ppom

22
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN (PPOM) A. Definisi COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). COPD adalah merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya, (Patofisiologi volume 2 hal. 784). Kesimpulan: COPD/PPOM adalah penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut. B. Etiologi

Upload: cao-xiang

Post on 23-Oct-2015

38 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

askep ppom

TRANSCRIPT

Page 1: PPOM

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN

(PPOM)

A. Definisi

COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap

disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan

saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun

berturut-turut (Ovedoff, 2002).

COPD adalah merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan

resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya,

(Patofisiologi volume 2 hal. 784).

Kesimpulan: COPD/PPOM adalah penyakit paru yang berlangsung lama dan

ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara disertai dengan

kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas ,

batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut.

B. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Menurut

Brunner & Suddarth 2002) adalah :

Kebiasaan merokok

Polusi udara

Infeksi saluran pernafasan kambuhan

C. Patofisiologi

Infeksi merusak dinding brokial, menyebakan kehilangan struktur

pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat

bronki. Dinding brokial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat.

Infeksi meluas kejaringan peribronkial, sehingga dalam kasus bronkiatasis

Page 2: PPOM

sakulen, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang

eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiaktaksis biasanya setempat,

menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling terbawah lebih sering

terkena.

Retensi sekresi dan obstuksi dan yang diakibatkannya pada akhirnya

menyebabkan alveoli disebalah distal obstruksi mengalami kolap (atelektasis).

Jaringan parut atau pibrosis akit reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru

yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insupiensi pernapasan dengan

penurunan kapasitas pital, penurunan pentilasi, dan peningkatan rasio volume

residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang

diinspirasi (ketidak seimbangan pentilasi perfusi) dan hipoksimia.

D. Klasifikasi

Menurut Brunner & Suddarth (2002), COPD dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

1. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang

mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan

obstruksi bronkus : aspirasi benda asing, muntahan, atau benda – benda dari

saluran pernapasan atas dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang

berdilatasi dan perbesaran nodus limfe. Individu mungkin mempunyai

predisposisi terhadap bronkiektasis sebagai akit infeksi pernapasa pada masa

kanak – kanaknya, campak, influenza, tuberkolusis, dan gangguan

imonodefisiensi. Setelah pembedahan, bronkiektaksis dapat terjadi ketika

pasien tidak mampu untuk batuk secara efektif, dengan akibat lendir

menyumbat bronkial dan mengarah pada atlektasis.

2. Bronkitis kronis

Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang

berlangsung 3 bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut – turut. Sekresi

yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu pernapasan yang efektif.

Page 3: PPOM

Merokok atau pajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronkitis

kronik. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan

infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan

mikroplasma yang luas dapat menyebabkan episode bronkitis akut.

Eksaserbasi bronkitis kronik hampis pasti terjadi selama musim dingin.

Menghirup udar yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka

yang rentan.

3. Emfisema paru

Emfisema paru didefinesikan sebagai suatu distensi abnormal ruang

udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi

ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat

selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala,

fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang ireversibel. Dibarengi

dengan bronkitis kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan.

E. Komplikasi

1. Infeksi yang berulang

2. Pneumotoraks spontan

3. Eritrosit karena keadaan hipoksia kronik

4. Gagal nafas

5. Kor pulmonal.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Anamnesis :

Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.

2. Pemeriksaan fisik :

a. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter

anteroposterior dada meningkat).

b. Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.

Page 4: PPOM

c. Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru

hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.

d. Suara nafas berkurang.

3. Pemeriksaan radiologi

a. Foto thoraks.

b. Bronkoskopi dilakukan untuk mendiagnosis dan mengelola keadaan

pada percabangan trakeobronkial.

4. Tes fungsi paru :

Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab

dispnea

5. Pemeriksaan gas darah.

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.

6. Peak flow meter

Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan aliran dan ekspirasi

maximum.

7. Spirometri

Alat yang digunakan untuk memeriksa kemampuan aliran udara seperti vital

cavacity, tidal volume, volume ekspirasi kuat dalam satu menit, force vital

cavacity, dan maximal volunter ventilation.

G. Penatalaksanaan

1. Keperawatan

a. Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan per oral, intra vena, rectal

atau dengan inhalasi.

b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunakan teknik pernapasan

diagfragmatik dan batuk

c. Bantu dalam pemberian tindakan nebulizer, inhaler dosis terukur.

d. Lakukan drenase postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi dan

malam hari sesuai yang di haruskan.

2. Medis

Page 5: PPOM

Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan

menurunkan upaya bernapas.

Pencegahan dan pengobatan cepat infeksi.

Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi

pulmunari.

Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan

pernapasan

Dukungan pisikologis

Penyuluhan pasien dan rehabilisasi secara berkesinambungan

H. Pencegahan

Satu tindakan esensial adalah untuk menghindari iritan pernapasan ( terutama

asap tembakau). Individu yang rentang terhadap infeksi saluran pernapasan harus

diimunisasi terhadap agens virus yang umum dengan vaksin untuk influensa dan

untuk s. Peumoniai.semua pasien dengn infeksi traktus respiratorius atas akut

harus mendapat pe ngobatan yang sesuai, termasuk terapi anti mikroba

berdasarkan pemeriksaan kultur dan sensitifitas pada tanda pertama

sputumpurulen.

Page 6: PPOM

Iritasi Obstruksi

PPOM

jalan pernapasan terganggu

Bronkiektasis Bronkitis kronis Emfisema paru

adanya batuk produktif

Kelemahan, penggunaan otot bantu pernapasan

aspirasi benda asing, muntahan, Batuk kronik

sekresi kental dan berlebihan

Ketidak efektifan jalan napas

Keterbatasan gerak, inadekuat oksigenasi untuk aktifitas dan keletihan.

Intoleransi aktifitas

sulit bernapas dan takut sesak napas.

Ansietas

Kebiasaan merokok

Polusi udara

Infeksi saluran pernafasan

WOC PPOM

ASKEP TEORITIS

Page 7: PPOM

A. PENGKAJIAN

1. PENGUMPULAN DATA

a. Identitas Pasien

b. Riwayat Kesehatan

c. Pola Kebiasaan

- Makan dan minum

- Gerak dan aktivitas

- Istirahat dan tidur

- Kebersihan diri

- Bernapas

- Rasa aman

d. Pemeriksaan Fisik

1. Thorax/ pada daerah dada (inspeksi, palpasi auskultasi, perkusi)

e. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

1. Foto thoraks.

2. Bronkoskopi dilakukan untuk mendiagnosis dan mengelola

keadaan pada percabangan trakeobronkial.

2. Tes fungsi paru :

Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan

penyebab dispnea

3. Pemeriksaan gas darah.

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.

4. Peak flow meter

Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan aliran dan ekspirasi

maximum.

5. Spirometri

Page 8: PPOM

Alat yang digunakan untuk memeriksa kemampuan aliran udara seperti

vital cavacity, tidal volume, volume ekspirasi kuat dalam satu menit, force

vital cavacity, dan maximal volunter ventilation.

2. ANALISA DATA

Data Subjektif Data Objektif Masalah

1. Pasien mengatakan

sesak

2. Pasien mengatakan

sulit untuk

membatukkan dahak

1. Pasien terlihat sesak

2. Pasien terlihat

menggunakan otot bantu

napas

3. Terdapat suara nafas

tambahan pada pasien

4. Pasien tampak kesulitan

dalam bernafas dan

mengeluarkan dahaknya

Ketidak efektifan jalan

napas

1. Pasien mengatakan

sesak setelah

beraktivitas

1. Pasien tampak kesulitan

dalam melakukan

aktivitas

2. Keterbatasan dalam

melakukan gerakan

3. Pasien tampak dibantu

oleh keluarga untuk

melakukan higience

4. Keterbatasan dalam

melakukan rentang

pergerakan sendi

Intoleransi aktifitas

1. Pasien mengatakan

takut dengan

penyakitnya

1. Pasien tampak Gelisah

2. Pasien tampak Khawatir

3. Pasien tampak Tegang

4. Pasien tampak cemas

Ansietas

Page 9: PPOM

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi kental dan

berlebihan.

2. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan inadekuat oksigenasi untuk aktifitas

dan keletihan.

3. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernapas dan takut sesak napas.

Page 10: PPOM

C. PERENCANAAN

No

.

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Ketidak efektifan jalan napas

yang berhubungan dengan

sekresi kental dan berlebihan.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ....x24 jam

diharapkan perubahan pola

seksual pasien teratasi dengan

kriteria hasil :

1. Klien akan menunjukkan

batuk efektif dan

meningkatkan pertukaran gas

pada paru

2. Klien akan menyebutkan

strategi untuk menurunkan

kekentalan sekresi

Mandiri

1. Ajarkan klien tentang metode

napas dalam dan perlahan saat

duduk setegak mungkin

2. Lakukan pernapasan

diagpragma

3. Dorong atau berikan

perawatan mulut yang baik

setelah batuk

4. Monitoring TTV

Mandiri

1. Duduk tegak akan

memindahkan organ – organ

abdomen menjauh dari paru –

paru dan memungkinkan

ekspansi lebih luas

2. Penapasan diagpragma dapat

menurunkan frekwensi

pernapasan dan meningkatkan

ventilasi alveolar.

3. Higene mulut yang baik

meningkatkan rasa kenyamanan

dan mencegah bau mulut

4. Untuk menentukan tindak lanjut

terhadap klien

Page 11: PPOM

5. Delegatif dalam pemberian

obat antibiotik sesuia yang

diharuskan

5. Antibiotik diserap untuk

mencegah atau mengatasi

infeksi.

2. Intoleransi aktifitas yang

berhubungan dengan

inadekuat oksigenasi untuk

aktifitas dan keletihan

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ....x24 jam

diharapkan perubahan pola

seksual pasien teratasi dengan

kriteria hasil :

1. Klien dapat memperagakan

metode batuk, bernapas, dan

penghematan energi yang

efektif

2.Klien dapat mengidentifikasi

tingkat aktifitas yang realistis

untuk dicapai atau

dipertahankan

Mandiri:

1. Ajarkan klien teknik napas

efektif seperti pernapasan

diagfragma dan pursed-lip

2. Pertahankan terapi oksigen

tambahan sesuia kebutuhan

Mandiri:

1. Pernapasan diagfragma dapat

menghalangi pernapasan

dangkal, cepat, tak efisien yang

slalu menyertai PPOM.

Pernapasan pursed-lip

memperlambat ekspirasi,

mempertahankan alveoli

mengembang lebih lama dan

membarikan kontrol terhadap

dispneu

2. Oksigen tambahan

meningkatkan kadar oksigen

Page 12: PPOM

3. Barikan dukungan emosional

dan semangat

4. Rencanakan waktu istirahat

yang cukup sesuai harian klien

5. Monitoring TTV

yang bersirkulasi dan

memperbaiki toleransin aktifitas

3. Rasa takut terhadap kesulitan

bernapas dapat menghambat

peningkatan aktifitas

4. Periode istirahat

memungkinkan periode

penggunaan energi tubuh

rendah, meningkatkan toleransi

aktifitas

5. Untuk menentukan tindak lanjut

terhadap klien

3. Ansietas yang berhubungan

dengan sulit bernapas dan

takut sesak napas.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ....x24 jam

diharapkan perubahan pola

seksual pasien teratasi dengan

Mandiri:

1. Upayakan lingkungan yang

tenang saat klien mengalami

kesulitan bernapas

Mandiri:

1. Dengan menurunkan rangsang

ekternal dan meningkatkan

Page 13: PPOM

kriteria hasil :

1. Klien dapat mengungkapkan

perasaan tentang ansietas

2. Klien akan memperagakan

teknik bernapas untuk

mengurangi dispnea

2. Jangan meninggal klien

sendiri selama periode sulit

bernapas akut

3. Dorong klien untuk

menggunakan teknik

bernapas, ususnya selama

waktu ansietas meningkat dan

pandu klien dalam latian

bernapas

4. Monitoring TTV

5. Delegatif dalam pemberian

obat

relaksasi

2. Klien membutuhkan kepastian

bahwa bantuan slalu tersedia

bila diperlukan

3. Dengan mengkonsentrasikan

pernapasan diagfragma atau

pursed-lip melambatkan

frekwuansi pernapasan dan

memberi klien rasa terkontrol

4. Untuk menentukan tindak lanjut

terhadap klien

5. Untuk menurunkan tingkat

ansietas

Page 14: PPOM

D. IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana

asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah

dibuat dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi

(Tarwoto dan Wartonah, 2003)

E. EVALUASI

1. Ketidak efektifan jalan napas teratasi

2. Intoleransi aktifitas teratasi

3. Ansietas teratasi

Page 15: PPOM

Daftar Pustaka

Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., (1999). Rencana Asuhan Keperawatan:

Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3,

AlihBahasa I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC

Brunner and Suddart, (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 1. Jakarta: EGC

Sylvia A. Price, 2006, Patofisiologi Vol 2, Jakarta, EGC

Wilkinson,Judith M. 2011.Buku saku Diagnosis keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi

NIC, KriteriaHasil NOC. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2010. Buku Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta :

Salemba Medika.

Carpenito, Lynda Juall. 1984. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.

Jakarta : EGC