potensi penerimaan pajak bumi dan bangunan studi kasus kota bandung

Upload: taufik-munajat-anwar

Post on 15-Oct-2015

205 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pajak PBB

TRANSCRIPT

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    1/29

    POTENSI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

    SEKTOR PEDESAAN DAN PERKOTAAN

    (Studi Kasus di Pemda Kota Bandung)

    HIKMAH NUR AZZA

    109084000042

    Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    2011

    [email protected]

    1.PendahuluanDalam bidang perpajakan, untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah

    pemerintah pusat telah memberikan bagian penerimaan yang berasal dari pajak pusat untukkegiatan pembiayaan dan pembangunan bagi pemerintah daerah. Saat ini, pajakpusat yang sebagian penerimaannya telah diberikan kepada pemerintah daerah antara

    lain Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak

    Penghasilan Orang Pribadi dalam Negeri dan Pajak Penghasilan. Sebagian besar telahdiberikan seperti Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

    Bangunan, sedangkan pajak lainnya masih sebagian kecil saja. Pembagian penerimaan pajakpusat pemerintah daerah merupakan contoh penerapan desentralisasi fiskal di Indonesia.

    Tabel 1

    Target dan Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

    APBD

    Kota Bandung Tahun 2008

    Tahun 2008

    Target Dalam

    Persen

    Realisasi

    APBD Rp. 999.389.000.000 88,24% Rp.1.125.000.000.000

    Sektor pedesaan, perkotaan,

    Rp. 2.221.000.000.000 97,89% Rp.2.269.000.000.000

    perkebunan, perhutanan, dan

    pertambangan

    Penerimaan dana bagi hasil pajak Rp. 351.223.000.000.000 112,41% Rp 312.449.000.000.000

    Pos dana perimbangan Rp. 1.903.000.000.000 30,05% Rp.1.125.000.000.000

    Penerimaan dll Rp. 98.168.000.000 1,55% Rp.1.125.000.000.000

    Sumber: Bidang Pendapatan Pajak Bukan Pajak Daerah, DISPENDA Bandung 2009

    mailto:[email protected]:[email protected]
  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    2/29

    Pada tahun 2008, delapan belas kabupaten/kota di Jawa Barat berhasil mencapai target

    pajak bumi dan bangunan (PBB). Sementara itu delapan kab./kota lainnya, belum mampu

    memenuhi target yang ditetapkan. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan,berdasarkan data hasil evaluasi pelaksanaan pemungutan PBB sektor pedesaan dan

    perkotaan tahun 2008 di seluruh kabupaten/kota se-jabar, hasil yang dicapai masih dibawah

    target yang ditetapkan, yakni Rp.999,389 miliar atau 88,24% dari rencana penerimaanyangditetapkan Rp.1,125 triliun. Kondisi serupa juga terlihat pada realisasi penerimaanPBB sektor APBN secara keseluruhan, yaitu sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan,

    perhutanan, dan pertambangan, dengan nilai Rp. 2,221 triliun atau 97,89% dari rencanapenerimaan APBN sebesar Rp. 2,269 triliun.

    Kendati demikian, penerimaan dana bagi hasil pajak, terutama yang bersumber daridana bagi hasil PBB di Jabar, setiap tahun melampaui target penerimaan, tahun 2008,

    tercatat realisasi penerimaan dana bagi hasil PBB Prov.Jabar 2008 sebesar Rp

    351,223 triliun atau 112,41% dari target penerimaan sebesar Rp 312,449 triliun. MenurutHeryawan, di sisi lain pos dana perimbangan turut memberi kontribusi Rp 1,903 triliun atau30,05% serta penerimaan lain-lain pendapatan yang sah Rp 98,168 miliar atau 1,55%dari total realisasi APBD Jabar. Pencapaian tersebut membuktikan tingkat kemandirianfiskal di Jawa Barat sudah termasuk dalam kategori cukup mampu,

    Setiap pemerintah kab./kota diberi target PBB berbeda-beda, sesuai dengan potensi

    pajak yang dimiliki. Target tersebut, secara umum dibagi kedalam lima kelompok.

    Kelompok I daerah dengan target PBB Rp 12 miliar/tahun, kelompok II (Rp 13 miliar-Rp 17 miliar), kelompok III (Rp 18 miliar-Rp 35 miliar), kelompok IV (Rp 36 miliar-Rp

    75 miliar), dan kelompok V (di atas 75 miliar).

    Kota Bandung hanya menduduki peringkat kedua di kelompok V, kalah peringkat

    oleh Kota Bekasi. Sedangkan Kab.Bandung berada di peringkat ketiga di kelompok IV,

    berada dibawah Kab.Purwakarta, dan Kota Depok.

    Sementara itu, Kota Bandung meraih penghargaan atas capaian realisasi PBB tahun

    2008. Kota Bandung menempati posisi kedua pada kelompok V, dengan target PBBdiatas Rp 75 miliar. Tahun 2008, realisasi PBB Kota Bandung mencapai 83,91% atau

    Rp.180 miliar. Sedangkan target PBB Kota Bandung tahun 2008, adalah Rp 214

    miliar.

    Wakil Wali Kota Bandung, Ayi Vivananda mengatakan, penghargaan serupa pernah

    diraih Kota Bandung tahun 2007 dan 2006. Bahkan tahun 2006, KotaBandung menempatposisi pertama dengan realisasi PBB mencapai 101,09% atau 110 miliar. Ayi

    mengatakan, tidak tercapainya realisasi PBB tahun 2007 dan 2008, lebih disebabkanadanya transisi administrasi dalam pembayaran PBB. (Harian Pikiran Rakyat, sabtu

    18 April 2009).

    Menurut Kasie Bagi Hasil Pajak Pusat Dispenda Kota Bandung Rahmat Setiadi, target

    pajak bumi dan bangunan (PBB) kota Bandung pada tahun 2008 tidak tercapai

    akibat perusahaan-perusahaan besar, seperti pabrik tekstil, mal, lembaga pendidikan, dansebuah Badan usaha Milik Negara (BUMN) menunggak hingga mencapai Rp 1,5 miliar.

    Target Rp 214,6 miliar hanya tercapai 180,4% miliar atau hanya 84%. Perusahaan-

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    3/29

    perusahaan itu menunggak karena terimbas krisis keuangan global.

    Kendati target PBB Kota Bandung tidak terpenuhi, Rahmat mengatakan bea

    perolehan hak tanah dan bangunan (BPHTB) over target, dari target Rp 150,3 miliar

    terealisasi Rp 207,7 miliar atau 138%. secara komulatif penerimaan PBB, BPHTB,pertambangan, tercapai 105% dengan total dana yang terhimpun Rp 390,4 miliar,

    (Rahmat Setiadi dalam Tribun Bandung, 13 Februari 2009).

    Pajak merupakan salah satu unsur terbesar dalam menghasilkan pendapatan daerah.

    Masalah yang tengah dihadapi oleh pemerintah daerah adalah lemahnya kemampuan

    pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan belanja pembangunandaerah yang setiap tahunnya semakin meningkat. Dalam hal ini, akan mengupas lebih

    dalam mengenai pajak bumi dan bangunan. Hal ini dikarenakan kontribusi PBB

    terhadap kelangsungan pelaksanaan pembangunan yang terangkum dalam dana

    perimbangan walaupun cukup besar nilainya dianggap tidak cukup menopang

    pendapatan daerah. Selain itu juga disebabkan dana perimbangan termasuk dalam pajakpusat yang mana masih terdapat bagian yang harus dibagi dengan pemerintah pusat.Artinya tidak keseluruhan pendapatan dapat dikontribusikan pada pemerintah daerah.

    Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenahi

    sumber pendapatan daerah dari sektor pajak bumi dan bangunan, oleh karena itu

    peneliti mengambil judul POTENSI PENERIMAAN PAJAK BUMI DANBANGUNAN SEKTOR PEDESAAN DAN PERKOTAAN. (Studi Kasus di Pemda Kota

    Bandung)

    1.1 Ruang lingkup / batasan masalah

    Penelitian ini dibatasi untuk mengetahui kebijaksanaan pemerintah Daerah

    dalam meningkatkan penerimaan daerah yang didapat dari sektor pajak daerah

    khususnya Pajak Bumi dan Bangunan yang diharapkan agar mampu membiayaikegiatan pembangunan daerah. Untuk mempermudah evaluasi maka permasalahan

    diatas dengan terperinci dirumuskan singkat sebagai berikut :

    1. Penelitian ini hanya mencakup data mengenai Pajak Bumi dan Bangunan sebagaisumber pendapatan Daerah Kota Bandung

    2. Sampel penelitian yang digunakan jangka waktu dimana dibatasi dariperiodetahun 2002 2008.

    1.2 Identifikasi

    Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka dapat dirumuskan beberapamasalah yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu sebagai berikut:

    1. Bagaimana potensi penerimaan pajak bumi dan bangunan pada pemerintah daerah

    kota Bandung dari tahun 2002 sampai dengan 2008 ?

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    4/29

    2. Bagaimana laju pertumbuhan pendapatan daerah pada pemerintah daerah

    kota Bandung dari tahun 2002 sampai 2008 ?

    3. Seberapa besar kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan terhadap

    pendapatan daerah pada pemerintah daerah kota Bandung dari tahun 2002

    sampai dengan 2008 ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :1. Mengetahui potensi penerimaan pajak bumi dan bangunan pada pemerintah

    daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai dengan 2008.

    2. Mengetahui laju pertumbuhan pendapatan daerah pada pemerintah daerah

    kota Bandung dari tahun 2002 sampai 2008

    3. Seberapa besar kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan terhadappendapatan daerah pada pemerintah daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai

    dengan 2008

    2. Pustaka2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu

    2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah

    Salah satu kemampuan yang dituntut terhadap daerah adalahkemampuan daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah

    tangganya sendiri (self- supporting) dalam bidang keuangan. Bidang

    keuangan merupakan suatu faktor yang penting dalam mengukur suatudaerah atas keberhasilan otonominya. Adapun sumber sumber peneriman

    dari suatu daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia N0. 25 Tahun

    1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah terdiri dari :

    1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    a. Penerimaan pajak daerah.

    Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan

    pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaanrumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak daerah

    sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang

    hasilnya digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum

    pemerintah yang balas jasanya tidak secara langsungdiberikan, sedangpelaksanaanya dapat dipaksakan.

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    5/29

    b. Penerimaan Retribusi Daerah.

    Retribusi daerah merupakan pungutan yang telah secarasah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian

    atau karena memperolejasapekerjaan, usaha atau milik

    pemerintah daerah yang bersangkutan. Retribusi

    daerah mempunyai sifat-sifat: pelaksanaanya bersifatekonomis, ada imbalan langsung walaupun memenuhi

    persyaratan-persyaratan formil dan materiil, tetapi tetap ada

    alternatif untuk mau tidak mau membayar, merupakanpungutan yang pada umumnya bersifat budgetairnya tidak

    menonjol, dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan

    untuk sesuatu tujuan tertentu, tetapi dalambanyak halretribusi daerah tidak lebih dari pengembalian biaya yang

    telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi

    permintaan anggota masyarakat.

    c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil PengelolaanKekayaan Daerah yang Dipisahkan. Yang disetor kekas daerah, baikperusahaan.Hasil perusahaan milik daerah

    yang merupakan pendapatan daerah adalah keuntungan

    bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunandaerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang

    disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang

    dipisahkan, sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan,

    maka sifat perusahaan daerah adalah suatu kesatuanproduksi yang bersifat menambahkan penghasilandaerah,

    memberi jasa penyelenggaraan kemanfaatan umum, dan

    memperkembangkan perekonomian daerah.

    d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, Lain yang tidaktermasuk ke dalam jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerahdan pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah

    mempunyai sifatpembuka kemungkinan bagi pemerintah

    daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkanbaik berupa materi dalam hal kegiatan tersebut bertujuan untuk

    menunjang, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan

    pemerintah daerah suatu bidang tertentu. Beberapa macamlain-lain Pendapatan Asli Daerah yangsah yaitu :

    i. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidakdipisahkanii. Jasagiro

    iii. Pendapatanbunga

    iv. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata

    uang asing.

    2. Dana PerimbanganDana perimbangan diperoleh melalui bagian daerah dari

    penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan baik dari sektor

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    6/29

    pedesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan dari sumber daya

    alam serta bea perolehan hak atas tanah danbangunan.

    3. Pinjaman DaerahPinjaman daerah adalah pinjaman dalam negeri yang bersumber

    dari pemerintah, lembaga komersial dan atau penerbitan obligasidaerah dengan diberitahukan kepada pemerintah sebelum

    tidaknya usulan pinjaman daerah diproses lebih lanjut. Sedangkan

    yang berwenang mengadakan dan menanggung pinjaman daerahadalah kepala daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala

    daerah atas persetujuan DPRD.

    4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah antara lain hibah

    atau penerimaan dari Daerah Propinsi atau Daerah Kanupaten/Kota

    lainnya, dan penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan.

    2.1.1.1 Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang

    Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

    dijelaskan bahwa untuk membiayai pembangunan di daerah,penerimaanya bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah,

    Retribusi Daerah, Hasil perusahaan milik daerah, Hasil pengelolaan

    kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang

    sah). Pemerintah daerah melakukan upaya maksimal dalam pengumpulan

    pajak daerah dan retribusi daerah. Besarnya penerimaan daerah dari sektorPendapatan Asli Daerah (PAD) akan sangat membantu

    pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan di daerah serta

    dapat mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah

    pusat sesuai dengan harapan yang diinginkan dalam otonomi daerah.

    2.1.2Pajak

    2.1.2.1 Pengertian Pajak

    Pengertian pajak menurut beberapa ahli antara lain, menurut

    Mangkoesoebroto :

    Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak

    prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada Undang-Undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak

    untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan

    penggunaannya (Mangkoesoebroto, 1998:181).

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    7/29

    Menurut Prof. Dr. M. J. H. Smeets dalam bukunya DeEconomische

    Betekenis der Belastingen, 1951 (dalam Suandy, 2008),

    mengatakan

    Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang

    melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang

    individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran

    pemerintah.

    Sedangkan Rochmad Soemitro, menyatakan sebagai berikut :

    Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-

    undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat caratimbal balik (kontra prestasi), yang langsung dapat diyujukan dan di

    gunakan untuk membayar pengeluaran umum (dalam Mardiasmo,

    2003).Berdasarkan pendapat para ahli di atas tersebut di atas

    disimpulkan bahwa pajak adalah iuran atau pungutan yang digunakan oleh

    suatu badan yang bersifat umum (negara) untuk memasukkan uang ke

    dalam kas negara dalam menutupi segala pengeluaran yang telah dilakukandimana pemungutannya dapat dipaksakan oleh kekuatanpublik.

    2.1.2.2 Aspek Ekonomi dari Perpajakan

    Sistem pajak yang baik dipandang dari ilmu ekonomi adalah

    sistem perpajakan yang memiki pengaruh yang baik (Suhendi, 2006).

    Konsep sistem pajak adalah membatasi masalah keadilan sistempajak.Ada dua prinsip keadilan yang digunakan yaitu prinsip manfaat

    atau benefit principle dan prinsip kemampuan atau ability to pay. Norma

    keadilan yang ada disini untuk mengenakan pajak yang sama untuk hal-hal

    yang sama dan tidak sama untuk hal-hal yang tidak sama. Suatu pajakdapat disebut progresif, proporsional atau regresif jika membebani

    pendapatan orang lain lebih besar dibanding mereka yang miskin dalam

    proporsi yang sama.

    2.1.2.3 Fungsi Pajak

    Peraturan pajak dibuat dengan didasarkan pada tujuanmeningkatkan kesejahteraan umum. Untuk meningkatkan kesejahteraan

    umum aturan pajak tidak semata-mata dibuat untuk memasok uang sebanya-

    banyaknya ke dalam kas negara, akan tetapi harus memiliki sifat yangmengatur guna meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Penerimaan atasuang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat harus ditingkatkan lagi

    serta pemungutannya harus berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. Fungsipajak menurut Mardiasmo (2003) dalam bukunya yang berjudul

    Perpajakanadalah sebagai berikut :

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    8/29

    (a) FungsiBudgetair

    Pemungutan pajak bertujuan untuk memasukkan uang sebanyak-

    banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akandigunakan oeleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara

    baik untuk pengeluaran rutin dalam melaksanakan mekanisme

    pemerintahan maupun pengeluaran untukmembiayaipembangunan.

    (b) Fungsi MengaturPada lapangan perekonomian, pengaturan pajak memberikan

    dorongan kepadapengusahauntuk memperbesar produksinya, dapatjuga memberikan keringanan atau pembesaran pajak pada para

    penabung dengan maksud menarik uang dari masyarakat dan

    menyalurkannya antara lain ke sektor produktif. Dengan adanyaindustri baru maka dapat menampung tenaga kerja yang lebih

    banyak, sehingga pengangguran berkurang dan pemerataan

    pendapatan akan dapat terlaksana untuk mencapai keadilan sosialekonomidalam masyarakat.

    2.1.2.4 Asas-Asas Pemungutan Pajak

    Pemungutan pajak baik dikelola oleh pemerintah pusat

    maupun pemerintah daerah selalu berpedoman pada asas-asas

    pemungutanpajak (Mardiasmo,2003) yaitu :

    (a) Asas kebangsaanBahwa pajak pendapatan dipungut terhadap orang-orangbertempat tinggal di Indonesia.

    (b) Asas tempat tinggalPajak pendapatan dipungut bagi orang-orang yang bertempat tinggal

    diIndonesia di tentukan menurut keadaan.

    (c) Asas sumberpenghasilan

    Jika sumber penghasilan berada di Indonesia dengan tidakmemperhatikan subjek tempat tinggal. Selain asas-asas

    berpedoman kepada hal tersebut di atas, ada asas-asas

    pemungutan pajak yang dilandasi oleh falsafah hukum. Adabeberapa teori pajak yang dilancarkan darijamankejaman yaitu:

    1) Asas sumberpenghasilanNegara mempunyai fungsi melindungi rakyat dengan segala

    kepentingannya seperti keselamatan jiwa dan harta.

    Untuk kepentingan tugas-tugas negara itu seperti halnyadengan perusahaan asuransi, maka rakyat harus membayar

    premi yang berupapajak.

    2) Teori kepentinganTeori ini memperhatikan memungut pembagian beban

    penduduk seluruhnya supaya adil. Akan tetapi karena teori ini

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    9/29

    membenarkan adanya hak pemerintah untuk memungut pajak

    dari rakyat dapat pula digolongkan dalam teori yang

    memperkuat beban pajak didasarkan atas kepentingan masing-masing orang dalam tugas

    pemerintah termasuk dalam perlindungan jiwa orang-orang

    berserta hartabendanya.

    3) TeoribuktiMenurut teori ini seseorang tidak dapat berdiri artinyatanpa adanya persekutuan dimana persekutuan ini menjelma

    menjadi negara. Bahkan tiap-tiap individu menyadari tugas

    sosial sebagai tanda bukti kebaktian kepada negara dalambentuk iuran atau pajak. Teori gaya pikul pemungutan pajak

    didasarkan pada gaya pikul individu dalam masyarakat yaitu

    dalam tekanan pajak tidak harus sama besarnya untuk tiaporang, jadi beban pajak harus sesuai pemikul beban. Ukuran

    kemampuan pikul antara lain penghasilan, kekayaan, danpengeluaranbelanja seseorang.

    Ada pula asas pemungutan pajak yang dikemukakan olehAdam Smith (Waluyo,2005) didasarkan pada asas berikut :

    (a)Equality

    Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitupajak dikenakan kepada orang atau pribadi yang harus sebanding

    dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan

    sesuai dengan manfaatyang diterima.

    (b)CertaintyPenetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang.

    Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan

    pasti

    besarnya pajak terutang, kapan harus dibayar, serta batas

    waktupembayaran.

    (c) ConvenienceKapan wajib pajak itu harus membayar wajib pajak sebaiknya

    sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan wajibpajak.

    (d)EconomySecara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biayapemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan

    seminimum mungkin, demikian pula beban yg dipikul wajib

    pajak.

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    10/29

    2.1.3 Macam-Macam Pajak

    2.1.3.1 Menurut Golongannya

    a) Pajak Langsung

    Pajak langsung dapat dibedakan menjadi dua pengertian,

    yaitu pengertian adminitrasi dan ekonomi. Dalam pengertianadministrasi, pajak adalah pajak yang dipungut secara periodik(terus-menerus) dalam waktu tertentu menurut kohir (ketetapan

    pajak). Sedangkan dalam pengertian ekonomis, pajak langsungadalah beban pajaknya tidak dapat digeserkan kepada pihak lain,

    atau pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajibpajak.

    b) Pajak tidak Langsung

    Pajak tidak langsung adalah suatu pajak yang dapat

    dilumpuhkan(digeserkan) kepada pihak lain, misalnya pajakpembangun. Konsumen (pihak ketiga) menjadi tujuan pajak,

    sedangkan pihak kedua adalah pemilik rumah makan dan pemilikpenginapan atau wakilnya.

    2.1.3.2 Menurut Sifatnya

    a) Pajak SubjektifPajak Subjektif adalah pajak yang dipungut dengan

    memperlihatkan keadaan wajib pajak menjadi ukuran terhadap

    besar kecilnya jumlah pajak yangdibayar.

    b) Pajak Objektif

    Pajak Objektif adalah pajak yang pungutannya berpangkal

    pada keadaan objektifnya. Pajak ini dipungut karena keadaan,pembuatan dan kejadian yang dilakukan atau terjadi dalam

    wilayah Negara dengan tidakmengindahkan sifat subyeknya.

    2.1.3.3 Menurut Wewenang Negara

    1. PajakNegaraPajak Negara yang berlaku di Indonesia sampai saat ini adalah:

    a) Pajak Penghasilan (PPh) dasar hukum pengenaan pajak penghasilan

    adalah undang undang no.7 tahun 1984 sebagaimana telahdiubah terakhir denganundang undang no.17 tahun 2000.

    b) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas BarangMewah (PPN & PPn BM) dasar hukum pengenaan PPN & PPn

    BM adalah undang-undang no.8 tahun 1983 sebagaimana telah

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    11/29

    diubah terakhir dengan undang-undang no.18 tahun 2000. undang-

    undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 april

    1985 dan merupakan pengganti UUpajak Penjualan 1951.

    c) Bea Materai dasar hukum pengenaan bea materai adalahundang- undang no.13 tahun 1985. undang-undang bea materai

    berlaku mulai tanggal 1januari 1986 menggantikan peraturan danundang-undang bea materaiyanglama(aturanbeamaterai1921).

    d) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dasar hukum pengenaan pajakbumi dan bangunan adalah undang-undang no.12 tahun 1985sebagaimana telah diubah dengan undang-undang no.12 tahun 1994.

    undang-undang PBB berlaku mulai tanggal 1 januari 1986 dan

    merupakanpengganti.

    e) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)dasar hukum pengenaan bea perolehan hak atas tanah danbangunan adalah undang-undang no.21 tahun 1997 sebagaimana

    telah diubah terakhir dengan undang-undang no.20 tahun 2000.

    undang-undang BPHTB berlaku sejak tanggal 1 januari 1998menggantikan Ordonansi bea balik nama staasblad1924No.291.

    2. Pajak Daerah

    Dasar hokum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah

    undang-undang no.18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah

    sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.34 tahun 2000.

    Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

    1. Pajak propinsi, terdiri dari:

    a. Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air.

    b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

    c. Pajakbahan bakar kendaraanbermotor.

    d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan airpermukaan.

    2. Pajak kabupaten/kota; terdiri dari:a. Pajak Hotel.b. Pajak Restoran.

    c. Pajak Hiburan

    d. Pajak Reklamee. Pajak Penerangan Jalan.

    f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan Cg. Pajak Parkir

    h. Pajak lain-lain.

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    12/29

    2.1.4 Pajak Daerah

    2.1.4.1 Pengertian Pajak Daerah

    Menurut UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor

    18 tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi DaerahPajak daerah adalah iuran wajib yang dialihkan oleh orang

    pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbala langsung yang

    seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untukmembiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah

    danpembangunan daerah.

    2.1.4.2 Jenis-Jenis Pajak Daerah

    Sesuai dengan pembagian administrasi daerah, maka pajak daerahdapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu:

    A. Pajak Daerah Tingkat I atau Pajak Propinsi, terdiri dari :a. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu

    pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaaan kendaraan

    bermotor dan kendaraan diatas air.

    b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air,yaitu pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotordan kendaraan di atas air sebagai akibat dari perjanjian dua

    pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi

    karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau

    pemasukan ke dalam badan usaha.c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, yaitu pajak atas bahan

    bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk

    kendaran bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk

    kendaraan di atas air.

    d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan

    air permukaan, yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatanair di bawah tanah dan/atau air permukaan untuk digunakan

    bagi orang pribadi atau bada, kecuali untuk keperluan dasar

    rumah tangga dan pertanian rakyat.

    B. Pajak Daerah Tingkat II atau Pajak Kabupaten/Kotaa. Pajak Hotel

    Adalah pajak atas pelayanan Hotel. Hotel adalah bangunanyang khusus disediakan bagi orang-orang untuk dapat

    menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan ataufasilitas lain dengan dipungut bayaran termasuk bangunan

    lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki pihak yang sama,

    kecuali untukpertokoan danperkantoran.

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    13/29

    b. Pajak Restoran

    Adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat

    menyantap makanan dan atau minuman yang disediakandengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga/catering.

    c. Pajak HiburanAdalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan

    adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, ketangkasan,

    dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yangditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut

    bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah

    raga.

    d. Pajak ReklameAdalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah

    benda, alat perbuatan, atau media yang menurut bentuk

    dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakanuntuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji suatu

    barang, jasa atau orang, ataupun untuk mencari perhatian

    umum kepada suatu barang, jasa atau orang yangditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengarkan

    dari suatu tempat umum kecuali yang diperlukan oleh

    pemerintah.

    e. Pajak peneranganjalanAdalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan

    ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia

    penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintahdaerah.

    f. Pajak Pengambilan dan pengolahan bahan galian GolonganCadalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian

    Golongan C sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan yangberlaku

    g. Pajak Parkir

    Tempat parkir adalah tempat parkir diluar badan jalan yangdisediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang

    disediakanberkaitan dengan pokok usaha maupun yangdisediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaantempat penitipan kendaran bermotor dan garasi

    kendaraan bermotor yang memungutbayaran.

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    14/29

    2.1.4.3 Sistem Pemungutan Pajak Daerah

    1. Sistem OfficialAssessmentPemungutan pajak daerah berdasarkan penetapan kepala

    daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah

    (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Pajaksetelah menerima SKPD atau dokumen lain yang dipersamakantinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak

    Daerah (SSPD) pada kantor pos atau bank persepsi. Jika Wajib

    Pajak tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunakanSurat Tagihan Pajak Daerah.

    2. Sistem SelfAssessment

    Wajib Pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri

    pajak daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan adalahSurat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD adalah

    formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayaran danmelaporkan pajak yang terutang. Jika wajib pajak tidak ataukurang membayar atau terdapat salah hitung atau salah tulis

    dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat Tagihan

    Pajak Daerah (STPD).

    Selain memungut pajak, Pemerintah daerah juga bisa memungut

    retribusi. Adapun yang dimaksud retribusi menurut Undang-undang No. 34

    Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: RetribusiDaerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai

    pembayaran atas jasa atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk

    kepentingan orang pribadi atau badan.

    Seperti pajak, retribusi juga ditetapkan dengan peraturan daerah.Retribusi dipungut dengan menggunakan surat keterangan retribusi daerah

    atau dokumen lain yang dipersamakan. Berdasarkan hal tersebut diatas

    maka seharusnya masyarakat menyadari bahwa tujuan pemungutan pajak dan

    retribusi adalah untuk pembangunan daerahdan untuk lebihmenegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan daerah, sebab

    kemungkinan pada dasarnya akan lebih menjamin ketahanandaerah khususnya

    ketahanan dibidang ekonomi.

    Kesadaran yang tinggi dalam melakukan pembayaran pajak akan

    menjadikan pembangunan dapat lebih digiatkan lagi, sebaliknyaapabila masyarakat menyadari maka penerimaan atau pemasukan uang akan

    berkurang, dengan sedirinya pembangunan kurang lancar. Demikian pula

    penerimaan pendapatan yang dikelola oleh pemerintah terutama pajakdaerah seluruhnya untuk kepentingan daerah sendiri dan untuk melaksanakan

    pembangunan daerah.

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    15/29

    2.1.5 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

    Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakanterhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun

    1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan

    Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.PBB adalah pajak yang bersifat

    kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objekyaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar)

    tidak ikut menentukan besarnya pajak.

    2.1.6 Objek PBB

    Objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan:

    Bumi:

    Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman

    serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan,tambang,dll.

    Bangunan :

    Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan

    atau perairan.

    Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusatperbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain

    yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll

    2.1.7 Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB

    Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :

    1.Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah,

    sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan

    untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah,sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain,

    2.Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.

    3.Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah

    penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebanisuatu hak.

    4.Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.5.Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan

    oleh Menteri Keuangan.

    2.1.8 Subjek Pajak dan Wajib PajakSubyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    16/29

    - mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;

    - memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;

    - memiliki bangunan, dan atau;- menguasai bangunan, dan atau;

    - memperoleh manfaat atas bangunan.

    Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

    2.1.9. Cara Mendaftarkan Objek PBB

    Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan ObjekPajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP

    PBB), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau

    Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayahkerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat

    Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP Pratama, KP PBB,

    KP2KP atau KP4 setempat.

    2.1.10 Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

    NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan

    mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan:a.Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;

    b.perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan

    fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;c.nilai perolehan baru;

    d.penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

    2.1.1 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

    NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kenapajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya

    Rp12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut:

    a.Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam

    satu Tahun Pajak.b.Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan

    pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak

    bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

    2.1.12 Dasar Penghitungan PBB

    Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).Besarnya NJKP

    adalah sebagai berikut;

    Objek pajak perkebunan adalah 40% Objek pajak kehutanan adalah 40%

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    17/29

    Objek pajak pertambangan adalah 20%

    Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):

    - apabila NJOP-nya > Rp. l .000.000.000,00 adalah 40%

    - apabila NJOP-nya

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    18/29

    2.1.14 Penelitian Terdahulu

    Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan denganpenelitian ini.Terdapat satupenelitian terdahulu yang dijadijkan bahan acuan

    dalam penulisan karya ilmiah ini.

    Tri Mayulia (2009), penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klaten danbertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

    penerimaan pajak bumi dan bangunan daerah, menganalisis elastisitasmasing-masing faktor dan memformulasikan upaya penggalian pajak

    daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak daerah. Alat

    analisis yang digunakan adalah regresiberganda dengan metode OrdinaryLeast Square (OLS) dari fungsi masing-masing jenis penerimaan pajak daerah

    yang diamati, yaitu : Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Bumi dan Bangunan,

    dan total Pajak Daerah dengan menggunakan data sekunder tahun 2003-2007.Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh

    kuat terhadap penerimaan pajak di Kabupaten Klaten adalah : (1) jumlah

    penduduk, (2) jumlah bangunan, (3) pendapatan perkapita, (4) jumlahpetugas pajak, dan (5) jumlah wisatawan. Hal ini memberikan implikasi

    bahwa dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak daerah perlu

    dilakukan upaya, antara lain : (1) peningkatan pendapatan perkapita melaui

    berbagai kebijakan pembangunan, (3) upaya menarik wisatawan untukberkunjung di Kabupaten Klaten, dan (4) penataan bangunan dan

    penyusunan perda. Limitasi studi yang perlu diketengahkan antara lain

    bahwa model dikembangkan dari suatu studi terdahulu dengan variabel yangterbatas, karena terbatasnya ketersediaan data jumlah observasi terbatas pada

    N=21, sifat studi ini relatif kuantitatif sehingga fenomena yang sifatnya

    kualitatif belum dapat diakomodasi dalam model.

    3. Kerangka Pemikiran

    Dengan ditetapkannya UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU

    No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

    maka pemerintah kabupaten/kota dituntut untuk meningkatkan kemampuan dalammerencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan sumber-sumber keuangan sendiri

    sesuai dengan potensi yang dimiliki keuangan daerahnya. Hal ini disebabkan pemerintahdaerah harus mengelola keuangan daerahnya sendiri dengan meningkatkan penerimaan

    daerahnya untuk dapat membiayai pengeluaran atau belanja daerah secara efektif danefisien.

    Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan dan

    pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya. Untuk mewujudkan tugasnya tersebut makapemerintah daerah harus memiliki sumber keuangan yang cukup dan memadai kerena

    untuk pelaksanaan pembangunan daerah itu diperlukan biaya yang tidak sedikit. Salah

    satu sumber keuangan untuk penyelenggaraan pembangunan daerah tersebut adalah daridana perimbangan yang mana salah satunya merupakan dana bagi hasil pajak yang

    bersumber dari pajak bumi dan bangunan (PBB).

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    19/29

    Pengertian yang terkandung dalam pajak bumi dan bangunan menurut Undang-Undang

    Nomor 12 Tahun 1985 adalah sebagai berikut: Bumi adalah permukaan bumi dan

    tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairanpedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.

    Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah

    dan atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan.

    PBB merupakan pajak pusat karena dalam APBN termasuk dalam dana

    perimbangan. PBB juga merupakan azas pembantuan karena dana bagi hasil daripenerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan rincian sebagai berikut

    16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening kas

    umum daerah provinsi, 64,8% untuk daerah kabupaten; kota yang bersangkutan dandisalurkan ke rekening kas umum daerah kabupaten kota, 9% untuk biaya

    pemungutan. Sedangkan sisa 10% bagian pemerintah yang dibagikan kepada seluruh

    kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran

    berjalan dengan imbangan sebagai berikut: 6,5% dibagikan secara merata kepada

    seluruh daerah kabupaten kota, dan 3,5% dibagikan secara intensif kepada daerahkabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai atau melampaui rencanapenerimaan sektor tertentu.

    Nominal 64,8% ini memiliki kontribusi yang cukup besarbagi pendapatan daerah.Wajib pajak menyetorkan PBB pada suatu badan yang ditunjuk oleh pemerintah untukkemudian dikelola lebih lanjut oleh kantor pajak bumi dan bangunan (KPBB).

    Instansi ini bertanggung jawab pada pemerintah pusat. Sedangkan pengertianpendapatan daerah menurut ketentuan umum Undang-Undang No.32 Tahun 2004 pasal 1

    poin 15 tentang pemerintahan daerah adalah: Pendapatan daerah adalah semua hakdaerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun

    anggaran yang bersangkutan.

    Pendapatan daerah bersumber dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan

    dan lain-lain pendapatan yang sah. Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang

    bersumber dari APBN yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dandana alokasi khusus. Dana bagi hasil terdiri bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

    Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea

    perolehan atas hak tanah dan bangunan (BPHTB). Dan pajak penghasilan (PPh) pasal25 dan 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh pasal 21.

    Dalam penelitian ini akan dibahas pajak bumi dan bangunan yang menitikberatkan

    efektivitas dan kontribusinya terhadap pendapatan daerah. Dalam hal ini pajak bumi danbangunan merupakan faktor yang mempengaruhi untuk membantu daerah dalam mendanai

    kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan

    pemerintah antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaanpemerintah antar daerah.

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    20/29

    3.1 Bagan

    Gambar 2.1

    Kerangka Pemikiran

    Basis Pajak Bumi dan Bangunan X Tarif Pajak

    Potensi Penerimaan Pajak

    Bumi dan Bangunan

    Realisasi Penerimaan Pajak

    Bumi dan Bangunan

    Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan

    Peningkatan Pajak Daerah

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    21/29

    3.2 Model Penelitian

    Pendekatan yang digunak

    deskriptif.

    Metode deskriptif adalah

    variabel mandiri, baik saperbandingan, atau menghubu

    Alasan penulis menggun

    membuat deskripsi, gambara

    akurat mengenai fakta-fa

    yang penulis peroleh dis

    kesimpulan.

    3.2.1 Teknik Pengu

    Teknik pengu

    keperluan penelitianpertanyaan penelitia

    digunakan adalah tel

    dokumen-dokumen yPendapatan Daerah, d

    3.2.2 Teknik Analisi

    Berdasarkan m

    deskriptif, maka untu

    menghitung data-dat

    dengan datakualitatifserta menyertai da

    kualitatif untuk mem

    kesimpulan dari pen

    datanya adalahsebagai1. Membuat tabel

    dan realisasi pene2. Menghitung poten

    Dimana: Y = jumlah p

    3. Menyusun tabelpenerimaan dan po

    4. Rumus yang digu

    Dengan asumsi

    an dalam penelitian ini adalah mengguna

    penelitian yang dilakukan untuk meng

    u variabel atau lebih (independent) tanngkan dengan variabel lain (Sugiono, 2002:1

    kan metode ini karena tujuan metode ini a

    serta lukisan secara sistematis, fa

    kta, sifat-sifat antar fenomena yang dis

    sun, dijelaskan, dianalisis dan akhirny

    pulan Data

    pulan data merupakan suatu proses pen dimana data yang terkumpul adal

    yang telah dirumuskan. Sedangkan te

    aah dokumen dilakukan dengan cara

    ang berkaitan dengan penelitian ini

    an data-data penerimaan pajak bumi dan ban

    Data

    tode yang digunakan dalam penelitian in

    menganalisis data yang telah terkumpul,

    yang berbentuk kuantitatif (angka-angk

    ntuk menginterprestasikan hasil data p melengkapi gambaran yang diperoleh

    cahkan masalah yang diteliti yang akhir

    olahan data tersebut. Adapun langkah-la

    berikut:

    penerimaan pajak bumi dan bangunan

    rimaan pendapatan daerah kota Bandung tasi PBB tahun 2002-2008 dengan mengguna

    embayaran yang diterima untuk PBB

    analisis efektivitasPBB yaitu perbandinga tensi PBB pada tahun 2002-2008.

    akan dalam menghitung tingkat efektivi

    sebagai berikut:

    an metode

    tahui nilai

    a membuat1).

    dalah untuk

    tual dan

    lidiki. Data

    a diperoleh

    adaan data untuk

    h untuk mengujinik yang akan

    mengumpulkan

    yaitu data-data

    gunan

    yaitu metode

    data diolah dengan

    a) dan dinyatakan

    rhitungan tersebutdari analisis data

    nya akan menarik

    gkah pengolahan

    tahun 2002-2008,

    un 2002-2008.kan rumus

    n antara

    as PBB adalah:

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    22/29

    Ta

    Sumber: Depda

    5. Menyusun t

    dari tahun 2002

    penerimaan pendapertumbuhan d

    digunakan rumus s

    Keterangan:

    Gx = laju pertu

    penerimaan pendapat

    X(t-1)= realisasi pene

    sebelumnya

    6. Menyusun tab

    Daerah.Untuk me

    untuk mengklasifikadigunakan rumus

    Persentase Criteria

    > 100% Sangat Efektif

    90-100% Efektif

    80-90% Cukup Efektif

    60-80% Kurang Efektif

    < 60% Tidak Efektif

    Tabel 3bel Interpretasi Nilai Efektivitas

    ri, KepmendagriNo.690.900.327 ( dalam Yuni Mari

    bel laju pertumbuhan pendapatan daer

    -2008, sehingga dapat diketahui tingk

    patan daerah Kota Bandung. Adapun unturi penerimaan pendapatan daerah

    ebagai berikut:

    buhan pendapatan daerah Kota Bandung pe

    an daerah Kota Bandung tertentu

    rimaan pendapatan daerah Kota Ba

    el analisis kontribusi realisasi PBB terngetahui bagaimana danseberapa besar kosikan kriteria kontribusi PBB terhadapsebagai berikut:

    (Abdul Halim, 2004: 163)

    na,2005)

    ah Kota Bandung

    t perkembangan

    menghitung lajuKota Bandung

    rtahun Xt=Realisasi

    dung pada tahun

    adap Pendapatan

    tribusi PBB, makaendapatan Daerah

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    23/29

    Presentase Kriteria

    0,00%-10% Sangat Kurang

    10,10%-20% Kurang

    20,10%-30% Sedang

    30,10%-40% Cukup Baik

    40,10%-50% Baik

    Diatas 50% Sangat Baik

    Persentase

    Klasifikasi Kriteria Kontribusi

    Sumber : Tim Litbang Depdagri-FisipolUGM 1991 (dalam Yuni Mariana, 2005)

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Deskripsi Data Variabel X

    454035302520151050

    2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008Tahun

    Gambar 1

    Laju Pertumbuhan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Bandung Tahun 2002-2008

    Dari tahun 2002 sampai dengan 2008 realisasi pajak bumi dan bangunan

    mengalami peningkatan, meskipun pada tahun 2002, 2003, 2007,dan 2008 penerimaan

    pajak bumi dan bangunan tidak mencapai target yang telah ditentukan. Pada tahun

    2002 sampai dengan tahun 2008 laju pertumbuhanpajak bumi dan bangunan rata-ratamencapai 28,66%. Dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan pajak bumi dan bangunan

    kota bandungmengalami kenaikan terbesarpada tahun 2004, dengan persentasesebesar 30,15%. Hal ini disebabkan pada tahun 2004 jumlah WP yang membayar

    pajak bumi dan bangunan mengalami peningkatan sehingga perolehan pajak bumi

    dan bangunan melebihi target yang telah ditentukan.

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    24/29

    Gambar 2

    Efektivitas Pajak Bumi dan

    Dampak dari kenaika

    realisasi penerimaan pajak bitu, realisasi pajak bumi da

    bawah rata-rata sedangkan

    penerimaan pajak bumi danb

    Dari tahun ke tahu

    Dimana rata-rata pertahun m

    terjadi pada tahun 2008 sebe

    2002 sebesar Rp 843.811.9

    simpangan pada pendapatan d

    Realisasi Pendapatan Daer Dapat diketahui bahw

    2002 sampai 2008 yang

    berasal dari dana al

    pusat lebih domina

    PembahasanPerhitungan efektivita

    realisasi pemungutan pajak b

    bangunan. Dari perhitungan

    2002 dan 2003 tingkat efek

    dengan kriteria cukup ef

    bangunan yang tidak jelas obj

    target pajak bumi dan bang

    Pada tahun 2004 sam

    mengalami peningkatan sebe

    sangat efektif, sedangkan pa

    mengalami penurunan

    tahun 2008 penerimaan paja

    adanya transisi administrasi peperusahaan- perusahaan besa

    BangunanmKota Bandung Tahun 2002-2

    n pada tahun2004 mengakibatkan pening

    umi dan bangunan menjadi Rp 80.434.890.bangunan tahun 2003 dan 2005 masi

    untuk tahun 2006 sampai dengan tahun 20

    angunan berada diatas rata-rata

    pendapatan daerah kota Bandung mengal

    ncapai Rp 1.307.061.617.446,00. Pendapata

    ar Rp 2.018.841.349.189,00 dan yang terke

    9.467,07. selama periode tahun 2002 sampai

    aerah sebesar Rp 358.353.028.500.00.

    h KotaBandung Tahun 2002-2008penyumbang total pendapatan daerah K

    terbesar berasal dari dana perimbangan khu

    kasi umum, hal ini menunjukan bahwa t

    dibandingkan dengan pendapatan asli

    berdasarkan target dilakukan dengan ca

    umi dan bangunan dengan target pemungu

    menggunakan sistem target ini, dapat

    tivitas pajak bumi dan bangunan sebesar 8

    ktif, hal ini disebabkan masih ada tagih

    ek pajaknya dan penetapan pajak yang terlal

    unan kota Bandung tidak tercapai.

    ai dengan 2006 penerimaan pajak bumi

    ar 104.42%,105.49%, dan 117.08%

    a tahun 2007 penerimaan pajak bumi

    dari tahun sebelumnya yaitu sebesar

    k bumi dan bangunan kembali mengalami

    mbayaran pajak bumi dan bangunan danr yang terimbas krisis keuangan global

    08

    atan rata-rata

    877.Sementaraberada di

    8 realisasi

    mi peningkatan.

    n daerah terbesar

    il pada tahun

    2008 terdapat

    ta Bandung tahun

    susnya dana yang

    ransfer pemerintah

    daerah.

    a membandingkan

    an pajak bumi dan

    dilihat pada tahun

    ,29% dan 84,42%

    an pajak bumi dan

    u tinggi, sehingga

    dan bangunan

    dengan kriteria

    dan bangunan

    103,12%. Pada

    enurunan, karena

    adanyatunggakan

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    25/29

    Berdasarkan hasil analisis efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan,

    dapatdisimpulkan bahwa Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung telah berhasil dalam

    realisasi pajak bumi dan bangunan sesuai atau lebih dari target pajak bumi dan

    bangunan yang telah ditentukan.

    Selain itu dapat diketahui laju pertumbuhan pendapatan daerah pada

    tahun 2002sampai dengan 2008, mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun2002 sampai dengan 2004 laju pertumbuhan pendapatan daerah mengalami kenaikan,

    tahun 2002 realisasi pendapatan daerah sebesar Rp 843.811.909.467,07 menjadi Rp961.568.767.564,50 pada tahun 2003 dengan persentasi 13,96%. Tahun 2004 realisasi

    sebesar Rp 1.118.761.646.228,75 dengan laju pertumbuhan 16,35%, kenaikan

    tersebut diakibatkan sumber-sumber pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah mengalami kenaikan. Hal tersebut dapat meningkatkan laju

    pertumbuhan pendapatan daerah. Pada tahun 2005 laju pertumbuhan pendapatan

    mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu hanya sebesar 0,39%. Hal

    tersebut dikarenakan sumber-sumber pendapatan daerah tidak mengalami kenaikan yang

    cukup berarti.

    Tahun 2006, lajupertumbuhan pendapatan daerah mengalami kenaikan terbesardibandingkan tahun-tahun sebelumnya dengan persentase 24,45%. Laju pertumbuhan

    pendapatan daerah kembali mengalami penurunan pada tahun 2007 dan 2008 dengan

    persentase masing-masing sebesar 20,59% dan 19,76%.

    Berdasarkan analisis laju pertumbuhan pendapatan daerah dapat disimpulkanbahwa laju pertumbuhan pendapatan daerah terendah terjadi pada tahun 2004 denganpersentase sebesar 0,39% sedangkan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2006dengan persentase sebesar 24,45%

    Dengan diberlakukannya UU PDRB yang disetujui DPR bulan agustus tahun

    2009, terdapat penambahan empat jenis pajak daerah, yaitu rokok di tingkat

    provinsi dan tiga jenispajak kabupaten/kota, yaitu PBB Pedesaan dan Perkotaan, Bea

    Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Sarang Burung Walet. Dengan adanya

    penambahan jenis pajak daerah diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah.

    Untuk menghitung kontribusi pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah

    adalah dengan cara membandingkan realisasi pajak bumi dan bangunan dengan realisasi

    pendapatan daerah. Tingkat kontribusi pajak bumi dan bangunan dari tahun 2002 sampai

    dengan 2008 selalu mengalami fluktuasi, danberada pada Kriteria sangat kurang.

    Dari hasil perhitungan ini dapat diketahui bahwa kontribusi terbesar terjadi padatahun 2008 yakni sebesar 7.18% dan terendah pada tahun 2003 yakni sebesar 4.71%sedangkan rata-rata kontribusi pajakbumi dan bangunan adalah sebesar 5.94% yangmenurut kriteria berarti sangatkurang atau rendah. Hal ini dikarenakan pajak bumi dan

    bangunan termasuk dalam dana perimbangan yang merupakan pajak pusat dimana masihterdapat bagian yang harus dibagi dengan pemerintah pusat.

    Selain itu pajak bumi dan bangunan merupakan bagian terkecil dari kelompok dana

    bagi hasil pajak, oleh karena itu kontribusi pajak bumi dan bangunan terhadap

    pendapatan daerah termasuk dalam kategori kurang efektif. Padahal jika dilihat dari

    penerimaan pendapatan daerah, kontribusi terbesar penyumbang total pendapatan daerah

    berasal dari dana perimbangan. Dengan kata lain seharusnya sumbangan atau

    manfaat yang diberikan oleh pajak bumi dan bangunan kota Bandung terhadap pendapatandaerah mencapai kriteria baik atau sangat baik. Akan tetapi berdasarkan hasil analisis,

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    26/29

    kontribusi pajakbumi dan bangunan kota Bandung terhadap pendapatan daerah masukdalam kriteria sangat kurang dengan persentase rata-rata hanya mencapai 5,94% pertahun.

    Jika dibandingkan kontribusi pajak bumi dan bangunan dengan sumber PAD,

    kontribusi pajak bumi dan bangunan merupakan kontribusi yang tertinggi, hal ini

    dapat dilihat dari hasil penelitian sebelumnya (Trisma, 2008) menunjukkan rata-rata

    kontribusi retribusi pasar terhadap PAD pada tahun 2001 sampai dengan 2006 sebesar

    2,07% dan masuk dalam kategori sangat kurang

    Sebagai komparasi, kontribusi pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan

    daerah di kota Cirebon Tahun 2007 sebesar 3,90% yang artinya masih kurang

    (Nurwulan,2008). Maka dapat disimpulkan kontribusi pajak bumi dan bangunan terhadap

    pendapatan daerah Kota Bandung masih yang tertinggi diantara sumber-sumber PAD

    lainnya.

    Dengan diberlakukannya UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan

    retribusi daerah (UUPDRB) membawa perubahan yang cukup signifikan khususnya

    pada sektor pajak bumi dan bangunan (PBB). Pajak bumi dan bangunan yang selamaini pengaturannya dilakukan dalam UU Nomor 12 tahun 1994 dengan diberlakukannya UUPDRD menjadibagian dari pajak daerah khususnya untuk pajakbumi dan bangunan sektor

    pedesaan dan perkotaan.

    Dari segi substansi pajak, pada hakikatnya kewenangan pemajakan atas

    tanah dan bangunan merupakan hak dari pemerintah daerah dimana tanah dan

    bangunan tersebut berada atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hak

    pemajakan PBB sektor perdesaan dan perkotaaan sejatinya berada pada pemerintahdaerahbukan pada pemerintah pusat.

    Hal ini pun sudah disadari dan dipahami dengan sangat baik bolehpemerintah pusat dimana sebagian besar hasil pungutan PBB (bukan hanya sektorperdesaan dan perkotaan) dikembalikan lagi ke daerah (baik daerah tempat objek berada

    maupun daerah lainnya secara merata) melalui mekanisme Dana Bagi Hasil Pajak

    (DBH Pajak) dalam APBN. Bahkan,9% penerimaan PBB yang merupakan biaya pungut

    sebagian besar juga kembali disalurkan ke daerah. Sehingga dapat dikatakanbahwameskipun mekanisme pemungutan PBB sebelum pemberlakuan UU PDRD berada di

    tangan pemerintah pusat, namun hasil pungutannya kembali disalurkan ke daerah melalui

    mekanisme APBN (DBH Pajak) (Eka, 2010)

    Kebijakan mengalihkan kewenangan pemajakan PBB sektor perdesaan dan

    perkotaan kepada pemerintah daerah dapat dikatakan seperti pedang bermata dua.

    Di satu sisi kebijakan ini dapat membawa kebaikan namun di sisi lain apabila

    pemda tidak mampu mengelola dengan baik maka kebijakan ini justru dapat

    membawa keburukan.

    Sisi positif utama kebijakan ini adalah potensi kenaikan pendapatan

    daerah. Sebagaimana diketahui, pendapatan daerah terdiri atas tiga komponen yaitupendapatan asli daerah (PAD), pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan yang sah.

    Sebelum pemberlakuan UU PDRD maka bagi hasil PBB dari pemerintah pusat

    diklasifikasikan dalam pendapatan transferpada subbagian transfer pemerintah pusat-danaperimbangan.

    Setelah menjadi pajak daerah maka seluruh penerimaannya akan menjadi

    bagian dari PAD. Dengan kata lain perubahan status menjadi pajak daerahmembawa konsekuensi pada reklasifikasi penggolongannya pada laporan realisasi

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    27/29

    anggaran pemda, sehingga kenaikan pendapatan daerah secara keseluruhan

    hanya bisa terjadi jika penerimaan PBB sektor perdesaan dan perkotaan sebagai pajak

    daerah melebihi penerimaan dana bagi hasil PBB sektor perdesaan dan perkotaan

    sebelum pemberlakuan UU PDRD.

    Namun terlepas dari potensi besarnya untuk menaikkan pendapatan daerah maka

    terselip juga resiko inherentberupa hal sebaliknya yaitu justru menimbulkan

    penurunan pendapatan daerah. Hal ini utamanya didorong karena ketidaksiapan

    infrastruktur pemda untuk mengeksekusi kewenangannya memajaki PBB sektor perdesaan

    dan perkotaan.

    Probabilitas resiko ini menjadi semakin besar manakala pengalihan kewenangan tidak

    disertai dengan perubahan paradigma berpikir karena selama ini praktis daerah

    langsung menikmati dana bagi hasil pajak tanpa upaya pemungutan karena

    dilakukan pemerintah pusat. Waktu yang diberikan oleh UU PDRD sampai awal 2014

    harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk penyiapan infrastruktur yang diperlukandan yang lebih penting harus ada knowledge transfer dari pemerintah pusat ke

    pemerintah daerah.

    4. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun

    berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk

    pernyataan yang menguhubungkan dua variabel atau lebih (J. Supranto, 1997). Setelah

    adanya kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

    Ho = Tingkat Efektivitas Penerimaan Pajak bumi dan bangunan Tahun 2002 sampai

    dengan 2008 berdasarkan target. didapatkan nilai tertinggi pada tahun 2006 dengankriteria sangat efektif

    H1 = Tingkat Efektivitas Penerimaan Pajak bumi dan bangunan berpengaruh positif dan

    signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang di ukur melalui PAD di kota Bandung

    5. Daftar Pustaka

    Abdul Halim, (2004). Manajemen KeuangannDaerah, Yogyakarta:UPP AMP YKPN

    Anastasia Diana. Dan Lilis Setiawati, (2009).Perpajakan Indonesia, Yogyakarta:Andi

    Bambang Supomo dan Nur Indriantoro. (2002). Metode Penelitian Bisnis. Yogyakatra:

    Andi

    Darwin, (2009). Pajak Bumi dan Bangunan,Jakarta: Mitra Wacana Media

    Dinas Pendapatan Kota Bandung. (2009).Pajak Bumi dan Bangunan. Bandung: DinasPendapatan Kota Bandung.

    Dinas Pendapatan Kota Bandung. (2008).Dispenda dalam Angka. Bandung: DinasPendapatan Kota Bandung

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    28/29

    I Wayan (2008). Analisis Kontribusi PajakBumi danBangunan TerhadapPemerintahan

    Daerah. Yogyakarta

    Kurniawan, Panca dan Agus Purwanto, (2006). Pajak Daerah dan RetribusiDaerah

    di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing

    Mardiasmo. (2002).Akuntansi Sektor Publik.Yogyakarta: Penerbit: Andi.

    Mardiasmo, (2003). Perpajakan, Yogyakarta:Andi

    Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun2005 tentang pengelolaan keuangan daerah.

    Peraturan Menteri dalam negeri nomor 59tahun 2007 tentang perubahan peraturan menteri

    dalam negeri nomor13 tahun 2006 tentang pedomanpengelolaan keuangan daerah.PERMENDAGRI No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

    Siahaan, Marihot P, (2009). Pajak Bumi danBangunan di Indonesia,Yogyakarta:Graha

    Ilmu.

    Siti Kurnia, (2009). Perpajakan. Yogyakarta: Graha Ilmu Sugiono.(2001). Metode

    Penelitian Bisnis.Bandung: Alfabeta

    Sudjana. (1999). Statistik Untuk Ekonomi danNiaga II. Bandung: Tarsito

    Suharsimi Arikunto. (2006).ProsedurPenelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004, tentang Perimbangan KeuanganAntara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

    Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. (2003).Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

    Yahya (2009).Analisis EfektivitasPemungutan Pajak Reklame dan PADterhadap

    Kemandirian Daerah Kota Bandung.Bandung: Fakultas Pendidikan Ekonomi dan BisnisUniversitas Pendidikan Indonesia

  • 5/25/2018 Potensi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi Kasus Kota Bandung

    29/29

    6. Ucapan Terima Kasih

    Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari dukungan dan

    bantuan yang diberikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-

    besarnya kepada:

    1.Allah SWT yang selalu memberikan nikmat dan rahmatnya kepada penulis sehinggapenulus dapat menyelesaikan makalah ini.

    2.Bpk. Tony S. Chendrawan S.T, S.E, M.Si, selaku dosen mata kuliah EkonomiWilayah dan Perkotaan yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam

    menyelesaikan makalah ini.

    3.Kedua orangtua, yang telah banyak memberikan dukungan moral, materil serta doauntuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

    4.Teman teman IESP angkatan 2009 dan semua pihak yang tidak dapat penulissebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan saran serta pendapatnya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.