pr dokter flora
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
1/12
1. Imaging Pada Toxoplasmosis Serebri:
MRI: T1: Lesi hipointens. T2: Lesi hiperintens. FLAIR: sinyal hiperintenskarena edema. Efek desak ruang. Dengan kontras didapatkan peripheral ring
enchancement (asymetric target sign), edema di sekitar cincin.
CT- Scan: Dengan kontras didapatkan peripheral ring enchancement. Bisa
terlihat edema di sekitar cincin (hipodens) Predileksi di ganglia basal (75%) sisanya di gray-white juntion, korteks.
DD utama radiologi CNS limfoma biasanya ditreat dengan toxoplasmosis
juga. Membedakan dengan SPECT tapi alatnya sulit.
Atrofi serebrikarena efek HIV
2. Pengobatan Toksoplasmosis Serebri:
Regimen Pengobatan toxoplasmosis serebri:
Minimum 3 minggu, optimal 6 minggu. Dalam hari ke-3 sudah terlihat
perbaikan pada 51% pasien, 91% pasien pada minggu kedua. Penyembuhan
radiologis dalam 3 minggu. Bila hari ke 3 mulai perburukan neurologis, atautidak berespon pengobatan pada hari ke 14 maka dibiopsi untuk mengeksklusi
limfoma.
Pyrimethamine dan sulfadiazine menghambat jalur metabolisme asam folat lebih baik diberi suplemen untuk mencegah komplikasi hematologis.
Untuk ibu hamil boleh diberikan regimen yang sama namun sulfadiazine
menyebabkan hiperbilirubinemia pada anak. Bisa diganti terapi alternatif.
Untuk yang tidak dapat toleransi oral diberikan regimen TMP (10/mg/kg/hari)dan SMX (50 mg/kg/hari).
Terapi antiretroviral dapat diteruskan ketika toxoplasmosis akut sudah selesai
diobatitidak ada guideline pasti.
Dexamethasone ( 4 mg tiap 6 jam ) diberikan jika ada perburukan kondisi
dalam 48 jam atau terdapat midline shift atau tanda peningkatan TIK. Lalu
tappering off di hari-hari berikutnya. Dexamethasone hati-hati karena
peningkatan risiko infeksi oportunistik.
Regimen Profilaksis:
Primer: pada pasien seropositif IgG dengan CD4 + < 100 atau CD4+ < 200dengan infeksi oportunistik atau keganasan. Profilaksis dengan TMP-SMX.
Profilaksis primer dihentikan bila CD4+ > 200 untuk 3 bulan berturut-turut.
Pasien yang tidak diberi terapi rumatan akan 50-80% akan relaps. Terapi
profilasis sekunder diberikan dihentikan jika CD4+ > 200 dan bertahan selamalebih dari 6 bulan.
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
2/12
Terapi profilaksis sekunder dan primer diberikan kembali jika hitung CD4+ 50%, hipertensi tidak dapat
terkontrol dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.
Pemberian antikoagulan untuk pencegahan sekunder Pasien dengan stroke tipe
kardioembolik
Fibrilasi atrium:
Direkomendasikan untuk pengobatan antikoagulan dengan antagonisvitamin K (target INR 2,5 dengan rentang 2-3) (evidence A)
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
3/12
Jika ada kontraindikasi, diberikan aspirin sebagai pengganti antikoagulan.
(Evidence A)
Pasien dengan fibrilasi atrial dan mempunyai risiko tinggi terjadi stroke
(stroke atau tIA dalam 3 bulan terakhir, CHADS score 5-6, dengan katup
mekanik, menderita penyakit jantung rematik) memerlukan terapi
sementara antikoagulan oral, dapat dipertimbangkan terapi bridgingdengan pemberian LMWH subkutan. (evidence C)
Pasien yang tidak dapat memeriksa INR secara teratur dapat diberikan
dabigatran etexilate (evidence B).
Dan pengobatan penyakit jantung lainnnya seperti MCI dan thrombus
ventrikel kiri jantung, kardiomiopati, penyakit katup jantung dst.
4. CT SCAN SOL ibu Saminingsih suspek SOL apa? (Jenis histologi ttn).
a. Neoplasma primer:
i. Glioma: tumor intrakranial primer paling umum dan paling sering
menyebabkan kalsifikasi intrakranial patologis. Pada CT terlihatsebagai area yang mengalami perubahan densitas dikeliling edema dan
efek massa. Terdapat penguatan signifikan setelah pemberian kontras.
ii. Meningioma: 15-20% tumor otakprimer. Bersifat jinak, batas tegas
yang berasal dari setiap bagian meningeal yang menutupi otak. Lokasi
tersering di falx, parasagital, sayap sphenoid, dan kecembungan
hemisfer Cirinya berupa lesi berbatas tegas yang diperkuat setelah
pemberian kontras.
iii. Lain-lain: neuroma austik, tumor hipofisis, tumor serebelum.
5. Metastasis Otak Predileksi Tempatnya
Tumor primer (urutan frekuensi terbanyak-terkecil): paru-paru, payudara, melanoma,
ginjal, kolon. Pada wanita fokus primer umumnya dari mamae, cervix dan paru.
Sedangkan pada pria berasal dari prostat dan paru-paru. Predileksi metastasis tumor
otak 70% pada serebrum, 30% pada serebelum.
Gambaran radiologis: metastasis dapat tunggal atau multipel. Lesi multipel
kemungkinan besar metastasis. Dapat bersifat hemoragik, kistik atau mengalami
kalsifikasi atau kavitas, edema sekitar. Setelah kontras akan terjadi penguatan di lesi
maupun di sekitarnya karena kerusakan BBB.
6. Membedakan SOL otak dari imaging
Neoplasma:
Limfoma malignan: lesi single, selalu lebih besar dari 3 cm, dengan densitas isodens
sampai hiperdens dengan penyangatan internal saat pemberian kontras.
MRI:
T1 relaxation T2 relaxation Tissue /lesion
intensity intensity CSF, cyst,hygromas, serebromalasia
intensity intensity Iskemia, oedema,demyelination,moist malignant
tumours
intensity Slight intensity Subacute/perdarahan kronis
intensity intensity Lemak, tumor dermoid, lipoma,some metastasis,atheroma
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
4/12
Isointense intensity Perdarahan akut
Isointense Isointense Meningioma (umumnya diidentifikasi dari edema sekitar
CT Scan pada lesi dengan etiologi vaskular
1. Epidural hematoma:
Hematoma epidural akut, umumnya muncul setelah trauma. Temuan pada ct scanmencakup hiperdensitas, ekstraaksial, bikonveks, massa berbentuk lensa yang
terutama ditemukan di area temporal otak. Terdapat hematoma pada kulit kepala ,
serta fraktur tengkorak pada window tulang.
2. Hematoma subdural:
a. Akut: bentuk bulat sabit, garis ekstraserebral atenuasi tinggi yang dapat
menyebrangi garis tengah
b. Kronis: muncul pada SDH yang berusia lebih dari 3 minggu, densitas rendah
3. Intracerebral Hematoma:
a. Kontusi serebral: lesi kecil berbatas tegas dengan atenuasi tinggi dalam
parenkim otak (salt & pepper appearance)
b.
Ada kemungkinan lesi dikelilingi cincin hipodens dari edemac. Bisa terdapat darah intraventrikel
d. Dapat terjadi herniasi otak terutama subfalcine dan transtentorial
4. Perdarahan subararachnoid (dari ruptur aneurisma)
a. Pada CT, terdapat hiperdens dari arah yang terlihat pada sulkus dan sisternabasalis.
b. Regio falx menjadi hiperdens, melebar dan berbatas tidak tegas
c. Konsentrasi terbesar pada tempat pecahnya aneurisma
Gambaran darah pada MRI
Fase Waktu T1Hiperakut < 24 jam Isointens
Akut 1-3 hari Isointens
Subakut awal 3-7 hari Terang
Subakut akhir 7-14 hari Terang
Kronis > 14 hari Gelap
Edema serebral
1. Vasogenik: predominan di white matter
2. Sitotoksik: predominan di gray dan white matter
Gambaran CT
1.
Hilangnya diferensiasi normal substansia grisea dan alba2. Terlihat pendataran sulci
3. Kompresi ventrikel
4. Dapat terlihat adanya pendataran sisterna basiler dan herniasi otak
SOL Infeksi
Abses serebral merupakan kondisi yang seringkali terjadi pada pasien dengan kondisi sistem
imun tubuh yang menurun. Abses dapat terjadi karena bakteri, fungi, dan organisme parasit.
Pencitraan MRI merupakan teknik spesifik dan sensitif untuk diagnosis abses bakterial
piogenik. Temuan tipikal antara lain:
- Lesi massa dengan cincin tipis dan halus pada pemakaian kontras
-Derajat edema vasogenik bervariasi
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
5/12
- Terlihat adanya restriksi difusi air pada Diffusion-weighted imaging (DWI) karenaadanya viskositas tinggi dan selularitas tinggi dari pus.
Fitur lesi infeksi non pyogenik kurang spesifik
Toxoplasmosis:
-Gambaran nekrosis sentral tanpa materi purulen
- Tidak terdapat restriksi difuusi air seperti pada abses piogenik
Abses fungal:
- Dari penelitian didapatkan hiperintensitas pusat pada DWI, sesuai dengan gambaran
restriksi difusi air
- Pada pasien dengan kapsul yang belum terbentuk sempurna, pada DWI didapatkan
penurunan difusi diperifer abses, tetapi meningkat di bagian pusat
- Lesi ring-enhancing singleatau multiple
- Lesi berlokasi pada pertemuan antara substansia grisea dan alba, serta pada ganglia
basalis
-Di sekitar lesi terdapat edema vasogenik dengan gambaran hiperintens
- Tidak terdapat gambaran perdarahan, infark, atau hidrosefalus
Abses bakterial
- Lesi single atau multiple massa dengan cincin tipis dan halus pada pemakaian kontras
- Pola hiperintens di sekitar lesi pada gambaran MRI T2, sesuai gambaran edema
vasogenik
7. Encephalitis menyebabkan perdarahan? Paling sering disebabkan apa? Paling sering
dimana?
Infeksi SSP yang dapat mengakibatkan pendarahan pada SSP
Pendarahan pada jaringan SSP dapat diakibatkan oleh infeksi virus, bakteri, jamur dan
parasit. Infeksi Virus yang tersering berkaitan dengan pendarahan intracranial adalah
infeksi HIV. Hal ini berhubungan dengan vaskulopati akibat infeksi HIV yang dapat
mengakibatkan pendarahan pada basal ganglia, lobus cerebri, dan cerebellum. Pada
infeksi SSP oleh HIV pada anak anak juga biasa dapat ditemukan pembentukan
aneurisma pada arteri arteri besar pada circulus willisi. Aneurisma ini dapat ruptur
dan mengakibatkan pendarahan intracranial. Selain itu infeksi HIV juga dapat
mengakibatkan trombositopenia yang meningkatkan pendarahan spontan, termasuk
pendarahan intracranial.
Infeksi SSP bakterial yang meningkatkan resiko pendarahan intracranial adalahinfeksi SSP oleh M. Tuberkulosis. Infeksi M.TBC dapat mengakibatkan oklusi pada
sinus venosus dan menyebabkan pendarahan. Selain itu, eksudat pada lapisan
leptomenings dapat mengakibatkan pembentukan aneurisma tipe mycotic yang dapat
ruptur. Lokasi aneurisma dapat bervariasi, namun umumnya dapat ditemukan pada
arteri cerebellar inferior posterior, yang jika rupture dapat mengakibatkan pendarahan
intraventrikuler. Tuberkuloma sendiri dapat mengakibatkan pendarahan
intraparenkimal.
Infeksi SSP oleh jamur yang sering menyebabkan pendarahan intracranial adalahinfeksi oleh Aspergillus sp. Infeksi oleh aspergillus sp. Dapat mengakibatkan
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
6/12
pembentukan aneurisma tipe mycotic, dan seringkali dapat mengakibatkan
pendarahan subarachnoid. Selain itu, pendarahan subarachnoid juga dapat disebabkan
oleh infeksi oleh candida albicans. Infeksi SSP oleh parasite yang dapat
mengakibatkan pendarahan adalah infeksi oleh malaria pada malaria serebral.
Selain itu, infeksi oleh cacing pita (cysticercosis) berupa neurocysticercosis dapatmengakibatkan vaskulitis yang dapat mengakibatkan pendarahan intracranial,
biasanya pada pembuluh darah perforatum yang kecil dan juga pendarahan
subarachnoid akibat ruptur aneurisma.
Sumber : Carod-Artal FJ. Stroke in central nervous system infections. Ann Indian Acad
Neurol 2008;11:64-78
8. Trauma yang menyebabkan tumor di otak
Hingga saat ini belum ditemukan sebuah bukti konkrit yang menyatakan
korelasi antara riwayat trauma kepala dan peningkatan faktor resiko timbulnya tumor
SSP. Beberapa literature menyebutkan bahwa riwayat trauma kepala berat merupakan
faktor resiko terbentuknya neoplasma SSP berupa meningioma, namun hingga saat ini
belum dapat dibuktikan korelasi kuat antara kedua hal ini.
Sumber : Salvati, M, Caroli, E, Rocchi, G, Frati, A, Brogna, C and Orlando, ER
(2004). Post-traumatic glioma. Report of four cases and review of the literature.
Tumori. 90: 416-9. Department of Neurosurgery, INM Neuromed IRCCS, Pozzilli,
Italy.
Nygren, C, Adami, J, Ye, W, Bellocco, R, af Geijerstam, JL, Borg, J and Nyren, O
(2001). Primary brain tumors following traumatic brain injury--a population-based
cohort study in Sweden. Cancer Causes Control. 12: 733-7. Department of
Rehabilitation Medicine, Karolinska Institute, Danderyd Hospital, Stockholm,Sweden
9. ADEM (acute demyelinating encephalomyelitis)
Acute Disseminated Encephalomyelitis (ADEM) secara umum dianggap sebagai kelainan
demielinesasi inflamasi monofasik disertai dengan manifestasi klinis pleiotropic, yang
umumnya melibatkan ensefalopati, namun dapat melibatkan juga sindrom fokal atau
multifokal yang mengarah kepada kelainan demielinesasi inflamasi Sistem Saraf Pusat (SSP),
termasuk Neuritis Optika (NO), dan myelitis. Oleh karena itu, ADEM menjadi DD dari
sebuah sindroma demielinesasi yang terisolasi (clinically isolated syndrome/CIS). Namun,
CIS terbanyak, terutama pada orang dewasa, adalah pertanda sebuah Sklerosis Multipel dan
masa kambuh di masa mendatang. Tanda pada ADEM adalah perjalanan monofasiknya. Oleh
karena itu, kebanyakan dokter mengobati ADEM dengan pengobatan jangka pendek. Meski
demikian, membedakan antara ADEM dan kelainan demielinesasi inflamasi lainnya secara
dini dan akurat terutama Sklerosis Multipel (SM) dan Neuromielitis Optika (NMO)
sangatlah penting untuk prognosis dan pengobatan, karena banyak pasien dengan SM atau
NMO, terutama mereka dengan penyakit onsetnya secara agresif dan parah dapat menerima
manfaat dari terapi dini untuk menekan penyakit saat ini dan kekambuhan pada masa akan
datang.
Menurut penelitian retrospektif dan prospektif terbaru, karakteristik klinis, pencitraan otak,dan laboratorium ADEM sangatlah bermanfaat dalam membedakan ADEM dengan MS.
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
7/12
Secara keseluruhan, ADEM perlu dipikirkan saat terdapat satu atau lebih dari hal-hal berikut:
multifokal, presentasi awal polisimptomatik, usia lebih muda dari 10 tahun, tanda dan gejala
meningoensefalitis, ensefalopati, Neuritis Optik bilateral, pleositosis LCS tanpa ikatan
oligoklonal, lesi yang terdeteksi oleh MRI dengan struktur yang tidak tipikal terdapat pada
SM, seperti substansia gricea atau korteks yang dalam; dan lesi yang terdeteksi oleh MRIyang besar dan menunjukkan batas yang tidak jelas dan peningkatan setelah pemberian bahan
kontras Gadolinium.
Karakteristik klinis, laboratorium, dan pencitraan otak ditekankan oleh penelitian terbaru
untuk lebih membantu membedakan ADEM dari kelainan demielinesasi inflamasi monofasik
lainnya. Meskipun demikian, harus ditekankan bahwa fitur tersebut hanya didasari oleh
diagnosis retrospektif dari pasien yang menampakkan kriteria yang ditetapkan secara tidak
resmi untuk ADEM. Maka, kegunaan diagnostic dari karakteristik klinis tetap belum jelas
karena tidak adanya penelitian validasi prospektif menggunakan gold standard klinis atau
klinikopatologis. Karena ADEM belum mempunyai definisi yang pasti, penelitian terbaru
menjadikan perbedaan antara ADEM dan MS semakin tidak jelas dengan mengusulkan
spektrum ADEM yang luas termasuk bentuk multifasik atau rekuren. Perbedaan patologis
antara ADEM dan MS dipertimbangkan untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah
perbedaan tersebut dapat dipergunakan sebagai goldstandard untuk membedakan ADEM
dari kelainan demielinesasi inflamasi lainnya dan debat mengenai bagaimana
mendefinisikannya.
DEFINISI KLINIS DARI ADEM
Saat ini, tidak ada kriteria diagnosis klinis untuk ADEM yang diterima, prospektif, danterverifikasi secara klinis. Penelitian retrospektif terdahulu mengalami kesulitan berupa
kriteria inklusi yang terlalu luas, hingga hampir pasti merangkum kemungkinan presentasi
awal Sklerosis Multipel dan Neuromielitis Optika. Dalam menyusun penelitian retrospektif
dan klinikopatologis, Mikaeloff et al telah menerapkan definisi yang paling terbatas yang
terdapat kini dalam studi prospektif pada anak-anak:
Kejadian pada anak yang sebelumnya sehat berupa gejala akut dan meliputi serangan seperti
berikut: lebih dari satu defisit neurologis (serangan polisimptomatik; perubahan fungsi luhur;
dan gabungan dari perubahan yang terlihat pada MRI, jika termasuk lesi substansia alba.
Walaupun kriteria Mikaeloff et al meramalkan sebuah perjalanan monofasik pada
kebanyakan pasien selama durasi follow-up rata-rata sebanyak 5.5 3.6 tahun, 18% pasien
masih mengalami kekambuhan pada topis SSP yang berbeda dengan serangan pertama, dan
menunjukkan perjalanan klinis yang konsisten dengan MS. Mikaeloff et al meramalkan
diagnosis SM pada pasien dengan kekambuhan, namun lainnya telah menyimpulkan bahwa
kasus demikian memberikan bukti bahwa ADEM dapat kambuh atau terulang. Data patologis
tidak ditemukan dalam semua penelitian besar mengenai kejadian ADEM yang terdiagnosa
secara klinis.
Menurut International Pediatric MS Study Group (IPMSSG) kriteria diagnostik ADEM masih
belum jelas dan menekankan kebutuhan akan validasi secara prospektif dalam waktu 10
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
8/12
hingga 20 tahun kedepan. Kriteria consensus tersebut dikembangkan untuk anak-anak (
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
9/12
mendeskripsikan pasien dengan riwayat infeksi atau vaksinasi yang jelas. ADEM dalam
artikel ini meliputi kasus kasus dengan ataupun tanpa riwayat infeksi atau vaksinasi yang
jelas. Definisi ini konsisten dengan kriteria klinis yang diajukan, dan mengasumsikan bahwa
terdapat sebuah proses SSP yang dimediasi oleh sistim imun yang unik dengan patofisiologi
yang jelas jelas tidak dipengaruhi oleh pencetus imun, yang biasanya tidak terlihat jelasdalam riwayat klinis, walaupun ada. Mengabaikan adanya riwayat infeksi atau vaksinasi dari
kriteria ADEM didukung dengan perbandingan signifikan pada pasien ADEM yang di
evaluasi secara prospektif, retrospektif, dan patologis, yang tidak mempunyai riwayat infeksi
atau vaksinasi. Riwayat infeksi atau vaksinasi dapat menambah kemungkinan terjadinya
ADEM, namun juga lebih sering terjadi pada pasien dengan presentasi pertama SM. Maka
dari itu, syarat mengenai adanya riwayat infeksi atau vaksinasi tidaklah spesifik maupun
sensitive untuk ADEM.
USIA YANG LEBIH MUDA SAAT PRESENTASI
ADEM lebih sering terjadi pada anak anak. Dalam satu penelitian pada anak-anak dengan
ADEM yang berdomisili di San Diego County, California, insidensinya di ramal setidaknya
0,4/100,000/tahun. Insidensi ADEM pada pasien dewasa belum di evaluasi. Pasien pediatric
yang memenuhi kriteria Mikaeloff et al untuk ADEM berada pada usia rata-rata 7.1 tahun,
sedangkan untuk MS dengan usia rata-rata 12.0 tahun. Lima persen pasien MS berusia
kurang dari 16 tahun, namun pasien SM dilaporkan juga ditemukan pada usia semuda 1
tahun. Meskipun demikian, seiring dengan berkembangnya spektrum SM pada pediatric,
beberapa bukti menunjukkan bahwa presentasi seperti-ADEM pada SM pediatric dapat saja
tidak dikenali. Kenyataan bahwa pasien yang menunjukkan penyakit demielinesasi sebelum
usia 10 tahun lebih mungkin mengidap ADEM daripada SM, menjelaskan bahwa usia tidakdapat digunakan sebagai faktor pembeda secara pasti.
NEURITIS OPTIK BILATERAL: ADEM ATAU NMO?
Dale et al menemukan bahwa 23% dari 40 pasien yang terdiagnosa dengan ADEM
menampilkan Neuritis Optik bilateral. Dalam penelitian yang sama juga, NO unilateral hanya
terdapat pada pasien yang kemudian di klasifikasikan kembali menjadi MS, tanpa ada satu
pun yang menampilkan NO bilateral. Walaupun jarang sekali, kejadian NO bilateral
dirasakan dapat menjadi pembeda ADEM dari SM yang potensial; perbedaan yang kuat ini
tidak terjadi lagi pada penelitian berikutnya dengan menggunakan kriteria diagnostic yang
bahkan lebih restriktif. NO bilateral sangat jarang pada MS, namun juga dikenal sebagai
manifestasi daripada NMO. Kasus NMO dapat mengkontaminasi beberapa seri penelitian
ADEM. Walaupun kriteria diagnosis dahulu untuk NMO mengusulkan bahwa tidak terdapat
lesi substansi alba pada MRI otak, publikasi terkini memberikan bukti akan spektrum yang
lebih luas, termasuk lesi yang konsisten dengan ADEM dan SM. Pasien dengan NMO
mempunyai antibody terhadap aquaporin-4 water channel, biomarker patogenik yang
ditemukan baru-baru ini.
NMO-immunoglobulin IgG positif pada sebanyak 76% kasus NMO klinis, namun tidak
merupakan kriteria absolut untuk diagnosis. Penatalaksanaan dini NMO dapat mengurangi
risiko kekambuhan yang lebih parah. Pemeriksaan serologis NMO-IgG tersedia baru-baru ini
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
10/12
dan belum dievaluasi dalam seri penelitian ADEM terkini. NO bilateral kurang spesifik untuk
ADEM daripada yang awalnya disarankan oleh Dale et al dan memberi gambaran
ketidakpastian antara ADEM dengan NMO, yang sepertinya berbeda secara patofisiologi.
Penelitian ADEM di masa depan sebaiknya melibatkan pengujian NMO-IgG dalam kasus-
kasus yang potensial secara klinis memberi gambaran NO, myelitis, atau kombinasikeduanya.
10.AVM pada dewasa muda dengan parese selalu menjadi DD
Arteriovenous malformation atau AVM merupakan kelainan kongenital yang bisa terdapat di
otak maupun medula spinalis, terbentuk dari anyaman abnormal antara arteri dan vena. AVM
bukanlah neoplasma walaupun mereka cenderung untuk berekspansi seiring waktu sehingga
terkadang disebut angioma.
Epidemiologi:
- Insiden penderita AVM 1/100000 tiap tahun.- AVM lebih banyak pada pria daripada wanita.
Patofisiologi:
AVM terbentuk saat masa prenatal yang tidak diketahui penyebabnya. Pada peredaran darah
otak normal, darah yang kaya akan oksigen berasal dari jantung dialirkan ke otak melalui
pembuluh darah arteri arteriol kapiler otak. Setelah itu, darah yang sudah tidak
mengandung oksigen dialirkan kembali ke jantung dan paru melalui vena. Pada AVM,
pembuluh darah abnormal karena epitel sambungan antara arteri dan vena tipis sehingga
berpotensi untuk pecah pembuluh darah. AVM dapat timbul dimana saja namun umumnya
paling sering timbul pada teritori arteri cerebri media.
Tanda dan Gejala Klinis:
- Perdarahan: 40-60% pasien dengan AVM datang dengan perdarahan baik
intracerebral ataupun intraventrikuler. Tidak seperti aneurisma sakular, AVM
biasanya berdarah pada pasien dengan umur lebih muda yaitu 20-40 tahun. Bisa
juga timbul vasospasme dan komplikasi iskemik selanjutnya.
- epilepsi: bangkitan umum atau parsial dapat timbul pada pasien dengan AVM
khususnya apabilalesi timbul pada permukaan kortikal. Pada pasien AVM yangdatang dengan perdarahan, 30% mempunyai riwayat epilepsi.
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
11/12
- Defisit neurologis: AVM yang besar khususnya yang melibatkan daerah basal
ganglia dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa demensia progresif,
hemiparesis atau defek lapangan pandang sebagai akibat dari steal effectnya.
AVM di daerah batang otak juga dapat menimbulkan defisit motorik atau
sensorik, dengan atau tanpa keterlibatan saraf kranial.
-Sakit kepala: serangan sakit kepala biasanya dapat dinyatakan dengan jelaslokasinya, unilateral, dengan sensasi berdenyut keras.
- Bruit kranial: aurkultasi di sekitar bola mata dapat terdengar bruit.
Diagnosis:
- CT Scan: kebanyakan AVM dapat terlihat pada CT scan kecuali tertutup oleh
adanya hematoma intrakranial. Penggunaan kontras intravena dapat memperjelas
visualisasi yang menimbulkan lesi kriptik.
- MRI dapat memperlihatkan AVM dengan jelas sebagai regio dengan aliran darah
yang besar dengan perubahan signal di sekitarnya karena perdarahan lama atau
gliosis. MRI juga merupakan diagnostik terpilih untuk malformasi kavernosa
karena kadang luput dari CT scan dan sulit terlihat pada angiografi. Kebanyakanlesi menunjukkan perubahan signal karena batas lesi yang menunjukkan deposisi
hemosiderin.
- Angiografi cerebral: angiografi menunjukkan pembuluh yang mensuplai dan
menjadi drainase AVM. Pada keberadaan hematoma, angiografi dapat ditunda
sampai hematoma menghilang karena tekanan lookal dapat menyerupai AVM.
Jika angiogram negatif, digunakan MRI untuk mengeksklusi adanya malformasi
cavernosa.
-
7/22/2019 PR Dokter Flora
12/12
Tatalaksana:
- Pembedahan :
o Indikasi untuk intervensi: hematoma yang meluas berhubungan dengan
AVM, defisit neurologis fokal yang progresif, kemungkinan perdarahankhususnya pada pasien muda dan AVM < 3 cm. Dipikirkan juga risiko
operasi yang biasanya tinggi pada AMV berdiameter lebih dari 3 cm, yang
berdrainase pada vena yang dalam.
o Metode operasi dapat berupa eksisi, stereotactic radiosurgery, dan
embolisasi tergantung besarnya lesi dan lokasi AVM.
Dibuat Oleh :
Andre Sugiyono 2011-061-097
Aurelia 2012-061-129 Anna Paramitha 2012-061-122
Ahmad Nadim 2012-061-124
Dionisius Rianto 2011-061-100
Paskalis Indra 2011-061-092
Ornella Widyapuspita 2011-061-098 Monika Katherina 2012-061-128
Stefhanie Harri 2012-061-123