ppt sejarah bab 5 sma x wajib

14
BAB 5 INTERAKSI ANTARA KEBUDAYAAN LOKAL, HINDU-BUDDHA, DAN ISLAM DI INDONESIA A. Akulturasi dan Asimilasi Kebudayaan Sebelum agama Hindu, Buddha, dan Islam masuk, masyarakat Nusantara telah memiliki agama dan kebudayaannya sendiri. Dalam hal kepercayaan, misalnya, masyarakat purba Nusantara telah mengenal bentuk kepercayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaan animisme memercayai bahwa setiap benda di bumi ini mempunyai jiwa atau roh yang harus dihormati agar roh-roh tersebut tidak mengganggu manusia dan bahkan bisa memberikan bantuan atau pertolongan dalam kehidupan manusia. Penghormatan kepada roh nenek moyang itu diwujudkan dalam berbagai upacara seperti pemberian sesaji atau sesajen. Dalam sistem kepercayaan dinamisme, semua benda yang besar, seperti pohon besar, batu besar, atau gunung dipercaya mempunyai kekuatan gaib, dan karena itu perlu dihormati dan dijaga. Menurut Dr. Brandles, selain mengenal sistem kepercayaan animisme dan dinamisme, menjelang akhir masa prasejarah nenek moyang Indonesia telah menguasai beberapa kemampuan, yaitu sebagai berikut. Kemampuan bercocok tanam.

Upload: eli-priyatna-laidan

Post on 14-Apr-2017

3.724 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

BAB 5INTERAKSI ANTARA KEBUDAYAAN LOKAL, HINDU-BUDDHA, DAN ISLAM DI INDONESIA

A. Akulturasi dan Asimilasi Kebudayaan

Sebelum agama Hindu, Buddha, dan Islam masuk, masyarakat Nusantara telah memilikiagama dan kebudayaannya sendiri. Dalam hal kepercayaan, misalnya, masyarakat purbaNusantara telah mengenal bentuk kepercayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaananimisme memercayai bahwa setiap benda di bumi ini mempunyai jiwa atau roh yang harusdihormati agar roh-roh tersebut tidak mengganggu manusia dan bahkan bisa memberikanbantuan atau pertolongan dalam kehidupan manusia. Penghormatan kepada roh nenek moyang itu diwujudkan dalam berbagai upacara seperti pemberian sesaji atau sesajen. Dalam sistem kepercayaan dinamisme, semua benda yang besar, seperti pohon besar, batu besar, atau gunung dipercaya mempunyai kekuatan gaib, dan karena itu perlu dihormati dan dijaga.

Menurut Dr. Brandles, selain mengenal sistem kepercayaan animisme dan dinamisme,

menjelang akhir masa prasejarah nenek moyang Indonesia telah menguasai beberapa kemampuan, yaitu sebagai berikut. Kemampuan bercocok tanam. Kemampuan berlayar dengan perahu bercadik.

Page 2: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

Kemampuan mengenal arah dengan menggunakan petunjuk rasi bintang. Mengenal kesenian wayang sebagai media untuk melakukan hubungan dengan arwah

nenek moyang. Memiliki kemampuan membuat peralatan dari batu, tanah liat, dan teknik membuat barang

dari logam. Kemampuan membangun tempat pemujaan, seperti menhir dan punden berundak-undak. Mengenal sistem pemerintahan dan cara pemilihan kepala suku, yang disebut primus

interpares. Mengenal seni gamelan.

Semua hasil cipta, karya, dan karsa masyarakat terus berkembang hingga masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha serta Islam ke Indonesia. Terjadilah proses asimilasi

dan akulturasi antara kebudayaan lokal Nusantara dan kebudayaan Hindu-Buddha. Masyarakat menerima unsur-unsur baru dari kebudayaan Hindu-Buddha sambil tetap mempertahankan kebudayaan aslinya, maka proses ini disebut akulturasi. Sementara jika terjadi percampuran antara kebudayaan lokal Nusantara dan kebudayaan Hindu-Buddha yang menghasilkan kebudayaan baru, maka proses ini disebut asimilasi.

Kebudayaan Hindu-Buddha yang masuk ke Indonesia tidak diterima begitu saja. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor berikut. Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga

masuknya kebudayaan asing akan menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.

Page 3: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

Kecakapan istimewa. Bangsa Indonesia memiliki apa yang disebut dengan istilah kecakapan istimewa atau local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

B. Interaksi antara Tradisi Lokal Nusantara dan Kebudayaan Hindu-Buddha 1. Aksara dan Bahasa

Sebelum pengaruh Hindu masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia belum mengenal aksara atau tulisan. Orang-orang India yang masuk ke Indonesia membawa-serta budaya tulis, dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta menjadi huruf dan bahasa Sanskerta menjadi huruf dan bahasa utama dalam banyak

prasasti di Indonesia. Bahasa Sanskerta kemudian banyak memengaruhi bahasa Kawi (bahasa Jawa Kuno) dan bahasa Melayu Kuno. Bahasa Kawi banyak menyerap kosakata dari bahasa Sanskerta namun tidak meniru tata bahasanya.

Menurut Prof. Dr. P. J. Zoetmulder, bahasa Jawa Kuno merupakan bahasa umum yang digunakan selama periode Hindu Jawa sampai runtuhnya Majapahit. Sejak kedatangan agama dan kebudayaan Islam, bahasa Jawa Kuno berkembang menjadi dua, yaitu bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Jawa modern. Bahasa Jawa Tengahan memiliki ciri yang erat antara budaya Hindu-Jawa Bali dimana pengaruh Hindu masih terasa. Sedangkan bahasa Jawa modern ditandai dengan banyaknya penggunaan bahasa Arab.

Page 4: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

Bahasa lainnya yaitu bahasa Melayu Kuno, anggota rumpun bahasa Austronesia yang dianggap sebagai salah satu bentuk awal bahasa Melayu. Bahasa Melayu Kuno pernah dipakai pada sekitar abad ke-7 hingga abad ke-13, yaitu pada zaman Dinasti Syailendra dan di Kerajaan Sriwijaya. 2. Sistem Kepercayaan

Sejak zaman prasejarah, bangsa Indonesia telah memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme. Masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia, menyebabkan terjadinya akulturasi. Contohnya, dalam upacara keagamaan terhadap para dewa-dewi di candi, terlihat adanya unsur pemujaan terhadap roh nenek moyang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pripih, yaitu tempat benda-benda lambang jasmaniah raja yang membangun candi tersebut disimpan. Dengan demikian candi dianggap sebagai makam atau tempat berdiamnya roh

raja yang telah meninggal tersebut. Upacara keagamaan atau pemujaan terhadap dewa yang ada di candi pada hakikatnya merupakan pemujaan terhadap roh nenek moyang, inilah bentuk akulturasi antara sistem kepercayaan masa prasejarah dan kebudayaan Hindu-Buddha.3. Kesusastraan

Karya sastra terkenal berbentuk epos yang berasal dari India, seperti Kitab Mahabharata dan Ramayana telah memicu para pujangga Nusantara untuk menghasilkan karya-karya sastra baru. Pembuatan kitab pertama kali dirintis pada masa Dinasti Isyana, yaitu pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh. Sesuai tahapan perkembangannya, naskah-naskah kuno mulai ditulis sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno, zaman Kerajaan Kediri,

Page 5: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

dan zaman Kerajaan Majapahit. Beberapa karya sastra tersebut adalah sebagai berikut.o Masa Mataram Kuno, ditulis Ramayana oleh Mpu Walmiki, dan Mahabharata oleh Mpu

Wiyasa.o Pada masa pemerintahan Mpu Sindok, ditulis Kitab Sang Hyang Kamahayanikan.o Masa Kediri, ditulis Arjunawiwaha oleh Mpu Kanwa, Kresnayana oleh Mpu Triguna,

Smaradahana oleh Mpu Dharmaja, Barathayuda oleh Mpu Sedah dan Panuluh, dan Gatotkacasraya oleh Mpu Panuluh.

o Masa Majapahit, Nagarakertagama ditulis oleh Mpu Prapanca, Sutasoma dan Arjunawijaya oleh Mpu Tantular.

4. Sistem PemerintahanDalam sistem pemerintahan, kebudayaan Hindu-Buddha mengenalkan sistem kerajaan

dengan konsep dewa raja. Konsep ini memosisikan raja sebagai titisan para dewa. Para ahli menganggap konsep ini sebagai hasil proses akulturasi, yaitu perpaduan antara Hinduisme dan pemujaan nenek moyang yang sudah lama dianut penduduk Nusantara. Dalam bahasa Sanskerta, istilah dewa raja dapat bermakna “raja para dewa” atau “raja yang juga titisan dewa”. Dalam masyarakat Hindu, jabatan dewa tertinggi biasanya disandang oleh Siwa, terkadang Wisnu atau Brahma. Konsep ini memandang raja memiliki sifat ilahiah, yaitu sebagai dewa yang hidup di atas bumi atau sebagai titisan dewa tertinggi.

Page 6: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

5. KesenianSebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsa Indonesia telah mengenal seni

bangunan dalam bentuk bangunan-bangunan besar dari masa Megalithikum, yaitu bangunan yang terkait erat dengan kegiatan pemujaan dan penghormatan kepada nenek moyang. Pada masa Hindu, kita dikenalkan dengan konsep candi. Jika pada masa sebelum Hindu-Buddha bangunan-bangunan besar seperti dolmen dan menhir terkait erat dengan penghormatan terhadap roh nenek moyang, maka pada masa Hindu-Buddha bangunan candi dimaksudkan untuk menghormati raja yang sudah meninggal. Mirip dengan dolmen dan menhir, candi adalah monumen tempat pen-dharma-an bagi raja yang sudah meninggal. Di bawah patung raja yang di-dharma-kan biasanya juga disimpan benda-

benda berharga milik raja yang disebut pripih. Benda-benda itu dianggap sebagai lambang jasmani raja.

Agama Buddha juga mendirikan bangunan candi, dengan fungsi yang mirip. Stupa pada candi-candi bercorak Buddha awalnya juga berfungsi seperti pripih, dan tempat menyimpan abu jenazah Buddha Gautama atau barang-barang berharga milik raja yang telah meninggal. Dalam perkembangannya, digunakan sebagai tempat menyimpan abu jenazah dari para arhat (orang suci) yang berjasa menyebarkan ajaran Buddha. Dari segi struktur bangunannya, salah satu candi bercorak Buddha yaitu Candi Borobudur bahkan sangat mirip dengan punden berundak-undak, tempat pemujaan zaman Megalithikum.

Page 7: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

Candi biasanya lebih rumit namun artistik. Di bagian luarnya terdapat relung-relung candi yang diisi dengan patung perwujudan dari Dewa Siwa, Durga, Wisnu, Brahma, dan Ganesha. Bagian atap candi Hindu biasanya bertingkat tiga, dan di bagian puncaknya seperti genta, yaitu lonceng dengan posisi telungkup. Pada bangunan candi Buddha, banyak dipenuhi

stupa yang bentuknya mirip mangkuk yang terbalik.

6. Sistem Bangunan Tata KotaPada zaman sebelum Hindu-Buddha, masyarakat Indonesia belum mengenal bangunan

dan tata kota yang kompleks, tertata, dan bernilai seni tinggi. Sejak zaman Hindu-Buddha kita mengenal sistem bangunan yang lebih kompleks, tertata rapi, dan bernilai seni tinggi. Bangunan itu adalah keraton. Tempat tinggal raja ini biasanya terletak di pusat kota dan dikelilingi tembok yang tinggi. Di sebelah selatan istana biasanya terdapat alun-alun, di bagian barat terdapat bangunan tempat peribadatan.

Alun-alun Utara merupakan tempat berkumpul masyarakat dan bersifat dinamis, sedangkan Alun-alun Selatan diangap sebagai penyeimbang karena dimaksudkan sebagai tempat palereman (istirahat) para dewa dan karena itu juga suasananya dibangun untuk dapat menenteramkan hati banyak orang. Tata letak bangunan yang lazim disebut sistem macapat ini masih banyak dapat kita jumpai di kota-kota di Jawa.

Page 8: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

7. Bidang Seni RupaPada masa Hindu-Buddha masyarakat diperkenalkan dengan relief, yaitu seni pahat berupa

ukiran (seni ukir) yang biasanya dibuat pada dinding candi, kuil, monumen, atau tempat bersejarah. Relief ini tersusun sedemikian rupa sehingga menjadi rangkaian cerita yang biasanya diambil dari sejumlah karya sastra pada masa itu. Terdapat perbedaan yang cukup menonjol antara relief-relief candi di Jawa Tengah dan relief-relief candi di Jawa Timur. Relief candi Jawa Tengah bersifat naturalis, artinya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Sebaliknya, relief candi di Jawa Timur lebih bersifat simbolis.

Seni rupa lainnya adalah dalam bentuk patung atau arca. Sebelum masa Hindu-Buddha, telah dikenal patung atau arca binatang yang dianggap suci, atau disebut kepercayaan totemisme. Pada masa Hindu, kita mengenal patung-patung yang menunjukkan dewa utama seperti Brahma, Wisnu, dan Siwa. Bentuk seni rupa lainnya yang mendapat pengaruh Hindu adalah ragam hias. Pada masa praaksara, bangsa Indonesia sudah mengenal ragam hias seperti yang terdapat pada nekara, gerabah, dan alat-alat upacara lainnya. Kemampuan membuat ragam hias berkembang pesat pada masa Hindu. Pada masa Hindu-Buddha dikenal hiasan kepala orang yang biasa dipahat di bagian atas gapura atau dikenal dengan nama kalamakara. Selain itu, berkembang pula ragam hias gambar binatang yang dianggap keramat, misalnya kendaraan para dewa. Terakhir, ada ragam hias tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai lambang penghargaan tertinggi terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup yakni kalpataru.

Page 9: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

8. Sistem KalenderSistem penanggalan atau kalender Hindu-Buddha turut berpengaruh terhadap kebudayaan

Indonesia, yaitu digunakannya kalender dari India yang bernama kalender Saka. Tahun Saka dimulai pada tahun 78 M. Perhitungan tahun Saka sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat Bali yang beragama Hindu, untuk menentukan hari dari sejumlah kegiatan upacara keagamaan yang mereka anut. C. Interaksi antara Tradisi Lokal , Hindu-Buddha, dan Islam di Indonesia 1. Aksara

Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam dalam bidang aksara diwujudkan dengan berkembangnya tulisan Arab Melayu di Indoensia, yaitu tulisan Arab yang digunakan untuk menulis dalam bahasa Melayu. Tulisan Arab Melayu disebut juga dengan istilah Arab gundul.

2. Bidang SosialMasyarakat pada masa Hindu-Buddha mengenal sistem kasta. Akan tetapi, saat agama

dan kebudayaan Islam masuk sistem kasta tersebut perlahan-lahan menghilang.

3. Bidang PemerintahanPada masa pengaruh Islam, gelar raja diganti dengan sultan. Konsep dewa raja yang

memandang raja sebagai titisan dewa diganti dengan konsep sultan sebagai khalifah, yang

Page 10: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

berarti pemimpin umat. Penasihat raja berasal dari tokoh-tokoh agama yang disebut kiai. Meski demikian, sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan secara menyeluruh. Sebutan atau gelar bagi pembantu raja tetap menggunakan istilah lama seperti “patih panglima”,

hulubalang, mahamenteri, dan lain-lain.

4. Bidang Seni BangunanAkulturasi tampak jelas pada bangunan pemujaan. Jika pada masa praaksara, pemujaan

terhadap roh nenek moyang diwujudkan dalam bangunan punden berundak-undak, maka pada masa Hindu-Buddha diwujudkan dalam bentuk candi. Bentuk candi dibuat dengan struktur bertingkat-tingkat seperti punden berundak-undak. Proses akulturasi juga tampak pada letak dan bentuk makam. Pada masa Islam, makam lebih sederhana dan tidak besar, makam dibangun di tempat yang berbukit, mirip dengan konsep punden berundak-undak. Contohnya, makam Sunan Gunung Jati di perbukitan Gunung Jati, Cirebon.

Pada makam Islam sering dijumpai bangunan kijing atau jirat, yaitu bangunan makam yang

terbuat dari tembok batu bata dan disertai bangunan rumah atau cungkup diatasnya. Wujud akulturasi lainnya adalah dalam ukiran bangunan makam. Hiasan pada jirat atau batu kubur berupa susunan bingkai meniru bingkai pada panel relief bangunan candi. Pada bangunan masjid, terutama di Pulau Jawa, bangunan masjid berbentuk seperti pendapa yaitu balai atau ruang besar tempat rapat dengan komposisi ruang yang berbentuk persegi dan beratap tumpang. Atap masjid di Jawa banyak yang berbentuk atap tumpang dengan jumlah susunan

Page 11: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

bertingkat dua, tiga, dan lima. Hal ini mirip dengan bentuk bangunan pura. Adanya kentongan atau bedug yang dibunyikan di masjid sebagai pertanda masuknya waktu salat menunjukkan adanya unsur Indonesia asli. Dalam hal letak bangunan masjid, ajaran Islam tidak

mengaturnya secara khusus. Akan tetapi, di Indonesia penempatan masjid diatur sedemikian rupa sesuai dengan komposisi macapat. Masjid ditempatkan di sebelah barat alun-alun dan dekat dengan keraton, sebagai simbol bersatunya rakyat dan raja.

5. Bidang Seni RupaAgama dan pengaruh Islam membawa perubahan pada bidang seni rupa, terutama seni

lukis, seni ukir, relief, dan kaligrafi. Seni kaligrafi merupakan bidang yang mengalami perkembangan paling pesat. Kaligrafi secara harfiah berarti tulisan indah, biasanya dengan memakai huruf Arab. Seni rupa Islam mengolah kaligrafi menjadi motif hias. Seni hias Islam selalu menghindari penggambaran makhluk hidup secara realistis, maka untuk penyamarannya dibuatkan stilisasi, yaitu proses rekayasa ulang yang menyerupai bentuk aslinya di dunia nyata. Seni rupa abstrak juga berkembang pesat, terutama dalam karya lukisan, grafis, ataupun hiasan dalam arsitektur bangunan.

6. Bidang KesusastraanKarya sastra banyak dipengaruhi oleh sastra Islam yang berasal dari Persia, namun

pengaruh Hindu-Buddha dan Jawa masih terlihat. Berkembang karya sastra yang berbentuk

Page 12: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

tambo (Sumatra), babad (Jawa), dan lontara (Sulawesi Selatan) yang isi ceritanya bersifat kepahlawanan atau dikaitkan dengan tokoh sejarah. Jenis lain kesusastraan zaman Islam yang mendapat pengaruh kuat dari Hindu-Buddha dan tradisi lokal Nusantara yaitu suluk. Suluk adalah teks sastra yang mengandung ajaran tasawuf, suatu aliran mistik dalam Islam yang mengungkap tentang jalan spiritual-asketis atau mati-raga menuju kesatuan dengan Tuhan. Pengaruh Hindu-Buddha dan tradisi lokal Jawa yang paling menonjol terlihat dalam penyebutan konsepsi “Tuhan”.

7. Bidang Seni PertunjukanKetika agama Hindu masuk ke Indonesia, pertunjukkan wayang disesuaikan menjadi

media yang efektif untuk menyebarkan agama Hindu. Melihat wayang begitu digemari masyarakat, Walisongo kemudian menggunakannya sebagai media penyebaran agama Islam. Pertunjukan wayang yang menampilkan Tuhan atau dewa dalam wujud manusia dilarang, dan munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit. Pertunjukkan wayang biasanya diiringi dengan gamelan, yang berfungsi sebagai penghidup cerita, dan wayangnya dimainkan oleh dalang. Di antara Walisongo yang menggunakan pertunjukkan wayang yaitu Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang.

Contoh akulturasi lain dalam seni pertunjukan adalah seni tari. Seni tari berkembang menjadi bagian dari ritual masyarakat Hindu. Oleh karena itu, di wilayah-wilayah Indonesia yang pengaruh Hindunya kuat, gerak tariannya lebih rumit dan penuh dengan simbol religius. Ketika Islam masuk, kisah cerita dalam tarian disesuaikan dengan cerita Islam.

Page 13: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

Gaya busana para penari menjadi lebih tertutup sesuai ajaran Islam. Contoh seni tari yang mendapat pengaruh Islam adalah tari Zapin (Melayu) dan tari Saman (Aceh) yang menerapkan gaya tari dan musik bernuansa Arab dan Persia yang digabungkan dengan gaya lokal.

8. UpacaraAkulturasi dalam upacara tampak dalam tiga upacara yaitu pernikahan, kelahiran, dan

kematian. Tata cara pernikahan berakulturasi dengan kebudayaan pra-Islam. Selain dipanjatkan doa-doa dalam bahasa Arab, acara siraman dan selamatan merupakan peninggalan zaman Hindu-Buddha. Pada upacara kelahiran sangat jelas pengaruh Hindu-Buddha. Di Jawa, proses kelahiran dimulai dengan upacara mitoni. Dalam upacara tersebut, calon ibu melakukan siraman untuk melindungi bayi dan ibunya dari bahaya. Akulturasi dengan ajaran Islam terlihat dalam doa-doa (dalam bahasa Arab) yang dibacakan dalam upacara tersebut.

Pada upacara kematian, memasukkan jenazah ke dalam peti merupakan tradisi zaman Megalithikum. Setelah jenazah di kubur diadakan selamatan. Tradisi ini sesungguhnya merupakan peninggalan Hindu. Bentuk upacara lain yang populer sebagai hasil akulturasi adalah larung saji. Upacara khas Jawa ini dilakukan sebagai bagian dari peringatan tahun baru 1 Muharram/1 Suro. Upacara ini aslinya merupakan tradisi Hindu untuk menyambut tahun baru Saka.

Page 14: Ppt sejarah bab 5 sma x wajib

9. Sistem KalenderSebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat sudah mengenal kalender Saka

(kalender Hindu). Dalam kalender Saka ditemukan nama-nama pasaran hari seperti Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Setelah masuk dan berkembangnya Islam, Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan, seperti Muharram diganti menjadi Suro, dan Ramadan diganti menjadi Pasa. Nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai bahasa Arab. Kalender Sultan Agung dimulai tanggal 1 Suro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 Agustus 1633 Masehi.