pluralisme sebagai sistem sosial dan sistem budaya indonesia

3
PLURALISME SEBAGAI SISTEM SOSIAL DAN BUDAYA INDONESIA Oleh Irawan Gejala/tindakan apa pun tidak secara empiris diskrit, terpisah, berlainan, berciri dan berdiri sendiri-sendiri, tetapi terjadi dalam suatu konstelasi atau kumpulan yang disebut dengan sistem. Ada tiga sistem yang berhubungan dengan suatu gejala/tindakan yaitu sistem personalitas, sistem sosial dan sistem budaya (Parsons dan Shils, dalam Alexander dan Seidman, 1994: 39). Pluralisme adalah gejala, situasi dan keadaan suatu masyarakat yang majemuk atau paham (perilaku/tindakan) yang meyakini bahwa kenyataan/kebenaran itu tidak tunggal tetapi banyak dan beragam. Sebagai suatu gejala/keadaan/perilaku/tindakan, maka pluralisme pun bukanlah sesuatu yang secara empiris terpisah dari gejala/ keadaan/ perilaku/ tindakan yang lain. Gejala/ paham pluralisme terjadi/ terealisasikan/ terorganisir/ terkumpul dalam/ melalui suatu sistem. Jika Parsons dan Shils mengatakan ada tiga sistem yang berhubungan dengan suatu gejala, maka pluralisme pun setidaknya berhubungan dengan tiga sistem, yaitu individu/personal, sosial dan budaya itu sendiri. Sistem individu itu tersusun atas serangkaian tindakan yang motivasinya sedemikian rupa terorganisir sebagai organisme yang hidup, the living organism. Sosial sistem adalah tindakan individu yang pelbagai motivasinya sedemikian rupa terorganisir dalam suatu relasi antara individu satu dengan individu lain. Sistem budaya adalah sekumpulan pola simbolis yang diciptakan oleh individu lalu dipancarkan dalam berbagai

Upload: awan-syah

Post on 27-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pluralisme Sebagai Sistem Sosial Dan Sistem Budaya Indonesia

PLURALISME SEBAGAI SISTEM SOSIAL DAN BUDAYA INDONESIA

Oleh Irawan

Gejala/tindakan apa pun tidak secara empiris diskrit, terpisah, berlainan, berciri dan

berdiri sendiri-sendiri, tetapi terjadi dalam suatu konstelasi atau kumpulan yang disebut

dengan sistem. Ada tiga sistem yang berhubungan dengan suatu gejala/tindakan yaitu sistem

personalitas, sistem sosial dan sistem budaya (Parsons dan Shils, dalam Alexander dan

Seidman, 1994: 39). Pluralisme adalah gejala, situasi dan keadaan suatu masyarakat yang

majemuk atau paham (perilaku/tindakan) yang meyakini bahwa kenyataan/kebenaran itu

tidak tunggal tetapi banyak dan beragam. Sebagai suatu gejala/keadaan/perilaku/tindakan,

maka pluralisme pun bukanlah sesuatu yang secara empiris terpisah dari gejala/ keadaan/

perilaku/ tindakan yang lain. Gejala/ paham pluralisme terjadi/ terealisasikan/ terorganisir/

terkumpul dalam/ melalui suatu sistem. Jika Parsons dan Shils mengatakan ada tiga sistem

yang berhubungan dengan suatu gejala, maka pluralisme pun setidaknya berhubungan dengan

tiga sistem, yaitu individu/personal, sosial dan budaya itu sendiri. Sistem individu itu

tersusun atas serangkaian tindakan yang motivasinya sedemikian rupa terorganisir sebagai

organisme yang hidup, the living organism. Sosial sistem adalah tindakan individu yang

pelbagai motivasinya sedemikian rupa terorganisir dalam suatu relasi antara individu satu

dengan individu lain. Sistem budaya adalah sekumpulan pola simbolis yang diciptakan oleh

individu lalu dipancarkan dalam berbagai sistem individu dan sistem sosial melalui

pembelajaran dan difusi (penyebaran pengetahuan).

Dalam konteks Indonesia, pluralisme terwakili dalam konsep bhineka dan terumuskan

dalam semboyan (cita-cita) Bhineka Tunggal Ika (Tim Jurusan Sosiologi UT, 2006: 1.9). Ke-

bhineka-an (pluralisme) Indonesia adalah suatu sistem yang di dalam tergabung sistem ke-

bhineka-an individu-warga Indonesia, sistem ke-bhineka-an sosial-masyarakat Indonesia dan

sistem ke-bhineka-an budaya-bangsa Indonesia. Sistem ke-bhineka-an individu-warga

Indonesia menghadirkan sejumlah keanekaan keyakinan, motivasi, sikap, cara pandang,

mental, pola pikir, pengetahuan serta tindakan individu lainnya. Sistem ke-bhineka-an sosial-

masyarakat Indonesia menghadirkan sejumlah keanekaan status/ kedudukan, pekerjaan/

profesi, hobby, organisasi, partai politik, geografis, keluarga, asal-usul, komunitas dan

lembaga/media interaksi sosial lainnya. Sistem ke-bhineka-an budaya-bangsa Indonesia

menghadirkan keragaman tradisi, adat istiadat, suku, ras, bahasa, etnis, kesenian, artefak,

nilai dan pola simbolis kebudayaan lainnya. Berarti, dalam rangka menanamkan maupun

menyelesaikan persoalan-persoalan pluralisme di Indonesia, ketiga sistem Parsons dan Shils

Page 2: Pluralisme Sebagai Sistem Sosial Dan Sistem Budaya Indonesia

di atas harus dikerjakan secara tuntas. Kasus-kasus kekerasan, intoleransi, radikalisme,

konflik berkepanjangan dan terorisme yang terjadi di Indonesia tidak bisa dibebankan kepada

para ulama/pendeta/pastor/biksu/tetua adat/polisi saja, tetapi menuntut keterlibatan baik

individu, masyarakat, pemerintah (seluruh elemen bangsa) secara bersama-sama, sebagai satu

kesatuan sistem pluralisme dalam individu, sosial dan budaya.

Satu kesatuan sistem itu termanifestasikan dalam semboyan tunggal ika, yakni satu

tujuan; kehendak/cita-cita bersama, common will (Tim Jurusan Sosiologi UT, 2006: 1.9).

Mengapa dulu, Nusantara yang berbeda-beda suku, bangsa, bahasa, dan tanah air itu pernah

bersatu? Jawabannya hanya satu, karena ada tujuan/kehendak/cita-cita bersama yang

jumlahnya juga satu, yaitu meraih kemerdekaan secara bersama-sama. Sekarang setelah

menjadi Indonesia, tujuan/kehendak/cita-cita (kemerdekaan, keselamatan dan kesejahteraan/

welfare state) itu tidak dilakukan dan tidak dinikmati bersama-sama. Hanya sebagian besar

elit/daerah saja yang melakukan peningkatan dan menikmati kesejahteraan itu. Jika kesatuan

(ke-tunggalika-an) sistemik cita-cita, kehendak dan tujuan itu tidak dibangun kembali bahkan

cenderung dikhianati, maka semboyan Bhineka Tunggal Ika itu hanyalah cita-cita simbolis

yang tidak akan pernah ternikmati oleh bangsa Indonesia tetapi boleh jadi justru dinikmati

oleh bangsa lain.

Bandung, 05-03-13