pokok pikiran
DESCRIPTION
pTRANSCRIPT
POKOK-POKOK PIKIRAN
Kompilasi Hujjah Syar’iyyah (Qowaid Ushuliyah) Tentang Ekonomi Syariah
Oleh : Dr. A. Munif Suratmaputra
a. Ada dua kaidah, qawaid ushuliyah dan qawaid fiqhiyyah.
Keduanya sangat penting terkait dengan masail fiqhiyyah,
qawaid ushuliyyah bertujuan untuk menggali hukum dari
sumbernya atau memnculkan hukum baru yang memang belum
ada sama sekali. Qawaid fiqhiyyah untuk mengikat tidak untuk
‘adilah istinbath as yar’iyyah (hujjah) untuk memperkuat agar
mudah mencerna dan memahaminya.
b. Adanya macam-macam model dan bentuk transaksi moderen
yang banyak bermunculan dan belum ada penegasan hukumnya
di dalam al Qur’an dan hadis termasuk hukum Islam kategori
fikih. Islam meletakkan prinsip-prinsip umum yang dapat
dijadikan pedoman oleh ahlu al dzikri (fuqaha yang memenuhi
kualifikasi mujtahid) untuk menentukan hukum masalah-
masalah baru sesuai tuntutan zaman.
c. Mujtahid/ faqih harus menguasai ushul fikih yang merupakan
alat berijtihad dalam bidang ibadah, muamalat, munakhat,
jinayat, hukum dan lain-lain sesuai kebutuhan.
d. Beberapa dalil atau kaidah ushul fikih yang dapt dijaikn acauan
dalam ekonomi syariah seperti istishlah/masalah mursalah,
istihsan, istishab, sadzudazri’ah dan ‘urf. Diantara dalil/kaidah
yang banyak dipakai oleh kalangan Malikiyah dan Hanabilah
adalah maslahah mursalah, dalil ini menerima adanya prinsip
perdagangan bebas dengan aturan yang adil. Contoh hal ini kita
dapat menetapkan kehalalan transaksi lewat ATM, Kartu Kredit,
melakukan inovasi di bidang transaksi bisnis. Pencetakan uang
oleh pemerintah melalui bank sentral, memberi subsidi kepada
yang tidak mampu dari kas baitulmal hal ini dilakukan oleh
Umar bin Abdul Aziz.
e. Dalil/kaidah selanjutnya adalah Istihsan yang berarti beramal
berdasarkan dalil yang paling kuat. Diantara dua dalil yang ada,
atau berpedoman dengan maslahat yang bersifat parsial yang
berhadapan dengan dalil yang bersifat umum. Masalah fikih
yang diterapkan berdasarkan istihsan diantarnaya kehalal ba’i
salam dan Ba’i Arayya (menjual kurma basah dengan kurma
kering, kehalalan mandi di tempatumum dengan karcis,
membayar memancing di tempat pemancingan dan lain-lain.
f. Kemudian dikenal adanya Istishab yaitu menghukumi sesuatu
berdasarkan hukum-hukum semula disebabkan tidak ada dalil
yang mengubahnya kemudian muncul kaidah al ashlu fil asya’a
al ibahah, oleh karenanya segala macam bentuk atau alat
transaksi baru yang tidak ada hukumnya di dalam al Qur’an
atau sunnah dapat dibenarkan/dihukumi halal dengan catatan
tidak mengandung salah satu unsur yang jelas-jelas dilarang
oleh Islam.
g. Prinsip Sadzzudari’ah menutup sarana yang membawa
kemungkinan terjadinya hal yang dilarang atau diharamkan,
kaidah ini dapat diajdikan dalil yang berhubungan dengan
ekonomi syariah. Sedangkan ‘urf adalah hal-hal baik yang
menjadi kebiasaan berlaku dan diterima secara umum serta
tidak berlawanan dengan prinsi-prinsip syariah. Penggunaan
kaidah ini sangat sedikit digunakan oleh para Imam Madzhab
tetapi dapat digunakan penerapannya dalam bidang Ekonomi
Islam. Imam Malik menganggap ba’i ajal, ba’i inah diharamkan
karena akan menjadi sarana untuk sesuatu yang dilarang yaitu
riba, sementara Imam Abu Hanifah membolehkan karena beliau
berpendapat pembeli baru dapat memiliki secara penuh jika
telah melunasi. Syafi’I mengganggap juali beli keduanya sah,
dengan alasan sesutu yang belum dijadikan fatwa sah
hukumnya.
h. Dalam upaya menegmbangkan ekonomi syariah kita bebas
memilih beberapa dalil atau kaidah yang diperselisihkan oleh
fuqaha dan ushuliyah, tentu yang sesuai dengan kemaslahatan
dan tuntutan zaman.
i. Selain kaidah di atas ada kaidah isti’arah, produk terbuat dari
yang halal dan haram ketika telah berubah bentuk maka dapat
menjadi halal tetapi Imam lainnya memilih tetap menjadi haram.