potensi dan persoalan lkmsbmt bagi penguatan ukm dalam kerangka keadilan if ekonomi islam, euis...

45
POTENSI DAN PERSOALAN LKMS/BMT BAGI PENGUATAN UKM DALAM KERANGKA KEADILAN DISTRIBUTIF EKONOMI ISLAM (Studi LKMS/BMT di 6 Kota Pulau Jawa) OLEH: EUIS AMALIA 1 A. Distribusi dalam Ekonomi Islam Dalam perspektif ekonomi Islami, munculnya konsep pemikiran tentang keadilan distributif dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa teori-teori ekonomi yang telah ada tidak mampu mewujudkan ekonomi global yang berkeadilan dan berkeadaban. Yang terjadi justru dikotomi antara kepentingan individu, masyarakat dan negara dan hubungan antar negara. Selain itu teori ekonomi yang ada tidak mampu menyelesaikan masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Juga tidak mampu menyelaraskan hubungan antar regional di suatu negara, antara negara-negara di dunia, terutama antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang dan negara-negara terbelakang. Lebih parah lagi adalah terlalaikannya pelestarian sumber daya alam. 2 Lebih lanjut Sarkaniputra (2004) mengatakan bahwa teori, model dan sistem ekonomi kapitalis yang sekarang berlangsung dijadikan alat oleh negara-negara kaya (maju) untuk memperkaya negaranya sendiri dengan cara mengeksploitasi kekayaan alam negara-negara berkembang dan terbelakang melalui investasi dan bunga pinjaman. 3 Investasi tersebut secara internasional dikuasai oleh Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (IMF). Keterpurukan negara-negara berkembang saat ini adalah akibat dari itu semua. program-program pendanaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan internasional tidak dimaksudkan untuk menolong negara dunia ketiga tetapi lebih pada upaya pemiskinan dan menjebak dalam lingkaran setan kemiskinan. Jhon Perkins dan kelompoknya mengaku dirinya sebagai bagian 1 Euis Amalia, Dosen Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum dan Ketua Program Studi Ekonomi Islam (Muamalat) FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2008. 2 Murasa Sarkaniputra, Adil dan Ihsan dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Jakarta: P3EI, 2004), h. 6. 3 Murasa Sarkaniputra, Adil dan Ihsan dalam Perspektif Ekonomi Islam, h. 7. 1

Upload: jaharuddinhannover

Post on 28-Jul-2015

388 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

POTENSI DAN PERSOALAN LKMS/BMT BAGI PENGUATAN UKM DALAM KERANGKA KEADILAN DISTRIBUTIF EKONOMI ISLAM

(Studi LKMS/BMT di 6 Kota Pulau Jawa)

OLEH: EUIS AMALIA1

A. Distribusi dalam Ekonomi Islam

Dalam perspektif ekonomi Islami, munculnya konsep pemikiran tentang

keadilan distributif dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa teori-teori ekonomi

yang telah ada tidak mampu mewujudkan ekonomi global yang berkeadilan

dan berkeadaban. Yang terjadi justru dikotomi antara kepentingan individu,

masyarakat dan negara dan hubungan antar negara. Selain itu teori ekonomi

yang ada tidak mampu menyelesaikan masalah kemiskinan dan ketimpangan

pendapatan. Juga tidak mampu menyelaraskan hubungan antar regional di

suatu negara, antara negara-negara di dunia, terutama antara negara-negara

maju dan negara-negara berkembang dan negara-negara terbelakang. Lebih

parah lagi adalah terlalaikannya pelestarian sumber daya alam.2

Lebih lanjut Sarkaniputra (2004) mengatakan bahwa teori, model dan

sistem ekonomi kapitalis yang sekarang berlangsung dijadikan alat oleh

negara-negara kaya (maju) untuk memperkaya negaranya sendiri dengan cara

mengeksploitasi kekayaan alam negara-negara berkembang dan terbelakang

melalui investasi dan bunga pinjaman.3 Investasi tersebut secara internasional

dikuasai oleh Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional

(IMF). Keterpurukan negara-negara berkembang saat ini adalah akibat dari itu

semua. program-program pendanaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan

internasional tidak dimaksudkan untuk menolong negara dunia ketiga tetapi

lebih pada upaya pemiskinan dan menjebak dalam lingkaran setan

kemiskinan. Jhon Perkins dan kelompoknya mengaku dirinya sebagai bagian

1 Euis Amalia, Dosen Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum dan Ketua Program

Studi Ekonomi Islam (Muamalat) FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2008. 2 Murasa Sarkaniputra, Adil dan Ihsan dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Jakarta: P3EI,

2004), h. 6. 3 Murasa Sarkaniputra, Adil dan Ihsan dalam Perspektif Ekonomi Islam, h. 7.

1

Page 2: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

dari Economic Hit Man,4 yaitu preman ekonomi yang merusak negara-negara

berkembang melalui lembaga keuangan internasional untuk tunduk pada

kekuasaan Amerika. Hal ini karena karakteristik ekonomi kapitalis adalah

pemaksimalan kepuasan atas keinginan (maximizing the satisfaction of want)

yang didukung oleh asumsi pasar kompetisi sempurna (perfect competition).

Padahal dalam kehidupan praktis yang diperlukan adalah kecukupan akan

kebutuhan (addequaied of need) dan pasar tidak berkompetisi secara sempurna

(market imperfection) yang berasosiasi dengan ketimpangan informasi

(imperfect information).

Islam sangat menjunjung tinggi hak kepemilikan individu atas sesuatu,

namun karena mekanisme kepemilikan tersebut tidak dapat dilakukan oleh

semua individu5, misalnya kententuan penyebutan orang yang berkuasa

(kepemilikan kekuasaan), berkeahlian atau sejenisnya akan mendapatkan

“lebih” sehingga cenderung menghambat pemerataan kesejahteraan, maka

diperlukan sistem yang menjamin terjadinya distribusi atau redistribusi dalam

perekonomian.

Dalam Islam penjaminan kelancaran distribusi ini sudah disistemkan

melalui prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan syariah, misalnya kewajiban

menjalankan mekanisme zakat dan mekanisme jual-beli yang diatur oleh syariah.

☺ ☺

Artinya:

“Wahai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-haknya dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan” (QS Hûd : 85).

4 Jhon Perkins, Confensions of an Economic Hit Man, Penerjemah Hermawan Tirtaatmadja

dan Dwi Karyani, (Jakarta: Abadi Tandur, 2005). 5 Tidak dapat dilakukan oleh semua individu bukan berarti individu tersebut tidak mampu,

tetapi lebih karena alasan kesempatan yang tidak ada atau ketidakberdayaan akibat keadaan lingkungan di luar dirinya, artinya di luar kemampuan tenaga dan fikirannya.

2

Page 3: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Muhammad Anas Zarqa (1995)6 mengatakan, ada beberapa faktor yang

menjadi dasar distribusi (atau redistribusi) yaitu tukar-menukar (exchange),

kebutuhan (need), kekuasaan (power), sistem sosial dan nilai etika (social

system and ethical values). Sejalan dengan prinsip pertukaran (exchange)

antara lain seseorang memperoleh pendapatan yang wajar dan adil sesuai

dengan kinerja dan kontribusi yang diberikan. Distribusi juga didasarkan atas

kebutuhan, seseorang memperoleh upah karena pekerjaannya dibutuhkan oleh

pihak lain. Satu pihak membutuhkan materi untuk dapat memenuhi kebutuhan

keluarga dan pihak lain membutuhkan tenaga kerja sebagai faktor produksi.

Kekuasaan (power) juga berperanan penting dimana seseorang yang memiliki

kekuasaan atau otoritas cenderung mendapatkan lebih banyak karena ada

kemudahan akses. Beberapa kebijakan distribusi dalam sebuah negara juga

seringkali diadopsi dari sistem dan nilai-nilai sosial yang ada, sebagai contoh

yaitu: a) alokasi pendapatan nasional untuk para pendeta dalam suatu

kelompok masyarakat; b) alokasi dana untuk para pejabat publik; c) alokasi

dana untuk institusi sosial; d) kebijakan tentang larangan atas transaksi

barang-barang yang tidak bermanfaat dan lain-lain.7 Anas Zarqa melihat

begitu pentingnya memelihara kelancaran distribusi ini agar tercipta sebuah

kegiatan ekonomi yang dinamis, adil dan produktif.

Lebih lanjut M. Anas Zarqa,8 mengemukakan beberapa prinsip distribusi

dalam ekonomi Islam yaitu: 1) pemenuhan kebutuhan bagi semua makhluk; 2)

menimbulkan efek positif bagi pemberi itu sendiri misalnya zakat selain dapat

membersihkan diri dan harta muzakki juga meningkatkan keimanan dan

menumbuhkan kebiasaan berbagai dengan orang lain; 3) menciptakan kebaikan

di antara semua orang antara yang kaya dan miskin; 4) mengurangi kesenjangan

pendapatan dan kekayaan; 5) pemanfaatan lebih baik terhadap sumber daya

alam dan asset tetap; 6) memberikan harapan pada orang lain melalui

pemberian.

6 Muhammad Anas Zarqa, ”Islamic Distributive Scheme”, dalam Munawar Iqbal Distributive Justice and Need Fulfilment in an Islamic Economy, (Islamabad: International Institute of Islamic Economics, 1986), h. 165.

7 Muhammad Anas Zarqa, ”Islamic Distributive Scheme”, dalam Iqbal Distributive Justice and Need, h. 166-167.

8 Muhammad Anas Zarqa, ”Islamic Distributive Scheme” dalam Iqbal Distributive Justice and Need, h. 196-197.

3

Page 4: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Menurut M. Syafi’i Antonio, pada dasarnya Islam memiliki dua sistem

distribusi utama, yakni distribusi secara komersial dan mengikuti mekanisme

pasar serta sistem distribusi yang bertumpu pada aspek keadilan sosial

masyarakat.9 Sistem distribusi pertama, bersifat komersial, berlangsung

melalui proses ekonomi, di antaranya meliputi gaji bagi para pekerja, biaya

sewa tanah serta alat produksi lainnya; profit atau keuntungan untuk pihak

yang menjalankan usaha atau yang melakukan perdagangan melalui

mekanisme mudarabah maupun profit sharing (bagi hasil) untuk modal dana

melalui mekanisme musyarakah. Perbedaannya dengan sistem kapitalis adalah

tidak adanya unsur interest atau bunga sebagai imbalan uang dan diganti

dengan bagi hasil.

Adapun sistem yang kedua, berdimensi sosial, Islam menciptakannya

untuk memastikan keseimbangan pendapatan di masyarakat. Mengingat tidak

semua orang mampu terlibat dalam proses ekonomi karena yatim piatu atau

jompo dan cacat tubuh, Islam memastikan distribusi bagi mereka dalam

bentuk zakat, infak dan shadaqah.

Keindahan lain sistem distribusi Islam adalah warisan. Dengan warisan

Islam ingin memastikan bahwa aset dan kekuatan ekonomi tidak boleh terpusat

pada seseorang saja, betapa pun kayanya seseorang, jika si bapak meninggal

maka anak, isteri, ibu, bapak, kakek dan kerabat lainnya akan kebagian

peninggalannya. Sistem distribusinya pun sudah diatur secara sistematis dan

kompleks dalam disiplin ilmu Faraidh, yang tiada taranya dalam agama atau

sistem ekonomi lain. Untuk memastikan keseimbangan famili dan non famili,

Islam juga melengkapinya dengan wasiat yang boleh diberikan kepada non

famili dengan catatan tidak lebih dari sepertiga, ini pun untuk memproteksi

kepentingan ahli waris juga.

Untuk khalayak umum, Islam memperkenalkan instrumen distribusi lain

yaitu wakaf, yang bentuk dan caranya bisa sangat banyak sekali, dari mulai

gedung, uang tunai, buku, tanah, bahan bangunan, kendaraan, saham, serta

asset-asset produktif lainnya. Berbeda dengan yang lainnya, wakaf tidak

9 M. Syafi’i Antonio, “Konsep Distribusi Islam”, Republika, 5 April 2004.

4

Page 5: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

dibatasi oleh kaya atau miskin atau pertalian darah serta kekerabatan. Wakaf

adalah fasilitas umum yang siapa pun boleh menikmatinya.

Fungsi distribusi dalam aktivitas ekonomi pada hakikatnya untuk

mempertemukan kepentingan konsumen dan produsen dengan tujuan

kemaslahatan umat. Ketika konsumen dan produsen memiliki motif utama

adalah memenuhi kebutuhan maka distribusi sepatutnya melayani kepentingan

ini dan memperlancar segala usaha ke arah motif dan tujuan ini.

Aktivitas usaha distribusi ini kemudian dituntut untuk dapat memenuhi

hak dan kewajiban yang diinginkan oleh syariat bagi konsumen dan produsen.

Dengan kata lain, aktivitas distribusi sebaiknya sejalan dengan motif dan

tujuan utama dari aktivitas produksi dan konsumsi, yaitu pemenuhan

kebutuhan masyarakat luas. Kebutuhan utama adalah kebutuhan dasar atau

pokok yang harus menjadi prioritas utama untuk dipenuhi dari perekonomian

yang dijalankan produsen, konsumen dan distributor. Bahwa pemenuhan

kebutuhan dasar dan penjaminan kelancarannya dalam perekonomian menjadi

faktor penentu kestabilan ekonomi, politik dan sosial dalam kehidupan

manusia.

Di samping faktor penjaminan distribusi yang dilakukan oleh mekanisme

syariah (zakat) serta mekanisme ekonomi (jual beli, reward and effort), peran

pemerintah atau negara juga tidak kalah penting dalam memastikan kelancaran

distribusi ini. Negara dalam hal ini banyak pilihan berupa kebijakan atau

instrumen untuk memastikan bahwa distribusi ini dapat berlangsung.

B. Studi tentang Potensi, Kendala, Peluang dan Tantangan LKMS/BMT dalam perannya bagi Penguatan Usaha Kecil Mikro (UKM)

1. Potensi dan Kekuatan LKMS/BMT bagi UKM

Masalah utama berupa akses permodalan pada UKM ini dapat terjawab

melalui pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Dalam hal ini

adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam bentuk Baitul Mâl

wa at Tamwîl (BMT) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Dengan

pendekatan sistem syariah terbukti LKMS mampu mengatasi sulitnya akses

permodalan yang dihadapi kelompok UKM. Pendekatan feasible dan bukan

5

Page 6: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

bankable dapat diterapkan melalui lembaga ini. Dari hasil penelitian terhadap

25 LKMS dengan 48 orang pengelolanya dan 511 nasabah mitranya, survei

dilakukan di 6 kota di pulau Jawa yaitu: Tangerang, Depok, Jakarta Selatan,

Jakarta Barat, Jakarta Timur, Wonosobo, dan Yogyakarta. Pemilihan ini

dilakukan secara purposif dalam arti dipilih karena pertimbangan-

pertimbangan tertentu dapat dijelaskan bahwa LKMS sangat potensial bagi

penguatan UKM, antara lain:

Pertama, secara finansial menunjukkan asset LKMS di berbgai wilyah terus

mengalami perkembangan. Dari 21 unit yang diteliti terdapat sejumlah BMT

yang memiliki asset di atas 1 milyar rupiah, ada yang berasset hampir 20

milyar rupiah, bahkan ada yang mencapai 40 milyar rupiah dan memberikan

implikasi finansial yang cukup besar bagi penguatan pendanaan UKM.

Tabel 1.1. Sebaran LKMS berdasarkan Asset Tahun 2007

Kelompok Asset (Rp) No. Nama LKMS

Total Aset Tahun 2007

(jutaan) < 500 juta 1 BMT Baitussalam 120,9 2 BMT Cengkareng Syariah Mandiri 392,3 3 BMT Kobeja Barokah 227,8 4 BMT An-Najmiyah 315,0 5 BMT Al-Bina 410,5 500 juta s/d 1 milyar 6 BMT Al-Ittihad 688,5 1 milyar s/d 5 milyar 7 BMT At-Ta'aun 1.963,3 8 BMT At-Taqwa 4.370,9 9 BMT Al-Fath IKMI 2.800,0 10 BMT Daarul Qolam 1.564,8 11 BMT Ubasyadah 1.590,5 12 BMT Husnayain 2.318,7 13 BMT Al-Mujahidin 3.653,8 14 BMT Mitra Lohjinawi 1.862,3 15 BMT Mitra Usaha Insani 2.289,7 16 BMT Al Munawwarah 2.402,0 17 BMT Usaha Mulya 2.200,0 18 BMT Surya Amanah 4.200,0 10 sd 20 milyar 19 BMT Beringinharjo Jogjakarta 19.330,6 > 20 milyar 20 BPR Wakalumi 25.869,0 21 BMT Tamziz 42.873,8 N = 25; Missing Data = 4

6

Page 7: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Kedua, dari survei yang dilakukan terhadap 511 nasabah/ UKM mitra

melalui uji statistik wilcoxon, diperoleh adanya perbedaan secara

siginifikan antara pendapatan dan omset sebelum dan setelah bermitra.

Kemitraan UKM dengan LKMS ini mampu menaikkan secara signifikan

omset rata-rata sebesar 1.417.769,08 rupiah dan pendapatan rata-rata

sebesar 472.328,77 rupiah. Tabel 1.2. Deskriptif Rata-rata Omzet Penjualan UKM Mitra

N Mean Mean Different

Berapa rata-rata omzet penjualan anda sebelum bermitra dengan LKMS?

511 6.635.743,64

Berapa rata-rata omzet penjualan anda setelah bermitra dengan LKMS?

511 8.053.512,72

-1.417.769,08

Tabel 1.3.. Deskriptif Rata-rata Penghasilan UKM Mitra

N Mean Mean Different

Berapa Penghasilan anda sebulan sebelum bermitra dengan LKMS? 511 2.379.315,07

Berapa Penghasilan anda sebulan setelah bermitra dengan LKMS? 511 2.851.643,84

-472.328,77

Hal-hal yang mendorong responden memilih bermitra dengan LKMS

sebagian besar menyatakan karena kemudahan dan kecepatan dalam

proses pencairannya (63,8%), kedua adalah faktor kenyamanan (53%),

kemudian karena pelayanan ramah (50,1%), selanjutnya karena jarak yang

mudah dijangkau (47,2%), biaya administrasi rendah (46,6%), dan

memenuhi kebutuhan (35,1%). Sisanya beralasan karena bagi hasil

tabungan yang tinggi (11,2 %), jaringan yang banyak (6,7%) dan lain-lain

(2%). Suatu hal yang dapat disampaikan dari hasil tinjauan ini adalah

bahwa umumnya motivasi atau kepentingan nasabah berhubungan dengan

LKMS adalah untuk pembiayaan daripada untuk menyimpan.

7

Page 8: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Tabel 1.4 Alasan UKM bermitra dengan LKMS

Jenis Alasan UKM Frekwensi Persen (%) Nyaman 271 53,0 Jarak yang mudah dijangkau 241 47,2 Biaya administrasi rendah 238 46,6 Prosesnya mudah dan cepat 326 63,8 Pelayanan ramah 256 50,1 Memenuhi kebutuhan 179 35,0 Jaringan banyak 34 6,7 Bagi hasil/ margin tabungan tinggi 57 11,2 Lain-lain 10 2,0 N = 511

Adapun hal-hal yang paling tidak sukai responden saat berurusan

dengan lembaga keuangan syariah adalah karena sulit mengurus surat-

surat resmi (21,5%) seperti kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga

(KK) dan surat-surat keterangan dari pejabat setempat sebagai persyaratan

yang diminta oleh LKMS dan terbatasnya jaringan yang dimiliki lembaga

keuangan syariah (19%) dan hal lain adalah pelayanan yang lambat dan

berbelit-belit (12,5%).

Tabel 1.5. Hal yang paling tidak disukai UKM bila berhubungan dengan

Lembaga Keuangan Syariah

Hal-hal yang tidak disukai UKM Frekwensi Persen (%) Urusan surat-surat dan dokumen 110 21,5 Prosedur yang berbelit-belit 63 12,3 Biaya administrasi tinggi 29 5,7 Pelayanan lambat dan berbelit-belit 64 12,5 Pelayanan yang tidak ramah 20 3,9 Tidak punya jaringan yang luas 97 19,0 Tidak konsisten terhadap prinsip syariah 44 8,6 Bagi hasil/ margin tinggi 47 9,2 Lain-lain 28 5,5 N = 511

Selain kemudahan memperoleh pembiayaan, nasabah anggota

LKMS/BMT juga memperoleh pembinaan melalui pengajian (48,5%),

pendampingan masalah pencatatan dan laporan keuangan (24,7%), tetapi

banyak pula yang menjawab tidak mendapat pembinaan maupun

pendampingan apapun (79,3%) dan 95,3% menjawab tidak pernah

mendapatkan pendampingan dalam masalah produksi, manajemen dan

akses pasar (89,8%). Hal ini mungkin lebih disebabkan LKMS/BMT lebih

8

Page 9: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

berfokus pada aspek pendanaannya dan pembinaan mental spiritual.

Diharapkan dengan spiritualitas yang bagus nasabah akan lancar dalam

pengembalian pembiayaannya. Aspek pendampingan dalam bentuk lain

masih belum menjadi perhatian utama.

Ketiga, dari para Pengelola yang diambil tiap lembaga 3 orang dan yang

berhasil dikumpulkan seluruhnya sebanyak 48 kuesioner (48 orang

pengelola yang terdiri dari manajer dan staf).

Dari sisi SDM, kemampuan pengelola dalam operasionalisasi produk dan

pelayanan yang diberikan serta tingkat integritas yang baik mampu

memberikan kepuasan yang tinggi kepada pelanggan atau mitranya.

Sedangkan dari sisi pertumbuhan dan perkembangan lembaga,

menunjukkan bahwa LKMS tumbuh dan berkembang dengan baik.

Kinerja LKMS dalam hal Human Capital, Technology Capital, dan

Organizatiton Capital menunjukkan output yang sangat baik. Dengan

penghitungan ANN diperoleh output transformasi sebesar 0,94, hampir

mendekati angka 1 yang berarti sangat baik. Hal ini karena didukung oleh

adanya standar operasional prosedur yang disusun secara internal oleh

manajemen ataupun mengikuti standar operasional yang dibuat oleh

asosiasi, sekalipun dalam penerapannya diperlukan monitoring dan evalusi

dari pihak pengurus. Selain itu juga karena pada level manajerial

organisasi juga menunjukkan iklim yang cukup kondusif, budaya kerja

yang mendukung kemampuan teamwork dalam penyelesaian pekerjaan,

9

Page 10: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

pola komunikasi yang terbuka dan pola relasi yang seimbang antara atasan

dengan bawahan cukup memperkuat keberadaan lembaga untuk terus

tumbuh dan berkembang.

2. Kendala, Peluang dan Tantangan LKMS bagi Penguatan UKM

Pertama, beberapa hal yang masih perlu mendapatkan perhatian bagi

tumbuh dan berkembangnya LKMS adalah: a) penguasaan pengelola pada

teknologi masih perlu ditingkatkan; b) pemahaman terhadap aspek

kesyariahan, pemasaran, kemampuan membuat proposal bisnis masih

perlu mendapatkan perhatian; c) penerapan teknologi informasi juga masih

mengalami kendala terutama alokasi finansial; d) akses permodalan dan

penggalagan dana LKMS lebih mengandalkan kemampuan sendiri. Untuk

di Yogyakarta dan Jawa Tengah kekuatan jaringan dan asosiasi LKMS

relatif lebih kuat dibandingkan dengan wilayah lain sehingga pemerkuatan

permodalan dapat diperoleh melalui sinergi kelembagaan mitra, sementara

LKMS di Depok, Tangerang dan Jakarta masih belum memiliki asosiasi

dan perhimpunan yang cukup kuat untuk berjejaring; e) lemahnya LKMS

dalam mengakses permodalan dari pemerintah seperti dana bergulir

syariah dan dana yang bersumber dari Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PKBL) serta Corporate Social Responsibility (CSR).

Kedua, peluang yang dihadapi LKMS cukup potensial antara lain: a)

pesatnya perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia dan

mayoritas umat muslim merupakan pasar yang amat strategis; b) iklim

yang kondusif berupa dukungan kebijakan dan political will dari

pemerintah memberikan ruang yang cukup bagi tumbuh dan

berkembangnya LKMS; c) maraknya kajian dan sosialisasi tentang

ekonomi syariah yang dilakukan oleh berbagai pihak juga membantu

semakin baiknya pengetahuan masyarakat tentang lembaga keuangan

mikro syariah; d) program pemerkuatan permodalan melalui dana bergulir

dan linkage dari perbankan syariah pada sebagian LKMS yang telah

mendapatkan akses semakin memperkuat peran LKM sebagai lembaga

keuangan yang befokus pada usaha kecil mikro.

10

Page 11: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Ketiga, tantangan yang dihadapi LKMS adalah: a) belum

maksimalnya peran Pemerintah Daerah dalam memberikan dukungan bagi

pengembangan UKM dan LKM ; b) belum terbangunnya jaringan dan

asosiasi LKMS di berbagai wilayah untuk dapat bersinergi antar LKMS; c)

belum adanya standarisasi sistem operasional, sistem manajemen, akad

syariah khusus UKM, sistem pengawasan dan standar kompetensi; untuk

itu diperlukan tim yang solid guna penyusunan konsep-konsep tersebut; c)

belum adanya payung regulasi yang memadai bagi penguatan LKM

terutama LKM syariah.

Keempat, berdasarkan analisis cross impact matrix atas kekuatan,

kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi LKMS, diperoleh faktor-

faktor pengungkit (the highest laverage) yaitu:

a) aspek kekuatan (strength) ditemui pada variabel integritas pengelola

dan margin/ bagi hasil yang diberikan dengan angka yang sama, skor

masing-masing = 69, kemampuan pengelola dalam operasionalisasi

produk (skor = 68), dan pelayanan prima (skor = 67);

b) aspek kelemahan adalah kemampuan pengembangan jaringan (skor = -

62) dan sulitnya akses permodalan (skor = -59). Perbedaan menonjol

antara LKMS di Jakarta dan Jawa Barat dengan LKM di Jawa Tengah

dan Yogyakarta adalah dalam hal penguatan jaringan dan kuatnya

asosiasi. LKMS di Jawa Tengah dan Yogyakarta jauh lebih pesat

berkembang sehingga terlihat banyak LKMS yang telah memiliki asset

di atas 1 milyar rupiah, bahkan mencapai puluhan milyar dan ada

beberapa LKMS yang justru telah memiliki BPRS. Melalui penguatan

jaringan ini aspek pendanaan, persoalan manajemen, akses informasi

dan perluasan pasar dapat diatasi secara bersama-sama;

c) faktor pengungkit lainnya adalah kebutuhan mendasak terhadap

adanya lembaga penjamin simpanan dan lembaga penjamin

pembiayaan UKM (skor = -53) dan yang penting lainnya adalah

peningkatan aspek kebijakan regulasi yang berpihak bukan regulasi

yang memasung atau menghambat terutama bagi akses permodalan

dan iklim yang kondusif bagi tumbuh kembangnya UKM dan LKM di

11

Page 12: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Indonesia. Melalui analisis ini selanjutnya kebijakan strategis dapat

dilakukan berdasarkan skala prioritas.

3. Kebutuhan terhadap Kebijakan dan Regulasi bagi Penguatan LKMS sebagai mitra UKM

Pertama, hingga saat ini kebijakan dan regulasi terkait LKMS dalam

kapasitasnya sebagai lembaga keuangan alternatif bagi penguatan UKM

relatif telah banyak dilakukan. Penilaian para pengelola LKMS terhadap

kebijakan secara umum dengan penghitungan ANN, output transformasi

yang dihasilkan adalah pada nilai 0,80. Hal ini menunjukkan sikap yang

memuaskan para pengelola LKMS terhadap kebijakan dan regulasi yang

ada. Sedangkan Kinerja LKMS di luar finansial dalam hal ini Human

Capital, Technology Capital, dan Organizatiton Capital menunjukkan

keluaran yang sangat baik yaitu 0,932. Kedua hal itu dicoba dihubungkan

dengan menggunakan korelasi pearson, akhirnya diperoleh hubungan yang

kuat antara keduanya, kecuali dalam hal teknologi yang masih perlu

peningkatan. Artinya secara umum kebijakan dan regulasi yang ada

memiliki pengaruh terhadap tumbuh kembangnya LKMS terutama bagi

penguatan SDM dan iklim organisasi yang kondusif. Sedangkan dukungan

dalam aspek teknologi masih tampak kurang memadai. Sementara ketika

dihubungkan antara kinerja LKMS dan sikap pengelola terhadap

Kebijakan dan Regulasi berdasarkan kelompok asset hasil pengukuran

korelasi pearson menunjukkan hubungan yang berbeda. Untuk kelompok

asset dibawah 500 juta rupiah hubungannya negatif, artinya kebijakan dan

regulasi belum diperlukan. Demikian pula pada kelompok asset 500 juta

rupiah sampai dengan 1 milyar rupiah, kebijakan dan regulasi tidak

berpengaruh. Sedangkan kelompok asset 1 milyar rupiah sampai dengan 5

milyar rupiah, kebijakan dan regulasi memiliki pengaruh sangat kuat

dengan nilai r (korelasi) = 0,649 dan hubungannya siginifakan pada level

α (alfa) 0,01. Hal ini juga hampir sama ketika dihubungkan antara

kebijakan dan regulasi dengan teknologi informasi dan organisasi.

Hubungan yang kuat juga pada kelompok asset 1 milyar rupiah sampai

12

Page 13: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

dengan 5 milyar rupiah, sedang pada kelompok di bawah itu tidak terdapat

hubungan yang signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

dalam hal memberikan perlindungan bagi penyimpan dan dalam hal

penerapan prinsip kehati-hatian dalam pembiayaan dan untuk kepentingan

minimalisasi resiko perlu adanya kebijakan dan regulasi yang agak ketat

dari pemerintah. Sementara untuk kelompok asset di bawah 1 milyar

rupiah lebih diperlukan penguatan internal daripada kebijakan dan regulasi

yang justru akan menghambat kreatifitas bagi tumbuh kembangnya

lembaga. Hal yang paling penting untuk dikembangkan adalah kebijakan

dan regulasi yang mendukung perluasaan pendanaan dan jaringan.

Kedua, dari aspek substansi regulasi jika ditelaah lebih rinci dapat

dianalisis bagian-bagian yang masih dipandang kurang memenuhi

kebutuhan dan kurang aspiratif yaitu: a) dari sisi kelembagaan; untuk

memperkuat posisi LKMS/BMT telah dikeluarkan Keputusan Menteri

Negara Koperasi dan UKM RI Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang

Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan untuk itu sepenuhnya

diharapkan sistem koperasi dapat dijalankan. Padahal fakta menunjukkan

bahwa LKMS/BMT memiliki banyak perbedaan dengan pola koperasi,

terutama dalam hal penghimpunan dana dari masyarakat dan berbagai

produk yang dikembangkan. Dari sisi penghimpunan dana dan produk

yang dikembangkan sama seperti halnya bank, perbedaannya adalah hanya

pada segmennya yakni pada usaha mikro. Selain itu dalam hirarki

perundang-undangan, Keputusan Menteri Non Departemen berada dalam

posisi yang tidak cukup kuat; pilihan yang dapat dilakukan adalah

mengamandemen undang-undang koperasi agar dimasukkan lembaga

keuangan pola syariah/ koperasi syariah dan diakui sebagai lembaga yang

memiliki ciri dan karakteristik tersendiri. Atau pilihan lainnya adalah

membuat payung hukum yang mandiri sebagai lembaga keuangan mikro

syariah. Pilihan apapun yang penting adalah tidak dilakukan pembatasan

secara rigid melainkan diarahkan untuk menjaga prinsip kehati-hatian,

perlindungan bagi pihak pengguna jasa lembaga ini dan konsistensi pada

aspek kesyariahan; b) dalam hal operasional, manajemen, pengawasan dan

13

Page 14: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

akad masih belum tersusun dalam bentuk standar; c) yang penting juga

adalah belum adanya lembaga induk/apex (atase puncak) untuk lembaga

keuangan mikro syariah/BMT bagi perluasan pendanaan dan informasi,

dan manajemen resiko. Keberadaan lembaga induk ini sama sekali tidak

untuk melemahkan posisi asosiasi dan perhimpunan akan tetapi untuk

memperkuat jaringan antar lembaga, memperkuat permodalan, membuat

strategi bersama dalam merumuskan blue print LKM di Indonesia paling

tidak untuk sepuluh tahun ke depan serta menyusun berbagai aspek sistem

yang standar; d) penting juga dibentuk semacam lembaga penjamin

simpanan untuk LKMS dan lembaga restrukturisasi yang berpola syariah;

e) pengembangan model pendanaan yang bersifat jangka panjang dengan

pola syariah juga perlu untuk dikembangkan.

Ketiga, dari sisi kebijakan perbankan, Bank Indonesia selaku otoritas

kebijakan moneter telah membuat kebijakan agar setiap Bank Umum

melakukan kemitraan dengan BPR dan LKM dalam hal pendanaan bagi

UKM. Untuk pendanaan yang bersifat komersial dikembangkan melalui

linkage program yang teridiri dari tiga bentuk yaitu: pola executing,

chanelling dan joint financing. Pemilihan terhadap pola-pola tersebut

disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di lapangan. Hanya saja dalam

kebijakan ini masih ada kekahawatiran bahwa Bank Umum akan langsung

turun ke sektor UKM sehingga menjadi kompetitor bagi BPR dan LKM,

segmentasi di sini harus menjadi pertimbangan. Selain itu persoalan resiko

yang dihadapi harus menjadi tanggung jawab bersama. Pola syirkah dan

mudarabah dapat menjadi solusi dalam pengelolaan resiko yang seimbang

dan kemitraan yang adil antara Bank Umum, BPR, LKM dan UKM itu

sendiri.

C. Implementasi Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam dalam Mewujudkan Keadilan Distributif

1. UMKM dan Realitas Ketidakadilan Distributif

UMKM adalah pelaku usaha dengan jumlah yang sangat besar bahkan

mayoritas dalam struktur pelaku usaha di tanah air, hal ini dapat dilihat dari

14

Page 15: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

sumber Bappenas, bahwa data UMKM pada tahun 2007 adalah sebanyak

41,36 juta unit. Dari jumlah itu 41,30 juta unit atau 99,85% adalah kelompok

Usaha Kecil dan Mikro, 61,05 unit Usaha Menengah atau 0,14 % dan 2,19 juta

unit adalah Usaha Besar atau 0,005%. Dari jumlah tersebut dampaknya pada

penyerapan tenaga kerja, sumbangan terhadap PDB, nilai ekspor non migas,

dan nilai investasi tidak dapat dianggap kecil. Berturut-turut berada pada

angka sekitar 65,25 juta orang (88,59% dari tenaga kerja nasional), Rp.

1.778,7 triliun (53,3% dari PDB nasional), Rp. 110,3 triliun (20,3% dari

ekspor nasional), dan Rp. 369,8 triliun (46,2% dari investasi nasional).10 Oleh

karena itu di tengah krisis ekonomi, UMKM memiliki peran penting bagi

perekonomian suatu negara. Kesadaran akan pentingnya UMKM ini baru

muncul belakangan ini saja.11

Tabel 1.6. Porsi Pembagian Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha

Besar Tahun 2007

No. Kelompok Usaha Jumlah Serapan Tenaga Kerja

Dukungan Kredit Bank

Umum (Rp triliun)

1 Usaha Mikro dan Kecil 41.301.263 (99,85%)

65,246,294 (88,59%)

181.343 (35,5%)

2 Usaha Menengah 61.052 (0,14%)

7,993,499 (10,85%)

73.095 (73,095%)

3 Usaha Besar 2.198 (0,005%)

406.215 (0,55)

256,181 (50,2%)

Sumber: Bappenas 2007

Ironisnya, meski UMKM telah berjasa pada perekonomian nasional

kenyatannya selama ini UMKM masih memprihatinkan terutama masalah

yang belum terselesaikan hingga saat ini adalah ketiadaan modal dari sebagian

besar UMKM sebagai akibat rendahnya akses UMKM terhadap sumber-

sumber permodalan terutama lembaga keuangan baik bank maupun non bank.

Keberadaan microfinance juga belum banyak membantu sektor ini. Semenjak

10 Badan Pusat Statistik, Pendapatan Nasional Indonesia 2003-2006, Jakarta: BPS, Jakarta,

2006. 11 Aloysius Gunadi Brata, “Distribusi Spasial UKM di Masa Krisis Ekonomi”, Thn. II No.

8, November 2003, artikel yang diakses pada tanggal 7 Desember 2006 dari http:// www.ekonomirakyat.org.

15

Page 16: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

ditetapkannya tahun keuangan mikro kondisi sektor mikro dan kecil sama

sekali belum beranjak.

Tabel 1.7. Baki Debet Kredit, Mikro, Kecil dan Menengah (MKM) Menurut Sektor Ekonomi dan Jenis Penggunaan Tahun 2001-2007

(milyar Rp)

TAHUN NO. KETERANGAN 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 I SEKTOR EKONOMI

1 Pertanian, perburuan dan sarana pertanian

6.650 8.627 8.641 12.098 12.642 13.924 15.034

2 Pertambangan 307 542 601 991 971 1.311 1.524 3 Perindustrian 17.589 22.051 24.399 26.547 32.480 36.647 35.907 4 Listrik, gas dan air 87 93 120 127 245 1.483 287 5 Konstruksi 3.054 3.639 4.590 5.922 7.709 10.123 14.300

6 Perdagangan, restoran dan hotel 26.590 38.586 52.752 67.226 87.515 107.288 125,138

7 Pengangkutan, pergudangan dan komunikasi

2.766 3.687 5.051 6.029 6.485 4.485 6.957

8 Jasa dunia usaha 5.951 7.964 13.257 15.550 20.657 23.414 29.098 9 Jasa sosial 1.661 2.242 3.026 4.269 5.292 6.020 6.566 10 Lain-lain 56.669 73.583 94.650 132.141 180.912 203.528 243.933 TOTAL 121.353 160.977 207.088 271.093 354.908 410.442 478.742

II JENIS PENGGUNAAN 1 Modal Kerja 54.353 73.679 91.129 111.636 142.633 171. 118 193.066 2 Investasi 15.828 17.356 22.760 28.460 33.049 43.107 3 Konsumsi 51.173 69.942 93.199 130.997 179.225 37,147 242.569 TOTAL 121.353 160.977 207.088 271.093 354.098 202.177 478.742

-Baki debet tahun 2007 baru sampai dengan bulan Oktober -Data Bank Indonesia (TPP-Biro Kredit) diolah dari laporan bulanan Bank Umum -Kredit Mikro (Rp 0-50 jt), Kecil (Rp >50-500 jt), dan Menengah (Rp 500 jt -5 milyar) -Sudah termasuk data Bank Umum Syariah, belum termasuk data BPR/BPRS

Pada Tabel 1.7. ditunjukkan besaran kredit UMKM yang diberikan

sektor perbankan. Pada tabel tersebut besaran kredit berdasarkan jenis

penggunaan untuk modal kerja pada tahun 2006 sebesar Rp. 171,118 milyar,

naik 11,37% pada Oktober 2007 menjadi Rp. 193,066 milyar. Untuk jenis

penggunaan investasi naik 13,82% dari Rp. 37, 147 milyar ke Rp. 43,107

milyar pada periode yang sama. Sedangkan untuk jenis penggunaan konsumsi

naik 16,65% dari Rp. 202,177 milyar ke Rp. 242,569 milyar.

Apabila dilihat lebih detail maka akan ditemukan pada jenis

penggunaan konsumsi, jenis inilah yang memiliki proporsi paling besar dalam

mendapatkan kredit dibanding modal kerja dan investasi. Patut dicermati pula

pada tabel yang menunjukkan sektor ekonomi, pada sektor lain-lain mendapat

16

Page 17: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

proporsi paling besar dalam skema pemberian kredit. Berdasarkan temuan

angka tersebut patut menjadi pertanyaan besar bahwa kredit keuangan mikro

bisa jadi tidak tepat sasaran. Harapan keuangan mikro mampu diserap

pengusaha mikro dan kecil tidak tercapai karena alokasi kredit lebih banyak

diserap oleh sektor konsumsi bukan modal kerja maupun investasi. Belum lagi

seperti yang disinyalir oleh Saat Suharto (2008),12 bahwa dana menganggur,

iddle money, yang ada di SBI berjumlah Rp. 313 trilyun apabila didaya-

gunakan secara optimal pada gilirannya akan meningkatkan produktifitas dan

menambah penyerapan tenaga kerja dan secara sistemik bagi pengentasan

kemiskinan.

Indonesia sebagai negara terbesar ke lima dalam jumlah penduduk dan

saat ini masih termasuk negara yang belum berkembang, merupakan pasar

yang subur bagi berkembangnya lembaga keuangan mikro. Indonesia

memiliki reputasi internasional sebagai negara yang telah mengembangkan

berbagai bentuk LKM13 dan merupakan laboratorium pasar keuangan mikro

terbesar di dunia, suatu tempat yang keberadaan berbagai lembaga keuangan

rakyat tersebut telah melalui berbagai tahapan uji coba (trial and error), dalam

arti bahwa lembaga-lembaga tersebut tumbuh dan berkembang mengikuti

kebutuhan masyarakat setempat.

Sementara itu di Indonesia, supply jasa keuangan mikro saat ini masih

jauh di bawah kebutuhan. Gambaran mengenai supply microfinance di

Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:

12 Saat Suharto, “Jurus Ampuh Mengatasi Kemiskinan”, makalah Seminar Sehari PT

Permodalan BMT, 23 Januari 2008, (Jakarta: Financial Club, 2008), h. 8. 13 Gonzales-Vega/Chaves, (1992:38), dalam Maulana Ibrahim, Ed., Bunga Rampai

Lembaga Keuangan Mikro, (Bogor: IPB Pers 2002), h. 67.

17

Page 18: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Tabel 1.8. Distribusi Simpanan dan Pinjaman di Lembaga Keuangan yang berorientasi kepada UMKM

No Jenis LKM Jumlah (Unit)

Simpan-an (RP-miliar)

Penyim-pan (juta rek)

Pinjam-an (Rp miliar)

Jumlah Pemin-

jam (juta rek)

Rata-rata

Pinjam-an (Rp

juta) 1 BPR 2.148 9.254,00 5,61 9.431,00 2,40 3,93 2 BRI Unit 3.916 27.429,00 29,87 14.182,00 3,10 4,57

3 Badan Kredit Desa 5.345 0,38 0,48 0,20 0,40 0,00

4 KSP 1.097 85,00 n.a. 531,00 0,67 0,79 5 USP 35.218 1.157,00 n.a. 3.629,00 n.a. n.a. 6 LDKP 2.272 334,00 n.a. 358,00 1,30 0,27 7 Pegadaian 264 - - 157,70 0,02 9,34 8 BMT 3.038 209,00 n.a. 157,00 1,20 0,13

9 Credit Union & NGO 1.146 188,01 0,29 505,73 0,40 1,27

Total 54.444 38.656,39 36,25 28.951,00 9,48 3,05

Sumber: Kompilasi Data Gema PKM Oktober 2004 dalam Artikel Bambang Ismawan dan Setyo Budiantoro, Maping Microfinanace in Indonesia, Jurnal Ekonomi Rakyat, Edisi Maret 2005

Besarnya kesenjangan antara supply dan demand untuk jasa keuangan

mikro tersebut telah mendorong gagasan pengembangan microfinance dengan

pendekatan komersial. Commercial microfinance mengandung sisi positif dan

negatif. Sisi positifnya adalah pelayanan microfinance bekerja berdasarkan

mekanisme pasar sehingga tidak tergantung pada kredit likuiditas, donor, atau

subsidi dan tidak membebani negara. Masalah moral hazard dan biaya

perantara (agency cost) yang inherent dengan kredit program secara otomatis

dapat dihindari. Akan tetapi, commercial microfinance tentunya sulit

menjangkau lapisan masyarakat paling miskin (poorest of the poor). Untuk itu

program-program pengentasan kemiskinan yang bersifat subsidi masih tetap

diperlukan baik berupa jaring pengaman sosial, capacity building maupun

skema pembiayaan yang memungkinkan kelompok miskin keluar dari jeratan

kemiskinan. Program-program pengentasan kemiskinan seperti ini hendaknya

dirancang sebagai jembatan untuk mengantarkan masyarakat miskin tersebut

agar eligible untuk dilayani oleh commercial microfinance.

Tanpa akses yang tetap pada lembaga keuangan mikro (LKM) hampir

seluruh rumah tangga miskin akan menggantungkan pembiayaan pada

18

Page 19: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

kemampuan sendiri yang sangat terbatas atau pada kelembagaan keuangan

informal (rentenir/tengkulak/pelepas uang) yang membatasi kelompok miskin

untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari kegiatan pembangunan.

Secara khusus LKM juga dapat menjadi jalan efektif dalam membantu dan

memberdayakan perempuan yang menjadi bagian terbesar dari masyarakat

miskin sekaligus juga berpotensi dan berperan besar untuk meningkatkan

ekonomi keluarga.14

Pengalaman membuktikan bahwa Lembaga Keuangan Mikro merupakan

pendekatan terbaik dalam upaya pemberdayaan dan pengembangan Usaha

Mikro untuk penanggulangan kemiskinan dan pemerataan pendapatan.

Banyak perhatian dan usaha untuk mengembangkan keuangan mikro teutama

didasarkan pada motivasi untuk mempercepat usaha penanggulangan

kemiskinan. Namun, beberapa tantangan yang masih dihadapi oleh LKM atau

microfinance ini antara lain: masalah regulasi dan supervisi. Perdebatan

mengenai perlu tidaknya regulasi khusus di bidang microfinance mengajukan

argumentasi tentang perlunya perlindungan bagi nasabah penabung dan perlu

tidaknya legitimasi terhadap praktek microfinance yang dalam banyak hal

memiliki karakteristik berbeda dengan praktek perbankan konvensional.

Sebaliknya pihak yang menentang adanya regulasi tersebut mengemukakan

alasan bahwa regulasi yang berlebihan justru akan menghambat

perkembangan microfinance itu sendiri. Pengembangan microfinance sangat

memerlukan adanya manajemen resiko kredit dan operasional yang

memadai mengingat karakteristik yang unik dari bisnis ini. Demikian juga

dalam hal teknologi masih merupakan tantangan tersendiri bagi

pengembangan microfinance. Peningkatan kapasitas lembaga-lembaga

keuangan mikro juga masih merupakan kendala yang harus diatasi dan ini

memerlukan biaya besar baik untuk sarana dan prasarana maupun investasi

dalam sumber daya manusia, untuk hal ini diperlukan pendekatan multi

disiplin. Seperti dikemukakan oleh peneliti Marguerite Robinson dalam

14 Endang Thohari, “Peningkatan Aksesibilitas Petani terhadap Kredit melalui LKM”,

dalam Mat Syukur, Ed., Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro, (Bogor: PT IPB Press, 2003), h. 175.

19

Page 20: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

bukunya Microfinance Revolution: “The successful development of large-scale

microfinance was too complex for the tools of any one discipline.”15

Hambatan lainnya yang dihadapi sampai saat ini di antaranya adalah kesulitan

mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan

formal dan maraknya praktek rentenir yang menggunakan sistem bunga

sehingga ini menjadi alternatif pembiayaan atau menambah modal bagi para

pengusaha-pengusaha kecil di masyarakat.

Sebagian besar kelompok UKM masih mengandalkan modal sendiri,

tetapi hal ini bukan berarti mereka tidak menghendaki adanya modal dari luar

karena pada umumnya mereka mengharapkan adanya tambahan modal namun

tidak mempunyai akses untuk itu. Modal yang mereka miliki pada umumnya

kecil padahal diperlukan pengembangan usaha agar usahanya menjadi besar.

Masalahnya adalah pertama, sulitnya UKM pada akses permodalan di

lembaga bank maupun lembaga keuangan lain terutama dalam hal agunan dan

juga proses pengurusan surat-surat seperti SIUP, TDP, NPWP yang

merupakan prasyarat dalam pengajuan kredit/ pembiayaan. Kedua, kebijakan

alokasi kredit atau proporsi kredit yang diberikan perbankan pada sektor

UMKM masih terlalu kecil dibandingkan sektor-sektor lain. Belum lagi

alokasi untuk UMKM ternyata masih banyak untuk konsumsi dibandingkan

untuk modal kerja dan modal investasi. Ketiga, angka kemiskinan dan

pengangguran terus meningkat, angka kemiskinan tahun 2005 adalah 16,6%

naik menjadi 17,8 % pada tahun 2006. Pada tahun 2007 memang ada

penurunan menjadi 16,6% tetapi kondisi ini diprediksi tidak akan tahan lama

karena angka kemiskinan akan kembali meningkat akibat kenaikan harga

bahan bakar minyak (BBM). Alokasi subsisdi BBM melalui Bantuan

Langsung Tunai (BLT) tidak dapat dijadikan solusi ketika harga kebutuhan

pokok di pasaran meningkat lebih tinggi. Menurut Biro Pusat Statistik

pendapatan minimal batas kemiskinan adalah Rp. 160.000,00 per bulan. Dapat

dibayangkan jika dalam keluarga minimal ada 4 orang berarti dalam sebulan

hanya sekitar Rp. 40.000,00 untuk setiap orang; jika dibagi lagi dalam hari

berarti setiap hari setiap orang hanya mendapatkan sebesar Rp. 1.200,00

15 Marguirete Robinson, The Microfinance Revolution: Lesson From Indonesia, Washington DC: The World Bank, 2002.

20

Page 21: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

rupiah, sehingga jika pendapatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan

pokok (baca: makan) maka jatah tersedia hanya sebesar Rp. 600 rupiah (jika

diasumsikan sehari makan dua kali). Terhadap kebijakan ini menurut

perhitungan P2E-LIPI logika pemerintah dalam menaikan harga bahan bakar

minyak sangat lemah. Tujuan utama menutup defisit APBN meleset, Wijaya

Adi dari P2E-LIPI mengungkapkan:

“kenaikan harga BBM justru menambah biaya ekonomi sebesar 45 triliun rupiah, jumlah ini lebih besar dari biaya penghematan BBM yang hanya sebesar 35 triliun rupiah. Biaya ekonomi itu terdiri atas opportunity cost yang bersumber dari inflasi sebesar 10,5 triliun rupiah karena harga minyak terus naik. Pertumbuhan ekonomi juga akan turun karena pemerintah merevisi pertumbuhan ekonomi menjadi 6 % sehingga potensi ekonomi yang hilang mencapai 15,8 triliun rupiah. Selain itu pemerintah harus menyediakan dana 14,1 triliun rupiah untuk BLT, 4,2 triliun rupiah untuk Raskin dan 1 triliun rupiah untuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR)”.16

Lebih lanjut Wijaya Adi mengatakan bahwa kenaikan harga BBM akan

memicu peningkatan angka pengangguran sebesar 9,7 juta jiwa atau sebesar

8,6% dari seluruh angkatan kerja.17 Jumlah pengangguran pada Bulan

Februari 2008 tercatat 9,43 juta atau 8,46% dari seluruh jumlah angkatan

kerja, lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama pada tahun 2007

yang mencapai 10,55 juta atau 9,75% dari jumlah angkatan kerja. Dengan

kondisi seperti ini penduduk miskin pada Desember 2008 akan bertambah

menjadi 41,7 juta jiwa atau 21,92%. Padahal sebagaimana telah dijelaskan

pada bagian pendahuluan tulisan ini bahwa prioritas pembangunan diarahkan

pada pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran. Target yang ingin

dicapai adalah mengurangi angka pengangguran menjadi 5,1% tahun 2009 dan

mengurangi angka kemiskinan menjadi 8,2% tahun 2009.18 Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa alokasi BLT yang dialokasikan bagi 19,1 juta keluarga

miskin sebenarnya hanya menambah penghasilan semu, sementara kenaikan

16 Anonimus, KORAN JAKARTA, Kamis, 29 Mei 2008. 17 Pernyataan Wijaya Adi berdasarkan hasil penelitian P2E-LIPI, KORAN JAKARTA,

Kamis, 29 Mei 2008. 18 Teuku Syarif, “Proporsi Panyaluran Dana Perbankan untuk UMKM”, Jurnal Infokop,

Vol. 15 No.2, (Desember 2007), h. 1. Lihat juga, Anonimus, “Presiden Meresmikan Program Kredit Usaha Rakyat untuk Mempercepat Proses Pemberdayaan UMKM”, Harian Republika, 8 November 2007, h. 7.

21

Page 22: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

harga BBM akan mengakibatkan harga-harga naik yang pada gilirannya

membuat penduduk miskin semakin banyak.

Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan antara lain dengan

memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, di antaranya adalah dengan

penguatan berbagai aspek di sektor Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro

(UMKM) yang pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat miskin yang

mempunyai kemauan dan kemampuan produktif.19 Arti penting UMKM tidak

terbantahkan lagi tetapi hingga kini UMKM dan Lembaga Jasa Keuangan

yang bergerak di sektor usaha kecil dan mikro masih berada dalam kondisi

yang belum berubah meskipun berbagai program telah dijalankan.

2. Transformasi Nilai-nilai Ekonomi Islam dalam rangka Keadilan Distribusif

Keadilan distribusif adalah prinsip utama dalam Ekonomi Islam.

Sebagaimana telah dipaparkan oleh para pemikir muslim bahwa ada dua sendi

utama dalam distribusi yaitu kebebasan dan keadilan. Ekonomi Islam

bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara adil dan seimbang karena

dengan landasan ini para pihak yang terlibat dalam proses ekonomi tidak akan

saling menindas atau mengeksploitasi satu sama lain. Nilai-nilai moral

menjadi bagian fundamental bagi kegiatan ekonomi.

Melalui sistem ekonomi Islam penumpukan kekayaan oleh sekelompok

orang dihindarkan dan langkah-langkah dilakukan secara otomatis untuk

memindahkan aliran kekayaan kepada masyarakat yang lemah. Melalui sendi

kebebasan sistem ekonomi Islam memberikan peluang dan akses yang sama

dan memberikan hak-hak alami kepada semua orang. Kepemilikan individu

dilindungi tetapi perlu diimbangi dengan rasa tanggung jawab dan dibatasi

oleh landasan moral dan hukum. Dalam kerangka moral Islam setiap individu

tidak akan melalukan monopoli, tindakan korupsi, mengabaikan kepentingan

orang lain untuk diri sendiri, keluarga atau kerabat. Semua individu memiliki

peluang dan kesempatan yang sama untuk berusaha dan mengalokasikan

19 Wiloejo Wirjo Wijono, Apresiasi terhadap Tahun Keuangan Mikro 2005 dan Millenium

Development Goal (MDG): Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional, Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan”, 2005, h. 1.

22

Page 23: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

pendapatannya secara efisien tanpa mengganggu keseimbangan ekonomi

masyarakat.

Melalui prinsip-prinsip ekonomi Islam tidak memungkinkan individu

menumpuk kekayaan secara berlebihan sementara mayoritas masyarakat

berada dalam kemiskinan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.

Keberhasilan sistem ekonomi Islam terletak pada sejauh mana keselarasan dan

keseimbangan dapat dilakukan antara kebutuhan material dan kebutuhan akan

pemenuhan etika dan moral itu sendiri. Islam memandu nilai kebebasan dan

keadilan ini dalam kerangka tauhid, yaitu menyadari potensi yang ada pada

diri manusia adalah anugerah ilahi yang harus digunakan untuk pengabdian

dan menjalankan misi moral yang tidak berkesudahan di muka bumi ini.

Untuk kepentingan ini ekonomi Islam memberikan instrumen yang mampu

menopang nilai-nilai ke dalam sistem yang berkembang.

a. Implementasi Zakat

Zakat merupakan instrumen paling efektif dan paling esensial yang

tidak terdapat dalam sistem kapitalis maupun sosialis. Secara ekonomi

zakat berfungsi distributif, yaitu: pendistribusian kembali (redistribusi)

pendapatan dari kaum berlebih kepada yang memerlukan, zakat

memungkinkan adanya alokasi konsumsi dan investasi. Melalui zakat

akan terjadi multiplier effect ekonomi pada masyarakat tidak mampu

(dhu’afa) berupa peningkatan pendapatan dan daya beli. Sedangkan bagi

muzakki akan mendorong motivasi ekonomi yang tinggi untuk

senantiasa meningkatkan produktivitasnya agar memeproleh laba dan

penghasilan yang tinggi sehingga dapat terus meningkatkan

kemampuannya dalam membayar zakat lebih besar lagi dari sebelumnya.

Zakat juga memiliki fungsi kontrol bagi muzakki dari sifat tamak,

keserakahan, rakus dan sifat hedonis yang mengedepankan materi dan

kemewahan. Melalui kesadaran berzakat setiap individu muslim akan

senantiasa berhati-hati dalam memperoleh penghasilan. Hikmah lain

yang dapat ditarik adalah bahwa penegakan zakat sangat efektif dalam

mendorong budaya bersih (clean culture) dan mengarahkan preferensi

konsumsi seseorang untuk tujuan kehalalan dan kemanfaatan. Budaya

23

Page 24: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

bersih adalah pondasi utama untuk menegakkan good corporate

governance (GCG) dimana transparansi, akuntabilitas, integritas,

prudent merupakan hal yang harus ditegakan.

Hal yang paling konkrit dalam kerangka pemeberdayaan UKM

adalah bahwa dengan adanya dana zakat maka dapat dikembangkan pola

qard al hasan. Pola ini adalah berupa pembiayaan dengan tanpa bagi

hasil dan hanya kembali pokok modalnya saja. Persoalan yang muncul

dengan pola ini adalah seringkali mentalitas masyarakat miskin adalah

mengabaikan program dan karena mengetahui bahwa yang mereka

terima adalah dana zakat sehingga tidak ada itikad baik untuk

mengembalikannya. Di sini diperlukan adanya strategi dalam

pendampingan terhadap alokasi dana zakat untuk kepentingan produktif

sehingga mereka benar-benar memiliki mentalitas usaha yang baik. Jika

dengan dana qard al hasan sudah berhasil mereka dapat meningkat

kepada model pembiayaan mudarabah, selanjutnya seiiring dengan

perkembangan usahanya dia akan mendapatkan modal yang lebih besar

lagi dengan pola syirkah dan pola-pola lainnya. Hingga pada akhirnya

upaya pendampingan ini berhasil membuat kelompok mustahik menjadi

kelompok yang cukup dan pada giliriannya menjadi muzakki.

Sedangkan untuk kepentingan zakat konsumtif pendampingan yang

dilakukan adalah dalam rangka mengedukasi masyarakat tentang pola

konsumsi islami. Orang yang berada dalam kategori cukup dan tidak

berhak lagi menerima zakat menurut pemikiran Abu Ubaid,20 adalah

mereka yang memiliki harta sejumlah 40 dirham atau 4 dinar (harta lain

yang setara), disamping pakaian, rumah, pelayan (yang disebut sebagai

suatu standar hidup minimum). Sedangkan orang yang memiliki harta

senilai 200 dirham adalah kategori muzakki. Standar hidup minimum

tersebut jika dihitung dengan nilai rupiah maka dengan asumsi 1 dinar

adalah senilai dengan 4,25 gram emas (22 karat) dan harga setiap

gramnya adalah Rp. 100.000,00 berarti sebesar Rp 1.700.000,00 atau

kalau harga saat ini minimal Rp. 150.000,00 berarti sebesar Rp.

20 Abu Ubaid al Qasim bin Salam, Kitab al Amwal, (Beirut: Dar al Fikr, 1408/1988M), h. 661-665.

24

Page 25: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

2.250.000,00. Tentu saja Abu Ubaid berpendapat sesuai dengan masanya

dimana saat itu adalah puncak kejayaan Baghdad dimana khalifah Harun

al Rasyid (786-809 M), al Makmun (813-833 M) adalah pemimpin yang

mampu menciptakan peradaban yang maju dan tingkat kesejahteraan

yang tinggi. Dibandingkan dengan standar upah minimum yang

ditetapkan BPS rata-rata masih di bawah 1 juta rupiah dan standar garis

kemiskinan lebih minim lagi sebesar Rp 160.000,00 per bulan maka,

tampak bahwa Indonesia berada pada kondisi yang amat sangat

memprihatinkan dibandingkan dengan kehidupan masa Abu Ubaid pada

abad ke 9 M. Sangat ironis, dimana situasi dimana masyarakat telah

bertransformasi dengan teknologi informasi dan budaya moderen tetapi

kehidupan masyarakatnya jauh lebih buruk dari masa-masa kejayaan

Islam di abad silam.

b. Implementasi Sistem Bagi Hasil dan Pengembangan Institusi Baitulmâl

Instrumen penting dalam proses keadilan distribusi ekonomi adalah

sistem bagi hasil atau profit and loss sharing system. Melalui sistem ini

dapat dibangun pola kerja sama dan persaudaraan antara pemilik modal

dan pihak yang memiliki skill sehingga terdapat transfer kekayaan dan

distribusi pendapatan. Sistem bagi hasil akan menggiring para pelakunya

untuk bertindak jujur, transparan dan profesional terutama dalam hal

biaya sehingga pembagian keuntungan maupun kerugian diketahui oleh

kedua belah pihak dan dibagikan sesuai kesepakatan. Tindakan mark up

pada biaya berakibat pada kecilnya profit yang dapat dibagikan dan

membuat tidak adanya profesionalitas yang berakibat pada inefisiensi

produksi sehingga kedua belah pihak menanggung kerugian berupa

kehilangan profit bagi shahibulmal dan kehilangan pekerjaan bagi

mudarib. Implementasi sistem ini dapat dilakukan jika institusi baitulmal

juga dikembangkan. Yang dimaksud baitulmal adalah lembaga

keuangan berbasis syariah yang memiliki dua fungsi, yakni investasi

yang berorientasi profit dan sosial (voluntary sector). Lembaga

baitulmal ini telah dibentuk sejak masa Rasulullah dan terus

dikembangkan pada masa-masa selanjutnya.

25

Page 26: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Dalam konteks Indonesia sistem ini dikembangkan dalam bentuk

Bank Syariah, BPRS dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah sehingga

dapat membuka lapangan kerja melalui investasi yang bersifat padat

karya dan dapat menjangkau sektor-sektor yang masih kurang

mendapatkan perhatian yaitu industri kecil, agribisnis dan perikanan.

Program dana bergulir, program linkage bank umum dengan BPR dan

LKM serta kredit bersubsidi dari pemerintah perlu dikembangkan dalam

rangka pemerkuatan. Berbagai program seringkali hanya untuk

kepentingan politis dan berjangka pendek, terutama menjelang pemilu

saja. Diperlukan cetak biru (blue print) program pengembangan

pendanaan UKM dan LKM yang berjangka panjang sehingga tidak

terpengaruh dengan bergantinya kepemimpinan. Untuk itu diperlukan

adanya lembaga induk (apex) yang benar-benar mampu memayungi dan

menjadi kordinator bagi perluasan aspek pendanaan dan jaringan bagi

perluasan kapasitas LKM.

c. Kerja sama dalam Struktur Pasar Bebas

Ekonomi Islam mengedepankan asas kebebasan termasuk dalam

struktur pasar dianut sistem kerja sama yang bebas. Selama kekuatan

penawaran dan permintaan berjalan secara alamiah maka harga

ditentukan berdasarkan mekanisme pasar sehingga tidak diperkenankan

intervensi dari pihak mananpun termasuk pemerintah. Semua orang

sesuai dengan potensinya memiliki kesempatan yang sama untuk

melakukan transaksi secara legal sesuai aturan syariah. Untuk itu perlu

diatur dan diawasi agar mekanisme pasar berjalan dengan baik dan

mengahasilkan harga yang adil. Melalui pengawasan hal-hal yang

menyebabkan pasar terdistorsi dapat dihindarkan.

Beberapa bentuk kejahatan di pasar yang berakibat naiknya harga

bukan karena faktor alamiah tetapi lebih disebabkan karena tindakan-

tindakan sebagai berikut: rekayasa penawaran (false supply) yang dalam

istilah fiqh dikenal ihtikar, rekayasa permintaan (false demand) dikenal

sebagai ba’i najasy, tadlis (penipuan) baik dalam jumlah (quantity),

mutu (quality), harga (price), waktu (time), atau bisa juga terjadinya

26

Page 27: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

taghrir (ketidakpastian = unknown to both parties) disebabkan tidak

adanya sistem yang transparan dalam hal informasi pasar. Dalam kondisi

seperti ini peran pemerintah diperlukan dalam rangka melakukan

regulasi dan kebijakan yang mengakomodir kepentingan para pihak.

Islam mengakui mekanisme pasar bebas selama dilakukan dengan cara-

cara yang adil. Sebaliknya juga memperkenankan adanya pengaturan

manakala terdapat situasi dan kondisi yang menyebabkan pasar

terdistorsi atau adanya ketidakadilan dalam ekonomi. Dalam konteks

Indonesia kasus-kasus kejahatan pasar ini sering terjadi seperti

penyelundupan barang, pemalsuan, monopoli yang berujung pada

penimbunan, sentimen pasar melalui isyu-isyu negatif sehingga

permintaan dan penawaran dipengaruhi maupun tindakan yang

dilakukan oleh oknum-oknum yang mengakibatkan kerugian di banyak

pihak terutama masyarakat. Kasus yang paling aktual adalah terkait

dengan kondisi harga BBM saat ini yang terus melambung menembus

ambang batas harga wajar internasional.

d. Peran Negara dalam Pembuatan Kebijakan dan Pengawasan

Dalam Ekonomi Islam negara memiliki peran sentral sehingga

pembangunan dapat berjalan dengan baik. Adalah kewajiban pemerintah

untuk dapat mentrasformasikan nilai-nilai ekonomi Islam dalam

berbagai kebijakan dan regulasinya. Secara garis besar fungsi Negara

yang dikemukakan Yusuf Qardhawi,21 terbagi pada dua hal:

1) Negara berfungsi menjamin segala kebutuhan minimum rakyat.

Fungsi pertama ini bermakna bahwa negara harus menyediakan

atau menjaga tingkat kecukupan kebutuhan minimum dari

masyarakat. Pada masyarakat yang mampu (golangan muzakki dan

mustahik), negara dapat menjaga tingkat persediaan yang tepat

sehingga harga kebutuhan pokok berada pada tingkat yang adil

(fair) dan terjangkau. Sedangkan pada masyarakat yang tidak

mampu (golongan mustahik), negara harus dapat menjamin

21 Yusuf Qardhawi, Fikih Daulah: Dalam Perspektif al Qur’an dan Sunnah, (Jakarta:

Pustaka al Kautsar, 1997).

27

Page 28: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

kebutuhan pokok mereka, artinya negara harus menyediakan

kebutuhan pokok secara cuma-cuma pada golongan masyarakat ini.

Fungsi ini pada hakekatnya bertujuan untuk menjaga keimanan

masyarakat secara umum. Dengan terpenuhinya kebutuhan pokok,

maka diharapkan hubungan transendental manusia dengan Allah

SWT tetap terjaga.

2) Negara Berfungsi Mengedukasi dan Membina Masyarakat

Dalam fungsi ini yang menjadi ruang lingkup kerja negara adalah

meyediakan fasilitas infrastruktur, regulasi, institusi, sumber daya

manusia, pengetahuan sekaligus kualitasnya. Sehingga keilmuan

yang luas dan mendalam serta menyeluruh (syamil mutakammil)

tersebut berkolerasi positif pada pelestarian dan peningkatan

keimanan yang telah dimunculkan oleh poin pertama dari fungsi

negara ini. Dengan karakteristik ilmu ini juga diharapkan

pertumbuhan dan akselerasi pembangunan ekonomi akan berjalan

lebih baik. Dalam arti lebih baik pertumbuhan fisiknya dan kualitas

kesyariahan aplikasi-aplikasinya, baik dalam konteks aktivitas

individu maupun aktivitas kolektif.

Definisi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara disini

bersifat tidak statis, artinya definisi materinya berkembang sesuai

dengan kondisi ekonomi dari sebuah negara. Boleh jadi pada masa ini

kebutuhan akan sebuah barang masih digolongkan pemenuhan

kebutuhan sekunder, tetapi pada masa yang akan datang berubah

menjadi kebutuhan dasar. Anas Zarqa’,22 mengklasifikasikan kebutuhan

dasar menjadi dua kelompok, yaitu kebutuhan untuk hidup (necessary

needs) dan kebutuhan yang layak (needs). Lebih lanjut, Zarqa’

berpendapat sepatutnya negara dapat memenuhi kebutuhan warganya

minimal pada tingkat hidup yang layak, bukan hanya sekedar memenuhi

kebutuhan untuk dapat hidup.

22 Anas Zarqa, “A Partial Relationship in a Muslim’s Utility Function” dalam Readings in

Microeconomics (Kuala Lumpur: Longman, 1992). Lihat juga, Anas Zarqa , “Islamic Distributive Schemes” dalam Munawar Iqbal (Ed.), Distributive Justice and Need Fulfilment in an Islamic Economy, (IIIE, IIU Islamabad and The Islamic Foundation, Leicester, U.K.)1995), h. 163.

28

Page 29: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Dengan demikian dua fungsi tadi secara garis besar adalah

bertujuan menjaga dan meningkatkan keimanan dari masyarakat negara.

Dengan harapan dengan modal keimanan itulah negara melandasi

pembangunan ekonominya. Sehingga secara tidak langsung dapat

dikatakan bahwa parameter kesuksesan ekonomi dan perspektif Islam

bukan didominasi oleh kemajuan pembangunan fisik, tetapi lebih

ditentukan oleh seberapa besar kedekatan kolektif dari masyarakat

negara kepada Allah SWT.

Sementara itu menurut Hasanuzzaman,23 segala fungsi negara

ditujukan untuk memastikan bahwa keadilan dan keseimbangan di

masyarakat dapat terjaga. Fungsi negara ini menurut beliau terdiri dari:

a. Pembuat kebijakan dan legislasi. Kebijakan dan legislasi yang

menjadi wewenang negara diharapkan mampu menekan inefisiensi

dan diskriminasi. Kebijakan dan legislasi tersebut memberikan

kebebasan dan kesempatan bagi segenap warga untuk

meningkatkan moral dan spiritual, kesetaraan sosial dan kemujuan

ekonomi mereka.

b. Pertahanan negara. Tugas negara dalam pertahanan negara sudah

menjadi keharusan. Dalam hal ini Islam bukan hanya memper-

tahankan risalah Islam secara normatif. Itu sebabnya fungsi ini

berkaitan erat dengan fungsi negara dalam memelihara hubungan

internasional.

c. Pendidikan dan penelitian. Keutamaan ilmu dan pengembangannya

sudah menjadi ketentuan dalam Qur’an dan Sunnah, oleh sebab itu

negara menjadi media yang cukup sentral dalam memperlancar

aktivitas transfer dan pengembangan ilmu. Dengan demikian

diharapkan keilmuan yang mapan mampu memberikan efek

multiplier bagi pembangunan di segala bidang.yang dilakukan oleh

negara. Dengan kata lain program ini bukan hanya meningkatkan

pembangunan baik secara kuantitas dan kualitas, tetapi juga

memperkokoh kewujudannya.

23 Hasanuzzaman, Economic Functions of An Islamic State, (Leicester UK. The Islamic Foundations, 1991).

29

Page 30: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

d. Pembangunan dan pengawasan moral-sosial masyarakat. Sudah

menjadi kemestian secara otomatis bahwa negara Islam harus

menjaga prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan warga negaranya.

Pengawasan dan peningkatan moral-sosial masyarakat menjadi

tugas negara yang mendasar. Fungsi negara untuk kategori ini

diperankan oleh institusi negara yang disebut Hisbah.

e. Menegakkan hukum, menjaga ketertiban dan menjalankan hudud.

Sejalan dengan fungsi negara kategori sebelumnya, bahwa usaha

negara dalam mewujudkan ketertiban dan kedisiplinan fisik

maupun moral, diperlukan penegakan hukum yang jelas dan tegas

yang bersifat mengikat, beserta dengan konsekwensi dan

pengawasannya. Dengan demikian warga negara terjamin secara

undang-undang hak dan kewajibannya dalam kerangka sistem

syariah.

f. Kesejahteraan publik. Dalam kategori ini, fungsi negara adalah

menjadi katalisator bagi warga negara untuk mencapai

kesejahteraannya. Negara memaksimalkan pemberdayaan sumber

daya yang dimiliki untuk sebesar-besarnya kesejahteraan

warganya. Negara kemudian menyediakan fasilitas-fasilitas vital

bagi warga, utamanya pangan, pakaian, perumahan, kesehatan dan

variable apapun yang menjadi kebutuhan dasar warga. Bahkan jika

memang negara sudah mampu membiayai warga negara yang

hendak menikah, maka kewajiban negara menjalankan tugas itu.

Kesemuanya ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan kondisi

keimanan warga, dengan begitu tidak ada hambatan-hambatan

ekonomi yang dapat memosisikan warga negara pada satu kondisi

dimana hubungannya dengan Allah SWT terganggu.

g. Hubungan luar negeri. Menurut Hasanuzzaman,24 selain bertujuan

untuk memelihara hubungan baik dengan negara lain, negara juga

dapat menggunakan misi diplomatiknya yang ingin menghancur-

kan negara Islam.

24 Hasanuzzaman, Economic Functions of An Islamic State, h. 34.

30

Page 31: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Dalam kaitannya dengan kebijakan dan peran negara dalam

ekonomi dipaparkan juga oleh Zianuddin Ahmad,25 bahwa keadilan

sosial dan ekonomi adalah tujuan utama dari Islam. Dalam hal ini ada

sejumlah hak-hak manusia yang didasarkan atas asas “general good’ (al

maslahah al ‘ammah) yaitu: 1) hak untuk mendapatkan kehidupan yang

layak; 2) kebebasan berusaha selama sejalan dengan nilai-nilai Islam; 3)

kesamaan di depan hukum; 4) setiap orang memiliki kebebasan dalam

memiliki kekayaan pribadi, kekayaan bersama dengan orang lain, dan

pemerintah harus membuat sistem agar sumber-sumber potensial dapat

diakses oleh semua orang; 5) perlindungan dan jaminan sosial untuk

kelompok miskin dan upaya untuk dapat dipenuhi kebutuhan hidup

minimumnya; 6) eksploitasi dalam bentuk apapun dilarang melalui

penegakan hukum yang tegas oleh pemerintah.

Dalam kaitan dengan keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan,

Zianuddin26 menjelaskan bahwa nilai-nilai Islam adalah posistif dan

dapat menjawab persoalan kehidupan manusia di muka bumi serta tidak

ada sekatan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi atau antara material

dan spiritual yang merupakan eksistensi kehidupan manusia. Hal

senada juga dikemukan Umar Chapra,27 pemerintah dapat melakukan

kebijakan strategis melalui paradigma ekonomi Islam dalam rangka

penghapusan kemiskinan dan keadilan distributif dengan melakukan hal-

hal sebagai berikut:

1) Menciptakan iklim berusaha yang kondusif;

2) Mentransformasikan nilai-nilai Islam dalam strategi pembangunan;

3) Penegakan hukum dalam bisnis praktis;

4) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk

akses ekonomi dan peluang pekerjaan sesuai dengan kemapuan dan

potensi masing-masing;

25 Zianuddin Ahmad, Islam, Poverty and Income Distribution, (U.K. Leicester: Islamic

Foundation, 1991), Islamic Economics Series-15, h. 15, 16. 26 Ahmad, Islam, Poverty, and Income Distribution, h. 25-47. 27 Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad: IIIT and IRTI, 1993), h. 60-115.

31

Page 32: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

5) Adanya perlindungan terhadap hak milik individu dan

kewajibannya sesuai dengan ketentuan syariah;

6) Implementasi hukum kewarisan agar terjadi distribusi pendapatan

dalam memperkuat keluarga dan keturunan utamanya dalam

ekonomi;

7) Berlandaskan pada landasan adil dan ihsan (al’adl wa al ihsân/

justice and benevolence) dikembangkan konsep mudarabah dan

musyarakah memungkinkan terjadinya distribusi pendapatan. Kerja

sama ekonomi antara pemilik modal dan pemilik skill sehingga

saling menguntungkan atau melalui hubungan kerja sehingga

diperoleh upaya yang layak dan wajar setidaknya memenuhi

kebutuhan hidup minimum;

8) Mengembangkan voluntary sector antara lain penegakan hukum

dan imlementasinya pada sistem ZIS dan wakaf sebagai alat

redistribusi pendapatan;

9) Kebijakan fiskal yang berorientasi pada keadilan dan tidak

membebankan pada para pengusaha dan instrumen moneter Islami

melalui stabilitas nilai mata uang dan meningkatkan pertumbuhan

produksi yang memiliki comparative advantege dan bernilai

ekspor.

Dalam konteks ke-Indonesiaan nilai-nilai ekonomi Islam tersebut

sejalan dengan amanah Undang-undang Dasar 1945 pasal 33, dan pasal

34. Dalam Pasal 33 (amandemen) tercermin dasar demokrasi ekonomi.

Adapun yang dimaksud demokrasi ekonomi yaitu produksi dikerjakan

semua, utuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota

masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan buka

kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas usaha kekeluargaan. Bangun perusahaan

yang sesuai adalah koperasi. Pasal 33 (amandemen UUD RI 1945)

selengkapnya adalah sebagai berikut:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan;

32

Page 33: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

(3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat;

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam

undang-undang.

Di dalam pasal 34 dinyatakan:

(1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara;

(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat

dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

sesuai dengan martabat kemanusiaan;

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak;

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam

undang-undang

Dalam memberikan penjelasan tentang makna pasal-pasal tersebut,

Amin Suma,28 menegaskan dan memberikan arahan dalam kebijakan

ekonomi nasional dan kesejahteraan sosial Indonesia, sama sekali tidak

menggambarkan kemungkinan penerapan sistem ekonomi kapitalis.

Namun, menurut Amin kenyataan menunjukkan bahwa ekonomi

Pancasila atau ekonomi Kerakyatan belum sepenuhnya diterapkan sesuai

dengan amanah Undang-undang dasar tersebut. Bahkan sistem ekonomi

kapitalis yang lebih dominan diterapkan dan sebagai akibatnya muncul

ketimpangan dan ketidak-adilan ekonomi dalam masyarakat.

28 Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat: Ekonomi dan Keuangan Islam,

( Jakarta: Kholam Publising, 2007), h. 364.

33

Page 34: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

E. Pembentukan Sistem Ekonomi Islam

Pendekatan ekonomi Islam mendasarkan pemikirannya pada konsep

tauhîd mengusung nilai-nilai universal berupa keadilan, keseimbangan,

kebebasan dan pertanggungjawaban untuk melindungi kepentingan berbagai

pihak. Tawaran Islam terhadap hal ini adalah adanya penegakan nilai-nilai

yang bersifat instrumental antara lain: 1) Islam mengakui hak milik pribadi

tetapi juga mengakui hak milik negara untuk menasionalisasikan sumber-

sumber alam yang penting. Sebagai rujukannya hadis nabi mengatakan bahwa

tiga hal yang tidak boleh dimiliki secara pribadi, yaitu: air, padang rumput,

dan api. Sumber-sumber penting lain dapat dianalogikan dengan isi hadis ini

dan wujudnya sesuai dengan kondisi saat ini; 2) pelarangan riba yang

menguntungkan sekelompok orang dan merugikan masyarakat; 3) ajaran

Islam untuk mementingkan kemaslahatan umum, maslahah al ammah, 4)

adanya larangan monopoli dalam Islam; 5) keharusan dikeluarkannya Zakat,

Infak, Shadaqah bagi orang-orang kaya untuk digulirkan pada kelompok

miskin; 6) peran negara dalam mewujudkan stabilitas ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat.

1. Nilai-nilai Dasar

Islam memandang pemahaman bahwa materi adalah segalanya bagi

kehidupan sebagaimana menurut kaum kapitalisme adalah merupakan

pemahaman yang salah, sebab manusia selain memiliki dimensi material

juga memiliki dimensi non material (spiritual). Dalam realitanya tampak

sekali bahwa paham materialisme membawa kehidupan manusia kepada

kekayaan, kesenangan dan kenikmatan fisik belaka dengan mengabaikan

dimensi non materi.

Dalam ekonomi yang berbasis Islam kedua dimensi tersebut

(material dan non material) termuat didalamnya sebagaimana tercermin

dari nilai dasar (value based) yang dimilikinya, yaitu ketauhidan, keadilan

dan keseimbangan, kebebasan kehendak dan betanggung jawab.29

29 Syed Nawab Haider Naqvi, Etics and Economics an Islamic Syinthesis, (London: The

Islamic Foundation, 1981), h. 21.

34

Page 35: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

a. Prinsip Tauhid

Menurut Imaduddin Abdurrahim, orang yang mampu

mentauhidkan Allah SWT secara konsisten akan melihat manusia lain

sama dengan dirinya, dan karena itu dia akan memperlakukan orang

lain sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan orang.30 Sejalan

dengan itu, Mausudul Alam Choudhoury dalam Contibution to Islamic

Economic Theory,31 menghubungkan aspek ketauhidan ini dengan

dimensi persaudaraan (tauhid and brotherhood). Dalam pemikirannya

konsep tauhid tidak saja tercermin dalam hubungan vertikal (manusia

dengan khaliqnya) tetapi terwujud dalam hubungan horisontal

(manusia dengan sasamanya). Sebagai refleksi dari prinsip unitas

(kesatuan) ini, maka seseorang yang tunduk pada nilai-nilai Islam

(islamic man) tidak akan melakukan:

1) Mendiskriminasi di antara pekerja, penjual, pembeli, mitra kerja,

dan sebagainya atas dasar pertimbangan ras, warna kulit, gender,

agama, dan lainnya;

2) Terpaksa melakukan peraktek yang tidak etis, karena hanya Allah-

lah yang ditakuti dan dicintai;

3) Menimbun kekayaan (iktinaz), karena kekayaan merupakan

amanah Allah.

Ketauhidan berfungsi untuk membedakan sang khâliq dan

makhlûk-Nya yang diikuti dengan penyerahan tanpa syarat oleh setiap

makhluk terhadap kehendak-Nya serta memberikan suatu perspektif

yang pasti dan menjamin proses pencarian kebenaran oleh manusia

yang pasti tercapai sepanjang menggunakan petunjuk Allah.

b. Prinsip Keadilan

Dalam Islam, keadilan merupakan ajaran yang sangat

fundamental dan mencakup keseluruhan aspek kehidupan: ekonomi,

sosial, politik, bahkan lingkungan hidup. Luasnya dimensi aplikatif

30 Imaduddin Abdurrahim, “Sikap Tauhid dan Motivasi Kerja”, Jurnal Ulumul Qur’an, II, 6

(Juli-September, 1990), h. 40. 31 Mausudul Alam Choudhury, Contribution to Islamic Economic Theory (New York: St.

Martin Press, 1986), h. 8.

35

Page 36: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

keadilan, al-Qur’an memaknakannya dengan berbagai arti, seperti:

“sesuatu yang benar, sikap tidak memihak, penjagaan hak-hak

seseorang, cara yang tepat dalam mengambil keputusan,32

keseimbangan, dan pemerataan”.33 Dalam konteks ekonomi

Choudhury memaknainya dengan distributional equity (keadilan

distributif) sebagai pilar utama dalam penegakan keadilan ekonomi.34

Pada tataran sosiologis, keadilan berarti bahwa “setiap orang

harus diperlakukan sebagaimana mestinya, tanpa tekanan yang tidak

wajar atau diskriminasi”.35 Sehingga ia mencakup “perlakuan yang

fair, persamaan serta rasa proporsional dan keseimbangan”.36 Tanpa

keadilan dalam kehidupan, maka tatanan sosial juga akan mengalami

distorsi yang pada akhirnya membahayakan diri sendiri.

Keseimbangan merupakan dimensi horisontal dari Islam yang dalam

perspektif yang lebih praktis meliputi keseimbangan jasmani-ruhani,

material-non material, individu dan sosial.

c. Prinsip kebebasan

Sedangkan yang dimaksud dengan kebebasan kehendak disini

adalah kebebasan yang dibingkai dengan tauhid, artinya manusia bebas

tidak sebebas-bebasnya tetapi terikat dengan batasan-batasan yang

diberikan oleh Allah. Dalam Islam, prinsip ini merupakan unsur

komplementer dari konsep khalifah. Karena “sampai pada tingkat

tertentu, manusia dianugerahi kehendak bebas (free will) untuk

mengarah dan membimbing kehidupannya sendiri sebagai khalifah di

32Abdurrahman Wahid, “Konsep-konsep Keadilan” dalam Budhy Munawar Rachman, ed.,

Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Cet. Ke-1 (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1994), h. 76.

33 Nejatullah Siddieqi, The Economic Enterprise in Islam, (Lahore: Islamic Publications Ltd., 1979). Lihat juga, Najatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi dalam Islam, terjemahan oleh Anas Sidik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1988), h. 42.

34 Mausudul Alam Choudhury, Contribution to Islamic Economic Theory, h. 10. 35 Sayyid Fayyaz Ahmad, “Ethical Responsibility of Business: Islamic Principles and

Implications” dalam F.R Faridi ed., Islamic Principles of Business Organization and Management (New Delhi: Qazi Publisher and Distributors, 1995), h. 25.

36 Ahmad, “Ethical Responsibility of Business: Islamic Principles and Implications” dalam F.R. Faridi ed., Islamic Principles of Business Organization and Management, h. 26.

36

Page 37: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

bumi”.37 Kebebasan manusia untuk mengaplikasikan potensi nalar

kreatifnya akan mendorong fungsi kekhalifahannya terimplementasi

secara aktual.

d. Prinsip Pertanggungjawaban

Kebebasan ini juga menyiratkan tanggung jawab sebagai

penyertanya. Refleksi adanya tanggung jawab ini, antara lain dengan

adanya pembalasan terhadap setiap tindakan manusia. Prinsip

kebebasan ini berwujud dengan adanya kebolehan kepemilikan

individu terhadap harta, legalitas perdagangan dan kebolehan menjalin

akad kerjasama. Sedangkan refleksi tanggung jawab dalam aspek

kebebasan ini antara lain berwujud pertanyaan Allah di akherat akan

asal muasal dan arah pengelolaan harta. Tanggung jawab merupakan

konsekuensi logis dari adanya kebebasan yang tidak hanya mencakup

seluruh perbuatan di dunia dan akhirat saja tetapi juga terhadap

lingkungan di sekitarnya.38

Berkenaan dengan teori distribusi, dalam ekonomi kapitalis

dilakukan dengan cara memberikan kebebasan memiliki dan

kebebasan berusaha bagi semua individu masyarakat, sehingga setiap

individu masyarakat bebas memperoleh kekayaan sejumlah yang ia

mampu dan sesuai dengan faktor produksi yang dimilikinya tanpa

memperhatikan apakah pendistribusian tersebut merata dirasakan oleh

semua individu masyarakat atau hanya bagi sebagian saja. Teori yang

diterapkan oleh sistem kapitalis ini tidak dibenarkan dan dalam

pandangan ekonomi Islam adalah dhulm sebab apabila teori tersebut

diterapkan maka berimplikasi pada penumpukan kekayaan pada

sebagian pihak dan ketidakmampuan di pihak lain.

Sistem ekonomi yang berbasis Islam menghendaki bahwa dalam

hal pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan

37 Rafik Isaa Beekun, “Etika Bisnis Islam: Sebuah Perspektif Lingkungan Global”, Jurnal

Ulumul Qur’an, VII, 3, (Desember, 1997), h.14-16. 38Syed Nawab Haider Naqvi, Etics and Economics an Islamic Syinthesis, (London: The

Islamic Foundation, 1981), h. 26.

37

Page 38: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

dan keadilan kepemilikan.39 Kebebasan di sini adalah kebebasan

dalam bertindak yang dibingkai oleh nilai-nilai agama dan keadilan,

tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai

tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa

campur tangan pihak mana pun. Dalam hal ini, keseimbangan antara

individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya,

keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu

masyarakat dengan masyarakat lainnya.40 Keberadilan dalam

pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al Qur’an agar harta

kekayaan tidak menjadi barang dagangan yang hanya beredar di antara

orang-orang kaya saja (al Hasyr (59):7), akan tetapi diharapkan dapat

memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu

kesatuan.

2. Prinsip-prinsip Instrumental

Distribusi faktor-faktor kepemilikan adalah distribusi yang berkaitan

dengan sumber daya alam. Keadilan dalam distribusi pendapatan akan

terealisasi seiring dengan terealisasinya distribusi kekayaan, begitu pula

pendapatan seseorang ditentukan dengan sejauh mana kontribusinya dalam

kegiatan ekonomi dan proses produksi, oleh karena itu keuntungan mereka

tergantung kepada skill dan kontribusi mereka terhadap proses produksi.

Dengan demikian keadilan distrbusi pendapatan dapat terealisasi di

kalangan masyarakat. Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa kebijakan ekonomi dan politik ekonomi mempunyai peranan

penting dalam merealisasikan keadilan dalam distribusi pendapatan.

Dalam sistem ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat

diselesaikan dengan cara menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan

pendapatan nasional (national income) adalah teori yang tidak sepenuhnya

benar, bahkan kemiskinan menjadi salah satu produk dari sistem ekonomi

kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil.

39 Yusuf Qardhawi, Daur al-Qiyâm wa al-Akhlâq fî al-Iqtishâd al-Islâmî, h. 368. 40 Zainuddin Ahmad, Islam, Poverty and Income Distribution, (U.K. Leicester: Islamabad

Foundation, 1991), h. 7. Lihat juga Zianuddin Ahmad, Islam, Kemiskinan dan Pemerataan Pendapatan, (Yogyakarta: Dhana Bakti Prima Yasa, 1998), h. 7.

38

Page 39: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Fakta empirik menunjukkan bahwa bukan karena tidak ada makanan yang

membuat rakyat menderita kelaparan melainkan buruknya distribusi

makanan. Dalam kaitan ini Baqir as Sadr,41 menolak asumsi ekonomi

konvensional bahwa masalah ekonomi muncul disebabkan oleh faktor

kelangkaan. Menurut Sadr masalah ekonomi muncul karena distribusi

yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat sistem ekonomi yang

membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.

Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat

kaya. Sementara yang miskin tidak memiliki akses terhadap sumber daya

sehingga menjadi sangat miskin. Berangkat dari pemikiran ini, Sadr tidak

setuju dengan pemikiran ekonomi yang ada tetapi menggantinya dengan

istilah Iqtishad,42 yang bermakna seimbang, adil, pertengahan, dan

keadilan inilah yang harus melandasi sistem ekonomi yang berkembang.

Pemikirannya ini ditulis secara sangat lengkap dalam bukunya yang diberi

judul Iqtishaduna (Ekonomi Kita) dan yang dimaksud yaitu Ekonomi

Islam yang dikonstruksi dari sumber-sumber utama yaitu al Qur’an dan

Sunnah bukan atas dasar pemikiran manusia.

Berkaitan dengan pentingnya keadilan distributif dalam ekonomi

Islam ini, dalam pemikiran rasionalnya tentang Islam, Harun Nasution, 43

menyebutkan adanya paham Sosialisme Islam abad sekarang ini tetapi

menurutnya paham Sosialisme Islam ini berbeda dengan Sosialisme

Materialisme yang dijumpai di Barat. Menurutnya, paham Sosialisme

Islam didasarkan atas hal-hal sebagai berikut:

1. Islam mengakui hak milik pribadi tetapi juga mengakui hak milik negara untuk menasionalisasikan sumber-sumber alam yang penting. Sebagai rujukannya hadis nabi mengatakan bahwa tiga hal yang tidak boleh dimiliki secara pribadi, yaitu: air, padang rumput, dan api.

41 M. Baqir as-Sadr, Iqtishâdunâ, Cet. IV (Beirût: Dâr al-Fikr, 1973), h. 25. Lihat juga Euis

Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: Dari Masa Klasik hingga Kontemporer (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2007), h. 252-253. Lihat juga, Tim P3EI UII Jogjakarta dan Bank Indonesia, Ekonomi Islam , (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h.8. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa ketidakadilan distribusi adalah disebabkan karena kelangkaan ‘relatif’, yaitu kelangkaan tidak secara alamiah tetapi lebih disebabkan karena keserakahan sekelompok orang atau bangsa sehingga sangat menguasai sebagian sumber daya sementara yang lain tidak dapat mengaksesnya.

42 As-Sadr, Iqtishâdunâ, h. 26. 43 Saiful Muzani (Ed.), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution,

Cet. I, (Jakarta: Mizan, 1995), h. 77.

39

Page 40: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Sumber-sumber penting lain dapat dialogikan dengan isi hadis ini dan wujudnya sesuai dengan kondisi saat ini.

2. Adanya larangan riba yang menguntungkan segelintir kaum kapitalis dan merugikan masyarakat.

3. Adanya ajaran Islam untuk mementingkan kemaslahatan umum, maslahah ammah, bahkan begitu pentingnya sehingga hal ini juga dijadikan salah satu sumber ajaran Islam dalam pengambilan keputusan hukum (istimbath al ahkam).

4. Adanya larangan monopoli dalam Islam. Hadis nabi mengatakan bahwa orang yang melakukan monopoli dilaknat Allah.

5. Ajaran Islam mengenai persaudaraan dan persamaan yang membawa kepada paham keadilan sosial melalui hukum waris, ajaran tentang zakat, shadaqah, dan wakaf.44

Pemikiran yang dikemukakan Harun Nasution tersebut sejalan dengan

pandangan para pemikir saat ini yang menyebutnya dengan Istilah Ekonomi

Islam. Menurut pakar Ekonomi Islam seperti M.A. Mannan,45 Monzer

Kahf,46, Umar Chapra,47 Ekonomi Islam adalah teori dan sistem yang

memiliki paradigma sendiri, ia berbeda dengan Kapitalis dan Sosialisme.

Meski berbeda dalam memahami bangunan sistem ini namun substansi yang

diambil adalah sama. Demikian pula Choudoury,48 menjelaskan lebih lanjut

bahwa Ekonomi Islam secara teoritis disebutnya sebagai Tauhidi Epistimology

melalui suatu proses yang disebutnya sebagai Shuratic Process bermula dari al

Qur’an, Sunnah, Ijma, Qiyas dalam menghasilkan kententuan hukum Islam.

Dalam paradigma ekonomi Islaminya, Choudoury menjelaskan tiga prinsip

mayor dalam ekonomi Islam yaitu : tauhid and brotherhood, work and

productivity, dan distributional equity, akan melahirkan keadilan dan

keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.49 Akan tetapi, menurutnya hal ini

dapat diwujudkan dengan adanya peran dari pemerintah melalui kebijakan

44 Muzani (Ed.), Islam Rasional, h. 78. 45 M.A. Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice, h. 16. Lihat juga M.A. Mannan,

Teori dan Praktek Ekonomi Islam Edisi Lisensi (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993). 46 Monzer Kahf, The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the Islamic

Economic System, (T.tt.: Plainfield In Muslim Studies Association of U.S. and Canada, 1979), h. 11. 47 Umar Chapra, The Future of Economics: An Islamic Perspective: Lanscap Baru Perekonomian Masa Depan, Penerjemah Sigit Pramono, (Jakarta: SEBI, 2001), h. 12.

48 Masudul Alam Choudhury, Studies in Islamic Economic Social Sciences, (London: Mc Millan Press Ltd., 1998), h. 32.

49 Masudul Alam Choudhury, Contribution to Islamic Economic Theory, h. 15-18.

40

Page 41: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

yang dibuatnya. Menurutnya ada empat (4) instrumen kunci yang dapat

dibangun dalam mewujudkan keadilan ini yaitu: a) Pelarangan riba; b)

Institusi mudhârabah; c) Pelarangan tindakan israf; d) Penegakan institusi

zakat.

Keempat instrumen tersebut adalah karakteristik dasar sistem ekonomi

Islam yang dikembangkan saat ini. Lembaga Keuangan mikro syariah adalah

wujud paling konkrit dalam upaya mewujudkan keadilan distributif. Beberapa

karakteristik sistem ekonomi Islam menurut para pemikir ekonomi Islam

seperti M.A. Manan50 dan Monzer Kahf51, setidaknya meliputi : a) mengakui

kepemilikan individu dan kolektif dalam konteks kemaslahatan; b) tiadanya

transaksi berbasis bunga dan mengunggulkan sistem bagi hasil/ profit and loss

sharing seperti dalam mudarabah atau musyarakah, c) berfungsinya institusi

zakat sebagai salah satu sarana distribusi, d) mengakui mekanisme pasar, e)

perlu adanya peranan negara atau pemerintah dalam fungsinya sebagai

regulator dan supervisor. Senada dengan pemikir-pemikir sebelumnya,

prinsip-prinsip Ekonomi Islam menurut Sakti52 antara lain: a) tindakan

ekonomi sekedar memenuhi kebutuhan (needs), bukan memuaskan keinginan

(wants). Jadi hidup hemat dan tidak bermewah-mewah (abstain from wasteful

and luxurious living), b) implementasi zakat; pada tingkat negara mekanisme

zakat adalah obligatory zakat system, bukan voluntary zakat system.

Disamping itu ada instrumen yang bersifat sukarela yaitu infak, shadaqah,

wakaf dan hadiah, c) penghapusan/ pelarangan riba (prohibition of riba),

gharar dan maisir; menjadikan sistem bagi hasil (profit and loss sharing)

sebagai pengganti dari sistem kredit dan bunganya (interst rate) dan

membersihkan ekonomi dari segala perilaku buruk yang merusak sistem,

seperti menipu, judi dan korupsi, d) menjalankan usaha-usaha yang halal

(permissible conduct); dari produk atau komoditi, manajemen, proses

produksi, hingga proses sirkulasi atau distribusi harus dalam kerangka halal

50 M.A Mannan, Islamic Economics Theory and Practice, (Delhi: Idarah al Adabi, 1980). Lihat juga M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Edisi Lisensi, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993), h. 19.

51 Monzer Kahf, The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the Islamic Economic System, (T.tt.: Plainfield In Muslim Studies Association of U.S. and Canada, 1979).

52 Ali Sakti, Ekonomi Islam: Jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern, (Jakarta, Paradigma & Aqsa Publishing, , 2007), h. 59-60.

41

Page 42: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

(tidak dilarang secara syariah) atau sepanjang belum ada dalil yang melarang

aktivitas tersebut.

Karakteristik ekonomi Islam tersebut di atas menciptakan bangunan

Ekonomi Islam yang secara signifikan sangat berbeda dengan sistem ekonomi

konvensional (Kapitalis, Sosialis). Tujuan dari prinsip-prinsip tersebut adalah

agar segala aktivitas manusia benar-benar dapat mencapai kesejahteraan,

kebahagiaan, kedamaian dan kemenangan dunia dan akhirat, sesuai visi sistem

Ekonomi Islam itu sendiri. Prinsip-prinsip tersebut menjadi tuntunan garis

besar perilaku baik secara individu maupun kolektif.

Aktivitas usaha distribusi ini kemudian dituntut untuk dapat memenuhi

hak dan kewajiban yang diinginkan oleh syariat bagi konsumen dan produsen,

yaitu pemenuhan kebutuhan masyarakat luas. Kebutuhan utama adalah

kebutuhan dasar atau pokok yang harus menjadi prioritas utama untuk

dipenuhi dari perekonomian yang dijalankan produsen, konsumen dan

distributor. Dalam ekonomi Islam kebutuhan dasar meliputi Hifdzu Din,

Hifdzu al Aql, Hifdzu al Mal, Hifdzu an Nafs, Hifdzu al Nasl yang sering

disebut kebutuhan dharuriyat. Pemenuhan kebutuhan dasar dan penjaminan

kelancarannya dalam perekonomian menjadi faktor penentu kestabilan

ekonomi, politik dan sosial dalam kehidupan manusia.

Peran pemerintah atau negara juga sangat diperlukan dalam memastikan

kelancaran distribusi ini. Negara memiliki banyak pilihan berupa kebijakan

(melalui regulasi atau perundang-undangan) atau instrumen lainnya untuk

melakukannya. Peran pemerintah adalah memastikan bahwa perilaku

warganya agar tetap berada pada arah realisasi dan pemenuhan akan nilai-nilai

tersebut.

Umar Chapra (1999)53, merinci beberapa fungsi yang harus dilakukan

pemerintah negara Islam yaitu : a) memberantas kemiskinan, b) menciptakan

kondisi full employment dan pertumbuhan yang tinggi, c) menjaga stabilitas

nilai riil uang, d) menegakkan hukum dan ketertiban, e) menjamin keadilan

sosial dan ekonomi, f) mengatur jaminan sosial dan mendorong distirbusi

pendapatan dan kekayaan yang adil, g) mengharmoniskan hubungan

53 Umar Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad: IRTI, 1993), h. 45.

42

Page 43: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

internasional dan menjaga pertahanan negara. Lebih jauh lagi Umar Chapra

mengembangkan pemikiran Ibnu Khaldun dalam Kitab Muqaddimah, tentang

suatu hubungan yang dinamis antara berbagai variabel agar keadilan dapat

terwujud yang disebut lingkaran keadilan (circle of equity). Lingkaran

keadilan itu menghubungkan antara beberapa variabel yaitu: syariah (S),

kekuasaan politik atau peran pemerintah (G), peran masyarakat (N), kekayaan

atau sumber daya potensial (W), pembangunan (g) dan keadilan (j). Dua

variable paling penting yang merupakan tujuan utama adalah pembangunan

(g) dan keadilan (j). Dua hal ini sangat ditentukan oleh tata aturan perilaku

berdasarkan sistem nilai yang berlaku pada masyarakat yang pedoman

utamanya adalah syariah (S). Syariah (S) tidak akan mampu memainkan

peranan kecuali dijalankan secara benar, hal ini merupakan tanggung jawab

masyarakat (N) dan pemerintah (G) untuk berusaha mewujudkan kesejahteraan

(W) berdasarkan sumber daya (resources) yang ada. Analisis Ibnu Khaldun

dalam bentuk relasi fungsional dinyatakan dengan rumus: G = f (S, N, W, g

dan j).54

Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam memiliki

paradigma yang berbeda dengan konvensional. Keadilan, pemerataan,

keseimbangan, kebebasan dan pertanggungjawaban adalah karakteristik dasar

Ekonomi Islam yang dalam implementasinya membutuhkan peran negara,

dalam hal ini kesungguhan pemerintah untuk memasukkan nilai-nilai tersebut

dalam regulasi dan kebijakan yang nyata dan berlaku untuk seluruh

masyarakatnya.

54 Umar Chapra, The Future of Economics: An Islamic Perspective: Lanscap Baru Perekonomian Masa Depan. Penerjemah Sigit Pramono, (Jakarta: SEBI, 2001), h. 153-155.

43

Page 44: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

Lampiran

Tabel 5.35. Cross

Peluang (O) Ta

No Kekuatan (S) 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pelatihan intensif SDM 4 4 4 4 3 4 2 4 4 2 Integritas pengelola 4 4 4 4 3 4 2 4 4 3 Skill pengelola 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Pelayanan Prima 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 Dukungan sarana prasarana 4 3 3 4 4 3 3 4 4 6 Ketersediaan SOP 4 3 4 3 4 3 4 4 3 7 Margin/bagi hasil kompetitif 4 4 4 3 4 4 3 4 4

8 Komunikasi efektif atas-bawah 3 3 3 3 3 3 3 3 3

9 Produk inovatif 4 4 4 4 4 3 4 4 3 Jumlah sub total 35 33 34 33 33 32 28 35 33

No Kelemahan (W) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Pengetahuan pengelola -4 -3 -3 -3 -1 -3 -1 -3 -2 tentang transaksi syariah 2 Penguasaan aspek pemasaran -3 -4 -3 -3 -1 -3 -1 -3 -3 3 Proses rekrutmen terbatas -2 -2 -2 -2 -2 -2 -1 -3 -2 4 Penguasaan teknologi -4 -3 -3 -4 -2 -4 -1 -2 -1 5 Kemampuan proposal bisnis -4 -2 -3 -3 -4 -3 -2 -3 -3 6 Penerapan SOP -3 -3 -2 -2 -2 -2 -2 -3 -3 7 Alokasi finansial untuk -4 -3 -3 -2 -2 -3 -2 -3 -2 teknologi 8 Pengembangan jaringan -4 -3 -4 -3 -3 -4 -4 -3 -3 9 Akses permodalan -4 -3 -4 -3 -4 -4 -2 -3 -2

Jumlah sub total -32 -26 -27 -25 -21 -28 -16 -26 -21

Jumlah Total 3 7 7 8 12 4 12 9 12

44

Page 45: Potensi Dan Persoalan LKMSBMT Bagi Penguatan UKM Dalam Kerangka Keadilan if Ekonomi Islam, Euis Amalia Edit

45