poto copian pemahaman studi hukum islam

3

Click here to load reader

Upload: nur-alfiyatur-rochmah

Post on 03-Jul-2015

68 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Poto copian pemahaman studi hukum islam

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Syari’ah Islam Secara bahasa syariah mempunya arti tempat keluarnya air minum. Menurut M. Ali

At Tahanuwi syariah merupakan hukum Allah SWT yang ditetapkan untuk hamba-Nya yang disampaikan kepada para Nabi atau Rasul-Nya, baik yang berhubungan dengan amaliyah, hukum ini dimasukkan ke dalam ilmu fiqih, maupun hukum yang berhubungan dengan akidah dan dimasukkan ke dalam ilmu kalam atau tauhid.1

Beberapa ayat al-Quran seperti as-Syura’ : 13 menyebutkan lafal syariah yang bermakna ad-din (agama) dalam makna totalitasnya yang mnunjukkan pengertian bahwa syariah Islam adalah jalan yang lurus, yang akan mengantarkan manusia pada keselamatan dan kesuksesannya di dunia dan di akhirat.

Makna pertama adalah agama, yaitu apa-apa yang Allah tetapkan untuk hamba-hamba-Nya dan mengutus utusan dengan kitab-kitab untuk menyampaikannya dan untuk menunjukkan manusia kepada kebaikan akhlak, muamalah dan dalam hubungan dengan Sang Pencipta. dengan makna ini, syariah bermakna agama secara keseluruhan yang mencakup dasar dan bagian-bagiannya.

Semula, syariah diartikan dengan agama, yang pada akhirnya ditujukan khusus untuk praktek agama. Penunnjukkan ini dimaksudkan untuk membedakan antara agama dan syari’ah. Menurut Thabari, pemakaian kata syari’ah dikhususkan untuk hal-hal yang menyangkut kewajiban, sanksi hukum, perintah dan larangan. Ia tidak memasukkan akidah serta hikmah dan kesan keagamaan ke dalam syari’ah. Dalam perkembangan selanjutnya, kata syari’ah digunakan untuk menunjukkan hukum-hukum islam, baik yang ditetapkan langsung oleh Al-Qur’an dan sunnah, maupun yang telah dicampuri oleh pemikiran manusia.2 Sumber-Sumber Syariah Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan

Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok. Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan rincian

terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum. Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menetapkan

hukum yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Klasifikasi Syariah

Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila dikerjakan

mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa. Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila

dikerjakan mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka pada orang tua, dan lain-lain.

Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.

Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk ditinggalkannya suatu perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak berdosa. Contohnya : merokok, makan bau-bauan, dan lain-lain.3

1 Tim MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), hal 36-37. 2 Ibid, hal 37 3 H. A. Qodri A.Azizy, Transformasi Fiqh dalam Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama, PPHIM Jawa Tengah, Semarang, 2001, hlm.99.

Prinsip Syariah Dilandasi iman ikhlas Membentuk kesejahteraan manusia Ketentuan pelaksanaannya diserahkan kepada manusia. Karakteristik Syariah Bersifat rabbaniyah dan diniyyah Mencerminkan kesucian syariah, dan rasa cinta dan penghargaan terhadapnya. Menghormati dan mentaati hukum ijtihad dan peraturan negara. Membentuk akhlak dan moral Syariah memelihara hubungan masyarakat, menjaga nilai-nilai luhur masyarakat, dan

manjujung tinggi nilai-nilai akhlak. Bersifat realistis Syariah diturunkan Allah sesuai kejadian yang dialami manusia, menetapkan qishas bagi

pembunuh secara sengaja, dan prinsip keadilan lainnya. Penerapan hukum secara bertahap dan berproses Misalnya mengenai haramnya hamr.

Ruang Lingkup Syariah terdiri atas ibadah mahdhoh dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah

terdiri atas: Syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Ibadah ghairu mahdhah terdiri atas hubungan manusia dengan manusia lain, dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitar. Ibadah ghairu mahdhah seperti: perkawinan, perwalian, warisan, wasiat, hibah, tijarah, perburuhan, koperasi, sewa menyewa, pinjam meminjam, pemerintahan, hubungan antar bangsa, dan hubungan antar golongan. Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan : Berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunah menjauhi bid'ah (perkara yang diada-

adakan) Syariah Islam telah memberi aturan yangjelas apa yang halal dan haram, maka Tinggalkan

yang subhat (meragukan),ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele.

Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia, dan menghendaki kemudahan. Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai kemampuan

Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah. Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar

Perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara’ dan perkara yang masuk dalam kategori Furu’ Syara’. Asas Syara’

Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari’at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara’ dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara’. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaandarurat.

Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari’at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan

Page 2: Poto copian pemahaman studi hukum islam

keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syari’at yang berlaku Furu’ Syara’

Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang Syari’at Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan atau perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.

Perkara atau masalah yang masuk dalam furu’ syara’ ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.

Dasar-Dasar Penetapan Syari’ah Islam Terdapat empat hal yang menjadi dasar penetapan hukum syariah, yaitu : Tidak Memberatkan dan Tidak Banyaknya Beban. Berangsur-angsur dalam Penentuan Hukum. Sejalan dengan Kebaikan Orang Banyak. Dasar Persamaan dan Keadilan.

B. Pengertian Hukum Islam

Menurut bahasa “hukm” berarti halangan, keputusan, dan pemisahan. Menurut istilah hukum didefinisikan secara berbeda oleh para ulama Sunni dan Mu’tazilah. Bagi ulama Sunni hukum ialah “titah Allah yang berkaitan dengan orang yang berakal dan dewasa melalui tuntutan (al-iqtidla’), pilihan (al-takhyir), dan penentuan sebab, syarat dan penghalang hukum (al-wadl’). Sedangkan menurut ulama Mu’tazilah “ sesuatu yang ditetapkan oleh Allah dalam bentuk perbuatan yang sesuai dengan apa yang ada dalam sifat akal, karena teks Al-Quran dan Al-Sunnah berfungsi sebagai pembuka rahasia hukum dan akal bebas untuk mendapatkannya. Oleh karena itu hukum islam adalah hukum perundang-undangan Islam.4

Hukum islam adalah Kumpulan daya upaya para ahli hukum untuk menetapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat. Istilah hukum islam walaupun berasal dari bahasa Arab yaitu terjemahan dari Fiqih Islam atau syari’at Islam yang bersumber kepada al-Qur’an As-Sunnah dan Ijmak para sahabat dan tabi’in. Hukum islam dihasilkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemajuan umat.5

Tujuan hukum islam adalah untuk memberikan kemaslahatan bagi manusia dan mencegah kemadharatan, mengarahkan kepada kebenaran, unutk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Fungsi dan Tujuan Menegakkan kemaslahatan dan menolak kemafsadatan. Menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat. Menegakkan nilai-nilai kemasyarakatan

Klasifikasi Hukum Islam 1. Bidang Ibadah (Ritual) Kata ‘ibadah (عبادة) berasal dari tiga huruf asal, yaitu: ‘ain, ba’ dan dal. Dari ketiga huruf ini, lahir beberapa makna, antara lain: pengabdian, penyembahan, ketaatan, merendahkan diri dan doa. Makna-makna ini menunjukkan sikap dan perbuatan dari pihak

4 Hasby ash Shiddieqy, 1974, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakrta, hlm. 44 5 Hasby ash Shiddieqy, 1974, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakrta, hlm. 44

paling rendah kepada pihak paling tinggi. Pihak paling rendah ini berada daalam kuasa pihak paling tinggi. Inilah gambaran dari kdudukan manusia dan makhluk lainnya yang berada dalam kuasa Allah عزوجل, Tuhan yang Maha kuasa karenanya, sangat tidak wajar bila manusia tidak tunduk dan patuh kepada perintah Allah SWT. Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan kepatuhan dan pengabdian tersebut. Menurut hukum islam, Ibadah dibagi dalam dua bentuk. Bentuk pertama adalah ibadah dalam pengertian yang luas. Dalam hal ini, sikap dang tindakan manusia ditunjukkan untuk tunduk kepada Allah SWT. Boleh jadi, mannusia berhubungan dengan sesama manusia, namun hubungan ini dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah SWT. Bidang Mu’amalah (Sosial) Ada lima level kategori hukum islam dalam penerapannya. Pertama, hukum privat seperti hukum nikah, cerai, wakaf, dan sodaqoh. Kedua, aturan masalah ekonomi, seperti perbankan dan bisnis lainnya. Ketiga, praktik keagamaan dalam arena public seperti keharusan perempuan memakai jilbab, larangan minum alcohol, judi dan praktik kehidupan lain yang tidak sesuai dengan standar moral islam. Keempat, kriminal islam, seperti hudud. Kelima, menggunakan islam sebagai dasar Negara.6 2. Bidang Mu’amalah (Sosial)

Ada lima level kategori hukum Islam dalam penerapannya : a. Hukum Privat seperti hukum nikah, cerai, wakaf dan sodaqah. b. Aturan masalah ekonomi seperti perbankan, dan bisnis lainnya. c. Praktik keagamaan dalam arena publik seperti keharusan perempuan memakai jilbab,

larangan minum alkohol, judi dan praktik kehidupan lain yang tidak sesuai dengan standar moral Islam.

d. Kriminal Islam seperti hudud. e. Menggunakan Islam sebagai dasar negara.

Selain hubungan manusia dengan Allah , manusia juga memiliki hubungan dengan makhluk Allah, hubungan ini disebut mu’amalah. Seperti hubungan antar manusia, hubungan manusia dengan hewan, hubungan manusia dengan tumbuh-tumbuhan serta alam semesta. Semua terfokus kepada manusia maka hukum Islam bersifat Antroposentris7.

Dibidang sosial hukum Islam juga memberikan petunjuk prinsip maupun teknis. Petunjuk prinsip bersifat universal , seperti keadilan, musyawarah, persamaan derajat dan sebagainya. Petunjuk teknis hanya dikemukakan untuk beberapa kasus seperti, pembagian harta pusaka, beberapa ketentuan dalam pernikahan, dan beberapa sanksi kasus pidana.

C. Pengertian Fikih Islam

Menurut bahasa kata Fiqh berarti “mengetahui sesuatu dan memahaminya dengan baik”. Menurut para ulama seperti al-Jurjani “hukum-hukum syariat yang menyangkut praktek keagamaan (amaliyah) dengan dalil-dalilnya yang terperinci (tafshili).:

Fikih tetap bukan hukum syariat. Fikih adalah hasil ijtihad yang dicapai oleh seseorang pakar dalam usahanya menemukan hukum Tuhan. Fikih merupakan intepretasi terhadap hukum syariat.Sifat intepretasi ini merupakan dugaan/hipotesis sehingga fikih bisa terikat

6 Arseka Salim dan Azyumardi Azra (ed.), Shari’a and politics in Modern Indonesia (Singapore: ISEAS, 2003), hal 11. 7 Tim MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 56

Page 3: Poto copian pemahaman studi hukum islam

dengan situasi dan kondisi serta senantiasa berubah seiring dengan perubahan waktu dan tempat.

Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber: 1. Al-Qur’an : kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad untuk menyelamatkan

manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber pertama bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali kita harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya

2. As-Sunnah : semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.

3. Ijma’ : Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad SAW dari suatu generasi atas suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat ulama-ulama tersebut baik pada generasi sahabat atau sesudahnya akan suatu hukum syari’at maka kesepakatan mereka adalah ijma’, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma’ hukumnya wajib. Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi shollallahu’alaihiwasallam, bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan adalah hak (benar).

4. Qiyas : Mencocokan perkara yang tidak didapatkan di dalamnya hukum syar’i dengan perkara lain yang memiliki nash yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara keduanya. Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah maupun ijma’.

D. Hubungan antara Syari’ah, Fikih dan Hukum Islam

Keterkaitan dari ketiganya adalah sama-sama memiliki hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT pada bidang masing-masingnya. Tujuan dan pelaksanaannya adalah untuk bertauhid kepada Allah.

Hal ini membuktikan Islam bukan saja mengatur aspek spiritual yaitu hubungan vertical manusia dengan tuhan saja yaitu beribadah. Akan tetapi, mencakup politik dan aspek duniawi. Aspek duniawi, tak bias di abaikan karena dari sanalah ahlaq itu timbul dan dapat dilihat. Ketika saudagar berniaga sesuai hukum muamalat. maka dari cara dia berdagang akan kelihatan ahlak muamalatnya. Artinya dia membawa Allah ditempat dia berniaga.

Menempatkan syariat dalam fiqh dan bermua’amalat pun sangat penting. Karena, syariat adala sesuatu yang memang diperintahkan allah. Sedangkan dalam fiqh hanya memperjelas suatu pikiran dan mazhab tertentu.

E. Peranan Akal dan Wahyu dalam Hukum Islam 1. Wahyu Diatas Akal

Perbandingan wahyu dan akal berarti perbandingan Allah dan manusia, tentu saja perbandingan yang tidak seimbang atau tidak bisa dibandingan sama sekali. Wahyu pasti benar (kebenaran mutlak), dan akal belum tentu benar (kebenaran relatif/nisbi).

Wahyu itu tunggal sedangkan akal beragam, akal manusia berbeda antara satu dengan yang lain. Namun manusia selalu mencari kebenaran atas pemikirannya, semakin banyak dukungan dari akal yang lain maka posisi pemikiran tersebut semakin kuat, karena melibatkan manusia yang lain maka kebenaran ini disebut kebenaran sosiologis. Imam Syafi’i menyatakan bahwa Kebenaran itu tunggal (al-haqq wahid). 2. Akal di Atas Wahyu

Asumsi dasar peranan akal adalah kesejerahan manusia, peranan penting dalam perubahan sosial adalah akal manusia. Akal memiliki hukum logika dalam menemukan kebenaran hukum. Setidaknya ada empat teori kebenaran akal : a. Teori Korespondensi

Sesuatu itu dianggap benar apabila sesuai dengan fakta atau realitas. b. Teori Koherensi

Melihat kebenaran dari konsistensi suatu pernyataan dengan kebenaran sebelumnya. c. Teori Pragmatisme

Memandang kemanfaatan sebagai ukuran kebenaran. d. Teori Performatif

Suatu pernyataan dianggap benar kalau pernyataan itu menciptakan realitas.

Kaum rasionalis menggunakan metode rasional untuk menjawab kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya dalam Al-Quran. Dengan begitu kaum rasionalis meyakini kebaikan dan keutamaan akal. Pemikiran kaum diatas ridak lepas dari kelemahan yaitu relativitas kebenaran hukum. Semua orang berhak dianggap benar (kullu mujtahid mushib).

3. Keseimbangan Akal dan Wahyu Dilihat dari sumbernya, akal dan wahyu sama-sama berasal dari Allah untuk menjadi

pedoman hidup umat. Begitu pula, pemikiran akal juga merupakan ilham yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Meski wahyu berada diatas akal, namun wahyu tidak menjelaskan semua kehidupan secara terperinci. Penjelasan terperinci ini merupakan wilayah akal. Wahyu tidak bisa dipahami tanpa peranan akal, tidak ada wahyu yang menyulitkan akal untuk memahaminya. Jika ada pernyataan wahyu yang dianggap tidak masuk akal, maka hal yang benar adalah akal belum mampu menjelaskannya.

Kebenaran akal juga sulit dipercaya tanpa ada wahyu, tujuan dari kebenaran adalah kepercayaan. Asumsi diatas menunjukkan bahwa kedudukan wahyu dan akal adalah setara, saling membutuhkan satu sama lain dan keduanya berasal dari satu sumber yaitu Allah swt. Jadi keunggulan wahyu tergantung pada kejelasan maksud pernyataan wahyu. Semakin jelas suatu pernyataan, wahyu semakin unggul atas akal. Semakin samar suatu pernyataan akal dapat lebih dominan dibanding wahyu.