pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai prediktor...
TRANSCRIPT
POLA ASUH OTORITATIF DAN SELF-ESTEEM SEBAGAI PREDIKTOR
KEMANDIRIAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI RUMAH KOST DI
SALATIGA
OLEH:
ANA VERONIKA SUGIANTO
802011801
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
i
ii
iii
iv
POLA ASUH OTORITATIF DAN SELF-ESTEEM SEBAGAI PREDIKTOR
KEMANDIRIAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI RUMAH KOST DI
SALATIGA
Ana Veronika Sugianto
Berta Esti Ari Prasetya
Krismi Diah Ambarwati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
v
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh otoritatif dan self-
esteem secara simultan terhadap kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost
di Salatiga. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya
Wacana angkatan 2013 yang tinggal di rumah kost di Salatiga yang berjumlah 110
mahasiswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian dilakukan
dengan cara menyebarkan skala. Ada tiga skala yang digunakan, yaitu Skala Pola
Asuh Otoritatif (Robinson, Mandleco, Olsen, Hart, 1995), Skala Self-Esteem
(Tafarodi dan Swann, 2001), dan Skala Kemandirian (Steinberg, 1993). Data yang
terkumpul dianalisis dengan analisis regresi linear berganda melalui program SPSS
windows versi 16.00. Melalui analisis regresi linear berganda, diperoleh hasil bahwa
pola asuh otoritatif dan self-esteem dapat dijadikan sebagai prediktor kemandirian
mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga. Besar kontribusi secara simultan
variabel pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian sebesar 28,3%
(R= 0,283), dan Fhitung = 22,512; dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 , p< 0,05.
Nilai β untuk variabel pola asuh otoritatif sebesar -0,384, dan nilai β untuk variabel
self-esteem sebesar 0,422.
Kata Kunci : Pola Asuh Otoritatif, Self-Esteem, dan Kemandirian Mahasiswa
vi
Abstract
This study aims to know the effect of authoritative parenting and self-esteem
simultaneously towards autonomy boarding students living at home in Salatiga. The
subjects were students of Christian University of Satya Wacana Force 2013 that lived in
the boarding house Salatiga totaling 110 students. Data collection techniques were
performed in the study is done by distributing questionnaires. There are three were used,
namely Authoritative Parenting Scale (Robinson, Mandleco, Olsen, Hart, 1995), Self-
Esteem Scale (Tafarodi and Swann, 2001) and Autonomy Scale (Steinberg, 1993). The
data were analyzed with multiple linear regression analysis through SPSS windows
version 16.00. Through multiple linear regression analysis, the results showed that
authoritative parenting and self-esteem can be used as a predictor of autonomy of
student who lives in boarding house in Salatiga. Major contribution simultaneously
authoritative parenting variables and self-esteem to autonomy by 28.3% (R= 0.283), and
Fcount = 22,512; with a significance level of 0.000, (p <0.05). value of β for the
variable of authoritative parenting was -0,384, and the value of β for the self-esteem
variable was 0.422.
Keywords: Authoritative Parenting, Self-Esteem, and Autonomy Student
1
PENDAHULUAN
Setiap individu pasti mempunyai keinginan untuk mendapatkan masa depan
yang cerah, mempunyai pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang baik, dan
menjalani suatu kehidupan yang cukup, bahkan lebih dari cukup untuk memenuhi
semua kebutuhan di dalam kehidupannya. Dengan didorong oleh keinginan
tersebut, banyak usaha yang dilakukan, salah satu cara yang banyak dilakukan
masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya adalah mengenyam pendidikan
yang tinggi, hingga masuk ke perguruan tinggi, sebab di perguruan tinggi individu
dapat menentukan bidang pekerjaan apa yang ia minati, dan setelah itu individu
tersebut dapat mencari jurusan yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang
diinginkannya. Oleh karena itu, banyak individu yang menuntut ilmu disebuah
lembaga pendidikan atau perguruan tinggi yang bermutu, terkenal, dan sering
mencetak lulusan yang berkualitas, supaya dapat dijadikan sebuah bekal dan acuan
untuk dapat masuk ke dalam dunia kerja dengan penghasilan yang menjanjikan
(Umar, 2009).
Namun, universitas atau perguruan tinggi tidak dimiliki oleh semua kota di
Indonesia. Oleh karena itu, banyak individu yang berasal dari luar kota biasanya
memilih untuk memiliki tempat tinggal sementara (tempat kost) di dekat perguruan
tinggi tempat mereka mengenyam pendidikan dengan tujuan untuk mempermudah
mobilitas selama masa belajar. Hal ini yang membuat mereka menjadi mahasiswa
yang tinggal ditempat kost. Mahasiswa yang tinggal ditempat kost merupakan
pelajar yang sedang menetap dirumah orang lain untuk kepentingan melanjutkan
kepentingan formal, serta melanjutkan rutinitas sehari hari, dilingkungan kost,
2
seperti: istirahat, belajar, berdiskusi, berkreasi, mengerjakan tugas kuliah, dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Bagi mahasiswa yang tinggal ditempat kost memang membutuhkan sikap
kemandirian yang tinggi, mengingat mereka tinggal jauh dari keluarga, terutama
orangtua (Arifin, 2009).
Kemandirian, menurut Steinberg (1993), istilah independence dan autonomy
sering disejajarartikan dalam penelitan mengenai remaja. Autonomy memiliki arti
yang sedikit berbeda dari independence. Independence secara umum mengacu pada
kapasistas seseorang untuk memperlakukan diri sendiri. Sementara itu, Steinberg
menyimpulkan bahwa Autonomy merupakan kemampuan seseorang untuk
mengatur dirinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa adanya pengawasan dari
orangtua maupun guru. Ada tiga dimensi kemandirian menurut steinberg (1993),
yaitu kemandirian emosi (emotional autonomy), kemandirian perilaku (behavioral
autonomy), dan kemandirian nilai (value autonomy).
Namun kenyataannya, terdapat beberapa mahasiswa kost yang belum dapat
membagi waktu antara belajar dan bermain. Masalah lain yang muncul, yaitu
mereka kurang mampu dalam mengambil keputusan yang tepat bagi diri mereka
sendiri. Seperti misalnya pada saat menghadapi masalah dengan teman-temannya,
mereka selalu bertanya dan meminta bantuan serta pendapat dari orang tua,
mengenai langkah apa yang harus mereka lakukan untuk dapat menghadapi
masalah tersebut.
Menurut Walgito (1982), remaja yang biasanya dilindungi dan disayang oleh
orangtua, bila kemudian tiba-tiba harus berpisah jauh dengan orangtua, karena
3
menuntut ilmu diluar kota, akan mempunyai sikap ragu-ragu, tidak berani berdiri
sendiri, tidak berani mengambil resiko, dan selalu menggantungkan diri pada orang
lain.
Menurut Monks, (1999) orang yang mandiri, akan memperlihatkan perilaku
yang eksploratif, mampu mengambil keputusan, percaya diri, dan kreatif. Selain itu,
mampu bertindak kritis, tidak takut berbuat sesuatu, mempunyai kepuasan dalam
aktifitasnya, percaya diri, mampu menerima realitas, serta mampu memanipulasi
lingkungan, mampu berinteraksi dengan teman sebaya, terarah pada tujuan, dan
mampu mengendalikan diri. Sebaliknya, tidak adanya kemandirian pada individu,
akan menghasilkan berbagai macam problem, yaitu rendahnya harga diri, pemalu,
tidak punya motivasi sekolah, kebiasaan belajar yang jelek, perasaan yang tidak
aman, dan kecemasan.
Kemandirian merupakan aspek kepribadian yang sangat penting untuk dimiliki
oleh setiap individu, karena seseorang dalam menjalani kehidupan ini tidak pernah
lepas dari cobaan dan tantangan kehidupan. Individu yang memiliki kemandirian
yang tinggi, relatif mampu menghadapi segala permasalahan, karena individu yang
mandiri tidak tergantung pada orang lain, selalu berusaha untuk menghadapi dan
memecahkan masalah yang ada. Sebaliknya individu yang tidak dapat hidup
mandiri, akan mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada tanggung jawab serta
peran yang lebih besar, sebab seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka
semakin besar pula tanggung jawab serta pilihan hidup yang harus diambil
(Manoppo, 2012).
Menurut Masrun, dkk (dalam Goeritno, Soeharsono, dan Arsitasari, 2006),
kemandirian secara sosiopsikologis dianggap penting karena seseorang berusaha
4
untuk menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungan. Tanpa kemandirian usaha
penyesuaian diri tidak mungkin berhasil untuk mempengaruhi dan menguasai
lingkungan, bahkan seseorang akan dikuasai oleh lingkungan. Dengan kata lain,
kemandirian merupakan modal dasar bagi manusia dalam menentukan sikap dan
perbuatan terhadap lingkungan. Selanjutnya Dahlan (dalam Goeritno, dkk 2006),
mengemukakan bahwa kemandirian merupakan aspek kualitas non fisik yang
menjadikan seseorang mau atau mampu mencari sendiri pemecahan masalahnya.
Kemandirian bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada
diri individu sejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai
stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak
lahir sebagai keturunan dari orangtuanya. Menurut Ali dan Ashori (2012), ada
sejumlah faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi perkembangan
kemandirian, yaitu sebagai berikut: gen atau keturunan orangtua, pola asuh
orangtua, sistem pendidikan disekolah, dan sistem kehidupan di masyarakat.
Sementara itu, menurut Soetjiningsih (1993), kemandirian seseorang tidak
terbentuk secara mendadak atau terjadi begitu saja dalam tempo yang singkat, tetapi
melalui proses panjang semenjak masa kanak-kanak. Selain itu, dalam
perkembangannya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: kecerdasan,
pola asuh orangtua, status pekerjaan ibu, umur, kebudayaan, jenis kelamin, jumlah
anak dalam keluarga dan tingkat pendidikan ibu.
Dapat dikatakan bahwa pola asuh merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kemandirian seseorang. Pola asuh merupakan salah satu pengaruh
yang dominan yang dapat mempengaruhi kemandirian seseorang. Dengan adanya
pola asuh yang tepat bagi seorang anak, maka akan terbentuklah kepribadian yang
5
mandiri pada anak tersebut (Manoppo, 2012). Menurut Baumrind (dalam Syamsu,
2004), mendefinisikan pola asuh sebagai pola sikap atau perlakukan orangtua
terhadap anak yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap
perilaku anak antara lain terhadap kompetensi emosional, sosial, dan intelektual
anak.
Baumrind (dalam Santrock 2002), menyatakan ada empat macam bentuk pola
asuh. Bentuk pola asuh yang pertama adalah pola asuh otoriter yang merupakan
suatu jenis bentuk pola asuh yang menuntut agar anak patuh dan tunduk terhadap
semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua tanpa ada kebebasan untuk
bertanya atau mengemukakan pendapat sendiri. Bentuk pola asuh yang kedua
adalah pola asuh otoritatif atau demokratis, pada pola asuh ini orangtua yang
mendorong anak-anaknya agar mandiri, namun masih memberikan batas-batas dan
pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal dimungkinkan
dengan kehangatan-kehangatan dan kasih sayang yang diperlihatkan. Bentuk pola
asuh yang ketiga adalah pola asuh penelantaran, yaitu pola asuh dimana orang tua
mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orangtua lebih
penting dari pada anak-anak. Orangtua lebih cenderung membiarkan anak-anaknya
dibesarkan tanpa kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup. Bentuk
pola asuh yang keempat adalah pola asuh permisif, pada pola asuh ini orangtua
sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka, namun menetapkan sedikit
batas atau kendali terhadap anak mereka. Namun yang menjadi topik penelitian,
dalam penelitian ini adalah pola asuh otoritatif (authoritative parenting).
6
Sementara itu, memurut Baumrind (1966), pola asuh otoritatif merupakan pola
asuh, dimana orangtua mengarahkan anak ke dalam kebiasaan yang rasional,
berorientasi pada masalah, melakukan pengawasan dan tuntutan pada anak, tetapi
mereka juga bersikap hangat pada anak, memberi dan berbagi alasan di balik
kebijakan-kebijakan yang mereka buat, serta memberlakukan perspektif mereka
sendiri sebagai orang dewasa, tetapi mereka juga mengenali kepentingan anak dan
cara-cara yang khusus.
Menurut Robinson, Mandleco, Olsen, dan Hart (1995), ditemukan ada empat
komponen pola asuh otoritatif, yaitu: kehangatan atau keterlibatan (wamth and
involvement), pertimbangan (reasoning or induction), keikutsertaan demokratis
(democratic participation), dan pengasuhan yang baik (good natured or easy
going).
Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widiana dan Nugraheni
(2008), terdapat hubungan yang positif yang sangat signifikan antara pola asuh
demokratis dengan kemandirian pada remaja. Semakin tinggi pola asuh demokratis,
semakin tinggi pula kemandirian remaja. Demikian juga sebaliknya, semakin
rendah pola asuh demokratis, maka semakin rendah pula kemandirian remaja.
Namun, terdapat penelitian yang mengatakan bahwa pola asuh otoriter
(authoritarian parenting) berkaitan dengan tingginya kemandirian remaja. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Golonka (2013) menyatakan bahwa pola asuh
otoriter (authoritarian parenting), berhubungan positif dengan kemandirian emosi
pada mahasiswa. Hal ini disebabkan karena mahasiswa dengan orangtua otoriter
7
(authoritarian parents) lebih mudah untuk meraih kebebasan dalam kehidupan di
perkuliahannya atau memisahkan diri dari tingginya kontrol orangtua.
Selain itu, menurut penelitian Garcia dan Gracia (2009) yang membuktikan
bahwa pola asuh demokratis bukanlah satu-satunya pola asuh yang daoat
memberikan hasil perkembangan kepribadian remaja yang baik pada keluarga di
Spanyol. Pola asuh orangtua permissif lah yang ditentukan sebagai pola asuh yang
memberikan hasil yang optimal pada perkembangan kepribadian remaja. Dengan
mengalami pola asuh permisif, anak justru menemukan tingkat keketatan yang
sangat longgar dibandungkan dengan pola asuh demokratis.
Selanjutnya, faktor lain yang mempengaruhi kemandirian seseorang, yaitu self
esteem atau harga diri (Clemes, Bean, dan Clarck 1995). Harga diri yang tinggi
merupakan salah satu sumber daya yang paling berharga yang dapat dimiliki
remaja. Lebih lanjut, Clemes, Bean, dan Clarck, (1995) menyatakan bahwa remaja
dengan harga diri yang tinggi akan belajar lebih efektif, mengembangkan hubungan
yang lebih kaya, lebih mampu memanfaatkan kesempatan dan bekerja secara
produktif dan mandiri. Menurut Tafarodi dan Swann (2001), harga diri (self-
esteem), merupakan dua aspek yang saling terkait, dimana individu mempunyai
penilaian pribadi tentang dirinya sebagai pribadi yang baik atau buruk (self-liking),
dan penilaian individu terhadap kemampuan pribadinya (self-competence). Lebih
lanjut, Tafarodi dan Swann (2001), mengemukakan ada dua dimensi dari self-
esteem, yaitu self-liking yang didefinisikan sebagai penilaian individu akan dirinya
sendiri sebagai pribadi yang baik atu buruk, dan self-competence, yang
didefinisikan sebagai penilaian individu terhadap kemampuan pribadinya.
8
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Arifianto, (dalam Pancariatno 2009)
mengenai hubungan antara harga diri dengan kemandirian pada siswa-siswa kelas 2
SMK PGRI 2 Salatiga, menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan
antara harga diri dengan kemandirian, artinya semakin tinggi skor harga diri maka
semakin tinggi pula skor kemandiriannya, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini
didukung oleh pendapat Buss (dalam Handiati, 1991), bahwa individu yang
memiliki harga diri yang tinggi akan mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungannya karena individu tersebut lebih memiliki kemantapan diri, kebebasan
dan bertanggung jawab, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah
akan merasa mudah cemas dan depresi. Namun demikian, berdasarkan hasil
wawancara (21 Mei 2013) yang dilakukan oleh penulis terhadap salah satu
mahasiswa kost, partisipan wawancara menyatakan bahwa ia mempunyai gambaran
yang positif dengan dirinya sendiri, (ia merasa bangga akan usaha-usahanya untuk
meraih prestasi, seperti belajar dengan tekun, dapat mempersiapkan ujian dari jauh-
jauh hari). Namun ia merasa kesulitan dalam memutuskan sesuatu hal, seperti pada
saat ia mengalami masalah dengan pacarnya, ia masih bergantung kepada orangtua
atau kepada teman-teman dekatnya, mengenai langkah apa yang harus ia lakukan.
Berdasarkan persoalan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai prediktor
kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga”. Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pola asuh otoritatif dan self-
esteem terhadap kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga
9
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian ini, menggunakan metode penelitian asosiatif. Penelitian
asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel atau lebih. Dengan penelitian asosiatif ini, maka akan dapat dibangun
suatu teori yang dapat berfungsi untuk meramalkan, menjelaskan, dan mengontrol
suatu gejala (Sugiyono, 2004).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Pedekatan
kuantitatif, menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah
dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada
penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan
kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil.
Dengan metode kuantitatif, akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau
signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar, 1997).
Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel tergantung, adalah kemandirian.
Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu pola asuh otoritatif dan self-
esteem.
Populasi Dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2013 Universitas
Kristen Satya Wacana yang berasal dari luar kota Salatiga. Alasan peneliti
mengambil populasi mahasiswa 2013, karena pada saat peneliti melakukan
pengambilan data, mahasiswa angkatan 2013 merupakan mahasiswa angkatan
termuda, dan sebagian dari mereka belum lama tinggal jauh dari orangtua.
10
Menurut Sugiyono (2010), sampel merupakan bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik sampel yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik insidental sampling, karena tidak diketahui
jumlah populasinya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa
angkatan 2013 yang tinggal di rumah kost di Salatiga, dan besarnya sampel yang
digunakkan dalam penelitian ini sebesar 110 mahasiswa
Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data yang digunakan untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah metode skala. Dalam penelitian ini
menggunakan tiga skala, yaitu Skala Kemandirian, Skala Pola Asuh Otoritatif, dan
Skala Self-Esteem. Untuk item dalam skala kemandirian dan self-esteem,
dikelompokkan dalam pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan
4 alternatif jawaban dari skala Likert yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak
Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan untuk item dalam skala
pola asuh otoritatif, menggunakan 5 alternatif jawaban, dari skala Likert yaitu:
1:Tidak Pernah; 2: Kadang-Kadang; 3: Separuh Waktu; 4: Sangat Sering; 5: Selalu.
Keseluruhan data diperoleh dari skala psikologi yang telah dibagikan kepada
subjek.
Pengujian ketiga rancangan skala tersebut menggunakan metode try out
terpakai, artinya hasil dari skala yang diujikan akan digunakan langsung untuk
kepentingan penelitian setelah dilakukan seleksi item.
1. Skala Kemandirian
Skala Kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan skala
yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori Steinberg (1993), yang
11
mempunyai tiga dimensi, yaitu kemandirian emosi, kemandirian perilaku, dan
kemandirian nilai. Skala ini terdiri dari 60 item. Dari hasil penghitungan uji seleksi
item dari 60 item dengan try out terpakai pada mahasiswa angkatan 2013 yang
tinggal ditempat kost, didapatkan 32 item yang gugur dan jumlah item yang
terpakai dalam penelitian ini adalah 28 item, dengan koefisien item totalnya
bergerak antara 0,251 sampai dengan 0,633. Sedangkan teknik pengukuran untuk
menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach,
sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala kemandirian sebesar 0,875
(reliabilitas baik).
2. Skala Pola Asuh Otoritatif
Skala Pola Asuh Otoritatif yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan
adaptasi dari skala Parenting Practice Questionaire (PPQ), yang disusun oleh
Robinson, Mandleco, Olsen, dan Hart (1995). Sebelumnya Robinson, dkk sudah
melakukan uji reliabilitas dan diperoleh reliabilitas alpha, sebesar 0,91 (untuk pola
asuh authoritative), 0,86 (untuk pola asuh authoritarian), dan 0,75 (untuk pola asuh
permissive). Kemudian peneliti menguji kembali skala pola asuh authoritative,
skala ini terdiri dari 27 item, yang menunjukkan beberapa komponen dari pola asuh
otoritatif, yaitu kehangatan atau keterlibatan (warmth or involvement),
pertimbangan (reasoning or induction), keikutsertaan demokratis (democratic
participation), pengasuhan yang baik (good natured or easy going). Dari hasil
penghitungan uji seleksi item dari 27 item dengan try out terpakai, tidak terdapat
item yang gugur, sehingga jumlah item terpakai dalam penelitian adalah 27 item,
dengan koefisien item totalnya bergerak antara 0,275 sampai dengan 0,735. Dan
koefisien Alpha pada skala pola asuh otoritatif sebesar 0,932 (reliabilitas baik).
12
3. Skala Self-Esteem
Skala Self-Esteem yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan skala
yang diadaptasi dari Self-Liking/Self-Competence Scale (SLCS), yang disusun oleh
Tafarodi dan Swann (2001). Sebelumnya Tafarodi dan Swann sudah melakukan uji
reliabilitas, dan diperoleh reliabitias alpha sebesar 0,83 (untuk item self-
competence pada wanita) 0,82 (untuk item self-competence pada pria), dan 0,90
(untuk item self-liking pada pria dan wanita). Kemudian, peneliti menguji kembali
skala self-esteem, skala ini terdiri dari 16 item, yang menunjukkan beberapa
dimensi dari self-esteem yaitu self-liking dan self-competence. Penghitungan uji
seleksi item dari 16 item dengan try out terpakai, terdapat 5 item gugur dan jumlah
item terpakai dalam penelitian ini adalah 11 item dengan koefisien item totalnya
bergerak antara 0,262 sampai dengan 0,582. Dan koefisien Alpha pada skala self-
esteem sebesar 0,710 (reliabilitas dapat diterima).
Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dan pengumpulan data
dilakukan pada hari rabu, tanggal 2 Juli 2014, dengan cara peneliti mendatangi
tempat-tempat kost seperti kos dipo 69, dipo 71, dipo 74, dipo 66, kos unihouse,
dan sebagainya. Selain itu, peneliti juga mendatangi beberapa ruang kuliah, seperti
gedung E, gedung G, gedung A, dan sebagainya. Kemudian peneliti membagi
secara langsung kepada subjek untuk diisi, namun sebelumnya peneliti mengajukan
beberapa pertanyaan seperti: subjek angkatan berapa, apakah subjek tinggal
ditempat kost, atau tinggal bersama orangtua, dan berapa umur subjek. Jumlah
skala psikologi yang dibagikan sesuai dengan sample yang telah ditentukan,
dikarenakan penelitian ini menggunakan tekhnik insidental sampling, karena tidak
13
diketahui secara pasti jumlah mahasisiwa Universitas Kristen Satya Wacana
angkatan 2013 yang kost di Salatiga. Jumlah sample yang digunakkan dalam
penelitian ini yaitu sebesar 110 mahasiswa angkatan 2013 yang tinggal dirumah
kost. Selama pengisian skala, peneliti berusaha untuk berada didekat subjek,
dengan maksud apabila terdapat persoalan yang tidak dimengerti subjek. Setelah
skala selesai diisi, skala langsung diberikan kembali oleh peneliti, dan kemudian
peneliti langsung mengecek kembali skala yang sudah diisi. Pada penelitian ini,
penulis menggunakan try out terpakai, yaitu subjek yang digunakan untuk try out,
sekaligus juga digunakan sekaligus untuk penelitian. Setelah dilakukan
pengambilan data, maka dilakukan penghitungan reliabilitas, uji asumsi, (meliputi
uji normalitas, uji linearitas, uji multikolinearitas, uji korelasi), dan uji regresi
menggunakan bantuan program SPSS versi 16.00 for windows.
Teknik Analisa Data
Metode analisis data menggunakan uji regresi untuk melihat pengaruh pola asuh
otoritatif dan self-esteem dengan kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah
kost di Salatiga. Tekhnik analisa data dilakukan dengan program bantuan SPSS
versi 16.00 for windows.
HASIL PENELITIAN
1. Analisis Deskriptif
a. Kemandirian
Jumlah item kemandirian yang digunakan sebesar 28 item baik, dengan
jenjang skor 1 sampai 4, maka skor minimum 28, dan skor maksimumnya 112,
dengan range 21.
14
Tabel 1.
Kategorisasi Pengukuran Skala Kemandirian
No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar
deviasi
1. 91 ≤ x ≤ 112 Sangat tinggi 11 10%
77,12
9,34
2. 70 ≤ x < 91 Tinggi 79 71,82 %
3. 49 ≤ x < 70 Rendah 20 18,18%
4. 28 ≤ x < 49 Sangat rendah 0 0%
Total 110 100%
Data di atas menunjukkan tingkat kemandirian dari 110 subjek yang berbeda-
beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga tinggi. Pada kategori rendah didapati
sebesar 18,18%, kategori tinggi sebesar 71,82 % dan kategori sangat tinggi sebesar
10%. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 77,12 dengan standar deviasi sebesar
9,34. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kemandirian mahasiswa yang
tinggal dirumah kost di Salatiga ini berada pada tingkat yang tinggi.
b. Self-esteem
Jumlah item self-esteem yang digunakan sebesar 11 item yang baik, dengan
jenjang skor 1 sampai 4, maka skor minimum 11, skor maksimumnya 44, dengan
range 8,25.
Tabel 2.
Kategorisasi Pengukuran Skala Self-Esteem
Data di atas menunjukkan tingkat self-esteem dari 110 subjek yang berbeda-
beda, mulai dari tingkat rendah hingga sangat tinggi. Pada kategori rendah didapati
sebesar 32,73%, kategori tinggi sebesar 65,45% dan kategori sangat tinggi sebesar
1,82%. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 28,54 dengan standar deviasi sebesar
No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar
deviasi
1. 35,75 ≤ x ≤ 44 Sangat tinggi 2 1,82%
28,54
3,334 2. 27,5 ≤ x < 35,75 Tinggi 72 65,45%
3. 19,25 ≤ x < 27,5 Rendah 36 32,73%
4. 11 ≤ x < 19,25 Sangat rendah 0 0%
Total 110 100%
15
3,334. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat self-esteem mahasiswa yang
tinggal dirumah kost di Salatiga ini berada pada tingkat yang tinggi.
c. Pola asuh otoritatif
Jumlah item pola asuh otoritatif yang digunakan sebesar 27 item yang baik,
dengan jenjang skor 1 sampai 4, maka skor minimum 27, skor maksimumnya 135,
dengan range 27.
Tabel 3
Kriteria Skor pola asuh otoritatif
No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar
deviasi
1. 108 ≤ x ≤ 135 Sangat tinggi 29 26,36%
92,37
19,79
2. 81 ≤ x < 108 Tinggi 51 46,36%
3. 54 ≤ x < 81 Rendah 26 23,64%
4. 27 ≤ x < 54 Sangat
Rendah
4 3,64%
Total 110 100%
Data di atas menunjukkan tingkat pola asuh otoritatif orangtua dari 110 subjek
yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi. Pada kategori
sangat rendah didapati sebesar 3,64%, kategori rendah 23.64% , kategori tinggi sebesar
46,36% dan kategori sangat tinggi 26,36%. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah
92,37 dengan standar deviasi sebesar 19,79. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa
tingkat pola asuh otoritatif orangtua mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga
ini berada pada tingkat yang tinggi.
2. Uji Asumsi
Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari: uji normalitas, uji,
uji linearitas, uji multikolinearitas, dan uji korelasi.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas pada penelitian ini, menggunakan metode Kolmogrov Smirnov.
Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila p>0,05 yang didapat dari hasil analisa
menggunakan program SPSS 16.0. Pada skala kemandirian diperoleh hasil skor sebesar
16
0,940, dengan nilai signifikansi sebesar 0,340 (p >0,05). Pada skala pola asuh otoritatif
memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,697, dengan nilai signifikansi sebasar 0,716 (p >0,05).
Sedangkan pada skala self-esteem memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,338, dengan nilai
signifikansi sebesar 0,056 (p >0,05). Dengan demikian ketiga variabel memiliki
distribusi yang normal.
b. Uji Linearitas
Pada uji linearitas, variabel self-esteem dengan kemandirian, didapatkan nilai F
sebesar 2,968 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), hal ini menunjukkan bahwa
hubungan antara variabel self-esteem dengan kemandirian adalah tidak linear.
Sementara itu hasil uji linearitas pada variabel pola asuh otoritatif dengan kemandirian,
didapatkan nilai F sebesar 1,159, dengan signifikansi 0,295 (p>0,05) hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian adalah
linear.
c. Uji Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas, diperlukan untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara dua atau lebih variabel bebas. Dalam penelitian ini menggunakan metode VIF
(Variance Inflation Factor). Dikatakan tidak terdapat hubungan antara dua atau lebih
variabel bebas apabila nilai VIF < 10. Dari hasil pengujian multikolinearitas, didapatkan
hasil bahwa nilai VIF = 1,008, ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara dua
variabel bebas dalam penelitian ini. Pengujian multikolinearitas, terdapat pada tabel di
bawah ini.
d. Uji Korelasi
Pengujian korelasi digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
variabel bebas dengan variabel tergantung. Dalam penelitian ini menggunakan metode
17
korelasi pearson. Dikatakan terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel
tergantung apabila nilai signifikan (p <0,05). Dari hasil pengujian korelasi pearson,
didapatkan bahwa hasil uji korelasi antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian,
sebesar -0,345, dengan nilai signifikansi 0,000 (p <0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
ada hubungan yang negatif antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian. Sedangkan
untuk variabel self-esteem dengan kemandirian didapatkan hasil koefisien korelasi
sebesar 0,388 dengan nilai signifikan 0,000 (p< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang positif antara self-esteem dengan kemandirian.
3. Uji Regresi
Pengujian regresi, diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
suatu variabel terhadap variabel lain. Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel bebas,
dan satu variabel tergantung. Kedua variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel
tergantung, dengan nilai R sebesar 0,544, dan signifikansi 0,000 (p <0,05). Pengujian
regresi tiga variabel tertera dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4
Uji regresi pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian:
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .544a .296 .283 7.907
Predictors: (Constant), self_asteem, pola_asuh
ANOVAa
Model Sum of Squares
Df Mean Square F Sig.
1
Regression 2815.185 2 1407.592 22.512 .000b
Residual 6690.279 107 62.526
Total 9505.464 109 a. Dependent Variable: kemandirian
b. Predictors: (Constant), self_esteem, pola_asuh
18
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 60.073 7.166 8.383 .000
pola_asuh -.181 .038 -.384 -4.711 .000
self_esteem 1.183 .228 .422 5.187 .000
a. Dependent Variable: kemandirian
Dari hasil uji regresi pola asuh otoritatif dan self-esteem dengan kemandirian,
secara bersama-sama pola asuh otoritatif dengan self-esteem dapat digunakan sebagai
prediktor kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga, didapatkan
nilai adjusted R square sebesar 0,283 (28,3%). Nilai beta dari variabel pola asuh
otoritatif sebesar -0,384. Dengan signifikansi sebesar 0,000 (p< 0,05) dan nilai beta
variabel self-esteem sebesar 0,422, dengan signifikansi 0,000 (p< 0,05).
Bedasarkan data diatas, maka model persamaan linear berganda, Y =
α+β1X1+β2X2, maka persamaan persamaan regresi linear, yaitu
Y = 60,073 – 0,384X1+0,422X2.
Keterangan:
1. Konstanta sebesar 60,073 mengandung arti bahwa jika variabel independen
dianggap konstan, maka nilai kemandirian sebesar 60,073. Hal ini dapat diartikan
bahwa tingkat kemandirian mahasiswa yang tinggal di tempat kos tinggi.
2. Koefisien regresi pola asuh otoritatif sebesar -0,384, memberi pemahaman bahwa
semakin tinggi tingkat pola asuh otoritatif maka akan berdampak pada menurunnya
tingkat kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga.
3. Koefisien regresi self-esteem sebesar 0,422, memberi pemahaman bahwa semakin
tinggi tingkat self-esteem maka akan berdampak pada meningkatnya kemandirian
mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga.
19
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini, ditemukan bahwa secara
simultan terdapat pengaruh antara pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap
kemandirian. Besarnya pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap
kemandirian, tercermin dalam nilai adjusted R Square (R²) sebesar 0,283, yang
menjelaskan bahwa sebesar 28,3% dari total varians kemandirian mahasiswa yang
tinggal dirumah kost di Salatiga dapat dijelaskan secara simultan oleh pola asuh
otoritatif dan self-esteem. Lebih lanjut hasil temuan ini didukung oleh, nilai Fhitung
sebesar 22,512, dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Maka hipotesis
yang menyatakan bahwa pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai prediktor
kemandirian diterima.
Self-Esteem merupakan salah satu faktor yang berpengaruh signifikan terhadap
kemandirian mahasiswa. Hal ini terbukti dari uji pada tabel 4 (β = 0,422), dengan
nilai signifikansi sebesar 0.000 (p<0,05), dan ternyata self-esteem memberi pengaruh
yang lebih besar dari pola asuh otoritatif. Ini berarti bahwa self-esteem dapat
dijadikan sebagai prediktor kemandirian mahasiswa. Maka hipotesis yang
menyatakan bahwa ada pengaruh self-esteem dengan kemandirian diterima. Hal ini
sesuai dengan pendapat Buss (dalam Handiati, 1991), bahwa individu yang memiliki
harga diri yang tinggi akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena
individu tersebut lebih meniliki kemantapan diri, kebebasan dan bertanggung jawab,
sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah akan merasa mudah cemas
dan depresi. Pentingnya peranan self-esteem (harga diri), adalah bahwa setiap orang
memerlukan harga diri, berapapun usia, jenis kelamin, latar belakang budaya, atau
arah serta pekerjaan dalam hidupnya.
20
Harga diri hampir mempengaruhi setiap segi kehidupan (Clemes, Bean, dan
Clarck, 1995). Menurut penelitian Royani (2009), self-esteem (harga diri) merupakan
hal yang paling krusial didalam hidup setiap manusia, tanpa terkecuali, dan self
esteem ini tidak dapat dilepaskan dari identitas diri. Identitas diri yang jelas akan
menghantar individu untuk menghargai dirinya secara tepat pula. Individu yang
memiliki harga diri (self-esteem) yang tinggi, akan dapat bertindak mandiri.
Pentingnya memiliki self esteem yang positif, secara khusus dalam diri remaja ini
terkait dengan kehidupan remaja itu sendiri, dimana remaja sudah mulai membaur
dalam masyarakat yang lebih luas. Sangat berbahaya bila remaja tidak memiliki self
esteem yang positif, mereka akan mudah terbawa oleh pengaruh dari masyarakat
yang negatif, karena mereka yang memiliki self-esteem yang negatif tidak mampu
mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya, mereka kerap kali dikontrol oleh
lingkungannya.
Bagi mahasiswa yang tinggal di tempat kost, mereka dihadapkan dalam situasi
dimana mereka berada jauh dari orangtua, dan harus dapat melakukan segala
aktivitas sendiri secara mandiri seperti mulai dari: memilih teman, memilih mata
kuliah apa yang hendak diambil, memecahkan masalah secara mandiri, mengambil
sutu keputusan secara mandiri, dan sebagainya. Bagi mereka yang mempunyai harga
diri yang tinggi, mereka akan dapat bertindak mandiri. Hal ini sesuai dengan
pendapat Clemes, Bean, dan Clark (1995), bahwa salah satu ciri individu yang
memiliki harga diri yang tinggi, mereka dapat bertindak mandiri, ia akan membuat
pilihan dan mengambil keputusan tentang masalah seperti pemanfaatan waktu, uang,
pekerjaan, pakaian, dan lain-lain dan ia akan mencari teman dan kesenangannya
sendiri.
21
Sementara itu, berdasarkan hasil penghitungan uji regresi self-esteem dengan
kemandirian, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara self-esteem
dengan kemandirian. Dengan nilai beta sebesar 0,422, dan nilai signifikan sebesar
0,000 (p <0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara self-
esteem dengan kenandirian, artinya semakin tinggi tingkat self-esteem, maka semakin
tinggi pula tingkat kemandiriannya, begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat
self-esteem maka semakin rendah pula tingkat kemandiriannya. Hasil penelitian ini,
sesuai dengan hasil penelitian Dickstein dan Hardy (1979) yang meneliti hubungan
antara self-esteem, kemandirian, dan perilaku moral pada mahasiswa laki-laki dan
perempuan, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara self-esteem
dengan kemandirian, dengan nilai korelasi sebesar 0,43, dengan nilai signifikansi
(p<0,01). Selanjutnya hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Handiati
(1991), yang meneliti hubungan antara harga diri dengan kemandirian remaja pada
SMA Kristen YSKI dan SMA Nasional Karangturi Semarang, menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara harga diri dengan kemandirian dengan nilai
korelasi sebebesar 0,598, dan nilai signifikansi (p<0,01).
Selain self-esteem, pola asuh otoritatif juga berpengaruh terhadap kemandirian
mahasiswa. Hasil uji t pada tabel 4, memperlihatkan bahwa pola asuh memberi
pengaruh yang lebih kecil dari self-esteem (β = -0,384), hal ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang negatif antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian,
artinya semakin tinggi tingkat pola asuh otoritatif, maka semakin rendah tingkat
kemandiriannya, begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat pola asuh otoritatif,
maka semakin tinggi tingkat kemandiriannya. Mengingat ternyata hasil penelitian ini
menemukan adanya korelasi yang sifatnya negatif, maka hipotesis yang menyatakan
22
ada pengaruh positif antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian ditolak. Hasil
penelitian ini tidak mendukung pendapat Baumrind (dalam Turner, Chander, dan
Heffer, 2009) yang menyatakan bahwa pola asuh yang dapat mendorong
kemandirian adalah pola asuh otoritatif (authoritative parenting), karena dalam pola
asuh ini terdapat beberapa ciri, dan salah satunya yaitu mendorong kemandirian.
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan pendapat Lestari, Susanti dan Indrayani,
(2012) yang menyatakan bahwa pola asuh otoritatif merupakan pola asuh yang
paling tepat diterapkan oleh orangtua demi meningkatkan kemandirian remaja.
Dalam penelitian ini, justru ditemukan bahwa pola asuh otoritatif menurunkan
tingkat kemandirian remaja.
Dalam penelitian ini, didapatkan nilai beta untuk variabel pola asuh otoritatif
sebesar -0,384, dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05). Adanya korelasi negatif
antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian, mungkin disebabkan karena orangtua
authoritative dicirikan dengan tingginya tingkat dukungan dan kedekatan emosional
(Yaffe, 2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Golonka (2013), yang meneliti tentang hubungan antara pola asuh orangtua,
komunikasi elektronik antara orangtua-anak, dan perkembangan kemandirian dan
penyesuaian diri mahasiswa, menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara
pola asuh authoritative dengan kemandirian emosi pada mahasiswa, karena
mahasiswa dengan orangtua otoritatif memiliki kesempatan lebih untuk merasa
sangat dekat, merasa nyaman, dan bergantung pada orangtua yang berperilaku
mendukung secara emosional, yang dapat menurunkan keinginan mahasiswa untuk
memisahkan diri dari orangtua dimasa dewasa, sebagai hasilnya terjadi penurunan
kemandirian emosional. Begitu pula dengan mahasiswa yang tinggal ditempat kost,
23
dimana ia dihadapkan pada situasi dimana ia berada jauh dari kedua orangtuanya, ia
harus dapat memecahkan masalah yang dialaminya secara mandiri, dan harus dapat
menentukan dan memilih apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Dengan adanya
kedekatan emosional antara anak dengan orangtua, maka ia merasa nyaman dengan
orangtua, dan selalu bergantung pada orangtua yang berperilaku mendukung secara
emosional, yang dapat menurunkan keinginan anak untuk memisahkan diri dari
orangtua, dan pada akhirnya menurunkan tingkat kemandirian anak.
Berdasarkan hasil uji regresi pola asuh otoritatif dan self-esteem dengan
kemandirian, didapatkan jumlah sumbangan relatif dari kedua variabel bebas pola
asuh otoritatif (X1) dan self-esteem (X2), sebesar 0,283 (28,3%). Hal ini
menunjukkan bahwa kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga
dipengaruhi oleh pola asuh otoritatif dan self-esteem. Sedangkan sisanya 71,7%
dipengaruhi oleh faktor lain, seperti: latar belakang budaya, jumlah anak dalam
keluarga, tingkat pendidikan ibu, dan status pekerjaan ibu (Soetjiningsih, 1993).
Penelitian ini, tentunya memiliki kelemahan, yaitu: menurut peneliti kelemahan
penelitian ini adalah saat pelaporan jumlah populasi, peneliti sudah mengidentifikasi
populasi yang berasal dari luar kota Salatiga sebagai anak kost, padahal belum tentu
mereka anak kost.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai
prediktor kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
24
a) Ada pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian mahasiswa.
Dengan kata lain pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai prediktor kemandirian
mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga.
b) Ada pengaruh yang negatif antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian
mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga, semakin tinggi pola asuh
otoritatif, maka semakin rendah kemandiriannya. Begitu juga sebaliknya, semakin
rendah tingkat pola asuh otoritatif, maka semakin tinggi tingkat kemandiriannya.
c) Ada pengaruh yang positif antara self-esteem dengan kemandirian, semakin tinggi
tingkat self-esteem maka semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya. Begitu juga
sebaliknya, semakin rendah tingkat self-esteem, maka semakin rendah pula tingkat
kemandiriannya.
d) Besarnya sumbangan efektif pola asuh otoritatif dan self-esteem sebesar 28,3%.
Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif dan self-esteem merupakan faktor
yang cukup besar memengaruhi kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost
di Salatiga.
e) Sebagian besar subjek (71,82%) memiliki tingkat kemandirian berada pada kategori
tinggi, sebagian subjek (65,45%) memiliki tingkat self-esteem berada pada kategori
tinggi, dan sebagian besar subjek (46,36%) memiliki tingkat pola asuh otoritatif
yang tinggi.
Saran
Dengan demikian, maka para mahasiswa diharapkan agar tetap mengembangkan
self-esteem yang positif untuk dapat bertindak lebih mandiri, bertanggung jawab,
dapat lebih mengahargai usaha dan prestasinya, serta tidak mudah terpengaruh oleh
hal-hal yang lain yang ada disekitarnya. Bagi para orangtua, orangtua perlu
25
memberikan kebebasan yang bertanggungjawab pada anak sejak kecil, agar saat anak
tumbuh dewasa ia dapat mengurus dirinya sendiri dan dapat bertindak mandiri. Bagi
peneliti selanjutnya penelitian ini masih sangat terbatas, karena hanya meneliti
pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian mahasiswa yang
tinggal dirumah kost di Salatiga. Peneliti selajutnya dapat meneliti lebih lanjut
dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan, sehingga
terungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian, seperti: faktor jenis
kelamin, sistem pendidikan disekolah, sistem kehidupan dimasyarakat, jumlah anak
dalam keluarga, dan kecedasan. Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam
penelitian ini terdapat kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis seperti:
saat pelaporan jumlah populasi, peneliti sudah mengidentifikasi populasi yang
berasal dari luar kota Salatiga sebagai anak kost, padahal belum tentu mereka anak
kost.
26
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., & Ashori, M. (2012). Psikologi remaja: perkembangan peserta didik.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Arifin, A.S. (2009). Kemandirian dalam pengambilan keputusan pada mahasiswa
kost ditinjau dari komunikasi dengan orangtua. Skripsi (tidak diterbitkan).
Diunduh pada 7 Mei 2013, dari
http://eprints.unika.ac.id/2507/1/02.40.0202_Arrest_Setyanto_Arifin.pdf
Azwar, S. (1997). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Baumrind, D. (1966). Effects of authoritative parental control on child behavior.
Child Development, 37, 887-908. Retrieved May 2, 2013, from
http://web.b.ebscohost.com
Clemes, H., Bean, R., & Clarck A. (1995). Bagaimana meningkatkan harga diri
remaja. Jakarta: Binarupa Aksara.
Dickstein, E.B., & Hardy, B.W. (1979). Self-esteem, autonomy, and moral behavior
in college men and woman. Journal Of Genetic Psychology, 134, 51-55.
Retrieved May 05, 2013, from www.ebscohost.com.
Garcia, F., & Gracia, E. (2009). Is always authoritative the optimum parenting style?
evidence from spanish families. Adolescence, 44 (173), 101-131. Retrieved
June 12, 2013, from http://www.uv.es/garpe/C_/A_/C_A_0037.pdf
Goeritno, H., & Anggita, I.A. (2006). Kemandirian wanita dan sikap terhadap
kekerasan dalam berpacaran. Psikodemensia. vol. 5, no. 1, (17-26). Diunduh
pada 29 Mei 2013, dari
http://eprints.unika.ac.id/3414/1/kemandirian_awanita.pdf.
Golonka, M.M (2013). Keep touching: relationship between parenting style, parent-
child electronic communication and the developing autonomy and adjustment
of college student Doctoral disertation (unpublished). Retrieved September
28, 2014 from http://dukespace.lib.duke.edu
Handiati. (1991). Hubungan antara harga diri dengan kemandirian pada remaja di
SMA kristen YSKI Dan SMA nasional karangturi Semarang. Skripsi (tidak
diterbitkan). Diunduh pada tanggal 16 September 2013, dari
http://eprints.unika.ac.id/11721/
Lesatari, S.B., Susanti, S., & Indriyani, S. (2013). Hubungan antara pola asuh
otoritatif dengan kemandirian pada siswa kelas XI jurusan akuntansi SMKN
12 Jakarta. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 1 (2), 54-69. Diunduh pada
tanggal 24 September 2013, dari www.jpeb.net
27
Manoppo, N.O. (2012). Kemandirian anak tunggal ditinjau dari pola asuh
demokratis. Skripsi (tidak diterbitkan). Diunduh pada 24 Mei 2013, dari
http://eprints.unika.ac.id/4258/
Monks, F.J. (1999). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Nazir, M. (1985). Metode penelitian. Ghalia Indonesia
Pancariatno, Sunu. (2009). Hubungan pola asuh anak yang ditinggal orangtuanya
dan harga diri dengan kemandirian siswa SMP negeri di wilayah kecamatan
Pabelan kabupaten semarang Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi (tidak
diterbitkan). Diunduh tanggal 9 November 2013, dari
http://lib.unnes.ac.id/view/creators/SUNU_PANCARIATNO=
3A1103506087_=3A=3A.html
Robinson, C.C., Mandleco. B., Olsen, S.F., & Hart, C.H. (1995). Authoritative,
authoritarian, and permissive parenting practices: development of a new
measure. Psychological Reports, 77, 817-830. Retreived May 23 2014, from
www.researchgate.net
Royani, I. (2009). Pengaruh dukungan sosial orangtua dan monitoring orangtua
terhadap self-esteem remaja awal: studi pada SMP pangudi luhur, salatiga.
Thesis (tidak diterbitkan). Fakultas psikologi: Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga.
Santrock. J. W. (2002). Life-span development: perkembangan masa hidup (edisi
kelima). Jakarta: Erlangga
Soetjiningsih, C.H. (1993). Kemandirian remaja suku jawa dan cina ditinjau dari
tahapan perkembangannya Dan Tingkat Pendidikan Ibu. Laporan Penelitian.
Salatiga: Fakultas Psikologi: Universitas Kristen Satya Wacana.
Steinberg, L. (1993). Adolescence (edisi ketiga). New York: McGraw-Hill, Inc.
Syamsu, Yusuf. (2004). Psikologi anak dan remaja. Bandung: Rosdakarya.
Sugiyono. (2004). Metode penelitian bisnis. Alfabeta, CV. Bandung
________ (2010). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif & RND. Bandung:
Alfabeta.
Tafarodi, R.W., & Jr, Swann, W.B. (2001). Two dimensional self-esteem: theory
and measurement. Personality and Individual Differences, 31, 653-673.
Retrieved November 8, 2013, from
www.psych.utoronto.ca/~tafarodi/Papers/PID01.pdf
28
Turner, E.A., Chandler, M., Heffer, R.W. (2009). The influence of parenting styles,
achievement motivation, and self-efficacy on academic performance in college
students. Journal of College Student Development, 50, 337-346. Retrieved
September 10, 2014 from
http://www.selfdeterminationtheory.org/SDT/documents/2009_TurnerChandle
retal_JCSD.pdf
Umar, D.P. (2009). Studi deskriptif mengenai self-efficacy pada mahasiswa/i double
degree di universitas “x” kota Bandung. Skripsi (tidak diterbitkan). Diunduh
dari http://repository.maranatha.edu/4964/
Walgito, B. (1982). Bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Yogyakarta:
Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Widiana, A. A., & Nugraheni, H. (2008). Hubungan antara pola asuh demokratis
dengan kemandirian pada remaja. Psikohumanika, 1, 1-11. Diunduh pada 5
Mei 2013, dari
http://setiabudi.ac.id/jurnalpsikologi/images/files/JURNAL%202.pdf
Yaffe, Y. (2014). Corporal punishment as a parental practice and anxiety in are-
adolescent children. Journal of Social Science Studies 1 (2), 13-31. Retreived
September 28, 2014 from http://dx.doi.org/10.5296/jsss.v1i2.5099