populasi dan habitat monyet ekor panjang (macaca ... · tema yang dipilih dalam penelitian yang...
TRANSCRIPT
i
POPULASI DAN HABITAT MONYET EKOR PANJANG (Macaca
fascicularis) DI KAWASAN EKOWISATA MANGROVE
WONOREJO DAN SEKITARNYA, SURABAYA
INDIRA WAHYU SEPTA ANGGRAENI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Populasi dan Habitat
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Kawasan Ekowisata Mangrove
Wonorejo dan Sekitarnya, Surabaya adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Indira Wahyu Septa Anggraeni
NIM E34080113
ii
ABSTRAK
INDIRA WAHYU SEPTA ANGGRAENI. Populasi dan Habitat Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis) di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo
dan Sekitarnya, Surabaya. Dibimbing oleh DONES RINALDI dan ANI
MARDIASTUTI.
Monyet ekor panjang adalah satwa primata yang aktif di siang hari
(diurnal) dan dapat ditemukan pada berbagai tipe vegetasi mulai dari hutan
mangrove sampai hutan pegunungan. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi populasi dan habitat Monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo dan sekitarnya,
Surabaya. Metode pengamatan untuk populasi yang digunakan yaitu
concentration count, untuk habitat menggunakan metode analisis vegetasi.
Dugaan minimum ukuran populasi Monyet ekor panjang di kawasan Ekowisata
Mangrove Wonorejo dan sekitarnya sebanyak 148 ekor. Kepadatan populasi
monyet yaitu 0,55 ind/ha. Sex-ratio monyet dewasa pada satu kelompok utuh
adalah 1 : 2. Habitat yang dihuni oleh Monyet ekor panjang merupakan habitat
hutan mangrove. Sumber pakan monyet terdiri dari sembilan jenis, tujuh
diantaranya tumbuhan dan dua lainnya berasal dari hewan. Posisi individu pada
ruang tajuk terbanyak adalah di atas permukaan tanah dengan persentase
sebesar 40,54% dan di tajuk bawah dengan persentase sebesar 29,73%.
Kata kunci: habitat, mangrove, monyet ekor panjang, populasi
ABSTRACT
INDIRA WAHYU SEPTA ANGGRAENI. Population and Habitat of Long-
tailed Macaque (Macaca fascicularis) in Wonorejo Mangrove Ecotourism and
Surrounding Areas, Surabaya. Supervised by DONES RINALDI and ANI
MARDIASTUTI.
Long-tailed macaque is a diurnal nonhuman primate and can be found in
various types of vegetation including mangrove forests to mountain forests.
The purpose of this research is to identify the population and habitat of Long-
tailed macaque (Macaca fascicularis) in the Wonorejo Mangrove Ecotourism
and surrounding areas, Surabaya. Method of observation population is
concentration count and then method of habitat analysis is based on vegetation
analysis. The minimum estimation of population size of Long-tailed macaque
in the areas was 148 individuals. Sex-ratio of adult macaque was estimatied to
be 1 : 2. Macaque population densities was 0,55 individuals/hectare. The Long-
tailed macaque’s eats are mangrove forest vegetations and animal. There was 9
kind of food, which 7 species of plants and the others species was animals. The
macaque has highest tendency for using area in their daily life above the
ground (40,54%) and only 29,73% individuals spend the day in bottom of the
canopy.
Keywords: habitat, long-tailed macaque, mangrove, population
iii
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
POPULASI DAN HABITAT MONYET EKOR PANJANG (Macaca
fascicularis) DI KAWASAN EKOWISATA MANGROVE
WONOREJO DAN SEKITARNYA, SURABAYA
INDIRA WAHYU SEPTA ANGGRAENI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo dan Sekitamya, Surabaya
Nama Indira Wahyu Septa Anggraeni NIM E34080113
Disetujui oleh
Ir Dones Rinaldi, MSc F Prof Dr Ir Ani Mardiastuti, MSc Pembimbing I Pembimbing II
r Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 0 Z AUG 2013
v
Judul Skripsi : Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo
dan Sekitarnya, Surabaya
Nama : Indira Wahyu Septa Anggraeni
NIM : E34080113
Disetujui oleh
Ir Dones Rinaldi, MSc F
Pembimbing I
Prof Dr Ir Ani Mardiastuti, MSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini ialah
mengenai ekologi satwa liar, dengan judul Populasi dan Habitat Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis) di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo
dan Sekitarnya, Surabaya.
Skripsi ini berisi tentang identifikasi populasi yang meliputi ukuran
kelompok dan struktur umur serta sex-ratio dari Monyet ekor panjang. Selain
itu, mengidentifikasi pula mangenai habitat hutan mangrove sebagai habitat
Monyet ekor panjang yang meliputi struktur vegetasi dan jenis pakan yang
dikonsumsi oleh monyet di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Dones Rinaldi MSc
FTrop dan Ibu Prof Dr Ir Ani Mardiastuti MSc selaku pembimbing, serta Ibu
Dr Ir Mirza D Kusrini, Bapak Ir Ahmad Hajib MSc dan Ibu Dr Ir Yeni A
Mulyani MSc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Ayahanda M. Hendra Djaya, Ibunda Ning
Chomariyah dan adik Amelia Apriani atas segala doa, kasih sayang serta
motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada keluarga besar KSHE Edelweis 45, sahabatku Nisa dan
Khunsa’, kawan kosan Az zukruf dan Himasurya+ (Yunita, Firza, Ayu, Hafi,
Eisti, Mbak Devi dan lainnya) atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya.
Selain itu ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak pengelola
kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo, baik dari Departemen Pertanian (Pak
Yuli, Mas Ardi) maupun staf Ekowisata Mangrove Wonorejo (Pak Wahid) dan
masyarakat sekitar (Pak Fathoni, Pak Mat dan keluarga besar Bintang Timur)
yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Indira Wahyu Septa Anggraeni
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN vviii PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Taksonomi 2 Morfologi 2 Penyebaran 3 Populasi 4 Habitat 4
METODE 5 Lokasi dan Waktu Penelitian 5 Obyek 6 Alat 6 Metode Pengumpulan Data 6 Data Populasi 6
Data Habitat 6 Posisi Individu dalam Ruang Tajuk Pohon 7 Metode Analisis Data 8 Analisis Populasi dan Sebaran 8 Analisis Data Habitat 8 Analisis Posisi Individu dalam Ruang Tajuk 9
HASIL 9 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 9 Populasi Monyet Ekor Panjang 10 Habitat Monyet Ekor Panjang 14 Posisi Individu dalam Ruang Tajuk 17
PEMBAHASAN 18
Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang 18 Implikasi Terhadap Pengelolaan 22
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25 LAMPIRAN 27
vii
vii
vii
viii
DAFTAR TABEL
1 Ukuran bobot badan, panjang kepala-badan dan panjang ekor (M. f.
mordax) 3 2 Subspesies Macaca fascicularis yang ada di Indonesia 3 3 Kategori area penelitian 9 4 Kelompok monyet di lokasi penelitian 10 5 Ukuran kelompok monyet 12 6 Struktur umur dan jenis kelamin monyet yang diketahui 12 7 Waktu perjumpaan monyet 12
8 Titik analisis vegetasi pada lokasi habitat kelompok monyet 14 9 Nilai INP tertinggi di masing-masing lokasi kelompok monyet 14
10 Posisi individu monyet dalam ruang tajuk pohon 17 11 Jenis pakan dan bagian yang dimanfaatkan 17
DAFTAR GAMBAR
1 Kawasan ekowisata mangrove wonorejo dan sekitarnya 5 2 Petak contoh analisis vegetasi 7
3 Pembagian ruang tajuk pohon 8 4 Kondisi umum kawasan 10 5 Lokasi monyet ekor panjang di kawasan ekowisata mangrove
wonorejo 11 6 Monyet ekor panjang di lokasi penelitian 13 7 Luasan wilayah kelompok I 13 8 Lokasi pengambilan data profil pohon 15 9 Diagram profil habitat mangrove homogen 15
10 Diagram profil habitat mangrove heterogen 16 11 Jenis pakan monyet ekor panjang 18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis vegetasi habitat mangrove 1 28 2 Analisis vegetasi habitat mangrove 2 28
3 Analisis vegetasi habitat mangrove 3 29 4 Analisis vegetasi habitat mangrove 4 29
5 Analisis vegetasi habitat mangrove 5 30 6 Analisis vegetasi habitat mangrove 6 31 7 Kondisi lokasi dilakukannya analisis vegetasi 32
8 Data profil pohon di lokasi kelompok habitat mangrove heterogen 33
9 Data profil pohon di lokasi habitat mangrove homogen 33
10 Panduan wawancara 34
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis mordax Raffles 1821)
merupakan primata yang sering dijumpai karena persebarannya yang relatif
merata di pulau Jawa. Populasinya yang masih tergolong banyak sehingga belum
dikategorikan sebagai satwa yang dilindungi dalam PP No. 7 tahun 1999. Monyet
ekor panjang adalah satwa primata yang aktif di siang hari (diurnal) dan dapat
ditemukan pada berbagai tipe vegetasi dari hutan pantai sampai hutan rimba.
Kedekatan genetik Monyet ekor panjang dengan manusia menyebabkan
spesies ini dijadikan uji coba pemberian obat-obatan. Monyet ekor panjang juga
digunakan sebagai satwa hiburan oleh masyarakat dengan sebutan “Topeng
Monyet”. Monyet ekor panjang yang dipertahankan sisi liarnya dapat menjadi
daya tarik tersendiri dalam suatu kawasan wisata contohnya pada kawasan
Ekowisata Mangrove Wonorejo, Surabaya.
Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo merupakan kawasan yang
memiliki habitat alami hutan mangrove serta dilintasi oleh sungai Wonorejo dan
Wonokromo yang bermuara ke laut Jawa. Mangrove adalah salah satu ekosistem
yang paling produktif di dunia. Ekosistem tersebut menyediakan shelter dan
tempat mencari makan berbagai jenis satwa (Mann 1982).
Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo merupakan bagian dari kawasan
Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya). Penetapan kawasan Pamurbaya sebagai
kawasan lindung dengan total luasan ± 2.503,9 ha berdasarkan Peraturan
Daerah/Perda Kota Surabaya No. 3 Tahun 2007 tentang RTRW Kota Surabaya.
Sebelum itu, pada tanggal 7 Mei 1999 melalui UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, Pemerintah Indonesia memberikan motivasi bagi penduduk di
Kelurahan Wonorejo yang peduli terhadap lingkungan untuk dapat mengelola
wilayah hutan mangrove dengan benar, karena kerusakan hutan mangrove yang
terparah berada di wilayah Wonorejo. UU No. 22 Tahun 1999 inilah yang
merupakan pendorong dan dasar berdirinya Ekowisata Mangrove Wonorejo yang
berada dalam kawasan lindung Pamurbaya (Fauziah 2011).
Sejak tahun 2008, kawasan mangrove Wonorejo mulai diresmikan menjadi
kawasan ekowisata. Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo merupakan salah
satu habitat Monyet ekor panjang yang sampai saat ini populasi Monyet ekor
panjang masih belum diketahui secara pasti dan belum ada penelitian tentang hal
tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai populasi dan
habitat Monyet ekor panjang di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo dan
sekitarnya sehingga pengelolaan lebih lanjut terhadap satwa ini dapat berjalan
dengan baik.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi ukuran kelompok Monyet ekor panjang
2. Mengidentifikasi struktur umur dan sex ratio kelompok Monyet ekor
panjang
2
3. Mengidentifikasi struktur vegetasi dan jenis pakan yang digunakan sebagai
habitat Monyet ekor panjang.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya pengelolaan
Monyet ekor panjang yang ada di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo,
Surabaya.
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis Raffles 1821) memiliki 10
subspesies (Rowe 1996). Subspesies yang ada di wilayah Jawa dan Bali
merupakan subspesies Macaca fascicularis mordax (Napier dan Napier 1967).
Monyet ekor panjang mempunyai beberapa nama daerah diantaranya seperti ketek
atau kunyuk (Jawa), monyet dan kera (Sunda). Menurut Napier dan Napier (1967),
Monyet ekor panjang yang tersebar di Jawa memiliki taksonomi sebagai berikut:
Phyllum : Chordata
Sub Phyllum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata (Linnaeus 1958)
Sub Ordo : Anthropoideae (Mivart 1864)
Super Famili : Cercopithecoideae (Simpson 1931)
Famili : Cercopithecidae
Sub Famili : Cercopithecidae (Blanford 1888)
Genus : Macaca (Lacepede 1799)
Spesies : Macaca fascicularis (Raffles 1821)
Sub Spesies : Macaca fascicularis mordax
Morfologi
Monyet ekor panjang (M. f. mordax) adalah satwa primata yang berjalan
dengan empat kaki (quadrupedalism), memiliki ekor yang lebih panjang dari
panjang kepala dan badan, serta memiliki bantalan duduk (ischial callosity) yang
melekat pada tulang duduk (ischium) (Napier dan Napier 1985). Monyet ini
memiliki warna rambut dari abu-abu terang sampai abu-abu gelap. Warna rambut
di bagian ventral tubuh agak keputihan. Rambut di atas mahkota kepala tumbuh
ke arah belakang yang sering berbentuk jambul yang lancip. Monyet ekor panjang
jantan dewasa memiliki kumis, sedangkan pada betina dewasa ditemukan jenggot.
Monyet ekor panjang mempunyai lama hidup antara 25-30 tahun dan umur mulai
kawin adalah 36-48 bulan. Berat badan dewasa monyet jantan berkisar antara 5,4-
10,9 kg dan betina antara 4,3-10,6 kg (Sajuthi 1984). Ukuran bobot badan,
3
panjang kepala-badan dan panjang ekor (M. f. mordax) berturut-turut menurut
Medway (1969); Lekagul dan McNeely (1977); Roonwal dan Mahnot (1977)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Ukuran bobot badan, panjang kepala-badan dan panjang ekor (M. f.
mordax) Bobot badan (kg) Panjang Kepala-Badan (mm) Panjang Ekor (mm)
1,50 – 5,00 350 – 455 400 - 565
2,50 – 3,30 354 – 650 400 - 655
3,50 – 6,50 458 – 550 440 - 540
Sumber: Sukabudhi (1993).
Menurut Lekagul dan McNeely (1977), tengkorak Monyet ekor panjang (M.
f. mordax) mempunyai panjang 12,1 cm dan mempunyai gigi sebanyak 32 buah
dengan susunan :
ICPM = 2 1 2 3
2 1 2 3 𝑥 2.
Keterangan: I (Incisor) : Gigi seri
C (Canin) : Gigi taring
P (Premolar) : Gigi geraham depan
M (Molar) : Gigi geraham belakang
Penyebaran
Penyebaran monyet ekor panjang menurut Roonwal dan Mahnot (1977)
meliputi beberapa kawasan di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Penyebarannya
berada di Kepulauan Nikobar, Burma, Malaysia, Thailand, Vietnam Selatan,
Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Kepulauan Nusa Tenggara) dan
Filiphina. Selain itu, Monyet ekor panjang juga terdapat di Indocina dan pulau-
pulau kecil lainnya (Lekagul dan McNeely 1977).
Beberapa populasi Monyet ekor panjang yang menempati berbagai pulau di
Indonesia telah dinyatakan sebagai subspesies yang berbeda. Napier dan Napier
(1967) menyatakan bahwa di Indonesia terdapat sepuluh subspesies Macaca
fascicularis seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Subspesies Macaca fascicularis yang ada di Indonesia
No. Subspesies Penyebaran
1. M. f. fascicularis Sumatera, Riau, Lingga, Belitung, Banyak, Musala, Batu,
Kalimantan dan Karimata
2. M. f. lasiae Pulau Lasia
3. M. f. phaeura Pulau Nias
4. M. f. fusca Pulau Simalun
5. M. f. mordax Pulau Jawa dan Bali
6. M. f. cupidae Pulau Mastasiri
7. M. f. baweana Pulau Bawean
8. M. f. tua Pulau Maratua
9. M. f. limitis Pulau Timor
10. M. f. sublimitis Pulau Lombok, Sumbawa, Flores dan Kambing
4
Populasi
Monyet ekor panjang hidup dalam kelompok-kelompok. Satu kelompok
monyet ekor panjang terdiri dari 8 sampai 40 ekor atau lebih termasuk beberapa
betina (Medway 1977). Bentuk hirarki sosial Monyet ekor panjang adalah multi-
males group, yaitu mempunyai banyak jantan dewasa dalam satu kelompok.
Penelitian yang dilakukan Mulyati (2008) diketahui perbandingan jumlah jantan
dan betina dewasa atau muda yang produktif adalah 11 : 19 individu, atau setara
dengan 1 : 1,7 dalam satu grup.
Menurut Lekagul dan McNeely (1977), suatu kelompok monyet ekor
panjang dapat terdiri lebih dari 100 individu dan betina yang sedang menyusui
dapat hamil kembali. Hal ini menunjukkan suatu kecenderungan ke arah
perkembangan populasi. Tekanan populasi dapat menjelaskan mengapa Monyet
ekor panjang telah memperluas habitatnya sampai mangrove dan tepi pantai yang
umumnya diabaikan oleh jenis Macaca lainnya. Menurut Medway (1977), monyet
ekor panjang bersifat arboreal, meskipun sering turun ke tanah. Monyet ekor
panjang dapat beradaptasi dengan kehadiran manusia. Mereka takut air tetapi
dapat berenang dengan cepat dan terampil (Lekagul dan McNeely 1977).
Habitat
Habitat merupakan suatu tempat yang dapat dihuni oleh suatu makhluk
hidup dan melakukan segala aktivitas di dalamnya. Habitat bagi satwa liar
merupakan daerah dengan berbagai macam tipe makanan, cover dan faktor-faktor
lain yang dibutuhkan oleh suatu jenis satwa liar untuk kelangsungan hidup dan
perkembangbiakan yang berhasil. Monyet ekor panjang dapat bertahan hidup di
berbagai jenis habitat tropis sehingga disebut sebagai “ecologically diverse”.
Monyet ekor panjang dikenal menghuni hutan-hutan bakau dan nipa, hutan pantai,
hutan pinggiran sungai, baik di hutan primer maupun hutan sekunder yang
berdekatan dengan pertanian dan habitat riparian (tepi danau, tepi sungai, atau
sepanjang pantai) (Kemp 2003, Crockett dan Wilson 1980 diacu dalam Priatna
1990).
Monyet ekor panjang juga ditemukan pada kawasan dengan ketinggian 0 -
1200 meter dpl meskipun jenis ini sangat mungkin berada lebih tinggi lagi.
Mereka adalah spesies yang sangat cerdas (agile spesies), sebagian besar
waktunya dihabiskan dengan tinggal dan beraktivitas di atas pohon (arboreal) dan
dapat memanjat tebing yang hampir vertikal (Kemp 2003). Daerah jelajah Monyet
ekor panjang yaitu antara 50 sampai 100 hektar tergantung dari habitatnya, ukuran
dan kelimpahan sumber makanan (Bercovitch dan Huffman 1999 diacu dalam
Kemp 2003).
Kepadatan tertinggi dari Macaca fascicularis didapatkan di daerah rawa
mangrove, dimana mereka kadang-kadang merupakan satu-satunya jenis primata
yang hidup disana atau bersama-sama dengan Presbytis cristata yang merupakan
jenis primata lain yang mendiami habitat tersebut (Crockett dan Wilson 1980
diacu dalam Priatna 1990). Napier dan Napier (1967) menyebutkan bahwa
Monyet ekor panjang adalah salah satu genus yang dapat beradaptasi pada
lingkungan yang bermacam-macam dan iklim yang berbeda-beda.
5
Salah satu persyaratan habitat bagi satwa adalah dapat memenuhi kebutuhan
pakan satwa. Monyet ekor panjang termasuk satwa frugivora (makanan utama
buah-buahan) sampai omnivora. Selain buah-buahan, jenis pakan lainnya berupa
serangga, bunga, rumput, jamur, kepiting, moluska, akar, biji dan telur (Wheatley
1989, Hasanbahri 1996). Perincian bagian tumbuhan yang dilakukan oleh
Hasanbahri (1996) menunjukkan bahwa buah merupakan bagian yang menjadi
sumber pakan paling disukai oleh Monyet ekor panjang, diikuti daun dan umbi.
Bunga merupakan bagian yang cukup disukai. Penelitian Hill (1997) diacu dalam
Wibowo et al. (2009) yang dilakukan di habitat mangrove menyebutkan bahwa
buah dan biji dari tumbuhan mangrove api-api (Avicennia spp.) menempati
persentase konsumsi pakan tertinggi bagi Monyet ekor panjang dengan tingkat
keseringan 50%.
Bagian-bagian tumbuhan tersebut memiliki syarat yang diperlukan, yaitu
daya kandungan air dan protein yang tinggi. Spesifikasi daun yang dimakan
adalah daun muda, karena monyet memiliki alat pencernaan yang hanya sesuai
untuk jenis makanan yang mudah dicerna seperti buah-buahan, pucuk-pucuk daun
atau daun muda dan tidak bisa makan daun-daun yang telah tua (MacKinnon dan
MacKinnon, 1980).
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo dan
sekitarnya dengan luasan areal kurang lebih 266,70 ha (Gambar 1). Penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2012.
Gambar 1 Kawasan ekowisata mangrove wonorejo dan sekitarnya
Batas area penelitian Batas kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo
6
Obyek
Obyek yang diteliti dalam penelitian adalah Monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis mordax) yang ada di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo,
Surabaya.
Alat
Alat yang digunakan berupa tally sheet, binokuler, kamera digital, stop
watch, alat tulis, meteran jahit, kompas, tambang, walking stick, GPS, kantong
plastik dan tali rafia.
Metode Pengumpulan Data
Data Populasi
Data populasi didapatkan dengan melakukan inventarisasi satwa melalui
sensus menggunakan metode concentration count dan eksplorasi. Menurut
Alikodra (1990), metode concentration count merupakan metode yang efektif
digunakan untuk mengetahui populasi satwaliar yang mempunyai pola hidup
berkelompok. Beberapa prinsip terkait dengan metode concentration count
diantaranya yaitu:
1. Diperlukan informasi akurat tentang pola penggunaan ruang dan waktu
oleh satwa yang akan dihitung. Informasi ini diperoleh melalui wawancara
dan observasi lapang. Berdasarkan informasi ini harus dapat ditentukan
tempat-tempat dan saat satwa berkumpul.
2. Pengamat melakukan penghitungan satwa pada tempat-tempat dan saat
satwa berkumpul. Parameter yang dikumpulkan setiap perjumpaan yang
perlu dicatat yakni waktu perjumpaan, jumlah individu, jenis kelamin,
kelas umur dan posisi spatial satwa.
Pencatatan data populasi dilakukan menggunakan metode eksplorasi yaitu
dengan menyusuri sepanjang Sungai Wonorejo menggunakan perahu dan berjalan
kaki di sekitar tambak. Posisi Monyet yang teramati pada saat pengamatan dicatat
dengan menggunakan GPS. Selain itu dilakukan pula pencatatan waktu
perjumpaan, jumlah individu, sex-ratio, struktur umur serta ukuran kelompok
yang teramati selama pengamatan. Hal tersebut dilakukan selama satwa masih
dapat teramati yakni pada pukul 05.00 - 17.30 WIB.
Data Habitat
Analisis Vegetasi
Kegiatan analisis vegetasi dilakukan menggunakan metode jalur berpetak.
Analisis vegetasi hutan mangrove menggunakan lebar petak 10 m (Gambar 2).
Lokasi analisis vegetasi dikelompokkan menjadi satu tipe habitat yakni habitat
hutan mangrove dengan panjang jalur rintisan 10 x 50 m x 3 dan 10 x 20 m x 3.
Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap spesies
untuk tingkat pertumbuhan semai, pancang dan tumbuhan bawah. Tingkat pohon
yang dicatat nama spesies, jumlah individu, dan diameter batang.
7
c
Ukuran permudaan dan lebar petak tiap-tiap permudaan yang digunakan
dalam kegiatan analisis hutan mangrove dapat dilihat pada Gambar 2:
Gambar 2 Petak contoh analisis vegetasi
(a) Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi
kurang dari 1,5 m dengan ukuran petak 2m x 2m.
(b) Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan
berdiameter kurang dari 10 cm dengan ukuran petak 5m x 5m.
(c) Pohon : Pohon berdiameter 10 cm atau lebih dengan ukuran petak
10m x 10m.
(d) Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon, misal rumput, herba
dan semak belukar dalam ukuran petak 2m x 2m.
Data Diagram Profil Pohon
Diagram profil pohon digunakan untuk menunjukkan profil habitat yang
digunakan oleh Monyet ekor panjang meliputi ketinggian, kerapatan tajuk, dan
lebar tajuk pohon. Diagram profil pohon yang dibuat adalah profil pohon di
habitat hutan mangrove yang heterogen dengan panjang jalur rintisan 10 x 50 m
dan hutan mangrove yang homogen dengan panjang jalur rintisan 10 x 20 m.
Data Jenis Pakan
Mengidentifikasi jenis-jenis pohon yang menjadi sumber pakan bagi
Monyet ekor panjang berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Jenis tumbuhan
dan bagian-bagian tumbuhan yang dimakan monyet merupakan obyek yang
diamati.
Posisi Individu dalam Ruang Tajuk Pohon
Posisi individu dalam ruang tajuk pohon digunakan untuk mengetahui
individu-individu kelompok terkonsentrasi di bagian mana pada pohon pada saat
teramati. Hal tersebut juga dapat menunjukkan jenis pakan yang dimakan serta
pengaruh tutupan tajuk terhadap keberadaan Monyet ekor panjang. Posisi tersebut
dibagi berdasarkan posisi vertikal. Ruang tajuk pohon tersebut masing-masing
dibagi menjadi lima kategori. Kategori pembagian ruang yakni A pada posisi atas
tajuk (6,87 – 8,62 m), B pada posisi tengah tajuk (5,12 – 6,87 m), C pada posisi
tajuk bagian bawah (3,37 – 5,12 m), D pada posisi akar (0 – 0,3 m), dan E di
permukaan air atau tanah (0 m). Pembagian tajuk pohon dapat dilihat sebagai
berikut pada Gambar 3.
Arah rintisan
a d
a d
10 m
b
b
c
8
Gambar 3 Pembagian ruang tajuk pohon
Metode Analisis Data
Analisis Populasi dan Sebaran
Analisis populasi digunakan untuk menjelaskan jumlah Monyet yang
dijumpai pada saat pengamatan. Analisis populasi menggunakan analisis
kuantitatif dengan tabel dan gambar, analisis sebaran menggunakan analisis
deskriptif. Jumlah populasi yang digunakan yaitu jumlah individu terbayak pada
saat teramati.
Analisis Data Habitat
Analisis data habitat dari Monyet ekor panjang (M. f. mordax)
menggunakan analisis vegetasi dan gambar diagram profil untuk menjelaskan data
yang diperoleh di lapangan.
Analisis Vegetasi
Analisa data vegetasi dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Kerapatan (batang/ha) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
Kerapatan Relatif (%) = 𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑋 100
Dominansi (m2/ha) = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
Dominansi Relatif (%) = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 X 100
Frekuensi = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
Frekuensi Relatif = 𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑋 100
Indeks Nilai Penting = KR + FR + DR (Pohon)
Indeks Nilai Penting = KR + FR
Luas Bidang dasar suatu jenis = ¼ л d2
Keterangan :
d = Diameter
KR = Kerapatan Relatif
DR = Diameter Relatif
FR = Frekuensi Relatif
9
Total Indeks Nilai Penting (INP) untuk setiap tingkat pohon, semai, pancang,
dan tumbuhan bawah, dihitung untuk setiap tipe habitat atau petak. Nilai INP
setiap tipe habitat menggambarkan kondisi vegetasi.
Analisis Data Diagram Profil Pohon
Analisis data diagram profil menggunakan analisis kuantitatif. Data diagram
profil pohon berupa penampakan pohon yang menunjukkan ketinggian, kerapatan
tajuk, dan lebar tajuk dari pohon yang digunakan oleh Monyet ekor panjang
selama pengamatan.
Analisis Jenis Pakan
Analisis jenis pakan dilakukan menggunakan analisis kuantitatif dan
deskriptif dengan tabel dan gambar. Data jenis pakan yang dianalisis meliputi
jenis dan bagian tumbuhan yang dimakan oleh Monyet ekor panjang.
Analisis Posisi Individu dalam Ruang Tajuk
Analisis penggunakan tajuk ini menggunakan analisis kuantitatif dengan
tabel untuk menjelaskan data yang diperoleh. Analisis tersebut digunakan untuk
mengetahui tingkat konsentrasi keberadaan satwa di suatu pohon pada saat
teramati.
HASIL
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo dan sekitarnya ini memiliki luas
areal kurang lebih 266,70 ha dengan batas wilayah:
1. Sebelah utara : Sungai Wonokromo
2. Sebelah selatan : Sungai Wonorejo
3. Sebelah timur : Laut Jawa
4. Sebelah barat : Tambak dan perumahan penduduk Wonorejo.
Area penelitian dibagi menjadi tiga kategori area yaitu area hutan, tambak
dan sungai yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4.
Tabel 3 Kategori area penelitian
No. Area Luasan (ha)
1. Sungai 9,95
2. Hutan 67,05
3. Tambak 189,70
Total 266,70
Area hutan berada di pinggiran sungai, di sekitar tambak serta di bagian
timur kawasan yang berbatasan dengan laut Jawa. Area hutan tersebut memiliki
satu tipe habitat yakni habitat hutan mangrove. Area tambak milik penduduk
10
terletak di bagian tengah kawasan. Pematang tambak menjadi jalan yang dilintasi
oleh masyarakat dan rata-rata lebarnya 1 m. Area sungai yang termasuk sebagai
lokasi penelitian merupakan bagian dari Sungai Wonokromo yang berada di
bagian utara dan Sungai Wonorejo yang berada di bagian selatan.
(a) (b)
(c)
Gambar 4 Kondisi umum kawasan (a): Sungai, (b): Hutan, (c):Tambak
Populasi Monyet Ekor Panjang
Populasi Monyet ekor panjang yang ada di lokasi penelitian terbagi dalam
enam kelompok yang diketahui berdasarkan pengamatan langsung dan hasil
wawancara dengan penduduk dan pengelola. Enam kelompok tersebut menempati
lokasi yang berbeda-beda sesuai daerah teritorinya (Tabel 4). Kelompok monyet
tersebut masing-masing memiliki wilayah yang saling terpisah dan kebanyakan
dari kelompok tersebut menempati wilayah pinggiran sungai (Gambar 5).
Tabel 4 Kelompok monyet di lokasi penelitian
No. Kelompok
Monyet
Koordinat
Letak Lokasi Perolehan Data
1. Kelompok I 7°19′04.65″S
112°50′04.27″E
di sebelah utara muara
Sungai Wonorejo
Pengamatan langsung
dan wawancara
2. Kelompok II 7°19′19.62″S
112°50′12.99″E
di selatan muara Sungai
Wonorejo
Pengamatan langsung
dan wawancara
3. Kelompok III 7°18′35.28″S
112°50′08.41″E
di sebelah timur Dermaga
Bosem
Pengamatan langsung
dan wawancara
4. Kelompok IV 7°18′24.42″S
112°49′28.30″E
di sebelah utara Dermaga
Bosem
Pengamatan langsung
dan wawancara
5. Kelompok V 7°18′26.07″S
112°49′21.06″E
di sebelah barat Dermaga
Bosem
Pengamatan langsung
dan wawancara
6. Kelompok VI 7°18′34.63″S
112°50′23.16″E
di sebelah utara dan timur
sungai Wonokromo
Pengamatan langsung
wawancara
11
U
Peta Lokasi Penelitian
dan Lokasi Pengamatan
Monyet Ekor Panjang di
Kawasan Ekowisata
Mangrove Wonorejo,
Surabaya
Keterangan :
:Batas lokasi penelitian
: Batas EMW
: Hutan Mangrove
1 : Lokasi Kelompok I
2 : Lokasi Kelompok II
3 : Lokasi Kelompok III
4 : Lokasi Kelompok IV
5 : Lokasi Kelompok V
6 : Lokasi Kelompok VI
: Garis sebaran kelompok
: Dermaga Bosem
Surabaya
Gambar 5 Lokasi monyet ekor panjang di kawasan ekowisata mangrove wonorejo 11
12
Ukuran populasi Monyet ekor panjang di lokasi penelitian secara
keseluruhan berdasarkan data hasil pengamatan langsung sebanyak 58 ekor
sedangkan berdasarkan hasil wawancara diketahui sebanyak 148 ekor yang
terbagi ke dalam 6 kelompok yang berbeda (Tabel 5). Ukuran kelompok
terbanyak yaitu pada Kelompok II dengan jumlah 43 individu dan ukuran
kelompok yang paling sedikit yaitu Kelompok I dengan jumlah 9 individu. Total
individu monyet mencapai 148 individu dengan kepadatan populasi sebesar 0,55
ind/ha.
Tabel 5 Ukuran kelompok monyet
No. Kelompok Monyet Ukuran Kelompok (individu)
1. Kelompok I 9
2. Kelompok II 43
3. Kelompok III 18
4. Kelompok IV 15
5. Kelompok V 30
6 Kelompok VI 33
Total 148
Tidak hanya ukuran populasi Monyet, di setiap kelompok tersebut diketahui
pula struktur umur dan jenis kelamin monyet (Tabel 6). Secara keseluruhan
individu monyet didominasi oleh struktur umur remaja yang berjenis kelamin
jantan sebanyak 25 individu dan yang paling sedikit adalah anakan dengan jenis
kelamin betina sebanyak dua individu. Struktur umur dan jenis kelamin kelompok
monyet yang diketahui secara keseluruan yaitu pada Kelompok I.
Tabel 6 Struktur umur dan jenis kelamin monyet yang diketahui
Kelompok
Monyet
Dewasa Remaja Anakan Jumlah
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
I 1 2 3 1 2 0 9
II 0 0 5 2 0 0 7
III 1 3 4 1 3 0 12
IV 1 1 4 0 0 0 6
V 1 2 4 2 1 1 11
VI 1 2 5 2 2 1 13
Total 5 10 25 8 8 2 58
Perjumpaan dengan kelompok monyet digolongkan menjadi tiga waktu
utama yaitu pagi, siang dan sore (Tabel 7). Waktu perjumpaan Monyet ekor
panjang yang paling sering yaitu pada pagi hari antara jam 05.00 - 11.00 dengan
jumlah perjumpaan sebesar 41,67%. Aktivitas yang sering terlihat berdasarkan
ketiga waktu perjumpaan tersebut yaitu aktivitas berpindah dan makan.
Tabel 7 Waktu perjumpaan monyet
No. Waktu Keterangan Jumlah
perjumpaan
Persentase
(%) Aktivitas teramati
1. Pagi 05.00 - 11.00 10 41,67 Makan, bermain, berpindah
2. Siang 11.00 - 14.30 8 33,33 Istirahat, minum di sungai,
berpindah
3. Sore 14.30 - 17.30 6 25,00 Makan, berpindah
Total 24 100
13
(a) (b)
(c)
Gambar 6 Monyet ekor panjang di lokasi penelitian (a) Jantan dewasa; (b) Betina
dewasa dengan menggendong anaknya; (c) Remaja (jantan)
Perkiraan luasan Kelompok I diketahui berdasarkan ditemukannya anggota
Kelompok I pada suatu area. Titik ditemukannya anggota Kelompok I dideliniasi
dan menjadi suatu luasan yang diduga merupakan wilayah dari monyet Kelompok
I. Luasan tersebut diketahui seluas 12,43 ha (Gambar 7).
Gambar 7 Luasan wilayah kelompok I
14
Habitat Monyet Ekor Panjang
Analisis Vegetasi
Analisis habitat monyet ekor panjang melalui analisis vegetasi dilakukan
pada dua kondisi habitat mangrove yakni habitat mangrove homogen dan habitat
mangrove heterogen. Analisis vegetasi dilakukan pada satu tipe habitat yakni
habitat hutan mangrove yang terdiri dari enam titik lokasi habitat kelompok
monyet (Tabel 8) dan gambaran masing-masing lokasi tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 7.
Tabel 8 Titik analisis vegetasi pada lokasi habitat kelompok monyet
Lokasi / kondisi Titik koordinat
1 (Heterogen) 7°19′04.65″S 112°50′04.27″E - 7°19′06.07″S 112°50′03.82″E
2 (Heterogen) 7°19′19.62″S 112°50′12.99″E - 7°19′21.14″S 112°50′12.40″E
3 (Homogen) 7°18′35.28″S 112°50′08.41″E - 7°18′36.42″S 112°50′08.07″E
4 (Heterogen) 7°18′24.78″S 112°49′18.02″E - 7°18′24.42″S 112°49′17.35″E
5 (Heterogen) 7°18′35.83″S 112°50′21.63″E - 7°18′35.58″S 112°50′21.50″E
6 (Heterogen) 7°18′24.39″S 112°49′21.50″E - 7°18′24.01″S 112°49′21.62″E
Hasil analisis vegetasi di masing-masing lokasi kelompok monyet diperoleh
nilai INP tertinggi (Tabel 9). Jenis yang memiliki INP tertinggi pada tingkat
pohon adalah Buta-buta (Excoecaria agallocha) dengan INP 300,00%, pada
tingkat pancang dan semai adalah Buta-buta (Excoecaria agallocha) dengan
masing-masing INP 200,00% dan pada tingkat tumbuhan bawah/palem adalah
jeruju dengan INP 200,00%. Jumlah jenis tumbuhan pada masing-masing tingkat
pertumbuhan yaitu pada tingkat pohon terdiri dari empat jenis, pada tingkat
pancang terdiri dari empat jenis, pada tingkat semai terdiri dari tiga jenis dan pada
tingkat tumbuhan bawah/palem terdiri dari dua jenis.
Tabel 9 Nilai INP tertinggi di masing-masing lokasi kelompok monyet
Tingkat Lokasi Nama Lokal Nama Ilmiah Famili INP (%)
Pohon 1 Api-api Avicennia alba Avicenniaceae 210,92 2 Bogem Sonneratia alba Sonneratiaceae 210,92 3 Buta-buta Excoecaria agallocha Euphorbiaceae 300,00 4 Bogem Sonneratia alba Sonneratiaceae 210,73 5 Xylocarpus Xylocarpus mollocensis Meliaceae 191,00 6 Bogem Sonneratia alba Sonneratiaceae 243,00
Pancang 1 Api-api Avicennia alba Avicenniaceae 133,93
2 Api-api Avicennia alba Avicenniaceae 133,93
3 Buta-buta Excoecaria agallocha Euphorbiaceae 200,00
4 Api-api Avicennia alba Avicenniaceae 200,00
5 Waru Hibiscus tiliaceus Malvaceae 58,33
6 Bogem Sonneratia alba Sonneratiaceae 147,00
Semai 1 Api-api Avicennia alba Avicenniaceae 127,02
2 Api-api Avicennia alba Avicenniaceae 200,00
3 Buta-buta Excoecaria agallocha Euphorbiaceae 200,00
4 Api-api Avicennia alba Avicenniaceae 133,93
5 Bogem Sonneratia alba Sonneratiaceae 131,00
6 Bogem Sonneratia alba Sonneratiaceae 129,50
Tumbuhan
bawah/palem
1 Jeruju Acanthus ilicifolius Acanthaceae 200,00
3 Jeruju Acanthus ilicifolius Acanthaceae 200,00
4 Buyuk Nypa fruticans Arecaceae 39,58
5 Jeruju Acanthus ilicifolius Acanthaceae 200,00
6 Jeruju Acanthus ilicifolius Acanthaceae 200,00
15
Profil Pohon
Diagram profil pohon dibuat di dua kondisi habitat mangrove yakni pada
kondisi habitat yang homogen dan heterogen. Gambaran umum lokasi tempat
pengambilan data profil pohon dapat dilihat pada Gambar 8 dan hasil diagram
profil pohon dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
(a) (b)
Gambar 8 Lokasi pengambilan data profil pohon (a): habitat heterogen, (b):
habitat homogen
Gambar 9 Diagram profil habitat mangrove homogen
Keterangan : = Buta-buta (Excoecaria agallocha)
16
Gambar 10 Diagram profil habitat mangrove heterogen
Keterangan: = Pohon Api-api (Avicennia alba) = Buyuk (Nypa fruticans)
= Pohon Xylocarpus (Xylocarpus mollocensis) = Waru (Hibiscus tiliaceus)
= Pohon Api-api (Avicennia officinalis)
Utara
16
17
Posisi Individu dalam Ruang Tajuk
Posisi individu monyet dicatat berdasarkan klasifikasi ruang tajuk (Tabel
10). Posisi individu monyet yang paling sering teramati yaitu pada bagian E
(tanah dan permukaan air) dengan persentase sebesar 40,54% dan bagian C (tajuk
bawah) pada ketinggian 3,37 – 5,12 m dengan persentase sebesar 29,73%.
Tabel 10 Posisi individu monyet dalam ruang tajuk pohon
Posisi ruang tajuk Keterangan Jumlah
perjumpaan
Persentase
(%)
A Tajuk atas (6,87 – 8,62 m) 2 5,41
B Tajuk tengah (5,12 – 6,87 m) 4 10,81
C Tajuk bawah (3,37 – 5,12 m) 11 29,73
D Batang dan akar pohon (0 – 3,37 m) 5 13,51
E Tanah dan permukaan air (0 m) 15 40,54
Total Perjumpaan 37 100
Pakan
Terdapat sembilan jenis pakan Monyet ekor panjang (Tabel 11), yakni tujuh
jenis tumbuhan dan dua jenis hewan (Gambar 11). Tujuh jenis tumbuhan tersebut
empat diantaranya merupakan vegetasi mangrove yaitu Bogem (Sonneratia alba),
Api-api(Avicennia alba dan Avicennia officinalis), Buta-buta (Excoecaria
agallocha) dan Putut (Bruguiera gymnorrhiza). Tiga jenis tumbuhan lainnya
merupakan tumbuhan yang biasa ditemukan di sekitar vegetasi mangrove yaitu
Buyuk (Nypa fruticans), Bidara (Ziziphus mauritiana) dan Ciplukan (Physalis
angulata). Bagian-bagian tumbuhan yang paling sering dimanfaatkan sebagai
pakan yaitu bagian buah. Sumber pakan lainnya adalah hewan laut yaitu Kepiting
(Scylla serrate) dan Mimi (Carcinoscorpius rotundicauda) yang didapatkan dari
pinggir sungai atau laut. Monyet sering terlihat mencari makan di pinggir sungai
atau laut hanya pada saat air sedang surut yakni di pagi hari yang terjadi antara
pukul 06.00-7.30 dan pada siang hari pada pukul 13.00-14.30.
Tabel 11 Jenis pakan dan bagian yang dimanfaatkan
No Nama lokal Famili Nama Ilmiah Bagian
1. Bogem Sonneratiaceae Sonneratia alba Buah
2. Api- Api Avicenniaceae Avicennia alba Daun muda dan
buah
3. Buta-buta Euphorbiaceae Excoecaria agallocha Daun muda
4. Buyuk Arecaceae Nypa fruticans Buah
5. Putut Rhizophoraceae Bruguiera gymnorrhiza Buah
6. Bidara Rhamnaceae Ziziphus mauritiana Buah
7. Ciplukan Solanaceae Physalis angulata Buah
8. Kepiting Portunidae Scylla serrate Dagingnya
9. Mimi Limulidae Carcinoscorpius rotundicauda Dagingnya
18
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
(g) (h) (i)
Gambar 11 Jenis pakan monyet ekor panjang (a): Bogem, (b): Api-api, (c):
Buta-buta, (d): Buyuk, (e): Putut, (f): Bidara, (g): Ciplukan, (h):
Kepiting, (i): Mimi
PEMBAHASAN
Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang
Ukuran populasi Monyet ekor panjang di lokasi penelitian secara
keseluruhan berdasarkan data pengamatan langsung dan wawancara berjumlah
148 individu. Jumlah individu terbanyak yaitu pada kelompok II dan juga
merupakan kelompok yang diketahui struktur umur dan jenis kelaminnya yang
paling sedikit. Hal tersebut dipengaruhi oleh sebagian besar anggota Kelompok II
lainnya berada di luar batas jarak pengamatan dan diduga selama waktu
pengamatan Kelompok II sudah berpindah ke bagian hutan yang masuk ke
kecamatan Gunung Anyar yang bukan bagian dari lokasi pengamatan.
19
Kepadatan populasi monyet ekor panjang di lokasi penelitian adalah 0,55
individu/hektar dan kepadatan populasi perluasan hutan adalah 2,21 individu/Ha.
Jumlah kepadatan tersebut diduga dipengaruhi oleh kondisi habitat hutan
mangrove yang terganggu ekosistemnya. Arisandi (1998) menyebutkan bahwa
luasan hutan mangrove kawasan pantai timur Surabaya pada tahun 1998 mencapai
3.129 ha sedangkan pada tahun 2005, luasan hutannya menurun hingga 1.325 ha.
Hal tersebut diduga masih terus menurun sampai saat ini yang disebabkan oleh
masih adanya pembukaan lahan untuk tambak dan perumahan. Faktor lain yang
mempengaruhi kepadatan populasi adalah adanya predator alami dari monyet ekor
panjang yaitu buaya. Selain itu terdapat pula jerat jebakan biawak yang dibuat
oleh masyarakat untuk menangkap biawak yang dapat melukai monyet hingga
menimbulkan kematian bagi monyet. Pernah terjadi sebelumnya yaitu satu ekor
monyet jantan dewasa mati terjerat jebakan biawak. Suprihandini (1993)
menambahkan bahwa biawak dan ular piton (Phyton reticulatus) juga berpotensi
sebagai predator alami yang dapat memakan bayi monyet ekor panjang.
Struktur umur dari populasi Monyet ekor panjang yang diketahui
didominasi oleh kelompok remaja (56,89%). Struktur umur tersebut diduga
didominasi oleh remaja yang membentuk piramida bentuk kendi dengan
pengertian bahwa persentase yang rendah untuk individu-individu muda dan
proporsi besar pada fase mendekati reproduksi (Tarumingkeng 1994). Hal tersebut
menunjukkan bahwa populasi dapat berkembang dengan cepat yang didukung
pula dengan adanya kelahiran individu-individu baru yaitu pada Kelompok I
terdapat 2 individu yang lahir dan Kelompok III terdapat 3 individu yang lahir
pada saat dilakukannya penelitian.
Jenis kelamin populasi monyet yang diketahui terdiri dari 38 individu jantan
dan 20 individu betina. Hal ini menjadi kelemahan dalam penelitian ini yaitu jenis
kelamin monyet hanya diketahui 58 dari 148 individu sehingga belum dapat
memprediksi jumlah populasi yang akan datang. Hasil tersebut dipengaruhi oleh
kondisi lapangan dan perilaku dari monyet ekor panjang. Kondisi hutan mangrove
yang rimbun dan berlumpur menyulitkan peneliti untuk mengikuti pergerakan
monyet yang berpindah-pindah dengan cepat.
Ukuran masing-masing kelompok monyet (Tabel 5) sesuai dengan
pernyataan Medway (1977) bahwa dalam satu kelompok monyet ekor panjang
terdiri dari 8 sampai 40 individu atau lebih termasuk beberapa betina. Pernyataan
tersebut didukung pula oleh pernyataan Lekagul dan McNeely (1977) yang
menyebutkan bahwa suatu kelompok monyet ekor panjang dapat terdiri lebih dari
100 individu dan betina yang sedang menyusui dapat hamil kembali. Ukuran
kelompok tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi habitat, adanya predator dan
kondisi lainnya.
Perbandingan jenis kelamin monyet dewasa yang produktif pada Kelompok
I adalah 1 : 2. Napier dan Napier (1985) menyebutkan bahwa rasio perbandingan
normal jumlah jantan dan betina dalam satu grup lebih kurang 1 : 2. Hasil
penelitian sesuai dengan Mulyati (2008) yang menyatakan bahwa perbandingan
jumlah jantan dan betina dewasa yang produktif adalah 1 : 1,7 atau setara dengan
1 : 2 dalam satu kelompok. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan yang
normal karena hampir semua monyet yang termasuk famili Cercopithecidae
adalah monyet yang sistem perkawinannya poligami yaitu lebih banyak jenis
kelamin betina daripada jenis kelamin jantan (Prasetyo 1992). Dilihat dari segi
20
jumlah dan komposisi monyet di dalam kelompoknya menurut Chalmers (1979)
diacu dalam Fargo (1994), maka Kelompok I dapat digolongkan dalam kelompok
sosial monyet yang di dalamnya hanya ada satu ekor jantan dewasa.
Waktu aktif monyet tertinggi adalah pada pagi hari sebesar 41,67% dengan
aktivitas yang teramati adalah aktivitas makan, bermain dan berpindah. Hal ini
sesuai dengan Suprihandini (1993) bahwa monyet ekor panjang lebih aktif pada
pagi hari dan aktivitas makan sering teramati pada pagi hari yang diikuti aktivitas
berpindah. Waktu aktif monyet teramati juga dapat dipengaruhi oleh cuaca,
sebagaimana diketahui bahwa pada saat dilakukannya pengamatan dengan cuaca
mendung maka monyet tidak muncul di tempat satwa tersebut biasa mencari
makan atau melakukan aktivitas lainnya.
Titik perjumpaan monyet anggota Kelompok I dideliniasi membentuk
luasan area dan diduga sebagai daerah jelajah seluas 12,43 Ha. Luasan tersebut
lebih luas dari penelitian yang dilakukan Priatna (1990) yang menyatakan daerah
jelajah monyet seluas 3 - 4 ha per kelompok. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh
kondisi habitat serta luasan areal penelitian yang dilakukan oleh Priatna (1990)
yakni di Muara Angke (50 Ha) lebih kecil dari lokasi kawasan Ekowisata
Mangrove Wonorejo dan sekitarnya (266,70 Ha). Semakin luas habitat dari
populasi secara keseluruhan maka semakin luas pula daerah teritori dari masing-
masing kelompok monyet ekor panjang di lokasi tersebut. Masing-masing
kelompok monyet terkonsentrasi di sekitar tepian sungai dan pantai sebagaimana
disebutkan oleh Crockett dan Wilson (1980) diacu dalam Priatna (1990) bahwa
Macaca fascicularis lebih menyukai habitat-habitat sekunder, khususnya habitat
riparian (tepi danau, tepi sungai, atau sepanjang pantai) dan hutan-hutan sekunder
yang berdekatan dengan pertanian.
Jenis tumbuhan yang memiliki INP tertinggi pada tingkat pohon, pancang
dan semai adalah Buta-buta (Excoecaria agallocha). Hal tersebut disebabkan oleh
salah satu lokasi pengambilan data analisis vegetasi memiliki kondisi habitat yang
homogen yang terdiri dari satu jenis yakni Buta-buta (Excoecaria agallocha).
Jenis tumbuhan yang memiliki INP tertinggi secara keseluruhan area pengamatan
adalah jenis Api-api (Avicennia alba). Hal tersebut menunjukkan bahwa jenis
Api-api mendominasi tegakan di seluruh areal kawasan penelitian. Dominasi jenis
Api-api dapat dipengaruhi oleh buah atau biji Api-api yang mudah tersebar
dikarenakan oleh ukuran buahnya yang kecil. Selain itu, biji Api-api mudah
tumbuh seperti halnya yang diketahui bahwa jenis Api-api merupakan tegakan
mangrove terdepan atau yang paling terpengaruh oleh pasang surut air laut maka
jenis Api-api mempunyai ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim.
Tumbuhan mangrove yang berada di sekitar tambak hanya ditemukan satu
sampai dua pohon saja yang berdiri di masing-masing lokasi sebaran sehingga
lokasi tersebut tidak dijadikan plot analisis vegetasi. Jenis yang berada di sekitar
tambak terdiri dari jenis Putut (Bruguiera gymnorrhiza), Waru (Hibiscus
tiliaceus), Rhizophora (Rhizophora apiculata dan Rhizophora stylosa) dan Bidara
(Ziziphus mauritiana).
Berdasarkan gambar profil pohon untuk lokasi habitat yang heterogen
(Gambar 10) menunjukkan bahwa kondisi tegakan pohonnya rapat yang terdiri
dari lima jenis tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan tersebut merupakan jenis tegakan
komunitas mangrove dan vegetasi pantai. Monyet ekor panjang sering
memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan tersebut terutama bagian tajuknya untuk
21
melakukan aktivitas serta sebagai sumber pakan. Bagian tajuk yang dimanfaatkan
monyet yaitu pada tajuk bagian bawah dengan rata-rata ketinggian antara 3,37 m
- 5,12 m. Faktor tersebut dipengaruhi oleh rata-rata tinggi pohon pada vegetasi
mangrove yang ada di area penelitian yaitu 8,62 m. Ketinggian tersebut lebih
rendah jika dibandingkan dengan vegetasi hutan hujan tropis yang dapat mencapai
tinggi rata-rata 20 m.
Berdasarkan gambar profil pohon untuk lokasi habitat homogen (Gambar 9)
menunjukkan bahwa kondisi tegakan pohonnya rapat dan homogen yang terdiri
dari satu jenis tumbuhan yaitu Buta-buta (Excoecaria agallocha). Pemanfaatan
ketinggian posisi individu monyet ekor panjang yang teramati yaitu di atas
permukaan tanah (0 m). Hal tersebut berdasarkan pengamatan bahwa monyet
sedang mencari makan di sekitar pematang tambak.
Lokasi di daratan banyak didominasi oleh tambak dan kurang terdapat
tutupan vegetasi mangrove. Kondisi tersebut diperbaiki dengan adanya upaya
penghijauan kembali lahan dengan penanaman bibit mangrove. Bibit-bibit yang
baru ditanam terdiri dari jenis Rhizopora spp. Penghijauan dilakukan oleh pihak
pengelola yang bekerjasama dengan penduduk sekitar dan dengan berbagai
lembaga pendidikan seperti dari beberapa perguruan tinggi di Surabaya serta
dengan beberapa lembaga asing dari Jepang (JICA) dan Amerika.
Penanaman dilakukan di seluruh areal kawasan ekowisata mangrove
terutama pada bagian lahan yang masih relatif terbuka. Lokasi dilakukan
penanaman yakni di bagian timur serta di bagian selatan Sungai Wonokromo.
Penanaman dilakukan pada bulan-bulan tertentu yakni pada bulan Mei dan April.
Hal ini untuk menghindari ekstrimnya masa pasang surut air laut yang dapat
merusak atau menghanyutkan bibit yang baru ditanam.
Selain penanaman, dilakukan pula upaya penjagaan terhadap kondisi
vegetasi yang telah ada. Patroli rutin dilakukan oleh pengelola bekerjasama
dengan masyarakat yang membentuk kelompok tani. Hal tersebut untuk menjaga
vegetasi hutan dari pencurian atau pembalakan liar. Pemerintah menerapkan
sistem reward bagi masyarakat sekitar atau siapa saja yang melaporkan apabila
terjadi pembalakan liar di sekitar kawasan konservasi mangrove. Pemerintah juga
merekrut orang-orang yang dulunya pernah melakukan pembalakan liar sebagai
anggota volunteer untuk menjaga kawasan agar tidak terjadi hal yang sama. Jika
terdapat pembalak liar, maka barang atau kayu hasil pembalakan tidak diijinkan
keluar dari kawasan dan pelaku akan dijatuhi hukuman penjara paling lama dua
tahun serta dikenai denda berdasarkan UU No. 22 tahun 1999.
Kondisi habitat monyet ekor panjang di sekitar lokasi penelitian tidak hanya
terdiri dari tegakan vegetasi, namun juga terdapat tambak dan sungai. Hal tersebut
mempengaruhi keberadaan atau posisi individu monyet pada saat diamati. Posisi
individu monyet pada saat perjumpaan (Tabel 10) diketahui paling sering terlihat
pada posisi di atas tanah dan permukaan air, disusul dengan posisi di tajuk bawah
pohon. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Napier dan Napier (1967) yang
menyebutkan bahwa aktivitas monyet ekor panjang di hutan mangrove lebih
banyak dilakukan di tanah (terrestrial) daripada di pohon (arboreal).
Aktivitas di tanah lebih banyak dilakukan untuk mencari makan ke tepi
sungai, mengingat bahwa monyet ekor panjang adalah satwa frugivora (makanan
utama buah-buahan) sampai omnivora yang juga memakan kepiting dan Mimi
(Tabel 11) yang ada di tepi sungai. Sumber pakan lainnya bagi monyet di lokasi
22
penelitian seperti yang dapat dilihat pada Tabel 11 terdiri dari jenis vegetasi
mangrove dan vegetasi bukan mangrove yang biasa berada di sekitar habitat
mangrove. Sumber pakan tersebut lebih kurang sama dengan sumber pakan yang
disebutkan oleh Sutisna (2007) yang menyebutkan bahwa sumber pakan alami
dari Monyet di Muara Angke juga berasal dari buah Pidada (Sonneratia alba) dan
Nipah (Nypa fruticans). Beberapa jenis pakan monyet tersebut merupakan jenis
yang mendominasi tegakan yang berada di lokasi penelitian seperti jenis Bogem
(Sonneratia alba) dan Api-api (Avicennia alba).
Bagian-bagian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan didominasi oleh
buah. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hill (1997) diacu
dalam Wibowo et al. (2009) yang menyebutkan bahwa buah dan biji dari
tumbuhan mangrove api-api (Avicennia spp.) merupakan tumbuhan pakan bagi
Monyet ekor panjang. Selain buah, monyet juga memakan bagian pucuk daun
yang masih muda. Hal itu dipengaruhi oleh bahwa monyet ekor panjang memiliki
alat pencernaan yang hanya mampu mencerna makanan yang mudah dicerna
seperti buah-buahan, pucuk-pucuk daun atau daun muda dan tidak bisa makan
daun-daun yang telah tua (MacKinnon dan MacKinnon 1980).
Penelitian dilakukan bertepatan dengan musim kemarau panjang dan
pohon-pohon Bogem (Sonneratia alba) yang ada sedang tidak berbuah atau
buahnya masih sangat muda dan belum dapat dimakan, sehingga ketersediaan
pakan untuk Monyet ekor panjang sangat terbatas di alam. Tumbuhan hutan ada
yang berbuah sepanjang tahun adapula yang musiman. Kuantitas dan kualitas
makanan di hutan berkaitan erat dengan siklus terjadinya bunga, buah dan tunas.
Faktor-faktor ini dapat mengatur siklus reproduksi satwaliar, termasuk kepadatan
dan struktur sosialnya (Alikodra 1989). Keterbatasan pakan di alam mendorong
Monyet ekor panjang untuk mencari pakan keluar vegetasi hutan yakni di sekitar
atau menghampiri gubuk para petani tambak. Petani tambak sering memberi
makan monyet berupa nasi dan ubi.
Meskipun demikian, menurut keterangan penduduk monyet tidak memakan
hasil tambak. Hal tersebut dikuatkan dengan monyet yang tidak memakan
pemberian penduduk berupa nasi yang dicampur ikan, sehingga dapat diketahui
bahwa ikan bukan sumber pakan yang dipilih atau disukai oleh monyet.
Implikasi Terhadap Pengelolaan
Pengelolaan terhadap populasi dan habitat Monyet ekor panjang belum
pernah dilakukan oleh pihak Ekowisata Mangrove Wonorejo maupun Dinas
Pertanian atau Kehutanan setempat. Hal tersebut perlu mendapat perhatian terkait
kelestarian Monyet ekor panjang yang merupakan bagian dari konservasi
sumberdaya alam di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo. Selain itu, Monyet
ekor panjang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung kawasan.
Pengelolaan yang dapat dilakukan untuk kepentingan ekologi satwa yakni
dengan monitoring jumlah populasi monyet dan pengelolaan habitat. Disisi lain,
pengelolaan juga dapat dilakukan untuk mendukung kegiatan ekowisata dengan
melakukan pemasangan papan interpretasi satwa, pembuatan jalur pengamatan
satwa Monyet ekor panjang bagi pengunjung dan pemasangan papan peraturan
kawasan bagi pengunjung mengenai pelarangan pemberian pakan bagi satwa
23
tersebut. Bentuk pengelolaan tersebut dapat dilakukan oleh pengelola dan dapat
pula melibatkan masyarakat setempat.
Monitoring
Monitoring dilakukan untuk mengetahui perkembangan jumlah populasi,
keberadaan kelompok dan sebaran Monyet yang ada di kawasan Ekowisata
Mangrove Wonorejo. Monitoring dapat dilakukan setiap bulan atau dapat
dilakukan bersamaan dengan patroli rutin yang dilakukan oleh pihak pengelola.
Data hasil monitoring tersebut dapat menjadi dasar pengelolaan selanjutnya,
sebagai contoh untuk mengidentifikasi penyebab turunnya jumlah populasi
monyet. Identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan memantau ketersediaan
sumber pakan dan dari mana pakan berasal.
Pengelolaan Habitat
Pengelolaan habitat dapat dilakukan bersamaan dengan perawatan kondisi
mangrove yang rutin dilakukan oleh pengelola. Pengelolaan dapat dilakukan
dengan menjaga hutan yang ada dari upaya pembalakan liar seperti yang banyak
dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Selain itu, dapat dilakukan pula perawatan
terhadap individu-individu tegakan muda dari jenis Api-api (Avicennia officinalis)
dan Xylocarpus (Xylocarpus mollocensis) karena berdasarkan Tabel 9 kedua jenis
tersebut jumlah permudaannya masih di bawah jenis Api-api (Avicennia alba)
yang mana kedua jenis tersebut termasuk bagian dari habitat monyet ekor panjang
di lokasi penelitian.
Pemasangan Papan Interpretasi
Pemasangan papan interpretasi dilakukan untuk memudahkan pengunjung
mengetahui semua jenis satwa yang ada di sana terutama jenis mamalia ataupun
primata yang juga menempati kawasan tersebut. Pemasangan papan interpretasi
dapat dilakukan di lokasi dimana monyet sering terlihat atau yang menjadi habitat
dari Monyet ekor panjang tersebut.
Pembuatan Jalur Pengamatan Monyet Ekor Panjang
Pembuatan jalur pengamatan monyet ekor panjang dilakukan untuk
memudahkan pengunjung mencapai lokasi pengamatan satwa tersebut. Pembuatan
jalur ini dapat pula menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung kawasan
Ekowisata Mangrove Wonorejo. Jalur tersebut dapat menghubungkan akses jalan
utama menuju lokasi pengamatan satwa Monyet ekor panjang. Jalur tersebut dapat
dibuat di atas pematang tambak yang kemudian diberi petunjuk arah yang menuju
lokasi-lokasi sering terlihatnya Monyet ekor panjang.
Pemasangan Papan Peraturan Kawasan
Pemasangan papan peraturan kawasan mengenai pelarangan pemberian
pakan bagi satwa Monyet ekor panjang yang merupakan satwa liar perlu
ditekankan bagi pengunjung kawasan maupun bagi pengelola. Mengingat bahwa
Monyet ekor panjang merupakan satwa yang mampu beradaptasi baik dengan
kondisi lingkungan disekitarnya, dikhawatirkan akan terjadi ketergantungan
antara satwa dengan pengunjung terkait dengan pakan.
24
Selain itu dilakukan pula pembatasan jumlah dan tingkat intensitas
pengunjung mengunjungi lokasi pengamatan Monyet ekor panjang. Hal itu untuk
mengantisipasi terganggunya populasi Monyet akibat keberadaan manusia dan
mengantisipasi terdesaknya populasi monyet sehingga melakukan perpindahan ke
tempat lain. Hal tersebut dapat terjadi karena Monyet ekor panjang di kawasan
Ekowisata Mangrove Wonorejo merupakan satwa yang masih liar dan diharapkan
masih tetap terjaga sifat liarnya yaitu masih takut dengan keberadaan manusia dan
masih menggantungkan sumber pakan yang berasal dari alam.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Ukuran populasi kelompok monyet diketahui berdasarkan pengamatan
langsung dan wawancara berjumlah 148 individu. Kepadatan populasi
monyet di lokasi penelitian sebesar 0,55 individu/hektar.
2. Struktur umur dari populasi Monyet ekor panjang yang ada di kawasan
Ekowisata Mangrove Wonorejo secara keseluruhan diketahui terdiri dari 15
ekor dewasa, 33 ekor remaja dan 10 ekor anakan. Komposisi jenis kelamin
populasi Monyet ekor panjang secara keseluruhan yang diketahui, yaitu
terdiri dari 38 ekor jantan dan 20 ekor betina.
3. Habitat yang dihuni oleh Monyet ekor panjang merupakan habitat hutan
mangrove yang dikelilingi oleh tambak dan sungai. Posisi individu monyet
yang paling sering teramati yaitu pada bagian E (tanah dan permukaan air)
dengan persentase sebesar 40,54% dan bagian C (tajuk bawah) dengan
persentase sebesar 29,73%.
4. Sumber pakan monyet di lokasi penelitian diketahui terdiri dari sembilan
jenis, tujuh diantaranya berasal dari tumbuhan yakni Bogem (Sonneratia
alba), Api-api (Avicennia alba), Buta-buta (Excoecaria agallocha) dan Putut
(Bruguiera gymnorrhiza), Buyuk (Nypa fruticans), Bidara (Ziziphus
mauritiana) dan Ciplukan (Physalis angulata). Bagian tumbuhan yang
dimanfaatkan yaitu bagian buah dan pucuk daun muda. Sumber pakan
lainnya berasal dari hewan yaitu Kepiting (Scylla serrate) dan Mimi
(Carcinoscorpius rotundicauda).
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai populasi dan habitat monyet ekor
panjang untuk seluruh kawasan pantai timur Surabaya (Pamurbaya) untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.
2. Penelitian selanjutnya yang dapat dilakukan yakni mengenai aktivitas harian
serta wilayah jelajah dari Monyet ekor panjang yang ada di kawasan
mangrove Wonorejo.
25
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 1989. Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID): PAU-LSI Institut
Pertanian Bogor.
. 1990. Pedoman Pengelolaan Satwa Liar. Bogor (ID): Pusat Antar
Universitas Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 2011. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Surabaya
2011. Surabaya (ID).
Arisandi P. 1998. Panduan pengenalan mangrove pantai timur Surabaya
mangrove sang pelindung. Surabaya (ID): Ecoton.
Fargo JD. 1994. Studi interaksi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
terhadap pengunjung di Taman Wisata/Cagar Alam Pananjung
Pangandaran Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Fauziah A. 2011. Kajian perubahan fungsi lahan dari kawasan konservasi menjadi
kawasan ekowisata di Kelurahan Wonorejo Surabaya [skripsi]. Surabaya
(ID): Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya.
Hasanbahri S, Djuwantoko, Ngariana IN. 1996. Komposisi Jenis Tumbuhan
Pakan Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Habitat Hutan Jati.
Jurnal Biota. 1(2):1-8.
Kemp NJ, Burnett JB. 2003. Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau
Nugini : Penilaian dan Penatalaksanaan Resiko terhadap Keanekaragaman
Hayati. Ninil RM, Purwandari MMO, Tuka JM, Kemp NJ, penerjemah.
Washington DC (US): Indo-Pacific Conservation Alliance. Terjemahan
dari: A Biodiversity Risk Assessment and Recommendations for Risk
Management of Long-tailed Macaques (Macaca fascicularis) in New
Guinea.
Lekagul B, McNeely JA. 1977. Mammals of Thailand. Bangkok (TH): Kurusapha
Ladprao Press, Sahakarnbhat Co, Bangrak.
MacKinnon JR, MacKinnon KS. 1980. Niche differentiation in primate
communication. Di dalam DJ Chivers, editor. Malayan Forest Primates.
New York (US): Plenum Press. hlm 187.
Mann K. 1982. Ecologi of Coastal Waters: A System Approach. Verkeley (US):
University of California.
Medway L. 1977. Mammals of Borneo : Field Keys and Annotated Checklist.
Kualalumpur (ML): Percetakan Sdn. Bhd.
Mulyati L. 2008. Perilaku seksual monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di
bumi perkemahan pramuka cibubur, jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Napier JR, Napier PH. 1967. A Handbook of Living Primates. London (GB):
Academic Press.
Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. Cromwell,
London (GB): The British Museum (Natural History).
Prasetyo A. 1992. Studi penggunaan habitat monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis Raffles, 1821) di Pulau Tinjil, Pandeglang, Jawa Barat
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
26
Priatna H. 1990. Habitat dan pergerakan monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis Raffles, 1821) di Cagar Alam Muara Angke, Jakarta [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Suprihandini W. 1993. Studi variasi ritme aktivitas populasi monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis Raffles, 1821) menurut jenis kelamin dan kelas umur
di Pulau Tinjil kabupaten Pandeglang Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Roonwal ML, Mahnot SM. 1997. Primates of South Asia : Ecology, Sociobiology
and Bahaviour. London (GB): Harvard University Press.
Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primates. Charlestown, Rhode
Island (US). Pogonias Press.
Sajuthi D. 1984. Satwa Primata Sebagai Hewan Laboratorium. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sukabudhi G. 1993. Studi penampilan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
di unit Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Sutisna DJ. 2007. -. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Jakarta. Diketahui
melalui situs http://educationschmutzer.multiply.com/photos/album/94 [15
Februari 2013].
Wheatley BP. 1989. Diet of Balinese Temple Monkeys, Macaca fascicularus.
Kyoto University Overseas Research Report of Studies on Asian Non-
Human Primates. Kyoto (JP): Kyoto University Primate Research Institute.
7:62-75.
Wibowo C, Kusmana C, Suryani A, Hartati Y, Oktadiyani P. 2009. Pemanfaatan
Pohon Mangrove Api-Api (Avicennia spp.) sebagai Bahan Pangan dan
Obat. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian IPB. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
28
Lampiran 1 Analisis vegetasi habitat mangrove 1
Panjang jalur : 10 x 50 m
1. Pohon
No. Nama
local
Nama
ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) D
DR
(%) INP
1. Api-api A. alba 7 350 63,64 1 62,5 7,8 84,78 210,92
2. Api-api A. officinalis 1 50 9,09 0,2 12,5 1,2 13,04 34,63
3. Xylocarpus Xylocarpus
mollocensis 3 150 27,27 0,4 25 0,2 2,17 54,45
Total 11 550 100 1,6 100 9,2 100 300,00
2. Pancang
No. Nama
local
Nama
ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F FR (%) INP
1. Api-api Avicennia
alba
5 1000 62,5 1 71,43 133,93
2. Xylocarpus Xylocarpus
mollocensis
3 600 37,5 0,4 28,57 66,07
Total 8 1600 100 1,4 100 200,00
3. Semai
No. Nama
lokal Nama ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha) KR (%) F
FR
(%) INP
1. Api-api A. alba 20 25000 64,52 1 62,5 127,02
2. Api-api A. marina 4 5000 12,90 0,2 12,5 25,40
3. Xylocarpus Xylocarpus
mollocensis 7 8750 22,58 0,4 25 47,58
Total
31 38750 100 1,6 100 200,00
4. Tumbuhan bawah
No. Nama
lokal Nama ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha) KR (%) F
FR
(%) INP
1. Jeruju Acanthus
ilicifolius 5 6250 100 0,4 100 200,00
Total
5 6250 100 0,4 100 200,00
Lampiran 2 Analisis vegetasi habitat mangrove 2
Panjang jalur : 10 x 50 m
1. Pohon
No. Nama
local
Nama
ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) D
DR
(%) INP
1. Bogem Sonneratia
alba
7 350 63,64 1 62,5 7,8 84,78 210,92
2. Api-api A. alba 3 150 27,27 0,4 25 0,2 2,18 54,45
3. Xylocarpus Xylocarpus
mollocensis
1 50 9,09 0,2 12,5 1,2 13,04 34,63
Total 11 550 100 1,6 100 9,2 100 300
2. Pancang
No. Nama
local
Nama
ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F FR (%) INP
1. Api-api Avicennia
alba
6 1200 66,67 1 71,43 133,93
2. Xylocarpus Xylocarpus
mollocensis
3 600 33,3 0,4 28,57 66,07
Total 8 1800 100 1,4 100 200
29
Lampiran 3 Analisis vegetasi habitat mangrove 2 (lanjutan)
3. Semai
No. Nama
local
Nama
ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F FR (%) INP
1. Api-api Avicennia
alba 5 6250 100 1 100 200
Total 5 6250 100 1 100 200
Lampiran 4 Analisis vegetasi habitat mangrove 3
Panjang jalur : 10 x 50 m
1. Pohon
No. Nama
local Nama ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) D
DR
(%) INP
1. Bogem Sonneratia alba 5 250 62,50 1 71,43 1,49 76,80 210,73
2. Api-api Avicennia alba 3 150 37,50 0,4 28,57 0,45 23,20 89,27
Total 8 400 100 1,4 100 1,94 100 300,00
2. Pancang
No. Nama
local Nama ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F FR (%) INP
1. Api-api Avicennia alba 6 1200 100 1 100 200,00
Total 6 1200 100 1 100 200,00
3. Semai
No. Nama
local Nama ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F FR (%) INP
1. Api-api Avicennia alba 6 7500 66,67 1 71,43 133,93
2. Bogem Sonneratia alba 3 3750 33,3 0,4 28,57 66,07
Total 8 450 100 1,4 100 200
4. Tumbuhan bawah
No. Nama local Nama ilmiah Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) INP
1. Jeruju Acanthus ilicifolius 22 27500 100 1 100 200,00
Total
22 27500 100 1 100 200,00
Lampiran 5 Analisis vegetasi habitat mangrove 4
Panjang jalur : 10 x 20 m
1. Pohon
No. Nama
local
Nama
ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) D
DR
(%) INP
1. Xylocarpus Xylocarpus
mollocensis 3 150 60 1 67 1,48 64 191
2. Waru Hibiscus
tiliaceus 2 100 40 0,5 33 0,84 36 109
Total 5 250 100 1.5 100 9.2 100 300
30
Lampiran 6 Analisis vegetasi habitat mangrove 4 (lanjutan)
2. Pancang
No. Nama
local Nama ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) INP
1. Waru Hibiscus tiliaceus 1 200 25 0,5 33,33 58,33
2. Xylocarpus Xylocarpus mollocensis 1 200 25 0,5 33,33 58,33
3. Bogem Sonneratia alba 2 400 50 0,5 33,33 83,33
Total 4 360 100 1,4 99,99 199,99
3. Semai
No. Nama
local Nama ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F FR (%) INP
1. Bogem Sonneratia alba 9 11250 64 1 67 131
2. Api-api Avicennia alba 5 6250 36 0,5 33 69
Total 14 17500 100 1,4 100 200
4. Rotan
No. Nama local Nama ilmiah Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) INP
1. Nipah Nypa fruticans 10 7500 100 1 100 200,00
Total
10 7500 100 1 100 200,00
Lampiran 7 Analisis vegetasi habitat mangrove 5
Panjang jalur : 10 x 20 m
1. Pohon
No. Nama
local
Nama
ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) D
DR
(%) INP
1. Bogem Sonneratia
alba
6 300 86 1 67 3,90 90 243
2. Api-api Avicennia
alba
1 50 14 0,5 33 0,45 10 57
Total 7 350 100 1,5 100 4,35 100 300
2. Pancang
No. Nama
local
Nama
ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F FR (%) INP
1. Bogem Sonneratia
alba
4 800 80 1 67 147
2. Api-api Avicennia
alba
1 200 20 0,5 33 53
Total 5 1000 100 1,5 100 200
3. Semai
No. Nama
local
Nama
ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F FR (%) INP
1. Bogem Sonneratia
alba
5 6250 62,50 1 67 129,50
2. Api-api Avicennia
alba
3 3750 37,50 0,5 33 70,50
Total 8 10000 100 1,5 100 200
31
Lampiran 8 Analisis vegetasi habitat mangrove 5 (lanjutan)
4. Tumbuhan bawah
No. Nama local Nama ilmiah Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) INP
1. Jeruju Acanthus ilicifolius 38 47500 100 1 100 200
Total
38 47500 100 1 100 200
Lampiran 9 Analisis vegetasi habitat mangrove 6
Panjang jalur : 10 x 20 m
1. Pohon
No. Nama
local
Nama
ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) D
DR
(%) INP
1. Buta-buta Excoecaria
agallocha 5 250 100 1 100 4.20 100 300,00
Total
5 250 100 1 100 4.20 100 300,00
2. Pancang
No. Nama
local Nama ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) INP
1. Buta-buta Excoecaria agallocha 5 1000 100 1 100 200,00
Total 5 1000 100 1 100 200,00
3. Semai
No. Nama
local Nama ilmiah
Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) INP
1. Buta-buta Excoecaria agallocha 3 3750 100 1 100 200,00
Total 3 3750 100 1 100 200,00
4. Tumbuhan bawah
No. Nama local Nama ilmiah Jumlah
individu
K
(ind/ha)
KR
(%) F
FR
(%) INP
1. Jeruju Acanthus ilicifolius 11 13750 100 1 100 200,00
Total
11 13750 100 1 100 200,00
32
Lampiran 10 Kondisi lokasi dilakukannya analisis vegetasi
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Keterangan: (a) Lokasi habitat Kelompok I
(b) Lokasi habitat Kelompok II
(c) Lokasi habitat Kelompok III
(d) Lokasi habitat Kelompok IV
(e) Lokasi habitat Kelompok V
(f) Lokasi habitat Kelompok VI
33
Lampiran 11 Data profil pohon di lokasi kelompok habitat mangrove heterogen
No. Nama jenis Keliling
(cm)
Tinggi (m)
Posisi
pohon
(m)
Proyeksi tajuk
Lokal Ilmiah Tt Tbc X Y Terpanjang Terpendek
1. Api-api A. alba 80 10 6 0 0 5° x1=3
x2=2
165° y1=1,6
y2=1
2. Api-api A. alba 78 8 5 0,1 0,3 5° x1=2
x2=2,5
260° y1=2,1
y2=1,5
3. Api-api A. alba 108 10 6 0 0 5° x1=2
x2=1,8
265° y1=1
y2=1
4. Api-api A. alba 85 8 3 0 0 0° x1=5
x2=3
5° y1=1,7
y2=1,5
5. Xylocarpus Xylocarpus
mollocensis
42 10 4 0,2 1,3 5° x1=1,4
x2=1,2
95° y1=1
y2=1
6. Xylocarpus Xylocarpus
mollocensis
67 10 2 0 2 10° x1=1,8
x2=1,2
110° y1=1,5
y2=1
7. Xylocarpus Xylocarpus
mollocensis
36 6 1,7 0,3 1,2 15° x1=1,8
x2=2,1
245° y1=1,3
y2=1,7
8. Api-api A. alba 92 7,8 3 0 0 225° x1=1,7
x2=2
272° y1=1,3
y2=1,1
9. Api-api A. alba 45 8 2,1 0 0 305° x1=1,2
x2=2,1
60° y1=1,1
y2=1,6
10. Api-api A. alba 87,5 7 2 2,3 3 0° x1=3
x2=1,1
272° y1=0,7
y2=0,6
11. Api-api A. officinalis 112 10 2,3 0,3 1 350° x1=2,8
x2=3
267° y1=1,8
y2=2
Lampiran 12 Data profil pohon di lokasi habitat mangrove homogen
No. Nama jenis Keliling
(cm)
Tinggi (m)
Posisi
pohon
(m)
Proyeksi tajuk
Lokal Ilmiah Tt Tbc X Y Terpanjang Terpendek
1. Buta-buta Excoecaria
agallocha
68 10 2 0,1 0,2 0° x1=2
x2=2,3
2° y1=1
y2=2,2
2. Buta-buta Excoecaria
agallocha
61 10 2,5 0 0 0° x1=2
x2=2,3
2° y1=1
y2=2,2
3. Buta-buta Excoecaria
agallocha
88 10 3 0,1 0,3 0° x1=2
x2=2,3
2° y1=1
y2=2,2
4. Buta-buta Excoecaria
agallocha
51 10 1,9 0 0 5° x1=2
x2=2,3
92° y1=1,4
y2=1,3
5. Buta-buta Excoecaria
agallocha
55 10 2 0 0 2° x1=2,2
x2=2,3
95° y1=1,5
y2=1,4
34
Lampiran 13 Panduan wawancara
Panduan Wawancara
Tujuan : Identifikasi populasi dan habitat Monyet ekor panjang
a. Pertanyaan dasar :
Identitas responden :
1. Nama
2. Jenis kelamin
3. Umur
4. Pekerjaan
b. Pertanyaan inti
Lokasi sering ditemukannya Monyet ekor panjang
Jumlah individu terlihat, struktur umur dan jenis kelamin Monyet
Kondisi habitat Monyet
Jenis tumbuhan / lainnya yang dijadikan pakan oleh Monyet
Bagian tumbuhan / lainnya yang dimanfaatkan (pakan, cover,
posisi ruang tajuk)
35
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 20 September 1990. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan M. Hendra Djaya dan Ning
Chomariyah. Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 2 Surabaya tahun
2005-2008. Tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Mayor
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE). Selama
kuliah penulis aktif di kegiatan Resimen Mahasiswa (Menwa) tahun 2009-2010.
Selama di Fakultas Kehutanan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi,
diantaranya Himpunan Profesi (Himpro) DKSHE yaitu Himpunan Mahasiswa
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) tahun 2010 dan
tergabung dalam Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM). Selain itu, pada tahun
yang sama penulis juga aktif pada kegiatan Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas Kehutanan IPB (DPM-E).
Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung
Sawal-Pangandaran tahun 2010 dan ditahun yang sama penulis juga mengikuti
kegiatan ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) yang merupakan
kegiatan Himpro di Taman Nasional Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Tahun 2011 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Fakultas Kehutanan IPB. Penulis melakukan
Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) tahun 2012 di Taman Nasional Merbabu,
Jawa Tengah.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan tahun
2013, penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul
“Populasi dan Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Kawasan
Ekowisata Mangrove Wonorejo dan sekitarnya, Surabaya” dengan dosen
pembimbing Ir. Dones Rinaldi, M.Sc.F.Trop dan Prof.Dr.Ir. Ani Mardiastuti,
M.Sc.