pola pelayanan pembiayaan sistem kredit mikro usaha...

8
Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009 111 S ektor pertanian dan pedesaan memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk, penyumbang bagi PDRB, berkontribusi terhadap ekspor (devisa), serta penyedia bahan pangan dan gizi. Di samping itu, sektor pertanian juga terbukti mampu menjadi penyangga perekonomian nasio- nal saat terjadi krisis ekonomi. Pembangunan pertanian menghadapi permasalahan yang cukup kompleks, salah satunya adalah ketersediaan sumber pembiayaan yang murah dan mudah diakses petani di pedesaan dengan tepat waktu (Thohari 2005). Kredit telah menjadi bagian dari usaha tani. Lembaga kredit produksi merupakan faktor pelancar pembangunan pertanian. Untuk mening- katkan produksi, petani perlu memiliki modal lebih banyak untuk membeli bibit unggul, obat-obatan, pupuk, dan alat pertanian (Mosher 1966). Melalui kebijakan pemerintah, ber- bagai lembaga permodalan berbunga rendah telah berkembang di tingkat petani, seperti BRI Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), pegadaian, dan koperasi. Dengan adanya berbagai lembaga pembi- ayaan tersebut, diharapkan kebutuhan POLA PELAYANAN PEMBIAYAAN SISTEM KREDIT MIKRO USAHA TANI DI TINGKAT PEDESAAN Ade Supriatna Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jalan Tentara Pelajar No 10, Bogor 16114 Telp. (0251) 8351277, Faks. (0251) 8350928, E-mail: [email protected] Diajukan 7 Februari 2009; Diterima 26 Agustus 2009 ABSTRAK Setiap lembaga pembiayaan memiliki pola pelayanan yang khas, seperti sasaran nasabah, tipe kredit, serta cara pengajuan, penyaluran, dan pengembalian kredit. Setiap pola pelayanan tersebut memiliki komponen yang sesuai atau tidak sesuai dengan karakteristik petani. Petani umumnya tidak dapat mengakses lembaga pembiayaan komersial yang menyediakan bunga rendah, seperti BRI Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat, dan koperasi karena tidak memiliki agunan sertifikat tanah, pengembalian kredit bulanan sehingga tidak sesuai dengan pola penerimaan usaha tani yang bersifat musiman, dan prosedur pengajuan kredit yang rumit. Petani juga sulit mengakses Koperasi Unit Desa karena kinerjanya lemah, putaran uang lambat, dan modal sulit berkembang. Petani sulit mengakses kredit program karena kemampuan keuangan pemerintah yang terbatas. Karena berbagai hambatan tersebut, sebagian besar petani memilih lembaga pembiayaan informal meskipun dengan tingkat bunga yang tinggi. Pola pelayanan kredit yang ideal untuk petani yaitu menghindari penetapan agunan sertifikat tanah, memberikan kredit berbentuk uang tunai, menyediakan kredit jangka pendek dengan pengembalian musiman, jumlah plafon kredit mencukupi untuk membeli benih, pupuk dan obat-obatan, serta pengajuan/penyaluran kredit melalui kelompok tani. Di sisi lain, petani perlu memahami prinsip penggunaan kredit yang benar, berusaha membangun modal sendiri, dan menciptakan diversifikasi usaha yang memberikan penerimaan secara harian, mingguan atau musiman. Kata kunci: Usaha tani, kredit, tanaman pangan, sayuran ABSTRACT Patterns of micro-financial services for farming system activities in rural areas Each financial institution has specific pattern of service, such as target of client, credit type, proffering way, credit channeling, and repayment. Some components of the services are matching with farmers’ characteristics and the others are not. The farmers could not access to the commercial financial institutions providing a low interest because they did not have collateral of land certificate, the monthly repayment, and also the complicated procedure of proposing credit. Farmers were also difficult to access to village unit cooperative because the institution had low performance, low monetary circulation, and less capital expansion. The farmers were difficult to access to the program credit because the government’s fund was limited. Due to these constraints, farmers commonly accessed to the informal financial institutions providing a high interest. The ideal model of micro- financial services suitable for the farmers are avoid the collateral of land certificate, give credit in cash, use a short- term loan with seasonal repayment, give credit plafond for a cost of seeds, fertilizers and pesticides, and use the credit channel through the farmers’ group. On the other side, the farmers have to understand a good principles in credit uses, build a capital themselves, and make some diversified efforts which would give daily, weekly or monthly return. Keywords: Farming systems, credit, food and vegetable crops

Upload: phamque

Post on 06-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLA PELAYANAN PEMBIAYAAN SISTEM KREDIT MIKRO USAHA …pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3283095.pdf · pengadaan input produksi, alsintan, ... diakan pelayanan kredit usaha

Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009 111

Sektor pertanian dan pedesaan memilikiperan strategis dalam pembangunan

nasional, yaitu sebagai sumber matapencaharian sebagian besar penduduk,penyumbang bagi PDRB, berkontribusiterhadap ekspor (devisa), serta penyediabahan pangan dan gizi. Di samping itu,sektor pertanian juga terbukti mampumenjadi penyangga perekonomian nasio-nal saat terjadi krisis ekonomi.

Pembangunan pertanian menghadapipermasalahan yang cukup kompleks, salahsatunya adalah ketersediaan sumberpembiayaan yang murah dan mudahdiakses petani di pedesaan dengan tepatwaktu (Thohari 2005). Kredit telah menjadibagian dari usaha tani. Lembaga kreditproduksi merupakan faktor pelancarpembangunan pertanian. Untuk mening-katkan produksi, petani perlu memiliki

modal lebih banyak untuk membeli bibitunggul, obat-obatan, pupuk, dan alatpertanian (Mosher 1966).

Melalui kebijakan pemerintah, ber-bagai lembaga permodalan berbungarendah telah berkembang di tingkat petani,seperti BRI Unit Desa, Bank PerkreditanRakyat (BPR), pegadaian, dan koperasi.Dengan adanya berbagai lembaga pembi-ayaan tersebut, diharapkan kebutuhan

POLA PELAYANAN PEMBIAYAAN SISTEM KREDITMIKRO USAHA TANI DI TINGKAT PEDESAAN

Ade Supriatna

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jalan Tentara Pelajar No 10, Bogor 16114Telp. (0251) 8351277, Faks. (0251) 8350928, E-mail: [email protected]

Diajukan 7 Februari 2009; Diterima 26 Agustus 2009

ABSTRAK

Setiap lembaga pembiayaan memiliki pola pelayanan yang khas, seperti sasaran nasabah, tipe kredit, serta carapengajuan, penyaluran, dan pengembalian kredit. Setiap pola pelayanan tersebut memiliki komponen yang sesuaiatau tidak sesuai dengan karakteristik petani. Petani umumnya tidak dapat mengakses lembaga pembiayaankomersial yang menyediakan bunga rendah, seperti BRI Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat, dan koperasi karenatidak memiliki agunan sertifikat tanah, pengembalian kredit bulanan sehingga tidak sesuai dengan pola penerimaanusaha tani yang bersifat musiman, dan prosedur pengajuan kredit yang rumit. Petani juga sulit mengakses KoperasiUnit Desa karena kinerjanya lemah, putaran uang lambat, dan modal sulit berkembang. Petani sulit mengakseskredit program karena kemampuan keuangan pemerintah yang terbatas. Karena berbagai hambatan tersebut,sebagian besar petani memilih lembaga pembiayaan informal meskipun dengan tingkat bunga yang tinggi. Polapelayanan kredit yang ideal untuk petani yaitu menghindari penetapan agunan sertifikat tanah, memberikan kreditberbentuk uang tunai, menyediakan kredit jangka pendek dengan pengembalian musiman, jumlah plafon kreditmencukupi untuk membeli benih, pupuk dan obat-obatan, serta pengajuan/penyaluran kredit melalui kelompoktani. Di sisi lain, petani perlu memahami prinsip penggunaan kredit yang benar, berusaha membangun modalsendiri, dan menciptakan diversifikasi usaha yang memberikan penerimaan secara harian, mingguan atau musiman.

Kata kunci: Usaha tani, kredit, tanaman pangan, sayuran

ABSTRACT

Patterns of micro-financial services for farming system activities in rural areas

Each financial institution has specific pattern of service, such as target of client, credit type, proffering way, creditchanneling, and repayment. Some components of the services are matching with farmers’ characteristics and theothers are not. The farmers could not access to the commercial financial institutions providing a low interestbecause they did not have collateral of land certificate, the monthly repayment, and also the complicatedprocedure of proposing credit. Farmers were also difficult to access to village unit cooperative because theinstitution had low performance, low monetary circulation, and less capital expansion. The farmers were difficultto access to the program credit because the government’s fund was limited. Due to these constraints, farmerscommonly accessed to the informal financial institutions providing a high interest. The ideal model of micro-financial services suitable for the farmers are avoid the collateral of land certificate, give credit in cash, use a short-term loan with seasonal repayment, give credit plafond for a cost of seeds, fertilizers and pesticides, and use thecredit channel through the farmers’ group. On the other side, the farmers have to understand a good principles incredit uses, build a capital themselves, and make some diversified efforts which would give daily, weekly or monthlyreturn.

Keywords: Farming systems, credit, food and vegetable crops

Page 2: POLA PELAYANAN PEMBIAYAAN SISTEM KREDIT MIKRO USAHA …pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3283095.pdf · pengadaan input produksi, alsintan, ... diakan pelayanan kredit usaha

112 Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009

petani akan kredit berbunga rendah dapatterpenuhi sehingga tidak perlu meminjam-nya dari pelepas uang (money lender)yang menetapkan suku bunga tinggi.Namun, kenyataan di lapangan menun-jukkan, sebagian besar petani masih lebihakrab dengan sumber pembiayaan informalseperti pedagang sarana produksi,pelepas uang, atau penggilingan padi(Nurmanaf 2007; Supriatna 2008). Adakecenderungan, pelayanan kredit informaldi pedesaan lebih banyak dimanfaatkanoleh petani berlahan sempit meskipuntingkat bunga yang berlaku jauh lebihtinggi dibandingkan dengan lembagapembiayaan komersial (Irawan 1989).

Berbagai temuan tersebut mengindika-sikan bahwa peran lembaga pembiayaankomersial dalam melayani permodalanpetani kecil belum optimal, atau terdapatjurang (gap) antara pola pelayanan yangditawarkan oleh lembaga pembiayaandengan karakteristik petani sebagai peng-guna. Pada setiap lembaga pembiayaan,beberapa komponen pola pelayanan telahsesuai dengan karakteristik petani, tetapikomponen lainnya belum sesuai sehinggamenjadi kendala bagi petani dalam meng-akses lembaga tersebut.

Tulisan ini mengulas hasil-hasil peneli-tian mengenai pola pelayanan kredit mikrodi pedesaan dan merumuskan polapelayanan kredit yang ideal sesuai dengankarakteristik petani. Informasi yangdisajikan diharapkan dapat menjadimasukan dalam merancang pola pela-yanan lembaga pembiayaan mikro yangsesuai di pedesaan sehingga petani lebihmudah mengaksesnya.

POLA PELAYANAN KREDITMIKRO DI TINGKAT DESA

Berdasarkan sumber pembiayaan, ada duajenis pasar kredit mikro di pedesaan, yaitu:1) pasar kredit formal yang terbagi ataskredit nonprogram atau komersial (sepertiBRI Unit Desa, BPR, koperasi, danpegadaian) dan kredit program (sepertiKUT dan KKP), dan 2) pasar kreditinformal seperti pelepas uang, pedaganginput/output produksi, dan penggilinganpadi. Kedua kelompok pasar kredit ter-sebut memiliki pola pelayanan yang khasdalam keragaan kredit yang ditawarkan,target sasaran, aturan pengajuan, pengem-balian kredit, dan pelayanan lainnyaseperti pengawasan dan pembinaan usahayang dijalankan nasabah.

Lembaga Pembiayaan Non-Program (Komersial)

Lembaga pembiayaan komersial me-netapkan kredit, mekanisme pengajuan,penyaluran, dan pengembalian kreditberdasarkan mekanisme pasar. Standarkelayakan kredit ditetapkan secara formaldan bunga kredit merupakan bungakomersial. Pandangan petani terhadappola pelayanan lembaga komersial telahdikaji pada lembaga BRI Unit Desa (kasuspetani padi dan sayuran di Jawa Barat),BPR dan pegadaian (kasus petani padi diNTB).

BRI Unit Desa dan BPR di tingkat desadiharapkan dapat mendorong pem-bangunan sektor pertanian, termasukpengadaan input produksi, alsintan,pengolahan, dan pemasaran hasil melaluipenyediaan kredit berbunga rendah.Namun, aksesibilitas petani ke lembagatersebut masih tergolong rendah. Haltersebut diduga disebabkan lembagapembiayaan komersial di sampingmemberikan pelayanan yang sesuaidengan karakteristik petani, ada kom-ponen lain yang tidak sesuai dan menjadikendala bagi petani dalam mengakseslembaga tersebut.

Komponen pola pelayanan yangsesuai dengan kebutuhan petani tanamansemusim adalah penetapan tingkat bungayang rendah, yaitu BRI Unit Desa 24%,BPR 36%, dan pegadaian 30−42%/tahun,bentuk kredit berupa uang tunai sehinggapetani dapat mengelolanya sesuaikebutuhan usaha tani, dan nilai plafonkredit dapat mencukupi kebutuhan untukmembeli benih, pupuk, dan obat-obatan(Tabel 1). Komponen lain yang sulitdipenuhi petani sehingga menjadi ken-dala mereka untuk mengakses lembagapembiayaan tersebut adalah (Hastuti2004; Ashari dan Friyatno 2006; Nurmanaf2007):1) Jenis agunan berupa sertifikat tanah

dan bangunan. Persyaratan ini sulitdipenuhi petani, terutama petanigurem (berlahan sempit dan petanipenggarap) karena mereka umumnyatidak memiliki sertifikat tanah danbangunan.

2) Waktu pengembalian kredit secarabulanan, sehingga tidak sesuai dengankarakteristik usaha tani tanamansemusim yang mempunyai waktupenerimaan (grace period) musiman.

3) Prosedur pengajuan kredit sangatformal, rumit, membutuhkan waktu

lama, dan perlu biaya transportasi danbiaya administrasi.Selama ini, lembaga kredit komersial

yang menyediakan bunga rendah hanyadapat diakses oleh kelompok masyarakatekonomi menengah ke atas, seperti pemilikpenggilingan padi, pedagang inputproduksi, dan pelaku bisnis lainnya(Irawan 1989; Supadi dan Syukur 2004;Supriatna 2008). Yang memprihatinkan,sebagian mereka merupakan pelakulembaga kredit informal, yang meng-alokasikan dana pinjamannya untukdipinjamkan kembali ke petani guremdengan bunga tinggi.

Persyaratan agunan pegadaian berupabarang-barang bergerak seperti kain batik,sepeda, radio, atau barang-barang per-hiasan ternyata lebih mudah diaksespetani dibandingkan agunan sertifikattanah. Namun, ketetapan pengembaliankredit 15 hari sekali selama empat bulantidak sesuai dengan periode penerimaanusaha tani tanaman semusim. Selain itu,petani merasa kesulitan transportasiuntuk menyerahkan dan mengambilkembali agunan yang umumnya membu-tuhkan ruang besar (Supriatna 2008).

Ketidakmampuan masyarakat pedesa-an untuk mengakses modal dari lembagakeuangan komersial disebabkan olehbeberapa faktor, yaitu: 1) keterbatasankeberadaan lembaga keuangan komersial,2) prosedur dan persyaratan yangdiperlukan oleh lembaga komersial sukardipenuhi oleh masyarakat pedesaan, dan3) petani tidak mampu mengakses kreditkarena peraturan atau pola pelayanantersebut lebih cocok untuk usaha perda-gangan (Ministry of Agriculture 2006).

Kekurangan lain dari lembaga pembi-ayaan komersial adalah lembaga tersebuttidak melakukan pengawasan terhadappenggunaan kredit yang disalurkan(sepenuhnya tergantung pada nasabah)dan tidak ada pembinaan terhadapkegiatan usaha yang dijalankan nasabah.Lembaga tersebut juga berlokasi di ibukota kecamatan sehingga sulit diaksesoleh masyarakat tani yang umumnyaberada di wilayah pedesaan.

Bagi pelaku usaha, proses transaksimembutuhkan biaya, antara lain biayamencari informasi, biaya negosiasi, danbiaya administrasi (Syukur et al. 2003).Salah satu alasan utama petani kurangmengakses lembaga pembiayaan komer-sial meskipun tingkat bunganya rendahadalah tingkat bunga tersebut belumsebanding dengan waktu dan biaya yang

Page 3: POLA PELAYANAN PEMBIAYAAN SISTEM KREDIT MIKRO USAHA …pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3283095.pdf · pengadaan input produksi, alsintan, ... diakan pelayanan kredit usaha

Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009 113

dikeluarkan untuk mendapatkan kredit(Umali 1978).

Lembaga Pembiayaan Koperasidan KUD

Pandangan petani terhadap lembagakoperasi digambarkan oleh Koperasi SerbaUsaha (KSU) Karya Terpadu di NTB, yaitukoperasi yang berhasil melayani pedagangpasar. KUD Wiresinge dipilih sebagaikasus koperasi yang kurang berhasilmelayani petani pangan dan sayuran ditingkat kelompok tani.

KSU Karya Terpadu pada awalnya ter-bentuk berwujud Lembaga KeuanganMikro (LKM) dan melayani pedagangpasar di Desa Rarang, NTB. Lembaga inimengeluarkan pelayanan kredit simpanpinjam, yang terdiri atas: 1) kredit harianatau pinjaman dikembalikan oleh nasabahsecara harian (30, 55, 90, dan 100 hari)dengan sasaran pedagang pasar danbakulan, 2) kredit mingguan (8 dan 13minggu) dengan sasaran petani, kios, jasaangkutan, dan 3) kredit bulanan (3, 6, 10,12, 15, dan 20 bulan) dengan sasaranbengkel, pedagang bahan bangunan,pertukangan, dan petani. Beberapakomponen pelayanan KSU cukup sesuaidengan kebutuhan petani, dengan nilai

plafon dapat mencukupi kebutuhan kreditusaha tani, bentuk kredit uang tunai, lamapinjaman sesuai dengan periode pengem-balian tanaman semusim suku bungaterjangkau, kecuali untuk pinjaman harianditetapkan bunga 60%/tahun (Tabel 2).Namun, beberapa persyaratan lain me-nyulitkan petani sehingga menjadikendala dalam mengakses KSU (Syukuret al. 2006), yaitu: 1) jenis agunan berupasertifikat tanah dan bangunan, dan 2)waktu pengembalian kredit pertanianditetapkan secara mingguan dan bulanansehingga tidak sesuai dengan polapenerimaan usaha tani yang bersifatmusiman.

Mengingat permasalahan tersebut,pelayanan jasa pinjaman KSU umumnyadiakses oleh kelompok masyarakat non-pertanian atau petani yang mempunyaiusaha sampingan (diversifikasi usaha)dengan jenis usaha yang memberikanpenerimaan harian, mingguan ataubulanan, seperti usaha dagang dan pertu-kangan. Hal ini sesuai dengan tujuan awalpendirian KSU, yaitu untuk melayanikebutuhan pembiayaan para pedagangpasar, di samping itu lokasi KSU terletakdi ibu kota kecamatan.

Beberapa aspek yang mendorongkeberhasilan kinerja KSU, di sampingkinerja pengelola yang baik, adalah KSU

menyediakan beberapa jenis kredit (harian,mingguan, dan bulanan), sehingga dapatmenjangkau berbagai kelompok nasabahyang jenis usaha umumnya nonpertanianyang memberikan penerimaan harian,mingguan, atau bulanan. Semua inimenyebabkan perputaran uang (turn over)di KSU berjalan cepat.

KUD diharapkan menjadi lembagayang dapat mendorong berbagai aktivitasekonomi di pedesaan dengan: 1) menye-diakan pelayanan kredit usaha tani, 2)menyediakan dan mendistribusikan inputproduksi, 3) pengolahan dan pemasaranhasil, dan 4) pelayanan ekonomi desalainnya (Direktorat Jenderal Koperasi1978). KUD Wiresinge tumbuh dan ber-kembang di tengah-tengah masyarakattani untuk memenuhi kebutuhan modaldan rumah tangga petani. Kegiatan usahaKUD meliputi beberapa jenis, yaitu: 1) unitsimpan pinjam yang khusus melayanianggota, 2) unit penjualan saprodi, 3) unitkredit kebutuhan rumah tangga, dan4) unit alsintan. Lembaga ini tumbuh danberkembang di tengah-tengah masyarakattani (kelompok tani) sehingga penetapanpola pelayanannya mempertimbangkankarakteristik sosial ekonomi masyarakattani.

Pola pelayanan KUD hampir semuanyadapat diterima oleh petani, yaitu kredit

Tabel 1. Karakteristik pola pelayanan lembaga pembiayaan bank komersial dan pegadaian.

Uraian BRI Unit Desa BPR Pegadaian

Keragaan kreditJenis kredit Modal kerja, konsumsi Modal kerja, konsumsi PegadaianKelompok sasaran Umum dan petani Umum dan petani Umum dan petaniNilai plafon (Rp000) 50−50.000 250−50.000 10−5.000Bentuk kredit Uang tunai Uang tunai Uang tunaiLama pinjaman (bulan) 6−60 3−36 4Suku bunga (%/tahun) 24 36 30−42Jenis sanksi pada penunggak Penyitaan agunan Penyitaan agunan Pelelangan agunan

Aturan pengajuan kreditJenis agunan1 A, B A, B CCara pengajuan Individu Individu IndividuPenyaluran kredit Individu Individu Individu

Aturan pengembalian kreditBentuk pengembalian Uang tunai Uang tunai Uang tunaiWaktu pengembalian Bulanan Bulanan 15 hari sekali

Lain-lainPengawasan penggunaan kredit Tidak ada Tidak ada Tidak adaPembinaan usaha Tidak ada Tidak ada Tidak ada

1Jenis agunan; A = sertifikat tanah dan bangunan, B = surat berharga seperti BPKB, daftar gaji, deposito; C = barang bergerak seperti sepeda motor,televisi, dan perhiasan.Sumber: Syukur et al. (2003); Supriatna (2008).

Page 4: POLA PELAYANAN PEMBIAYAAN SISTEM KREDIT MIKRO USAHA …pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3283095.pdf · pengadaan input produksi, alsintan, ... diakan pelayanan kredit usaha

114 Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009

diberikan tanpa agunan asalkan sudahmejadi anggota koperasi, suku bungarendah (30%/tahun), lama pinjaman 12bulan dan pinjaman dikembalikan se-sudah panen, bentuk kredit uang tunai,jenis sanksi cukup ringan yaitu tidak bisameminjam lagi sampai dilunasi padamusim panen berikutnya tanpa dikenakanbunga. KUD juga melakukan pengawasanpenggunaan pinjaman dan pembinaanusaha tani melalui pengurus kelompok tanidan penyuluh lapangan (Tabel 2).

Pola pelayanan kredit KUD yangsesuai dengan karakteristik petani ter-sebut telah menarik minat petani untukmemanfaatkan jasa lembaga tersebut.Namun, kinerja KUD kurang baik, modalyang dimiliki kurang berkembang sehinggamembatasi petani yang ingin memanfaat-kan pelayanan KUD. Menurut Syukur etal. (2006), modal KUD yang kurangberkembang disebabkan antara lain oleh:1) Orientasi usaha KUD lebih bersifat

sosial daripada keuntungan (hasilmusyawarah para anggota), terutamaterlihat dari jenis sanksi yang ringan(tidak bisa meminjam sampai hutangdilunasi). Akibatnya, percepatan ataukekuatan pembentukan modal KUDmenjadi lemah.

2) Jenis usaha nasabah umumnya adalahbidang pertanian yang penerimaannyabergantung pada iklim, gangguanalam, hama penyakit, fluktuasi hargajual hasil panen, dan gangguanlainnya.

3) Kinerja KUD mengalami kemundurankarena kegagalan dalam pelaksanaanKUT (executing agent). Kemacetanpengembalian kredit sekitar 89% daritotal kredit yang disalurkan.Menurut pengurus KUD, kemacetan

kredit program KUT disebabkan oleh: 1)terlalu banyak lembaga atau agens yangterlibat sehingga terjadi birokrasi yangberlebihan, 2) banyak penerima kredit yangbukan petani, 3) sering terjadi penyim-pangan bantuan baik jumlah maupunkualitasnya, dan 4) harga jual padi yangrendah pada musim panen. Di beberapalokasi banyak ditemukan KUD yangbangkrut karena kegagalan atau tung-gakan KUT, seperti pada kasus KUTsayuran di Pangalengan Jawa Barat(Syukur et al. 2003).

Kegagalan program KUT tidak hanyamenyebabkan dana macet, tetapi jugamenurunkan kepercayaan masyarakatterhadap kinerja lembaga-lembaga pede-saan yang sudah ada, seperti koperasi dan

kelompok tani (Supriatna 2008). Penggu-naan kredit yang salah akan menimbulkanpermasalahan yang lebih besar diban-dingkan bila kredit tidak digunakan samasekali (Richardson et al. 1982).

Permasalahan utama yang menyebab-kan mutu koperasi, khususnya KUDbelum sesuai dengan yang diharapkanadalah: 1) aspek keanggotaan, yaitukurangnya peran serta dari anggota, 2)kinerja kelembagaan masih lemah, dan 3)aspek pembinaan, yaitu kurangnyaketerpaduan baik antara para pembinamaupun yang dibina (Nasution 1989dalam Rachman 1993). Untuk meningkat-kan peran KUD kelompok tani Wiresingedisarankan mengubah orientasi usaha daribersifat sosial ke arah lebih komersial,memberikan penghargaan kepada anggotayang dapat melunasi kredit tepat waktu,dan menumbuhkembangkan usaha lainyang potensial sehingga tidak hanyabergantung pada usaha tani tanaman.

Lembaga Pembiayaan Informal

Lembaga pembiayaan informal sudah adajauh sebelum lembaga formal terbentukdan berkembang sejalan dengan tum-buhnya permintaan dari masyarakat. Jasalembaga informal umumnya dilakukan olehpara pemberi pinjaman (money lender),seperti pelepas uang, pedagang inputproduksi, pedagang hasil panen, danlainnya, dengan ciri khas tingkat bungatinggi. Persepsi petani terhadap polapelayanan lembaga informal dapat dilihatpada kasus petani pangan dan sayuran diNTB.

Pola pelayanan lembaga informal padaumumnya lebih sesuai dengan karak-teristik petani, yaitu kredit tanpa agunanatau hanya berlandaskan kepercayaan,bentuk kredit uang tunai, lama pinjaman1−12 bulan dengan waktu pengembaliankapan saja bergantung ketersediaan uang,umumnya setelah panen (Tabel 3). Yangmenjadi permasalahan adalah penetapansuku bunga tinggi, yaitu 60%/tahun.Pedagang input produksi (benih, pupuk,dan obat-obatan) terlihat menetapkanbunga rendah, tetapi sebenarnya nilaibunga sudah dimasukkan dengan menaik-kan harga jual produksi secara ter-sembunyi (Syukur et al. 2003).

Yang menjadi pertanyaan, mengapapetani lebih memilih lembaga informalyang menetapkan suku bunga tinggidibandingkan lembaga formal dengan

Tabel 2. Karakteristik pola pelayanan lembaga pembiayaan koperasi danKUD.

UraianKoperasi Serba Usaha

KUD Wiresinge(KSU)

Keragaan kreditJenis kredit Simpan, pinjam Simpan pinjamKelompok sasaran Umum dan petani PetaniNilai plafon (Rp000) 100−30.000 100−1.000Bentuk kredit Uang tunai Uang tunaiLama pinjaman (bulan) 1−12 12Suku bunga (%/tahun) 36 dan 60 30Jenis sanksi pada penunggak Penahanan agunan Tidak bisa minjam

Aturan pengajuan kreditJenis agunan1 A, B Tidak adaCara pengajuan Individu IndividuPenyaluran kredit Individu Individu

Aturan pengembalian kreditBentuk pengembalian Uang tunai Uang tunaiWaktu pengembalian Harian, mingguan, Setelah panen

dan bulananLain-lain

Pengawasan penggunaan kredit Tidak ada AdaPembinaan usaha Tidak ada Ada

1Jenis agunan; A = sertifikat tanah dan bangunan, B = surat berharga seperti BPKB, daftargaji, dan deposito.Sumber: Syukur et al. (2006).

Page 5: POLA PELAYANAN PEMBIAYAAN SISTEM KREDIT MIKRO USAHA …pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3283095.pdf · pengadaan input produksi, alsintan, ... diakan pelayanan kredit usaha

Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009 115

bunga rendah. Beberapa alasan petanimemilih lembaga informal menurut Syafa’atdan Djauhari (1992) dan Nurmanaf (2007)adalah: 1) prosedur pengajuan kreditsangat sederhana, tidak seperti lembagaformal yang prosedurnya rumit (rigid),terutama untuk petani gurem, 2) relatiftidak ada biaya transaksi, dan 3) perolehankredit lebih mudah, cepat, dan jumlahkredit yang diterima sesuai denganpengajuan.

Pada dasarnya filosofi yang dijadikanpertimbangan pemberian kredit komersialdan informal adalah sama, yaitu dibangunatas dasar kepercayaan (trust). Hal yangmembedakan adalah pada lembaga kreditkomersial, kepercayaan dibangun atasdasar bukti-bukti empiris yang ditunjukkanoleh dokumen-dokumen yang syah me-nurut hukum. Sementara pada lembagakredit informal, kepercayaan dibangunberdasarkan intensitas hubungan dancitra yang muncul dalam masyarakatterhadap seseorang (Syukur et al. 2003).Dengan perbedaan pola pendekatan ini,masyarakat petani/pedesaan cenderungmemilih lembaga informal karena lebihsesuai dengan karakteristik masyarakatpedesaan yang tidak menyukai hal-halyang bersifat formal (Ashari dan Friyatno2006). Dengan prosedur dan administrasiyang rumit serta waktu yang lama, biayayang diperlukan untuk mencairkanpinjaman pada lembaga formal menjadi

lebih tinggi dibandingkan dengan harusmembayar kelebihan tingkat bunga padalembaga informal (Hastuti 2004).

Bagi masyarakat pedesaan, tingkatbunga tidak selalu menjadi ukuran pentingdalam melakukan peminjaman, tetapi yanglebih penting adalah mereka mempunyaikemampuan untuk membayar kembalipinjamannya. Apabila kemampuan itu adamaka petani tidak begitu memperhatikanbunga yang harus dibayar selama kredityang diperlukan dapat diperoleh secaracepat, mudah, dan sesuai dengan yangdibutuhkan (Mubyarto 1973).

Lembaga informal banyak diaksespetani di pedesaan, antara lain karenaaktivitas perkreditan informal biasanyadilakukan oleh perorangan yang memilikihubungan sosial lebih dekat denganmasyarakat desa. Sementara pada sisi lain,lembaga penyaluran kredit formal umum-nya hanya berlokasi di pusat-pusatkecamatan dan kredit yang disalurkanjuga menuntut kepercayaan teknis bankserta proses administrasi yang rumit bagimasyarakat pedesaan (Sam Ratulangi 1987dalam Irawan 1989).

Lembaga Pembiayaan KreditProgram

Kredit program ditujukan untuk menun-jang keberhasilan suatu program, biasanya

dibiayai oleh dana pemerintah, dan lemba-ga yang terlibat dalam pelaksanaan biasa-nya lembaga perkreditan pemerintah(Syukur et al. 1993). Dari waktu ke waktu,model kredit program ini mengalamiberbagai perubahan, antara lain terkaitprosedur penyaluran, besaran dan bentukkredit, bunga maupun tenggang waktupengembalian (Taryoto 1992 dalam Asharidan Saptana 2005).

Kredit program untuk sektor pertaniandimulai dengan kredit Bimas pada tahun1972. Selanjutnya digulirkan KUT sebagaipenyempurnaan sistem kredit Bimas,dengan pola penyaluran melalui KUD.Kredit program berikutnya adalah KreditKetahanan Pangan (KKP). Persepsi petaniterhadap kredit program antara lain dapatdilihat pada kredit KKP untuk petani padidi Jawa Barat dan kredit BUMN dari PUSRIdan TELKOM untuk usaha tani sayurandi DI Yogyakarta.

Pola pelayanan kredit program me-rupakan hasil perbaikan atau kombinasidari kelebihan lembaga formal (berbungarendah) dengan lembaga informal (meng-gunakan agunan sertifikat tanah miliksalah satu pengurus kelompok). Dengandemikian, ciri umum kredit program adalahbersuku bunga rendah (3−18%/tahun),berjangka waktu musiman (6−24 bulan),dikembalikan secara musiman, merupakandana likuiditas dari bank sentral, dan risikoditanggung oleh pemerintah (Tabel 4).

Tabel 3. Karakteristik pola pelayanan lembaga pembiayaan informal.

Uraian Pelepas uang Pedagang input produksi Pedagang hasil produksi

Keragaan kreditJenis kredit Pinjaman Pinjaman PinjamanKelompok sasaran Umum dan petani Petani PetaniNilai plafon (Rp000)1 250−600 100−500 100−1.500Bentuk kredit Uang tunai Uang/input produksi Uang tunaiLama pinjaman (bulan) 1−12 6−12 1−4Suku bunga (%/tahun) 60 24 60Jenis sanksi pada penunggak Penundaan hutang Penundaan hutang Penundaan hutang

Aturan pengajuan kreditJenis agunan Tidak ada Tidak ada Tidak adaCara pengajuan Individu Individu IndividuPenyaluran kredit Individu Individu Individu

Aturan pengembalian kreditBentuk pengembalian Uang tunai Uang tunai Uang/hasil panenWaktu pengembalian Setelah panen Setelah panen Setelah panen

Lain-lainPengawasan penggunaan kredit Tidak ada Tidak ada Tidak adaPembinaan usaha Tidak ada Tidak ada Tidak ada

1Nilai plafon: tidak ditetapkan (rata-rata kredit yang dipinjam petani).Sumber: Syukur et al. (2003); Supriatna (2008).

Page 6: POLA PELAYANAN PEMBIAYAAN SISTEM KREDIT MIKRO USAHA …pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3283095.pdf · pengadaan input produksi, alsintan, ... diakan pelayanan kredit usaha

116 Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009

Menurut petani, karakteristik skimkredit program merupakan pola pelayananyang paling sesuai dengan karakteristikpetani, sebagaimana dijelaskan olehSyukur et al. (2006); Supriatna (2008),yaitu:1) Pengajuan kredit dilaksanakan melalui

kelompok tani sehingga petani yangbelum terbiasa dengan lembaga kreditkomersial dapat ikut serta mengakseskredit program.

2) Agunan yang berupa sertifikat tanahdapat diwakili oleh milik salah satupengurus kelompok. Dengan de-mikian, petani yang tidak mempunyaiagunan dapat mengakses kreditasalkan benar-benar menjalankanusaha dan ada keinginan untukmengembalikan pinjaman (diseleksioleh pengurus kelompok tani).

3) Menyediakan kredit dengan sukubunga rendah sehingga memberikanpeluang pada petani untuk memper-oleh produksi dan pendapatan lebihtinggi.

4) Kredit berupa uang tunai sehinggamemudahkan petani untuk mengelolapinjaman sesuai kebutuhan usahatani.

5) Lama pinjaman sesuai dengan periodepenerimaan usaha tani tanamansemusim, yaitu KKP 6 bulan danBUMN 12−24 bulan, dan pengembaliankredit secara musiman.

6) Jenis sanksi terhadap penunggaktergolong ringan, yaitu kredit bisadikembalikan pada musim berikutnyatanpa dikenakan bunga.

7) Ada pengawasan atau kontrol dalampenggunaan kredit serta pembinaanusaha tani oleh kelompok tani, penyu-luh lapangan, dan Dinas Koperasi.Kredit melalui kelompok mempunyai

potensi besar untuk berhasil, karena: 1)kelompok dapat berfungsi sebagaipenjamin, 2) akan terjadi interaksi, salingtenggang rasa dan menghargai di antarapetani sehingga timbul rasa disiplin dankebersamaan dalam memenuhi kewajibansebagai penerima kredit, dan 3) biayatransaksi menjadi lebih murah (Syukur etal. 1993). Penyaluran kredit melaluikelompok merupakan tahapan awal agarpetani menjadi lebih terbiasa denganprosedur kredit komersial yang rumit,ditempuh melalui partisipasi aktif dariseluruh anggota mulai dari penyusunansampai permohonan kredit (Umali 1978).

Mengingat kemudahan kredit prog-ram, sebenarnya banyak petani yangmengharapkan dapat mengikuti kreditprogram (KKP dan BUMN), tetapi sulitterealisasi karena terbatasnya keuanganpemerintah untuk alokasi kredit program.Agar kredit program dapat menjangkaupetani lebih banyak, dianjurkan kreditdapat bergulir ke petani di sekitarnya.Namun, kenyataannya kredit programbelum mencapai hasil yang optimal dantidak bergulir ke petani lain karenapermasalahan interen maupun eksternkelompok tani.

Kegagalan kredit program tidak hanyadalam penentuan sasaran, tetapi jugadalam mencapai kinerja pengembalian.Dengan demikian, sebagian besar petanikecil masih tetap mengandalkan kreditlembaga informal (Ashari dan Friyatno2006). Kinerja kredit program padaumumnya tidak menggembirakan karenahanya dimanfaatkan oleh sebagian kecilpetani menengah ke atas. KUT yangdisalurkan melalui KUD misalnya, menurutSensus Pertanian 1983 cenderung lebihbanyak dimanfaatkan oleh golongan yangmemiliki kemampuan ekonomi lebih baik(Satari 1986 dalam Irawan 1989).

Rendahnya pengembalian KUT polakhusus dikarenakan lemahnya mekanismekontrol dalam pelaksanaan KUT, khusus-nya dalam proses seleksi di tingkatkelompok maupun KUD, yang sekaligusjuga menunjukkan kurangnya pembinaaninstansi terkait terhadap KUD, kelompoktani maupun aparat tingkat desa (Sanim1998). Ada pandangan pihak tertentu,bahwa kredit program merupakan hibahdari pemerintah sehingga tidak perludikembalikan. Pandangan seperti inimerupakan salah satu penyebab terjadi-nya tunggakan kredit (Hastuti 2004;Nurmanaf 2007).

Beberapa saran perbaikan dalam pelak-sanaan kredit program, yaitu: 1) penya-luran kredit harus tepat sesuai dengansasaran, tidak menyimpang atau diambiloleh pihak-pihak yang bukan petani, 2)pengawasan penggunaan kredit lebihintensif sehingga benar-benar digunakanuntuk keperluan usaha tani serta adabimbingan langsung di lapanganmengenai kegiatan usaha tani, dan 3)jumlah kredit yang akan disalurkan harusdibatasi dengan mempertimbangkankemungkinan terjadinya penurunan hargajual hasil panen akibat kelebihan produksi,terutama untuk sayuran.

Tabel 4. Karakteristik pola pelayanan kredit program dan BUMN.

Uraian KKP BUMN

Keragaan kreditJenis kredit Program ProgramKelompok sasaran1 Petani PetaniNilai plafon (Rp000/ha) 500−700 5.000−6.000Bentuk kredit Uang tunai Uang tunaiLama pinjaman (bulan) 6 12−24Suku bunga (%/tahun) 18 3Jenis sanksi Penahanan agunan Penahanan agunan

Aturan pengajuan kreditJenis agunan2 A3 A, B3

Cara pengajuan Berkelompok BerkelompokPenyaluran kredit Berkelompok Berkelompok

Aturan pengembalian kreditBentuk pengembalian Uang tunai Uang tunaiWaktu pengembalian Setelah panen Setelah panenCara pengembalian Melalui kelompok Melalui bank

Lain-lainPengawasan penggunaan kredit Ada AdaPembinaan usaha Ada Ada

1Kelompok sasaran: petani pangan dan sayuran.2Jenis agunan; A = sertifikat tanah dan bangunan, B = surat berharga seperti BPKB, daftargaji, deposito.3Diwakili oleh agunan ketua atau pengurus kelompok.Sumber: Syukur et al. (2006).

Page 7: POLA PELAYANAN PEMBIAYAAN SISTEM KREDIT MIKRO USAHA …pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3283095.pdf · pengadaan input produksi, alsintan, ... diakan pelayanan kredit usaha

Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009 117

POLA IDEAL PELAYANANKREDIT MIKRO

Gerak ekonomi golongan miskin yanglambat memerlukan pendekatan yang tidakbiasa (non-conventional approach).Pendekatan tersebut haruslah berpangkalpada jati diri golongan miskin, yaitu miskinpendidikan, miskin harta (untuk jaminan),dan miskin segalanya, tetapi mereka saratdengan pengalaman untuk mempertahan-kan hidup dengan kondisi yang ada padamereka (Syukur et al. 1993).

Pola pelayanan kredit yang ideal untukpetani tanaman pangan dan sayuranadalah sebagai berikut:1) Lembaga pembiayaan agar meng-

hindari persyaratan agunan sertifikattanah, tetapi apabila terpaksa hendak-nya dapat diwakili oleh sertifikatpengurus kelompok tani seperti padakredit program, atau bisa juga dibentuklembaga penjamin kredit.

2) Bentuk kredit berupa uang tunai agarpetani dapat mengelola sendiri pinjam-an sesuai dengan perkembangankebutuhan usaha tani.

3) Kredit bersifat jangka pendek (musim-an) dan pembayaran dilakukan setelahpanen.

4) Tingkat suku bunga komersial masihbisa diakses oleh petani, asalkanprosedur pengajuan dan perolehankredit mudah, cepat, dan jumlahnyasesuai dengan pengajuan.

5) Besaran plafon kredit sekitar nilaiuntuk biaya pengadaan benih, pupuk,dan obat-obatan.

6) Pengajuan dan penyaluran kreditdilakukan melalui kelompok tanidengan harapan di samping dapatmenekan biaya pengajuan dan pe-nyaluran, juga ada kontrol atau pembi-naan pengelolaan pinjaman dan usahayang dijalankan petani.

7) Petani menghindari jenis sanksi pe-nyitaan agunan sehingga sebaiknya

sanksi berupa tanggung rentengseperti pada KUM atau penundaan/penjadwalan kembali waktu pem-bayaran seperti pada kredit programdan lembaga kredit informal.Petani sebagai pengguna kredit perlu

mengetahui prinsip-prinsip pengelolaankredit, yaitu: 1) kredit digunakan untuktujuan produktif, 2) membatasi meminjamkredit pada lembaga pembiayaan yangtidak terbiasa, 3) kredit digunakan untukusaha yang akan memberikan penerimaanpaling tinggi dalam batas risiko yangrasional, 4) membuat catatan usaha tanisehingga dapat melakukan analisis yangobjektif tentang kebutuhan kredit, 5)memperhatikan kemampuan mengemba-lilan kredit dari usaha yang dijalankan, 6)memilih sumber kredit yang menyediakankebutuhan kredit yang paling sesuaidengan kebutuhan, dan 7) membangunkejujuran (Richardson et al. 1982).

Petani harus berusaha untuk lepas daribantuan kredit dengan membangun modalsendiri. Penciptaan modal dapat melaluiberbagai cara, tetapi semuanya selaluberarti menyisihkan kekayaan atau seba-gian hasil produksinya untuk tujuanproduktif dan bukan untuk konsumtif.Pembangunan pertanian akan ada bila adapenciptaan modal (investasi), palingsedikit modal yang diciptakan petaniharus sama dengan modal yang mulairusak atau susut (Mubyarto 1973). Untukmeningkatkan aksesibilitas ke lembagapembiayaan, petani perlu melakukandiversifikasi usaha yang dapat memberikanpendapatan harian, mingguan ataubulanan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Setiap lembaga pembiayaan memiliki polapelayanan yang khas, seperti sasaran

nasabah, tipe kredit, cara pengajuan danpenyaluran, dan cara pengembalian kredit.Petani tidak dapat mengakses lembagapembiayaan komersial yang menyediakanbunga rendah karena tidak memilikiagunan sertifikat tanah, pengembaliankredit bulanan sehingga tidak sesuaidengan pola penerimaan usaha tanitanaman semusim, dan prosedur penga-juan kredit masih dirasakan rumit olehpetani. Berbagai kesulitan tersebutmenyebabkan petani lebih memilihmengakses lembaga informal meskipunmenyediakan kredit berbunga tinggi.

Dalam merumuskan pola pelayanankredit mikro perlu diperhatikan karak-teristik petani sebagai calon nasabah.Model pelayanan pembiayaan yangideal untuk petani yaitu menghindaripersyaratan agunan sertifikat tanah, kreditdalam bentuk uang tunai, kredit jangkapendek dengan pengembalian musiman,nilai plafon sekitar kebutuhan untuk benih,pupuk dan obat-obatan, dan pengajuan/penyaluran kredit melalui kelompok tani.Petani harus mengerti prinsip-prinsippenggunaan kredit yang benar, berusahaterus membangun modal sendiri, danmelakukan diversifikasi usaha yangmemberikan penerimaan harian, mingguanatau musiman.

Saran Kebijakan

Pelaksanaan pinjaman kredit untuk petanitanaman pangan di samping mempertim-bangkan model ideal, juga diperlukantindakan lanjutan berupa pendampingandalam penggunaan kredit maupun pem-binaan usaha yang dijalankan petani.Dengan demikian tingkat pengembaliankredit (repayment capacity) usahanyameningkat sesuai harapan.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari dan Saptana. 2005. Prospek pembiayaansyariah untuk sektor pertanian. Jurnal AgroEkonomi XXIII(2): 132−147.

Ashari dan S. Friyatno. 2006. Perspektifpendirian bank pertanian di pedesaan. JurnalAgro Ekonomi XXIV(2): 107−122.

Direktorat Jenderal Koperasi. 1978. PedomanPelaksanaan dan Pengembangan BUUD/KUD. Direktorat Jenderal Koperasi, Depar-temen Perdagangan dan Koperasi. 105 hlm.

Hastuti, E.L. 2004. Aksesibilitas masyarakat ter-hadap kelembagaan pembiayaan pertaniandi pedesaan. ICASERD Working Paper No.

57. Pusat Penelitian dan PengembanganSosial Ekonomi Pertanian, Bogor. 14 hlm.

Irawan, B. 1989. Pelayanan kredit informal dipedesaan Sulawesi Selatan. Jurnal AgroEkonomi VIII(2): 23−45.

Ministry of Agriculture. 2006. IndonesianAgricultural Development Plan 2005−2009.

Page 8: POLA PELAYANAN PEMBIAYAAN SISTEM KREDIT MIKRO USAHA …pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3283095.pdf · pengadaan input produksi, alsintan, ... diakan pelayanan kredit usaha

118 Jurnal Litbang Pertanian, 28(3), 2009

Bureau of Planning, Ministry ofAgriculture, Republic of Indonesia. 79 pp.

Mosher, A.T. 1966. Menggerak dan MembangunPertanian. Syarat-Syarat Mutlak Pemba-ngunan dan Modernisasi. Disadur oleh S.Krisnashi dan Bahrin Samad dari bukuGetting Agriculture Moving. Yasaguna,Jakarta. 206 hlm.

Mubyarto. 1973. Pengantar Ekonomi Pertanian.Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Pe-nerangan Ekonomi dan Sosial. ReproInternasional, Jakarta. 274 hlm.

Nurmanaf, A.R. 2007. Lembaga informal pem-biayaan mikro lebih dekat dengan petani.Analisis Kebijakan Pertanian V(2): 99−109.

Rachman, B. 1993. Deskripsi perkembanganlembaga perkreditan di pedesaan JawaTimur. Jurnal Agro Ekonomi XVII(1): 51−61.

Richardson, W.B., William G. Camp., andW.B.Mc. Vay. 1982. Managing in the Farmand Ranch. Reston Publ. Co., Inc. APrentice Hall Co. Restron, Virginia. p.295−306.

Sanim, B. 1998. Efektivitas penyaluran danpengembalian kredit KUT. Jurnal AgroEkonomi XVII(1): 51−65.

Supadi dan M. Syukur. 2004. Aksesibilitas petaniterhadap sumber permodalan (Kasus petanipadi sawah dan hortikultura di Jawa Baratdan Nusa Tenggara Barat). ICASERDWorking Paper No.48. Pusat Penelitian danPengembangan Sosial Ekonomi Pertanian,Bogor. 22 hlm.

Supriatna, A. 2008. Aksesibilitas petani kecil padasumber kredit pertanian di tingkat desa: Studikasus petani padi di Nusa Tenggara Barat.Jurnal Sosio Ekonomi Pertanian dan Agri-bisnis VIII(2): 134−139.

Syafa’at, N. dan A. Djauhari. 1992. Identifikasipenyebab rendahnya penyaluran kreditusaha tani. Jurnal Agro Ekonomi IX(2):113−119.

Syukur, M., Sumaryanto, dan C. Muslim. 1993.Pola pelayanan kredit untuk masyarakatberpenghasilan rendah di pedesaan JawaBarat. Jurnal Agro Ekonomi XI(2): 1−13.

Syukur, M., E.L. Hastuti, A. Supriatna, Supadi,Sumedi, dan B.W.D. Wicaksono. 2003.Laporan akhir: Kajian Pembiayaan Perta-nian Mendukung Pengembangan Agribisnisdan Agroindustri di Pedesaan. Pusat Pene-litian dan Pengembangan Sosial EkonomiPertanian, Bogor.

Syukur, M., A. Gozali, J. Hardi, A. Subaedi,Andriati, A. Supriatna, Lira M.L., Fistya M.,dan J. Mulyono. 2006. Laporan akhir:Pengembangan Kelembagaan PembiayaanPetani Mendukung Program Prima Tani.Balai Besar Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian, Bogor.

Thohari, E.S. 2005. Rencana Strategis PusatPembiayaan Pertanian Tahun 2005−2009.Departemen Pertanian, Jakarta. 16 hlm.

Umali, D.L. 1978. Small Farmers DevelopmentManual. Volume I. Field action for smallfarmers, small fishermen and peasants.Regional Office for Asia and the Far East,Food and Agriculture Organization of theUnited Nations, Bangkok, Thailand. p. 138-144.