ppt polin protokol kyoto

25
ISU LINGKUNGAN DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL STUDI KASUS: PENGARUH PROTOKOL KYOTO TERHADAP POLA INTERAKSI ANTAR NEGARA Oleh: Kelompok 8 Anisah Sarah Rahayu Dhimas Ardhiyanto Dea Sonya Septiani Eko Nordiansyah Dede Rifa’atul Mahmudah

Upload: qobul-imron

Post on 24-Jul-2015

333 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ppt Polin Protokol Kyoto

ISU LINGKUNGAN DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL

STUDI KASUS: PENGARUH PROTOKOL KYOTO TERHADAP POLA INTERAKSI ANTAR NEGARA

Oleh:Kelompok 8

AnisahSarah Rahayu

Dhimas ArdhiyantoDea Sonya Septiani

Eko NordiansyahDede Rifa’atul Mahmudah

Page 2: Ppt Polin Protokol Kyoto

POKOK PEMBAHASAN

1. Kemunculan isu lingkungan dalam HI2. Sejarah terbentuknya Protokol Kyoto.3. Pengaruh Protokol Kyoto terhadap negara

maju dan berkembang → Tanggapan/ sikap negara maju dan berkembang.

4. Implikasi Protokol Kyoto dalam menggulangi isu lingkungan.

Page 3: Ppt Polin Protokol Kyoto

KERANGKA TEORI

• REALISME• POLITIK HIJAU (GREEN THEORY)• COBWEB MODEL

Page 4: Ppt Polin Protokol Kyoto

PENDAHULUAN• Pada era 1960-an, isu lingkungan hidup telah masuk

ke dalam agenda internasional. Permasalahan lingkungan hidup tidak hanya menjadi permasalahan domestik Negara maju maupun Negara berkembang.

• Permasalahan lingkungan telah menjadi permasalahan internasional karena dampak yang ditimbulkan bersifat global.

• Salah satu aturan hukum yang mengatur negara-negara di dunia dalam persoalan lingkungan dintaranya Protokol Kyoto, yang akan dibahas lebih mendalam pada bagian pembahasan.

Page 5: Ppt Polin Protokol Kyoto

Kemunculan Isu Lingkungan dalam Hubungan Internasional

• Sebenarnya isu lingkungan menjadi perbincangan dalam hubungan internasional dimulai pada tahun 1970-an. Pada saat itu diselengarakan konferensi di Stockholm, Swedia PBByang membahas tentang lingkungan tahun 1972.

• Kemajuan perekonomian internasional di era pasar bebas telah menyebabkan terjadinya tindakan eksploitatif terhadap lingkungan dalam aktivitas produksi.

• Pada era kontemporer isu lingkungan dalam ruang lingkup hubungan internasional menjadi pembahasan yang mendapatkan respon serius dari banyak Negara. Karena saat ini efek daripada isu lingkungan tersebut mulai dirasakan dibeberapa Negara.

Page 6: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.

• Selain itu terdapat pula beberapa alasan yang menjadikan isu lingkungan dapat digolongkan sebagai isu global. Diantaranya adalah karena masalah yang terjadi akibat kerusakan lingkungan hidup tidak hanya dirasakan oleh satu Negara saja, melainkan juga berimbas pada beberapa Negara lainnya.

• Efek yang ditimbulkan oleh masalah lingkungan juga menjadi masalah global. Seperti halnya pemanasan global yang disebabkan oleh beberapa Negara industri di dunia menjadikan mencairnya es di wilayah kutub utara yang membuat meningginya air laut dan dapat membahayakan negara-negara di dunia.

Page 7: Ppt Polin Protokol Kyoto

Sejarah Terbentuknya Protokol Kyoto

Protokol Kyoto adalah seperangkat alat hukum yang legal, yang dibentuk bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca (Green House Gases/GHGs) agar tidak menganggu sistem iklim bumi.

Adapun maksud dari pembentukan Protokol ini adalah mewajibkan negara-negara maju untuk mau mengurangi emisi gas rumah kaca.

Protokol Kyoto diselenggarakan pada tanggal 11 Desember 1997. di Kyoto, Jepang.

Protokol Kyoto memiliki masa komitmen yang akan berakhir pada tahun 2012.

Page 8: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.

Untuk melaksanakan aturan yang telah ditetapkan dalam Protokol Kyoto mengenai kewajiban ngara-negara maju untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) terdapat tiga mekanisme, yaitu:

Pertama, Joint Implementation (implementasi bersama) adalah kerja sama antar negara maju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka.

Kedua, Clean Development Mechanisme (Mekanisme Pembangunan Bersih) adalah solusi bagi negara maju dan negara berkembang, di mana negara maju berinvestasi di negara berkembang dalam proyek yang dapat megurangi emisi GRK dengan imbalan sertifikat pengurangan emisi bagi negara maju tersebut.

Ketiga, Emission Trading (Perdagangan emisi) adalah perdangan emisi antar negara maju.

Page 9: Ppt Polin Protokol Kyoto

Pengaruh Protokol Kyoto dalam Mempengaruhi Pola Interaksi antara Negara Maju dengan Negara

Berkembang

1. Sikap Amerika Serikat Amerika Serikat (AS) merupakan salah satu negara

yang menolak untuk meratifikasi protokol kyoto. Amerika adalah negara yang menyebabkan emisi

terbesar gas rumah kaca di dunia. AS menolak meratifikasi Protokol Kyoto dengan

mengatakan hal itu akan merugikan ekonominya dan protokol tersebut tidak sempurna karena tidak menerapkan restriksi emisi dari negara-negara yang industrinya berkembang pesat, seperti China dan India.

Page 10: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.

Keputusan tersebut dikecam oleh rakyat Amerika sendiri dan juga oleh pemimpin negara lain di dunia.

Amerika kini menggandeng Australia, Italia, China, India dan negara-negara berkembang lainnya untuk bersatu melawan strategi terhadap adanya kemungkinan Protokol Kyoto II atau persetujuan lainnya yang bersifat mengekang.

Amerika Serikat hanya melihat persoalan pembangunan lingkungan hidup sebagai persoalan yang terpisah dengan pembangunan ekonomi. Padahal persoalan lingkungan hidup dan ekonomi adalah persoalan yang yang tidak dapat terpisah dari pembangunan.

Page 11: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.

2. Sikap KanadaKanada telah menarik dukungannya dari Protokol

Kyoto karena menilai protokol Kyoto kurang efektif dalam menaggulangi masalah kerusakan lingkungan.

Kanada menganggap bahwa Protokol Kyoto hanya akan menjadi penghalang bagi kemajuan industrinya

Kanada berasumsi bahwa India, Brazil, dan Cina yang dulu masih digolongkan dalam negara berkembang, sekarang sudah menjadi negara penyumbang emisi gas rumah kaca dalam skala besar.

Page 12: Ppt Polin Protokol Kyoto

C o n t.

3. Sikap Uni EropaUni Eropa dikenal sebagai pihak yang sangat aktif dalam

memperjuangkan ratifikasi Protokol Kyoto. Hal ini dikarenakan Global Warming bagi Uni Eropa dapat diartikan sebagai ”End of The Day”.

Melalui program perubahan iklim Eropa (European Climate Change Programme/ ECCP), UE berusaha untuk membatasi tingkat GRK sebesar 2 derajat Celcius pada tingkat industrinya.

Uni Eropa mencoba untuk menerapkan segala penghematan, seperti penghematan tingkat permintaan energi, penghematan energi listrik, penghematan energi bahan bakar baik untuk industri maupun transportasi, serta pembaharuan suplai energi.

Page 13: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.

4. Sikap JepangPaul G. Harris menyatakan bahwa kebijakan luar

negeri Jepang cenderung bersifat adaptif bukan proaktif terhadap isu perubahan iklim. Sedikit sekali peran aktif yang dilakukan Jepang dalam mengambil inisiatif ataupun mendorong langkah-langkah positif mencegah perubahan iklim.

Langkah Jepang ini dapat dilihat sebagai upaya Jepang dalam menjaga citra negara dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia.

Page 14: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.Pada saat Konferensi Tingkat Tinggi

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1992 di Rio de Janeiro yang menyepakati dibentuknya UNFCCC (United Nations Framework Conference on Climate Change), Ohta mencatat bahwa Jepang mempunyai antusiasme besar untuk memberikan kontribusinya bagi masyarakat internasional dalam merespon isu pemanasan global dan perubahan iklim.

Page 15: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.

Kemudian tahun 1997 Jepang menjadi tuan rumah penyelenggaraan COP-3 di Kyoto. Krisis ekonomi yang melanda Asia termasuk Jepang memaksa adanya perubahan kebijakan pemerintah Jepang terhadap isu-isu lingkungan. Tekanan krisis membuat antusiasme Jepang terhadap isu perubahan iklim mengendor karena perhatian dialihkan kepada program penanganan krisis.

Sebagai tuan rumah Jepang tidak menghendaki gagalnya perundingan dalam COP-3 yang dapat menimbulkan citra negatif di mata masyarakat internasional.

Page 16: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.Kebijakan luar negeri Jepang lebih

mengedepankan perlindungan terhadap kepentingan nasional dan cenderung bersifat reaktif terhadap berbagai peristiwa internasional yang sedang berlangsung.

Hasrat utama Jepang berpartisipasi global adalah keinginan untuk menjaga citra dan image positif terkait isu lingkungan internasional.

Page 17: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.

5. Sikap Negara Berkembang• Pada dasarnya kebijakan yang diambil oleh negara-

negara berkembang seperti Cina, India, Brazil, Indonesia dan Afrika Selatan terkait dengan pemberlakuan Protokol Kyoto, berkaca pada kebijakan negara-negara maju yang justru tidak meratifikasi Protokol Kyoto.

• China, India, Indonesia, Arab Saudi, Meksiko dan Brasil menekankan pada pentingnya penggunaan prinsip "Tanggung Jawab Bersama yang Dibedakan" Common But Differentiated Responsibilities (CBDR) sebagai wacana bahwa negara berkembang harus menurunkan emisinya, namun secara sukarela.

Page 18: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.

• Pada konferensi perubahan iklim internasional COP-17 di Durban, Afrika Selatan, negosiator Cina Xie Zhenhua, menegaskan bahwa Cina hanya akan menerima kesepakatan dalam protokol Kyoto terkait kewajiban pengurangan emisi jika negara-negara maju seperti AS dan Kanada bersedia terikat dalam aturan tersebut.

Page 19: Ppt Polin Protokol Kyoto

Implemetasi Protokol Kyoto dalam Menanggulangi Isu Kerusakan Lingkungan

Protokol Kyoto awalnya dibentuk dengan harapan untuk dapat memberikan efek signifikan terhadap tingkat penurunan emisi gas rumah kaca.

Namun dalam implementasinya masih sedikit pengaruh yang terjadi dengan adanya protokol ini. Hal ini disebabkan kurangnya partisipasi dari beberapa negara maju yang menolak untuk meratifikasi Protokol Kyoto ini. Bahkan baru-baru ini Kanada menyatakan diri mundur dari perjanjian ini.

Negara-negara maju memang berkontribusi besar terhadap peningkatan suhu bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca. Karena negara maju memproduksi gas rumahkaca ini dari proses industrialisasi yang dijalankan untuk kepentingan nasionalnya (khususnya dibidang ekonomi).

Page 20: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.Di negara seperti Amerika Serikat dianggap

menjadi penghasil gas rumah kaca terbesar, diikuti oleh Rusia, Jepang, Jerman, Inggris, Kanada dan sekarang ini termasuk China. Apabila presentase negara-negara diatas tidak memenuhi syarat yang terdapat dalam Protokol Kyoto, efektivitas dai Protokol Kyoto tidak akan mudah terealisasi. Sehingga peran dari negara maju sangat dominan dalam menurunkan tingkat emisi gas bumi.

Page 21: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.

Dengan syarat diikuti oleh 55 negara konvensi yang harus meratifikasi protokol ini, dibutuhkan kontribusi dari banyak negara termasuk pula negara berkembang didalamnya.

Terlebih di negara maju Protokol Kyoto dianggap sebagai penghambat yang dapat mematikan industri dalam negeri seperti yang dilakukan oleh Kanada.

Implementasi Protokol Kyoto semakin sulit karena dengan menolaknya Amerika Serikat sebagai penghasil gas emisi terbesar untuk meratifikasi Protokol Kyoto.

Page 22: Ppt Polin Protokol Kyoto

Kesimpulan

1. Protokol Kyoto merupakan sebuah persetujuan di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2%. Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca - karbon dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC.

2. Tanggapan negara-negara di dunia terkait Protokol Kyoto sangat bermacam-macam. Terdapat negara yang mendukung karena khawatir dengan dampak yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan bagi wilayahnya seperti Uni Eropa dan negara-negara berkembang. Di sisi lain, terdapat negara yang menolak meratifikasi Protokol tersebut seperti Amerika Serikat dan Kanada.

Page 23: Ppt Polin Protokol Kyoto

Cont.

3. Hingga saat ini Protokol Kyoto dianggap belum efektif dalam mengatasi persoalan lingkungan yang menjadi fenomena penting dalam Hubungan Internasional. Terutama dengan kemunduran dari pihak Amerika dan Kanada sebagai negara dengan penyumbang emisi terbesar di dunia dari Perjanjian tersebut. Protokol Kyoto dianggap sebagai penghambat perkembangan industrialisasi dan ekonomi pembangunan.

Page 24: Ppt Polin Protokol Kyoto
Page 25: Ppt Polin Protokol Kyoto