polemik gubernur dki

3
GONJANG-GANJING PENGISIAN JABATAN GUBERNUR DKI JAKARTA Cogito Ergo Sum Pengunduran diri Joko Widodo dari jabatan Gubernur DKI Jakarta menyusul penetapan dirinya menjadi Presiden terpilih pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 meninggalkan polemik mengenai siapa yang akan menduduki tampuk pemerintahan di DKI Jakarta. Pergantian undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah dan pemilihan kepala daerah ditambah dengan berbagai penafsiran yang dilakukan oleh berbagai pihak turut memperumit situasi perpolitikan di DKI Jakarta. Seiring dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah jo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota memunculkan perdebatan dikalangan masyarakat mengenai mekanisme pengisian jabatan Gubernur DKI Jakarta. Ditambah lagi dengan keberadaan DKI Jakarta yang dipayungi oleh Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Situasi ini semakin “panas” setelah Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik, menyatakan bahwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Wakil Gubernur DKI Jakarta yang sekarang menjabat sebagai Plt. Gubernur DKI Jakarta, tidak secara otomatis menjadi gubernur menggantikan Joko Widodo. 1 M. Taufik mengatakan bahwa berdasarkan Pasal 174 ayat (2) Perppu Nomor 1 Tahun 2014, apabila masa jabatan Kepala Daerah yang mengundurkan diri masih lebih dari 18 bulan, maka penggantinya dipilih oleh DPRD. Apabila dicermati, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 yang merupakan payung hukum kekhususan Provinsi DKI Jakarta pada dasarnya hanya mengatur mengenai pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tanpa mengatur tentang mekanisme pemilihan Gubernur atau 1 ) KOMPAS, “Berebut” Kursi Panas Di DKI Jakarta, http://megapolitan.kompas.com/read/2014/10/28/14000011/.Berebut.Kursi.Panas.di.DKI.Jakarta

Upload: departemen-kajian-stategis

Post on 06-Apr-2016

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Kajian 4

TRANSCRIPT

GONJANG-GANJING PENGISIAN JABATAN GUBERNUR DKI

JAKARTA

Cogito Ergo Sum

Pengunduran diri Joko Widodo dari jabatan Gubernur DKI Jakarta menyusul

penetapan dirinya menjadi Presiden terpilih pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014

meninggalkan polemik mengenai siapa yang akan menduduki tampuk pemerintahan di DKI

Jakarta. Pergantian undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah dan

pemilihan kepala daerah ditambah dengan berbagai penafsiran yang dilakukan oleh berbagai

pihak turut memperumit situasi perpolitikan di DKI Jakarta.

Seiring dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah jo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati dan Walikota memunculkan perdebatan dikalangan masyarakat mengenai

mekanisme pengisian jabatan Gubernur DKI Jakarta. Ditambah lagi dengan keberadaan DKI

Jakarta yang dipayungi oleh Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Situasi ini semakin “panas” setelah Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik,

menyatakan bahwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Wakil Gubernur DKI Jakarta yang

sekarang menjabat sebagai Plt. Gubernur DKI Jakarta, tidak secara otomatis menjadi gubernur

menggantikan Joko Widodo.1 M. Taufik mengatakan bahwa berdasarkan Pasal 174 ayat (2)

Perppu Nomor 1 Tahun 2014, apabila masa jabatan Kepala Daerah yang mengundurkan diri

masih lebih dari 18 bulan, maka penggantinya dipilih oleh DPRD.

Apabila dicermati, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 yang merupakan payung

hukum kekhususan Provinsi DKI Jakarta pada dasarnya hanya mengatur mengenai pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur tanpa mengatur tentang mekanisme pemilihan Gubernur atau

1 ) KOMPAS, “Berebut” Kursi Panas Di DKI Jakarta,

http://megapolitan.kompas.com/read/2014/10/28/14000011/.Berebut.Kursi.Panas.di.DKI.Jakarta

Wakil Gubernur yang berhenti atau diberhentikan. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 11 ayat (1), (2) dan (3). Sehingga, dalam kondisi seperti ini

berlaku Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah jo. Perppu

Nomor 2 Tahun 2014 sebagai lex generalis (undang-undang yang umum). Namun,

berdasarkan Pasal 62 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo. Perppu Nomor 2 Tahun

2014, ketentuan mengenai pemilihan kepala daerah diatur dengan undang-undang, dalam hal

ini Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang

dikeluarkan oleh Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, menyusul penolakan

masyarakat terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati dan Walikota.

Berdasarkan Pasal 174 ayat (2) Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati dan Walikota, apabila sisa masa jabatan Gubernur berhenti atau

diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

dan sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan, maka dilakukan Pemilihan Gubernur melalui DPRD

Provinsi. Namun, ketentuan ini tidak berlaku apabila terjadi kekosongan jabatan Gubernur,

Bupati, dan Walikota yang diangkat berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.

Berdasarkan Pasal 203 ayat (1), dalam hal terjadi kekosongan Gubernur, Bupati dan Walikota

yang diangkat berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah, Wakil Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Walikota menggantikan Gubernur, Bupati

dan Walikota sampai dengan berakhir masa jabatannya. Oleh karena Joko Widodo dan Basuki

Tjahaja Purnama diangkat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta berdasarkan

UU No. 29 Tahun 2007 sebagai lex specialis (undang-undang yang khusus) dari UU No. 32

Tahun 2004 yang pada saat itu berlaku dan masa jabatannya masih tersisa kurang lebih 3

tahun lagi, maka seiring dengan pengunduran diri Joko Widodo dari jabatan Gubernur DKI

Jakarta, sesuai dengan Pasal 203 ayat (1) Perppu Nomor 1 Tahun 2014 maka Wakil Gubernur

DKI yang dijabat oleh Basuki Tjahaja Purnama secara otomatis akan menggantikan Joko

Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta sampai dengan berkhirnya masa jabatannya.

Jadi, pengisian jabatan Gubernur DKI Jakarta yang ditinggalkan Joko Widodo

sebenarnya tidak perlu untuk diperdebatkan karena pada dasarnya peraturan perundang-

undangan telah mengatur secara jelas mengenai mekanisme pengisisan jabatan Gubernur yang

berhenti atau diberhentikan yang diangkat berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 maupun berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo. Perppu Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Sehingga, pengangkatan Wakil Gubernur DKI Jakarta,

Basuki Tjahaja Purnama untuk menggantikan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta

juga tidak perlu untuk dipemasalahkan karena hal tersebut telah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang mengamanatkan bahwa Gubernur yang berhenti atau diberhentikan

yang diangkat berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 secara otomatis digantikan

oleh Wakil Gubernur sampai dengan berakhirnya masa jabatannya.

Radius Emerson Sitanggang

Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis

BEM FH Unpad Kabinet Harmoni