(pola pembiayaan konvensional) industri … jambu dwipa (bali), jambu siki, jambu erang atau gaju...

43
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI PENGOLAHAN KACANG METE (Pola Pembiayaan Konvensional) BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Upload: lamnguyet

Post on 23-Apr-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

INDUSTRI PENGOLAHAN KACANG METE (Pola Pembiayaan Konvensional)

BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Page 2: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 1

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ................................ ............... 6 a. Profil Usaha ................................ ................................ ............... 6 b. Pola Pembiayaan ................................ ................................ ........ 6

3. Aspek Pemasaran ................................ ................................ ........ 8 a. Permintaan ................................ ................................ ................ 8 b. Penawaran ................................ ................................ ................. 8 c. Analisis Persaingan ................................ ................................ .... 10 d. Peluang Usaha ................................ ................................ ......... 10 e. Harga ................................ ................................ ..................... 11 f. Jalur Pemasaran ................................ ................................ ........ 12 g. Kendala Pemasaran ................................ ................................ ... 13

4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 15 a. Lokasi Usaha ................................ ................................ ............ 15 b. Fasilitas Produksi dan Peralatan ................................ .................. 15 c. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 16 d. Tenaga Kerja ................................ ................................ ........... 16 e. Teknologi................................ ................................ ................. 16 f. Proses Produksi ................................ ................................ ......... 16 g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ................................ ................. 24 h. Kendala Produksi ................................ ................................ ...... 28

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 30 a. Pemilihan Pola Usaha ................................ ................................ . 30 b. Asumsi Dasar Perhitungan ................................ .......................... 30 c. Biaya Investasi dan Operasional ................................ .................. 32 d. Kebutuhan Kredit dan Modal Kerja ................................ ............... 33 e. Proyeksi Produksi dan Cash Flow ................................ ................. 35 f. Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point ................................ ...... 35 g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ................................ ...... 36 h. Analisis Sensitivitas dan Kelayakan Proyek ................................ .... 36

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 39 a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 39 b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 39

7. Penutup ................................ ................................ ..................... 40 a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 40 b. Saran ................................ ................................ ..................... 40

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 42

Page 3: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 2

1. Pendahuluan

Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale Linn) berasal dari Brasil dan termasuk dalam familia Anacardiaceae yang meliputi 60 genus dan 400 spesies baik dalam bentuk pohon maupun perdu. Tanaman jambu mete disebut juga acajou atau anacardier (Perancis), cashew (Inggris), kajus atau jambo nirung (Malaysia), kasoy atau kachui (Filiphina), caju atau mudiri (India) dan ya-koi atau ya-ruang (Thailand). Di Indonesia jambu mete memiliki nama yang berbeda di banyak daerah, yaitu jambu mete (Jawa), jambu mede (sunda), jambu monyet (Jawa dan Sumatera), jambu jipang atau jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan boa frangsi (Maluku).

Foto 1: Jambu Mete (Anacardium occidentale L.)

Sumber: http://www.iptek.net.id

Di Indonesia, sektor pertanian termasuk perkebunan masih memegang peranan cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor pertanian terhadap PDB menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, yaitu rata-rata 4% per tahun. Sektor pertanian diharapkan mampu menyediakan lapangan kerja, menyediakan bahan baku bagi industri hasil pertanian dan meningkatkan perolehan devisa negara dengan jalan meningkatkan volume dan nilai ekspor hasil pertanian.

Sektor pertanian semakin penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional, mengingat makin terbatasnya peranan minyak bumi yang selama ini merupakan sumber utama devisa negara. Selama tahun 1994-1995 sub sektor perkebunan menyumbang sekitar 12,7% dari perolehan devisa yang dihasilkan dari sektor non-migas.

Page 4: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 3

Keunggulan komparatif sektor perkebunan dibandingkan dengan sub sektor non migas lain adalah ketersediaan lahan, iklim menunjang, dan ketersediaan tenaga kerja. Kondisi tersebut merupakan hal yang dapat memperkuat daya saing harga produk perkebunan Indonesia di pasaran dunia.

Salah satu komoditas perkebunan yang berperan dalam menyumbang perolehan devisa negara adalah biji jambu mete (cashewnut). Pada tahun 1997, ekspor biji jambu mete dari Indonesia telah mencapai 29.666 ton dengan nilai US$ 19.152.000.

Luas areal perkebunan jambu mete di Indonesia pada tahun 1997 adalah 560.813 Ha dan tersebar di berbagai provinsi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Luas Areal Perkebunan Mete Di Indonesia, 1997

No. Propinsi Luas Areal (Ha)

Persentase (%)

1 Sulawesi Tenggara 169.926,34 30,30 2 Nusa Tenggara Timur 112.162,60 20,00 3 Sulawesi Selatan 84.682,76 15,10 4 Jawa Timur 48.790,73 8,70 5 Nusa Tenggara Barat 41.500,16 7,40 6 Bali 20.750,08 3,70

7 Maluku, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah dan DIY 83.000,33 14,80

Total 560.813 100,00 Sumber: Agribisnis.deptan.go.id

Produksi gelondong jambu mete pada tahun 1991 adalah 57.274 ton dan mengalami peningkatan menjadi 92.390 ton pada tahun 2000. Kacang mete Indonesia hanya memiliki pangsa 0,98% di pasar internasional. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan negara lain seperti India (37,60%), Brazil (11,96%), dan Tanzania (7,77%).

Lahan potensial yang dimanfaatkan untuk tanaman jambu mete di Kabupten Wonogiri pada tahun 2002 tercantum pada Tabel 2.1.

Page 5: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 4

Tabel 2.1. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Diperinci Per Kecamatan

di Kabupaten Wonogiri, 2002

No. Kecamatan Luas Areal (Ha) Produksi

Wose (Ton)

Jml KK Petani Ditanam Dipanen Rusak Jumlah

1 Pracimantoro 76 160 14 250 103 4,890 2 Paranggupito 170 51 7 228 49 663 3 Giritontro 122 135 26 283 129 2,041 4 Giriwoyo 42 193 29 264 185 2,041 5 Batuwarno 163 255 23 441 240 2,385 6 Karangtengah 5 34 12 51 32 239 7 Tirtomoyo 25 168 26 219 161 2,650 8 Nguntoronadi 63 176 19 258 169 2,170 9 Baturetno 43 243 24 310 213 2,170 10 Eromoko 181 277 11 469 265 5,814 11 Wuryantoro 76 160 14 250 154 2,333 12 Manyaran 79 186 12 277 178 3,153 13 Selogiri 26 342 19 387 328 2,361 14 Wonogiri 93 397 19 509 387 3,014 15 Ngadirojo 385 2,498 157 3,040 2,438 10,309 16 Sidoharjo 1,534 1,435 116 3,085 1,385 5,607 17 Jatiroto 1,531 1,446 113 3,090 1,388 3,299 18 Kismantoro 90 645 15 750 607 3,970 19 Purwantoro 335 414 21 770 389 4,704 20 Bulukerto 282 290 23 595 267 3,107 21 Puhpelem* - - - - - - 22 Slogohimo 430 431 16 877 405 4,148 23 Jatisrono 553 1,236 114 1,903 1,201 7,230 24 Jatipurno 161 515 23 699 496 3,873 25 Girimarto 180 810 13 1,003 778 4,450 Jumlah 2002 6.645 12.497 866 20.008 11.947 86.621 Jumlah 2001 7.236 12.033 787 20.056 3.544 87.980 Jumlah 2000 6.641 12.145 870 19.656 3.483 87.980 Jumlah 1999 6.645 12.445 870 19.960 3.584 87.980 Jumlah 1998 5.643 11.445 370 17.458 3.504 87.980

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri Ket. *) : Data Kecamatan Puhpelem masih tergabung dengan Kecamatan

Bulukerto

Penulisan buku ini didasarkan hasil survai di Desa Gunung Sari dan Tanjung Sari, Kabupaten Wonogiri. Meskipun sebagian besar perkebunan Jambu Mete berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di luar Pulau

Page 6: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 5

Jawa. Pengolahan Mete di Wonogiri telah berkembang menjadi salah satu sentra pengolahan mete karena didukung oleh kondisi geografis yang sesuai untuk perkebunan jambu mete, di mana usaha pengolahan mete di Wonogiri sebagian besar masih dalam skala kecil.

Usaha pengolahan kacang mete memberikan dampak positif terutama bagi masyarakat di sekitar antara lain berupa penyediaan lapangan kerja. Keunggulan lain usaha pengolahan mete adalah proses produksi yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan karena limbah proses produksi mete berupa kulit biji mete dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produk lain seperti pembuatan kampas rem dan kulit ari mete juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pakan ternak.

Page 7: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 6

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

a. Profil Usaha

Jambu mete termasuk tanaman yang cepat tumbuh dan tahan terhadap tanah yang kering. Tanaman ini juga banyak digunakan sebagai tanaman penghijauan dan pencegah erosi sebagaimana banyak ditemui di Kabupaten Wonogiri. Tanaman jambu mete mempunyai nilai ekonomis tinggi karena hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan. Bagian-bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan antara lain adalah biji mete (cashew nut), buah semu (cashew apple), kulit biji, batang dan daun.

Di Kabupaten Wonogiri, usaha pengolahan mete sudah berkembang lama, di mana usaha ini umumnya merupakan usaha skala kecil dan menengah yang menggunakan teknologi sederhana. Bahan baku untuk pengolahan mete di Kabupaten Wonogiri selain dihasilkan oleh Kabupaten Wonogiri juga didatangkan dari Surabaya, Makassar dan Sumbawa. Output pengolahan mete dari Wonogiri umumnya dipasarkan ke kota-kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Semarang, Yogya, Klaten, dan Solo.

b. Pola Pembiayaan

Kebutuhan dana untuk usaha pengolahan mete terdiri dari dana investasi dan modal kerja. Dana ini bersumber dari kredit investasi dan kredit modal kerja atau dana sendiri pengusaha.

Berdasarkan hasil survai di Wonogiri terdapat beberapa pengusaha kecil yang bergerak dalam industri pengolahan mete yang telah memperoleh kredit dari beberapa bank untuk pembiayaan usahanya. Namun demikian, pengusaha kecil pengolahan mete yang memenuhi kriteria untuk dijadikan responden dalam penyusunan profil pembiayaan usaha pengolahan mete ini adalah nasabah PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah Cabang Wonogiri (selanjutnya disebut BPD). BPD telah menyalurkan kredit untuk usaha pengolahan mete sejak tahun 1987 dan hingga saat ini sudah membiayai sekitar 5 pengusaha pengolahan mete. Motivasi awal penyaluran kredit pada usaha tersebut adalah posisi mete yang merupakan salah satu komoditi unggulan di Wonogiri. Namun demikian, BPD belum memiliki skema pinjaman khusus untuk usaha pengolahan mete tersebut di mana kriteria dan jenis pinjaman yang diberikan untuk usaha pengolahan mete tersebut adalah KUK Berjangka.

BPD menetapkan tingkat bunga sebesar 18% untuk kredit investasi usaha pengolahan mete dengan sistem perhitungan bunga flat dan persyaratan struktur dana investasi sebesar 25% dari total kebutuhan investasi harus disediakan oleh pengusaha dan kredit dari bank sebesar 75% dengan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun. Sementara itu, tingkat bunga kredit modal

Page 8: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 7

kerja sebesar 18% per tahun dengan sistem perhitungan bunga efektif menurun dan jangka waktu kredit selama 3 tahun.

Untuk mendapatkan kredit, nasabah harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh bank antara lain agunan berupa sertifikat tanah/bangunan tempat usaha serta barang bergerak lainnya. Prosedur pengajuan kredit serta persyaratan-persyaratan pengajuan kredit yang ditetapkan oleh BPD umumnya masih dipandang ringan oleh pengusaha. Selain itu, proses pengajuan hingga masa pencairan kredit juga relatif cepat, di mana pengusaha umumnya sudah menerima realisasi kredit dalam 6 hari.

Berdasarkan informasi yang diperoleh di Kabupaten Wonogiri, bank-bank yang menyalurkan kredit untuk usaha pengolahan mete tidak menemui masalah yang berarti. Pengusaha pengolahan mete mampu mengembalikan kredit sesuai dengan jangka waktu dan prosedur yang ditetapkan.

Page 9: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 8

3. Aspek Pemasaran a. Permintaan

Prospek pengembangan tanaman jambu mete dapat dilihat dari permintaan kacang, baik permintaan dalam negeri maupun luar negeri. Ekspor kacang mete setiap tahun mencapai lebih dari 35.000 ton, sedangkan volume ekspor yang terealisasi baru mencapai 28.105 ton pada tahun 1995 (Statistik Indonesia, 1995). Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi masih luasnya potensi usaha pengolahan mete. Selama ini, kacang mete dari Indonesia sudah diekspor ke berbagai negara di dunia, antara lain ke Amerika, Belanda, Inggris, Jerman, Australia, Hong Kong, Singapura, Taiwan, Cina, Jepang, India, Libanon, Malaysia, Italia, Kanada, Korea Selatan dan Swiss.

Sementara itu, permintaan kacang mete dalam negeri, khususnya kacang mete yang berasal dari Kabupaten Wonogiri adalah dari pedagang besar dan industri makanan yang ada di Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya serta pedagang-pedagang eceran di pasar Solo, Klaten, Yogyakarta, dan kota-kota terdekat lainnya.

b. Penawaran

Di Indonesia, usaha pengolahan kacang mete banyak dikembangkan di wilayah perkebunan seperti di Sulawesi dan Jawa. Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu sentra produksi kacang mete di Indonesia, meskipun kapasitas produksi perkebunan mete di wilayah ini relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan sentra produksi mete lain seperti yang ada di Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Peluang usaha pengolahan kacang mete di Wonogiri masih terbuka karena bahan baku untuk usaha pengolahan mete relatif mudah didapat.

Produksi mete sangat dipengaruhi oleh perubahan musim panen. Kondisi ini menyebabkan hasil produksi jambu mete berfluktuasi. Produksi mete di Indonesia cenderung meningkat setiap tahun seperti terlihat pada Tabel 3.1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa luas areal perkebunan mete pada tahun 1990 adalah 275.221 ha. Jumlah ini meningkat menjadi 499.959 ha pada tahun 1999, atau dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,15% per tahun. Selain peningkatan luas lahan perkebunan mete, produksi mete juga menunjukkan adanya peningkatan selama tahun 1990-1999, di mana pada tahun 1990 produksi mete hanya 29.907 ton dan meningkat menjadi 76.656 ton pada tahun 1999 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 9,87% (1990-1999).

Page 10: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 9

Tabel 3.1 Luas dan Produksi Perkebunan Mete di Indonesia, 1990-1997

Tahun Luas Area (ha)

Produksi Gelondong (ton)

1990 275.221 29.907 1991 354.873 57.247 1992 378.289 62.217 1993 400.593 69.751 1994 418.625 72.077 1995 464.824 74.996 1996 465.758 77.663 1997 499.074 73.732 1998* 503.878 76.047 1999** 499.959 76.656 Laju Pertumbuhan Rata-rata (tahun) 6,15% 9,87%

Sumber: www.mofrinet.cbn.net.id , diolah

Ditinjau dari sisi kepemilikannya, usaha perkebunan mete di Indonesia didominasi oleh perkebunan swasta yang cenderung meningkat setiap tahun dibandingkan dengan usaha perkebunan rakyat dan perkebunan negara, baik dari sisi luas lahan maupun dari sisi volume produksi. Pada tahun 1999, luas areal perkebunan mete yang dimiliki oleh perusahaan swasta adalah 9.209 ha dengan volume produksi 616 ton. Luas lahan perkebunan rakyat hanya 490,75 ha dengan volume produksi 79,04 ton. Perkebunan mete yang berstatus perkebunan negara tidak ada selama periode tersebut sebagaimana terlihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Status Perusahaan Perkebunan Mete di Indonesia, 1996-1999

Tahun

Status Perusahaan Jumlah Perkebunan

Rakyat Perkebunan

Negara Perkebunan

Swasta Luas (Ha)

Produksi (Ton)

Luas (Ha)

Produksi (Ton)

Luas (Ha)

Produksi (Ton)

Luas (Ha)

Produksi (Ton)

1996 384.357 67.079 0 0 8.593 597 392.950 67.676 1997 490.074 73.158 0 0 9.205 574 499.276 73.732 1998* 494.676 75.445 0 0 9.204 602 503.878 76.047 1999** 490.75 76.04 0 0 9.209 616 499.959 76.656

Keterangan : * Data Sementara ** Data Estimasi Sumber : www.mofrinet.cbn.net.id dan Statistik Perkebunan 1997 -1999, diolah

Page 11: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 10

c. Analisis Persaingan

India adalah negara penghasil dan eksportir terbesar kacang mete dunia. Pada tahun 1994, diperkirakan terdapat 500.000 ha perkebunan mete yang ada di India dengan volume produksi mencapai 385.000 ton. Pada bulan April 1994 sampai dengan Maret 1995, India mengekspor kacang mete sebanyak 76.900 ton dengan nilai lebih dari US$ 400 juta. Pasar utama produk kacang mete India adalah Amerika Serikat, Eropa Barat, Eropa Timur, Timur Tengah, Rusia, Australia dan Jepang.

Di kawasan Asia, produsen dan eksportir mete yang menjadi pesaing Indonesia adalah Vietnam. Ekspor kacang mete dari Vietnam setiap tahun cenderung meningkat. Salah satu faktor pendukung kemajuan tersebut adalah kebijaksanaan pemerintah Vietnam yang memberlakukan pajak ekspor yang tinggi bagi perdagangan mete gelondong, sehingga para eksportir cenderung mengolah mete gelondong menjadi kacang mete. Pada tahun 1995, ekspor mete Vietnam mencapai US$ 100 juta dengan volume ekspor mencapai 100.000 ton. Nilai tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan Indonesia, di mana pada tahun yang sama, nilai ekspor mete Indonesia hanya mencapai US$ 21,3 juta dengan volume ekspornya hanya 28.105 ton.

d. Peluang Usaha

Kacang mete termasuk salah satu produk kacang-kacangan (nuts) yang paling banyak diperdagangkan dan dikelompokkan sebagai komoditi "mewah" (luxury) dibandingkan dengan kacang tanah atau almond. Kegunaan utama dari kacang mete adalah kudapan (snacks) dan juga sebagai campuran pada industri gula-gula (confectionary) atau industri roti (baking industry).

Pasar utama kacang mete adalah benua Amerika dan Eropa. Negara pengimpor kacang mete terbesar di dunia adalah Amerika Serikat, di mana pada tahun 1984 impor kacang mete Amerika Serikat mencapai 61.714 ton dengan nilai US$ 283,1 juta. Negara lain yang mengimpor kacang mete adalah Belanda, Jerman dan Inggris. Pada tahun 1994, Belanda mengimpor kacang mete sebanyak 16.901 ton dengan nilai US$ 65,4 juta, sedangkan Jerman dan Inggris masing-masing mengimpor 10.008 ton dengan nilai US$ 42,7 juta dan 7.280 ton dengan nilai US$ 29,3 juta.

Pada tahun 1998 (hingga Februari), volume ekspor mencapai 27.015 ton dengan nilai US$ 25,2 juta. Nilai ekspor tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yakni US$ 19,1 juta. Peningkatan ekspor tersebut diduga karena semakin banyak biji mete gelondongan yang diolah terlebih dahulu menjadi kacang mete sebelum diekspor. Tabel 3.3 menunjukkan perkembangan ekspor mete Indonesia antara tahun 1990-1998. Dari tabel tersebut terlihat bahwa ekspor mete Indonesia tertinggi selama periode 1990-1998 terjadi pada tahun 1994 dengan volume dan nilai ekspor

Page 12: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 11

mencapai 38.620 ton atau US$ 43,4 juta. Setelah tahun 1994, ekspor mete cenderung menurun meskipun kembali meningkat pada tahun 1998.

Perbandingan antara total ekspor Indonesia dan total impor beberapa negara utama menunjukkan luasnya peluang pasar. Oleh karena itu, peluang usaha di bidang pengolahan mete masih luas. Apalagi nilai tambah yang didapat dari ekspor mete olahan besar signifikan dibandingkan bila hanya mengekspor mete dalam bentuk gelondong. Untuk itu hal ini perlu terus digalakkan dengan semboyan petik-olah-jual karena akan menambah pendapatan yang diterima.

Tabel 3.3 Realisasi Impor dan Ekspor Mete Indonesia

Tahun Volume/Nilai Ekspor

Impor Gelondong Kacang

1990 Volume (ton) 3.278 NA 1 Nilai (000 US $) 8.243 NA 2

1991 Volume (ton) 14.600 NA 94 Nilai (000 US $) 26.561 NA 194

1992 Volume (ton) 19.278 NA 75 Nilai (000 US $) 24.854 NA 147

1993 Volume (ton) 18.155 NA 424 Nilai (000 US $) 23.144 NA 293

1994 Volume (ton) 38.620 NA 203 Nilai (000 US $) 43.401 NA 157

1995 Volume (ton) 28.105 NA 162 Nilai (000 US $) 21.308 NA 414

1996 Volume (ton) 27.206 680 197 Nilai (000 US $) 20.800 2.951 168

1997 Volume (ton) 15.359 14.307 5 Nilai (000 US $) 15.386 3.766 13

1998 Volume (ton) 28.603 1.684 NA Nilai (000 US $) 28.706 6.291 NA

Sumber: www.mofrinet.cbn.net.id; Statistik Perkebunan Indonesia 1997 - 1999,

Dan Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS, diolah e. Harga

Harga jual kacang mete ditentukan kualitas mete yang diolah. Kacang mete biasanya digolongkan menjadi 2 kelompok, yakni kacang mete kualitas A dan kualitas B. Kacang mete kualitas A memiliki biji kacang mete yang utuh lebih dari 80%, sedangkan kacang mete kualitas B memiliki biji kacang mete utuh antara 60% - 75%. Kacang mete yang sudah tidak utuh atau pecah biasanya

Page 13: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 12

terjual dengan harga yang rendah. Di tingkat perajin atau pengolah, sebagian besar kacang mete olahan adalah kelompok kacang mete kualitas B dengan jumlah biji utuh kurang dari 80%. Harga mete juga dipengaruhi ukuran dan keutuhan kacang mete.

Kualitas kacang mete pada tingkat pengolah di Kabupaten Wonogiri dikelompokkan menjadi beberapa kategori yang mempunyai tingkat harga yang berbeda-beda seperti berikut:

1. Super/Utuh - Super 1 Utuh (kacang mete ukuran besar utuh dan tidak cacat) dengan harga rata-rata per kg Rp. 37.000. - Super 2 Utuh (kacang mete ukuran kecil utuh dan tidak cacat) dengan harga rata-rata per kg Rp. 35.000.

2. Setengah (kacang mete yang mengalami pecah ½ atau terbelah jadi 2) dengan harga rata-rata per kg Rp. 17.500.

3. Seperempat (kacang mete yang mengalami pecah ¼ atau terbelah jadi 4) dengan harga rata-rata per kg Rp. 8.750.

4. Menir (kacang mete yang sudah terpecah menjadi bagian kecil-kecil) dengan harga rata-rata per kg Rp. 4.350

Kriteria kacang mete yang berkualitas baik sebagai berikut: (a) Kacang mete utuh seluruhnya tanpa cacat, tidak terdapat bintik hitam atau cokelat karena serangan hama atau cendawan; (b) Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%; (c) Kacang mete tua; (d) Kacang mete tidak tercampur dengan biji yang busuk; (e) Kacang mete berwarna putih, pucat atau kelabu terang; dan (f) Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing. Harga jual kacang mete ke pengepul/pedagang besar umumnya lebih rendah dibandingkan dengan harga jual langsung ke konsumen. Pada saat survai penyusunan pola pembiayaan usaha pengolahan mete ini dilakukan yakni pada bulan Juni 2004, harga jual rata-rata kacang mete ukuran super/utuh di tingkat pengolah di Kabupaten Wonogiri berkisar antara Rp. 35.000 - Rp. 37.000,- per kilogram, sedangkan di tingkat pedagang pengecer di pasaran antara Rp. 40.000 – Rp. 42.000. Harga bahan baku berupa mete gelondong rata-rata Rp. 4.500,- per kg. Output sampingan dari pengolahan mete adalah kulit mete yang dapat dijual dengan harga sebesar Rp. 150/ kg. Harga tersebut berfluktuasi dari bulan ke bulan.

f. Jalur Pemasaran

Jalur pemasaran menggambarkan proses distribusi kacang mete mulai dari produsen hingga sampai ke konsumen. Pemasaran kacang mete dari pengolah biji mete dapat dilakukan melalui dua jalur, yakni:

1. menjual kacang mete ke pedagang besar, kemudian pedagang besar menjual ke industri makanan atau langsung ke pedagang pengecer dan dilanjutkan sampai ke konsumen;

Page 14: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 13

2. menjual langsung ke pedagang pengecer di pasar tradisional dan toko atau swalayan.

Di Kabupaten Wonogiri, pemasaran produk kacang mete relatif sederhana karena produsen kacang mete di wilayah ini sudah memiliki distributor tetap di beberapa kota seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. Selain itu, pengusaha pengolah kacang mete juga memasarkan kacang mete secara eceran ke pasar-pasar tradisional dan toko atau swalayan ke beberapa kota seperti di Yogya, Solo, Klaten, Sukoharjo dan lain sebagainya.

Proses pemasaran kacang mete melibatkan beberapa pihak terkait, antara lain adalah petani, pedagang pengumpul, pengusaha atau pengolah kacang mete, pedagang besar, industri makanan, eksportir, pedagang pengecer (pasar dan toko) dan konsumen.

Dalam rangka pemasaran tersebut, pengusaha pada industri pengolahan biji mete di Kabupaten Wonogiri telah menjalin kerjasama dengan beberapa pedagang besar dan industri makanan. Gambar 3.1 menggambarkan rantai pemasaran kacang mete yang masih relatif sederhana seperti yang ditemui di Kabupaten Wonogiri.

Gambar 3.1. Diagram Alir Rantai Pemasaran Kacang Mete g. Kendala Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha. Kunci dari pemasaran ini adalah bagaimana produk yang dihasilkan dapat terserap di pasar tepat pada waktunya. Pemasaran kacang mete mudah dilakukan apabila pengusaha telah menjalin hubungan kerja dengan pihak terkait.

Page 15: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 14

Dalam pemasaran mete, produk yang dipasarkan sebagian besar dalam bentuk kacang mete mentah karena kacang mete mentah ini lebih awet atau tahan lama dibandingkan dengan kacang mete siap konsumsi. Umumnya para pengusaha hanya menjual kacang mete yang siap konsumsi sesuai pesanan untuk mengurangi resiko kerusakan.

Kendala pemasaran yang banyak dihadapi oleh sebagian besar petani atau pengolah mete dalam memasarkan produknya antara lain adalah rendahnya mutu produk yang dihasilkan baik menurut jenis, ukuran maupun kondisi fisik produk. Dalam menghadapi kendala-kendala tersebut pengusaha berupaya melakukan sosialisasi proses produksi secara baik melalui tahapan tertentu misal proses pengeringan biji mete yang sempurna dan pemecahan biji mete gelondong secara hati-hati agar tidak pecah. Kendala lainnya terkait dengan kebiasaan petani yang memanen jambu mete sebelum waktunya dan proses pengeringan mete gelondongan yang juga tidak sempurna.

Page 16: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 15

4. Aspek Produksi a. Lokasi Usaha

Pengolahan kacang mete oleh industri kecil dan rumah tangga umumnya masih menggunakan peralatan yang sederhana. Proses utama pengolahan kacang mete dimulai dari pengupasan kulit biji jambu mete hingga kacang mete diperoleh dalam keadaan utuh.

Lokasi usaha pengolahan mete umumnya banyak dilakukan di daerah-daerah yang dekat dengan wilayah perkebunan jambu mete. Daerah dengan produksi jambu mete yang tinggi akan memacu pertumbuhan usaha pengolahan mete karena kemudahan mendapatkan bahan baku dengan harga yang lebih murah. Pengolahan mete tidak memerlukan lokasi usaha yang spesifik. Rumah tangga pada umumnya dapat melakukan usaha ini. Hanya saja diperlukan lahan yang relatif luas atau lantai yang cukup yang diperlukan untuk penjemuran mete.

b. Fasilitas Produksi dan Peralatan

Fasilitas Produksi

Fasilitas produksi dan peralatan utama yang dibutuhkan untuk budidaya tiram mutiara ini adalah :

1. Bangunan untuk proses produksi

Bangunan digunakan untuk aktivitas produksi yang ukurannya disesuaikan dengan kapasitas/skala usaha. Kegiatan produksi meliputi pemecahan mete gelondongan, sortasi dan grading biji, pengeringan/penjemuran biji mete (lantai penjemuran), penyimpanan biji mete, pengeringan kacang mete, pengupasan kulit ari kacang mete, dan pengemasan.

2. Lahan penjemuran

Luas lahan penjemuran disesuaikan dengan skala usaha, di mana lahan ini disiapkan sedemikian rupa dengan kondisi yang bersih agar pada saat penjemuran mete dilakukan maka higienitas mete tetap terjamin.

Peralatan

Umumnya alat-alat yang digunakan dalam proses produksi kacang mete pada skala kecil masih menggunakan alat-alat yang sederhana. Adapun alat-alat yang digunakan untuk pengolahan kacang mete adalah: kacip belah, tampah/nyiru, oven, plastik, tali dan gas.

Page 17: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 16

c. Bahan Baku Bahan baku untuk pengolahan kacang mete adalah biji mete. Pengusaha pengolah jambu mete yang ada di Kabupaten Wonogiri sebagian besar mendapatkan bahan baku dari pengumpul mete gelondongan yang terdapat di Surabaya dan Sulawesi Selatan. Hanya sebagian kecil dari pengusaha yang mendapatkan bahan baku dari petani setempat. Kacang mete yang berkualitas baik dihasilkan dari bahan baku yang baik yang ditentukan dari syarat panen yang sesuai dengan umur jambu mete. d. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang bekerja untuk usaha pengolahan kacang mete umumnya adalah anggota keluarga dan masyarakat di sekitar lokasi usaha, di mana tenaga kerja tersebut digolongkan menjadi tenaga kerja tetap dan tidak tetap. Jumlah tenaga kerja berkisar antara 15-60 orang yang sebagian besar adalah tenaga kerja tidak tetap. Di Kabupaten Wonogiri, tenaga kerja tetap mendapat upah sebesar Rp10.000/hari sedangkan tenaga tidak tetap mendapat upah sebesar Rp8.000/hari. e. Teknologi

Teknologi pengolahan kacang mete dapat dibagi 2, yaitu:

1. Teknologi tradisional

Pada tingkatan teknologi ini, peralatan yang digunakan umumnya relatif sederhana dan mudah diperoleh di mana sebagian besar proses produksi masih mengandalkan tenaga manusia. Penggunaan peralatan sederhana ini sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan dan mutu. Kapasitas produksi dengan alat sederhana ini sangat kecil dengan mutu kadang kala yang kurang baik. Oleh sebab itu, biasanya pengusaha yang menggunakan teknologi sederhana akan menjual produknya pada pengusaha yang lebih besar. Dengan teknologi sederhana ini rata-rata setiap tenaga kerja bisa menghasilkan 4 kg kacang mete per hari.

2. Teknologi modern

Proses pengolahan mete dengan teknologi modern telah menggunakan alat-alat modern. Penggunaan alat-alat moderen ini akan berdampak pada hasil produksi yang lebih maksimal. Selain itu, teknologi ini juga dapat menekan biaya operasional.

f. Proses Produksi

Kunci pengolahan mete ada pada pembelahan mete gelondongan. Karena bentuknya yang unik dan tidak standar, mesin pemecah mete sulit dibuat. Pernah dilakukan pemecahan dengan mesin, namun biayanya mahal dan

Page 18: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 17

hasilnya tidak baik. Oleh karena itu, pemecahan mete masih menggunakan kacip.

Proses produksi kacang mete meliputi kegiatan-kegiatan yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Diagram Alur Proses Produksi Kacang Mete

1. Pemisahan Buah dari Tangkai

Biji mete (buah sejati) harus dipisahkan terlebih dahulu dengan buah semunya (tangkainya). Cara memisahkan biji mete cukup dipuntir dan diletakkan di tempat terpisah. Selanjutnya, biji mete yang telah dipisahkan dari buah semunya dicuci untuk dibersihkan dari kotoran (tanah, debu, pasir, dan lain-lain).

2. Sortasi dan Grading Mete Gelondongan

Mete yang telah dipisahkan dari buah semunya harus segera disortasi, yaitu pemisahan antara mete gelondongan yang baik dan mete gelondongan yang rusak/busuk dan sekaligus dilakukan grading, yaitu pengelompokan mete gelondongan berdasarkan ukurannya.

Sortasi dan grading mete gelondongan dapat dilakukan secara manual ataupun secara mekanis. Sortasi dan grading secara manual umumnya dilakukan di tingkat petani atau perajin rumah tangga sedangkan sortasi dan grading secara mekanis umumnya dilakukan di tingkat pabrikan yang memiliki mesin-mesin pemisah (grader).

Page 19: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 18

Tabel 4.1. Standar Biji Mete Gelondong di Indonesia

Aspek Kriteria 1. Syarat Mutu

* Bebas hama/penyakit yang dapat mengganggu kesehatan konsumen maupun yang dapat merusak bahan olah mete gelondong selama dalam pengangkutan dan penyimpanan.

* Bebas bau busuk, asam, kapang dan bau asing lainnya akibat pengeringan yang kurang sempurna dan atau penyimpanan yang kurang baik.

* Tidak tercemar CNCL atau bahan kimia lain seperti sisa-sisa pupuk atau pestisida.

* Kadar air maksimum 8%. 2. Kelas Mutu Keterangan Jumlah Biji (Min) Amat Baik (M1) Baik (M2)

Minimum 90% BJ gelondong >1 Minimum 75% BJ gelondong > 1

175 biji/kg 176 - 225 biji/kg

Sumber : Saragih , YP dan Y. Haryadi 1994. Mete Penebar Swadana, Jakarta

3. Pengeringan/Penjemuran Mete Gelondong

Mete gelondongan yang baru dipetik masih memiliki kadar air sekitar 25 %. Mete gelondongan harus segera dikeringkan agar tidak terjadi kerusakan pada keping biji akibat serangan jamur, bakteri atau faktor enzimatis.

Pengeringan mete gelondongan dapat dilakukan dengan cara dijemur di bawah panas matahari. Mete gelondongan dihamparkan di lantai jemur. Jika tidak tersedia lantai jemur, pengeringan biji mete dapat menggunakan anyaman bambu, tikar, atau tampah. Pengeringan mete gelondongan dilakukan hingga kadar airnya mencapai 3%. Jika cuaca cerah, mete gelondongan yang dijemur selama 3-4 hari berturut-turut dengan 7-8 jam/hari sudah kering (kadar air + 5%). Pengeringan mete gelondongan selain bertujuan mempertahankan kualitas, juga bertujuan untuk memudahkan pengupasan.

4. Penyimpanan Biji Mete Gelondongan

Mete gelondongan yang telah kering harus segara disimpan dengan baik agar kualitasnya tetap terjaga. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyimpan mete gelondongan adalah suhu udara dan kelembaban udara di dalam gudang penyimpanan. Gudang penyimpanan yang memiliki suhu udara tinggi dapat membantu

Page 20: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 19

pengeringan mete gelondongan kerena proses pengeringannya masih dapat berlangsung selama dalam penyimpanan.

Di daerah yang beriklim kering seperti di Kabupaten Wonogiri, gudang penyimpanan harus memiliki jumlah ventilasi yang banyak. Penyimpanan mete gelondongan dalam gudang penyimpanan dapat dilakukan dengan cara dikemas dalam karung dan mulut karung dibiarkan tetap terbuka. Mete gelondongan disimpan selama 1-2 hari untuk tetap menjaga kualitasnya.

5. Pengambilan Kacang Mete

Untuk mengambil kacang mete, kulit biji mete dipecah atau dikupas. Pengupasan kulit biji mete dapat dilakukan secara mekanis atau manual. Pengupasan kulit biji mete gelondong secara manual dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut: (1) Pengupasan kulit mete dengan pemukul, (2) Pengupasan kulit mete dengan kacip belah, dan (3) Pengupasan kulit mete dengan kacip ceklok.

Foto 2: Pengupasan Kulit Mete dengan Kacip Sumber: Wawan, PSE-KP UGM

Pengupasan biji mete secara mekanis relatif lebih rumit, namun dapat menghasilkan rendemen kacang mete utuh mencapai 90% dan proses pengolahannya dapat lebih cepat. Pada umumnya, pengupasan biji mete secara mekanis dilakukan di tingkat pabrikan yang memiliki fasilitas memadai. Mesin-mesin pengupas kulit mete secara mekanis banyak jenisnya dan masing-masing memiliki daya kerja berlainan dan hasil rendemen biji utuh juga bervariasi, antara lain sebagai berikut: 1. Roller cracker: Mesin ini memiliki kapasitas 2,4 ton/hari kerja (8 jam) dengan hasil kacang mete utuh 30%. 2. Excentric crusher: Mesin ini dapat menghasilkan kacang mete utuh 40%. 3. Gyratory cracker: Mesin ini memiliki kapasitas mengupas 1 ton biji mete tiap jam. 4. Centrifugal cracker: Mesin ini dibedakan atas sistem sical, sistem jur, sistem barbieri, dan sistem TPI.

Pada sistem sical, mesin ini memiliki kapasitas 1.200 kg/jam dan menghasilkan kacang mete utuh 67%. Pada sistem jur, mesin ini

Page 21: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 20

memiliki kapasitas 200 - 600 kg/jam, tergantung pada ukuran mesinnya. Sistem jur dapat menghasilkan kacang mete utuh 90%. Sistem barbieri hampir sama dengan sistem sical dan jur sedangkan pada sistem TPI, mesin memiliki kapasitas pengupasan 300 kg/jam dengan hasil kacang mete utuh mencapai 70%. 5. Olfemare: Mesin ini dapat menghasilkan kacang mete utuh mencapai 80%. 6. Cashco: Mesin ini dapat menghasilkan kacang mete utuh mencapai 75%. 7. Sima (Societa le Sima Machine Agraries): Kapasitas pengupasan mesin ini 70 kg buah mete per jam dan hasil rendemen kacang mete utuh mencapai 53%. Di Kabupaten Wonogiri, usaha pengolahan mete yang disurvai belum ada yang menggunakan mesin-mesin seperti disebutkan di atas, di mana pengusaha yang ada masih menggunakan teknologi tradisional/sederhana.

6. Pengeringan Kacang Mete

Kacang mete yang telah dipisahkan dari kulitnya dikeringkan lagi hingga kadar air mencapai sekitar 3% dari sebelumnya 5%. Pengeringan kacang mete ini bertujuan untuk memudahkan pengelupasan kulit ari kacang mete. Di samping itu, pengeringan kacang mete bertujuan untuk mencegah serangan hama dan jamur serta meningkatkan daya simpan. Pengeringan tidak boleh terlalu berlebihan karena dapat menyebabkan kacang mete rapuh sehingga dapat meningkatkan persentase pecah pada penanganan selanjutnya. Pengeringan kacang mete di Wonogiri dilakukan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari. Pengeringan dengan oven dilakukan bila cuaca tidak memungkinkan misalnya sedang musim hujan.

Pengeringan kacang mete di bawah sinar matahari dilakukan sebagai berikut: Kacang mete dihamparkan pada rigen-rigen pengering yang terbuat dari bambu atau tampah dari aluminium. Untuk mencapai kadar air sekitar 3%, penjemuran kacang mete dapat dilakukan selama 3-4 hari pada cuaca cerah (7-8 jam/hari). Keuntungan pengeringan kacang mete dengan sinar matahari adalah kacang mete tidak gosong sehingga menghasilkan mete berkualitas baik.

Pengeringan kacang mete juga dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Pemanasan secara langsung dapat menyebabkan kacang mete berwarna cokelat atau hitam dan berbau asap. Pemanasan secara langsung ini menyebabkan kacang mete terkena udara panas yang banyak mengandung asap dan gas-gas lain hasil pembakaran sehingga mutu kacang mete yang dihasilkan menurun. Pemanasan secara tidak langsung tidak mempengaruhi warna dan aroma (bau) sehingga kacang mete yang dihasilkan tetap berkualitas baik. Suhu optimum pengeringan kacang mete dengan oven adalah 7000C. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan kacang mete menjadi rapuh dan banyak kacang mete yang pecah/hancur. Pengeringan kacang mete

Page 22: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 21

dilakukan hingga kadar air mencapai 3%. Lama waktu pengeringan yang diperlukan untuk mencapai kadar air tersebut sekitar 4-8 jam.

Pengeringan kacang mete juga dapat dilakukan dengan cara sangrai yaitu dengan memanaskan kacang mete di atas nampan yang diberi lapisan pasir. Pemanasan dilakukan selama 4 menit sambil dibalik berulang-ulang agar tidak hangus. Kacang mete sebelum dikeringkan sebaiknya direndam lebih dahulu dalam larutan K2CO3 dengan konsentrasi 6%. Tujuan perendaman ini adalah untuk meningkatkan daya simpan kacang mete dan menghilangkan rasa masam. Dengan perlakuan ini, kacang mete dapat disimpan selama 6 bulan tanpa adanya perubahan rasa dan bau (aroma).

Foto 3: Proses Pengeringan Kacang Mete dengan Sinar Matahari Sumber: Wawan, PSE-KP UGM

Page 23: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 22

Foto 4: Alat Pengeringan Oven Sumber: Wawan, PSE-KP UGM

7. Pengupasan Kulit Ari

Pengupasan kulit ari kacang mete dilakukan segera setelah pengeringan. Pengupasan kulit ari kacang mete dapat dilakukan secara manual dengan cara penggesekan menggunakan jari tangan secara hati-hati atau menggunakan pisau. Pengupasan kulit ari dengan pisau dilakukan dengan hati-hati agar tidak melukai kacang mete yang dapat menurunkan mutu. Pengupasan kulit ari secara manual ini memiliki persentase kerusakan kacang mete (pecah) mencapai 2%-25%. Pada tahap ini umumnya seorang pekerja dapat menyelesaikan 12 kg kacang mete per hari .

8. Sortasi dan Grading

Kacang mete yang sudah bersih selanjutnya disortasi dan digrading terlebih dahulu sebelum dijual ke konsumen/pasar. Sortasi dan grading bertujuan untuk menyeragamkan kacang mete menurut kualitasnya sehingga memudahkan dalam penentuan harga dan penjualan di pasar.

Page 24: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 23

Sortasi merupakan kegiatan memisahkan kacang mete yang baik (utuh putih, utuh agak putih) dengan kacang mete yang kurang baik (remuk, utuh agak gosong, utuh gosong). Grading adalah kegiatan mengelompokkan kacang mete yang telah disortasi ke dalam kelompok-kelompok kelas mutu. Misalnya, kelompok kelas mutu 1, 2, 3 dan seterusnya. Pada sortasi kacang mete yang dilakukan secara manual, seorang pekerja yang terampil mampu mensortasi rata-rata 65 kg/hari.

Foto 5: Proses Sortasi dan Grading Sumber: Wawan, PSE-KP UGM

Foto 6: Hasil Sortasi dan Grading Sumber: Wawan, PSE-KP UGM

Page 25: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 24

9. Pengemasan

Kacang mete cepat mengalami kerusakan karena proses enzimatis atau serangan cendawan dan serangga. Untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor di atas, kacang mete perlu dikemas dengan baik. Tujuan pengemasan selain melindungi kacang mete dari kerusakan serangan cendawan atau serangga juga bertujuan melindungi kacang mete dari kerusakan mekanis sewaktu proses pengangkutan atau kerusakan fisiologis karena pengaruh lingkungan, misalnya suhu dan kelembaban. Pengemasan sebaiknya rapat dan tidak tembus udara karena dapat menghambat proses respirasi, proses pembusukan dan gangguan serangga fisiologis lainnya pada kacang mete. Dengan pengemasan yang baik dan benar maka kualitas mete dapat dipertahankan dalam waktu lama.

Selain dapat mencegah kerusakan kualitas kacang mete, pengemasan memudahkan pengangkutan, pemasaran dan meningkatkan daya tarik. Di Kabupaten Wonogiri pengemasan kacang mete dilakukan dengan menggunakan plastik ukuran isi 25 kg untuk produk yang dipasarkan. Jangka waktu antara proses pengemasan dengan pendistribusian ke pasar berkisar antara 1-2 hari sehingga kerusakan atau penurunan mutu bisa diminimalisir sekecil mungkin karena tidak terlalu lama disimpan di gudang penyimpanan.

Foto 7: Pengemasan Kacang Mete Sumber: Wawan, PSE-KP UGM

g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi

(1). Jumlah Produksi

Proses produksi yang menggunakan teknologi sederhana menyebabkan jumlah output yang dihasilkan juga masih rendah. Hal ini dikarenakan teknologi sederhana yang digunakan tersebut masih mengandalkan tenaga

Page 26: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 25

kerja manusia. Dengan teknologi yang demikian, jumlah produksi yang dapat dihasilkan berkisar 5 kg/orang atau sekitar 3 kwintal per hari. Jika dibandingkan dengan penggunaan teknologi yang lebih modern jumlah produksi per hari dapat mencapai lebih dari 1 (satu) ton.

(2). Mutu Produksi

Secara umum,mutu kacang mete dapat dikelompokkan menjadi 6 kelompok menurut keadaan (ukuran) biji mete dan 4 kelompok menurut warna.

Pengelompokan biji mete menurut keadaan (ukuran):

1. Kacang mete utuh (whole kernels), yaitu kacang mete utuh seluruhnya, tanpa cacat.

2. Kacang mete tidak utuh, yaitu kacang mete yang sebagian kecil sudah pecah (Butts kernels).

3. Kacang mete belahan (split kernels), yaitu kacang mete setengah utuh atau merupakan belahan kacang mete yang utuh.

4. Kacang mete remukan besar (large pieces kernels), yaitu kacang mete yang pecah lebih dari dua bagian dengan ukuran diatas 0.6 cm dan tidak lolos dengan ayakan 4 mesh.

5. Kacang mete remukan kecil (small pieces kernels), yaitu kacang mete yang pecah/remuk dengan ukuran 0.4-0.5 cm dan tidak lolos dengan ayakan 6 mesh.

6. Kacang mete remukan halus (baby bits kernels), yaitu kacang mete yang pecah/remuk halus, tetapi tidak lolos dengan ayakan 10 mesh.

Pengelompokan biji mete menurut warna biji mete:

1. kacang mete putih (white kernels), yaitu kacang mete berwarna putih bersih, tidak terdapat bercak berwarna cokelat atau hitam.

2. Kacang mete agak putih (fancy kernels), yaitu kacang mete berwarna agak putih atau agak gosong.

3. Kacang mete setengah gosong (dessert kernels), yaitu kacang mete setengah gosong atau bercak-bercak hitam.

4. Kacang mete gosong (scorched kernels), yaitu kacang mete yang gosong berwarna cokelat muda sampai cokelat akibat pemanasan yang berlebihan.

Dengan dua dasar penggolongan tersebut diperoleh 24 golongan kelas. Namun dalam pelaksanaannya penggolongan ini dapat berkurang menjadi beberapa kelas mutu saja, tergantung pada kebutuhan atau permintaan. Dari dasar penggolongan di atas, kacang mete yang mengalami pengolahan dapat digolongkan menjadi beberapa grade yaitu:

a. Grade I (Kacang mete yang termasuk dalam grade I) memiliki spesifikasi sebagai berikut:

Page 27: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 26

1. Kacang mete utuh seluruhnya, tanpa cacat, tidak terdapat bintik hitam atau cokelat karena serangan hama atau cendawan.

2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%. 3. Kacang mete tua. 4. Kacang mete tidak tercampur dengan biji yang busuk. 5. Kacang mete berwarna putih, pucat atau kelabu terang. 6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing. 7. Kacang mete rusak akibat pengangkutan ke pasar kurang dari 10%.

b. Grade II (Kacang mete yang termasuk dalam grade II) memiliki spesifikasi sebagai berikut:

1. Kacang mete tidak utuh, yaitu kacang mete yang sebagian kecil sudah pecah, tidak terdapat bintik hitam atau cokelat karena serangan hama atau cendawan.

2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%. 3. Kacang mete tua. 4. Kacang mete berwarna putih, pucat atau agak putih, atau kelabu

terang. 5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk. 6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing. 7. Kacang mete rusak akibat pengangkutan ke pasar kurang dari 10%.

c. Grade III (Kacang mete yang termasuk dalam grade III) memiliki spesifikasi sebagai berikut:

1. Kacang mete pecah terbelah memanjang menjadi dua bagian (kacang mete belahan utuh), tidak terdapat bintik hitam atau cokelat karena serangan hama atau cendawan.

2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%. 3. Kacang mete tua. 4. Kacang mete berwarna putih, pucat atau agak putih, atau kelabu

terang. 5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk. 6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.

d. Grade IV (Kacang mete yang termasuk dalam grade IV) memiliki spesifikasi sebagai berikut:

1. Kacang mete pecah yaitu pecahan kacang mete besar dan kecil dengan ukuran di atas 0.4 cm dan tidak lolos dengan ayakan 6 mesh, tidak terdapat bintik hitam atau cokelat karena serangan hama atau cendawan.

2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%. 3. Kacang mete tua. 4. Kacang mete berwarna putih, pucat atau agak putih, atau kelabu

terang. 5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk.

Page 28: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 27

6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.

e. Grade V (Kacang mete yang termasuk dalam grade V) memiliki spesifikasi sebagai berikut:

1. Kacang mete agak gosong, utuh/tidak utuh (sebagian kecil pecah) terbelah memanjang menjadi dua bagian, tidak terserang hama atau cendawan.

2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%. 3. Kacang mete tua. 4. Kacang mete berwarna gading cerah. 5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk. 6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.

f. Grade VI (Kacang mete yang termasuk dalam grade VI) memiliki spesifikasi sebagai berikut:

1. Kacang mete setengah gosong, utuh/tidak utuh/terbelah memanjang menjadi dua bagian, tidak terserang hama atau cendawan.

2. Kacang mete cukup kering dengan kadar air maksimal 5%. 3. Kacang mete tua atau yang belum tua. 4. Kacang mete berwarna cokelat muda. 5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk. 6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.

g. Grade VII (Kacang mete yang termasuk dalam grade VII) memiliki spesifikasi sebagai berikut:

1. Kacang mete yang gosong dengan berbagai keadaan ukuran. 2. Kacang mete cukup kering. 3. Kacang mete tua/belum tua/keriput. 4. Kacang mete berwarna gading tua/cokelat tua karena gosong atau

hangus dari pemanasan yang berlebihan. 5. Kacang mete tidak tercampur dengan kacang mete yang busuk. 6. Kacang mete tidak tercampur kotoran atau benda-benda asing.

Hasil survei lapangan di Kabupaten Wonogiri menunjukkan bahwa pengusaha pengolah kacang mete membagi mutu kacang mete berdasarkan ukurannya menjadi 4 kategori yaitu: (Lihat Harga)

1. kacang mete utuh atau super yaitu kacang mete yang utuh seluruhnya tanpa cacat;

2. kacang mete belahan atau mengalami pecah 50% yaitu kacang mete setengah utuh;

3. kacang mete remukan besar yaitu kacang mete pecah ukuran 1/4; 4. kacang mete remukan halus atau menir yaitu kacang mete yang sudah

remuk/pecah menjadi butiran kecil-kecil.

Page 29: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 28

Menurut warna biji mete dibagi menjadi tiga klasifikasi sebagai berikut:

1. kacang mete putih bersih; 2. kacang mete setengah gosong; 3. kacang mete gosong dan berwarna coklat.

h. Kendala Produksi

Kendala atau masalah produksi yang dialami pengolah mete selama ini antara lain dengan ketersediaan bahan baku, iklim, teknologi dan sumber daya manusia.

1. Bahan Baku

Bahan baku sering menjadi kendala dalam proses produksi berkaitan dengan persediaan yang terbatas dan tergantung pada stok yang ada dari penyalur/pedagang pengepul. Kondisi ini sering menyebabkan jumlah bahan baku yang diterima tidak sesuai dengan pesanan atau mutu yang dikehendaki. Untuk mengatasi hal tersebut diadakan perjanjian antara pengolah dengan penyalur dengan rata-rata perbandingan 4:1 artinya 4 kg mete gelondong yang dipesan menghasilkan rata-rata 1 kg kacang mete. Jika hasilnya tidak sesuai, hal tersebut bisa dibicarakan lagi dengan penyalur untuk ditukar pada pesanan berikutnya atau berdasarkan rata-rata berapa kg biji mete yang dapat dihasilkan menjadi kacang mete dari pesanan yang dilakukan sehingga nantinya dievaluasi setelah beberapa kali melakukan pesanan.

2. Iklim

Musim atau iklim yang sulit diramal mengakibatkan produksi tidak optimal dan tidak tepat waktu karena sangat tergantung dengan penyinaran matahari khususnya proses penjemuran biji atau kacang mete. Iklim yang berubah-ubah mengakibatkan kualitas kacang mete yang dihasilkan kurang baik bila dibandingkan dengan pengeringan menggunakan sinar matahari penuh. Akibatnya produk yang dihasilkan bisa diklasifikasikan menjadi beberapa grade. Sedikitnya sinar matahari pada musim hujan juga menurunkan mutu kacang mete karena harus dijemur berhari-hari, untuk menghadapi kendala ini para pengolah kacang mete menggunakan oven yang ada. Meskipun pengeringan kacang mete dapat dilakukan dengan oven (dryer), tetapi mutunya tidak sebagus dengan pengeringan dengan sinar matahari.

3. Teknologi

Teknologi dan peralatan yang digunakan untuk pengolahan masih sederhana yaitu pengupasan kulit biji mete dilakukan dengan menggunakan kacip biasa. Dengan alat berupa kacip biasa ini, seorang tenaga kerja rata-rata hanya bisa menghasilkan biji mete sebanyak 4 sampai 5 kg per hari. Penggunaan

Page 30: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 29

teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi biji mete lokal yang ada, pada waktu dilakukan survei belum ada alat yang sesuai dengan kondisi tersebut.

4. Tenaga Kerja

Dilihat dari sisi ketenagakerjaan, usaha pengolahan mete ini tidak menemui kesulitan. Setiap proses atau tahapan produksi dapat dikerjakan oleh setiap tenaga kerja tanpa memerlukan keahlian khusus. Kendala yang sering dijumpai dalam usaha ini adalah tenaga kerja yang tidak mencukupi untuk memenuhi kapasitas produksi pada saat terjadi kenaikan permintaan pada bulan/hari tertentu seperti lebaran/hari-hari besar dan liburan sekolah. Untuk mengatasi kendala tersebut pengusaha harus mencari tenaga kerja tambahan dari luar dan harus bersaing dengan pengusaha lain yang mengalami hal serupa. Pada kondisi persaingan ini biasanya pengusaha mengalah dan bersedia mengantar biji mete ke tempat tinggal masing-masing tenaga kerja dan akan mengambil hasilnya beberapa hari kemudian.

Page 31: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 30

5. Aspek Keuangan a. Pemilihan Pola Usaha Pada bab ini akan dijelaskan aspek keuangan usaha pengolahan kacang mete yang disurvai di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Dengan semakin berkembangnya usaha pengolahan yang didukung dengan ketersediaan bahan baku serta kemudahan memperoleh pembiayaan bank memudahkan orang untuk melakukan usaha ini. Pola pembiayaan yang dianalisis adalah usaha pengolahan kacang mete dengan skala kecil yang menggunakan teknologi sederhana. Luas lahan usaha ini adalah 500 m2, di mana sebagian besar lahan digunakan untuk penjemuran. Harga jual output berupa kacang mete dan kulit mete dan harga beli bahan baku yang digunakan dalam perhitungan didasarkan pada harga rata-rata penjualan yang berlaku pada saat survai dilakukan. Periode proyek atau jangka waktu analisis yang dipilih didasarkan pada umur ekonomis proyek, yakni 5 tahun. b. Asumsi Dasar Perhitungan

Analisis keuangan bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pendapatan dan pengeluaran atas suatu usaha yang dilakukan. Analisis pendapatan menunjukkan proyeksi pendapatan yang dapat diperoleh setiap tahun dan selama umur proyek. Pengeluaran menunjukkan kebutuhan biaya untuk melaksanakan usaha pengolahan kacang mete tersebut. Komponen pengeluaran ini terdiri dari biaya investasi, modal kerja awal dan biaya operasional. Asumsi dan parameter yang dipakai dalam analisis keuangan usaha pengolahan kacang mete ini ditunjukkan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan

No Asumsi Satuan Jumlah/ Nilai (Rp) Keterangan

1 Periode proyek tahun 5 Umur ekonomis proyek

2 Luas tanah dan bangunan m2 500 Sewa

Sewa tanah dan bangunan m2/bulan 20.000 sewa dibayar dimuka

untuk 5 tahun

3 Mesin dan Peralatan:

Kacip unit 70 Oven unit 1 Timbangan unit 4

Alat jemur/loyang/nyiru unit 20

Gerobak unit 1 Tabung Gas unit 430.000 Plastik Rp/Bal 200.000

Page 32: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 31

Tali rafiah Rp/Gulung 5.000 Kapur Rp/Kg 600

4 Output, Produksi dan Harga:

Produksi kacang mete per tahun kg 84.300

Produksi kacang mete per hari kg 300

Harga jual kacang mete Rp/kg 36.000

Harga Kulit mete Rp/kg 150

Produksi kulit mete per hari kg 1.200

Produksi kulit mete per tahun kg 361.200

5 Penggunaan tenaga kerja:

Tenaga kerja tetap orang 5

Tenaga kerja borongan orang 60

Upah tenaga kerja tetap per hari Rp/orang/Hari 10.000

Upah tenaga kerja tidak tetap per hari Rp/orang/Hari 8.000

Upah tenaga manajemen per hari

Rp/orang/Hari 20.000 upah tenaga

manajemen = 2 kali upah tenaga tetap

Jumlah hari kerja dalam 1 thn hari 301

6 Penggunaan Input dan Harga:

Harga Biji Mete Rp/kg 6.000

Input Biji Mete 1 Tahun Kg 451.500

Input Biji Mete 1 Hari Kg 1.500

7 Biaya Gas Rp/unit 250.000 8 Biaya transportasi Rp/kg 1.000 9 Biaya Listrik Rp/bln 150.000

10 Biaya Telepon Rp/bln 125.000

11

Perijinan dan sewa lahan dibayar dimuka selama 5 tahun

12 Biaya Rp/bln 83.800 1% dari harga

Page 33: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 32

pemeliharaan mesin & alat utama

pembelian mesin & alat

13 Discount rate 18% Sumber : Lampiran 1

c. Biaya Investasi dan Operasional

(1). Kebutuhan Investasi

Biaya investasi merupakan biaya tetap yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya investasi untuk usaha pengolahan kacang mete ini terdiri dari beberapa komponen diantaranya biaya perijinan, sewa tanah dan gedung, pembelian peralatan produksi, peralatan pendukung lainnya.

Biaya perijinan meliputi ijin usaha dengan jumlah biaya Rp100.000,-. Sewa tanah dan bangunan diasumsikan dibayar dimuka selama 5 tahun sesuai dengan umur proyek. Selain biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun 0, terdapat pula biaya reinvestasi yang harus dialokasikan pada tahun berikutnya, karena dari seluruh peralatan dan komponen biaya investasi, terdapat beberapa peralatan yang harus diganti setiap tahunnya. Jumlah biaya investasi keseluruhan pada tahun 0 adalah Rp59.880.000,-, dengan penyusutan sebesar Rp2.866.333/tahun seperti terlihat pada Tabel 5.2, di mana seluruh biaya investasi tersebut seluruhnya adalah dana milik pengusaha, bukan kredit dari bank.

Tabel 5.2 Biaya Investasi Pengolahan Kacang Mete

Jenis Biaya Satuan Jumlah Harga/ satuan Nilai (Rp)

Perijinan satu paket 1 100.000 500.000

Sewa tanah dan gedung m2 500 20.000 50.000.000 Peralatan Utama: Kacip unit 70 55.000 3.850.000 Oven unit 1 2.000.000 2.000.000 Timbangan unit 4 500.000 2.000.000 Alat jemur/loyang/nyiru unit 20 50.000 1.000.000 Gerobak unit 1 100.000 100.000 Tabung Gas unit 1 430.000 430.000 Jumlah 59.880.000

Sumber : Lampiran 2

Page 34: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 33

(2). Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya variabel yang jumlahnya sangat dipengaruhi oleh volume produksi. Komponen biaya operasional terdiri dari pengadaan bahan baku, peralatan operasional, biaya transportasi, listrik dan telepon, serta upah tenaga kerja. Biaya operasional usaha pengolahan kacang mete setiap tahunnya sebesar Rp3.076.280.600,-.

Tabel 5.3. Biaya Operasional Budidaya Tiram Mutiara

No Jenis Biaya Satuan Jumlah

1 Thn/Bln

Harga/ Satuan Nilai (Rp)

1 Bahan Baku Utama Biji Mete Rp 451.500 6.000 2.709.000.000

2 Peralatan Operasional Plastik Bal 12 200.000 2.400.000 Tali rafiah Rp/Gulung 1.565 5.000 7.825.000 Kapur Kg 156.500 600 93.900.000 Biaya Gas Rp/bulan 12 250.000 3.000.000 Biaya Transportasi Rp/kg 90.300 1.000 90.300.000 Biaya listrik Rp/bulan 12 150.000 1.800.000 Biaya Telepon Rp/bulan 12 125.000 1.500.000

3 Tenaga Kerja Tenaga Kerja Tetap Rp/hari 5 10.000 15.050.000 Tenaga Kerja Borongan Rp/hari 60 8.000 144.480.000 Tenaga Manajemen Rp/hari 1 20.000 6.020.000

4

Biaya Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Utama Rp/bulan 12 83.800 1.005.600

Jumlah Biaya Operasional 3.076.280.600

Sumber : Lampiran 3 d. Kebutuhan Kredit dan Modal Kerja

Jumlah biaya yang dibutuhkan untuk memulai usaha pengolahan kacang mete sebesar Rp366.486.039,87,- yang terdiri dari biaya investasi dan modal kerja awal untuk 1 siklus produksi pengolahan mete yakni selama 30 hari, dengan demikian modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar Rp306.606.039,87. Dari seluruh modal kerja awal ini, sebanyak Rp75.000.000,- (24%) merupakan kredit modal kerja yang diperoleh dari BPD Cabang Wonogiri dengan tingkat bunga sebesar 18% per tahun dan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun dengan sistem perhitungan bunga secara efektif menurun. Sedangkan modal kerja awal yang merupakan dana

Page 35: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 34

sendiri nasabah sebesar Rp231.606.039,87 (76%). Informasi lengkap mengenai perhitungan modal kerja awal dan kebutuhan dana untuk usaha pengolahan kacang mete ini dapat di lihat pada Tabel 5.4 dan Lampiran 3 dan 4.

Tabel 5.4. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja

No Rincian Biaya Proyek Total Biaya

(Rp) 1 Dana investasi yang bersumber dari

a. Kredit 0 b. Dana sendiri 59.880.000,00 Jumlah dana investasi 59.880.000,00

2 Dana modal kerja yang bersumber dari

a. Kredit 75.000.000,00 b. Dana sendiri 231.606.039,87 Jumlah dana modal kerja 306.606.039,87

3 Total dana proyek yang bersumber dari

a. Kredit 75.000.000,00 b. Dana sendiri 291.486.039,87 Jumlah dana proyek 366.486.039,87

Sumber : Lampiran 4

Kredit modal kerja yang diperoleh dari BPD memiliki jatuh tempo pada tahun ke-3 setelah peminjaman, di mana kredit modal kerja ini dibayarkan setiap bulannya, baik pembayaran angsuran pokok maupun bunga tanpa masa tenggang (grace period). Seperti disampaikan pada bagian sebelumnya, kredit modal kerja untuk usaha pengolahan mete ini sebesar Rp75.000.000. Perhitungan angsuran pokok dan bunga atas kredit modal kerja setiap tahun disajikan pada Tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5. Angsuran Kredit Modal Kerja

Tahun Kredit Angsuran Pokok

Angsuran Bunga

Total Angsuran

Saldo Awal

Saldo Akhir

0 75.000.000 75.000.000 75.000.000 1 25.000.000 11.437.500 36.437.500 75.000.000 50.000.000 2 25.000.000 6.937.500 31.937.500 50.000.000 25.000.000 3 25.000.000 2.437.500 27.437.500 25.000.000 0

Sumber : Lampiran 5

Page 36: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 35

e. Proyeksi Produksi dan Cash Flow

Jumlah hari kerja selama 1 tahun diasumsikan sebanyak 301 (Lihat Lampiran 1), dengan kapasitas produksi kacang mete per hari sebanyak 300 kg, maka dalam 1 tahun akan dihasilkan sebanyak 90.300 kg kacang mete dan 361.200 kg kulit mete sebagai output sampingan. Harga kacang mete ditingkat pengusaha adalah Rp36.000,-/kg sehingga pendapatan per tahun sebesar Rp3.250.800.000,- (dari penjualan kacang mete) dan Rp54.180.000,- (dari penjualan kulit mete) yang dijual seharga Rp150/kg. Proyeksi pendapatan usaha pengolahan kacang mete ini terlihat pada Tabel 5.6. dan Tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.6. Produksi dan Pendapatan Kotor per Tahun

Tahun Hasil Produksi Kacang Mete

Kg Rupiah 1 90.300,00 3.250.800.000,00 2 90.300,00 3.250.800.000,00 3 90.300,00 3.250.800.000,00 4 90.300,00 3.250.800.000,00 5 90.300,00 3.250.800.000,00

451.500,00 16.254.000.000,00 Sumber : Lampiran 6

Tabel 5.7.

Produksi dan Pendapatan Kotor per Tahun

Tahun Hasil Produksi Kulit Mete Kg Rupiah

1 361.200,00 54.180.000,00 2 361.200,00 54.180.000,00 3 361.200,00 54.180.000,00 4 361.200,00 54.180.000,00 5 361.200,00 54.180.000,00

1.806.000,00 270.900.000,00 Sumber : Lampiran 6

Proyeksi biaya dan pendapatan selama umur proyek dapat dilihat pada Lampiran 7

f. Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point

Perhitungan proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama usaha ini mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp159.286.232-. Laba ini akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya, terutama pada tahun ke-4 dan ke-5, di mana pada tahun tersebut kredit modal kerja yang diperoleh dari bank sudah dilunasi. Profit margin yang diperoleh setiap tahun juga

Page 37: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 36

menunjukkan peningkatan. Pada tahun 1, profit margin yang diperoleh sebesar 4,82%, meningkat menjadi 4,94% pada tahun ke-2; pada tahun ke-3 sebesar 5,05% dan 5,76% pada tahun ke-4 dan ke-5.

Dari perhitungan laba rugi kemudian diperoleh informasi mengenai BEP rata-rata baik menurut jumlah produksi maupun BEP menurut harga jual kacang mete. BEP penjualan kacang mete adalah Rp321.151.505,43 dengan BEP produksi/tahun sebesar 8.920,88 kg. Dari perolehan ini dapat disimpulkan bahwa penerimaan dan produksi yang sudah diproyeksikan akan dapat memenuhi persyaratan operasional usaha pengolahan kacang mete ini, setidaknya agar usaha ini tidak merugi. Perhitungan lengkap proyeksi laba-rugi dan BEP dapat dilihat pada Lampiran 8

g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek

Berdasarkan analisis arus kas dilakukan perhitungan Net B/C ratio, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP). Hasil analisis terhadap kelayakan usaha pengolahan kacang mete ini dengan menggunakan indikator kelayakan keuangan seperti disebutkan di atas menunjukkan bahwa usaha ini merupakan usaha yang dapat memberikan keuntungan secara finansial. Dengan tingkat bunga kredit sebesar 18%/tahun, diperoleh Net B/C ratio=1,670; NPV sebesar Rp245.574.066,40; IRR=45,26%,. Nilai Net B/C ratio yang > 1, NPV positif dan IRR > tingkat bunga kredit menjadi dasar kelayakan usaha pengolahan kacang mete ini. Hasil perhitungan PBP kredit menunjukkan bahwa seluruh dana yang alokasikan untuk menjalankan usaha ini akan kembali pada tahun 2 bulan ke-4.

Tabel 5.8 Kelayakan Usaha Kacang Mete

IRR 45,26% Net B/C ratio DF 18% 1,670 NPV DF 18% (Rp) 245.574.066,40 PBP Usaha (Tahun) 2,22 PBP Kredit (Tahun) 0,47

Sumber : Lampiran 9 h. Analisis Sensitivitas dan Kelayakan Proyek

Untuk mengetahui dampak perubahan harga jual kacang mete yang pada akhirnya akan mempengaruhi besarnya pendapatan, maka akan dilakukan beberapa simulasi yang dinamakan dengan analisis sensitivitas usaha. Sensitivitas usaha kelayakan usaha ini dilakukan pada 2 komponen, yakni komponen pendapatan dan komponen biaya yang dilakukan melalui 3 skenario yaitu :

Page 38: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 37

1. Skenario Satu

Pendapatan mengalami penurunan sebesar 2,3% dan 2,5% sedangkan biaya investasi dan biaya operasional dianggap tetap. Penurunan pendapatan bisa diakibatkan oleh penurunan harga mete, jumlah permintaan yang menurun ataupun jumlah produksi yang menurun.

2. Skenario Dua

Biaya operasional mengalami kenaikan sebesar 2,5% dan 3%, sedangkan penerimaan tetap. Kenaikan biaya operasional ini dapat terjadi karena kenaikan harga input untuk operasional seperti bahan baku, peralatan operasional, dll.

3. Skenario Tiga

Skenario ini merupakan gabungan dari skenario I dan skenario II yaitu diasumsikan penerimaan mengalami penurunan dan pada saat bersamaan biaya operasional mengalami kenaikan.

Hasil analisis sensitivitas disajikan dalam Tabel 16, 17, dan 18. Dari tabel-tabel tersebut tampak bahwa penurunan pendapatan sampai dengan 2,3% tidak akan menyebabkan usaha pengolahan mete ini mengalami kerugian, namun jika penurunan pendapatan mencapai 2,5%, maka dapat disimpulkan bahwa pengusaha akan mengalami kerugian.

Tabel 5.9 Hasil Analisis Sensitivitas Skenario I

Kriteria Kelayakan Penerimaan Turun

2,3% 2,5% IRR 18,95% 16,43% Net B/C ratio DF 18% 1,021 0,965 NPV DF 18% 7.863.599,74 -12.806.875,62 PBP Usaha (Tahun) 3,83 5,14 PBP Kredit (Tahun) 0,88 0,88

Sumber : Lampiran 10 dan Lampiran11

Peningkatan biaya operasional sebesar 2,5% masih dapat ditoleransi, karena pada tingkat tersebut, IRR yang diperoleh masih > dari tingkat bunga, NPV positif, dan Net B/C ratio > 1 yang artinya usaha masih layak dilaksanakan terutama dari sisi finansial. Sedangkan kenaikan biaya operasional di atas 3% akan menyebabkan usaha pengolahan mete ini tidak layak untuk dilaksanakan karena IRR yang didapat < dari tingkat bunga kredit, NPV negatif dan Net B/C ratio < 1.

Page 39: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 38

Tabel 5.10 Hasil Analisis Sensitivitas Skenario II

Kriteria Kelayakan Biaya Operasional Naik

2,5% 3% IRR 18,60% 12,63% Net B/C ratio DF 18% 1,013 0,882 NPV DF 18% 4.916.319,23 -43.215.230,20 PBP Usaha (Tahun) 4,83 5,77 PBP Kredit (Tahun) 0,87 1,06

Sumber : Lampiran 12 dan Lampiran 13

Pada skenario III ditunjukkan simulasi adanya perubahan pada pendapatan maupun biaya operasional secara bersamaan. Jika pendapatan mengalami penurunan sebesar 1,2% dan biaya operasional naik sebesar 1% disimpulkan bahwa usaha ini masih tetap layak untuk dilaksanakan karena IRR yang didapat > dari 18%, NPV positif dan Net B/C ratio > 1. Sedangkan penurunan pendapatan sebesar 2% dengan kenaikan biaya sebesar 1% akan menyebabkan kerugian pada usaha ini, karena IRR yang didapat lebih rendah dari tingkat bunga, NPV negatif, dan Net B/C ratio < 1.

Tabel 5.11 Hasil Analisis Sensitivitas Skenario III

Kriteria Kelayakan

Penerimaan Turun 1,2% & Biaya

Operasional Naik 1%

Penerimaan Turun 2% & Biaya Operasional Naik 1%

IRR 21,03% 10,81% Net B/C ratio DF 18% 1,069 0,843 NPV DF 18% 25.288.115,36 -57.393.786,08 PBP Usaha (Tahun) 3,62 4,64 PBP Kredit (Tahun) 0,83 1,13

Sumber : Lampiran 14 dan Lampiran 15

Page 40: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 39

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan a. Aspek Sosial Ekonomi

Dampak ekonomi sosial dari kegiatan pengolahan jambu mete antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan potensi daerah yang disesuaikan dengan potensi yang dimiliki di mana biji atau kacang mete merupakan salah satu produk unggulan yang senantiasa terus dikembangkan.

2. Memberikan pengetahuan baru dalam cara pengolahan kacang mete dengan adanya transfer teknologi secara berkesinambungan.

3. Menyediakan lapangan kerja kepada penduduk sekitar di mana setiap unit usaha akan mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak berupa tenaga kerja buruh dan atau tenaga kerja keluarga pengolah baik untuk kegiatan budidaya (menghasilkan gelondongan mete) maupun pengolahannya (menghasilkan kacang mete).

4. Dapat mendorong munculnya kegiatan baru yang terkait dan dapat menunjang kelancaran usaha ini.

5. Memberikan tambahan penghasilan kepada produsen/pengolah berupa nilai tambah dibandingkan dengan penjualan gelondongan.

6. Pengolahan jambu/biji mete akan memberikan dampak positif terhadap aktivitas perekonomian daerah setempat, terutama bagi pengusaha serta penduduk sekitar antara lain usaha angkutan barang, pedagang pengumpul, warung atau toko bahan makanan. Di samping, usaha ini juga dapat meningkatkan devisa negara karena kacang mete termasuk salah satu komoditas ekspor dan produk unggulan daerah.

b. Dampak Lingkungan

Usaha pengolahan mete tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, sebaliknya usaha ini dapat menciptakan manfaat bagi lingkungan karena:

1. Llimbah pengolahan mete dapat dikatakan tidak ada, karena limbah produksi pengolahan mete berupa kulit mete tetap dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk proses produksi output lain seperti pembuatan kampas rem;

2. Usaha penanaman jambu mete di Kabupaten Wonogiri walaupun hingga saat ini belum mampu untuk mencukupi kebutuhan bahan baku pengolahan mete, namun keberadaan usaha penanaman jambu mete di wilayah tersebut dianggap tetap bermanfaat dalam menjaga lingkungan dan tata guna air.

Page 41: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 40

7. Penutup a. Kesimpulan

1. Usaha pengolahan biji mete yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Wonogiri merupakan usaha skala kecil atau mikro.

2. Permintaan kacang mete pada umumnya bersifat fluktuatif. Permintaan berasal dari pedagang besar, industri makanan dan pasar baik lokal maupun luar daerah. Peningkatan permintaan terjadi pada saat lebaran dan hari-hari libur/hari besar.

3. Harga kacang mete mentah di tingkat pengolah berkisar antara Rp Rp 36.000/kg, di mana harga tersebut disesuaikan dengan ukuran dan mutu kacang mete. Harga di tingkat konsumen berkisar antara Rp 40.000 sampai Rp 42.000/kg. Mete gelondong rata-rata dibeli dengan harga antara Rp 4.500– Rp 8.000/kg. Sedangkan harga kulit mete dijual sebesar Rp 150/kg.

4. Di tinjau secara teknis, pengolahan mete mudah diadopsi dengan teknologi yang mudah diterapkan. Peralatan yang diperlukan mudah diperoleh dan ketersediaan bahan baku serta tenaga kerja yang tidak memerlukan keahlian khusus.

5. Berdasar analisis kelayakan finansial terhadap usaha pengolahan kacang mete pada tingkat discount rate 18%, diperoleh NPV sebesar Rp 245.574.066,40; Net B/C ratio=1,670; dan IRR 45,26%. Hasil perhitungan kelayakan usaha tersebut menunjukkan bahwa usaha pengolahan kacang mete ini layak dilaksanakan.

6. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan menunjukkan bahwa proyek ini sensitif terhadap penurunan penerimaan sampai dengan 2,5% dan kenaikan biaya operasional di atas 3%. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan dan biaya operasional menunjukkan bahwa proyek ini sensitif terhadap penurunan pendapatan lebih dari 2% dan kenaikan biaya operasional sampai dengan 1%.

b. Saran

1. Untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu produk yang dihasilkan, maka pengusaha perlu lebih memperdalam pengetahuan, teknologi dan informasi mengenai pengolahan kacang mete dan secara bersamaan upaya ini juga perlu didukung oleh instansi pemerintahan terkait seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan Dinas Pertanian.

2. Untuk meningkatkan produksi yang ada diharapkan adanya transfer teknologi melalui penyuluhan-penyuluhan secara berkala dan pengenalan teknologi tepat guna sehingga lebih efisien.

Page 42: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 41

3. Untuk memperbaiki dan mendapat harga yang baik di tingkat pengolah, pengolah perlu mencari informasi harga secara reguler baik dari dinas terkait, pengolah lainnya maupun pedagang atau pengepul di kota besar yang menjadi tujuan pemasarannya selama ini.

4. Secara finansial proyek ini layak dibiayai, namun bank masih perlu terus untuk melakukan analisis kredit yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian.

Page 43: (Pola Pembiayaan Konvensional) INDUSTRI … jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju (Sumatera) dan ... berada di luar Pulau Jawa, namun proses pengolahannya tidak di

Bank Indonesia – Pengolahan Kacang Mete (Konvensional) 42

LAMPIRAN