potensi wilayah sebagai karakter visual dalam …

7
86 Seminar Nasional: Seni, Teknologi, dan Masyarakat #4 Volume 2 Tahun 2019 I. PENDAHULUAN Kemajuan teknologi, kecepatan data serta informasi telah membentuk ulang kebudayaan manusia secara global. Pilihan terbaik adalah menyesuaikan dengan perubahan atau punah. Secara harfiah kebudayaan bersifat dinamis bukan statis (Straubhaar, 2016). Menyesuaikan bukan berarti merubah wujud secara total agar diterima, dengan menyematkan teknologi tanpa pertimbangan matang, sehingga menimbulkan kesan keterpaksaan. Kebudayaan selalu berubah wujud menyesuaikan zaman dan kebutuhan manusia yang tidak terbatas, terutama dalam ranah primer atau utama, yakni sandang, pangan, dan papan. Bentuk dan sifat yang harus mengikuti perubahan tersebut adalah tradisi, terutama dalam sandang. Perubahan pada tradisi menjadi diskusi akademik intelektual yang menarik hingga, terkait mempertahankan bentuk, memberi tambahan, atau mempertahankan dengan penyajian mutakhir. Batik Indonesia telah mendapat pengakuan dari badan internasional UNESCO sebagai warisan dunia tak benda, bukan berarti dalam posisi aman dan terjaga keberlangsungannya. Proses dan upaya perlu POTENSI WILAYAH SEBAGAI KARAKTER VISUAL DALAM DESAIN BATIK GIRILAYU Desy Nurcahyanti 1) , Agus Sachari 2) , Achmad Haldani Destiarmand 3) 1 Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung e-mail: [email protected] 2 Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung e-mail: [email protected] 3 Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung e-mail: [email protected] ABSTRACT The 4.0 industrial revolution currently offers traditions. Those offer options for chose to survive, join, or merge. Various forms of technology are offering unnecessity because the community has a system and local wisdom that keeps the form of tradition in its place. One of tradition form that’s facing on offer is batik in Girilayu. Pattern character basic on regional potencies as a characteristic of Girilayu’s batik design. Meanwhile, the specific purpose of this research is explaining the background of batik designers in Girilayu when making design development, to expose and promote the regional character in the 4.0 industrial revolution era today. The focus of the research problem includes changes and design innovations carried out by Girilayu’s batik designers, within the last three years, from 2016 until the middle of 2019. The research method used qualita- tive with a hermeneutic approach through findings that shows visual characters of Girilayu batik. That ap- peared as a representation of Girilayu’s community still maintains cultural nobility by exploring regional poten- cies as batik’s characteristic. Keywords: batik, character, design, Girilayu, visual. dilakukan oleh berbagai elemen dalam masyarakat, untuk menjaga keberlangsungannya dengan berbagai cara, tanpa merusak makna. Kurun sepuluh tahun merupakan waktu untuk mengevaluasi dengan melihat daya tahan dan kelayakan batik untuk tetap memperoleh pengakuan atau perlu ditinjau ulang karena melemah dari posisi sebelumnya (Nurcahyanti, 2018). Kelemahan tersebut muncul pada citra batik di kalangan masyarakat Indonesia. Batik diposisikan sebagai busana khas dengan beragam modifikasi. Fungsi batik sebagai wastra kaya makna dan proses, secara perlahan diaplikasikan ulang sebagai produk fesyen. Hal tersebut menyebabkan kedalaman makna menghilang, karena tenggelam dalam kemasan komersial yang memposisikan batik menjadi sekadar komoditas. Cara masyarakat merespon batik saat ini adalah tepat, jika dilihat dari perspektif transformasi. Masyarakat mulai memperkenalkan batik pada anak usia dini dengan workshop teknik colet, mewarnai gambar, dan lomba peragaan busana. Motif batik ditampilkan pada lukisan, lantai rumah, piring makan, sepatu bahkan kue bolu. Latar belakang memunculkan motif batik dalam berbagai format adalah kebaruan. Kata kunci tersebut ditengarai muncul, karena masya-

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POTENSI WILAYAH SEBAGAI KARAKTER VISUAL DALAM …

86

Seminar Nasional: Seni, Teknologi, dan Masyarakat #4

Volume 2 Tahun 2019

I. PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi, kecepatan data sertainformasi telah membentuk ulang kebudayaanmanusia secara global. Pilihan terbaik adalahmenyesuaikan dengan perubahan atau punah. Secaraharfiah kebudayaan bersifat dinamis bukan statis(Straubhaar, 2016). Menyesuaikan bukan berartimerubah wujud secara total agar diterima, denganmenyematkan teknologi tanpa pertimbangan matang,sehingga menimbulkan kesan keterpaksaan.Kebudayaan selalu berubah wujud menyesuaikanzaman dan kebutuhan manusia yang tidak terbatas,terutama dalam ranah primer atau utama, yaknisandang, pangan, dan papan. Bentuk dan sifat yangharus mengikuti perubahan tersebut adalah tradisi,terutama dalam sandang.

Perubahan pada tradisi menjadi diskusiakademik intelektual yang menarik hingga, terkaitmempertahankan bentuk, memberi tambahan, ataumempertahankan dengan penyajian mutakhir. BatikIndonesia telah mendapat pengakuan dari badaninternasional UNESCO sebagai warisan dunia takbenda, bukan berarti dalam posisi aman dan terjagakeberlangsungannya. Proses dan upaya perlu

POTENSI WILAYAH SEBAGAI KARAKTER VISUALDALAM DESAIN BATIK GIRILAYU

Desy Nurcahyanti1), Agus Sachari2), Achmad Haldani Destiarmand3)

1Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandunge-mail: [email protected]

2Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandunge-mail: [email protected]

3Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandunge-mail: [email protected]

ABSTRACT

The 4.0 industrial revolution currently offers traditions. Those offer options for chose to survive, join, or merge.Various forms of technology are offering unnecessity because the community has a system and local wisdomthat keeps the form of tradition in its place. One of tradition form that’s facing on offer is batik in Girilayu.Pattern character basic on regional potencies as a characteristic of Girilayu’s batik design. Meanwhile, thespecific purpose of this research is explaining the background of batik designers in Girilayu when makingdesign development, to expose and promote the regional character in the 4.0 industrial revolution era today.The focus of the research problem includes changes and design innovations carried out by Girilayu’s batikdesigners, within the last three years, from 2016 until the middle of 2019. The research method used qualita-tive with a hermeneutic approach through findings that shows visual characters of Girilayu batik. That ap-peared as a representation of Girilayu’s community still maintains cultural nobility by exploring regional poten-cies as batik’s characteristic.

Keywords: batik, character, design, Girilayu, visual.

dilakukan oleh berbagai elemen dalam masyarakat,untuk menjaga keberlangsungannya dengan berbagaicara, tanpa merusak makna. Kurun sepuluh tahunmerupakan waktu untuk mengevaluasi dengan melihatdaya tahan dan kelayakan batik untuk tetapmemperoleh pengakuan atau perlu ditinjau ulangkarena melemah dari posisi sebelumnya (Nurcahyanti,2018). Kelemahan tersebut muncul pada citra batik dikalangan masyarakat Indonesia. Batik diposisikansebagai busana khas dengan beragam modifikasi.Fungsi batik sebagai wastra kaya makna dan proses,secara perlahan diaplikasikan ulang sebagai produkfesyen. Hal tersebut menyebabkan kedalaman maknamenghilang, karena tenggelam dalam kemasankomersial yang memposisikan batik menjadi sekadarkomoditas.

Cara masyarakat merespon batik saat iniadalah tepat, jika dilihat dari perspektif transformasi.Masyarakat mulai memperkenalkan batik pada anakusia dini dengan workshop teknik colet, mewarnaigambar, dan lomba peragaan busana. Motif batikditampilkan pada lukisan, lantai rumah, piring makan,sepatu bahkan kue bolu. Latar belakang memunculkanmotif batik dalam berbagai format adalah kebaruan.Kata kunci tersebut ditengarai muncul, karena masya-

Page 2: POTENSI WILAYAH SEBAGAI KARAKTER VISUAL DALAM …

87

Potensi Wilayah sebagai Karakter Visual dalam Desain Batik Girilayu - Desy Nurcahyanti, dkk.

Volume 2 Tahun 2019

rakat jenuh jika batik hanya digunakan untuk keperluanfungsional tradisi. Pengenalan dalam berbagai rupaberusaha membentuk memori kolektif, bahwa batikmerupakan bagian kehidupan sehari-hari masyarakat.Permasalahan muncul ketika esensi batik sebenarnyatidak terlihat, tertutup oleh variasi bentuk. Kesadaranmasyarakat untuk menjaga format tradisi mulai hilang,maka dimung-kinkan suatu waktu kelak hanya dapatmenyaksikan keindahan proses dan karya wastra batiktradisi melalui diorama, pameran museum, sajian aug-mented reality, atau bahkan aplikasi digital semata.Beragam alasan dilontarkan bahwa menjagaoriginalitas adalah hal sia-sia. Kritik untuk beberapapihak yang masih menjaga batik tradisi, dimaknaisebagai bentuk pertahanan keras kepala. Kebutuhanmasyarakat saat ini bukan untuk memaknai tradisi,tetapi mengkonsumsi benda yang dapat digunakansebagai medium eksistensi personal (Sachari, 2007).

Batik tradisi yang berkembang pada wilayah-wilayah di luar kantong batik (Cirebon, Pekalongan,Yogyakarta, Surakarta (Solo), Lasem, dan Madura)perlahan berbe-nah mengikuti perubahan. Halsederhana yang dilakukan adalah membangunkarakter desain pada motif kontemporer untukmenyesuaikan selera pasar. Karakter batik mengikutikeinginan konsumen yang mayoritas menyu-kai produkdari tampilan visual. Karakter dibangun sebagai penciriestetik suatu produk, karya, atau artefak sekaliguspenanda asal zona sosial maupun konseptual.Ornamentik dan isen-isen (isian motif pada batik) yangdigunakan menyiratkan makna keberadaan sertabentuk norma pada masyarakat. Kain batik yangdikenakan seseorang pada tubuh merupakan sebuahpenghormatan bagi diri dan orang lain pada ruanginteraktif serta komunikasi sosial. Lembar kain batikmeru-pakan rangkaian doa dari setiap tarikan garisdinamis dengan canting yang ditingkahi cairan malampanas. Batik yang melekat pada tubuh adalah saranaeksistensi dengan muatan pesan tersirat dari danuntuk seseorang.

Sentra batik di Girilayu merupakan wilayahtumbuh wastra tulis canting di luar klasifikasipersebaran batik pesisir dan pedalaman.Permasalahan tentang keberlanjutan menjadiperhatian pembatik di Girilayu sejak kurun waktusepuluh tahun terakhir (2009 – 2019). Menurunnyaminat konsumen untuk menggunakan batik tulis,menjadi alasan kuat para desainer batik di Girilayuuntuk membuat inovasi dan pengembangan motif.Mereka memiliki kesadaran untuk tetap melanjutkanbatik tradisi meskipun invasi tekstil motif batik dariberbagai penjuru dunia, terutama Cina terus

berdatangan. Kesadaran tersebut adalah tetapmenjaga originalitas dalam hal proses, pemaknaan,dan fungsi. Hal tersebut selaras dengan wacanatransformasi yang menggemakan perubahan sebagaikeniscayaan, karena tidak ada yang mampumempertahankan format asli tradisi secara utuh.Respon perubahan pada desain kontemporer batik diGirilayu adalah jalan keluar yang dipertimbangkanmelalui kesepa-katan bersama. Mereka memandangbahwa karakter tradisi harus dipertahankan, karenamenjadi rumus yang akan dilanjutkan oleh generasiberikutnya. Karakter adalah nyawa, sehingga bisadipadankan pada tubuh atau bentuk manapun.Sedangkan, originalitas yang terdapat pada pakembatik Girilayu ditempatkan pada posisi utama untukpanduan pengembangan. Atas dasar uraian tersebut,maka karakter visual desain batik Girilayu dengandasar potensi wilayah menarik dan layak diteliti.Temuan tentang karakter visual tersebut dapatdigunakan sebagai panduan pengembangan wilayah,yang bermanfaat bagi peningkatan perekonomian dankualitas hidup warga Desa Girilayu khususnya, sertamasyarakat Kabupaten Karanganyar pada umumnya.Sektor terkait dengan penelitian ini antara lain sosial,budaya, pariwisata, dan ekonomi (Priambodo, 2013).

II. KAJIAN LITERATUR

Topik pengembangan desain batik telah ditelitisebelumnya. Mayoritas penelitian menitikberatkanpada eksplorasi bentuk yang terinspirasi hasil budayaatau artefak ber-sejarah yang menampilkankeragaman ornamentikal seperti candi, arsitekturkeraton, dan iluminasi naskah kuno. Mendiskusikanbatik saat ini telah masuk ke ranah global, terutamadari segi teknik dan proses. Perbedaan batik dari In-donesia dengan batik yang berkembang di negara lainadalah kedalaman makna filosofisnya. Setiap helaibatik di Indonesia diwujudkan sebagai ekspresi visuallayaknya karya seni. Setiap lembar batik tulis adalahkarya maestro tanpa gelar. Pengembangan desainbatik yang telah diteliti sebelumnya oleh peneliti dariberbagai negara, menjabarkan aspek yang mengarahpada kepentingan industri komersil dengan kualifikasiproduk untuk konsumsi gaya hidup dan fesyen kelasatas.

Diversifikasi produk batik yang dikembangkansebagai hasil penelitian beragam, sehingga wastracanting ini diposisikan sebagai pelengkap estetik gunamemunculkan nuansa etnik. Fungsi kain batik secaratradisi awalnya sebagai pelengkap ritual upacara adatmasyarakat, saat ini berubah menjadi material

Page 3: POTENSI WILAYAH SEBAGAI KARAKTER VISUAL DALAM …

88

Seminar Nasional: Seni, Teknologi, dan Masyarakat #4

Volume 2 Tahun 2019

multifungsi yang dapat dibentuk sebagai benda pakaikeseharian dan bersifat non sakral. Degradasi maknaterjadi, oleh beberapa pihak hal tersebut dimaknaisebagai transformasi tradisi dan kewajaran. Konsepyang dipahami beberapa pihak tersebut adalah tradisitidak dapat mempertahankan originali-tasnya, karenaberbagai disrupsi menuntut untuk menyesuaikan diri.Perubahan bukan hal untuk di lawan tetapimemunculkan ide serta inovasi kebaruan. Fleksibilitasbatik sebagai benda fungsional memunculkanresistensi yang baik untuk keberlanjutannya.

Stephen T. F. Poon dari Taylor’s UniversityMalaysia, dalam hasil penelitian-nya berjudul Thejourney to revival: Thriving batik design revolutionaryin contemporary lifestyle and fashion atauditerjemahkan bebas menjadi perjalanan menujukebangkitan: desain batik revolusioner yangberkembang dan potensinya dalam gaya hidupkontem-porer dan fesyen; menyoroti tentangke-beradaan keberlanjutan Batik Malaysia. Perspektifindustri menjadi sudut pandang yang berbeda untukmelihat posisi batik tradisi Malaysia. Fesyenkontemporer yang memanfaatkan batik sebagaielemen estetik harus tetap mempertimbangkankeberadaan batik tradisi. Batik diposisikan dalamindustri fesyen harus membuat merk (brand) yangberbeda dari tradisi, sehingga masyarakat teredukasidengan keberadaan batik fesyen sebagai alternatif.Hal tersebut dipahami oleh konsumen sebagai upayapihak industri untuk mendukung pelestarian batiktradisi (Poon, 2017). Pokok bahasan penelitian padapengembangan batik sebagai elemen motif pada skalaindustri besar tanpa mengesam-pingkan keberlanjutanbatik tradisi. Karakter khusus untuk pengembangandesain motif batik pada industri yang dimaksud tidakdiuraikan secara jelas.

H. Prastawa dan R. Purwaningsih dari TeknikIndustri Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, dalamhasil penelitian Affective design identification on thedevelopment of batik convection product atauidentifikasi desain afektif pada pengembangan produkkonveksi batik, kurang lebih sama dengan Poon yangmengulas pengembangan batik dari perspektif industri.Perbedaan dengan hasil penelitian Prastawa danPurwaningsih adalah tentang nilai afektif ataupertimbangan yang mempengaruhi sikap generasi X(kelahiran 1966-1976) dan Y (kelahiran 1977-1994)dalam memilih produk batik konveksi. Identifikasitersebut menggunakan metode khusus yakni teknikKansei, yang digunakan untuk menilai keunggulansuatu produk berdasarkan teknologi yang diterapkan.Konsumen dengan pola pikir teknik Kansei

memandang produk batik konveksi dengan sentuhanteknologi lebih baik. Teknologi tersebut tidak sebatasmaterial yang nyaman dengan keunggulan menyerapkadar air atau lebih berkilau, tetapi juga pada proporsipotongan atau model menyesuaikan berbagai bentukbadan, serta warna atau pigmentasi khusus untukmemunculkan kesan mewah pada tampilan produkbatik tersebut. Temuan berdasarkan hasil surveimenunjukkan bahwa faktor keunggulan warna mampumengako-modir selera modern, dewasa, praktis,elegan, menarik, kasual, dan kreatiflah yang menjadipertimbangan tertinggi untuk membeli produk batikkonveksi (Prastawa, 2017). Secara spesifik identifikasiwarna yang dimaksud tidak disebutkan pada hasilpenelitian.

Pengembangan penerapan motif batik padarupa fungsi lain di luar busana menjadi penelitianmenarik oleh Ayn Sayuti dan Mas Ayu Zainal dariUniversiti Teknologi MARA Malaysia, berjudul Fromculture to innovative product: batik design inporcelain wares atau Dari budaya ke produk inovatif:Desain batik di peralatan makan porselen (keramik).Ke-duanya menguraikan temuan tentang inovasi ataukebaruan yang diterapkan pada produk peralatanmakan porselen dengan desain motif Batik Merbokdari Kedah. Hasil dari proses desain denganmenggunakan software tiga dimensi menunjukkanbahwa peralatan makan porselen yang diberi sentuhandesain motif Batik Merbok mampu memunculkan citraelegan, keunikan, dan kemewahan. Produk dengansentuhan lokal tersebut memiliki peluang pasar danselera interna-sional (Sayuti, 2018). Pada uraian hasiltidak dijelaskan spesifikasi latar belakang untukmenyebut citra elegan, unik, dan mewah pada produkperalatan makan porselen dengan aplikasipengembangan motif Batik Merbok secara visual.

Pelatihan pengembangan desain batik sebagaisebuah upaya peningkatan kemampuan wirausahaatau design batik development training as an effort toempower business, hasil pengabdian masyarakat olehMulyanto dari Program Studi Pendidikan Seni RupaFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UniversitasSebelas Maret (UNS), merumus-kan prinsip dasarpengembangan desain batik bagi industri skala kecil.Prinsip dasar ter-sebut merupakan komponen yangmenetuan keberhasilan penyelenggaraan pelatihanpengembangan desain batik, antara lain: (1) parapeserta memiliki motivasi kuat dan respon baik selamapelatihan berlangsung; (2) pelatihan dilaksanakan padatempat produksi batik milik peserta pelatihan,sehingga dapat mempraktikkan secara langsung; (3)fasi li tator atau pelatih memil iki kompetensi,

Page 4: POTENSI WILAYAH SEBAGAI KARAKTER VISUAL DALAM …

89

Potensi Wilayah sebagai Karakter Visual dalam Desain Batik Girilayu - Desy Nurcahyanti, dkk.

Volume 2 Tahun 2019

mengetahui karakter peserta pelatihan serta kondisisosial budaya masyarakat, dan paling utama memilikikemampuan berkomunikasi yang baik; dan (4)pelaksanaan kegiatan pelatihan merupakan aktivitasyang dipraktikkan secara langsung bersamaan dengankegiatan produksi, menggunakan pendekatan edukatif,mengembangkan kreatifitas peserta sesuai dengankondisi sosial-budaya masyarakat setempat, danpotensi atau sumber daya yang telah dimiliki olehindustri (Mulyanto, 2013). Hasil penelitian tidakmengarah pada karakter khusus produk batik, tetapiuraian hal yang dapat dicapai untuk memajukan usahabatik skala industri kecil.

Pengembangan motif batik dengan teknikkhusus diuraikan oleh Mursidah Waty dalam artikelberjudul Airbrush Karawo Batik Design atau DesainBatik Karawo dengan Teknik Airbrush. Penelitiantersebut bertujuan untuk mengetahui karakter produkhasil kolaborasi bordir Karawo dengan aplikasi motifbatik menggunakan teknik airbrush. Hasil perpaduandua macam teknik tersebut memberikan nilai estetikdan sebagai representasi kebaruan untuk diterapkanpada busana khas Gorontalo. Simpulan penelitianmengarah pada hal ikhwal teknis visualisasi, dananalisis SWOT atau strengths, weakness, opportuni-ties, threats– kelebihan, kekurangan, peluang, resiko/-ancaman (Waty, 2019). Karakter hasil pengembanganbordir Karawo dengan aplikasi motif batikmenggunakan teknik airbrush tidak diuraikan secaradetail.

Pengembangan desain pada batik ditinjau darisudut pandang upaya konservasi, diuraikan RodiaSyamwil dari Universitas Negeri Semarang (UNNES),pada penelitian-nya berjudul Conservation of batik:Consep-tual framework of design and processdevelopment. Penelitian ini melihat bahwa keberadaanbatik dengan proses printing, polusi yang ditimbulkanpada proses batik, dan desain-desain baru keluarpakem (aturan khusus) batik, merupakan konsekuensiyang terjadi akibat tuntutan industri kreatif. Konservasibatik menjadi solusi permasalahan yang dihadapi batiktradisi dari aspek teknik, proses, dan motif. Selerakonsumen dapat dipenuhi dengan kreatif itaspengembangan produk khususnya motif batik.Konservasi batik yang diuraikan meliputi empat aspek,yaitu perlindungan (kekayaan intelektual), promosi/sosialisasi, mengelola, dan melanjut-kan. Syaratkonsep konservasi yang diterapkan pada batik menuruthasil penelitian Rodia, antara lain: (1) nilai tradisionaldan autentisitas (keaslian), (2) nilai dari makna filosofis,(3) proses ramah lingkungan dengan minim residu/sisa, (4) konservasi sebagai sumber ide desain, dan

(5) memperkenalkan kembali batik klasik dalamberbagai bentuk varian kreasi melalui reproduksimotif (Syamwil, 2018). Temuan penelitian tidakmembahas perihal karakter yang menjadi panduan atauharus dimunculkan dalam konsep konservasi batiktersebut.

Bentuk penerapan ragam permainan anak-anak tradisional dalam motif batik sebagai upayapengembangan diteliti oleh Indrayana, Karju, danYustana dari Institut Seni Indonesia Surakarta, denganjudul Indonesian traditional toys and the developmentof batik motifs. Penelitian ini bertujuan untukmenguraikan solusi perma-salahan mainan tradisionaldi wilayah Klaten dan Magelang yang kurang diminati.Kebaruan yang dilakukan selain modifikasi bentuk jugapenerapan pada motif batik. Para peneliti menyadari,mainan tradisional merupakan medium untuk edukasidan stimulan bagi tumbuhnya kreatifitas pada anak-anak. Kehadiran permainan modern dengan basisdigital saat ini mulai menggeser keberadaannya.Pengetahuan bentuk-bentuk ragam permainan anak-anak tradisional Jawa jarang dipelajari. Fleksibilitasbatik sebagai medium untuk menyampaikan berbagaimacam pesan dimanfaatkan sebagai fasilitas promosi.Langkah inovatif dengan menerap-kan bentukpermainan anak dalam motif batik, sebagai cara untukmemperkenalkan kembali permainan anak-anaktradisional kepada masyarakat secara estetik danvisual (Indrayana, 2016). Penelitian tersebut tidakmenguraikan karakter yang muncul untuk produk ba-tik dengan bentuk permainan anak-anak tradisional.Alternatif desain batik yang dibuat sebatasmemperkaya khasanah motif batik sekaligus sebagaimedium visual tentang permainan anak-anaktradisional yang mulai ditinggalkan masyarakat diKlaten dan Magelang saat ini.

Penelitian berikutnya oleh Murwati danMasiswo dari Balai Besar Kerajinan dan BatikYogyakarta, menguraikan hasil pengembangan desainmotif batik Melayu melalui teknik rekayasa ataurancang bangun motif dan proses terutama komposisiwarna. Rancang bangun yang dimaksud adalahdengan memanfaatkan unsur-unsur seni danketerampilan etnis Melayu untuk menciptakan motifbatik menarik serta mampu memenuhi selerakonsumen. Karakter ragam hias Melayu menjadi poinutama pengembangan desain batik. Pendekatanestetik dilakukan untuk mencapai keindahan dalamunsur desain. Keindahan terwujud denganmem-perhatikan unsur desain, meliputi irama, variasi,keseimbangan, kesatuan, dan harmoni. Hasilpenelitian tersebut mengungkap bahwa batik Melayu

Page 5: POTENSI WILAYAH SEBAGAI KARAKTER VISUAL DALAM …

90

Seminar Nasional: Seni, Teknologi, dan Masyarakat #4

Volume 2 Tahun 2019

yang digemari oleh konsumen adalah naturalis sebagaikarakter tunggal (Murwati, 2013). Sejalan denganpenelitian Murwati dan Masiswo; oleh Mandegani,Setiawan, Atika dan Haerudin dari instansi yang sama(BBKB) menguraikan hasil analisis tentang karakterbatik mayoritas dibentuk oleh selera konsumen, bukanberdasarkan ekspresi estetik semata (Mandegani,2013).

Kajian estetika motif batik Girilayu KabupatenKaranganyar oleh Sugeng Wardoyo dari Institut SeniIndonesia Yogyakarta, merupakan penelitian yangmemiliki korelasi dengan karakter visual dalam batikGirilayu. Aspek struktur dan gaya menjadi poinpembahasan seputar estetika yang terdapat dalampengembangan batik Girilayu (Wardoyo, 2019).Penelitian tersebut belum secara detail mengulasmengenai potensi wilayah sebagai faktor utama yangmempengaruhi pengembangan motif batik di Girilayu.Celah tersebut menjadi topik menarik untuk diurai lebihmendalam pada penelitian ini.

III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan kualitatif; dimanapeneliti sebagai instrument yang bertanggungjawabpenuh terhadap pengum-pulan data di lapangan. Datadihimpun dengan wawancara, studi pustaka, surveilapangan, dan focus group discussion. Data diolahdan dianalisis dengan metode triangulasi untukmenghasilkan data objektif sesuai dengan lingkuppermasalahan yakni karakter visual pengembangandesain batik Girilayu berdasarkan potensi wilayah.Data tersaji sebagai kelanjutan dari penelitian lainsejenis yang belum menampilkan secara khususkarakter desain motif batik Girilayu dari pengaruhaspek potensi wilayah.

Pertimbangan pemilihan wilayah Girilayusebagai daerah penelitian adalah permasa-lahan yangmuncul di sentra pembatikan tersebut relevan dengankondisi saat ini. Topik merawat tradisi dengan berbagaikendala, pada akhirnya memunculkan kebaruan produkdengan akar tradisi di suatu daerah, di antaranyaGirilayu. Terletak di wilayah administratif KabupatenKaranganyar Jawa Tengah, Girilayu merupakan desakecil penghasil batik berkualitas. Para pembatikmembentuk sistem, strategi, dan cara untukmelanjutkan batik tradisi, salah satunya melaluipengembangan desain motif yang memunculkan cirikhas wilayah Girilayu. Upaya para desainer batikGirilayu bukan hal baru di wilayah kajian perbatikannusantara, namun menjadi kebaruan untuk menjagausaha batik tradisi dalam skala kecil di wilayah

Girilayu, melalui serangkaian pertimbangan danpermasalahan penting menyangkut kertakeberlanjutan serta konsistensi usaha.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan desain bagi pembatik Girilayumerupakan hal yang dilakukan dalam kurun waktu 10tahun terakhir. Peningkatan jumlah desain batik barumeningkat sejalan dengan kepopuleran batik, pascadiresmikan sebagai warisan dunia tak benda olehUNESCO. Permintaan produk batik meningkat,khususnya tekstil motif batik, yang sebenarnya jikadilihat dari segi proses tidak berhak disebut batik.Pengertian harfiah batik adalah produk dengan motifornamentikal khas stilasi atau penggayaan, dibuatdengan teknik tutup celup mengguna-kan malam ataulilin sebagai perintang warna, yang ditorehkan denganalat canting atau cap tembaga. Perihal penerapanmalam menggunakan teknik dingin yaitu mencairkanmalam dengan proses kimia, merupakan inovasi untukefektifitas produksi.

Motif yang diproduksi para pembatik Girilayuawalnya pesanan dari para juragan batik besar diSurakarta (Solo), terutama motif klasik. Para pembatiktersebut tidak memil iki keleluasaan untukmengembangkan desain, karena pada dasarnya ba-tik yang dibuat sudah ditentukan oleh produsen, danpara pembatik bertindak sebagai buruh sanggandengan tugas nglowong (mencanting sesuai denganlekuk garis pola pensil pada kain mori), nerusi(mencanting bagian dalam kain untuk mempertegasmotif), serta nembok (mencanting dengan memblokpenuh bagian tertentu pada motif). Lambat laun parapembatik menyadari peluang pengembangan desainsebagai cara untuk memperkenalkan kemampuanmembatik dengan kualitas prima kepada masyarakatluas. Pada tahun 2016 sampai 2019 merupakan masapuncak pengembangan desain motif batik Girilayudengan olah komposisi bentuk bersumber ide kondisigeografis wilayah pegunungan, area perkebunan yangluas, hasil perkebunan serta pertanian, dan lokasiwisata unggulan Kabupaten Karanganyar berupaziarah ke tiga makam besar keluarga besarMangkunegaran. Nama Girilayu kurang dikenaldibanding Giriloyo yakni daerah sentra pembatikan diYogyakarta berdekatan dengan Imogiri (makam Raja-raja dari Mataram Islam, yaitu Kasultanan Yogyakarta,Kasunanan Sura-karta, dan Puro Paku Alaman).Pengem-bangan desain batik Girilayu diangkat sebagaisumber inspirasi motif kontemporer, sekali-gussebagai sarana untuk memperkenalkan wilayah

Page 6: POTENSI WILAYAH SEBAGAI KARAKTER VISUAL DALAM …

91

Potensi Wilayah sebagai Karakter Visual dalam Desain Batik Girilayu - Desy Nurcahyanti, dkk.

Volume 2 Tahun 2019

Girilayu, serta ragam potensi yang terdapat di tempattersebut.

Karakter didefinisikan sebagai sifat, ciri, halyang membedakan, dan keunggulan yang dalammakna filosofis serta dapat dilihat dari wujud fisiksecara visual. Kedalaman makna mempengaruhi wujudvisual secara holistik. Pesan yang akan disampaikanmelalui sebuah motif batik berkorelasi dengan wujudyang ditampilkan, meliputi komposisi bentuk, garis,warna, dan harmonisasi tata letak isian.Pengembangan desain motif batik Giri layuberdasarkan potensi wilayah merupakan kesepakatanyang dibuat antar masyarakat pembatik dan tokohmasyarakat, kemudian desainer bertugasmenerjemahkan indikator-indikator tersebut.

Potensi wilayah yang dimaksud padapenelitian ini adalah kemampuan suatu daerah yangdapat dikembangkan. Girilayu secara geografismemiliki potensi di sektor perkebunan, pertanian, dankondisi alam yang mendukung aktivitas perekonomianwilayah tersebut. Pola pikir masyarakat dan kondisisosial terbentuk karena pengaruh lingkungan tempattinggal, sebagai area interaksi terbesar dalamkeseharian. Di luar keunggulan tersebut kebudayaanyang tumbuh pada masyarakat Girilayu mempengaruhicitra visual pengembangan desain batik. Tiga hal yangmembentuk kebudayaan yakni pola pikir, kondisisosial, dan produk sebagai hasil interaksi nyata antaragagasan dengan kebutuhan masyarakat.

Desain batik Girilayu selama ini diidentikandengan batik yang dibuat dalam l ingkupMangkunegaran (istana). Berdasarkan penuturansesepuh dan tokoh masyarakat Girilayu, kemampuanturun menurun menekuni batik merupakan warisan darinenek moyang yang bertugas sebagai pembatikGirilayu. Secara administratif Girilayu adalah wilayahpraja atau setara dengan kecamatan saat ini.Tumenggung ditugaskan untuk memimpin wilayahGirilayu. Keahlian membatik yang dimiliki olehTumenggung sejak zaman KGPAA Mangkunegoro I(Raden Mas Said atau Pangeran Samber Nyawa)diajarkan pada penduduk sekitar yang mengabdipadanya. Keahlian tersebut lambat laun menyebarmenyeluruh di wilayah Girilayu. Kualitas pembatikandi Girilayu tergolong bagus secara visual, rapi, danhalus, maka permintaan untuk produksi batik dariberbagai daerah meningkat. Khususnya para pejabatistana Mangkunegaran yang sering memesan sebagaibusana untuk pelaksanaan ritual tradisi sepertipernikahan dan kematian. Bagi masyarakat Jawa,peristiwa pernikahan dan kematian bersifat sakralsebagai daur hidup yang penyelenggaraannya

melibatkan masya-rakat luas dan kerabat terkait.Pihak tuan rumah tidak ingin menyia-nyiakankesempatan tersebut sebagai momen terbaik, terlebihdalam menjamu tamu yang hadir. Busana danpenampilan dalam dua acara besar tersebut menjadihal penting yang dipersiapkan secara paripurna.Kualitas dan visual batik yang digunakan menentukanstatus sosial penyelenggara acara atau tuan rumah.Batik berkualitas yang digunakan dapat meningkatkanpamor tuan rumah dan beberapa standar pengakuandisematkan padanya berdasarkan pengakuan tamuyang hadir.

Batik adalah sarana penghantar doa danpengharapan luhur dari pembuat atau pemakai.Pemilihan batik berkualitas menjadi pertimbanganpenting, terutama desain motif sebagai perwujudandoa dengan abstraksi pada makna f ilosof is.Masyarakat memasukkan potensi wilayah terdekatdengan keseharian mereka sebagai motif batiksebagai ciri khas, di antaranya pada motif Tugu TriDharma yang terinspirasi dari monumen Tri Dharmapada Astana Mangadeg, sekaligus ikon wisata ziarahdi Kabupaten Karanganyar; motif Gapura Tri Dharmaterinspirasi dari gapura masuk sebelum komplek TuguTri Dharma dan Makam Mangkunegoro I-III; DurenMatesih dan Manggisan terinspirasi potensi unggulanperkebunan; dan Mbok Semok sebagai motifrepresentasi keberadaan para pembatik perempuandi Girilayu mewakili potensi sumber daya manusia.

Potensi wilayah Girilayu tidak hanya yangterlihat secara visual, kemudian diwujudkan secarasimbolis dalam motif batik oleh para desainer. Hasildiskusi dan wawancara dengan pembatik Girilayumenyatakan bahwa suasana jiwa secara kontemplatifturut menentukan wujud motif yang mereka buat, tetapitidak dominan. Pengembangan motif batik oleh paradesainer Girilayu tidak sekedar mengejar kualitasestetik semata, keindahan secara visual, dan setelahproses produksi oleh para pembatik masuk tahapanberikutnya yakni pemasaran, laku dan diminatikonsumen; kemudian produksi ulang karenapermintaan meningkat (repeat order) menjadi indikatorkeberhasilan. Makna keberhasilan bagi masyarakatGirilayu adalah ketika pesan dan maksud yangdisampaikan melalui motif batik dapat dipahami sertadiapresiasi baik oleh konsumen atau pihakberkompeten mengenai batik seperti pakar, komunitaspecinta batik, desainer fesyen, dan akademisipeneliti. Motif tersebut mampu menjadi perantarakomunikasi lintas bidang untuk merealisasikan secaranyata wacana pembangunan Desa Girilayu yangberdikari.

Page 7: POTENSI WILAYAH SEBAGAI KARAKTER VISUAL DALAM …

92

Seminar Nasional: Seni, Teknologi, dan Masyarakat #4

Volume 2 Tahun 2019

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembaha-sanmenunjukkan bahwa potensi wilayah sebagai karaktervisual dalam pengembangan desain Batik Girilayuberperan dominan. Karakter tersebut tercermin dalampemilihan elemen atau ornamentik pendukung pem-bentuk pola desain motif batik. Karakter visual tersebutdapat dirumuskan sebagai berikut:(1) Klasik, dengan menggunakan pewarnaan khas

batik gaya Mangkunegaran, pengaruh ini berasaldari kebiasaan leluhur yang diwariskan turuntemurun pada pembatik Girilayu hingga saat ini.

(2) Otentik, masih mempertahankan pakem stilasimotif termasuk untuk figur manusia karenapengaruh ajaran Islam, sebagai contoh pada motifbatik Mbok Semok, sosok pembatik perempuandigayakan sehingga tidak menyerupai wujudsebenarnya.

(3) Lokal, mengangkat bentuk-bentuk, nilai, dannorma yang diyakini serta dekat dengan keseharianmasyarakat Girilayu.

(4) Elegan, terlihat pada garis yang rapi, halus, dankonsisten. Hal tersebut memperl ihatkankemampuan (skill) pembatik Girilayu yang baik,sebagai wujud proses pembelajaran dan regenerasiyang baik dari para pendahulu. Standar kualitasdisepakati berdasarkan pengalaman, wawasan,dan arsip batik warisan dari orang tua pembatik.

(5) Dokumentatif, batik yang dibuat sebagai saranadokumentasi visual perubahan dan hasil-hasilkebudayaan yang ada di Girilayu.

DAFTAR PUSTAKA

Indrayana, B. , Karju, dan Yustana, P. (2016). “Indo-nesian Traditional Toys and the Developmentof Batik Motifs, Journal of Arts and Humani-ties, 5(6), 26-36.

Mandegani, G. B. , Setiawan, J. , Atika,V. , danHaerudin, A. (2018). “Persepsi Kualitas Ba-tik Tulis”, Jurnal Dinamika Kerajinan danBatik, 35(2), 75-84.

Mulyanto, (2013). “Batik Design Development Train-ing as an Effort to Empower Business”, Re-search on Humanities on Social Sciences,3(6), 22-30.

Murwati, E. S. dan Masiswo. (2013). “RekayasaPengembangan Desain Motif Batik KhasMelayu”, Jurnal Dinamika Kerajinan danBatik, 30(2), 67-72.

Nurcahyanti, D. dan Affanti, T. B. (2018).“Pengembangan Desain Batik KontemporerBerbasis Potensi Daerah dan KearifanLokal”, Jurnal Sosioteknologi, 17 (3), 391-402.

Poon, S. T. F. (2017). “The Journey to Revival: ThrivingRevolutionary Batik Design and Its Poten-tial in Contemporary Lifestyle and Fashion”,International Journal of History and CulturalStudies (IJHCS), 3(1), 48-59.

Prastawa, H. dan Purwaningsih, R. (2017). “AffectiveDesign Identification on the Development ofBatik Convection Product”, IOP Conf. Se-ries: Materials Science and Engineering,273, 1-7.

Priambodo, H. (2013). “Tradisi Ziarah Makam sebagaiPengembangan Ekonomi Masyarakat diDesa Giri layu (Studi Kasus MakamPangeran Sambernyowo di AstanaMengadeg Desa Girilayu KecamatanMatesih Kabupaten Karanganyar)”,SOSIALITAS Jurnal Ilmiah PendidikanSosio Antropologi, 3(1), 1-5.

Sachari, A. (2007). Budaya Visual Indonesia. Jakarta:Penerbit Erlangga.

Sayuti, A. dan Zainal, M. A. (2018). “From Culture toContemporary Product: Batik Design inPorcelain Wares”, Malaysian Journal ofSuistainable Environment, 5(2), 27-42.

Straubhaar, J. , LaRose, R. , dan Davenport, L. (2016).Media Now: Understanding Media, Culture,and Technology. USA: Cengage Learning.

Syamwil, R. (2018). “Conservation of Batik: ConseptualFramework of Design and Process Devel-opment”, AIP conference Proceedings,1941, 1-10.

Wardoyo, S. (2019). “Kajian Estetika Motif BatikGirilayu Kabupaten Karanganyar”, CORAKJurnal Seni Kriya, 7(2), 117-126.

Waty, M. (2019). “Airbrush Karawo Batik Design”,Journal of Social Science Studies, 6(1),128-140.