positi vis me
DESCRIPTION
metpenTRANSCRIPT
Filsafat Penelitian Positivisme
Paham positivisme dipelopori oleh Auguste Comte. Ditinjau dari sejarah filsafat,
filsafatpositivisme merupakan bagian dari filsafat abad moderen. Filsafat pada masa ini
muncul sebagaiwujud protes terhadap doktrin yang tanpa dilandasi observasi. Ilmu social
positivis adalah metode yang teroganisir yang menggabungkan logika deduktif dengan
pengamatan empiris yang dari perilaku individu agar bisa menemukan dan menegaskan
seperangkat hukum sebab akibat (kausal) probabilistic, yang dapat digunakan untuk
memprediksi pola umum dari aktivitas (Neuman, 2015).
Terdapat beberapa filosof abad moderen yang mendukung adanya pemrotesan
terhadap doktrin yang tanpa dilandasi observasi.
1. Galileo Galilei
Galileo Galilei menemukan teropong bintang dan membuktikan teorinya yanng
menerangkan bahwa pusat tata surya adalah matahari, bukan sebagaimana berabad-
abad yang menjadi doktrin bahwa bumilah yang menjadi pusat tata surya. Pandangan
Galilei didominasi oleh pemikiran yang sangat empiris yang menyandarkan
kebenaran kepada pengalaman yang dapat diobservasi.
2. Thomas Hobbes
Hobbes menyatakan segala yang ada ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya
sesuai dengan hukum alam.
3. John Locke
Menurut Locke, tiap pengetahuan yang diperoleh manusia terdiri dari sensasi
(berhubungan dengan dunia luar) dan refleksi (pengenalan intuitif).
4. David Hume
Menurut Hume, semua pengalaman adalah akibat dari interaksi seseorang dengan
lingkungan. Sumber pengetahuan adalah empiris. Pengetahuan yang bermanfaat,
pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indera (Achmadi, 1995 : 9).
Dalam pandangan filsafatnya, Comte membagi tahap perkembangan pengetahuan
manusia secara berurutan menjadi tiga, yaitu:
1. Teologis
Pengetahuan manusia dihubungkan dengan kepercayaan roh dan dewa-dewa.
2. Metafisik
Pengetahuan sudah dihubungkan dengan realitas namun belum dilakukan verifikasi.
1
3. Positif
Pengetahuan hanya benar bila teruji dalam verifikasi.
Menurut Comte pengetahuan yang benar haruslah positif. Pengetahuan positif bebas
dari jangkauan nilai dan prasangka penafsiran, objektif, dan terbuka untuk selalu diuji.
Positivisme
Positivisme adalah positif. Positif adalah segala yang tampak seperti apa adanya,
sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Paham filsafat positivisme menganjurkan bahwa
pengetahuan haruslah positif. Pengetahuan yang positif adalah pengetahuan yang objektif
serta bebas dari nilai, prasangka, dan subjektivitas. Filsafat positivisme menjunjung tinggi
objektivitas dan menganggapnya sebagai salah satu persyaratan dasar pengetahuan yang
benar. Kebenaran harus bersifat objektif dan universal. Ilmu social positivis digunakan
secara luas, dan positivism, didefinisikan secara luas, adalah pendekatan terhadap ilmu-ilmu
alam. Pada kenyataannya, kebanyakan orang mengasumsikan bahwa pendekaran positivis
adalah sains.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebenaran positif mempunyai
bebrapa
unsur sebagai berikut.
1. Objektif
Objektif artinya kesesuaian pengetahuan dengan objeknya.
2. Positif
Kebenaran merupakan kenyataan faktual yang dapat diobservasi. Kebenaran tampak
dari penampilan.
3. Verifikasi
Verifikasi adalah pengukuhan dengan fakta empirik. Menurut Carnap (Delfgauw,
1998 : 120), tidak ada gunanya mengajukan pertanyaan metafisik sebab jawabannya
tidak dapat dikatakan benar atau tidak benar, melainkan semata-mata tidak
mengandung makna.
Pendekatan Positivisme dalam Penelitian
Gejala alam maupun gejala sosial adalah objek penelitian yang penting dikaji manusia
untuk memperoleh manfaat seluas-luasnya. Lebih jauh lagi, kenyataan di sekeliling manusia
bisa diformulasikan menjadi ilmu pengetahuan yang jelas dan terukur. Untuk memperolah
nilai kebermanfaatan, manusia melakukan pendekatan terhadap alam dan lingkungan
2
sosialnya. Sehingga manusia lebih memahami dan mengetahui aturan dan hukum-hukum
pada lingkungannya. Positivistik bisa menjalankan peran pendekatan ilmiah pada gejala
lingkungan untuk diformulasikan menjadi pengetahuan yang bemakna. Pengetahuan modern
mengharuskan adanya kepastian dalam suatu kebenaran. Sehingga, sebuah fakta dan gejala
dapat dikumpulkan secara sistematis dan terencana harus mengikuti asas yang terukur,
terobservasi dan diverifikasi. Dengan begini, pengetahuan menjadi bermakna dan sah
menurut tata cara positivistik.
Positivistik sendiri sebenarnya merupakan sebuah paham penelitian. Istilah ini juga
merujuk pada sudut pandang tertentu, sehingga boleh disebut sebagai pendekatan. Paham
penelitian positivistik berbau statistik dan biasanya menolak pemahaman metafisik dan
teologis. Bahkan, paham positivistik sering menganggap bahwa pemahaman metafisik dan
teologis terlalu primitif dan kurang rasional. Artinya, kebenaran metafisik dan teologis
dianggap ringan dan kurang teruji. Singkat kata, positivistik lebih berusaha ke arah mencari
fakta atau sebab-sebab terjadinya fenomena secara objektif, terlepas dari pandangan pribadi
yang bersifat subjektif.
Tujuan penelitian dengan pendekatan positivisme adalah menjelaskan yang pada
akhirnya memungkinkan untuk memprediksi dan mengendalikan fenomena, benda-benda
fisik atau manusia. Kriteria kemajuan puncak dalam paradigma ini adalah bahwa
kemampuan "ilmuwan" untuk memprediksi dan mengendalikan (fenomena) seharusnya
berkembang dari waktu ke waktu. Perlu dicermati reduksionisme dan determinisme yang
diisyaratkan dalam posisi ini. Peneliti terseret ke dalam peran "ahli", sebuah situasi yang
tampaknya memberikan hak istimewa khusus, namun boleh jadi justru tidak layak, bagi
seorang peneliti.
Positivistik lebih menekankan pembahasan singkat, dan menolak pembahasan yang
penuh diskripsi cerita. Peneliti yang akan menggunakan positivistik, harus berani
membangun teori-teori atau konsep dasar, kemudian disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Peneliti lebih banyak berpikir induktif, agar menghasilkan verifikasi sebuah fenomena.
Penelitian positivistic menuntut pemisahan antara subyek peneliti dan obyek penelitian
sehingga diperoleh hasil yang obyektif. Kebenaran diperoleh melalui hukum kausal dan
korespondensi antar variabel yang diteliti. Karenanya, menurut paham ini, realitas juga dapat
dikontrol dengan variabel lain. Biasanya peneliti juga menampilkan hipotesis berupa prediksi
awal setelah membangun teori secara handal.
3
Suatu penelitian yang memiliki dasar positivistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Menekankan objektivitas secara universal dan tidak dipengaruhi oleh ruang
dan waktu.
2. Menginterpretasi variabel yang ada melalui peraturan kuantitas atau angka.
3. Memisahkan peneliti dengan objek yang hendak diteliti. Membuat jarak
antara peneliti dan yang diteliti, dimaksudkan agar tidak ada pengaruh atau
kontaminasi terhadap variabel yang hendak diteliti.
4. Menekankan penggunaan metode statistik untuk mencari jawaban
permasalahan yang
hendak diteliti.
Pendekatan Kuantitatif dengan Pendekatan Positivisme
Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian
dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah
mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis
yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam
penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara
pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Penelitian
kuantitatif banyak dipergunakan baik dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, dari
fisika dan biologi hingga sosiologi dan jurnalisme.
Menurut positivisme, ilmu yang valid adalah ilmu yang dibangun dari empirik.
Dengan pendekatan positivisme dalam metodologi penelitian kuantitatif, menuntut adanya
rancangan penelitian yang menspesifikkan objeknya secara eksplisit, dipisahkan dari objek-
objek lain yang tidak diteliti. Metode penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian
yang mewakili paham positivistik. Metodologi penelitian kuantitatif mempunyai batasan-
batasan pemikiran yaitu: korelasi, kausalitas, dan interaktif; sedangkan objek data, ditata
dalam tata piker kategorisasi, interfalisasik dan kontinuasi. (Muhadjir,2008 : 12).
Penelitian kuantitatif menggunakan alur pemikiran positivisme untuk mengkaji hal-
hal yang ditemui di lapangan, tentunya sebelum melakukan penelitian maka kasus atau
masalah yang akan diteliti sudah terlebih dahulu digolongkan masuk ke kuantitatif atau
kualitatif, sehingga dalam proses selanjutnya peneliti tingggal melakukan riset dengan
mengedepankan alur pemikiran yang tepat.
Acuan filosofik dasar metodologi penelitian positivistik kuantitatif adalah sebagai berikut:
1. Acuan hasil penelitian terdahulu
4
Sesuai dengan filsafat ilmunya, positivisme tunduk kepada bukti kebenaran empirik,
maka sumber pustaka yang perlu dicari adalah "bukti empirik hasil-hasil penelitian
terdahulu".
2. Analisis, sintesis dan refleksi
Metodologi positivistik menuntut dipilahnya analisis dari sintesis. Dituntut data
dikumpulkan, dianalisis, barulah dibuat kesimpulan atau sintesis.
3. Fakta objektif
a. Variabel
Dalam penelitian positivistik kebenaran dicari dengan mencari hubungan relevan
antara unit terkecil jenis satu dengan unit terkecil jenis lain.
b. Eliminasi data
Cara berfikir positivistik adalah meneliti sejumlah variabel dan mengeliminasi
variabel yang tidak teliti.
c. Uji reliabilitas, validitas instrument dan validitas butir
Penelitian positivistik menuntut data obyektif. Obyektif dalam paradigma
kuantitatif diwujudkan dalm uji kualitas instrumennya yang disebut uji reliabilitas
dan validitas instrumennya. Dari uji validitas instrumen tersebut berarti instrumen
tersebut dapat dipakai untuk mengumpulkan data yang obyektif. Kualitas
instrumen lebih tinggi lagi dapat diuji lebih lanjut lewat uji validitas setiap soalnya
atau uji validitas butirnya. Uji validitas butir diuji daya diskriminasi dan tingkat
kesukarannya.
4. Argumentasi
a. Fungsi parameter
Sejumlah variabel diuji pengaruhnya dengan teknik uji relevansi atau
korespondensi antar sejumlah variabel. Uji korespondensi hanya membuktikan
hubungan parallel antar banyak variabel (bukan sebab-akibat).
b. Populasi
Subyek penelitian adalah subyek pendukung data, subyek yang memiliki data
yang diteliti.
c. Wilayah atau penelitian
Membahas lingkungan yang memberi gambaran latar belakang atau suatu
lingkungan khusus yang dapat memberi warna lain pada populasi yang sama.
5. Realitas
a. Desain standar
5
Kerangka berfikir hubungan variabel-variabelnya harus jelas, dirancang hipotesis
yang dibuktikan termasuk dirancang instrumen pengumpulan datanya yang teruji
validitas instrumennya dan juga validitas butir soalnya dan dirancang teknik
analisis.
b. Uji kebenaran
Realitas dalam paradigma kuantitatif obyektif adalah kebenaran sesuai signifikansi
statistik dan pemaknaannya juga sebatas teknik uji yang digunakan. Unsur-unsur
data untuk uji kebenaran menyangkut melihat antara lain jumlah subyeknya, jenis
datanya, distribusi datanya, mean, simpangan bakunya dan teknik uji korelasinya.
Realitas atau kebenaran yang diakui dalam positivistik sebatas obyek yang diteliti
dan seluas populasi penelitiannya dan dijamin oleh teknik pengumpulan data,
teknik analisis, dan penetapan populasi.
Kritik Positivisme
Kritik paling umum yang dibuat dan diterima di kalangan ilmuwan sosial adalah
kritik seputar perluasan metode-metode ilmiah dalam wilayah kehidupan sosial manusia.
Kelompok anti positivis yang menggunakan garis argumen ini menegaskan bahwa antara
kehidupan social manusia dan fakta alam yang menjadi pokok kajian ilmu-ilmu alam terdapat
perbedaan mendasar. Perbedaannya adalah bahwa tingkah laku manusia tidak dapata
diramalkan (unpredictable) yang disebabkan oleh tiga faktor:
1. Kehendak bebas manusia yang unik
2. Karakter hidup sosial yang tunduk aturan dan bukan tunduk hukum
3. Peran kesadaran dan makna dalam kehidupan social
Langkah-Langkah Riset Metode Ilmiah (Positivis)
Riset metode ilmiah (positivis) merupakan riset yang terstruktur dengan langkah-
langkah yang jelas dan sistematik. Langkah-langkah dari riset ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi isu atau topic dari riset
2. Menjual ide atau isu tersebut dengan cara menjustifikasi bahwa isu tersebut adalah
menarik dan penting untuk diteliti
3. Menentukan tujuan dan konstribusi dari riset
4. Mengembangkan hipotesis
5. Merancang riset
6. Mengumpulkan data
6
7. Menganalisis data dan menguji hipotesis
8. Membuat ringkasan, mengevaluasi dan mendiskusikan hasil serta menyimpulkan
hasilnya
9. Menunjukkan keterbatasan dan halangan-halangan riset
10. Mengusulkan perbaikan-perbaikan riset berikutnya
Penulisan Hasil Riset
Laporan hasil riset menunjukkan laporan tertulis setelah riset selesai dilakukan dan
dilaporkan kepada pihak yang membutuhkannya. Isi dari laporan tertulis ini juga
menunjukkan proses dari riset tersebut. Secara umum, isi dari laporan riset adalah sebagai
berikut:
Bab 1 Pendahuluan
Berisi tentang isu riset, motivasi dari riset yang menunjukkan mengapa isu riset ini
penting dan perlu diteliti, tujuan daru riset dan konstribusi riset
Bab 2 Kajian teori dan pengembangan hipotesis
Bab ini mengkaji tentang teori yang digunakan di dalam riset untuk mengembangkan
hipotesis dan menjelaskan hasil fenomena riset. Dengan menggunakan teori yang
sudah dikajidan juga riset-riset sebelumnya. Hipotesis yang sudah ada dapat
dikembangkan.
Bab 3 Desain riset
Dalam bab ini menjelaskan tipe dari riset yang digunakan, rancangan sampel yang
meliputi jenis, sumber, proses seleksi dan karakteristik datanya. Di dalam bab ini juga
membahas model empiris yang digunakan untuk menguji hipotesis yang sudah
dikembangkan sebelumnya.
Bab 4 Hasil
Bab ini menunjukkan hasil dari pengujian hipotesis menggunakan data yang diolah
sesuai dengan model empiris yang sudah ditetapkan.
Bab 5 Ringkasan, simpulan, diskusi, implikasi, kekurangan-kekurangan dan saran-
saran
Ringkasan menunjukkan hasil riset secara padat. Simpulan menunjukkan keberhasilan
dari tujuan riset. Simpukan menunjukkan hipotesis mana yang didukung dan mana
yang tidak didukung. Saran-saran yang diberikan karena adanya keterbatasan dari
riset.
Lampiran-lampiran
7
Daftar Pustaka
Karakteristik Riset Yang Baik
Cooper dan Schindler (2003) mengatakan bahwa riset yang baik mengikuti standar
dari metode ilmiah (scientific method). Beberapa karakteristik dari riset yang baik adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan dari riset secara jelas didefinisikan
2. Proses riset dijelaskan secara rinci
3. Rancangan riset direncanakan dengan baik
4. Kerterbatasan riset diungkapkan secara jujur
5. Standar etis yang tinggi diterapkan
6. Analisis yang cukup untuk kebutuhan pengambilan keputusan
7. Hasil-hasil riset disampaikan dengan tidak ambiguis
8. Konklusi dijustifikasi
9. Pengalaman riset terefleksikan
8
Daftar Pustaka
Jogiyanto (2010). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah Dan Pengalaman-Pengalaman. Yogyakarta, BPFE.
Neuman, W. L. (2015). Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Kembangan Utara. Jakarta Barat, PT. Indeks.
Purwanto (2010). Metode Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
9