pli-yanita riri kumalasari (tahu)

Upload: yanitak

Post on 07-Jul-2015

481 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan industri rakyat, yang sampai saat ini masih banyak yang berbentuk usaha perumahan atau industri rumah tangga. Walaupun sebagai industri rumah tangga dengan modal kecil, industri ini memberikan sumbangan perekonomian negara dan menyediakan banyak lapangan kerja. Namun pada sisi lain industri ini menghasilkan limbah yang sangat berpotensi merusak lingkungan. Mayoritas limbah yang dihasilkan oleh industri tahu merupakan limbah organik yang degradable atau mudah diuraikan oleh mikroorganisme secara alamiah. Namun karena sebagian besar pemrakarsa yang bergerak dalam industri tahu adalah orang-orang yang hanya mempunyai modal terbatas, maka perhatian terhadap pengolahan limbah industri tersebut sangat kecil, dan bahkan ada beberapa industri tahu yang tidak mengolah limbahnya sama sekali dan langsung dibuang ke lingkungan. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan dan harus mendapat perhatian yang serius. Pengolahan limbah cair industri tahu sampai saat ini mayoritas baru menampung limbah cair kemudian didiamkan beberapa saat lalu dibuang ke sungai. Cara ini memerlukan kapasitas penampungan limbah cair yang sangat besar. Terlebih lagi apabila industri tahu tersebut memiliki kapasistas cukup besar, yang akan menghasilkan limbah cair industri tahu dalam jumlah besar. Karakteristik limbah cair tahu mempunyai kandungan protein, lemak, dan karbohidrat atau senyawa-senyawa organik yang cukup tinggi. Limbah dengan karakteristik ini jika dibuang langsung ke lingkungan dapat menimbulkan pencemaran dan menurunkan daya dukung lingkungan, sehingga limbah industri tahu tersebut harus diolah sesuai dengan karakteristiknya sebelum dibuang ke lingkungan. Senyawa-senyawa organik itu bila diuraikan baik secara aerob maupun anaerob akan menghasilkan gas metana (CH4), karbondioksida (CO2), gas-gas lain dan air. Gas metana (CH4) merupakan produk akhir pada pengolahan secara anaerob, gas ini merupakan bahan dasar pembuatan biogas. Biogas memiliki ciri tidak berbau, tidak1

berwarna, dan sangat mudah terbakar. Biogas dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi, sehingga apabila biogas ini dapat ditangkap dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sebagai bahan bakar, lebih baik pengolahan dilakukan secara anaerob. Dengan pengolahan limbah tahu yang sesuai, diharapkan masyarakat dapat terjaga kesehatan lingkungannya terutama dari sumber-sumber air yang tercemar dan bau busuk yang ditimbulkan. Di samping itu juga dapat memanfaatkan biogas yang dihasilkan sebagai alternatif bahan bakar yang dapat digunakan untuk kebutuhannya sehari-hari. Bagi Pengusaha terutama industri kecil pengolah tahu, dapat mengurangi biaya produksi dengan memanfaatkan limbah tahu sebagai biogas. Dengan demikian harga jual tahu tidak terlalu tinggi, dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Bagi Pemerintah dapat turut membantu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, dengan semakin berkembangnya kuantitas maupun kualitas industri pengolahan tahu di wilayahnya. Bagi Institusi, hasil dari kegiatan penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan pengabdian pada masyarakat. 1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui limbah apa saja yang dihasilkan pada produksi tahu.2. Untuk mengetahui cara pengolahan limbah-limbah tahu yang tepat.

BAB II

2

KONDISI EKSISTING INDUSTRI TAHU

2.1 Bahan Baku Produksi Tahu Umumnya proses pembuatan tahu cukup sederhana dan dengan peralatan tradisional, tahapan-tahapan dalam pembuatannya pun cenderung tidak rumit dengan bahan baku utama yang digunakan adalah kedelai.

Gambar 2.1 Kedelai sebagai Bahan Baku Utama Pembuatan Tahu Selain kedelai, dibutuhkan bahan-bahan pendukung lainnya yang tidak kalah penting seperti penggumpal protein susu. Bahan penggumpal yang biasa digunakan adalah batu tahu (CaSO4), asam cuka (CH3COOH) dan MgSO4. 2.2 Proses Produksi Tahu proses pembuatan tahu pada setiap daerah cenderung tidak sama persis, namun pada prinsipnya prosesnya terdiri dari tahapan-tahapan berikut: 1. Pencucian Kedelai Sebelum kedelai yang telah tersedia diolah menjadi tahu, kedelai tersebut harus melewati tahap pencucian dengan air mengalir. 2. Perendaman Tahap awal pembuatan susu kedelai adalah melakukan perendaman dengan air hangat (temperatur 55oC) selama 1-2 jam. Tujuan perendaman untuk memudahkan penggilingan serta mendapatkan disperse dan suspensi yang lebih baik dari bahan padat kedelai pada waktu penggilingan. 3. Penggilingan3

Pada tahapan ini biji kedelai yang telah direndam kemudian dimasukkan ke dalam alat penggiling dengan ditambah air panas atau air dingin dengan perbandingan satu bagian kedelai yang ditambahkan delapan sampai sepuluh bagian air. Penggilingan dengan air panas bertujuan agar lebih efektif dalam meningkatkan kelarutan protein kedelai.

Gambar 2.2 Proses Penggilingan Kedelai dengan Mesin Penggiling 4. Pemasakan Bubur kedelai yang diperoleh kemudian direbus pada temperatur 100oC-110oC selama 7-14 menit. Dihasilkan emisi partikulat dari pembakaran.

Gambar 2.3 Proses Perebusan 5. Penyaringan Setelah selesai proses perebusan, bubur kedelai diangkat dari tempat merebus ke bak atau tong untuk disaring dengan menggunakan kain kasa. Limbah dari penyaringan berupa ampas tahu.

Gambar 2.4 Proses Penyaringan Ampas Tahu 6. Penggumpalan Dalam proses penggumpalan digunakan bahan penggumpal seperti batu tahu, asam cuka atau MgSO4. Air dari pemerasan bubur kedelai diletakkan di bak

4

kemudian dicampur dengan asam cuka untuk menggumpalkan. Gumpalan atau jonjot putih yang mulai mengendap itulah yang nanti akan dicetak menjadi tahu.

Gambar 2.5 Proses Penggumpalan 7. Pencetakan Pada tahap ini jonjot-jonjot tahu yang telah diendapkan dimasukkan ke dalam alat pencetak yang telah dilapisi dengan kain. Kemudian dibiarkan selama beberapa jam hingga mengeras.

Gambar 2.6 Proses Pencetakan 8. Pemotongan Kemudian tahu yang telah memadat dipotong-potong dengan pisau.

Gambar 2.7 Tahu yang telah dipotong-potong 9. Perendaman

5

Setelah

tahu

dipotong-potong

kemudian

direndam

dengan

air

hangat

bertemperatur 80oC, pada tahap ini juga dapat ditambahkan air kunyit untuk pemberian warna. Proses-proses pembuatan tahu di atas dapat digambarkan dalam diagram seperti di bawah ini:Kotoran bekas cuci

Air

Pencucian Kedelai

Perendaman (Air Hangat 55 C: 1-2 jam)

Penggilingan

Pemasakan (100 C selama 7-14 menit)

Emisi NO2,SO2, CO2, CO dan debu

Penyaringan

Ampas tahu

Penggumpalan

Whey

Pencetakan / Pengerasan

Whey

Pemotongan

Perendaman (Air Hangat 80 C)

Sumber: Srihati, 2004

Tahu Jadi

Gambar 2.8 Proses Pembuatan Tahu

6

BAB III LIMBAH INDUSTRI TAHU

3.1 Karakteristik Limbah Industri Tahu Dari diagram proses pengolahan tahu di atas dapat dilihat, bahwa limbah utama yang dihasilkan adalah air bekas cuci, ampas tahu dan whey. Limbah tersebut terbagi menjadi limbah cair, limbah padat dan pencemar udara. 3.1.1 Limbah Cair Untuk memproduksi 1 ton tahu akan dihasilkan limbah cair sebanyak 3000-5000 liter. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, yang akan mengalami perubahan fisika, kimia, hayati yang akan menyebabkan timbulnya zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat berupa kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu yang di produksi atau pada tubuh manusia. Limbah cair yang dihasilkan berasal dari bekas pencucian kedelai dan whey pada pembuatan tahu. Whey tahu adalah air buangan sisa proses penggumpalan tahu pada waktu pembuatannya. Di dalam whey tahu masih terdapat sisa protein yang tidak menggumpal dan zat-zat lain yang larut air, termasuk lesitin dan ologasakarida. Whey tahu yang tidak dimanfaatkan akan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena membusuknya senyawa-senyawa organik tersebut (Hariyadi, 2002). Berikut pada Tabel 2.1 dijelaskan karakteristik limbah cair tahu di empat kota di Indonesia. Konsentrasi BOD dan COD dari limbah cair tahu sangat tinggi di atas baku mutu yang ditetapkan, bahkan mencapai 50 kalinya. Konsentrasi BOD yang tinggi ini dapat menimbulkan masalah jika langsung dibuang ke lingkungan. Konsentrasi BOD yang tinggi merupakan indikasi tingginya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengolah zat organik, sehingga limbah hasil pengolahan susu harus diolah terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

7

Tabel 3.1 Karakteristik Limbah Cair Tahu di Empat Kota di Indonesia

Sumber: Srihati, 2004

3.1.2

Limbah Padat

Sumber limbah padat berasal dari penyaringan bubur kedelai berupa ampas tahu yang sudah melalui proses pemerasan berkali-kali dengan menyiram air panas sampai tidak mengandung sari lagi. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein, protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak. Ampas tahu juga mengandung unsure-unsur mineral mikro maupun makro, yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983). Di samping memiliki nilai gizi yang baik, ampas tahu juga memiliki antinutrisi berupa asam fitat yang akan mengganggu penyerapan mineral bervalensi 2 terutama Ca, Zn, Co, Mg dan Cu, sehingga penggunaannya untuk unggas harus lebih hati-hati. 3.1.3 Limbah Udara

pada proses produksi tahu, emisi udara dihasilkan pada proses perebusan, dimana proses tersebut menggunakan boiler untuk menciptakan temperatur pemasakan yaitu sekitar (100oC- 110oC). Proses tersebut menggunakan kayu atau arang sebagai bahan bakar, dari proses pembakaran tersebut mungkin diemisikan gas pencemar seperti CO2, CO, NO2, SO2, dan debu.

8

Limbah udara berupa gas metan dan bau akan timbul apabila limbah tahu ditumpuk dan tidak mengalami pengolahan secara benar. Namun bobot pencemaran udara ini tergolong kecil karena pencemaran gas yang timbul tergolong kecil. 3.2 Baku Mutu Limbah untuk Industri Tahu 3.2.1 Baku Mutu Limbah Cair Baku mutu yang berlaku untuk limbah cair industri tahu adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP_51/MENLH/10/1995 mengenai Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. Untuk Industri tahu karena tidak ditetapkan secara spesifik maka yang berlaku adalah Baku Mutu Limbah Cair untuk Kegiatan Industri secara umum pada Lampiran C. Tabel 3.2 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Tahu

Sumber: KepMen LH no 51 tahun 1995 9

3.2.1 Baku Mutu Limbah Padat Belum ada baku mutu limbah padat untuk industri tahu. 3.2.2 Baku Mutu Limbah Udara Baku mutu emisi untuk sumber tidak bergerak yang berlaku adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-13/MENLH/10/1995 mengenai Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. Untuk Industri tahu karena tidak ditetapkan secara spesifik maka yang berlaku adalah Baku Mutu Emisi untuk jenis kegiatan lain seperti pada Tabel 2.3. Tabel 3.3 Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak

Sumber: KepMen LH no 13 tahun 1995

10

BAB IV SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI TAHU4.1 Limbah Cair Limbah industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila langsung dibuang ke sungai akan menyebabkan pencemaran sungai. Bila dibiarkan limbah cair tersebut akan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk, bau busuk ini akan mengakibatkan sakit pernafasan. Namun apabila dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan dapat mengakibatkan penyakit gatal, diare dan penyakit-penyakit bawaan air lainnya. Dari karakteristik limbah cair industri tahu yang telah disebutkan pada Bab 3, terdapat beberapa parameter yang berada diatas baku mutu Kepmen LH no 51 tahun 1995, yaitu konsentrasi BOD, COD, NH3-N, TSS, dan pH. Parameter-parameter yang berada di atas baku mutu tersebut berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik dan langsung dibuang ke lingkungan. Instalasi pengolahan limbah yang digunakan untuk mengolah limbah cair industri tahu tergolong sederhana, yang terdiri dari:

Influen Bar screen Sedimentasi awal Tangki equalisasi

Biofilter anaerob aerob

Clarifier Effluen

Gravity Thickener

Anaerobic digester

Sludge Drying Bed

Sludge Disposal

Gambar 4.1 Konfigurasi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu11

Gambar 4.2 Limbah Cair Industri Tahu 4.1.1 Primary treatment Pengolahan primer merupakan pengolahan secara fisik biasanya berupa perubahan bentuk atau berat. Pada pengolahan ini tidak terjadi perubahan secara proses, oleh karena itu unitunit pengolahan tingkat satu tergolong dalam satuan operasi. Proses yang berlangsung pada pengolahan tingkat satu adalah mekanisme fisis dan diperhitungkan secara matematis. Tujuan dari unit pengolahan tingkat pertama adalah untuk melindungi proses dan peralatan pada tingkat selanjutnya dan menghilangkan polutan yang dapat diendapkan dan diapungkan. Yang termasuk unit pengolahan primer antara lain bar screen, sedimantasi awal dan tangki equalisasi. Bar screen Screening bertujuan untuk menyaring kulit-kulit kedelai yang terbawa dalam limbah pencucian, atau benda-benda lain yang ikut terbawa pada limbah cair. Screen adalah sebuah alat yang memiliki lubang-lubang. Umumnya memiliki ukuran yang seragam. Screening terdiri atas batang pararel, balok atau kawat, kisi/jeruji, mata lubang, atau plat yang penuh lubang, dan lubang tersebut dapat berbentuk lingkaran atau persegi panjang. Screening biasanya terdapat dalam dua jenis,yaitu bar racks dan screens. Secara tipikal bar racks memiliki lubang kosong. Jarak antara bars 5/8 inchi (15 mm) atau lebih. Sedangkan screens memiliki lubang-lubang kurang dari 5/8 inchi (15 mm).

Sedimentasi Awal12

Sedimentasi awal bertujuan untuk mengendapkan partikel solid yang terkandung di dalam air limbah industri tahu yang memiliki kriteria sebagai partikel diskrit. Sehingga pengendapannya pun berdasarkan prinsip pengendapan partikel diskrit yang terdapat dalam air limbah dengan cara mengendapkannya secara gravitasi. Sedimentasi awal disini merupakan bagian dari proses biofilter anaerob-aerob, namun untuk memudahkan dalam instalasi dan perawatan sehingga sedimentasi awal dipindahkan sebelum tangki equalisasi. Limbah cair yang sudah melewati bar screen dialirkan ke bak pengendapan, selain berfungsi sebagai bak pengendapan, juga dapat berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan. Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya alirkan ke tangki equalisasi, untuk kemudian dialirkan ke bak kontaktor anaerob. Tangki Equalisasi Tangki aliran rata-rata atau tangki equalisasi adalah semacam tangki reservoir yang berfungsi untuk merata-ratakan aliran, merata-ratakan konsentrasi/beban. Dimana kondisi rata-rata ini akan bermanfaat untuk menghindari shock loading maupun masalah-masalah operasi yang timbul akibat fluktuasi aliran sehingga air buangan akan lebih stabil. Dan dengan nilai rata-rata, bukan nilai maksimum ini, akan meningkatkan kinerja setelah secondary treatment (pada kualitas efluen) juga akan lebih ekonomis pada kebutuhan filter. TAR dapat diletakkan secara in-line (langsung sebagai bagian dari flow diagram) dan off-line (tidak langsung berada pada sistem pengolahan). TAR in-line :Fluktuasi TAR pompa Rata-rata

TAR off-line :Fluktuasi debit minimum TAR pompa Rata-rata

Gambar 4.3 Diagram flow TAR inline dan offline

4.1.2 Secondary treatment

13

Pada pengolahan sekunder ini dilakukan pengolahan secara biologis atau kimia yang digunakan untuk mengubah pertikel terlarut (dissolved matter dan dissolved solid) yang halus yang terdapat di dalam limbah cair menjadi flok-flok terendapkan (flocculant settleable atau bioflok) sehingga dapat dihilangkan secara gravitasi pada clarifier. Pada limbah industri tahu, digunakan pengolahan sekunder secara biologi karena sifat limbahnya yang biodegradable. Konsentrasi COD limbah cair industri tahu mendekati 10.000 ppm sehingga dipilih pengolahan kombinasi dengan biofilter anaerob-aerob. Biofilter anaerob-aerob Pengolahan limbah cair dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob, biofilter aerob, bak pengendap akhir. Pada dasarnya biofilter anaerob-aerob menyatukan bagian-bagian tersebut dalam satu reaktor.

Sumber: Abdullah, 2006

Gambar 4.4 Desain dan Konstruksi Biofilter Anaerob-aerob Namun pada pengolahan limbah cair untuk industri tahu, prinsip biofilter anaerob-aerob dibuat menjadi lebih sederhana, yaitu dengan memisahkan setiap bagian biofilter menjadi satu unit pengolahan yang terdiri dari sedimentasi awal, bak anaerob. bak aerob, dan clarifier.

14

Sehingga pada bagian ini hanya akan dibahas mengenai bak anaerob dan bak aerob. Limbah cair yang masuk ke dalam bak kontaktor anaerob berasal dari tangki equalisasi, sehingga debitnya konstan, pada bak kontaktor anaerob tersebut limbah cair akan berkontak dengan mikroorganisme yang menempel pada media kontaktor (bahan kerikil atau batu split). Jumlah bak kontaktor ini disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam limbah cair dilakukan oleh bakteri anaerobik atau fakultatif aerobik. Anaerobic contact process merupakan salah satu tipe dari anaerobic digester. Proses pengolahan pada kontak anaerobik dapat dilakukan pada dua level temperatur, yaitu: Mesofilik. Memiliki temperature optimum 37C. Proses pengolahan dilakukan dengan bantuan bakteri mesofil yang dapat hidup pada suhu 20- 40C. Thermofilik. Proses dilakukan pada temperatur di atas 70C dengan bantuan bakteri termofil. Pengolahan secara termofilik membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pengolahan secara mesofilik. Kendati demikian, proses ini membutuhkan biaya yang lebih tinggi, energi yang lebih besar, dan hasil lumpurnya pun kurang stabil jika dibandingkan dengan proses mesofilik Oleh karena itu, pengolahan secara mesofilik masih merupakan alternatif yang sering digunakan hingga saat ini. Empat tahapan anaerobic digestion:1. Hidrolisis. Proses dimana terjadi pemecahan molekul organik kompleks menjadi

rantai glukosa sederhana, asam amino, dan asam lemak dengan tambahan grup hidroksil.2. Asidogenesis. Proses dimana hasil dari hidrolisis tersebut dipecah lebih lanjut

menjadi molekul yang lebih sederhana seperti ammonia, karbondioksida, dan hydrogen sulfide sebagai produk sampingan.3. Asetogenesis. Proses dimana molekul sederhana dari asidogenesis diolah lebih

lanjut untuk memproduksi karbondioksida, hidrogen, dan asam asetat. Selain itu, terbentuk juga asam organik dengan berat molekul lebih tinggi, misalnya propionik, butirik, valerik. 4. Metanogenesis. Proses dimana gas metan, karbondioksida, dan air dihasilkan.15

Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikroorganisme, lapisan mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap sehingga limbah cair akan mengalami penurunan BOD seperti terlihat pada Gambar 4.6.

Sumber: Darsono, 2007

Gambar 4.5 Penurunan BOD selama proses anaerob Bakteri mendegradasi limbah yang masuk ke dalam bioreaktor sehingga dihasilkan gas methan. Gas methan ini kemudian dikumpulkan di bagian atas bioreactor melalui berbagai cara. Limbah yang keluar dari bioreactor (effluent), atau yang lebih dikenal dengan mixed liquor, dialirkan ke dalam bak aerob Proses aerob disini dibutuhkan karena proses anaerob tidak dapat menurunkan COD hingga di bawah baku mutu, karena efisiensi proses anaerob hanya berkisar antara 75%, sehingga setelah proses anaerob dibutuhkan proses aerob hingga limbah cair yang keluar memenuhi baku mutu. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik (polyethylene), batu apung, atau bahan serat. Proses di bak aerob ini membutuhkan suplai oksigen atau aerasi untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme aerob yang melekat pada media, sehingga mikroorganisme tersebut akan menguraikan zat organik yang masih tersisa di dalam limbah cair. Effluen dari pengolahan aerob akan dialirkan ke clarifier untuk mengendapkan lumpur yang terbentuk.

16

Sumber: Darsono, 2007

Gambar 4.6 Penurunan BOD selama proses Aerob Clarifier Clarifier merupakan unit pengendapan kedua yang menampung eflluen dari bak aerob. Fungsi clarifier adalah mengendapkan zat padat yang terdapat dalam air buangan dari unit pengolahan biologis. Lumpur yang terendapkan di clarifier akan dialirkan menuju gravity thickener. 4.1.3 Pengolahan Lumpur Fungsi pengolahan lumpur (sludge) adalah untuk menurunkan volume lumpur yang dihasilkan dari pengolahan akhir sekaligus menurunkan kandungan bahayanya. Lumpur hasil pengolahan industri tahu tidak mengandung materi berbahaya, namun masih mengandung banyak air, sehingga perlu dilakukan pengolahan lumpur sebelum dibuang ke lingkungan. Gravity Thickener Merupakan proses yang bertujuan meningkatkan konsentrasi lumpur dengan mengurangi bagian liquidnya agar volumenya berkurang. Proses yang berlangsung dalam thickening biasanya secara fisik, yaitu pengendapan, gravitasi, flotasi, sentrifugasi dan gravity belt. Lumpur mempunyai kadar air yang besar, untuk mengurangi kadar air dilakukan dengan pengentalan lumpur kemudian dikeringkan.17

Pada prinsipnya sama dengan bak pengendap yang berfungsi untuk meningkatkan kandungan solid lumpur dengan memisahkan cairan. Tingkat pemekatan bervariasi dari 2 sampai 5 kali dari konsentrasi solid pada lumpur pada influen. Maksimum konsentrasi solid yang dicapai < 10 %. Unit ini biasanya berbentuk tangsi circular. Bak terbagi atas 3 zona, yaitu zona supernatan, zona pengendapan dan zona thickening. Inlet berada di tengah-tengah tangki sehingga memberikan kemungkinan bagi pengendapan lumpur yang kompak. Lumpur keluar dari dasar tangki untuk diolah lebih lanjut. Supernatan dari bagian thickening biasanya dikembalikan ke tangki aliran rata-rata untuk masuk kembali ke dalam pengolahan. Anaerobic Digester Anaerobic digester adalah proses stabilisasi dalam kondisi anaerob dimana yang bertugas adalah mikroorganisme anaerob dimana proses stabil ini akan menghasilkan methan dan CO2. Secara operasional relatif lebih murah. Mikroorganisme yang berfungsi menstabilkan lumpur adalah mikroorganisme anaerob maupun yang fakultatif. Proses stabilisasi ini menghasilkan karbondioksida dan metan. Anaerobic digestion merupakan proses biokimia yang kompleks dimana mikroorganisme fakutatif dan anaerob secara simultan berasimilasi dan mendegradasi material organik. Proses pada anaerobic digestion ini dibagi menjadi : Fase asam, dimana mikroorganisme fakultatif akan mengkonversi material organik kompleks menjadi asam organik (acetic, propionic dan asam-asam lain). Dalam fase ini terjadi perubahan total jumlah material organik dalam sistem, namun akan menghasilkan pH yang rendah.

Fase metan, dimana asam organik akan diubah menjadi senyawa metan dan karbondioksida oleh mikroorganisme anaerob pembentuk metan. Organisme ini sangat sensitif terhadap perubahan pH, komposisi substrat dan temperatur. Jika pH turun dibawah 6, pembentukan metan akan terganggu dan terjadi penumpukan asam. Oleh karenanya pengukuran pH dan temperatur merupakan parameter operasi yang paling penting.

Sludge Drying Bed Sludge drying bed memiliki proses kerja yaitu lumpur endapan yang telah diendapkan pada sludge digester dikeringkan pada bidang pengering lumpur (Sludge Drying Bed) yang18

berupa saringan pasir. Lumpur yang dialirkan kemudian pasir tersebut akan mengalami proses pengeringan. 4.2 Limbah Padat Selain limbah cair, pada produksi tahu juga dihasilkan limbah padat yaitu berupa ampas tahu. Namun limbah padat ini belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan kembali untuk makanan ternak, oncom, kerupuk atau alternatifalternatif lainnya. Selain itu ampas tahu juga masih memiliki nilai jual di pasaran , yaitu berkisar antara Rp 100-Rp 400 per kilogram.

Gambar 4.7 Ampas Tahu 4.2.1 Penggunaan Ampas Tahu untuk Makanan Ternak Ampas tahu memiliki kadar air dan protein yang cukup tinggi sehingga bilad isimpan akan mudah membusuk dan berjamur. Menurut Prabowo, dkk, (1983) bahwa ampas tahu dapat disimpan dalam jangka waktu lama bila dikeringkan terlebih dahulu. Biasanya ampas tahu kering digunakan sebagai komponen bahan pakan unggas. Untuk memperoleh ampas tahu kering, dilakukan dengan menjemur atau memasukkannya ke dalam oven sampai kering, kemudian digiling sampai menjadi tepung. Bila mengawetkan ampas tahu secara basah dapat dilakukan dengan pembuatan silase tanpa menggunakan stater. Terlebih dahulu ampas tahu dikurangi kadar airnya dengan cara dipres sampai kadar air mencapai kira-kira 75%. Lalu disimpan dalam ruang kedap udara atau plastik tertutup rapat supaya udara tidak dapat masuk. Setelah disimpan dalam keadaan tertutup minimal 21 hari dan dapat digunakan sesuai kebutuhan. Penyimpanan dengan cara pembuatan silase dapat mengawetkan ampas tahu sampai 5-6 bulan. Pembuatan silase ampas tahu dapat dicampur dengan bahan pakan lain, misalnya apabila dicampur dengan jerami padi menghasilkan silase yang baik dan siap untuk digunakan oleh ternak.19

Gambar 4.8 Pakan Ternak dari Ampas Tahu Ampas tahu dapat dijadikan pakan bagi berbagai jenis ternak diantaranya: 1. Pakan Ternak Sapi Penggunaan ampas tahu sangat baik digunakan sebagai ransum ternak sapi perah. Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi di dalam rumen dengan laju degradasi sebesar 9,8% per jam.Pemanfaatan ampas tahu sangat efektif apalagi pada sapi potong pertambahan berat badan akan lebih cepat.Selain pertumbuhan lebih cepet karkasnya bisa mencapai 60% dari berat sapi hidup. Biasanya pemberianya dicampur dengan bekatul diberi air dan lebih baik lagi jika dicampur dengan ketela yang telah di cacah maka pertambahan atau pertumbuhan akan lebih optimal. 2. Pakan Ternak Babi Babi pertumbuhan akan cepat diberi pakan ampas ini karena kebutuhan protein dan gizi terpenuhi. Bahkan ampas yang sudah berhari hari pun babi tetap doyan dengan pakan ini. Sementara ini penggunaan ampas tahu pada ternak babi paling besar disbanding pada ternak ternak yang lain. Karena dalam ampas tahu kandungan gizi masih cukup banyak maka akan mempercepat pertumbuhan. 3. Pakan Ternak Kambing Pemanfaatan ampas tahu sangat efektif apalgi pada kambing pertambahan berat badan akan lebih cepat dan juga rambut pada kambing lebih mengkilat dan halus. Pertumbuhan postur badan juga lebih cepat. Dengan asupan gizi dari ampas tahu maka produksi daging atau pun susu kambing akan menglami peningkatan. 4. Pakan Ternak Kelinci

20

Kelinci yang diberi pakn ampas juga mempunyai berat dan ukuran yang cukup optimum. Apalagi buat kelinci pedaging, daging yang dihasilkan lebih banyak, juga bulu menjadi lebih mengkilap dan perawatan pakan lebih praktis. Juga tidak ada efek samping dari penggunaan ampas tahu. 5. Pakan Ternak Bebek Pada bebek pemberian ampas dapat diberikan sebagai pengganti konsentrat, selain harga murah ampas tahu juga mempercepat pertumbuhan bebek bebek yang kemudian juga menghasilkan daging dan telur. Dengan demikian biaya produksi telur bebek lebih ringan. Para peternak bebek dapat menghemat beaya, karena dengan pakan ampas sebagai pengganti konsentrat akan menekan beaya pemeliharaan sehingga keuntungan dapat meningkat. Penggunaan ampas tahu sangat baik digunakan sebagai ransum ternak sapi perah. Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi di dalam rumen dengan laju degradasi sebesar 9,8% per jam. 4.2.2 Penggunaan Ampas Tahu untuk Kecap Ampas (sisa) padat pengolahan tahu dapat diolah menjadi kecap. Cara pengolahannya sama dengan pengolahan kecap kedelai. Kecap yang dihasilkan dari ampas tahu sulit dibedakan aroma, rasa, dan warnanya dari kecap kedelai. Ampas tahu direndam dengan air selama 12 jam kemudian dipres sehingga airnya keluar, dikukus selama 60 menit, kemudian didinginkan, ditaburi laru tempe, dijemur 4-5 hari. Butiran tempe yang kering dimasukkan ke dalam larutan garam, direndam 10-15 minggu. Hasil fermentasi disaring, ampas diperas, cairan hasil penyaringan dan pemerasan disatukan, dimasak dengan keluwak, gula merah, sereh, dan tapioka. 4.2.3 Penggunaan Ampas Tahu untuk Biogas Ampas tahu dan sampah rumah tangga dapat menghasilkan biogas dengan kuantitas dan kualitas lebih baik daripada kotoran ternak. Pengolahan ampas tahu disatukan dengan pengolahan lumpur yang terbentuk akibat pengolahan limbah cair di anaerobic digester. Hasil akhir dari proses anaerobic digestion adalah gas metan dan karbondioksida. Gas metan inilah yang dapat ditangkap untuk sumber energy yaitu biogas. Kualitas Biogas yang dihasilkan: Suhu21

Temperatur terukur yang bekerja pada digester menunjukkan pada angka 20-25oC, sesuai dengan temperatur yang diperkirakan pada tahap perancangan, hal ini dapat disebabkan oleh temperatur lingkungan yang mempengaruhi materi di dalam biodigester, karena material bahan dalam hal ini drigen yang digunakan bukan merupakan isolator/ penahan panas yang baik. Dengan mengetahui variabel ini selanjutnya dapat diperhitungkan kemampuan digester tersebut dalam mencerna bahan. Pada temperature 35oC bahan limbah cair tahu dapat dicerna selama 10-15 hari. Pada percobaan temperature yang bekerja mencapai sushu antara 20-25 oC sedikit di bawah temperature optimal. Maka dapat diambil kesimpulan proses anaerob akan berjalan selama 3 minggu. pH Derajat keasaman dari bahan di dalam digester merupakan salah satu indikator bagaimana kerja digester. Derajat keasaman dapat diukur dengan pH meter atau kertas pH. Untuk bagunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diaambil dari keluaran/ effluent digester. BOD Pemeriksaan parameter BOD berdasarkan reaksi oksidasi zat organic dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobic. Untuk menguraikan 50% zat organik memerlukan waktu 2 hari, untuk 75% dibutuhkan 5 hari dan untuk mencapai 100% dibutuhkan 20 hari. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan pengurangan kadar BOD mencapai 75%. COD Pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator potassium dikromat yang berkadar asam tinggi dan dipertahankan pada temperature tertentu. Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan organic menjadi air dan CO2, setelah pemanasan maka sisa dikromat diukur. Hasil penelitian menunjukkan pengurangan BOD mencapai 75%. TSS Total Suspended Solid adalah semua zat terlarut dalam air yang tertahan membrane saring yang berukuran 0,45 mikron. Kemudian dikeringkan dalam oven pada temperature 103-105 4.3 Limbah Udarao

C, hingga diperoleh berat tetap. Hasil penelitian

menunjukkan pengurangan kadar SS mencapai 85%.

22

Limbah udara yang dihasilkan adalah berupa hasil pembakaran yaitu CO2, CO, NO2, SO2, dan debu. pada jumlah produksi tahu yang kecil limbah udara ini dapat diabaikan, namun apabila jumlah produksi tinggi artinya bahan bakar yang digunakan lebih besar sehingga emisi yang ditimbulkan juga besar. Pada proses pembuatan tahu biasanya perebusan dilakukan di dalam ruangan, sehingga diperlukan sistem pembuangan ventilasi lokal yang menarik emisi tersebut langsung pada sumbernya sebelum menyebar ke ruangan kerja. Udara yang dihisap oleh hood pada sistem ventilasi pembuangan lokal akan dialirkan melalui duct menuju alat pengendali partikulat. Alat pengendali partikulat ini diperlukan apabila udara yang melewatinya melebihi baku mutu sumber emisi tidak bergerak.

Gambar 4.9 Komponen Sistem Ventilasi Pembuangan Lokal Pada emisi yang ditimbulkan oleh boiler, alat pengendali partikulat yang cocok adalah wet scrubber. Wet Scrubber merupakan alat pengendali partikulat yang menggunakan prinsip impaksi dan intersepsi partikel debu oleh tetesan air. Tetesan air yang lebih besar dan lebih berat lebih mudah dipisahkan dari gas oleh gravitasi. Partikel solid selanjutnya dapat dipisahkan dari air, atau air dapat diolah sebelum digunakan atau dibuang.

23

Sumber: www.teachengineering.org

Gambar 4.10 Prinsip Kerja Wet Scrubber

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan24

Dalam proses produksinya, selain menghasilkan produk tahu juga dihasilkan hasil samping berupa limbah. Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair, limbah padat dan limbah udara, namun mayoritas limbah yang dihasilkan adalah limbah cair. Karakteristik limbah cair yang dihasilkan memiliki konsentrasi BOD, COD, NH3N, TSS, dan pH yang berada di atas baku mutu, menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 1995 mengenai Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. Sehingga dibutuhkan sistem pengolahan limbah cair yang dapat menyisihkan konsentrasi-konsentrasi tersebut hingga di bawah baku mutu, pengolahan yang dimaksud adalah dengan menggunakan biofilter anaerob-aerob. Limbah padat yang dihasilkan adalah ampas tahu dan lumpur dari pengolahan limbah cair, limbah padat diolah dengan manggunakan anaerobic digester sehingga dihasilkan biogas yang kemudian dapat dimanfaatkan kembali untuk sumber energi pembakaran. Sedangkan sumber limbah udara adalah dari pembakaran untuk proses perebusan, limbah udara yang dihasilkan cenderung tidak terlalu besar namun agar tidak mencemari ruangan kerja limbah udara tetap harus dikelola dengan sistem pembuangan ventilasi lokal yang disesuaikan dengan sumber emisinya. 5.2 Saran Dalam pengolahan limbah dari industri tahu sebaiknya memperhitungkan nilai ekonomis dari limbah, misalnya ampas tahu yang dihasilkan masih memiliki nilai ekonomis untuk dijual dan dibuat produk baru. Sehingga apabila masih dapat dimanfaatkan kembali sebaiknya tidak disatukan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Industri tahu biasanya merupakan industri rumah tangga yang jumlah produksinya tidak terlalu besar, sehingga untuk industri rumah tangga ini dapat menggunakan reactor biofilter dengan kapasitas yang tidak terlalu besar. Namun untuk industri tahu yang besar, sistem pengolahan yang telah dibahas di atas dapat dimanfaatkan. Untuk menghemat energi sebaiknya pengaliran dari unit yang satu ke unit yang lainnya dilakukan secara gravitasi, kecuali pada unit TAR (Tangki Aliran Ratarata) yang mengatur debit rata-rata.

25

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sugeng, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air, Pelatihan Fasilitasi Teknologi Ramah Lingkungan

26

Darsono, V, 2007, Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob dan Aerob, Jurnal Teknologi Industri 11 : 9-20 Hariyadi, Purwiyatno, 2002, Pemanfaatan Limbah Cair Tahu untuk Memproduksi Ingredien Pangan Fungsional Kolenbrander, Amy, dkk., 2008, TE Activity Washing Air, (online),

(http://www.teachengineering.org/collection/cub_/lessons/cub_images/cub_ai r_lesson10_activity1_fig1.jpg, diakses tanggal 15 November 2009) Prabowo,A., D. Samaih dan M. Rangkuti, 1993, Pemanfaatan Ampas tahu sebagai makanan tambahan dalam usaha penggemukan domba potong, Prosiding Seminar 1983, Lembaga Kimia Nasional-LIPI, Bandung Raliby, Oesman, Retno Rusdjijati dan Imron Rosyidi, Pengolahan Limbah Cair Tahu menjadi Biogas sebagai Bahan Bakar Alternatif pada Industri Pengolahan Tahu Sriharti, Takiyah Salim dan Sukirno, 2004, Teknologi Penanganan Limbah Cair Tahu, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses Sumardi dan L.P.S. Patuan, 1983, Kandungan Unsur-unsur Mineral Essensial dalam Limbah Pertanian dan Industri Pertanian di Pulau Jawa. Prosiding Seminar. Lembaga Kimia Nasional-LIPI, Bandung Tchobanoglous, George., Franklin Burton dan H. David Stensel, 2002, Wastewater Engineering: Treatment and Reuse, New York : Mc Graw Hill Inc

27