politik adalah pendidikan

1
POLITIK ADALAH PENDIDIKAN Kampanye Bukan Hanya Sekedar Meraup SuaraMahasiswa A : “eh lo uda liat blum poster di parkiran.?” Mahasiswa B : “liat coy, yang ada foto2 itu ya, keren ya, gw bakal milih dia kyknyaMahasiswa A : “kenapa lo milih dya.? Emang lo tau apa yg dya bawaMahasiswa B : “timsesnya orang2 hebat, jadi biar gw ga tau kontennya, ya uda pilih aj Mahasiswa A : “praktis, hm….” eginilah kampus kita kini, paling tidak untuk sementara waktu. Tak sulit lagi menemui konsolidasi dan diskusi, basis massa mulai didekati dan diajak untuk mengambil peran. Semua upaya dilakukan untuk memperjuangkan kesempatan dapat melanjutkan cita cita besar dalam kemahasiswaan di kampus ini. Seiring dengan itu, tak lama gagasan besar mulai ramai dibicarakan, metode kembali direkonstruksi, namun sudahkah dipastikan tujuan utama tidak memudar? Memastikan tujuan adalah hal utama yang harus dilakukan. Tanpa kepastian tujuan, arah gerak dan upaya hanya akan menjadi suatu hal yang tidak efektif bahkan justru akan menambah panjang deretan penyimpangan yang kontraproduktif. Menghadirkan tujuan adalah tugas pemimpin. Lantas apa realita yang terjadi justru berbeda. Momentum pemilihan pemimpin tak lagi fokus kepada memasyarakatkan tujuan yang akan kita kejar bersama, melainkan sibuk mencari cara untuk memenangkan momentum ini. Praktek praktis mulai bermunculan, berbagai taktik dipersiapkan termasuk memanfaatkan kepercayaan orang lain terhadap aktor di momentum ini. Tidakkah kita merasa ini menciderai pendidikan? Memang lebih mudah mewujudkan perubahan apabila kita dapat merekayasa sistem. Namun kesuksesan terwujudnya perubahan tidak lantas lepas dari peran serta orang orang yang mendukung. Sehingga tingkat pemahaman dari mereka yang kita pimpin menjadi faktor penentu dan harus dipastikan sebelum kelak akhirnya kita memimpin. Hal inilah yang kemudian menjadi jawaban bahwa mengejar posisi bukan merupakan satu satunya hal yang harus diprioritaskan dalam pertarungan politik. Namun teori tak selalu indah. Pencerdasan massa tak jua diprioritaskan oleh aktor aktor dalam lakon pemilihan pemimpin ini. Jumlah basis massa yang terlibat hanya menjadi simbol simbol tak sadar potensi. Memimpin berarti mengabdi bekerja, sehingga momentum sebelumnya adalah investasi. Masyarakatkan atau siap ditinggalkan ketika baru dipercaya memimpin kelak. B

Upload: dinar-dwi-laksmana

Post on 28-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bahan baca baca

TRANSCRIPT

Page 1: Politik Adalah Pendidikan

POLITIK ADALAH PENDIDIKAN “Kampanye Bukan Hanya Sekedar Meraup Suara”

Mahasiswa A : “eh lo uda liat blum poster di parkiran.?”

Mahasiswa B : “liat coy, yang ada foto2 itu ya, keren ya, gw bakal milih dia kyknya”

Mahasiswa A : “kenapa lo milih dya.? Emang lo tau apa yg dya bawa”

Mahasiswa B : “timsesnya orang2 hebat, jadi biar gw ga tau kontennya, ya uda pilih aj”

Mahasiswa A : “praktis, hm….”

eginilah kampus kita kini, paling

tidak untuk sementara waktu. Tak

sulit lagi menemui konsolidasi dan

diskusi, basis massa mulai didekati dan

diajak untuk mengambil peran. Semua

upaya dilakukan untuk memperjuangkan

kesempatan dapat melanjutkan cita – cita

besar dalam kemahasiswaan di kampus

ini. Seiring dengan itu, tak lama gagasan

besar mulai ramai dibicarakan, metode

kembali direkonstruksi, namun sudahkah

dipastikan tujuan utama tidak memudar?

Memastikan tujuan adalah hal utama yang

harus dilakukan. Tanpa kepastian tujuan,

arah gerak dan upaya hanya akan menjadi

suatu hal yang tidak efektif bahkan justru

akan menambah panjang deretan

penyimpangan yang kontraproduktif.

Menghadirkan tujuan adalah tugas

pemimpin. Lantas apa realita yang terjadi

justru berbeda. Momentum pemilihan

pemimpin tak lagi fokus kepada

memasyarakatkan tujuan yang akan kita

kejar bersama, melainkan sibuk mencari

cara untuk memenangkan momentum ini.

Praktek praktis mulai bermunculan,

berbagai taktik dipersiapkan termasuk

memanfaatkan kepercayaan orang lain

terhadap aktor di momentum ini.

Tidakkah kita merasa ini menciderai

pendidikan?

Memang lebih mudah mewujudkan

perubahan apabila kita dapat merekayasa

sistem. Namun kesuksesan terwujudnya

perubahan tidak lantas lepas dari peran

serta orang – orang yang mendukung.

Sehingga tingkat pemahaman dari mereka

yang kita pimpin menjadi faktor penentu

dan harus dipastikan sebelum kelak

akhirnya kita memimpin. Hal inilah yang

kemudian menjadi jawaban bahwa

mengejar posisi bukan merupakan satu –

satunya hal yang harus diprioritaskan

dalam pertarungan politik.

Namun teori tak selalu indah.

Pencerdasan massa tak jua diprioritaskan

oleh aktor – aktor dalam lakon pemilihan

pemimpin ini. Jumlah basis massa yang

terlibat hanya menjadi simbol – simbol

tak sadar potensi. Memimpin berarti

mengabdi bekerja, sehingga momentum

sebelumnya adalah investasi.

Masyarakatkan atau siap ditinggalkan

ketika baru dipercaya memimpin kelak.

B