portofolio rijal - kasus kejiwaan - skizoafektif depresif berulang

Upload: resa-putra

Post on 08-Mar-2016

233 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

zxcxzc

TRANSCRIPT

PORTOFOLIO 1

PORTOFOLIO KASUS KEJIWAANSKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF

Disusun oleh :

dr. Chairur Rijal Agus WicaksonoPembimbing:

dr. Rahayu .P, SpKJPendamping :

dr. Lisa, SpSPROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK

2015PORTOFOLIO SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF EPISODE BERULANGNo. ID dan Nama Peserta : dr. Chairur Rijal Agus Wicaksono

No. ID dan Nama Wahana : RSUD Ibnu Sina Gresik

Topik : Jiwa (Psikiatri)

Tanggal Kasus : 21 Agustus 2015

Nama Pasien : Ny. RNo. RM : 557xxx

Tanggal Presentasi : -Pembimbing : dr. Rahayu, Sp.KJ

Tempat presentasi : -

Obyektif Presentasi : -

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Pasien dengan rasa curiga dan halusinasi auditorik,

Tujuan : Mengetahui tatalaksana penanganan Gannguan Skizoafektif

Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas Diskusi Presentasi & diskusi E-mail Pos

Data Pasien Nama : Ny. R Umur : 35 tahunAlamat: Jl. R.A.Kartini, GresikNo. Registrasi : 557xxx

Data Utama untuk bahan diskusi

1. Keluhan Utama: GelisahAnamnesis (Autoanamnesis):

Pasien perempuan, wajah sesuai usia, mengenakan baju berwarna coklat dan rok panjang berwarna hitam, tampak tidak tenang, gelisah dan beberapa kali melihat ke sekeliling, dengan sesekali menunduk. Saat dipanggil namanya pasien terdiam sejenak kemudian pasien mau menjawab namanya Lestari. Saat pemeriksa menanyakan apa pekerjaan pasien, pasien terdiam. Pasien merasa tidak senang saat berada dirumah, pasien merasa ada yang membisiki bahwa suaminya selingkuh, sejak itu pasien sering bertengkar dengan suaminya. Kemudian bila dirumah pasien mulai menunjukkan perubahan sifat, pasien suka diam dan tidak mau bicara, lama kelamaan pasien suka marah-marah dan merusak barang, ketika ditanyai pasien pernah mengatakan bahwa dirinya takut ditinggal dan kehilangan suaminya, dan sering menuduh tetangganya menggoda suaminya, Heteroanamnesa (suami pasien):

Dari Suami pasien didapatkan informasi bahwa Ny.R mulai menunjukkan perubahan sikap sejak tahun 2004 lalu. Hal ini diawali dengan tingkah laku pasien yang tiba-tiba terlihat murung, sering marah, dan merusak barang dirumah. Saat ditanya, pasien mengatakan bahwa ada yang mengatakan kalau suaminya sering diganggu oleh tetangganya yang suka dengan suami pasien, padahal sebenarnya tidak seperti itu. sejak itu pasien sering bertengkar dengan suaminya. Pasien juga mengatakan dirinya takut ditinggalkan oleh sang suami. Pasien juga sering marah dan melempar barang kepada tetangganya yang dikira suka menggoda suaminya.

2. Riwayat Penyakit Dahulu: Sebelum tampak mengalami sakit pasien merupakan orang yang tertutup, pendiam, dan kadang mudah tersinggung

Sejak tahuin 2004 pasien terasa tertekan karena merasa suaminya diganggu oleh tetangganya yang suka dengan suami pasien, sejak itu pasien sering bertengkar dengan suaminya. Kemudian bila dirumah pasien mulai menunjukkan perubahan sifat, pasien suka diam dan tidak mau bicara, lama kelamaan pasien suka marah-marah dan merusak barang, ketika ditanyai pasien pernah mengatakan bahwa dirinya takut ditinggal dan kehilangan suaminya, dan sering menuduh tetangganya menggoda suaminya, padahal sebenarnya tidak seperti itu.

Sejak tahun 2005 sampai 2008 pasien sering dibawa ke Puskesmas sampai beberapa kali, tetapi hanya rawat jalan saja, di puskesmas hanya diberi obat chlorpromazine dan suntikan tiap kali datang (keluarga tidak tahu diberikan suntikan apa), karena tidak ada perubahan akhirnya pasien dirujuk ke RSJ Menur dan MRS.

Sepulang dari RSJ Menur pasien Nampak lebih tenang, dan mulai mau berkomunikasi tetapi tetap tidak mau bekerja. Selama rawat jalan pasien rajin minum obat.

Pada tahun 2009 pasien kumat dan MRS lagi karena mengamuk, berkata-kata kotor, bicara ngelantur dan merusak barang-barang dirumah seperti membacoki kursi plastik yang ada dirumah, tapi tidak melukai orang, pasien mengamuk tanpa sebab yang jelas. Pasien MRS selama 2 minggu kemudian pulang dengan status sembuh sosial.

Pada tahun 2010 pasien MRS lagi dengan alasan marah-marah dan memukul suaminya, pasien MRS selama 3 minggu dan pulang lagi, pasien rajin kontrol dan minum obat, tetapi dikarenakan sering dipengaruhi teman-temannya kalau obat yang diminumnya itu seperti pil koplo, sehingga pasien tidak mau minum obat lagi dan tahun 2013 pasien kumat lagi dan MRS di RSJ Menur lagi.

Setelah keluar RSJ Menur pasien sedikit agak baikan, dan baru kali ini control ke Pli Jiwa RSUD Ibnu SIna Gresik.

3. Riwayat Pendidikan: Pasien lulus SD dan sempat melanjutkan ke tingkat Madrasah Tsanawiyah (setara SMP) namun hanya sampai kelas 1 saja dengan alasan kesulitan ekonomi.

4.Riwayat keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini.

Kepala keluarga : Tn. Anak

5. Riwayat Sosial-Ekonomi:

Keluarga pasien termasuk keluarga yang menengah kebawah, adik ipar pasien bekerja sebagai buruh pabrik, suami dan mertuanya bertani disawah. Sebelum sakit pasien bekerja serabutan sebagai buruh tani, kuli bangunan, penebang tebu, dan lain-lain. Selama pengobatan pasien suami pasien di RSJ menur mengeluh masalah biaya transportasi bolak-balik ke RSJ menur dikarenakan memakan biaya yang besar. Sehingga memilih berobat ke poli jiwa RSUD Ibnu Sina.

6.Riwayat Pekerjaan :

Pasien bekerja di pabrik swasta 1 bulan ini pasien berhenti dengan alasan ingin mencari pekerjaan yang lain dan tidak cocok dengan lingkungannya.

7. Faktor-faktor :

Faktor premorbidPasien termasuk orang yang tertutup, pendiam, dan kadang mudah tersinggung

Faktor organik Pasien tidak menderita sakit lainnya Faktor keturunan Keluarga tidak ada yang menderita penyakit sama seperti pasien Faktor pencetus -

8. Pemeriksaan Fisik:

STATUS GENERALIS

Vital Sign :

TD : 110/70 N : 90x/menitT : 360C RR : 20x/menit

KU : cukup Kesadaran : compos mentisKepala: anemia -/-, ikterus -/-, cyanosis -/-, edema-/-Leher: kaku kuduk -, PKL -Thorax : Simetris , Retraksi Jantung Tekanan vena sentral

Tidak didapatkan distensi vena jugular ekterna Inspeksi

Ictus cordis tampak pada ICS V anterior axillary line sinistra Pulsasi jantung tak tampak Palpasi

Iktus cordis teraba di ICS V anterior axillary line sinistra, kuat angkat

Pulsasi teraba di apeks.

Perkusi

Batas kanan jantung di ICS IV parasternal line dextra

Batas kiri jantung di ICS Vanterior axillary line sinistra

Auskultasi

S1 normal; S2 normal Murmur () Gallop (-) Paru : ves/ves, wh -/-, rh -/-Abdomen : Inspeksi: Bentuk rata

Umbillicus masuk ke dalam, Turgor kulit dalam batas normal Auskultasi: Bising usus normal

Perkusi: Timpani di semua regio abdomen, shifting dullness (-)

Palpasi: Turgor normal, tonus normal, nyeri (-),hepar/lien tak teraba,

ginjal tak teraba; Nyeri ketok ginjal(-)

Extrimitas :Hangat, Kering, Merah. CRT < 2Edema -/-STATUS NEUROLOGIS

GCS: 456Fungsi luhur: dalam batas normalNn. cranialis: Pupil bulat Isokor, 3mm/3mm, Refleks Cahaya : +/+

Nn. cranialis lain dalam batas normal

Meningal sign

Kaku kuduk : (-)

Budzinski : (-)

Pemeriksaan motorik : 5/5 5/5

Pemeriksaan sensorik: dalam batas normalRefleks Fisiologis

BPR : +2 / +2 TPR : +2 / +2 KPR : +2 / +2 APR : +2 / +2Refleks Patologis

Babinski : - / - Chaddock : - / - Gonda: - / - Gordon: - / - Openheim: - / -STATUS PSIKIATRI : Kesan umum : Tampak murung, tidak bisa tenang. Kesadaran : Berubah Kontak : Verbal (+) irelevan

Non verbal (+)

Proses berpikir : Bentuk : non realistis

Arus : koheren

Isi : miskin ide Orientasi tempat : Baik Orientasi waktu : Baik

Orientasi orang : Baik

Daya ingat : Normal Persepsi : Halusinasi (+) auditorik Afek / Emosi: labil Intelegensi : Sulit dievaluasi Psikomotor : Menurun Kemauan : Menurun

8. Diagnosa Multiaxial :

AXIS I : Skizoafektif Tipe Depresif (F25.02) AXIS II : Tertutup, pendiam, dan kadang mudah tersinggung AXIS III: - AXIS IV: Masalah lingkungan sosial, ekonomi dan pekerjaan AXIS V: GAF scale 60-51

9. Terapi :

Farmakoterapi : THD 1X1 Risperidon 0-0-2mg Psikoterapi : Psikoventilasi

Pasien dibimbing untuk menceritakan segala permasalahannya, apa yang menjadi beban, sehingga dapat memberikan pemecahan yang baik dan mengetahui antisipasi pasien dari faktor-faktor pencetus.

Sugesti

Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat sembuh (penyakit terkontrol) dan dapat membantu mengatasi bebannya.

Desensitisasi

Pasien dilatih bekerja dan menerima kenyataan agar terbiasa di dalam lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam hubungan kerja dan sosial dengan masyarakat.

10. Edukasi keluarga Jangan mengucilkan atau memusui pasien.

Perhatikan hal-hal yang bisa menimbulkan rasa sedih atau marah pasien, dan sebisa mungkin hindarkan pasien dari hal-hal tersebut.

Motivasi, latih, dan ajak pasien untuk mampu mengerjakan hal-hal yang berguna (misalnya membantu bersih-bersih rumah) dengan perlahan-lahan, dimulai dengan lebih sering memujinya jika pasien melakukan hal berguna dengan baik.

Ajak pasien berbincang-bincang tentang hal-hal yang bersifat ringan dan menarik bagi pasien seperti acara TV, sepak bola, dan lain-lain.

Berikan obat sesuai dengan dosis dan petunjuk dokter, awasi pasien dalam meminumnya, dan taati jangka waktu pemakaian obat.

Kontrol rutin ke dokter bila obat habis atau tampak efek samping obat yang tidak biasa pada pasien, ataupun jika tidak tampak perkembangan yang bermakna dalam kejiwaan paseien.

Daftar Pustaka

1. Buku Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa WF Maramis, Airlangga University Press

2. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, PPDGJ III, dr. Rusdi Maslim

3. Buku Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat psikotropik edisi ketiga

Hasil Pembelajaran

1. Manifestasi Gangguan Skizoafektif

2. Diagnosa Gangguan Skizoafektif

3. Penatalaksanaan Gangguan Skizoafektif

4. Edukasi (KIE) keluarga

TINJAUAN PUSTAKADefinisi

Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif.1,3

SejarahDi tahun 1913 George H. Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia dan gangguan afektif (mood). Karena pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks yang memburuk, Kirby dan Hoch mengklasifikasikan mereka di dalam kelompok psikosis manic-depresif Emil Kraepelin. Di tahun 1933 Jacob Kasanin memperkenalkan istilah gangguan skizoafektif untuk suatu gangguan dengan gejala skizofrenik dan gejala gangguan mood yang bermakna. Pasien dengan gangguan ini juga ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba, seringkali pada masa remajanya. Pasien cenderung memiliki tingkat fungsi premorbid yang baik, dan seringkali suatu stressor yang spesifik mendahului onset gejala. Riwayat keluarga pasien sering kali terdapat suatu gangguan mood. Kasanin percaya bahwa pasien memiliki suatu jenis skizofrenia. Dari 1933 sampai kira-kira tahun 1970, pasien yang gejalanya mirip dengan gejala pasien-pasien Kasanin secara bervariasi diklarifikasi menderita gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal, skizofrenia dalam remisi, dan psikosis sikloid.4EpidemiologiPrevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.EtiologiSulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.

Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah diajukan.

1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe gangguan mood.

2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia dan gangguan mood.

3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood.

4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.

Tanda dan GejalaPada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.2,3

Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III):3 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a) thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;

b) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

DiagnosisKonsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia. Disamping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)

Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif

A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.

Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode campuran dengan

gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.

Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.

B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama

sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.

C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian

bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.

D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat

yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Sebutkan tipe:

Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau suatu manik

suatu episode campuran dan episode depresif berat)

Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.

Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.5Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.

Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.

Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau depresif (F30-F33)

Diagnosis Banding

Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah terkendali.1,3Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.

Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.

Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.

TerapiModalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol), valproate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan.5