platyhelminthes

24
ZOOLOGI INVERTEBRATA Filum Platyhelminthes Oleh : ASRI ARUM SARI NIM.12222014 DOSEN PENGAMPU AWALUL FATHIQIN, M.Si INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN FATAH PALEMBANG

Upload: asri-arum-sari

Post on 28-Nov-2015

663 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

LAPORAN PRAKTIKUM ZOOIN

TRANSCRIPT

Page 1: PLATYHELMINTHES

ZOOLOGI INVERTEBRATA

Filum Platyhelminthes

Oleh :

ASRI ARUM SARINIM.12222014

DOSEN PENGAMPUAWALUL FATHIQIN, M.Si

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

RADEN FATAH PALEMBANG

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI

2013

Page 2: PLATYHELMINTHES

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Platyhelminthes berasal dari kata Yunani yaitu platy dan

helminthes ; platy = pipih, helminthes= cacing. Bila dibandingkan

dengan Porifera dan Coelenterata, maka kedudukan filum

Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal ini dapat dilihat

dengan tanda-tanda sebagai berikut: tubuh bilateral simetris, arah

t ubuh sudah j e l a s , ya i t u mempunya i a r ah : an t e r i o r -pos t e r i o r

dan a r ah do r sa l - ventral, bersifat triploblastis, sebab dinding

tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan ektodermis,

lapisan mesodermis dan endodermis. Filum Platyhelminthes dibagi

menjadi 3 kelas yaitu: Tubellaria, Trematoda dan Cestoda (Sutarno, 2009).

Mempunyai susunan syaraf tangga tali, yang terdiri dari

sepasang ganglia yang membesar di bagian anterir dan sepasang atau lebih

tali syaraf yang membentang dari arah anterior ke posterior, tubuhnya

sudah dilengkapi dengan gonad yangtelah mempunyai saluran tetap

dan juga alat kopulasi yang khusus. Anggota dari  filum ini yang tlah

dikenal meliputi 10.000 hingga 15.000 spesies (Sutarno, 2009).

Kebanyakan filum ini hidup sebagai parasit, umumnya merugikan

manusia, baik langsung sebagai parasit pada tubuh manusia maupun sebagai

parasit pada binatang peliharaan seperti: babi, sapi, biri-biri, anjing dan

sebagainya. Usaha untuk mencegah infeksi pada manusia atau binatang

peliharaan biasanya dengan memutuskan siklus hidupnya baik mencegah

jangan sampai terjadi infeksi pada hospes perantara maupun pada hospes

tetapnya sendiri (Rusyana, 2011).

Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum tentang filum

Platyhelminthes dengan menggunakan salah satu spesies dari kelas Tubellaria

yaitu Planaria sp agar kita semua dapat memahami struktur tubuh morfologi

dari filum Platyhelminthes.

Page 3: PLATYHELMINTHES

1.2 Tujuan

Tujuan melaksanakan pratikum filum Platyhelminthes yaitu

1. Untuk mengetahui karakteristik umum dari filum Platyhelminthes

2. Untuk mengetahui klasifikasi dari filum Platyhelminthes

3. Untuk mengetahui peranan dari filum Platyhelminthes

Page 4: PLATYHELMINTHES

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Filum Platyhelminthes

Platyhelminthes merupakan cacing yang mempunyai simetri bilateral,

dan tubuhnya pipih secara dorsoventral. Bentuk tubuhnya bervariasi, yang

berbentuk pipih memanjang, pita, hingga menyerupai daun. Ukuran tubuh

bervariasi mulai yang tampak mikroskopis beberapa milimeter hingga

berukuran panjang belasan meter. Sebagian besar cacing pipih berwarna

putih atau tidak berwarna. Sementara yang hidup bebas ada yang berwarna

coklat, abu abu, hitam atau berwarna cerah. Ujung anterior tubuh berupa

kepala. Bagian ventral terdapat mulut dan lubang genital tampak jelas pada

Turbellaria, tetapi tidak tampak jelas pada Trematoda dan Cestoda. Ada

organ yang menghasilkan sekresi (alat cengkram dan alat penghisap) yang

bersifat perekat untuk menempel dan melekat, misalnya oral sucker dan

ventral sucker pada Trematoda (Kastawi, 2001).

Struktur tubuh Platyhelminthes yang tripoblastik yang terdiri atas

lapisan ektoderm (tipis, mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal kelenjar,

dilapisi kutikula yang berfungsi melindungi jaringan dibawahnya dan cairan

hospes) lapisan endoderm (melapisi saluran pencernaan), lapisan mesoderm

(jaringan yang membentuk otot, alat eksresi saluran reproduksi).

Platyhelminthes tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya

(aselomata). Kelas Turbellaria, hidup bebas. Sedangkan kelas Trematoda

dan Cestoda bersifat parasit (Rusyana, 2011).

Cacing pipih (Playthelminthes) hidup di habitat-habitat laut, perairan

tawar, dan daratan yang lembab. Selain bentuk yang hidup bebas, cacing

pipih mencakup pula banyak spesies parasit, misalnya cacing hati (Flukes)

cacing pita (Tapeworm). Cacing pipih dinamai demikian karena mereka

memiliki tubuh kurus yang memipih secara dorsoventral (antara permukaan

dorsal dan ventral); Platyhelminth berarti cacing pipih. Cacing pipih paling

kecil merupakan spesies yang hidup bebas dan berukuran hampir

Page 5: PLATYHELMINTHES

mikroskopik, sementara beberapa cacing pita bisa mencapai panjang lebih

dari 30 m. Walaupun cacing pipih mengalami perkembangan triploblastik,

mereka merupakan aselomata (hewan yang tidak memiliki rongga tubuh)

(Campbell, 2008).

Tubuhnya yang pipih menempatkan semua sel-selnya dekat dengan air

di lingkungan sekitar atau di dalam saluran pencernaannya. Karena

kedekatannya dengan air, pertukaran gas dan pembuangan zat bisa

bernitrogen (amonia) dapat terjadi melalui difusi menyeberangi permukaan

tubuh. Cacing pipih tidak memiliki organ yang terspesialisasi untuk

pertukaran gas, dan apparatus ekskresinya yang relatif sederhana terutama

berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan osmotik dengan

lingkungannya. Aparatus terdiri atas protonefridia (protonephridia), jejaring

tubula dengan struktur bersilia disebut sebagai sel api (flame bulb) yang

menarik cairan melalui saluran bercabang-cabang yang membuka keluar.

Kebanyakan cacing pipih memiliki rongga gastrovaskular dengan hanya satu

bukaan. Meskipun cacing pipih tidak memiliki system sirkulasi, cabang-

cabang rongga gastrovaskular yang halus mengedarkan makanan secara

langsung ke sel-sel hewan (Campbell, 2008).

2.2 Klasifikasi Filum Platyhelminthes

2.2.1 Kelas Turbellaria

Turbellaria pada umumnya hidup bebas di alam, tetapi beberapa

jenis ada yang bersifat ektokomensal atau endokomensal atau parasit.

Tubuhnya tidak bersegmen, tertutup oleh epidermis. Epidermis ada

yang tersusun oleh sel-sel yang terpisah dan sel sinsitium, diantara sel-

sel sebagian ada yang bersilia. Epidermis itu dilengkapi dengan

rhabdoid. Ciri khas dari Turbellaria adalah adanya sel-sel kelenjar

yang jumlahnya banyak. Sel-sel kelenjar sebagian ada yang terletak di

dalam lapisan epidermis, sebagian yang lain terletak di bagian

mesenkim. Kelenjar-kelenjar menghasilkan mukosa yang berfungsi

untuk merekat, untuk menutup substrat yang akan dilalui, dan untuk

melihat mangsa. Sel sel kelenjar sering kali dikelompokkan bersam-

sama. Kelompok yang ada dibagian anterior disebut kelenjar frontal.

Page 6: PLATYHELMINTHES

Kelenjar frontal merupakan ciri dari Turbellaria primitive. Turbellaria

jenis yang lain mempunyai kelenjar pada ujung kaudal tubuh yang

sebagian tersusun sebagian cicin yang mengelilingi tubuh. Pada

Bdelloura yang hidup komensal pada insang buku dari jenis ketan

yang hidup di Atlantik, kelenjar-kelenjar kaudalnya sangat menonjol

membentuk suatu lempeng adesiv. Sekresi yang dihasilkan oleh

kelenjar-kelenjar tersebut bersifat rekat sehingga memungkinkan

hewan dapat mencengkram kuat objek (Kastawi, 2001).

Hampir semua Turbellaria hidup bebas dan kabanyakan hidup di

laut. Turbellaria air tawar dikenal adalah anggota anggota genus

Degusia, umumnya disebut Planaria sp. Berlimpah di kolam-kolam

dan sungai kecil yang tidak tercemar, Planaria sp. memangsa hewan-

hewan yang lebih kecil atau memakan bangkai hewan. Mereka

bergerak dengan silia pada permukaan ventralnya, meluncur di

sepanjang lapisan mucus yang disekresikannya. Beberapa Turbellaria

yang juga menggunakan otot-ototnya untuk berenang melalui air

dengan gerakan berdenyut (Campbell, 2008).

Kepala Planaria sp. dilengkapi dengan sepasang bintik mata

yang sensitif cahaya dan kelopak lateral yang terutama berfungsi

untuk mendeteksi zat-zat kimia tertentu. Sistem syaraf Planaria sp.

lebih kompleks dan tersentralisasi padi pada jaring jaring syarap

knidaria. Sejumlah percobaan menunjukkan bahwa Planaria sp. dapat

belajar memodifikasi resposnya terhadap stimuli. Beberapa Planaria

sp. dapat bereproduksi secara aseksual melalui fisi. Induk

berkonstriksi kira-kira di bagian tengah tubuhnya, memisah menjadi

ujung kepala dan ujung ekor, masing-masing ujung kemudian

meregenerasikan bagian-bagian yang hilang. Repduksi seksual juga

terjadi. Planaria sp adalah hermafrodit, dan pasangan-pasangan yang

kawin umumnya saling melakukan fertilisasi silang (Campbell, 2008).

Turbellaria tergolong predator dan pemakan bangkai atau

kotoran dengan lubang mulut di partengahan tubuh bagian ventral.

Bergerak dengan bulu getar yang menutupi tubuhnya. Bersifat

Page 7: PLATYHELMINTHES

hermaprodit, berkembang biak secara sexual dan asexual. Memiliki

alat indra yang berupa bintik mata, dan indera aurikel yang terdapat

dibagian kepala. Bintik mata berupa titik hitam, masing-masing

dilengkapi dengan sel-sel pigmen yang tersusun dalam bentuk

mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel syaraf sensoris yang sangat

sensitive terhadap sinar. Contoh species Turbellaria antara lain adalah

Planaria sp, Dugesia sp dll (Satino, 2004).

Contoh spesies dari kelas Turbellaria diantaranya Dugesia tigrina

(hidup di air tawar dan dapat digunakan sebagai indikator air bersih

serta memiliki daya regenerqasi yang tinggi), Bipalium (hidup di

darat), Notoplana dan Planocera (hidup di laut) (Sutarno, 2009).

2.2.2 Kelas Trematoda

Hewan-hewan tergolong Trematoda merupakan hewan yang

hidup secara ektoparasit dan endoparasit. Tubuhnya berbentuk seperti

daun. Dinding tubuh tidak tersusun oleh epidermis dan silia.

Tubuhnya tidak bersegmen dan tertutup oleh kutikula. Mempunyai

alat pengisap yang berkembang baik. Saluran pencernaan makanannya

lengkap, tanpa anus. Terdiri dari mulut, faring, dan intestine. Organ

ekskresi berupa protonefridia. Bersifat hermaprodit, kecuali pada

beberapa family dari Digenia. Ovari biasanya hanya satu, sedang

testisnya dua atau banyak. Daur hidup ada yang sederhana dan ada

yang rumit (Kastawi, 2001).

Kelas Trematoda saat ini dikenal kurang lebih 8.000 jenis, mirip

dengan Turbellaria tetapi tidak memiliki bulu getar, dan mulut terletak

pada bagian anterior tubuh dan biasanya dilengkapi dengan alat

penghisap (sucker). Organ ini terdapat dibagian ventral dan berfungsi

sebagai alat untuk menempel pada hospes. Ada tidaknya sucker di

bagian oral dan/ atau ventral tubuhnya menjadi salah satu dasar

pembagian kelas ini ke dalam beberapa ordo. Contoh species

trematoda yang cukup representative sebagai wakil kelas ini adalah

Fasciola hepatica atau cacing hati. Cacing dewasa hidup parasit

Page 8: PLATYHELMINTHES

dalam empedu biri-biri, babi, sapi dan kadang ditemukan juga pada

manusia (Satino, 2004).

Contoh spesies dari kelas Trematoda diantaranya Fasciolopsis

buski (Cacing intestin), Clonorchis sinensis (Cacing hati),

Paragonimus westermani (Cacing Paru-paru), Schistosoma

haematobium (Cacing darah hidup di Asia Tenggara), Schistosoma

mansoni (di Mesir, Afrika Selatan, Amerika Selatan, India Barat),

Schistosoma japonicum (Jepang, Cina) (Sutarno, 2009).

Kelas Trematoda terdiri dari 3 ordo (Jordan 1983 dalam

Kastawi, 2001) yaitu:

a. Ordo 1 Monogenia

b. Ordo 2 Aspidobothria, contoh: Aspidogaster.

c. Ordo 3 Digenia, contoh; Fasciola, Schistosoma, Bucephalus,

Clonorchis.

2.2.3 Kelas Cestoda

Anggota Cestoda umumnya hidup sebagai endoparasit pada

intestine Vertebrata. Cacing ini sering dikenal secara umum sebagai

cacing pita. Tubuhnya tidak mempunyai epidermis dan silia, tetapi

tertutup oleh kutikula. Tubuhnya terbagi menjadi beberapa atau

banyak segmen disebut proglotid, jarang ada yang tidak bersegmen.

Ujung anterior tubuh dilengkapi dengan alat pelekat, yaitu alat

pencengkram dan penghisap, kecuali pada Cestodaria. Mulut dan

saluran pencernaan tidak ada. Sistem ekskresi terdiri dari protonefridia

yang berakhir pada bola-bola api. Sistem syarafnya terbatas pada satu

pasang ganglia dan dua tali syaraf longitudinal yang terletak pada

kedua sisi tubuh. Tiap segmen tubuh mempunyai satu atau dua set

system reproduksi yang bersifat hermaprodit. Daur hidupnya

kompleks, biasanya melibatkan dua inang atau lebih (Kastawi, 2001).

Cacing pita bersifat parasitik. Cacing pita dewasa sebagian besar

hidup di dalam vertabrata, termasuk manusia. Pada banyak cacing

pita, ujung anterior, atau skoleks (scolex), dipersenjatai dengan

mengisap dan kait yang digunakan untuk melekatkan diri kelapisan

Page 9: PLATYHELMINTHES

usus inangnya. Cacing pita tadak memiliki mulut dan rongga

gastrovaskular, mereka mengabsorpsi nutrient yang dilepaskan oleh

pencernaan didalam usus inangnya. Absorpsi terjadi diseluruh

permukaan tubuh cacing pita. Setelah reproduksi seksual, proglotid

yang penuh dengan ribuan telur yang terfertilisasi dilepaskan dari

ujung posterior dan meninggalkan tubuh inang bersama feses

(Campbell, 2008).

Pada salah satu tipe siklus hidup cacing pita, feses yang

terinfeksi mengontaminasi makanan atau air dari inang perantara,

misalnya babi atau sapi. Telur cacing pita pun berkembang menjadi

larva yang membentuk kista di dalam otot-otot hewan ini. Manusia

tertular larva melalui konsumsi daging yang tidak dimasak dengan

baik dan terkontaminasi dengan kista dan cacing akan berkembang

menjadi dewasa di dalam tubuh manusia. Cacing pita yang besar dapat

menyumbat usus dan merampas cukup banyak nutrient dari inang

manusia hingga menyebabkan defisiensi nutrisi. Dokter biasanya

meresepkan obat-obatan dimasukkan melalui mulut, niklosamida,

untuk membunuh cacing dewasa (Campbell, 2008)

Tubuh anggota kelas Cestoda berlapis kutikula, mirip dengan

Trematoda namun Cestoda belum memiliki saluran pencernaan dan

semua hidup endoparasit. Bagian anterior tubuhnya berstruktur khas

yang disebut scolex. Kelas Cestoda terdiri dari 2 sub kelas yaitu

Cestodaria dan Eucestoda. Sub kelas cestodaria memiliki ciri-ciri

tubuh tidak bersegmen, tidak ada scolex contoh Amphilina yang hidup

dalam coelom ikan. Sub kelas Eucestoda, tubuh panjang seperti pita

dengan 4–4.000 proglotid, scolex dengan sucker. Sub kelas ini terdiri

dari 9 ordo, dan salah satu ordo yang memiliki anggauta cukup

dikenal adalah ordo Taenidae dengan species Taenia saginata dengan

hospes perantara Sapi dan Taenia solium dengan hospes perantara

Babi, species ini tersebar diseluruh dunia (Satino, 2004).

Contoh spesies dari kelas Cestoda diantaranya Taenia solium

(inang: manusia dan babi), Taenia saginata (inang utama manusia,

Page 10: PLATYHELMINTHES

inang sementara sapi), Taenia pisiformis (inang utama sementara kutu

tikus dan insekta), Echinococcus granulosus (inang utama anjing,

inang sementara manusia, sapi, kambing), Dibothriocepahalus latus

(inang utama manusia, inang crustacean lalu pindah ke ikan) (Sutarno,

2009).

2.3 Peranan Platyhelminthes Bagi Kehidupan Manusia

Kebanyakan filum ini hidup sebagai parasit, umumnya merugikan

manusia, baik langsung sebagai parasit pada tubuh manusia maupun sebagai

parasit pada binatang peliharaan seperti: babi, sapi, biri-biri, anjing dan

sebagainya. Usaha untuk mencegah infeksi pada manusia atau binatang

peliharaan biasanya dengan memutuskan siklus hidupnya baik mencegah

jangan sampai terjadi infeksi pada hospes perantara maupun pada hospes

tetapnya sendiri. Oleh karena hal tersebut, pembuangan feses manusia harus

diatur hingga tidak memungkinkan terjadinya siklus hidup yang lengkap.

Misalnya untuk Taenia terjadinya hexacant tertelan ternak tidak diberi

kemungkinan. Daging yang akan dimakan oleh manusia di usahakan harus

matang sehinga cysticercusnya mati (Rusyana, 2011).

Page 11: PLATYHELMINTHES

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Zoologi Invertebrta mengenai Filum Platyhelminthes

dilaksanakan, pada hari Selasa tanggal 30 Desember 2013 pukul 13.20 –

15.00 WIB. Pelaksanaan praktikum ini bertempat di Laboratorium Biologi

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Program Studi Tadris Biologi Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini

diantaranya mikroskop, preparat, pinset, loupe, cawan petri

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan adalah spesimen Planaria sp

3.3 Cara Kerja

1. Siapkan alat dan bahan yang akan di praktikumkan

2. Letakkan spesimen di dalam cawan petri atau gelas arloji yang berisi air

3. Amati struktur tubuh bagian dorsal dan ventral dari Planaria sp

4. Amati kedua ujung tubuhnya. Tentukan bagian kepala dan ekor, apa

tandanya?

5. Berikan beberapa sentuhan pada bagian-bagian tubuh yang berbeda dan

amatilah perubahan gerakannya

6. Kemudian gambar hasil pengamatan Anda pada lembar yang tersedi dan

berilah keterangan

Page 12: PLATYHELMINTHES

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil praktikum mengenai Filum Platyhelmintes yaitu

pengamatan secara morfologi dari Planaria sp adalah sebagai berikut:

4.1.1 Pengamatan secara morfologi berdasarkan praktikum

4.1.2 Pengamatan secara morfologi berdasarkan referensi

(Sumber: Sutarno, 2009)

Page 13: PLATYHELMINTHES

4.2 Pembahasan

Adapun pembahasan dari Praktikum Zoologi Invertebrata tentang filum

Platyhelmintes berdasarkan hasil di atas bahwa Planaria sp adalah hewan

yang memiliki kemampuan regenerasi yang sangat mengagumkan.

Planaria sp dapat dipotong melintang atau memanjang, dan masing-masing

bagian potongan tubuh akan melakukan regenerasi bagian-bagian

yang hilang. Bagian tubuh yang mungkin dibentuk kembali adalah

kepala, ekor, atau bagian tengah dari farink. Planaria sp tubuhnya pipih,

lonjong dan lunak. Bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul,

berpigmen gelap ke arah belakang, mempunyai 2 titik mata di mid dorsal.

Titik mata hanya berfungsi untuk membedakan intensitas cahaya dan belum

merupakan alat penglihat yang dapat menghasilkan bayangan. Lubang mulut

berada di ventral tubuh agak ke arah ekor, berhubungan dengan farink

(proboscis) berbentuk tubuler dengan dinding berotot, dapat ditarik dan

dijulurkan untuk menangkap makanan. Di bagian kepala, yaitu bagian

samping kanan dan kiri terdapat tonjolan menyerupai telinga disebut aurikel.

Tepat di bawah bagian kepala terdapat tubuh menyempit, menghubungkan

bagian badan dan bagian kepala, disebut bagian leher. Di sepanjang tubuh

bagian ventral diketemukan zona adesif.

Menurut Jasin (1984), Di sepanjang tubuh Planaria sp bagian ventral

diketemukan zona adesif yang berfungsi menghasilkan lendir liat yang

berfungsi untuk melekatkan tubuh Planaria ke permukaan benda yang

ditempelinya. Di permukaan ventral tubuh planaria ditutupi oleh rambut-

rambut getar halus, berfungsi dalam pergerakan.

Menurut Grisnawati (2012), Apabila dilakukan pemotongan sebuah

blastemaregenerasi akan terbentuk pada permukaan potongan dan bagian

yang hilang akan tumbuh dari blasterna tersebut. Bagian-bagian yang akan

direorganisasi dengan cara pengurangan skala, hingga individu yang

dihasilkan dari regenerasi ini akan berukuran lebih kecil dari ukuran semula.

Dengan demikian regenerasi pada hewan ini merupakan gabungan dari cara

dan morfalaksis. Platyhelminthes yang lain tidak memiliki regenerasi sebaik

Planaria sp. Planaria sp yang diamati melakukan regenerasi hanya

Page 14: PLATYHELMINTHES

dengan membentuk bagian yang hilang. Bagian yang masih tersisa, tetap

menjadi bagian itu sendiri, tidak menjadi bagian yang lain. Planaria

melakukan regenerasi, Planaria sp tetap mempertahankan polaritas tubuhnya

artinya, bagian posterior hasil pemotogan akan tetap menjadi bagian posterior

begitu pula bagian anteriornya.

Menurut Rusyana (2011) Planaria sp memiliki daya regenerasi yang

sangat tinggi, bila hewan ini dipotong-potong, maka bagian yang hilang akan

tumbuh kembali dan menjadi individu utuh seperti sebelumnya.

Menurut Kastawi (2001), pencernaan Planaria sp terjadi secara

ekstraselular dan intraselular. Makanan yang sudah tercerna didistibusikan ke

cabang-cabang alat pencernaan. Bagian-bagian yang tidak tercerna

dikeluarkan melalui mulut, dapat hidup tanpa makanan dalam waktu yang

panjang dengan cara melarutkan organ reproduksi, parenkim, dan ototnya

sendiri, sehingga tubuh cacing menyusut. Tubuh yang menyusut akan

mengalami regenerasi jika cacing makan kembali.

Page 15: PLATYHELMINTHES

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilaksanakan mengenai filum

Platyhelminthes maka dapat diambil kesimpulan bahwa Platyhelminthes

memiliki tiga kelas utama yaitu Turbellaria, Trematoda, dan Cestoda.

Planaria sp merupakan salah satu contoh spesies dari filum Platyhelminthes.

Planaria sp merupakan memiliki daya regenerasi yang sangat tinggi, bila

hewan ini dipotong-potong, maka bagian yang hilang akan tumbuh kembali

dan menjadi individu utuh seperti sebelumnya. Filum Platyhelminthes

umumnya hidup sebagai parasit yang merugikan manusia.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat saya berikan setelah melakukan praktikum ini

adalah agar praktikan lebih teliti dalam mengamati morfologinya. Selain itu

sebaiknya sampel yang dibawa tidak hanya satu agar kita lebih memahami

mengenai filum Platyhelminthes dan pengetahuan kita tentunya akan

bertambah.

Page 16: PLATYHELMINTHES

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A. 2008. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Grisnawati, 2012. Praktikum Planaria. http:// www. scribd. com/ document_ downloads/direct/140896098?extension=pdf&ft=1387012462&lt=1387016072&user_id=103274420&uahk=dWCQImy8VVaB3jwxfuvnY0ewjE4. Diakses Sabtu 2 November 2013 pukul 12.27 WIB

Jasin, Maskoeri. 1984. Sistematik Hewan Invertebrata dan Vertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.

Kastawi,Yusuf. 2001. Zoologi Invertebrata. Malang: Universitas Negeri Malang

Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata. Bandung: Alfabeta

Satino, 2004. Praktikum Avertebrata. Website: http:// staff.uny.ac.id/ sites/ default/ files/ Praktikum% 20Avert.pdf. Diakses Sabtu 2 November 2013 pukul 12.27 WIB

Sutarno, Nono. 2009. Platyhelminthes. Website: http :// file. upi. edu/ Direktori/ FPMIPA/ JUR._PEND._ BIOLOGI/ 194808181974121 NONO_SUTARNO/ZOOIN/ PLATYHELMINTHES.pdf. Diakses Sabtu 2 November 2013 pukul 12.27 WIB