ppt journal reading - ryan fernandi

Upload: belyn-kelvina-octaviana

Post on 04-Nov-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

  • Oleh: Ryan Fernandi, S.Ked.

    Pembimbing: dr. Yuswandi Affandi, Sp.THT-KLdr. M. Ivan Djajalaga, Sp.THT-KL, M.Kes.

  • Link = http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1808-86942013000200012&lng=en&nrm=iso&tlng=enAccessed on 10th October 2014

  • Disfonia akut memiliki dampak pada komunikasi verbal dan dapat menyebabkan keterbatasan sebagai individu sosial maupun pengguna suara professional (penyanyi, aktor, pelatih olah raga, dll)

    Menyebabkan banyak pasien mencari pengobatan yang efektif untuk mengembalikan suara normal dalam waktu yang singkat kembali ke aktivitasnya masing-masing dalam waktu yang singkat

  • Disfonia akut dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti: proses inflamasi, trauma, paralisis laring, faktor psikologis dll

    Laringitis adalah inflamasi yang terjadi pada laring, dikarakteristik dengan edema dan/atau hiperemis, paling banyak ditemukan pada pasien-pasien disfonia akut

  • Pada laringitis akut dan subakut, onset biasanya tiba-tiba dan berlangsung < 3 minggu

    Vocal rest merupakan terapi terpenting untuk disfonia akut akibat laringitis, namun bagi kebanyakan pasien hal tersebut tidak mungkin dilakukan sehingga terapi lain dibutuhkan

    Terapi steroid merupakan terapi dasar bagi laringitis akut, terutama saat ada gangguan pernafasan pada anak dan keterlibatan suara pada dewasa

  • Tujuan dari terapi steroid: inflamasiMengurangi nyeriMengembalikan fisiologi mukosa

    Studi-studi yang telah ada sebelumnya belum cukup untuk menetapkan sediaan steroid mana yang paling baikVS

  • Steroid oral memiliki efek anti inflamasi yang kuat dan indikasi untuk penyakit inflamasi serta edema laring sudah diketahui dengan baik

    Bila digunakan dalam jangka waktu yang pendek < 2 minggu, kemungkinan terjadinya efek samping sangatlah kecil

    Steroid oral sama efektifnya dengan steroid yang disuntikan

  • Sekarang steroid topikal telah dipakai luas sebagai pilihan terapi untuk proses inflamasi pada saluran nafas seperti pada rhinitis dan asma

    Efek antiinflamasi nya dan cepat mengurangi edema

    Bekerja langsung pada tempat inflamasi, sehingga dosis yang dibutuhkan lebih rendah

    Untuk penggunaan jangka pendek, efek samping yang terjadi lebih sedikit dibanding steroid sistemik

  • Beberapa studi menemukan beberapa kasus disfonia dan lesi laring, pada penggunaan steroid inhalasi jangka panjang > 2 minggu dan disertai dengan penggunaan medikasi inhalasi lainnya untuk mengobati asma, iritasi laring, batuk dan kandidiasis orofaring

    Lesi ini dihubungkan dengan beberapa faktor, seperti dosis, durasi, jenis inhaler dan propelan dan obat lain yang digunakan (obat batuk, GERD dan/atau berhubungan dengan merokok)

    Disfonia dan lesi hilang bila penggunaan steroid dihentikan

  • Berdasarkan efek samping, beberapa penulis tidak me-rekomendasikan penggunaan steroid inhalasi pada pengguna suara professional

    Hal ini disebabkan karena minimnya penelitian yang menunjukkan efektifitas dari penggunaan steroid inhalasi pada laringitis akut

  • Kurangnya penelitian yang dipublikasi, banyaknya kasus disfonia yang membutuhkan terapi yang efektif dan cepat, memotivasi penulis untuk melakukan studi ini

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai dan membandingkan efek dari steroid inhalasi (flutikason) sebagai bubuk kering dan efek dari dari steroid oral (prednisone) pada terapi disfonia akibat laringitis akut

  • Metodologi penelitian berdasarkan pada a basic protocol for functional assessment of voice pathology, especially for investigating the efficacy of (phonosurgical) treatments and evaluating new assessment techniques

    Penelitian dilakukan antara bulan Januari 2007 September 2008. Pada 32 pasien dengan disfonia akut akibat laringitis, dari suatu klinik privat di Brazil dengan spesialisasi pada pengguna suara professional

  • Kriteria eksklusi:Perokok, gangguan mental, gangguan psikologikal dan motorikPasien dengan paralisis faring atau gangguan struktur atau riwayat operasi laringPasien dalam pengobatan anti-inflamasi atau pengobatan GERDPasien dengan hipersensitivitas terhadap flutikason dan prednisolonePasien dengan indikasi penggunaan obat lainnya seperti antibiotik, anti tusif, antipiretik, ekspektoran untuk mengobat laryngitisPasien dengan hematoma pita suara

  • 32 pasien laringitisGroup II16 pasien

    20 mg prednisolone oral, 2x/hari selama 7 hariGroup I16 pasien

    50 mcg flutikason inhalasi, 2x/hari selama 7 hariTidak ada pasien yang di-instruksikan untuk vocal rest

  • Semua pasien diperiksa dengan videolaryngostroboscopy, analisis perseptif (Grade, Roughness, Breathiness, Asthenia dan Strain) dan penilaian suara akustik pada hari pertama dan terakhir terapi

    Pada hari ke 7 semua pasien diminta untuk menjawab kuisioner

  • Steroid inhalasi yang dipilih ada flutikason, merupakan steroid inhalasi yang paling poten, bertahan lama di mukosa dan yang paling sedikit diabsorbsi oleh tubuh

    Penggunaan dari inhalasi bubuk kering, sangat kecil kemungkinan menyebabkan kerusakan laring

    Dosis 100 mcg/hari merupakan dosis efektif terendah dan tidak ada laporan tentang efek samping lokal maupun sistemik pada sosis ini pada penggunaan jangka pendek

  • Prednisolone dipilih karena merupakan salah satu dari steroid sistemik yang banyak digunakan

    Durasi intermediate acting dan efek samping minimal, dosis 40mg/hari merupakan dosis rata-rata yang direkomendasikan pada studi lainnya

  • Videolaryngostroboscopy dengan JC biocam laryngoscope, selalu digunakan oleh otorhinolaryngologist yang sama pada hari 1 dan 7

    Hasil tes di simpan menggunakan Philips DVD recorder, untuk merekam dan dianalisis nantinyaada atau tidak adanya hiperemis/edema dari pita suara, vocal fold Muco-undulatory movement (MOM) normal atau berubah (regularitas dan atau simetris)

  • Setelah pemeriksaan videolaryngostroboscopy, speech dan hearing therapist merekam suara pasien

    Suara direkam pada ruangan yang hening, dengan tingkat bising < 50 db; menggunakan condensed unidirectional microphone, posisi 45 dengan jarak 5 cm dari mulut pasien

    Terhubung dengan Eurorack UB502 sound board, terpasang pada laptop TOSHIBA Pentium 5 dengan Sound Blaster 32 soundboard dari creative labs

  • Pasien diinstruksikanMengucapkan vocal [a] sebanyak 3x, sepanjang mungkin (berturut-turut dalam 1 ekshalasi), untuk menilai maximum phonation time dan untuk penilaian perseptif menggunakan GRBAS scaleMengucapkan vocal [e] secara berturut-turut untuk analisis akustik

    Untuk analisis akustik secara kuantitaif digunakan DR Speech software version 3.1 mengukur nilai rata-rata dari fundamental frequency, jitter, shimmer, neutralized noise energy (NNE) dan harmonic noise ratio (HNR)

  • Pada hari ke 7 pengobatan, pasien dari kedua group diminta untuk mengisi kuisioner yang berisiApakah ada perbaikan dari suara selama terapi? (ya atau tidak)Hari ke berapa kah terdapat perbaikan dari suara? (antara hari 1 7)Efek samping dari terapi?

  • Rekaman videolaryngoscopy dari tiap individu diperlihatkan kepada 2 otolaryngologists dengan pengalaman dalam laryngoscopy dan dalam penilaian laring Blinded dari group mana pemeriksaan berasal?Blinded apakah pre atau post treatment?

    Analisis perseptif dari sampel vocal dinilai oleh 3 speech and hearing therapists-voice specialists, blinded pre atau post treatment dan pasien serta tanggal pemeriksaan dari mengucapkan vocal [a] dilakukan secara acak, menggunakan GRBAS scale

  • Untuk menetapkan waktu maksimum fonasi, menggunakan penilaian rata-rata dalam detik dari 3 sampel pengucapan vocal [a] sepanjang mungkin (berturut-turut dengan 1 eskhalasi) pada pasien dengan nada yang regular

    Untuk tujuan analisis akustik, menggunakan penilaian rata-rata yang diukur dengan DR speech software version 3.1, dari 3 sampel pengucapan vocal [e] secara berturut-turut, sebelum dan setelah terapi

    Hasil dari analisis diatas dan kuesioner dimasukan dalam tabel dan dikirim untuk dilakukan analisis statistik

  • Videolaryngoscopy menunjukan: signifikan dari hiperemis dan edema muco-undulatory movement dari pita suara setelah pengobatanPengurangan edema secara statistik lebih signifikan pada pasien yang mendapatkan terapi flutikason inhalasi

  • Dalam penilaian suara secara perseptifKedua group menunjukkan peningkatan yang signifikan dari kualitas suara, kekasaran (roughness) dan hembusan nafas (breathiness) Tension tidak berubah signifikan antara 2 group dan (kelemahan) asthenia tidak terdeteksi pada seluruh kasus yang dianalisis

  • Analisis akustik secara terkomputerisasi menemukan peningkatan yang signifikan pada shimmer dan neutralized noise energy (NNE) pada pasien yang diterapi dengan prednisone oralPada jitter dan neutralized noise energy (NNE) pada pasien yang diterapi dengan flutikason inhalasiPerbandingan dari post-treatment kedua group secara statistik tidak signifikan

  • Dalam kuesioner, semua pasien melaporkan perbaikan pada hari ke 5 terapi

    Dengan p value = 0.627 menunjukkan tidak ada perbedaan waktu dari perbaikan pada pasien baik yang menggunakan prednisolone atau flutikason

  • Dari semua pasien yang menggunakan prednisolone, 4 diantaranya melaporkan efek samping (berupa nyeri perut dan mual)

    Satu pasien yang menggunakan flutikason melaporkan batuk-batuk

  • Hanya ada 2 group, masing-masing diterapi dengan steroid oral dan steroid inhalasi

    Kontrol group? Tidak ada, karena semua peserta penelitan merupakan pengguna suara professional yang membutuhkan perbaikan suara secepatnya peserta penelitian akan merasa tidak nyaman bila mereka tahu ada kemungkinan mereka diobati hanya dengan placebo saja

  • Tanda-tanda proses inflamasi akut (laring yang hiperemis, edema dan perubahan dari muco-undulatory movement pita suara) terdapat pada seluruh peserta penelitian yang dinilai dengan videolaringostroboscopy, sebelum dan sesudah terapi

    Tujuh hari setelah terapi dengan flutikason dan prednisolone, terdapat perbaikan tanda-tanda diatas pada seluruh pasien dari kedua group

    Namun, pengurangan edema paling signifikan pada grop yang mendapat terapi steroid inhalasi

  • Kegunaan steroid oral untuk pengobatan disfonia akibat laryngitis akut sudah banyak dijabarkan oleh beberapa penulis lainnya, seperti:

    Mishra et al, steroid oral dan intramuscular merupakan terapi lini pertama pada penyanyi dengan disfonia akibat laryngitis

    Spiegel et al, steroid sistemik sebagai agen anti-inflamasi yang kuat untuk mengobati disfonia yang berhubungan dengan laryngitis

  • Pada analisis akustik pada peserta penelitian setelah pengurangan dari proses inflamasi didapatkan rata-rata nilai frekuensi fundamental, TMF dan Harmonic Noise Ratio (HNR) jitter, shimmer dan nilai neutralized noise energy (NNE)

    Analisis menunjukan hasil yang signifikan secara statistik sebelum dan setelah pengobatan shimmer dan NNE untuk prednisolone serta jitter dan NNE untuk flutikason

  • Dari hasil penilaian kuesioner, semua pasien yang diteliti pada kedua group melaporkan perbaikan setelah terapi dan hal ini berhubungan dengan apa yang dinilai dengan videolaryngostroboscopy dan penilaian vocal

    Semua melaporkan perbaikan pada hari ke 5 pengobatan dengan puncak perbaikan pada hari ke 3

    Data ini dapat menjadi acuan tentang durasi pengobatan, apakah cukup dalam waktu 5 hari saja?

  • Terdapat peningkatan yang signifikan pada laryngitis akut pada seluruh pasien yang diteliti, menggunakan dua modalitas pengobatan setelah 7 hari

    Pengobatan menggunakan steroid inhalasi (flutikason) secara signifikan lebih efektif untuk mengurangi edema dan menghasilkan efek samping yang lebih sedikit dibanding steroid oral pada studi ini