popularitas kerupuk samijali jurus comot nama jarak dan ... · pdf file15 ribu lembar bahan...
TRANSCRIPT
layouter: edo
RADAR SURABAYA l SELASA, 31 MEI 2016 HALAMAN 20
Popularitas Kerupuk Samijali
Jurus Comot NamaJarak dan Gang Dolly
SURABAYA–Wajah eks loka lisasi Dolly dan Jarak terus be rubah. Bekas lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu beru bah menjadi kawasan sentra ekonomi kerakyatan, seiring tumbuhnya usaha kecil mikro dan menengah (UMKM).
Ini berkat peran Pemkot Sura baya yang mulai melibatkan se mua pihak untuk mem berikan pelatihan agar warga punya penghasilan mandiri. Hasil nya, berbagai produk sudah di hasilkan, mulai dari sepatu, batik dan yang terbaru adalah ke rupuk samiler dengan berbagai rasa. Warga menamainya sebagai krupuk Samijali atau Samiler JarakDolly.
Ketua UMKM Samijali, Roro Dwi Prihatin Yuli Astutik Su santo menjelaskan makanan ri ngan jenis kerupuk dari bahan singkong sengaja diberi merek Samijali (Samiler JarakDolly). Sebab jika namanya ha nya kerupuk samiler hampir semua daerah di Jawa Timur su dah memiliknya. Sehingga dia bersama anggotanya memberi nama eks lokasi prostitusi Jarak dan Dolly dijadikan merek produk.
“Siapa yang tidak tahu gang Dolly dan Jarak, nama itu su
dah akrab di telinga ma syarakat. Tidak hanya di Surabaya, te tapi sudah seantero Indonesia mengetahuinya. Sehingga keru puk Samijali ini memang khas oleholeh dari Dolly,” ung kapnya saat dijumpai, Selasa (25/5).
Menurut Roro cara tersebut cukup berahasil. Berkat merk yang khas tersebut, banyak war ga yang mulai penasaran de ngan bentuk dan rasa dari ke rupuk kreasi kelompok ibuibu PKK RT 11 RW 3, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya ini.
Hampir setiap hari kerupuk ini tidak pernah sepi pesanan. Unik nya, orang memesan keru puk Samijali kebanyaknya bukan warga Surabaya atau Sawahan, melainkan dari ber bagai daerah di Indonesia, seperti Papua, Jakarta, dan Bandung.
Ibu tiga anak ini bersama sembilan ibuibu rumah tangga lainya mampu menghabiskan 15 ribu lembar bahan baku Samijali, atau sekitar lima ribu bung kus Samijali dengan harga Rp 15 ribu per bungkusnya.
Produk ini semakin diminati lan taran kemasannya yang bagus juga terdapat berebagai varian rasa, mulai dari origininal,
ke ju, pedas dan rasa sapi panggang. “Yang paling dipilih dan dipesan adalah rasa pedas dan sapi panggang,” lanjutnya.
Sekarang warga Jalan Putat Jaya Gang 4A ini mulai me rasakan hasilnya. Dari hasil membuat Samijali mereka bisa memenuhi kebutuhan seharihari mulai membayar listrik, air dan tambahan uang saku anak sekolah. Meski demikian, menurut Roro untuk meraih sukses tidak bisa dilakukan instan. Apalagi setelah Dolly di tutup banyak warga yang mulai putus asa.
“Sebelum memutuskan mem buat kerupuk, kami harus mengikuti beberepa pelatihan yang dilakukan di kecamatan. Awalnya ibuibu semangat namun karena hanya seperti ituitu saja, akhirnya banyak dari mereka yang enggan ikut pelatihan,” ceritanya.
Meski sudah berhasil mema sar kan produk, banyak ditemui ken dala di lapangan. Salah sa tunya kerupuk tidak utuh saat diantar ke pemasan lantaran re muk. Tak jarang dia mendapat kom plain dari pemesan kru puk.
Sentuhan dari sejumlah LSM yang membantunya, cara agar krupuk tetap laku meski dalam
keadaan hancur. “Se telah beberepa kali mencoba, akhirnya munculah ide untuk mem buat Samijali dengan berbagai varian rasa ini,” lanjutnya.
Lagilagi Roro menemui ken dala. Kali ini yang menjadi ken dala adalah proses pem buatannya. Sebab hampir semua proses produksi masih manual. Selain itu, warga tidak me miliki mesin pengering. Padahal mesin ini sangat dibutuhkan un tuk menjaga kualitas agar ke rupuk tetap renyah setelah digoreng.
“Kami masih bergantung pada sinar matahari. Jika sudah memasuki musim hujan sulit bisa mengeringkan bahan baku pro duksi. Wajar ketika menerima pesanan banyak, kami harus lembur hingga tengah ma lam,” jelasnya. Sebetulnya pi haknya sudah mengajukan pro posal untuk membeli mesin pe ngering ini. Tetapi sejauh ini be lum ada respon dari pihakpi hak terkait.
Menurut Roro, meskipun kepopuleran Samijali terus menanjak, namun ibuibu di gang Dolly mengaku pendapatan dari wirausaha cukup jauh dari pen dapatan mereka saat prak
Dari Eks Lokalisasi Merambah NegeriSURABAYA–Gang Dol
ly kini terus berubah dari bekas lokalisasi prostitusi men jadi sentra UMKM. Kini sudah muncul beberapa produk dari warga yang tinggal di kawasan Dolly dan sekitarnya.
Setelah mencicipi kerupuk Samijali, di kawasan ter sebut muncul industri se patu. Sepatu yang di produksi kelompok warga eks Dolly ini juga telah meram bah beberapa kota di penjuru nusantara, seperti Beng kulu, beberapa kota di Papua, Padang, Ban jarmasin dan Palangkaraya.
Berdiri sejak Oktober 2014 hingga saat ini produksi sepatu masih menggu nakan mesin manual. Ber tempat di bekas wisma po puler, Barbara, di Putat Jaya Sawahan, tertata apik dua meja panjang tem pat menaruh bahan setangah jadi. Lengkap dengan alat pres manual dan mesin jahit di sisi kanan.
Ketua kelompok usaha berasama (KUB) Atik Tri Ningsih, 33, mengatakan untuk menggerakkan pro duksi sepatu dibutuhkan te naga 10 orang yang ter diri dari 8 perempuan dan dua lakilaki. Dalam satu hari KUB ini mampu me nyelesaikan delepan pa sang sepatu.
“Dulu nama merek sepatu adalah Putat Jaya Colection sekarang telah berganti nama menjadi PJCraft, yang berarti Pu tat
Jaya Craft atau ke ra jinan dari Putat Jaya,” kata Atik Tri Ningsing ke pa da Radar Surabaya yang dijumpai Selasa, (24/5) lalu.
Warga Putat Jaya C Timur Gang 2 ini me nambahkan, harga sepatu re la tif murah yakni diki sa ran Rp 100175 ribu (se pa tu kulit wanita) dan Rp 200250 ribu (sepatu kulit pria dibanderol). Me nu rut nya, harga tersebut sudah ber sahabat. Namun demi kian persoalannya adalah pada pemasaran. Pasal nya, hingga sekarang pe ma saran produknya masih terbatas.
“Kita menunggu pame ran dulu baru bisa me ma sarkan. Atau dengan cara lain, yakni menunggu or der pesanan. Selain itu, bia sanya ada kunjungan da ri wisatawan lokal yang memborong sepatu untuk dijual lagi di daerahnya se perti di Papua,” ung kap nya.
Saat ini produknya su dah dipromosikan salah se orang desainer pakaian ter kenal di Surabaya ber nama Embran Nawawi. Ti dak hanya membantu mem pro mosikan, Embran juga turut menjadi cus to mernya dan mengorder se patu untuk fashion show. Biasanya sepatu yang dipesan khusus ini ditambah dengan pernakper nik batik. “Sudah di pe san 12 pasang. Kemarin di pakai fashion show di Tun jungan Plaza,” ujar nya. (don/rif)
tik prostitusi di gang Dolly. Meski demikian, hal itu bu kan
masalah serius. Sebab, ada manfaat lain yang dirasakan pasca Dolly di tutup. Yakni ke ba hagiaan anakanak mereka yang du lu selalu minder jika di sebut se bagai warga gang Dolly. “Kami tetap senang de ngan usaha ini,”pungkas Roro. (yua/rif)
ANDY SATRIA/ RADAR SURABAYA
IMPIAN BARU: Kerupuk Samijali yang diproduksi di bekas lokalisasi prostitusi Dolly diharapkan bisa menopang industri rumah tangga menuju level nasional.
ANDY SATRIA/ RADAR SURABAYA
PRODUK LOKAL: Salah satu pegawai sedang menyelesaikan sepatu yang diproduksi di bekas lokalisasi prostitusi Dolly. Produksi ini disebut PJCraft yang mencomot nama Putat Jaya Handicraft.