potret moral generasi muda abad 21 makalah ft 2

Upload: nur-rohman-arif

Post on 14-Oct-2015

6 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

POTRET MORAL GENERASI MUDA ABAD 21Drs. Moh. Suaedi, M.Pd1. Pendahuluan

Latar Belakang :

Pada hakekatnya moral merupakan fenomena klasik yang tidak akan pernah usang termakan zaman untuk di bahas. Di sebuah musium Konstantinopel konon terdapat koleksi benda kuno berupa lempengan tanah liat yang berasal daritahun 3.800 SM yang bertuliskan : We haven fallen upon evil time& and the wo-ld has waxed very old and wicked politics are very corrupt, children are no longer respectful to their parents. Uangkapan tersebut memiliki arti bahwa kita mengalami zaman edan dan dunia telah diliputi kemiskinan dan kejahatan. Politik sangat korupsi dan Anak-anak sama sekali tidak menaruh hormat lagi kepada orang tuanya.

Untuk memenuhi tugas PPA tahun 2010

Rumusan masalah :

Bagaimana potret generasi muda zaman sekarang? Persoalan moral hakekatnya merupakan fenomena klasik yang tidak akan pernab usang termakan zaman untuk di bahas. Di sebuah musium Konstantinopel konon terdapat koleksi benda kuno berupa lempengan tanah liat yang berasal daritahun 3.800 8M dan bertuliskan : We haven fallen upon evil time& and the wo-ld has waxed very old and wicked politics are very corrupt, children are no longer respectful to their parents. Makna yang terkandung dari tulisan tersebut adalah kita mengalami zaman edan dan dunia telah diliputi kemiskinan dan kejahatan. Politik sangat korupsi. Anak-anak sama sekali tidak menaruh hormat lagi kepada orang tuanya ( Zuriah, 2007 : 1).Apa. hikmah yang terkandung dari tulisan benda kuno tersebut ? Ternyata kalau kita runut dari sejarahnya, masalah moral atau budi pekerti telah lama menjadi persoalan hidup manusia sebagaimana tercermin dari lempengan tanah liat tersebut. Bahkan anak-anak pada zaman itupun sudah tidak lagi menaruh hormat pada kedua orang tuanya, Lalu Bagaimana dengan potret generasi muda zaman ini atau abad 21 ? Tentunya kalau kita simak dan ikuti isi berita baik bersumber dari media cetak ataupun elektronik, rasanya tidak pernah putus berbagai insiden senantiasa terjadi dan menimpa para generasi muda. Hal ini dapat kita lihat dari tayangan di televisi tentang adanya sesama anak bangsa yang gemar menabur benih-benih kebeneian, permusuhan, dengki dan dendam. Para siswa-siswi, mahasiswa-mahasiswi sering terlibat dalam aksi-aksi kekerasan, pornografi, seks bebas, narkoba dan sederet cerita tentang penyakit sosial lainnya. Bahkan baru berselang beberapa bulan ke belakang, seorang pemuda Riyan yang nota bene guru ngaji di Jombang Jawa timur telah tega membunuh sekaligus meIakukan mutilasi terhadap korbannya dengan peri1aku yang sangat tenang dan profesional. Mengapa pula antar sesama anggota keluarga atau anat suku sering terjadi percekcokan, perkelahian bahkan bemkhir dengan pembunuhan? Mengapa hidup selalu diwarnai dengan tragedi kemanusiaan yang memilukan dan berakhir dengan hilangnya norma-norma moral atau budi pekerti ? Tentu saja berbagai kejadian tersebut tidak akan terputus dari mata rantai pendidikan. Berbagai persoalan sebagaimana tergambar di atas merupakan cermin gagalnya sebuah pendidikan. Kegagalan pendidikan yang paling fatal adalah ketika produk didiki tidak lagi memiliki kepekaan nurani yang berlandaskan moralitas, sense of humanity. Padahal substansi pendidikan adalah memanusiakan manusia, menempatkan manusia pada derajat tertinggi dengan memaksimalkan karya dan karsa.Ketika manusia tak 1agi peduli bahkan secara tragis berupaya untuk menafikan eksistensi kemanusiaan orang lain, maka produk pendidikan berada pada tingkatan terburuknya. Hal ini dapat kita ambilkan contoh kasus pembunuhan yang menimpa 35 praja IPDN sejak tahun 1995 memberi pelajaran berharga mengenai kegagalan pendidikan. Sistem pendidikan yang diterapkan bukannya mengeliminir kekerasan, malah sebaliknya membakukan secara sistematik praktek-praktek dehumanisasi di lembaga pendidikan tersebut. Merebaknya kasus VCD porno yang dilakukan oknum mahasiswa ITENAS Bandung menambah panjang daftar asusila yang dilakukan oleh peserta didik, lalu muncul pula kasus serupa yang dilakukan pada yuniomya di tingkat SMP dan SMA. Di Jawa Barat ada beberapa siswa dan siswi SMA Negeri yang berbuat tidak senonoh di dalam kelas dengan masih menggunakan seragam sekolah. Uniknya peristiwa tersebut sempat direkam lewat kamera video dan disebarluaskan lewat fasilitas internet. Dalam kasus lain seoraang anak SMP tega membunuh orang tuanya sendiri, di tempat lain seorang anak SD bunuh diri dengan alasan tidak sanggup membayar spp bahkan ada anak SD yang bunuh diri hanya karena baju seragam hari itu tidak bisa dipakai karena basah terkena hujan. Mengapa mereka melakukan ha1 tercela tersebut ? Dapat dipastikan bahwa pendidikan kita gagal dalam menanamkan nilai-nilai moral. Kehilangan moralitas menjadi sumbu hilangnya sendi-sendi masyarakat dewasa, mereka hanya membentuk peradaban yang sekarat, yang entah sampai kapan menemui ajal peradabannya. Dengan kata lain dunia pendidikan kita hingga saat ini masih sakit. Pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, justru seringkali tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir ( kognitif ) dan perilaku yang dapat dirasakan / dihayati (afektif). Unsur integrasi cenderung semakin hilang yang terjadi adalah sidintegrasi. Padahal belajar tidak banya berpikir. Sebab ketika orang sedang beljar. Hakekatnya orang tersebut melakukan berbagai macam kegiatan seperti ; mengamati, membandungkan, meragukan, menyukai dan berbagai macam-macam kegiatan lainnya.Seyogyanya pendidikan tidak boleh menghasilkan manusia yang bermental benalu dalam masyarakat yaitu lulusan pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreativitas yang dapat membekali manusianya agar dapat survive dan berguna dalam masyarakat. Karena dengan kemandirian itulah manusia mampu mencapai level self esteem dan aktualisasi dirinya sebagaimana diungkapkan dalam teori kebutuhan Maslow. Betapa banyak produk benalu dalam masyarakat, deretan manusia yang menjadi pengangguran sejati, menjadi beban dalam keluarga dan buruknya malah mengarah ke rawan kriminalitas.Terjadinya praktek pendidikan sering dikesankan sebagai sederetan instruksi guru bagi siswa-siswinya. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai. Istilah ini memiliki arti bahwa pendidikan dapat menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis terhadap masalah tersebut, tampak bahwa manusia dipandang layaknya material atau komponen pendukung industri. Lembaga pendidikan sekedar mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil material atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Anehnya, kenyataannya hal ini justru disambut antusias oleh banyak lembaga pendidikan.Alasan lain dikatakan bahwa sistem pendidikan kita masih menggunakan pola birokrasi top-down ( dari atas kebawah ). Istilah Paulo Freire seorang tokoh pendidikan dari Amerika Latin adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan kita ini sangat terikat pada norma-norma atau aturan baku yang telah tersedia pada masing-masing sekolah, tidak memberikan kebebasan terhadap peserta didik, siswa dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru mengarahkan siswa-siswi untuk menghafal secara mekanis dari pelajaran yang diceritakan guru sebagai pengisi dan siswa sebagai yang diisi. Otak siswa dipandang sebagai safe deposite box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer ke dalam otak siswa dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil. Siswa hanya menampung terhadap apa yang disampaikan guru, hubungan guru dengan siswa adalah antara subyek dan obyek Model pendidikan sebagaimana di atas sifatnya tidak memberikan kebebasan terhadap siswa. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank, pengetahuan merupakan anugrah yang dihibahkan orang yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa. Sehingga imbas dari model pendidikan yang demikian, maka hanya akan dihasilkan produk manusia yang hanya siap memenuhi kebutuhan zaman, bukannnya bersikap kritis terhadap zamannnya. Karena manusia menjadi obyek, yang terjadi adalah proses dehumanisasi. Hal ini tidak lain merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa selama ini pendidikan bisa dikatakan gagal menumbuhkembangkan pendidikan moral, baik pada tatanan lingkungan keluarga. sekolah ataupun masyarakat. Dalam beberapa dekade terakhir pembangunan cenderung berorientasi pada sesuatu yang bersifat pragmatis.

2. Konsep Moral, Generasi Muda dan Harapan Dalam keseharian kita sering menjumpai tentang berbagai pengertian pendidikan budi pekerti, pendidikan afektif, pendidikan nilai, pendidikan moral dan pendidikan karakter. Saking miripnya istilah-istilah tersebut, sehingga terkadang kita merasa bingung dan sulit membedakan antara istilah yang satu dengan lainnya.Menurut Zuriah ( 2007 : 17 ) dikatakan bahwa pengertian budi pekerti mangacu pada pengertian bahasa Inggris yang diterjemahkan sebagai moralitas. Moralitas mengeandung beberapa pengertian antara lain; (a) adat istiadat (b) sopan santun (c) .perilaku. Namun demikian, pengertian budi pekerti secara hakiki adalah perilaku. Sementara menurut draft Kurikulum Berbasis Kompetensi (2001), budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama, sopan santun, norma budaya dan aqat istiadat masyarakat. Budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku-perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkatan, pikiran, sikap, perasaan dan kepribadian peserta didik.Bila kita memperhatikan dua pendapat di atas. Tentu saja pengertian moral dengan budi pekerti diibaratkan seperti belahan buah jambe, yang apabila dibelah 2 akan menghasilkan 2 buah irisan jambe yang sama persis. Artinya tidak dapat dibedakan antara istilah moral dengan budi pekerti. Mengapa ? Kiranya beberapa kandungan makna keduanya terdapat kesamaan yaitu adanya adat istiadat, sopan santun dan perilaku.Budi pekerti sendiri berinduk pada etika atau filsafat moral. Dimana secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani : Ethos atau ta etha yang berarti adat kebiasaan. Adapun kata moral berasal dari bahasa Latin : Mos atau mares yang berarti adat kebiasaan. Sementara pada konteks lain pengertian etika dengan akhlak juga 2 hal yang hampir sama pengertiannya. Akhlak iti sendiri berasal dari bahasa Arab: Akhlaq ( jamak ) atau Khulqu ( mufrad ) yang berarti perangai, budi, tabi'at, adab. Dmu Akh1ak berarti ilmu berarti ilmu yang menjelaskan tentang pengertian baik dan buruk atau jahat berasarkanpenilaian akal dan agama Islam, sedangkan Dmu Erika adalah suatu ilmu yang mempersoalkan tentang hidup, manusia dilihat dari arah baik dan buruknya , berdasarkan akal pikiran (Masyhur, 1987 : 2 ). Dengan demikian antara etika dan akhlak merupakan dua hal yang memiliki fungsi sama yaitu mengurusi persoalan baik dan buruknya perilaku manusia. Sehingga lebih lanjut dalam tulisan ini bila dijumpai istilah budi pekerti berarti sama halnya dengan etika, moral atau akhlak.Kembali pada persoalan generasi muda, lalu bagaimana nasib mereka hari ini dan hari esok kelak? Berbicara generasi muda sama artinya dengan konsep remaja. Karena pengertian generasi muda lebih tepat diibaratkan bagi kaum muda atau kaum remaja, Menurut Sudarsono (1995: 13) dikatakan bahwa remaja terbagi 2 yaitu : (a) masa remaja awal / 13-17 tahun (b) masa remaja akhir / 17-21 tahun. Jadi pada usia itulah seseorang lebih tepat dikatakan pemuda. Namun demikian bukan berarti diatas 21 tahun tidak dikatakan pemuda. Karena dalam konteks perkawinan, sekalipun umurnya kurang dari 21 tahun dan telah menikah, maka mereka tidak mendapatkan sebutan pemuda lagi, tetapi telah menjadi orang tua. Sebaliknya bila usianya lebih dari 21 tahun tetapi belum melaksanakan pernikahan. maka mereka disebut pemuda atau dikatakan sebagai orang yang menginjak masa dewasa awal ( 21 - 40 tahun).Di zaman orde barupun, Suharto ( mantan Presiden RI kedua ) menyatakan " Pemuda-pemuda Indonesia harus ber-Pancasila, taqwa, beradab, berkesadaran nasional, karena kita tidak menghendaki pemuda-pemuda yang intelek, tetapi tidak berwatak. Kita tak akan bisa bertahan, jika kita hanya bersandar pada kekuatan phisik saja". Dari uraian pidato tersebut tentunya dapat dipahami bahwa indikasi pemuda adalah orang-orang yang yang memiliki fisik yang kuat. Sehingga mudah dimengerti bahwa yang dimaksud pemuda tidak lain remaja sebagaimana telah dipaparkan di depan.Lalu apa yang dapat diharapkan dari generasi muda bagi kelangsungan hidup banssa dan negara Indonesia tercinta ini ? Sering kita mendengar ungkapan seperti ; pemuda harapan bangsa, pemuda merupakan pemegang tampuk kepemimpinan di masa depan, ditangan pemudalah nasib suatu bangsa arau negara dipertaruhkan dan masih banyak lagi istilah-istilah yang dialamatkan bagi figur pemuda.Sejarah telah mencatat bahwa lahirnya negara Indonesia juga karena semangat perjuangannya anak-anak muda pada zaman itu. Tokoh muda seperti ; RA. Kartini, HOS. Cokroaminoto, Dr. Soetomo, Ciptomangunkusumo, K.i Hajar Dewantoro, Bung Karno, Bung Hatta serta nama-nama tokoh pemuda yang hidup di zaman penjajahan baik Belanda maupun Jepang, telah berjuang hingga tetes darah penghabisan dan hasilnya Indonesia merdeka. Bagaimana nasib bangsa ini bila saat itu Indonesia tidak memi1iki pemuda-pemudi sekaliber mereka ? Barangkali hingga saat inipun Indonesia masih masih terpasung oleh kejamnya kaum imperalis sampai sekarang. Sejarahpun telah membuktiklan bahwa cikal bakal terjadinya persatuan dan kesatuan bangsa pada tanggal 28 Oktober 1928 atau yang lebih dikenal dengan lahimya Sumpah Pemuda juga dikarenakan adanya gerakan pemuda dan pemudi Indonesia. Bila kita perhatikan secara seksama, munculnya sejumlah tokoh muda pada zaman tersebut semata-mata karena mereka memiliki modal dasar yang kuat berupa ilmu dan keberanian yang tiada terukur dengan semangat untuk mengusir penjajah. Mereka yang menjadi pemegang komando dalam perjuangan adalah berbasis pendidikan. Tanpa dibekali adanya pendidikan dan semangat patriotis yang kuat, tentu sajatidak akan pernah ada nama Indonesia di peta dunia. Oleh karenanya sebagai bangsa dan negara yang besar, Indonesia hanya dapat berharap kepada para pemuda-pemudi Indonesia bahwa dipundak dan ditangan merekalah bangsa dan negara Indonesia akan senantiasa berdiri tegak serta tetapi mengibarkan sang saka merah putih di angkasa raya hingga akhir masa.

3. Potret Moral Generasi Muda Secara umum telah dipaparkan di depan bahwa potret atau gambaran generasi muda Indonesia akhir-akhir ini telah dilanda krisis moral atau yang lebih dikenal dengan dekadensi moral atau demoralisasi. Gambaran tersebut dapat kita saksikan melalui jasa media elektronik berupa Hand Phone kamera, dimana melalui alat tersebut tayangan berupa gambar atau film porno dapat dikonsumsi secara mudah dan murah. Gambar atau film porno yang pada tahun 1980-an hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu dan orang-orang tertentu saja, di zaman ini seusia anak SD-pun dengan leluasa menyaksikannya secara gampang. Kalau dulu gambar-gambar atau film itu dimainkan oleh orang-orang Barat atau bangsa asing. sekarang para pemuda atau remaja kita secara langsung menjadi aktor dan aktrisnya. Mereka dengan santai memperagakan atau memerankan adegan syurnya di depan kamera yang dimilikinya dan dengan perasaan bangga disebarluaskan ke seantaro tanah air. Mereka sudah tidak memiliki rasa risi dan malu lagi, bila adegan mesumnya kelak terlihat oleh kerabat dan keluarganya. Yang ada adalah perasaan happy, puas dan bangga bahwa dirinya telah menjadi artis dadakan.Potret lain generasi muda masa kini tidak hanya berupa adegan tersebut, pergaulan muda-mudi akhir-akhir inipun mengalami pergeseran nilai yang sangat jauh, Bayangkan saja, pacaran muda-mudi di zaman sekarang begitu bebasnya. Mereka melakukannya dengan sangat enjoy dan nyaman, tidak sembunyi-sembunyi lagi. Melakukan cumbu rayu, bermesraan dan saling berpelukan di depan orang banyak merupakan hal biasa dan sekali lagi mereka sudah tidak peduli lagi dengan etika atau moral serta sarna sekali tidak memiliki perasaan malu.Nah, ketika sudah demikian lalu siapakah yang salah ? Orangnya yang salah, zaman yang salah atau memang fenomena-fenomena itulah tanpa kita sadari merupakan tanda-tanda akan berakhimya suatu zaman. Hanya Allah yang tahu.Beberapa tokoh agama, politikus, sastrawan maupun ilmuwan telah mengutarakan katakata bijak sebagai berikut :a. Syauqi Bei ( Penyair Mesir, wafat tahun 1932 )

Artinya: Hanya saja bangsa itu kekal, selama berakhlak. Bila akhlak telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu b. Addam (Sastrawan Amerika, 1838 -1978) " Morality is a private andoestly luxury " Artinya : Tertib sopan adalah kemewahan yang istimewa dan berharga c. Nepes ( penulis Romawi, 9S - 288M ) " Sui euieue mores firgunt fortunam " Artinya : nasib masing-masing orang itu ditentukan oleh akhlaknyad Goethe (pengarang Jerman, 1749 - 1832 M ) " Die geschichte dess Menschen ist sein Character" Artinya: Sejarah manusia adalah tingkah lakunya e. Rosulullah SAW

Artinya : saya hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia

Dari beberapa keterangan di atas jelaslah bahwa besar dan langgengnya alam ray aini sangat bergantung pada perilaku manusianya, di samping takdir yang diberikan Allah SWT. Oleh karenanya, menjadi sebuah renungan bagi siapapun yang merasa dirinya remaja atau pemuda bahwa apabila negara dan bangsa ini masih ingin dipertahankan, maka hanya dengan beribadah kepada-Nyalah merupakan sebaik-baiknya aktivitas. Di samping hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah jagalah moral atau akhlak para pemuda dan pemudi Indonesia dengan ekstra ketat dari ajang pergaulan bebas.

4. Perlunya Pendidikan Moral di Era Global Adanya gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan pendidikan, prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada kandungan, proses dan manajemen sistem pendidikan.Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan itupun mengemban dua tugas utama yang saling kontradiktif. yaitu (a) melestarikan (b) Mengadakan perubahan. Pada sisi lain disebutkan bahwa peranan pendidikan atau edukasi dalam mengadakan perubaban atau transformasi di masyarakat ada 3 macam yaitu (1) Menjaga generasi sejak masa keeil dari berbagai tindak penyelewengan. Mengembangkan pola hidup, perasaan dan pemikiran mereka sesuai dengan fitrah, agar mereka menjadi fondasi yang kukuh dan sempurna di masyarakat, (2) Karena pendidikan berjalan seiring dengan perkembangan anak-anak,maka pendidikan akan sangat mempengaruhi jiwa dan perkembangan anak serta akan menjadi bagian dari kepnbadiannya untuk kehidupannya kelak: dikemudian hari, (3) Pendidikan sebagai alat terpenting untuk menjaga diri dan memelihara nilai-nilaipositif. ( Zuriah, 2007 : 7). Yang jelas perlu kita ketahui bersama bahwa pendidikan di seluruh dunia kini sedang mengkaji kembali perlunya pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter dibangkitkan kembali. Hal ini bukan hanya dirasakan oleh ban&sa dan masyarakat Indonesia, tetapi juga oleh negara-negara maju. Bahkan di negara-negara industri dimana ikatan moral menjadi semakin longgar, masyarakatnya mulai merasakan perlunya revival dari pendidikan moral yang pada akhir-akhir ini mulai ditelantarkan.Di Amerika Serikat serta di masyarakat Indonesia dewasa ini muncul tuntutan untuk menyelenggarakan pendidikan budi pekerti ataupun pendidikan moral, yang terutama didasarkan pada tiga hal yaitu (a) melemahnya ikatan keluarga (b) keeenderungan negatif di dalam kehidupan remaja dewasa ini (e) Suatu kebangkitan kembali dari perlunya nilai-nilai etik, moral dan budi pekerti dewasa ini. (Zuriah, 2007: 10 ) Dari sejumlah advis di atas maka semakin jelas bahwa pendidikan moral memang sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Terjadinya krisis moral tersebut temyata tidak hanya di negara kita, namun di negara-negara yang telah majupun seperti Amerika Serikat terjangkit virus moral atau demoralisasi. Bagaimanapun pendidikan memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan manusia. Melalui pendidikan orang Dapat menguasai teknologi, yang kemudian Dapat dimanfaatkan sebesar-besamya sesuai dengan kebutuhan manusia, namun sebaliknya dengan pendidikan pula terkadang manusia menjadi ujub dan takabur atau sombong. Bila di setiap sekolah selalu diajarkan pendidikan moral siswa-siswinya, insya Allah Indonesia di masa depan akan lebih sukses clan bertambah maju.

5. PenutupDewasa ini telah kita rasakan bersama bahwa nilai-nilai moral yang merupakan sarana pengatur dari kehidupan bersama kian hari kian lentur. Banyak kawula muda kita yang sama sekali tidak tabu menahu tentang budaya sopan santun dalam pergaulan etika ataupun persoalan moral. Sehingga kaum muda sekarang lebih terlihat urakan ketimbang pemuda generasi masa lalu. Untuk itu marilah kita tumbuhkan semangat untuk meningkatkan pendidikan moral khususnya pada generasi muda yang nota bene sebagai pewaris negara dan bangsa ini.

Daftar Pustaka

Elmubarok, Z, 2008. Membumikan Pendidikan Nilai . Bandung : AlfabetaMasyhur, K, 1987 . Membina Moral dan Akhlak. Jakarta : Kalam MuliaSudarsono, 1995. Kenakalan Remaja . Jakarta; Rineka ClptaZuriah, N, 2007. Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan Jakarta : Bumi Aksara