prak andy susanto 13.70.0085 a4 unika soegijapranata

24
SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh: Nama : Andy Susanto. NIM : 13.70.0085 Kelompok : A4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA 1

Upload: praktikumhasillaut

Post on 10-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Surimi merupakan produk antara yang sering digunakan untuk produk makanan laut seperti daging kepiting tiruan, bakso ikan, sosis ikan dan produk makanan laut lainnya.

TRANSCRIPT

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:

Nama : Andy Susanto.

NIM : 13.70.0085

Kelompok : A4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

1

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

Daging ikan patin, garam, gula pasir, larutan polisulfat, es batu, pisau, kain saring, penggiling daging dan freezer.

1.2. Metode

1

Daging ikan di-fillet dengan memisahkan bagian kepala, sirip, ekor, sisik, kulit, dan bagian perutnya, kemudian diambil bagian daging putih sebanyak 100 gram.

Daging ikan digiling hingga halus dan selama penggilingan dapat ditambahkan es batu untuk menjaga suhu tetap rendah.

Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan menggunakan kertas saring.

Residu ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok A1 dan A2) dan 5% (kelompok A3, A4, dan A5)

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya

Dimasukkan dalam plastik dan dibekukan dalam freezer selama semalam.

Surimi di-thawing lalu diukur hardness menggunakan texture analyzer

2

Dilakukan uji pengukuran WHC pada surimi, dimana surimi beku dipipihkan menggunakan alat penekan (presser)

Ditambahkan garam sebanyak 2,5% (semua kelompok), dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok A1), 0,3% (kelompok A2 dan A3), dan 0,5% (kelompok A4 dan A5).

3

Dilakukan uji sensoris pada surimi yang meliputi kekenyalan dan aroma.

2. HASIL PENGAMATAN

Kelompok PerlakuanHardness

(gf)WHC

(mg H2O)Sensoris

Kekenyalan Aroma

A1Sukrosa 2,5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,1%- 337.468,35 +++ +++

A2Sukrosa 2,5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%361,64 207.510,55 ++ ++

A3Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%271,72 246.118,14 ++ ++

A4Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%105,85 237.573,84 ++ ++

A5Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%143,79 210.042,19 ++ ++

Keterangan:

Kekenyalan Aroma

+ : Tidak kenyal + : Tidak amis++ : Kenyal ++ : Amis+++ : Sangat Kenyal +++ : Sangat amis

Berdasarkan table hasil pengamatan diatas dapat dilihat bahwa pada nilai angka whc

mengalami naik turun namun pada kelompok A1 memiliki nilai angka whc yang paling

tinggi. pada tingkat hardness pada kelompok A1 data tidak diketahui dikarnakan hasil

adonan surimi yang terlalu cair atau tidak membentuk gel. Pada kelompok A2 memiliki

hasil hardness yang paling tinggi yaitu 361,64 dengan perlakuan penambahan sukrosa

2,5%, garam 2,5% dan larutan polisulfat 0,3%. Sedangkan pada kelompok A4

mendapatkan hasil yang paling rendah yaitu 105,85 dengan perlakuan penambahan

sukrosa 5%, garam 2,5% serta larutan polisulfat 0,5%. Pada uji sensori untuk parameter

tingkat kekenyalan hampir semua kelompok mendapat tingkat parameter adalah kenyal

sedangkan untuk kelompok A1 mendapat tingkat parameter sangat kenyal dengan

perlakuan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5% serta larutan polisulfat 0,1%. Pada

parameter aroma hampir semua kelompok mendapat tingkat parameter tidak amis

namun pada kelompok A1 mendapat tingkat parameter amis.

4

3. PEMBAHASAN

Praktikum THL kali ini akan membahas tentang pembuatan surimi. Okada (1992)

mengatakan bahwa surimi yaitu protein miofbril dari daging ikan yang telah mengalami

proses ekstrak lalu dipisahkan dari kulit, tulang dan organ dalam dengan mencuci

daging yang telah dicincang.

Metode pembuatan surimi diawali dengan memisahkan daging ikan dari duri, kepala,

sirip, ekor, kulit dan isi perutnya. Daging ikan kemudian diambil 100 gr dan digiling

hingga halus.Pada saat proses penggilingan ditambahkan es batu supaya dapat tetap

menjaga suhu ikan tetap rendah. Selesai digiling, daging digiling tersebut dicuci tiga (3)

kali menggunakan air es dan disaring menggunakan kain saring. Setelah itu adonan

ditambahkan sukrosa sebanyak 2,5% (Kelompok 1 & 2) dan 5% (Kelompok 3, 4 & 5)

sesuai kelompok, garam sebesar 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1),

0,3% (kelompok 2 & 3), dan 0,5% (kelompok 4 & 5). Adonan kemudian dimasukkan ke

wadah dan dibekukan selama 1 malam dalam freezer.Keesokan harinya sebelum

dianalisa, surimi di-thawing di refrigerator.Analisa yang dilakukan adalah Water

Holding Capacity (WHC) dan kualitas sensori barupa kekenyalan dan aroma.

Dalam pembuatan surimi dilakukan proses pencucian sebanyak 3 kali dengan air

es.Irianto (1990) berpendapat bahwa pencucian ini dilakukan supaya dapat

membersihkan daging dari darah, urea, enzim serta kotoran-kotoran yang menempel

pada daging. Air yang dipakai berupa air es (5˚-10˚C), supaya dapat tetap menjaga suhu

daging ikan tetap rendah. Kondisi dari air yang digunakan untuk mencuci juga hari

diperhatikan karena apabila air menggandung kapur digunakan untuk mencuci akan

mengakibatkan kerusakan tekstur dan tingkat degradasi lemak semakin tinggi.

Dalam pembuatan surimi, ditambahkan sukrosa kedalam adonan surimi. Menurut

Sarker, et al.(2012) bahwa perlakuan penambahan sukrosa ditujukan supaya dapat

menjaga sifat fungsional yang ada pada surimi melalui cara memberi perlindungan

selama proses pembekuan. Selain itu Nowsad et al. (2000) menambahkan bahwa

penambahan sukrosa juga dapat mempercepat proses terbentuknya gel & kelarutan

protein serta menurunkan susut masak dari surimi.

5

6

Selain sukrosa ditambahkan pula garam ke dalam adonan surimi. Niwa(1992)

berpendapat bahwa adanya penambahan garam ditujukan supaya air dapat dengan

mudah dihilangkan dari daging yang telah digiling serta memudahkan lepasnya miosin

dari serat ikan yang penting dalam pembentukan gel yang kuat. Selain itu Wibowo

(2004) menambahkan dengan adanya garam dapat meningkatkan kecepatan keluarnya

air maka surimi mejadi tahan lama, menghilangkan darah, lendir dan kotoran lain dari

daging ikan serta mengekstrak protein aktomiosin sehingga terbentuk pasta. Namun,

penambahan jumlah garam ke adonan harus sesuai hal ini disebabkan karena kelebihan

garam akan mengakibatkan rasa asin yang berlebih serta akan berakibat denaturasi

protein. Sementara penggunaan garam yang terlalu sedikit menyebabkan tekstur surimi

yang dihasilkan kurang baik karena kurang sempurnanya ekstraksi protein aktomiosin.

Bahan lain yang berikan pada adonan yaitu polifosfat. Menurut Peranginangin,et al.

(1999) adanya tambahan bahan polifosfat memliki tujuan yaitu untuk dapat

memperbaiki sifat fungsional surimi yaitu daya ikat air (water holding capacity) serta

dapat memberikan karakteristik pasta yang lembut pada produk olahan surimi.Selain itu

menurut Nowsad et al.(2000) juga menambahkan polifosfat juga dapat sebagai

krioprotektan yang mampu meningkatkan tekstur serta retensi kelembaban dari surimi

selama pembekuan.

Dalam metode pembutan surimi dilakukan pula proses pembekuan untuk mencetak

adonan surimi. Namun Nowsad et al.(2000) mengatakan bahwa adanya metode

pembekuan dapat berdampak negatif dari sifat fungsional surimi contohnya dalam

pembentukan gel, WHC, serta kelarutan protein akibat dari denaturasi protein maka

fungsi protein didalam surimi menghilang. Denaturasi protein sendiri terjadi akibat

dehidrasidan peningkatan konsentrasi zat terlarut selama proses pembekuan.

Uji pertama yang dilakukan yaitu uji daya ikat air atau water holding capacity (WHC).

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hasil dari kelompok A1 sampai A5

hasilnya naik turun, nilai WHC pada kelompok 1 yang menggunakan tambahan

polisulfat serta sukrosa yang paling sedikit menghasilkan angka yang tinggi namun

7

apabila persentase sukrosa dan polifosfat yang digunakan oleh tiap kelompok semakin

naik maka nilai angka WHC angka naik pula.Hasil ini tidak sesuai dengan teori

Peranginangin,et al. (1999) penambahan polifosfat mampu memperbaiki sifat

fungsional dari surimi contohnya adalah daya ikat air (water holding capacity / WHC)

dari Surimi. Whistler & Daniel (1985) juga menambahkan bahwa sukrosa mampu

menjaga daya ikat air (WHC) hal ini disebabkan karena mempunyai gugus polihidroksi

yang mampu mengalami reaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen yang akhirnya

dapat mencegah air keluar dari protein.

Uji yang terakhir yaitu uji sensori surimi yang terdiri dari kekenyalan dan aroma.Pada

parameter kekenyalan pada kelompok A2, A3, A4 dan A5 menghasilkan parameter

kenyal. Namun pada kelompok A1 menghasilkan parameter sangat kenyal. Sedangkan

untuk parameter aroma pada kelompok A1 memperoleh hasil amis tapi pada kelompok

lain menghasilkan parameter tidak amis. Peranginangin et al. (1999) berpendapat bahwa

adanya tambahan polifosfat dapat memperbaiki sifat fungsional surimi yakni pada

tingkat kekenyalan atau elastisitas. Surimi dapat bertambah kenyal, tidak terlalu keras

dan beraroma amis apabila jumlah polisulfat yang ditambahkan semakin banyak. Maka

menurut teori, tingkat kekenyalan dan aroma terbesar seharusnya ditemukan di hasil

kelompok A4 & A5. Kekenyalan kelompok A4 dan A5 sesuai dengan teori. Untuk

aroma seluruh kelompok memperoleh aroma tidak amis kecuali A1 yang menghasilkan

aroma amis. Aitken et al.(1982) berpendapat bahwa tidak sesuainya hasil pengamantan

dengan teor yang ada disebabkan oleh sulitnya standarisasi uji sensori dikarenakan

sangat subyektif dan tergantung dari penilaian & kondisi panelis serta lingkungan saat

pengujian

Pada jurnal pertama yang berjudul Effect of Fat Extraction Treatment on The

PhysicochemicalProperties of Duck Feet Collagen and Its Application in Surimi proses

pembuatan surimi dalam jurnal tersebut adalah sampel surimi beku yangdicairkan pada

suhu 4° C selama 24 jam. Surimi tersebut dicampur selama 2 menit dengan 3% garam

dan bubuk kolagen 2%. Campuran surimi diisi ke dalam casing dengan 2,5 mm

diameter dan dipanaskan dalam air mandi selama 30 menit di 36° C dan memasak di

90°C selama 10 menit. Setelah memasak, semua gel yang segera didinginkan dalam air

8

es selama 30 menit dan disimpan pada 4° C semalam sebelum analisis. Sampel surimi

yang di beri perlakuan direndam pada air dingin setelah direbus pada suhu 360C

dikarnakan supaya dapat tetap menjaga sifat fungsional dari surimi yang akan dibuat.

Pada jurnal kedua yang berjudul Effect of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis

and Gel Properties of Surimi fromSardine (Sardinella albella) dikatakan bahwa adanya

panas yang dilakukan dalam prosedur pembentukan surimi gel menurunkan tingkat sifat

fungsional. Namun dengan adanya penambahan larutan BBPI dan MBPI mampu

mengatasi penurunan tingkat fungsional dari surimi. Namun metode diatas tidak sesuai

dengan pendapat dari es.Irianto (1990) yang mengatakan bahwa dengan adanya

perlakuan perendaman menggunakan air dingin mampu menjaga tingkat sifat fungsional

dari surimi.

Pada jurnal ketiga yang berjudul Recovery and characteriz ation of proteins precipitated

from surimi wash-water bahwa dengan adanya perlakuan pencucian menggunakan air

mampu menghilangkan protein larut air yang ada pada daging ikan hal ini akan

mengakibatkan menurunnya kualitas dari daging ikan tersebut. Namun dengan diberi

perlakuan pencucian dengan menggunakan air dingin dapat menjaga kebersihan dari

surimi serta mampu tetap menjaga kesegaran dari daging ikan tersebut.

Pada jurnal keempat yang berjudul Surimi like Material from Poultry Meat and its

Potensial as a Surimi Replacer bahwa daging bebek memliki warna yang merah.

Berdasarkan pendapat dari Peranginangin et al. (1999) bahwa hasil surimi dapat bagus

dikarnakan daging memiliki warna putih, tidak berbau amis, serta tidak lumpur,

mempunyai sifat terbentuknya gel yang baik. Hal ini dikarnakan daging yang putih

memiliki komponen protein yang bagus. Sehingga bahan yang digunakan dalam jurnal

tersebut tidak sesuai dengan teori diatas.

Pada jurnal kelima yang berjudul Effects of Different Dryoprotectants on Functional

Properties of Threadfin Bream Surimi Powder bahwa penambahan trehalosa

menunjukan tingkat kestabilan emulsi pada produk surimi serta dalam hasil angka WHC

surimi yang diberi trehalosa menunjukan hasil yang paling tinggi. Pada tingkat warna,

warna dari surimi yang diberi trehalosa menunjukan warna putih yang paling tinggi

dibandingkan dengan surimi yang diberi perlakuan lain. Berdasarkan pendapat

9

Peranginangin et al. (1999) hasil surimi dapat bagus dikarnakan daging memiliki warna

putih, tidak berbau amis, serta tidak lumpur, mempunyai sifat terbentuknya gel yang

baik. Dengan adanya penambahan trehalosa mampu meminimalisir kekurangan yang

ada pada hasil produk surimi yang mengalami penurunan sifat fungsionalnya.

4. KESIMPULAN

Perlakuan dicuci menggunakan air es supaya daging ikan bersih serta mampu

dijaga tingkat kesegarannya.

Adanya pembekuan pada daging ikan akan berakibat turunnya sifat fungsional

dari surimi contohnya WHC, fase terbentuknya gel serta sifar larutnya protein.

Adanya tambahan sukorsa supaya dapat tetap menjaga tingkat sifat fungsional

dari surimi.

Tambahan garam ditujukan supaya surimi dapat mudah mengeluarkan air serta

lepasnya myosin dari adonan surimi.

Ditambahkannya polifosfat supaya mampu menjaga Water Holding Capacity

dari surimi dan melindunginya selama pembekuan.

Tingginya kadar sukrosa dan polifosfat yang ditambahkan pada adonan surimi

akan berakibat pada WHC dari surimi akan semakin tinggi.

Polisulfat yang ditambahkan keadonan surimi akan menyebabkan tingginya

tingkat kekenyalan dan aroma amis dari surimi.

Semarang, 21 September2015

Praktikan: Asisten Dosen:

Nama: Andy Susanto Yusdhika Bayu S.

NIM: 13.70.0085

10

5. DAFTAR PUSTAKA

Aitken, A., I. M. Mackie, J. H. Merrit, and M. L. Windsor. (1982). Fish Handling and Processing 2nd Edition. Ministry of Agriculture, Fisheries, and Food. USA.

Irianto B. 1990. Teknologi surimi salah satu cara mempelajari nilai tambah ikan ikan yang kurang dimanfaatkan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 9 (2): 35 – 39.

Niwa, E. (1992). Chemistry Of Surimi Gelation. Dalam Lanier TC, Lee CM (editors). Surimi Technology. New York: Marcell Dekker Inc.

Nopianti. Rodiana, Nurul Huda, Noryati Ismail, Fazilah Ariffin & Azhar Mat Easa. (2013). Effect of Polydextrose on Physicochemical Propertiesof Threadfin Bream (Nemipterus spp) Surimi during Frozen Storage.J Food Sci Technol:739–746

Nowsad, A. A.; W. F. Huang; S. Kanoh; and E. Niwa. (2000). Washing and Cryoprotectant Effects on Frozen Storage of Spent Hen Surimi. Poultry Science 79:913–920.

Okada, M. (1992). History of surimi technology in Japan.In Lanier, T. C. and Lee, C. M.(Eds). Surimi Technology, p. 3–21. New York: Marcel Dekker Inc.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Sarker, M.Z.I., M. A. Elgadir, S. Ferdosh, M. J. H. Akanda, M. Y. A. Manap, dan T. Noda. (2012). Effect of Some Biopolymers on the Rheological Behavior of Surimi Gel (Review). Molecules 2012, 17, 5733-5744

Wibowo, Singgih., 2004. Pembuatan Bakso Ikan dan Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Whistler, R.L. and Daniel J.R. (1985). Carbohydrat. Di dalam Fennema O.R., editor. Principle of Food Science. New York: Marcel Dekker.

11

2. LAMPIRAN

2.1. Perhitungan

Rumus Perhitungan WHC (mg H2O)

Luas atas = a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)

Luas bawah = a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)

Luas Area Basah = LA - LB

mg H2O =

Kelompok A1

a = 60 mm h1 atas = 185 mm h1 bawah = 35 mm ho = 99 mm h2 atas = 200 mm h2 bawah = 16 mmhn = 120 mm h3 atas = 182 mm h3 bawah = 24 mm

Luas atas = x 60 (99 + 4(185) + 2(200) + 4(182) + 120)

= 20 (99 + 740 + 400 + 728 + 120)= 41.740 mm2

Luas bawah = x 60 (99 + 4(35) + 2(16) + 4(24) + 120)

= 20 (99 + 140 + 32 + 96 +120)= 9.740 mm2

Luas Area Basah = 41.740 – 9,740= 32.000 mm2

mg H2O = = 337.468,35 mg

Kelompok A2

a = 40 mm h1 atas = 172 mm h1 bawah = 19 mm ho = 79 mm h2 atas = 176 mm h2 bawah = 8 mmhn = 107 mm h3 atas = 148 mm h3 bawah = 16 mm

12

13

Luas atas = x 40 (79 + 4(172) + 2(176) + 4(148) + 107)

= (79 + 688 + 352 + 592 + 107)

= 24.240 mm2

Luas bawah = x 40 (79 + 4(19) + 2(8) + 4(16) + 107)

= (79 + 76 + 16 + 64 +107)

= 4.560 mm2

Luas Area Basah = 24.240 – 4.560= 19.680 mm2

mg H2O = = 207.510,55 mg

Kelompok A3

a = 45 mm h1 atas = 173 mm h1 bawah = 24 mm ho = 87 mm h2 atas = 192 mm h2 bawah = 10 mmhn = 60 mm h3 atas = 172 mm h3 bawah = 23 mm

Luas atas = x 45 (87 + 4(173) + 2(192) + 4(172) + 60)

= 15 (87 + 692 + 384 + 688 + 60)= 28.665 mm2

Luas bawah = x 45 (87 + 4(24) + 2(10) + 4(23) + 60)

= 15 (87 + 96 + 20 + 92 +60)= 5.325 mm2

Luas Area Basah = 28.665 – 5.325= 23.340 mm2

mg H2O = = 246.118,14 mg

Kelompok A4

a = 45 mm h1 atas = 161 mm h1 bawah = 14 mm ho = 75 mm h2 atas = 178 mm h2 bawah = 7 mm

14

hn = 90 mm h3 atas = 153 mm h3 bawah = 10 mm

Luas atas = x 45 (75 + 4(161) + 2(178) + 4(153) + 90)

= 15 (75 + 644 + 356 + 612 + 90)= 26.655 mm2

Luas bawah = x 45 (75 + 4(14) + 2(7) + 4(10) + 90)

= 15 (75 + 56 + 14 + 40 + 90)= 4.125 mm2

Luas Area Basah = 26.655 – 4.125= 22.530 mm2

mg H2O = = 237.573,84 mg

Kelompok A5

a = 40 mm h1 atas = 154 mm h1 bawah = 33 mm ho = 75 mm h2 atas = 196 mm h2 bawah = 3 mmhn = 99 mm h3 atas = 169 mm h3 bawah = 13 mm

Luas atas = x 40 (75 + 4(154) + 2(196) + 4(169) + 99)

= (75 + 616 + 392 + 676 + 99)

= 24.773,33 mm2

Luas bawah = x 40 (75 + 4(33) + 2(3) + 4(13) + 99)

= (75 + 132 + 6 + 52 + 99)

= 4.853,33 mm2

Luas Area Basah = 24.773,33 – 4.853,33= 19.920 mm2

mg H2O = = 210.042,19 mg

2.2. Laporan Sementara

15

2.3. Diagram Alir

2.4. Abstrak Jurnal

16