ppom
DESCRIPTION
askep ppomTRANSCRIPT
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN
(PPOM)
A. Definisi
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap
disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan
saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun
berturut-turut (Ovedoff, 2002).
COPD adalah merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya,
(Patofisiologi volume 2 hal. 784).
Kesimpulan: COPD/PPOM adalah penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara disertai dengan
kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas ,
batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut.
B. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Menurut
Brunner & Suddarth 2002) adalah :
Kebiasaan merokok
Polusi udara
Infeksi saluran pernafasan kambuhan
C. Patofisiologi
Infeksi merusak dinding brokial, menyebakan kehilangan struktur
pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat
bronki. Dinding brokial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat.
Infeksi meluas kejaringan peribronkial, sehingga dalam kasus bronkiatasis
sakulen, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang
eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiaktaksis biasanya setempat,
menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling terbawah lebih sering
terkena.
Retensi sekresi dan obstuksi dan yang diakibatkannya pada akhirnya
menyebabkan alveoli disebalah distal obstruksi mengalami kolap (atelektasis).
Jaringan parut atau pibrosis akit reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru
yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insupiensi pernapasan dengan
penurunan kapasitas pital, penurunan pentilasi, dan peningkatan rasio volume
residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang
diinspirasi (ketidak seimbangan pentilasi perfusi) dan hipoksimia.
D. Klasifikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2002), COPD dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan
obstruksi bronkus : aspirasi benda asing, muntahan, atau benda – benda dari
saluran pernapasan atas dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang
berdilatasi dan perbesaran nodus limfe. Individu mungkin mempunyai
predisposisi terhadap bronkiektasis sebagai akit infeksi pernapasa pada masa
kanak – kanaknya, campak, influenza, tuberkolusis, dan gangguan
imonodefisiensi. Setelah pembedahan, bronkiektaksis dapat terjadi ketika
pasien tidak mampu untuk batuk secara efektif, dengan akibat lendir
menyumbat bronkial dan mengarah pada atlektasis.
2. Bronkitis kronis
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut – turut. Sekresi
yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu pernapasan yang efektif.
Merokok atau pajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronkitis
kronik. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan
infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan
mikroplasma yang luas dapat menyebabkan episode bronkitis akut.
Eksaserbasi bronkitis kronik hampis pasti terjadi selama musim dingin.
Menghirup udar yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka
yang rentan.
3. Emfisema paru
Emfisema paru didefinesikan sebagai suatu distensi abnormal ruang
udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi
ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat
selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala,
fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang ireversibel. Dibarengi
dengan bronkitis kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan.
E. Komplikasi
1. Infeksi yang berulang
2. Pneumotoraks spontan
3. Eritrosit karena keadaan hipoksia kronik
4. Gagal nafas
5. Kor pulmonal.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesis :
Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.
2. Pemeriksaan fisik :
a. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
b. Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
c. Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru
hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
d. Suara nafas berkurang.
3. Pemeriksaan radiologi
a. Foto thoraks.
b. Bronkoskopi dilakukan untuk mendiagnosis dan mengelola keadaan
pada percabangan trakeobronkial.
4. Tes fungsi paru :
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab
dispnea
5. Pemeriksaan gas darah.
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.
6. Peak flow meter
Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan aliran dan ekspirasi
maximum.
7. Spirometri
Alat yang digunakan untuk memeriksa kemampuan aliran udara seperti vital
cavacity, tidal volume, volume ekspirasi kuat dalam satu menit, force vital
cavacity, dan maximal volunter ventilation.
G. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Berikan bronkodilator sesuai yang diharuskan per oral, intra vena, rectal
atau dengan inhalasi.
b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunakan teknik pernapasan
diagfragmatik dan batuk
c. Bantu dalam pemberian tindakan nebulizer, inhaler dosis terukur.
d. Lakukan drenase postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi dan
malam hari sesuai yang di haruskan.
2. Medis
Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan
menurunkan upaya bernapas.
Pencegahan dan pengobatan cepat infeksi.
Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi
pulmunari.
Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan
pernapasan
Dukungan pisikologis
Penyuluhan pasien dan rehabilisasi secara berkesinambungan
H. Pencegahan
Satu tindakan esensial adalah untuk menghindari iritan pernapasan ( terutama
asap tembakau). Individu yang rentang terhadap infeksi saluran pernapasan harus
diimunisasi terhadap agens virus yang umum dengan vaksin untuk influensa dan
untuk s. Peumoniai.semua pasien dengn infeksi traktus respiratorius atas akut
harus mendapat pe ngobatan yang sesuai, termasuk terapi anti mikroba
berdasarkan pemeriksaan kultur dan sensitifitas pada tanda pertama
sputumpurulen.
Iritasi Obstruksi
PPOM
jalan pernapasan terganggu
Bronkiektasis Bronkitis kronis Emfisema paru
adanya batuk produktif
Kelemahan, penggunaan otot bantu pernapasan
aspirasi benda asing, muntahan, Batuk kronik
sekresi kental dan berlebihan
Ketidak efektifan jalan napas
Keterbatasan gerak, inadekuat oksigenasi untuk aktifitas dan keletihan.
Intoleransi aktifitas
sulit bernapas dan takut sesak napas.
Ansietas
Kebiasaan merokok
Polusi udara
Infeksi saluran pernafasan
WOC PPOM
ASKEP TEORITIS
A. PENGKAJIAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas Pasien
b. Riwayat Kesehatan
c. Pola Kebiasaan
- Makan dan minum
- Gerak dan aktivitas
- Istirahat dan tidur
- Kebersihan diri
- Bernapas
- Rasa aman
d. Pemeriksaan Fisik
1. Thorax/ pada daerah dada (inspeksi, palpasi auskultasi, perkusi)
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
1. Foto thoraks.
2. Bronkoskopi dilakukan untuk mendiagnosis dan mengelola
keadaan pada percabangan trakeobronkial.
2. Tes fungsi paru :
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan
penyebab dispnea
3. Pemeriksaan gas darah.
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.
4. Peak flow meter
Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan aliran dan ekspirasi
maximum.
5. Spirometri
Alat yang digunakan untuk memeriksa kemampuan aliran udara seperti
vital cavacity, tidal volume, volume ekspirasi kuat dalam satu menit, force
vital cavacity, dan maximal volunter ventilation.
2. ANALISA DATA
Data Subjektif Data Objektif Masalah
1. Pasien mengatakan
sesak
2. Pasien mengatakan
sulit untuk
membatukkan dahak
1. Pasien terlihat sesak
2. Pasien terlihat
menggunakan otot bantu
napas
3. Terdapat suara nafas
tambahan pada pasien
4. Pasien tampak kesulitan
dalam bernafas dan
mengeluarkan dahaknya
Ketidak efektifan jalan
napas
1. Pasien mengatakan
sesak setelah
beraktivitas
1. Pasien tampak kesulitan
dalam melakukan
aktivitas
2. Keterbatasan dalam
melakukan gerakan
3. Pasien tampak dibantu
oleh keluarga untuk
melakukan higience
4. Keterbatasan dalam
melakukan rentang
pergerakan sendi
Intoleransi aktifitas
1. Pasien mengatakan
takut dengan
penyakitnya
1. Pasien tampak Gelisah
2. Pasien tampak Khawatir
3. Pasien tampak Tegang
4. Pasien tampak cemas
Ansietas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi kental dan
berlebihan.
2. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan inadekuat oksigenasi untuk aktifitas
dan keletihan.
3. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernapas dan takut sesak napas.
C. PERENCANAAN
No
.
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Ketidak efektifan jalan napas
yang berhubungan dengan
sekresi kental dan berlebihan.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ....x24 jam
diharapkan perubahan pola
seksual pasien teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Klien akan menunjukkan
batuk efektif dan
meningkatkan pertukaran gas
pada paru
2. Klien akan menyebutkan
strategi untuk menurunkan
kekentalan sekresi
Mandiri
1. Ajarkan klien tentang metode
napas dalam dan perlahan saat
duduk setegak mungkin
2. Lakukan pernapasan
diagpragma
3. Dorong atau berikan
perawatan mulut yang baik
setelah batuk
4. Monitoring TTV
Mandiri
1. Duduk tegak akan
memindahkan organ – organ
abdomen menjauh dari paru –
paru dan memungkinkan
ekspansi lebih luas
2. Penapasan diagpragma dapat
menurunkan frekwensi
pernapasan dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
3. Higene mulut yang baik
meningkatkan rasa kenyamanan
dan mencegah bau mulut
4. Untuk menentukan tindak lanjut
terhadap klien
5. Delegatif dalam pemberian
obat antibiotik sesuia yang
diharuskan
5. Antibiotik diserap untuk
mencegah atau mengatasi
infeksi.
2. Intoleransi aktifitas yang
berhubungan dengan
inadekuat oksigenasi untuk
aktifitas dan keletihan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ....x24 jam
diharapkan perubahan pola
seksual pasien teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Klien dapat memperagakan
metode batuk, bernapas, dan
penghematan energi yang
efektif
2.Klien dapat mengidentifikasi
tingkat aktifitas yang realistis
untuk dicapai atau
dipertahankan
Mandiri:
1. Ajarkan klien teknik napas
efektif seperti pernapasan
diagfragma dan pursed-lip
2. Pertahankan terapi oksigen
tambahan sesuia kebutuhan
Mandiri:
1. Pernapasan diagfragma dapat
menghalangi pernapasan
dangkal, cepat, tak efisien yang
slalu menyertai PPOM.
Pernapasan pursed-lip
memperlambat ekspirasi,
mempertahankan alveoli
mengembang lebih lama dan
membarikan kontrol terhadap
dispneu
2. Oksigen tambahan
meningkatkan kadar oksigen
3. Barikan dukungan emosional
dan semangat
4. Rencanakan waktu istirahat
yang cukup sesuai harian klien
5. Monitoring TTV
yang bersirkulasi dan
memperbaiki toleransin aktifitas
3. Rasa takut terhadap kesulitan
bernapas dapat menghambat
peningkatan aktifitas
4. Periode istirahat
memungkinkan periode
penggunaan energi tubuh
rendah, meningkatkan toleransi
aktifitas
5. Untuk menentukan tindak lanjut
terhadap klien
3. Ansietas yang berhubungan
dengan sulit bernapas dan
takut sesak napas.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ....x24 jam
diharapkan perubahan pola
seksual pasien teratasi dengan
Mandiri:
1. Upayakan lingkungan yang
tenang saat klien mengalami
kesulitan bernapas
Mandiri:
1. Dengan menurunkan rangsang
ekternal dan meningkatkan
kriteria hasil :
1. Klien dapat mengungkapkan
perasaan tentang ansietas
2. Klien akan memperagakan
teknik bernapas untuk
mengurangi dispnea
2. Jangan meninggal klien
sendiri selama periode sulit
bernapas akut
3. Dorong klien untuk
menggunakan teknik
bernapas, ususnya selama
waktu ansietas meningkat dan
pandu klien dalam latian
bernapas
4. Monitoring TTV
5. Delegatif dalam pemberian
obat
relaksasi
2. Klien membutuhkan kepastian
bahwa bantuan slalu tersedia
bila diperlukan
3. Dengan mengkonsentrasikan
pernapasan diagfragma atau
pursed-lip melambatkan
frekwuansi pernapasan dan
memberi klien rasa terkontrol
4. Untuk menentukan tindak lanjut
terhadap klien
5. Untuk menurunkan tingkat
ansietas
D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah
dibuat dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi
(Tarwoto dan Wartonah, 2003)
E. EVALUASI
1. Ketidak efektifan jalan napas teratasi
2. Intoleransi aktifitas teratasi
3. Ansietas teratasi
Daftar Pustaka
Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., (1999). Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3,
AlihBahasa I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC
Brunner and Suddart, (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 1. Jakarta: EGC
Sylvia A. Price, 2006, Patofisiologi Vol 2, Jakarta, EGC
Wilkinson,Judith M. 2011.Buku saku Diagnosis keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi
NIC, KriteriaHasil NOC. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2010. Buku Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta :
Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 1984. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC