pola pernafasan pada bayi baru lahir
DESCRIPTION
Keperawatan AnakTRANSCRIPT
1. Pola pernafasan pada bayi baru lahir
Selama tidur pada usia bulan pertama, bayi normal cukup bulan mungkin kadang-kadang
mengalami episode, yaitu pernafaan teratur terganggu dengan jedah-jedah ( perhentian-
perhentian) pendek. Pola pernafasan periodic ini , bergeser dari irama teratur ke episode
apnea intermiten siklik yang singkat , lebih lazim terjadi pada bayi premature, yang dapat
mengalami jedah selama 5-10 detik diikuti dengan ledakan pernafasan cepat dengan
frekuensi 50-60/menit selama 10-15 detik. Jarang disertai perubahan warna atau
perubahan frekuensi jantung, dan sering berhenti tanpa alas an yang jelas. Pernafasan
periodic intermiten biasanya menetap sampai bayi premature berumur sekitar 36 minggu
kehamilan. Jika bayi hipoksik , penambahan kadar oksigen yang diinspirasi akan sering
mengubah pernafasan periodik menjadi pernafasan teratur. Transfusi sel darah merah
atau rangsangan fisik eksterna juga dapat mengurangi jumlah episode apnea. Pernafasan
periodic tidak memberikan arti prognostic, hal ini merupakan suatu karakteristik normal
pada pernafasan neonates.
2. Apnea
a. Definisi
Pernafasan periodic harus dibedakan dari jedah apnea yang lama, karena yang kedua dapat
disertai dengan penyakit yang serius. Apnea disebabkan oleh beberapa penyakit primer yang
mengenai neonates. Gangguan demikian menimbulkan depresi langsung pada pengendalian
pernafasan di system saraf pusat, gangguan penghantaran oksigen perfusi, atau defek
ventilasi .
Apnea prematuritas idiopatik terjadi bila tidak ada factor predisposes penyakit yang dapat
diidentifkasi dan mungkin karena obstruksi saluran pernafasan atas (ketidakstabilan laring,
fleksi leher , olusi hidung) yang ditandai oleh tidak adanya aliran udara tetapi ada gerakan
dinding dada persisten. Kolaps faring dapat menyertai keadaan tekanan jalan nafas negative
selama inspirasi , atau mungkin akibat inkoordinasi dan otot-otot saluran pernafasan atas
yang lain yang terlihat dalam menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Apnea prematuritas
dapat juga disebabkan oleh penurunan umur kehamilan yang bergantung pada rangsangan
system saraf pusat pada otot-otot pernafasan, ditandai oleh tidak adanya aliran udara dan
gerakan dinding dada (apnea sentral) yang simultan. Imaturitas pusat pernafasan pad abating
otak tampak pada respon yang lemah terhadap karbon dioksida dan respon paradoksal
terhaap hipoksia, yaitu mengakibatkan apnea bukannya hiperventilasi. Apnea bergantung ada
stadium tidur, frekuensinya bertambah selam tidur aktif (REM). Gerakan dinding
dadaparadoksal adlah lazim selama tidur aktif dan dapat menyebabkan penurunan PaO2
karena cacat ventilasi perfusi
b. Penyebab potensia Apnea dan Bradikardia Neonatus
SSP PIV, obat-obat , kejang-kejang, jejas hipoksik, hernia, gangguan
muskular
Pernafasan Pneumonia, lesi jalan nafas obstruktif, atelectasis, prematuritas berat (<
1000gr) reflex laring, paralisis nervus frenikus, distress membrane hiain
berat, pneumotoraks
Infeksi Sepsi , entrokolitis nekrotikan, meningitis (bakteri, jamur, virus)
Saluran
pencernaan
Pemberian makanan oral, gerakan usus, refluks gastroesofagus,
esophagitis, perforasi usus
Metabolik Glukosa, kalsium , PO2 , natrium, ammonia, asam organic, suhu
lingkungan , hipotermia
Kardiovaskular Hipotensi, hipertensi, gagal jantung, anemia, hypovolemia, tonus vagus
Idiopatik Imaturitas pusat pernafasan, fase tidur , kollaps saluran pernaffasan atas
c. Manifetasi Klinis
Insidens apnea prematuritas idopatik bervariasi terbalik dengan umur kehamilan . Pada
bayi retrm apnea ini jarang terjadi pada usia hari pertama, apnea segera sesudah lahir
menandakan adanya penyakit lain. Mulainya apnea idiopatik terjadi pada umur 2 sampai
7 hari. Mulainya apnea mendadak pada neonates yang sebelumnya baik sesudah umur 2
minggu merupakan kejadian kritis yang memerlukan pemeriksaan segera. Pada bayi
preterm , apnea serius didefinisikan sebagai pengehntian nafas selam lebih dari 15-20
detik atau seberapun lamanya jika disertai dengan sianosi dan bradikardia. Insidenns
bradikardia terkait bertambah dengan lamanya pane yang mendahului dan berkolerasi
dengan keparahan hipoksia. Apne pendek ( 10 detik) jarnag disertai dengan bradikardia
sedang apnea yang lebih lama ( > 20 detik) mempunyai insidens bradikardia yang lebih
tinggi.
d. Pengobatan
Bayi yang mempunyai resiko apnea harus dimonitor dengan monitor apnea. Rangsangan
kulit yang lembut sering merupakan terapi yang adekuat pada bayi neonates yang
mengalami episode ringan dan intermiten. Bayi yang mengalami apnea berulang dan
lama memerlukan ventilasi kantong dan masker segera. Bila apnea dicetuskan oleh
penyakit , stabilitas jalan nafas dan oksigen harus dipertahankan dalam rangka mengobati
penyakit dasar.
3. Penyakit Membran Hialin (PMH) / Kegawatan Pernafasan ( Respiratory Distress
Syndrome (RDS))
a. Definisi
PMH terutama terjadi pada bayi premature , insidennnya berbanding terbalik
dengan umur kehamilan dan berat badannya. PMH ini 60-80 % terjadi pada bayi yang
umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30 % pada bayi antar 32-36 minggu ,
sekitar 5 % pada bayi yang lebih dari 37 minggu, dan jarang terjadi pada bayi yang
cukup bulan.Kenaikan frekuensi dihubngkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan
sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan seksio sesarea,
persalinan cepat, askfiksia , stress dingin, dan adanya riwayat bayi sebelumnya terkena.
Insidens tertinggi pada bayi preterm atau kulit putih.
b. Etiologi dan Patofisiologi
Kegagalan mengembangkan kapasitas residu fungsional dan kecenderungan paru-
paru terkena atelektasis mempunyai korelasi dengan tegangan permukaan yang tinggi dan
tidak adanya surfaktan . Unsur utama surfaktan adalah dipalmitilfosfatidikolin (lestin),
fosfatidigliserol, apoprotein dan kolesterol. Dengan bertambahnya umur kehamilan ,
terjadi penambahan umur fosfolipid yang disintesis dan disimpan didalam sel avolar tipe
II. Agen aktif ini dilepaskan kedalam alveoli, untuk mengurangi tegangan permukaan dan
membantu mempertahankan stabilitas alveolar dengan jalan mencegah kolapsnya ruang
udara kecl pada akhir ekspirasi. Namun, karena adanya imaturitas, jumlah yang
dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan pasca lahir. Kadar
tertinggi surfaktan terdapat dalam paru janin yang dihomogenasi pada umur kehamilan
20 minggu, tetapi belum mencapai permukaan paru sampai tiba saatnya. Surfaktan
tampak dalam cairan amnion antar 28-32 minggu . Kadar surfaktan paru biasanya muncul
sesudah 35 minggu.
Sintesis surfaktan sebagian tergantung pada PH ,suhu dan perfusi normal.
Aksfisia, hipoksemia, dan iskemia paru, terutam dalam hubungannya dengan
hipovolemia , hipotensi dan dan stress dingin , dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan
epitel paru dapat juga terkena jejas akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
manajemen noleh operator respirasi, ,mengakibatkan pengurangan surfaktan yang lebih
lanjut.Atelektasis alveolar, formasi membrane hialin, edema interstisial membuat paru-
paru kurang lentur, memerlukan tekanan yang lebih besar utnuk mengembangkan
alveolus kecil dan dan jalan nafas. Pad bayi ini, dada bawah tertarik ke dalam ketika
diafragma turun dan tekanan intratoraks menjadi negative , dengan demikian membatasi
jumlah tekanan intratoraks yang dihasilkan, akibatnya adalah timbul kecendrungan
atelektasis. Dinding dada bayi preterm yang sangat lemah memberi lebih sedikit tekanan
daripada dinding dadabayi yang matur terhadap kecendrungan alamiah paru untuk
kolaps. Dengan demikian pada akhir ekspirasi , volume toraks dan paru cenderung
mendekati volume residu, sehingga menyebabkan atelektasis.
Defisiensi sintesis atau pelepasan surfaktan , bersama dengan agen unit-unit
saluran pernafasan yang kecil dan dinding dada yang lemah , menghasilkan atelektasis,
mengakibatkan adanya perfusi pada alveolus tetapi tidak ventilasi dan menyebabka
hipoksia. Pengurangan kelenturan paru , volume tidal yang kecil, kenaikan ruang mati
fisiologis, kenaikan kerja pernafasan dan ventilasi alveolar yang tidak cukup
menyebabkan hiperkabia. Kombinasi hiperkabia, hipoksia dan asidosis menghasilkan
vasokonstriksi arteri pulmonalis dengan kenaikan shunt dari kanan ke kiri melalui
foramen ovale, duktus arteriosus, dan dalam paru-paru itu sendiri. Aliran darah pun
berkurang dan jejasiskemik pada sel menghasilkan surfaktan dan terhadap bantalan
vascular mengakibatkan efusi bahan proteinaseosa kedalam ruang alveolar.
c. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda PMH biasanya tampak dalam bebrapa menit kelahiran, walaupun tanda-
tanda ini tidak dapat dikenali selama bebrapa jam sampai pernafasan menjadi cepat,
dangkal bertambah sampai 60x/menit. Takipnea yang mulai lambat akan member kesan
keadaan lain. Beberpa penderita memerlukan resusitasi pada saat lahir karena asfiksi
itrapartum atau karena adanya kegawatan pernafasan dini yang berat ( bila berat badan
kurang dari 1000 g) . Secara khas ditemukan takipnea, mendengkur jelas (sering dapat
didengar) , retraksi interkostal, dan subkostal, pelebaran dan kehitaman pada cuping
hidung. Ada penambahan sianosis, yang relative sering tidak responsive dengan
pemberian oksigen. Suara pernafasan bisa normal atau berkurang dengan kualitas tubuler
yang kasar, dan pada inspirasi dalam, ronkhi halus dapat tedengar pada dasar paru
posterior. Perjalanan alamiah ditandai dengan penjelasan sianosis dan dipsnea yang
sifatnya progresif.
d. Pengobatan
o Perawatan suportif awal bayi BBLR, terutama pada pengobatan asidosi ,
hipoksia, hipotensi dan hipotermia tampaknya dapat mengurangi kepearahan
PMH. Terapi memerlukan pemantauan yang cermat dan sering terhadap
frekuensi janung dan pernfasan PO2, PCO2, pH, bikarbonat, elektrolit arteri,
glukosa darah, hematocrit, tekanan darah dan suhu.
o Prinsip-prinsip umum perawatan pendukung setiap bayi BBLR harus ditaati,
termasuk penanganan dengan lemah lembut dan gangguan yang minimal sesuai
dengan manajemennya. Untuk menghindari kedingingan dan konsumsi oksige
seminimal mungkin, biy harus ditempakan dalam isolette dan suhu dalam tubuh
dipertahankan 36,5 dan 37C
o Bayi dengan PMH berat atau pada mereka yang berkembang komplikasi akibat
apnea terus menerus memerlukan ventilasi mekanis. Tujuan ventilasi mekanis
adalah memperbaiki oksigenasi dan megeliminasi karbondioksida tanpa
menyebabkan barotrauma paru yang berlebihan atau toksisitas oksigen.
4. Takipnea bayi baru lahir sementara
Takipnea sementara, kadangkadang disebut syndrome kegawatan pernafasan tipe II,
biasanya terjadi pada bayi-bayi preterm ( yang keadaanya jarang normal) atau bayi
cukup bulan pasca persalinan pervaginam atau operasi sesar. Takipnea ini mungkin
hanya ditandai dengan takipnea yang bermula pada saat yang dini, kadang-kadang
dengan retraksi atau mendengkur saat ekspirasi dan kadang-kadang sianosis yang
dapat disembuhkan dengan oksigen minimal. Penderita biasanya sembuh dengan
cepat dalam 3 hari walaupun mereka mungkin jarang tampak menderita sakit berat
dan mempunyai perjalanan yang lebih lama. Paru-paru biasanya bersih tanpa ronkhi
halus, dan rntgen dada menunjukkancorak vascular paru yang jelas, garis-garis cairan
yang jelas dalam fisura, aerasi berlebihan, diafragma datar dan kadang-kadang ada
cairan pleura. Tidak lazim ada hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis.
5. Enteroklitis Nekrotikans Neonatus (NEC)
a. Definisi
Penyakit bayi baru lahir yang serius ini etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh
berbagai tingkat nekrosi mukosa atau transmural usus. Tidak ada rasa atau jenis
kelamin tertentu yang rentan terhadap penyakit ini. Insidensnya berkisar dari 1-5%
dari yang masuk ke unit perawatan intensif neonates. Karena amat kecil, bayi
preterm yang sakit terutama rentan terhadap NEC, kenaikan insidens pada tahun-
tahun terakhir ini dapat menggambarkan perbaikan ketahan hidup kelompok
penderita resiko tinggi ini. Penyakit ini jarang ditemukan pada bayi yang cukup
bulan.
b. Patologi dan Patogenesis
Banyak factor yang dapat turut menyebabkan perkembangan nekrosis segmen usus,
penimbunan gas pada submukosa dinding usus dan penjelekan nekrosis
menimbulkan preforasi , sepsi dan kematian. Ileum distal dan kolom proksimal
adalah yang paling sering terlibat . Berbagai factor seperti polisitemia, susu atau
obat-obatan yang hipertonik atau pemberian makanan yang terlalu cepat dapat
menyebabkan jejas mukosa dan selanjutnya infeksi yang menyebabkan nekrosis.
NEC juga terjadi pada bayi premature tanpa stress, terutama selama epidemi.
c. Manifestasi klinis
Biasanya mulai terjadi pada 2 minggu pertama, tetapi bayi BBSLR selambat-
lambatnya dapat terjadi pada usia 2 bulan. Mekonium keluar secara normal dan tada
pertamanya adalah kembung perut dengan retensilambung. Manifestasi biasanya
berkembang sesudah dimulainya makanan enternal. Tinja berdarah yang dapat
ditemukan pada 25% penderita. Mulainya sering tersembunyi dan sepsis dapat
dicurigai sebelum lesi usus ditemukan. Ada spktrum yang sedikit lebar. Yaitu dari
ringan hanya dengan pemeriksaan tinjayang guaiak positif hingga yang berat dengan
peritonitis, perforasi usus, syok dan kematian
d. Pengobatan
Dianjurkan untuk memberikan terapi intensif pada kasus yang durigai sama seperti
terapi untuk kasus yang telah terdiagnosis. Penghentian makan , dekompresi
nasogastric, dan pemberian cairan intravena yang cermat terhadap kesimbangan asam
basa dan elektrolit adalah amat penting
6. Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
Ikterus diamati selama usia minggu pertama pada sekita 60%bayi cukup bulan dan 80%
bayi preterm. Warna kuning biasanya akibat didalam kulit terjadi akumulasi pigmen
bilirubin yang larut lemak , tak terkonjugasi , nonpolar yang dibentuk dari hemoglobin
oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dengan agen pereduksi nonenzimatik.
Bilirubin terkonjugasi tidak neurotoksis tetapi menunjukkan kemungkinan terjadi
gangguan yang serius. Kenaikan bilirubin ringan dapat mempunyai sifat antioksidan.
a. Etiologi
Metabolisme bilrubin bayi yang baru lahir berada dalam transisi dari stadium janin
yang selama waktu tersebut plasenta merupakan tempat utamaeliminasi bilirubin
yang larut lemaj, ke stadium dewasa yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin
terkonjugasi yang larut air diekskresikan dari sel hati ke dalam system biliaris dan
kemudian kedalam salran pencernaan. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat
disebabkan atau diperberat oleh factor yang
1) Menambah beban bilirubin untuk dimetabolisme oleh hati
2) Dapat mencederai dan mengurangi aktivitas enzim transferase
3) Dapat berkompetisi dengan atau memblokade enzim transferase
4) Atau menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah enzim yang
diambil atau menyebabkan pengurangan reduksi sel bilirubin oleh sel hepar
Resiko pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam
serum menjadi bertambah dengan adanya factor-faktor yang mengurangi retensi
bilirubin dalam sirkulasi atau oleh factor-faktor yang yang meningkatkan
permeabilitas sawar darah otak atau memberan sel saraf terhadap bilirubin
b. Manifestasi Klinik
Ikterus dapat ada pada saat lahir atau muncul pada setiap saat selama masa neonates,
bergantung pada keadaan yang menyebabkan. Ikterus biasanya mulai pada muka dan
ketika kadar serum bertambah turun ke abdomen kemudian kaki. Tekanan kulit dapat
menampakkan kemajuan atanomi ikterus tetapi dapat dijadikan tumpuan untuk
memprekirakan kadarnya di dalam darah. Ikterus pada bagian tengah abdomen, tanda
dan gejala-gejalanya merupakan factor risiko tinggi yang membrikan kesan ikterus
nonfisologis atau hemolisis yang harus dielevasi yang lanjut. Ikterus akibat
pengendapan bilirubin indirek pada kulit cenderung tampak kuning terang atau
orange, ikterus pada tipe obstruktif kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau
keruh.