforesis: Nucleid acids. Oxford: Bros Scientific Publishers Ltd.

Poedjiadi, a. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Purnomo, H. 1997. Studi Tentang Stabilitas Protein Daging dan Dendeng Selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Malang : Universitas Brawijaya.

Purwaningsih, A. 2005. Identifikasi Protein Daging Sapi dan Daging Babi dengan Elektroferesis Gel Poliakrilamid-Sodium Dodesil Sulfat (SDS-PAGE). Thesis Magister Ilmu Farmasi. UNAIR Central Library.

Sambrook, J. & D. W. Russell. 2001. Molecular cloning: A laboratory manual vol 2. 3rd ed. New York: Cold Spring HarbourLaboratory Press

Seidman, L.A. & C.J. Moore. 2000. Basic laboratory for biotechnology: Textbook and laboratory reference. New Jersey: Prentice Hall, Inc.Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi keempat. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Usmeningsih, T. 2008. Peran Penting Protein Bagi Organisme. http://[email protected]/2008/peran-penting-protein-bagi-organisme. Diakses 18 Juli 2014. Watson, David G. 2007. Analisis Farmasi : Buku Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi danPraktisi Kimia Farmasi Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGCWijaya, Y.P. 2009. Fakta Ilmiah Tentang Keharaman Babi. http://yogapw.wordpress.com/journal/fakta-ilmiah-keharaman-babi. Diakses 18 Juni 2014.

Winarno, F.G. 2002. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Wirahadikusumah, M. 1997. Biokimia; Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. Bandung : ITB.

Yazid, E. dan Nursanti, L. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analisis. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Zulfahani. 2009. Mengenal Beda Daging Sapi dan Daging Babi. http://zulfahasyim.multiply.com/journal/item/99/Mengenal_Beda_Daging_Sapi_Daging_Babi. Diakses 18 Juli 2014.

35 | SDS-Page