plagiat merupakan tindakan tidak terpuji perantau bugis dalam narasi...

140
PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH: SEBUAH KRITIK HISTORIOGRAFI Tesis Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Shanata Dharma Yogyakarta Disusun Oleh: U M A R Nim: 136322018 PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 08-Jul-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH:

SEBUAH KRITIK HISTORIOGRAFI

Tesis

Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.) di

Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Shanata Dharma

Yogyakarta

Disusun Oleh:

U M A R

Nim: 136322018

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2018

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

vii

PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH: SEBUAH KRTIKHISTORIOGRAFI

Umar

ABSTRAK

Perantau Bugis hadir dalam berbagai narasi sejarah. Setiap sejarawan tentumemiliki cara yang berbeda dalam proses penarasiannya. Narasi sejarah tersebutmelahirkan berbagai pengertian tentang perantau Bugis. Salah satu pengertianyang sering dilekatkan oleh para sejarawan terhadap perantau Bugis adalah lekatdengan kehidupan bahari. Penelitian ini mengkaji bagaimana sejarawanmenghadirkan perantau Bugis dalam narasi sejarahnya.

Penelitian ini memakai model penelitian narasi sejarah yang dikembangkan olehHayden White. Ada tiga konsep Hayden White yang dipakai dalam penelitianini, yaitu konsep Representasi, individu dan Moral. Konsep-konsep tersebutdigunakan sebagai perangkat teoretis untuk menganalisa empat teks sejarahtentang perantau Bugis yang telah dipilih. Hasil analisa tersebut sekaligus menjadikritik historiografi.

Melalui penelitian ini ditemukan bahwa setiap sejarawan memiliki identifikasiyang berbeda tentang perantau Bugis dalam setiap narasinya. Orang Bugis diJohor diidentifikasi lekat dengan kekuasaan oleh Kesuma. Orang Bugis di Balidiidentikkan dengan perdagangan oleh Suwitha. Orang Bugis di Kamal Muaralekat dengan Nelayan menurut Said dan Prabowo. Terakhir orang Bugis diAmbon diidentikkan dengan Islam oleh Sholeh. Setiap sejarawan memiliki posisiyang berbeda dalam menarasikan perantau Bugis. Kecenderungan kesimpulanmereka tidak lepas dari latar belakang mereka masing-masing.

Kata kunci: Perantau Bugis, Narasi sejarah, Hayden White, Kritik Historiografi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

viii

BUGINESE MIGRANTS IN HISTORICAL NARRATIVES: AHISTORIOGRAPHICAL CRITIQUE

Umar

Abstract

Buginese migrants are present in various historical narratives. Every historianalso has a different way in presenting their narrating process. Those historicalnarratives gave birth to various notions of Buginese migrants. One of the notionsoften attributed by historians to Buginese migrants is their lives are almost alwaysassociated with the sea. The purpose of this research is to examine how historianspresent Buginese migrants in their historical narratives.

This research uses the historical narrative research model developed by HaydenWhite. There are three Hayden White’s concepts used in this study, among others,the concept of Representation, Individual, and Morals. These concepts aretheoretical tools to analyze four historical texts about Buginese migrants. Theresults of these analyses become a historiographical critique.

This research found that every historian has a different identification of Buginesemigrants in each of their narratives. The Buginese people in Johor are identifiedas closely connected with power by Kesuma. Buginese people in Bali areassociated with trade by Suwitha. The Buginese people in Kamal Muara areclosely associated with fishermen by Said and Prabowo. Lastly, Buginese peoplein Ambon are associated with Islam by Sholeh. Each historian has a differentposition in narrating Buginese migrants. Their tendencies are affected by theirown background.

Keywords: Buginese Migrants, Historical Narratives, Hayden White,Historiographical Critique

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

ix

KATA PENGANTAR

Tesis ini bermula dari pengalaman saya yang memilih meninggalkan kampunghalaman, namun selalu ragu menyebutnya sebagai prantauan. Keraguan itumuncul karena apa yang saya alami sepertinya tidak seheroik cerita pengalamanperantauan orang Bugis yang pernah saya dengar. Akan tetapi, Proses pengerjaantesis ini tetap saya ibaratkan sebagai perjalanan manusia Bugis yang memilihmerantau, meninggalkan tanah kelahiran untuk menjalani kehidupan. Dalamprosesnya, kehidupan seperti menuntun saya memilih kuliah di program studiIlmu Religi dan Budaya (IRB) Universitas Sanata Dharma, yang tidak pernahterbayang sebelumnya. Pengerjaan tesis ini merupakan proses terakhir di IRBsebagai syarat untuk merampungkan studi, sebelum melanjutkan perjalanankehidupan lainnya.

Ada banyak pihak yang terkait selama proses pengerjaan tesis ini dan selama sayamenempuh studi di IRB. Pertama dan teristimewa ucapan terima kasih kepadakedua orang tua dan saudara-saudara saya, tanpa mereka studi ini tidak mungkinrampung. Terima kasih saya haturkan kepada Dr. FX. Baskara T. Wardaya, S.Jselaku pembimbing tesis ini. Terima kasih kepada Dr. G. Budi Subanar, S.J selakudirektur pascasarjana yang telah memperkenalkan IRB dan memberi kemudahanlainnya berupa fasilitas beasiswa penelitian. Kepada ketua program studi IlmuReligi dan Budaya, Dr. Y. Tri Subagya. Kepada dosen-dosen lainnya Dr. St.Sunardi, Prof. Dr. A. Supratiknya, Dr. Katrin Bandel, Dr. Bagus Laksana, S.J, Dr.Alb. Budi Susanto S.J, Dr. Y. Devi Ardhiani terima kasih atas transfer ilmunyadan telah mewarnai pengetahuan saya selama ini. Kepada Mbak Desi dan MbakDita juga terima kasih.

Kepada teman-teman IRB 2013, Cahyo, Pomat, Hans, Alexander Koko, Anto,Anne, Umi, Vina, Padmo, Felo, Jolni, Andre, Pak Riwi, Efraem, Alfons, MasLukas, Ali Antoni, Yekti dan generasi lainya yang selama ini bersama-samamelakoni proses di IRB. Terima kasih kepada teman-teman belajar bersamaPusdep. Kepada Gogor yang menyediakan trova studio sebagai tempatmerampungkan tesis ini. Kepada sahabat Ipul, Noe, Cunni dan abdi yang lebihdulu selesai terima kasih telah menjadi teman ngopi membuat sulawesi selalumenarik walaupun kita berada di tanah seberang. Kepada teman sekaligus guru diPusat Kajian Representasi Sosial terima kasih atas dorongan dan semangatnyauntuk belajar tentang masyarakat kita sendiri. Tak lupa ucapan terima kasihkepada orang yang pernah mampir dan ikut mewarnai perjalanan kehidupan saya.Paling penting terima kasih dan puji syukur kepada Allah SWT yang selalumemberi jalan pada setiap kesulitan yang saya hadapi selama ini serta selalumemberi jalan dalam melakoni kehidupan selanjutnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING............................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...........................................................

LEMBAR PERSETUJUAN KARYA ILMIAH ............................................

ABSTRAK ......................................................................................................... iv

ABSTRACT ........................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI...................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1

B. Tema Penelitian ............................................................................................ 6

C. Rumusan Masalah ......................................................................................... 6

D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 6

E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7

F. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 7

G. Kerangka Teori.............................................................................................. 12

1. Representasi ............................................................................................ 16

2. Individu ................................................................................................... 17

3. Moral ....................................................................................................... 18

H. Metode........................................................................................................... 19

I. Sistematika penulisan.................................................................................... 19

BAB II. PERKEMBANGAN HISTORIOGRAFI BUGIS ............................ 22

A. Peran Pemerintah Kolonial ......................................................................... 26

B. Aktivitas Ilmuan Asing selain Pemerintah Kolonial .................................. 29

C. Narasi Intelektual Lokal............................................................................... 33

D. Jejak Tertulis orang Bugis di Tanah Rantau ................................................ 37

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

xi

E. Rangkuman ................................................................................................ 40

BAB III. DINAMIKA PERANTAU BUGIS SEBAGAIMANA

DINARASIKAN DALAM TEKS-TEKS SEJARAH..................................... 43

A. Bugis Dalam Ruang Representasi................................................................ 43

A.1. Tanah Kelahiran yang tidak Menentu: Antara Perang dan Harga Diri 44

A.2.Spirit Bahari Sebagai Legitimasi Perantauan: Cerita Rakyat, Pengatahuan

dan keterampilan yang dimilikinya.............................................................. 53

B. Jejak-Jejak Kehidupan Di Tanah Rantau .................................................... 58

B.1. Johor ..................................................................................................... 58

B.2. Bali ...................................................................................................... 61

B.3. Kamal Muara, Pesisir Pantai Jakarta Utara .......................................... 66

B.4. Ambon ................................................................................................. 69

C. Kehadiran Individu (Bangsawan) Dalam penulisan Sejarah Perantau Bugis

...................................................................................................................... 72

D. Rangkuman ................................................................................................. 77

BAB IV. MELIHAT POSISI SEJARAWAN MELALUI NARASI SEJARAH

PERANTAU BUGIS ......................................................................................... 78

A. Bergerak Menuju Perantauan ...................................................................... 79

B. Narasi Kemampuan Bahari Sebagai Narasi Yang Dirayakan...................... 88

C. Bugis Yang Dibentuk Berdasarkan Narasi Sejarah ..................................... 94

C.1. Narasi Kesuma tentang Bugis dan Kekuasaan di Johor ....................... 95

C.2. Narasi Suwitha tentang Bugis dan perdagangan di Bali ...................... 99

C.3. Narasi Said dan Prabowo tentang Bugis Sebagai Nelayan di Kamal

Muara, Pesisir Pantai Jakarta Utara.................................................... 105

C.3. Narasi Badrus Sholeh tentang Bugis dan Citra Islam di Ambon ......... 108

D. Aktor Sejarah dan Sejarawan dalam Narasi sejarah .................................... 111

E. Rangkuman ................................................................................................. 115

BAB V. PENUTUP ........................................................................................... 117

A. Kesimpulan dan Saran .................................................................................. 117

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 122

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sompe1 adalah kata yang sangat sering penulis dengar. Kata tersebut

banyak diperbincangkan oleh masyarakat di kampung penulis yang ada di Pinrang

Sulawesi Selatan. Setidaknya sejak SD penulis sudah mengerti apa yang

dimaksud dengan arti kata sompe tersebut. Kata ini dipakai dalam bahasa Bugis

untuk menunjukkan orang yang meninggalkan kampung yang pergi ke sebuah

tempat yang harus melewati lautan. Dengan kata lain sompe berarti merantau bagi

orang Bugis. Cerita tentang petualangan orang yang melakukan perantauan sering

penulis dengar melalui cerita langsung (oral story) dari kerabat maupun

masyarakat yang ada di kampung.

Selain melalui pengertian atas arti kata sompe dan cerita langsung,

pengenalan selanjutnya tentang kisah pertantauan orang Bugis pada penulis terjadi

saat belajar di universitas Hasanuddin Makassar. Penulis temukan beberapa kisah

perantau Bugis dari berbagai tulisan sebagai bahan kuliah. Hal ini membuat

penulis semakin akrab dengan narasi sejarah tentang perantau Bugis.

Beberapa kisah perantau Bugis yang penulis temukan dalam buku-buku

sejarah. Salah satunya adalah kisah petualangan Opu Daeang Rilakka yang

merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang di Johor Malaysia pada abad

1 “Sompe” selain memiliki arti merantu juga bisa berarti layar (digunakan pada perahu). LihatAbidin, Aslan, Merantau Sebagai bentuk “Perlawaan” Suku Bugis. dalam Jurnal Wacana, Edisi 24tahun VIII 2008 hal 56, lihat juga Hamid, Passompe: Pengembaraan Orang Bugis, Makassar,Pustaka Refleksi, 2004 hal 46-47.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

2

ke-17.2 Datu Luwu merupakan gelaran bagi penguasa di kerjaan Luwu, salah satu

kerajaan yang merupakan asal dari orang-orang Bugis.

Dalam kisah tersebut serta narasi-narasi sejarah serupa, tampak bahwa orang

Bugis melakukan perantauan karena didukung oleh tradisi bahari yang mereka

miliki. Tradisi bahari merupakan kegiatan yang berhubungan dengan laut, yang

menunjukkan bahwa petualangan adalah bagian dari kehidupan masyarakat Bugis.

Narasi tentang petualangan orang Bugis di laut menjadi ingatan bersama mereka

yang antara lain terekam dalam Sureq I La Galigo.3 Naskah tersebut berisi cerita

tentang perjalanan Sawerigading4 tokoh utama dalam sureq I La Galigo ke

berbagai tempat menggunakan perahu layar.

Narasi lain yang menunjukkan bahwa orang Bugis menggunakan laut

sebagai ruang aktifitasnya dapat dilihat dalam naskah yang dibuat oleh pimpinan

orang Bugis Wajo pada akhir abad ke-17. Naskah itu berisi rumusan Matoa Wajo

tentang peraturan pelayaran dan perdagangan yang digunakan oleh orang-orang

Bugis Wajo ketika melakukan pelayaran perdagangan antar pulau.5

Adanya narasi yang menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakat Bugis dekat

dengan kehidupan bahari merupakan legitimasi bahwa mereka memiliki jiwa

2 Kusuma, Migrasi dan Orang Bugis, Yogyakarta: Ombak, 2004 hal 96-106.3 Sureq I La Galigo adalah naskah lontara yang merupakan mitologi masyarakat Bugis yang ditulisoleh Arung Pancana. Ringkasaan naskah ini dapat dilihat dalam Kern, R.A. I La Galigo,Yogyakarta, Gadjah Mada Yniversity Press, 1993. Sureq I La Galigo juga sudah transkripsi danditerjemahkan tiga jilid dari 12 jilid. Arung Pancana Toa, La Galigo, Jakarta, Djambatan, 1995.Arung Pancana Toa, La Galigo jilid II, Makassaar, Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin,2000.4 Sawerigading adalah toko utama dalam naskah Sureq I La Galigo.5 Peraturan perdagangan ini disebut dalam bahasa Bugis “Adeq Aloping-loping BicarannaPabalue”. Isi peraturan perdagangan tersebut lihat Tobing, PH.O.L, Hukum Pelayaran danPerdagangan Amanna Gappa. Ujung Pandang : Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, (1977).Aktifitas perdagangan antar pulau masyarakat Sulawesi Selatan terutama yang melalui pelabuhanMakassar dapat dilihat dalam Poelinggomang, Makassar abad XIX, Makassar, KPG 2004.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

3

petualang. Keinginan petualangan itu didukung oleh kemampuan bahari yang

mereka miliki seperti pembuatan perahu, kemampuan dan pengetahuan tentang

pelayaran, serta kemampuan navigasi dan perdagangan.6 Seluruh pengetahuan

tersebut mereka peroleh secara turun-temurun, sehingga bagi masyarakat Bugis

merantau selalu diartikan sebagai melakukan pelayaran melalui lautan.

Dalam narasi-narasi sejarah yang ada, dikatakan bahwa alasan mencari

penghidupan yang lebih baik merupakan salah satu faktor penyebab mereka

merantau. Akan tetapi hal ini dilakukan bukan karena keadaan tanah di daerah

yang ditinggalkan tidak subur. Alasannya lebih pada kondisi keamanan di daerah

asal yang tidak stabil. Ketidak stabilan politis mendorong orang Bugis untuk

meninggalkan tanah kelahirannya.7

Sebagaimana tercermin dalam narasi-narasi sejarah yang ada, setidaknya

ada dua peristiwa besar di daerah tersebut yang menyebabkan kondisi kampung

halaman tidak lagi stabil. Pertama, perang Makassar yang berakhir dengan

perjanjian Bungaya pada tahun 1667 kemudian diperbarui pada tahun 1669.8

Kedua, adanya gerakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang

berlangsung pada tahun 1950 sampai 1965 di Sulawesi Selatan.9 Dua peristiwa itu

mendorong banyak masyarakat Bugis keluar untuk merantau.

Selain alasan ketidak stabilan politis, ada pula alasan filosofis yang

mendasari. Alasan lebih filosofis itu adalah satu nilai penting yang hingga saat ini

6 Hamid, Abu, 2004, hal 13.7 J.Noorduyn, “komunitas saudagara Wajo di Makassar” dalam Roger Tol dkk (ed), Kuasa danUsaha, Makassar, Ininnawa, 2009, hal 126.8 Lihat Patunru, Abdurrazak, Daeng, Sejarah Gowa, Ujung Pandang, Yayasan KebudayaanSulawesi Selatan, 1993, hal 50-619 Gonggong, Anhar, Abdul Qahar Mudzakkar dari Patriot Hingga Pemberontak” Yogyakarta,Ombak, 2004 hal 8.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

4

dianut oleh masyarakat Bugis, yaitu siri,10 yang secara harfiah berarti rasa malu.

Siri menjadi alasan lain bagi orang Bugis untuk merantau, dan hal itu terkait

dengan masalah harga diri.11 Harga diri yang rusak dapat mendorong satu

keluarga Bugis untuk merantau, dan mereka memerlukan waktu cukup lama untuk

kembali. Sukses di perantauan menjadi salah satu cara yang ditempuh untuk

mengembalikan harga diri yang telah gagal mereka pertahankan sebelum

merantau.

Harga diri memiliki posisi yang cukup penting bagi masyarakat Bugis.

Untuk menjaganya baik bagi diri sendiri maupun pada keluarga, membuat mereka

merasa tidak memiliki kebebasan ketika berada di kampung. Bagi keluarga

bangsawan bahkan merasa tidak memliki kebebasan untuk melakukan pekerjaan

sembarangan. Ketika harga diri dianggap sudah tidak ada maka pantang bagi

keluarga bangsawan untuk tetap tinggal di kampung, sebab secara tidak langsung

mereka tidak lagi memiliki kemerdekaan. Sementara bagi masyarakat kebanyakan

merantau mereka lakukan karena tidak memiliki kebebasan untuk berusaha secara

optimal di kampung.12 Tanpa memiliki kebebasan berusaha, tidak mungkin dapat

meningkatkan taraf hidup secara ekonomi dan berkecukupan secara materi yang

menjadi impian bagi setiap orang Bugis. Kemungkinan untuk mewujudkan setiap

impian dapat mereka lakukan ketika melepaskan diri dari ikatan keluarga dan

merantau merupakan salah satu pilihan.

10 Siri dalam tesis ini mengacu pada pengertian menurut Matulada, lihat Matulada, Latoa, SatuLukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, Ujung Pandang, HasanuddinUniversity press 1993, hal 62.11 Abidin, Aslan, “Merantau Sebagai bentuk “Perlawaan” Suku Bugis”. dalam Jurnal Wacana,Edisi 24 tahun VIII 2008 hal 57.12 Gonggong, Anhar, “Merantau dan Menetap: untuk kehidupan yang lebih baik”, pengantardalam Kesuma, 2004 hal xiv-xv.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

5

Selain siri keyakinan yang hadir dalam narasi sejarah perantau Bugis, yaitu

ketika bertahan hidup dan melakukan usaha di perantauan, mereka memanfaatkan

“tiga bekal” yang dibawa dan berada dalam diri setiap perantau. Tiga bekal

tersebut adalah “ujung lidah”, “ujung kemaluan”, dan “ujung badik”. Tiga bekal

itu memiliki makna bahwa untuk merantau orang Bugis harus memiliki bekal

kemampuan bela diri, kemampuan bernegosiasi, kemampuan mengambil hati

tokoh masyarakat sehingga dapat menjadi bagian dari keluarganya.13

Dalam narasi sejarah yang ada tampak bahwa ada banyak tempat yang

menjadi tujuan perantauan orang Bugis selama ini. Hampir semua kota-kota besar

yang ada di Indonesia sampai kawasan Asia Tenggara menjadi tujuan perantauan

mereka. Di Nusantara tempat yang dituju sebagai tujuan perantauan mereka

adalah pulau-pulau seperti Kalimantan, Jawa, Sumatera, Maluku, Papua.

Sementara di kawasan Asia Tenggara tujuan perantauan mereka adalah

Semenanjung Malaya. Daerah pesisir dan kawasan pasar biasanya merupakan

pilihan mereka ketika memilih merantau. Alasannya karena di tempat itulah

mereka dapat mengembangkan kehidupannya.14 Jiwa niaga dan bahari serta

koneksi keluarga atau jaringan sesama orang Sulawesi Selatan yang lebih dahulu

merantau merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam menentukan

tempat perantauan.

Pertanyaannya, seperti apakah dasar narasi sejarah perantau Bugis yang

sudah ada tersebut? Sebuah narasi sejarah ditulis tentu memiliki tujuan. Sementara

13 Bakti, Andi faisal (ed), Diaspora Bugis Dalam Alam Melayu Nusantara, Makassar :Ininnawa,2010 hl. 814 J.Noorduyn, “Komunitas Saudagar Wajo di Makassar” dalam Roger Tol dkk (ed), 2009, hal126.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

6

itu tiap penulis memiliki subjektivitasnya masing-masing dalam menyusun narasi

sejarah. Dalam konteks narasi sejarah perantau Bugis bagaimana narasi sejarah itu

terbangun melalui berbagai tulisan?

Tesis ini akan membahas empat teks sejarah, yaitu: pertama, buku yang

berjudul Migrasi Dan Orang Bugis, ditulis oleh Andi Ima Kesuma. Kedua, buku

yang berjudul Perahu Pinisi di Pesisir Dewata: Migrasi dan Peranan Masyarakat

Bugis di Bali sekitar Abad XIX yang ditulis oleh I Putu Gede Suwitha. Ketiga,

teks yang berjudul “Akulturasi Orang Bugis dan Orang Betawi di Kamal Muara,

Pesisir Pantai Jakarta Utara”, tulisan Mashadi Said dan Hendro Prabowo.

Keempat, teks dengan judul “Peranan Bugis Pendatang dalam Proses Islamisasi

Bagian Timur Indonesia: Kasus Konteks Sejarah Ambon” yang ditulis oleh

Badrus Sholeh.

Narasi sejarah perantau Bugis yang ada menghasilkan pengertian tentang

perantau Bugis menurut setiap sejarawan. Pengertian tersebut antara lain,

memiliki jiwa petualangan, keberanian mempertahankan harga diri di negeri

orang dan berbagai definisi lainnya. Hal itu membuat penulis tertarik untuk

menelusuri bagaimana pengertian-pengertian tentang perantau Bugis disusun oleh

sejarawan melalui nasari sejarah mereka tulis.

B. Tema

Tema tesis ini adalah Perantau Bugis dalam Narasi Sejarah: Sebuah Kritik

Historigrafi

C. Rumusan Masalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

7

Berbagai macam pengertian tentang perantau Bugis sudah hadir dalam

narasi sejarah. Namun demikian, narasi tersebut dibangun dengan berbagai

argumentasi yang belum pernah menjadi perhatian. Tesis ini melihat bagaimana

narasi itu dibentuk dan mengapa sejarawan menulis sejarah tentang perantau

Bugis. Untuk menjelaskan hal tersebut ada beberapa pertanyaan yang akan

dijawab melalui tesis ini.

1. Bagaimana perantau Bugis direpresentasikan dalam narasi sejarah?

2. Bagaimana posisi sejarawan dalam proses penarasian sejarah perantau

Bugis?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya, saya akan

merumuskan tujuan dari penelitian ini, yakni:

1. Melihat representasi yang ada dalam narasi sejarah perantau Bugis. Saya

berharap dengan menemukan kecenderungan sejarah perantau Bugis

dipresentasikan dalam sejarah yang ada selama ini.

2. Mengetahui posisi sejarawan dalam penulisan narasi sejarah perantau

Bugis. Saya berharap akan menemukan alasan rasional setiap sejarawan

dalam setiap pilihan narasinya.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat untuk publik pembaca dari penelitian ini adalah memberi

konstribusi akademik dengan ikut terlibat dalam perdebatan akademik tentang

narasi sejarah perantau Bugis, sekaligus sebagai kritik historiografi. Manfaat lain

dari penelitian ini adalah memberi pemahaman kepada orang lain yang membaca

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

8

tesis ini nantinya, bahwa sebuah narasi sejarah tidak lepas dari naratornya dalam

hal ini sejarawan. Dengan kata lain sejarah tidak lahir begitu saja. Dalam proses

penarasiannya selalu ada intervensi sejarawan di dalamnya.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang perantau Bugis bukanlah merupakan hal baru dalam studi

akademik. Ada beberapa penelitian terkait tema ini, baik penelitian dengan

pendekatan studi sejarah maupun penelitian dengan pendekatan bidang ilmu

lainnya. Akan tetapi penelitian yang secara khusus mengkaji teks sejarah

perantau Bugis dengan pendekatan narasi dan kritik historiografi, sepertinya

belum ada yang melakukan. Untuk menempatkan penelitian ini di antara berbagai

penelitian lainnya, tinjauan pustaka ini akan dibagi dalam tiga bagian. Bagian

pertama akan membahas penelitian yang terkait dengan perantau Bugis terutama

penelitian yang menggunakan pendekatan sejarah. Kedua, penelitian mengenai

narasi sejarah yang memakai pendekatan kritik historiografi, terutama

historiografi Indonesia. Ketiga, penelitian terkait dengan teori dan metode

penelitian narasi sejarah.

Penelitian yang terkait dengan perantau Bugis di sini ada dua yaitu:

pertama, karya Aslan Abidin yang berjudul “Merantau sebagai bentuk perlawanan

suku Bugis: perspektif historis atas tindak kekerasan dan perbudakan di Sulawesi

Selatan. Kedua, karya Kathryn Gray Anderson, The Open Door: Early Modern

Wajorese Statecraft and Diaspora.

Aslan Abidin dalam penelitiannya tahun 2008 menelusuri berbagai literatur

dan refleksi pengalaman pribadinya untuk melihat latar historis orang-orang Bugis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

9

meninggalkan kampung halamannya. Aslan Abidin membahas munculnya

peristiwa kekerasan dan penindasan sepanjang priode sejarah Sulawesi Selatan.

Dia membagi lima fase penindasan yang dipernah dialami oleh orang Bugis. Fase

pertama, penindasan dalam mitologi I La Galigo. Fase kedua, penindasan raja

Bugis dan Gowa-Tallo. Fase ketiga, penindasan penjajah Belanda dan Jepang.

Fase keempat, penindasan Kahar Muzakkar dan DII/TII. Fase kelima, penindasan

rezim Orde Baru. Lima bentuk penindasan itulah yang dianggap oleh Abidin

sebagai latar belakang banyak orang Bugis meninggalkan daerahnya.

Sementara penelitian Anderson tahun 2003 merupakan disertasi, yang

menjelaskan bagaimana orang Bugis yang berasal dari kerajaan Wajo melakukan

migrasi ke berbagai tempat. Tujuan perantauannya meliputi wilayah Sumatera

Barat, Makassar, Malaka, Kalimantan timur. Menurut Anderson, proses migrasi

orang Bugis terjadi setelah perang Makassar yang berakhir tahun 1669. Anderson

menemukan bahwa orang Bugis yang bermigrasi tetap membentuk komunitas

sesama orang Bugis di daerah perantauan. Komunitas mereka juga masih

memiliki hubungan dengan komunitas orang Bugis lainnya yang berasal dari

Wajo. Menurut Anderson komunitas orang Bugis seperti itu tetap memiliki bentuk

pemerintahan sendiri ketika berada diperantauan, pimpinan mereka disebut

Matowa.

Dalam hubungannya dengan penelitian ini, kedua karya tersebut diletakkan

untuk melihat bagaimana terjadinya perantau Bugis sepanjang sejarah. Ada

beberapa periode sejarah orang-orang Bugis bergerak meninggalkan tanah

kelahirannya. Selain itu, kedua karya tersebut memberi gambaran bahwa orang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

10

Bugis yang berasal dari Sulawesi selatan tidak tunggal. Orang Bugis yang berasal

dari Wajo hanya salah satu di antara yang lain.

Penelitian yang terkait dengan narasi sejarah, terutama yang berhubungan

dengan kritik historiografi Indonesia juga ada dua yakni: pertama, karya Sartono

Kartodirjo yang berjudul Tjatatan Tentang Segi-Segi Messianistis Dalam Sejarah

Indonesia. Kedua, John Roosa tahun 2006 yang berjudul Pretext for Mass

Murder: The September 30th Movement and Suharto,s coup d’Etat in Indonesia.

Karya Sartono Kartodirjo membahas bagaimana berbagai tulisan sejarah

menarasikan perlambang Djayabaja (selanjutnya memakai ejaan baru “Jayabaya”)

yang memuat harapan akan datangnya seorang Ratu Adil. Tokoh seperti Ratu Adil

selalu dipercaya oleh masyarakat Jawa akan kedatangannya. Melalui karya itu

Sartono berusaha menelusuri tulisan-tulisan yang membahas tentang perlambang

Jayabaya. Melalui penelusuran tersebut Sartono menunjukkan bahwa tidak hanya

naskah atau terjemahan perlambang Jayabaya yang ada, tapi juga kemunculan

akan Ratu Adil selalu hadir dalan narsi sejarah Indonesia. Berbagai gerakan yang

muncul untuk melawan pemerintah kolonial, sebagian didasari oleh semangat

akan munculnya Ratu Adil tersebut. Buku ini memang tidak membahas narasi

sejarah perantau, tapi buku ini penting untuk menunjukkan bagaimana catatan

perlambang Jayabaya tentang Ratu Adil hadir dalam narasi sejarah Indonesia.

Ratu Adil hadir dalam narasi sejarah Indonesia sebagai legitimasi untuk

membangun sebuah gerakan perlawanan terhadap kolonial. Buku ini digunakan

untuk melihat penelitian narasi sejarah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

11

Sementara karya John Roosa berjudul Pretext for Mass Murder: The

September 30th Movement and Suharto’s Coup d’Etat in Indonesia yang

kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul Dalih Pembunuhan

Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto. Karya ini membahas narasi

sejarah pristiwa Gerakan 30 September sekaligus malahirkan narasi sejarah yang

berbeda dengan narasi sejarah versi pemerintah. Melalui buku ini John Roosa

menunjukkan bahwa narasi sejarah G-30-S yang ada sebelumnya sangat

ditentukan oleh siapa yang menuliskannya dan sumber apa yang dipakai. Dalam

hal ini John Roosa mengungkapkan bagaimana pemerintah Orde Baru menulis

narsi sejarah G-30-S yang menempatkan PKI sebagai dalang dari peristiwa

tersebut sehingga sah untuk membunuh anggotanya. Selain mengkritisi narasi

sejarah versi pemerintah dan mengkritisi sumber yang digunakan, John Roosa

juga menghadirkan sumber baru dalam membangun narasi sejarah yang dihasilkan

melalui buku ini. Sekali lagi narasi sejarah sangat ditentukan oleh siapa yang

menulis dan narasi sejarah tidak pernah lepas dari intervensi naratornya.

Dalam kaitanya dengan penelitian ini, kedua karya tersebut dijadikan dasar

untuk melihat bentuk krtitik historiografi yang berkembang di Indonesia. Krtitik

yang ada selama ini lebih pada membangun narasi baru dengan sumber yang

biasanya diabaikan oleh narasi sebelumnya. Kritik historiografi seperti ini akan

berusaha membuat narasi tandingan dan menjadi narasi utama selanjutnya.

Kemudian penelitian yang terkait dengan teori dan metode yang dipakai

dalam penelitian ini . Ada dua hasil penelitian yang terkait dengan hal itu yakni:

karya Hayden White dengan judul Metahistory: The Historical Imagination In

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

12

Nineteenh-Century Europe dan karya Herman Paul yang berjudul Hayden White

the Historical Imagination.

Karya White merupakan buku yang diterbitkan oleh the Johns Hopkins

University Press pada tahun 1975. Buku ini peneliti gunakan untuk melihat

bagaimana White merealisasikan penelitian narasi sejarah yang dia lakukan.

White meneliti narasi sejarah Eropa abad XIX. Melalui buku ini juga, peneliti

bermaksud mengetahui lebih jauh konsep-konsep yang digunakan oleh Hayden

White dalam penelitian narasi sejarah.

Selanjutnya karya Herman Paul yang berjudul Hayden White the Historical

Imagination. buku ini di terbitkan pada tahun 2011 oleh Polity Press yang berada

di Cambridge. Buku ini menjelaskan bagaimana Hayden White menyusun sejarah.

Terutama cara White berpikir sehingga menghasilkan teori-teori sejarah yang dia

kembangkan. Dengan meneliti karya-karya White dan orang-orang yang menulis

tentang tulisan-tulisannya, Herman Paul menunjukkan konsep-konsep yang

dikembangkan oleh White. Dari buku ini kita akan mengetahui bagaimana White

merumuskan sejarah.

G. Kerangka Teori

Narasi sejarah perantau Bugis lahir dari konstruksi sejarawan, sehingga

menjadi sejarah yang dibentuk melalui tulisan. Di sini penulis menggunakan

“sejarah yang dibentuk” karena apa yang tertulis merupakan hasil intervensi

manusia. Apapun bentuk narasi sejarah perantau Bugis, hal itu tidak akan pernah

lepas dari peranan sejarawan itu sendiri. Tesis ini berusaha melihat apa yang

sebenarnya direpresentasikan oleh narasi sejarah perantau Bugis. Hal kedua yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

13

ingin penulis jawab dari penelitian ini adalah bagaimana narasi perantau Bugis

dibentuk oleh naratornya. Untuk menjawab apa yang menjadi permasalahan tesis

ini, penulis memakai beberapa konsep Hayden White.

Ada beberapa konsep teori dari Hayden White yang akan dipakai untuk

menjelaskan persoalan narasi sejarah perantau Bugis. Sebelum menjabarkan

konsep teori tersebut akan terlebih dahulu diperkenalkan pemikirin Hayden White

secara umum. Hayden White dalam perjalanan kariernya berusaha menantang

bentuk konvensional pada tiga bidang kajian dalam sejarah. Pertama, bidang

kajian filsafat sejarah. Filsafat sejarah diidentifikasi dengan studi tentang hukum-

hukum perkembangan sejarah yang terjadi sejak abad kedelapan belas. Lebih jauh

White mengatakan bahwa filsafat ini tidak mempelajari proses sejarah tapi hanya

menjalankan “beasiswa sejarah”. Dari filsafat ini White mempertanyakan antara

filsafat sejarah spekulatif dan filsafat sejarah analitis.15

Kedua, ia mempertanyakan perbedaan antara yang “sebenarnya” dalam

praktik sejarah dan yang “spekulatif” dalam filsafat sejarah. Praktik Leopold von

Ranke yang dianggap sebagai Bapak Sejarah Modern selalu menghindari

spekulasi untuk menempatkan “fakta” yang berasal dari sumber primer. Jadi fakta

hanya berasal dari sumber primer. Pertanyaanya kemudian adalah apakah semua

peristiwa yang tercatat dalam dokumen sejarah dapat diklasifikasikan sebagai

sejarah? Jika tidak, bagaimana membedakan antara sejarah dengan fakta lainnya?

15 Paul Herman, “Hayden White The Historical Imagination”, Cambridge UK, Polity Press, 2011,hal 3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

14

Kategori semacam itu menurut White tidak dapat didefinisikan tanpa melihat

realitas sebenarnya.16

Ketiga, White mempertanyakan batas antara fiksi dan sejarah. White

berpendapat bahwa sejarawan menulis sejarah atau menghasilkan narasi sehingga

banyak kesamaannya dengan penulis sastra fiksi. Sejarawan akan menafsirkan

masa lalu sesuai dengan narasi yang mereka bangun. Dari narasi tersebut

sejarawan membangun versi masa lalu dan tidak bisa tidak memaksakan asumsi

mereka sendiri pada realitas masa lalu. Dalam hal inilah sejarawan akan sama

dengan penulis sastra fiksi. Bahkan Hayden White berpendapat bahwa narasi

sejarah adalah bentuk lain dari fiksi.17

Penelitian yang dilakukan oleh Hayden White terfokus pada penulisan

sejarah bukan pada penelitian sejarah. Penulisan sejarah pasti menghasilkan narasi

yang di dalamnya mengandung kalimat-kalimat individual. Pemahaman White

tentang narasi memang bergantung pada argumen yang dimaksudkan untuk

melawan realisme sebagai bentuk dominan. Hayden White dalam mendekati

narasi selalu menggunakan sudut pandang retorika, ideologi, dan politik.

Hayden White hadir untuk menantang imajinasi historis zamannya yang

berasal dari pandangan moral dan politik White. Gagasan White mengenai

manusia harus membuang “beban sejarah” mereka jika ingin berkontribusi untuk

dunia yang lebih baik bagi anak-anak dan keturunan mereka. Beban sejarah yang

dimaksud di sini adalah kejayaan masa lalu yang selalu menjadi standar bagi

generasi berikutnya, sehingga dianggap sebagai beban. Bagi Hayden White yang

16 Paul Herman, 2011, hal 4.17 Paul Herman, 2011, hal 5.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

15

penting dalam hal ini adalah bagaimana manusia sebagai individu

mengembangkan makna untuk membebaskan diri dari tradisi, konvensi, dan

kekuatan tirani lainnya. Dalam setiap interpretasi sejarah diperlukan pertimbangan

moral, dan setiap penulis sejarah memiliki tanggung jawab pribadi.18

Hayden White berfokus pada penulisan sejarah dalam konteks sejarah Barat.

Dalam penelitiannya tentang narasi, White membedakan lima jenis karakteristik

narasi dalam teori sejarah yang terjadi di Barat, meskipun untuk jenis yang kelima

ia masih ragu-ragu untuk menyebutnya sebagai karakterisasi. Pertama, narasi

yang ditentukan status epistemik narasinya. Jenis ini berupa tipe penjelasan (kind

of expalanation) yang sesuai dengan penjelasan sejarah, seperti berjalan alamiah

berupa kejadian dan proses. Walsh, Gardiner, Dray, Gallie, Morton White, Danto,

Mink merupakan contoh orang-orang di balik narasi semacam ini. Kedua, bagi

sejarawan yang berorientasi sosial ilmiah, seringkali narasi historiografi dianggap

tidak ilmiah. Arah pandangan ini diperlukan suatu transformasi dalam studi

sejarah supaya menjadi sains murni. Mashab Analles seperti Braudel, Furet, Le

Goff, LeRoy Ladurie adalah pelopor kararter ini. Ketiga, narasi yang dianggap

berorientasi semiologikal pada sastra dan filsafat. Dalam hal ini narasi dipelajari

dengan semua manifestasinya, kemudian melihat itu hanya sebagai salah satu

diskursif kode di antara yang lainnya. Mungkin tidak sesuai representasi realitas,

hanya bergantung pada tujuan pragmatis dalam pandangan pembicara. Narasi

semacam ini bisa ditemukan dalam karya Barthes, Foucault, Derrida, Todorov,

Julia Kristeva, Benveniste, Genette, Eco. Keempat, narasi dianggap sebagai

18 Paul Herman, 2011, hal 11.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

16

manifestasi wacana jenis tertentu (the manifestation in discourse) yang spesifik

pada kesadaran waktu atau struktur waktu. Pandangan ini berorientasi pada

hermeunetik seperti Gadamer dan Ricoeur. Kelima, yang Hayden White masih

ragu-ragu mengkategorikannya, adalah narasi yang dilihat secara terhormat dalam

menjalankan atau dalam praktik sejarah. White melihatnya ada pada J. H. Hexter

dan Geoffrey Elton. Pada karakter narasi seperti ini sejarawan dianggap bukan

milik filsafat atau metodologi tertentu, tetapi lebih berbicara dari sudut pandang

doxa profesi. Representasi naratif tidak menimbulkan masalah teoritis yang

signifikan.19

Model White akan penulis pakai untuk melihat narasi-narasi sejarah

perantau Bugis. Dalam realisasi tesis ini penulis “meminjam” beberapa konsep

teori dari Hayden White. Setidaknya ada tiga konsep yang akan penulis

kembangkan dalam konteks narasi. Yaitu Representasi Naratif, Individu dan

Moral. Selanjutnya secara ringkas akan penulis uraikan konsep tersebut satu

persatu.

1. Representasi

Menurut Hayden White narasi adalah cara berbicara universal seperti

bahasa. Dengan kata lain narasi merupakan cara representasi lisan sehingga

menjadi tampak alami dalam kesadaran manusia.20 Dalam narasi representasi

akan muncul aspek percakapan sehari-hari dan wacana biasa. Dalam

19 White, Hayden, The Content Of The Form, Baltimore dan London, The Johns HorpkinsUniversity Press, 1987, hal 26-57.20Untuk Penjelasan ini Hayden White mengambil dari R. Barthes, lebih jauh lihat White, Hayden,“The Question Of Narrative In Contemporary Historical Theory”, History and Theory, Vol. 23,No. 1 Published by: Blackwell Publishing for Wesleyan University, URL:http://www.jstor.org/stable/2504969 hal 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

17

perkembangan ilmu pengetahuan, studi sejarah selalu ingin dianggap sebagai

sebuah ilmu. Model narasi represetasi dapat dilihat dalam deskripsi sejarawan

tentang fenomena dari objek studinya. Sebagian sejarawan menganggap bahwa

narasi representasi merupakan kegagalan dalam metodologi dan teori. Bagi

Hayden White, studi sejarah profesional melihat narasi bukan sebagai produk teori

dan metode melainkan sebagai bentuk dari wacana (form of discourse) yang tidak

dapat digunakan sebagai representasi dari peristiwa sejarah. Dalam perdebatan ini

White akhirnya mengantar kita pada perdebatan tentang bagaimana membedakan

“sejarah” dan “fiksi”. Konsep representasi dalam penelitian ini dipakai untuk

melihat berbagai representasi yang hadir dalam narasi sejarah perantau Bugis.

Kemudian, memeriksa bagaimana cara setiap sejarawan menghadirkan apa yang

menjadi representasi dari perantau Bugis.

2. Individu

Hayden White menekankan adanya kompleksitas realitas dan menurutnya

tidak mungkin merumuskan kompleksitas itu dalam satu rumusan tunggal. Sifat

manusia tidak pernah tetap karena harus diwujudkan terus-menerus oleh individu.

Kekhasan itulah yang merupakan sejarah yang unik bagi diri manusia sebagai

individu, sehingga manusia cenderung “ingin menjadi” daripada “diberitahu untuk

menjadi”. Sederhananya, tidak ada yang universal. Yang ada hanyalah kebebasan

individu untuk menyadari sendiri apa yang manusia anggap sebagai tanggung

jawabnya. Kebebasan individu bagi White berarti adanya kebebasan untuk

bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang manusia pilih sendiri, bukan nilai-nilai

yang berasal dari masa lalu. Bukan berarti bahwa kita terputus sama sekali dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

18

masa lalu, tetapi lebih pada cara individu menanggapi keadaan yang tidak pernah

dapat diturunkan dari masa lalu. Dalam artian, manusia memiliki kebebasan untuk

memutuskan sendiri pilihan kehidupannya. Begitupun individu berperan dalam

menentukan apa yang terjadi di masa lalu. Dalam hal ini dorongan White untuk

menulis sejarah bertentangan dengan dorongan antik yang hanya untuk

memastikan apa yang telah terjadi di masa lalu. Di sini menulis sejarah

ditempatkan sebagai keinginan untuk memahami arti masa lalu. Dari kebebasan

individu yang dikembangkannya, White menemukan sebuah rumusan yang

disebut “Historiografi pembebasan” (liberation historiography).21 Kosep individu

dipakai dalam penelitian ini untuk melihat peran berbagai aktor sejarah yang

dihadirkan oleh setiap sejarawan. Setiap sejarawan memiliki alasan, aktor siapa

dan peran apa yang dihadirkan dalam narasinya.

3. Moral

Konsep moral yang dikembangkan oleh White merupakan yang berangkat

dari komitmen moral yang dia pinjam dari konsep Croce. Menurut White

tanggung jawab moral sejarawan tidak terdapat pada pemberian saran konkrit

untuk memecahkan persoalan. Tanggung jawab moral ditunjukkan justru ketika

sejarawan menolak untuk menarik garis lurus dari masa lalu ke masa kini yang

berbeda dari orang-orang sezamannya. Kebebasan dimiliki oleh sejarawan untuk

memutuskan sendiri tentang kebaikan dan kejahatan. White memahami sejarah

bukan sebagai akibat dari kekuatan impersonal atau keadaan kebetulan tetapi

sebagai produk kecerdasan dan kehendak manusia. Moral dan estetika akan

21 Paul Herman, 2011, hal 36.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

19

menjadi pemandu bagi setiap kebebasan individu untuk memilih masa lalu seperti

mereka memilih masa depan. Artinya, historiografi pembebasan yang menjadi

pilihan individu untuk menyusun masa lalunya akan ditentukan oleh moral yang

dimiliki sejarawan. Moral dari sejarawan itu terbentuk pada orientasi nilai yang

dimilikinya. Orientasi nilai ini merupakan sebuah konsep yang dimiliki secara

khas oleh individu maupun kelompok, baik yang terlihat maupun yang implisit,

sehingga dapat mempengaruhi pilihan dalam bertindak. Hal ini oleh White

disamakan dengan “Ideologi”. 22 Konsep moral dalam penelitian ini dipakai untuk

memeriksa latar belakang sejarawan ketika memilih aktor sejarah dan peristiwa

yang dihadirkan dalam narasi.

H. Metode

Tesis ini menggunakan metode kepustakaan dalam proses pengumpulan

datanya. Data yang sekaligus menjadi objek material dalam penelitian ini adalah

tulisan sejarah tentang perantau Bugis. Ada empat teks yang menjadi data primer

dalam penelitian ini yaitu: pertama, buku yang berjudul Migrasi Dan Orang

Bugis, ditulis oleh Andi Ima Kesuma. Buku ini terbit pada tahun 2004 di

Yogyakarta. Kedua, buku yang berjudul Perahu Pinisi di Pesisir Dewata: Migrasi

dan Peranan Masyarakat Bugis di Bali sekitar Abad XIX ditulis oleh I Putu Gede

Suwitha, terbit tahun 2013 di Denpasar, Bali. Ketiga, teks yang berjudul

“Akulturasi Orang Bugis dan Orang Betawi di Kamal Muara, Pesisir Pantai

Jakarta Utara”, tulisan ini ditulis oleh Mashadi Said dan Hendro Prabowo.

Keempat, teks dengan judul “Peranan Bugis Pendatang dalam Proses Islamisasi

22 Paul Herman, 2011, hal 22-23.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

20

Bagian Timur Indonesia: Kasus Konteks Sejarah Ambon” yang ditulis oleh

Badrus Sholeh. Dua tulisan terakhir berada buku Diaspora Bugis di Alam Melayu

Nusantara terbit pada tahun 2010 di Makassar . Tulisan-tulisan sejarah tersebut

merupakan karya dari para akademisi dalam negeri. Kategori lainnya terletak pada

jenis tulisan yang dihasilkan apakah termasuk tulisan sejarah atau tidak. Jadi ada

proses kategorisasi dalam pengumpulan tulisan-tulisan yang dianalisis narasinya.

Tulisan-tulisan tersebut digunakan sebagai data primer. Kemudian untuk

memperkuat analisis narasi menggunakan tulisan-tulisan yang berhubungan

dengan perantau Bugis tapi tidak dikategorikan dalam tulisan sejarah.

Dalam proses analisis, penulis terlebih dahulu menelusuri setiap narasi

sejarah yang ada untuk menemukan bentuk represntasi yang dihadirkan oleh

setiap sejarawan. Setelah menemukan representasi narasinya maka langkah

selanjutnya adalah menelusuri bagaimana setiap sejarawan membangun

argumentasinya. Disini akan mememukan kata maupun kalimat subjektif yang

muncul dari setiap sejarawan. Selanjutnya akan menunjukkan kecenderungan apa

yang ada dalam narasi sejarah perantau Bugis. Dari proses itu akan terlihat bentuk

intervensi setiap sejarawan dalam narasi yang ada.

I. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan di bagi dalam lima bagian. Bab I akan berisi latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, kerangka teori, dan metode penelitian.

Pada Bab II akan diuraikan perkembangan historiografi Bugis. Ada tiga

bagian yang menjadi fokus pembahasan yaitu peran pemerintah kolonial, Ilmuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

21

Asing yang menarasikan Bugis dan intelektual lokal. Di bagian akhir dari bab ini

menelusuri tulisan-tulisan tentang perantau Bugis, sekaligus membahas sepintas

teks yang menjadi bahan analisa dari tesis ini.

Pada Bab III akan dijelaskan teks-teks sejarah yang akan dianalisa dalam

penelitian ini dengan membaginya dalam tiga bagian. Pertama, berdasarkan teks-

teks sejarah tersebut akan dilihat dinamika perantau Bugis untuk menunjukkan

representasi yang hadir dalam setiap teks. Kedua, akan ditunjukkan gambaran

perantau Bugis di beberapa daerah perantauan berdasarkan teks-teks sejarah yang

dipilih. Ketiga, akan ditunjukkan peran individu yang dimunculkan dalam setiap

teks.

Pada Bab IV akan berisi penjelasan posisi sejarawan berdasarkan narasi

yang mereka buat tentang sejarah perantau Bugis. Dalam hal ini akan dijelaskan

lebih jauh bagaimana representasi yang dihadirkan setiap sejarawan dalam

narasinya. Kemudian melihat cara setiap sejarawan dalam membangun narasinya

tentang Bugis di setiap wilayah perantauan. Bagian terakhir dari bab ini dilihat

aktor sejarah yang ada dalam narasi dan sejarawan yang menarasikannya.

Terakhir Bab V akan berisi kesimpulan dari hasil penelitian terhadap narasi

sejarah perantau Bugis. Kemudian, berisi saran yang akan menjadi pertimbangan

bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

22

BAB II

PERKEMBANGAN HISTORIOGRAFI TENTANG MASYARAKAT

BUGIS

Untuk melihat dinamika narasi sejarah perantau Bugis, di bagian bab ini

akan terlebih dahulu diuraikan perkembangan penulisan sejarah Bugis. Penulisan

sejarah Bugis tidak lepas dari perkembangan pemakaian aksara dalam kehidupan

masyarakat yang berada di bagian selatan pulau Sulawesi. Aksara yang dimaksud

adalah Lontaraq, meskipun konotasi Lontaraq tidak tunggal hanya sebatas aksara

saja. Penyebutan Lontaraq juga terkait dengan naskah yang dihasilkan sebagai

catatan tertulis oleh masyarakat Bugis.1

Sebagaimana diketahui, Bugis merupakan salah satu dari beberapa

kelompok masyarakat yang saat ini mendiami wilayah Sulawesi Selatan.2 Bahasa

merupakan unsur utama yang dapat dilihat ketika membedakan masyarakat Bugis

dengan kelompok masyarakat lainnya, walupun bahasa Bugis sendiri tidak satu.

Setiap kelompok masyarakat Bugis memiliki dialeknya sendiri. Selain melalui

bahasa akan sulit membedakan kelompok masyarakat Bugis dengan kelompok

masyarakat lainnya. Masyarakat Bugis tidak hanya mendiami satu wilayah

tertentu, mereka tersebar di beberapa kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan.

Penyebaran ini tidak lepas dari fakta bahwa dalam sejarahnya orang-orang Bugis

mendiami beberapa kerajaan. Kategori Bugis dan bukan Bugis sangat terkait

dengan pembagian yang dilakukan oleh pemerintah kolonial dan dengan

1 Lontaraq yang dimaksud dalam tesis ini, selanjutnya adalah tulisan yang sudah berbentuknaskah, apapun bentuknya.2 Wilayah Sulawesi Selatan dulunya termasuk wilayah Sulawesi Barat saat ini, sebelum dimekarkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

23

pengertian siapa “lawan” dan siapa “kawan”. Bugis yang dimaksud dalam tesis ini

adalah Bugis secara umum, yakni mereka yang hidup dan menggunakan bahasa

Bugis dengan berbagai dialeknya.3

Bahasa Bugis yang digunakan oleh masyarakat Bugis tidak hanya berfungsi

sebagai alat komunikasi, melainkan juga berfungsi sebagai sarana untuk menulis,

dengan menggunakan aksara sendiri yang disebut huruf lontaraq. Lontaraq juga

merujuk pada medium penulisannya. Lontaraq menjadi medium yang digunakan

untuk mencatat berbagai peristiwa dalam kehidupan bermasyarakat terutama yang

terkait dengan peristiwa yang terjadi di sekitar kerajaan. Jenis tulisan lontaraq

tersebut banyak digunakan sebagai sumber dalam penulisan sejarah Bugis dan

kelompok masyarakat lainnya yang ada di Sulawesi Selatan selanjutnya.

Pencatatan berbagai kejadian yang dilakukan oleh pihak kerajaan setidaknya

dimulai pada awal abad ke-16. Naskah lontaraq memiliki banyak jenis, baik dari

segi isi naskah maupun bentuk penulisan, serta cara penyajiannya.

Terkait dengan bahan-bahan sumber sejarah, A.A. Cense mengkategorikan

lontaraq dalam lima bentuk. Satu, berupa buku-buku harian; dua teks-teks

perjanjian; tiga, catatan-catatan mengenai hukum adat; empat, surat-menyurat;

kelima, iktisar iktisar sejarah yang singkat, yang kelima ini dianggap sebagai

peralihan kepustakaan penulisan sejarah atau historiografi.4 Kategori-kategori

tersebut tidak lepas dari kategori yang dibuat oleh Cense karena ia melihat

naskah-naskah yang ada, terutama naskah yang masih dapat diakses saat dia

3 Pelras, Manusia Bugis,Nalar, Jakarta 2006 hal 144 Cense, Beberapa Tjatatan mengenai penulisan sedjarah Makassar-Bugis, Bharata, Jakarta 1972hal. 12.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

24

melakukan penelitian. Nanti pada bagian lain dari tesis ini akan diuraikan

bagaimana lontaraq diperlakukan pada masa kolonial.

Lontaraq merupakan produk tertulis paling tua yang dapat ditempatkan

sebagai sumber sejarah, sekaligus sebagai bentuk awal tulisan sejarah bagi

masyarakat Bugis maupun kelompok masyarakat lainnya yang ada di Sulawesi

Selatan. Penulisan sejarah Bugis menempatkan lontaraq sebagai sumber yang

(cukup) kuat sebagai alat legitimasi. Beberapa lontaraq sering kali tidak

dikategorikan sebagai sebuah tulisan sejarah, sebagaimana yang dikembangkan

oleh para sejarawan akademik. Dalam tesis ini lontaraq yang dimaksud tidak

terbatas pada lontaraq yang dibuat sampai kedatangan orang-orang Eropa di

Sulawesi, tapi lontaraq yang terus diproduksi sampai awal 1990-an.

Lontaraq yang menjadi legitimasi dalam penulisan sejarah biasanya berisi

informasi tentang asal usul sebuah kerajaan. Seperti misalnya lontaraq Sukkuna

Wajo yang bercerita tentang asal usul kerajaan Wajo. Ada juga Lontaraq Bone,

yang bercerita tentang pembentukan kerajaan Bone. Lontaraq Addituang

Sidenreng, Lontaraq Akkarungeng Sawitto, Lontaraq Akkarungeng Suppa,

Lontaraq Akkarungeng Alitta, lontaraq-lontaraq ini bercerita tentang asal-usul

masing-masing kerajaan yang masuk dalam aliansi Ajattappareng.5 Lontaraq

Gowa yang bercerita tentang asal usul kerajaan Gowa, walaupun kerajaan ini

tidak termasuk kerajaan Bugis tetapi naskah seperti itu juga membahas keadaan

wilayah-wilayah Bugis sehingga sering dipakai sebagai rujukan dalam penulisan

sejarah Bugis.

5 Latif Abd, Para Penguasa Ajattapareng, Refleksi Sejarah Sosial Politik Orang Bugis, Ombak,Jogjakarta 2014 hal 16.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

25

Selain lontaraq yang bercerita tentang asal usul sebuah kerajaan terdapat

juga lontaraq yang berisi nasehat misalnya lontaraq Latoa. Menurut Mattulada,

Lontaraq ini merupakan kumpulan ucapan-ucapan orang Bugis yang bijaksana

dan petuah-petuah raja dari zaman sebelumnya yang banyak berisi soal hubungan

raja dan rakyatnya.6 Naskah ini diperkirakan oleh Mattulada ditulis sekitar tahun

1560-1578. Artinya, lontaraq itu ditulis sebelum Belanda menaklukkan kerajaan-

kerajaan yang ada di wilayah Sulawesi Selatan. Naskah yang digunakan oleh

Mattulada dalam penelitiannya adalah naskah salinan dari tulisan tangan Arung

Pancana pada tahun 1872.7

Pencatatan yang dilakukan oleh pihak kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan

tentang berbagai hal sudah berlangsung sebelum datangnya orang-orang Eropa di

daerah tersebut. Bentuknya belum bisa dikatakan sebagai tulisan sejarah tetapi

tulisan-tulisan itu sudah merupakan catatan sejarah, yang oleh A.A Cense

menyebutnya iktisar-iktisar sejarah yang singkat.8

Periode sejarah yang dapat ditelusuri melalui lontaraq-lontaraq tersebut

mulai sekitar abad XII. Naskah lain yang bercerita tentang masyarakat Bugis

adalah sure’galigo. Naskah ini merupakan naskah yang berangkat dari tradisi

lisan, yang kemudian ditulis dan biasa dibacakan dalam setiap acara adat. Naskah

yang sudah tertulis itulah yang disebut lontaraq sure’galigo. Naskah ini berisi

cerita mitologi.9 Sampai saat ini naskah tersebut masih menjadi perdebatan apakah

6 Mattulada, Latoa, Suatu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis,Hasanuddin University Press, Ujung pandang 1995 hal 79.7 Mattulada, 1995, hal 80. Mengenai peranan kolonial dalam penulisan sejarah Bugis akan dibahasdalam bagian tersendiri.8 Cense, 1972, hal 18.9 Mattulada, 1995, hal 65.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

26

isinya merupakan cerita sejarah atau bukan. Beberapa ahli akhirnya menempatkan

sebagai karya sastra. Ketiadaan tahun terjadinya sebuah peristiwa dalam naskah

tersebut menjadi persoalan sendiri dalam rangka menelusuri apakah peristiwa-

peristiwa tersebut pernah terjadi. Selain itu, tempat-tempat yang disebutkan dalam

naskah tersebut juga sulit dilacak lokasinya saat ini. Fachruddin Ambo Enre

menyebutnya zaman Galigo.10 Dia memperkirakan periode yang ada dalam

naskah tersebut terjadi sekitar abad ke-7sampai abad ke-10.11

Pada bagian ini yang akan dipertegas adalah bahwa tidak semua naskah

yang disebutkan sebelumnya merupakan naskah yang ditulis sebelum kedatangan

orang-orang Belanda di Sulawesi. Penulisan naskah semacam itu terus

berlangsung dalam perjalanan sejarah masyarakat Bugis. Ada yang langsung

ditulis ketika sebuah peristiwa terjadi, ada pula yang ditulis lama setelah

peristiwanya terjadi bahkan banyak juga berupa salinan dari naskah sebelumnya.

Tradisi penyalinan naskah menggunakan aksara lontaraq Bugis menjadi

kebiasaan yang dilakukan oleh kalangan bangasawan.

Bagian berikut akan mengurai bagaimana penulisan naskah lontaraq Bugis

tersebut kaitannya dengan pemerintah kolonial. Lontaraq-lontaraq tersebut tentu

berpengaruh dalam penulisan sejarah Bugis selanjutnya.

A. Peran Pemerintah Kolonial

Bagaimana peran pemerintah kolonial dalam penulisan sejarah Bugis?

Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang ingin dijawab pada sub bagian ini.

10 Ambo Enre, Fachruddin, Ritumpana Welenrengnge: Sebuah Episode Sastra Bugis KlasikGaligo, Yayasan Obor Indonesia, jakarta 1999, hal 21.11 Ambo Enre, Fachruddin, 1999, hal 22.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

27

Harus diakui bahwa pemerintah kolonial memiliki peran besar dalam penulisan

sejarah Bugis. Alasan ingin menguasai merupakan alasan dasar kenapa

pemerintah kolonial harus mengintervensi masyarakat jajahannya.12

Untuk melihat peran pemerintah kolonial dalam penulisan sejarah Bugis ada

dua lapis persoalan yang harus diurai.13 Lapis pertama, adalah adanya pengaruh

pihak pemerintah kolonial pada naskah-naskah lokal. Lapis kedua, beberapa

pegawai pemerintah kolonial yang pernah bertugas di daerah Sulawesi Selatan

menulis tentang masyarakat Bugis sekembalinya ke Belanda. Ada yang secara

langsung menulis sejarah masyarakat Bugis, ada pula yang hanya membuat

laporan selama berada berada di Sulawesi. Literatur-literatur seperti itulah yang

kemudian dipakai sebagai sumber penulisan sejarah Bugis.

Produksi naskah lokal terus dilakukan oleh masyarakat terutama kalangan

bangsawan sampai kedatangan VOC, yang sejak awal 1800 digantikan oleh

pemerintah Hindia Belanda. Ada dua bentuk pengaruh pihak pemerintah kolonial

terhadap naskah-naskah lokal. Dalam bentuk pertama, pada saat naskah-naskah

tersebut dicatat dan disalin. Beberapa naskah ditulis dan disalin oleh orang lokal

atas permintaan pejabat pemerintah kolonial, seperti permintaan B.F. Matthes,

seorang pegawai pemerintah kolonial.14 Selain itu, beberapa pejabat kolonial yang

pernah bertugas di Sulawesi Selatan aktif mengumpulkan naskah-naskah lokal.

Fachruddin Ambo Enre mencatatan koleksi Matthes sebanyak 26 buku yang

12 Philpot, Simon, Meruntuhkan Indonesia: Politik Postcolonial dan Otoritarianisme, Yogyakarta,Lkis, 2003. Hal 61.13Tidak hanya berlaku pada punulisan sejarah Bugis tapi hampir seluruh kelompok masyarakat,kolonial menerapkan hal yang sama.14 Ambo Enre, Fachruddin 1999 hal 13, lihat pula pengantarnya pada buku Kern, Lagaligo, GadjahMada University Press, Yogyakarta 1993 hal IX.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

28

diserahkan ke Nederlandsce Bijbelgenotschap, Schoemann mengumpulkan

naskah dan mempunyai koleksi 19 buku yang dibeli perpustakaan Bela Rusia di

Berlin, J.C.G. Jonker mengumpulkan 67 buku tulis dan sebuah lontar yang

dihibahkan oleh jandanya ke Rijksuniversitieits Bibliotheek di Leiden.15

Dalam bentuk kedua, pengaruh pihak pemerintah kolonial dalam penulisan

sejarah Bugis dapat dilihat dari literatur yang diterbitkan terkait dengan

masyarakat setempat. A.A Cense mencatat yang berangkat dari catatan Roelof

Block dalam memori serah terima pada tahun 1759, pada tahun 1820 Crawfurd

menerbitkan “History of the Indian Archipelago” yang di dalamnya termuat

sejarah Bone dan Gowa.16 Kemudian diikuti oleh S.A. Buddingh yang menulis

tentang pemerintahan Belanda dari Makassar dalam tulisan “Het nederlandsche

Gouvernement van Makassar op het eiland Celebes” yang dimuat dalam

Tijdschrift v.Ned.Indie tahun 1843. Di media yang sama J.A. Bakkers menulis

tentang kerajaan pinjaman Bone. B.F. Matthes menerbitkan “Makassarse en

Boeginese Chrestomathieen” atau bunga rampai dari Makassar. Tulisan ini

diterbitkan pada tahun 1872. Pada tahun 1883 G.K Niemann menerbitkan hikayat

kerajaan Bugis Tanete.17 A.A. Cense sendiri yang pernah menjadi pegawai bahasa

di Makassar pada 1930 sampai 194118 juga menerbitkan tulisan tentang penulisan

sejarah Bugis Makassar, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia pada

tahun 1971 dengan judul Beberapa Tjatatan mengenai Penulisan Sedjarah

Makassar-Bugis.

15 Ambo Enre, Fachruddin, 1999, hal 13-14.16 Cense hal 10 lihat juga I.A. Caldwell kronologi raja-raja luwu hingga tahun 1611 dalam kathrynRobinson dan Mukhlis Paeni Tapak-Tapak waktu, Ininnawa Makassar 2005 hal 3517Cense, 1972, hal 9-1218 Abidin Zainal, pengantar dalam Cense, 1972 hal.6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

29

Dengan mempertimbangkan pengaruh pemerintah kolonial dalam berbagai

sumber yang menjadi acuan dalam penulisan sejarah Bugis, maka kita perlu lebih

kritis pula dalam melihat tulisan sejarah yang ada. Sulit dipastikan apa yang

membuat para pegawai pemerintah kolonial melakukan usaha-usaha pengumpulan

naskah-naskah lokal maupun mereka yang menulis tentang Bugis, kecuali untuk

kepentingan penjajahan. Perlu dicatat dengan publikasi-publikasi yang dilakukan

oleh para pegawai pemerintah kolonial tersebut ikut memperluas informasi

tentang masyarakat Bugis di Eropa.

B. Aktivitas Ilmuwan Asing Selain Pemerintah Kolonial

Ketertarikan orang-orang Barat terhadap dunia Timur tidak hanya

berlangsung ketika wilayah-wilayah tersebut masih berstatus sebagai wilayah

jajahan, melainkan juga ketika wilayah-wilayah jajahan itu sudah merdeka,

termasuk Indonesia. Dua Perang Dunia yang terjadi di awal dan pertengahan abad

ke-20 tidak menghentikan ketertarikan mereka tetapi justru berlanjut, walaupun

dengan motif yang berbeda. Satu kata kunci yang bisa digunakan untuk mengikat

dari berbagai alasan yang tidak tertulis dari setiap kegiatan orang-orang Barat di

negara-negara dunia ketiga adalah ilmu pengetahuan. Alasan itu pulalah yang

membuat masyarakat Bugis sebagai salah satu objek kajian ilmu pengetahuan bagi

beberapa ilmuan.

Tulisan-tulisan yang pernah diterbitkan oleh bekas pegawai pemerintah

Belanda tentang daerah-daerah Bugis menjadi titik awal keberangkatan penelitian

orang Barat lainnya. Setelah itu, berlajut dengan penelitian terhadap naskah-

naskah lokal yang banyak dikoleksi oleh bekas pejabat pemerintah Kolonial.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

30

Belakangan naskah-naskah tersebut tersimpan di berbagai perpustakaan di

Eropa.19 Tidak terhitung dengan pasti jumlah ilmuan asing yang pernah meneliti

masyarakat Bugis dengan berbagai tema dan latar belakang keilmuan. Bagian ini

akan membahas beberapa tulisan tentang Bugis yang berhubungan dengan

penulisan sejarah Bugis.

Ada beberapa naskah dari ilmuwan asing yang harus mendapat perhatian

ketika membahas bentuk penulisan sejarah masyarakat Bugis. Pertama, karya

Leonard Andaya yang berjudul The heritage of Arung Palakka: A History of

South Sulawesi (Celebes) ini the Seventeenth Century, yang kemudian

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Warisan Arung Palakka:

Sejarah Sulawesi Selatan abad ke-17. Tulisan kedua adalah karya Christian Pelras

dengan judul The Bugis yang dalam edisi bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi

Manusia Bugis. Kedua karya tersebut penting karena merupakan hasil penelitian

dan sudah diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia.

Karya Leonard Andaya diterbitkan pertama kali pada tahun 1981 oleh

KITLV, sebuah lembaga milik pemerintahan Kerajaan Belanda. Karya ini

mewakili bentuk historiografi modern20, karena setidaknya memenuhi syarat-

syarat penulisan sejarah ilmiah. Cara paling mudah untuk mengidentifikasi bahwa

karya tersebut merupakan karya historiografi adalah dengan melihat adanya

batasan temporal dan spasial. Karya ini memilih kurun waktu abad ke-17 dan

19 Ambo Enre Fachruddin, 1999, hal 13-15.20 Hiitoriografi modern di Indonesia terkait dengan dimulainya penggunaan prinsip-prinsip metodekritis dalam penulisan sejarah. lihat Purwanto dan Warman Adam, Menggugat HistoriografiIndonesia, Ombak, Yogyakarta, 2005, Hal 1-3. Lihat juga Soejatmoko, Sejarawan Indonesia DanZamannya, dalam Soedjatmoko dkk (ed) Historiografi Indonesia, Sebuah Pengantar, GramediaPustaka Utama, Jakarta, 1995 hal 358-363.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

31

secara spasial memilih Sulawesi Selatan.21 Karya ini tidak terlalu banyak

diketahui oleh masyarakat umum, kecuali mereka yang bergelut dalam dunia

intelektual. Edisi dalam bahasa Indonesia baru terbit pada tahun 2004. Andaya

membahas Arung Palakka, salah satu tokoh sejarah bagi masyarakat Bugis Arung

Palakka selama ini selalu dikategorikan sebagai pengkhianat dalam narasi sejarah

Indonesia. Ia diposisikan sebagai tokoh yang bekerja sama dengan Belanda. Posisi

tersebut membuat narasi sejarah nasional tidak mungkin menjadikan Arung

Palakka sebagai pahlawan nasional. Namun demikian bagi masyarakat Bugis

(terutama Bone), Arung Palakka merupakan tokoh yang dihormati karena

dianggap berperan utama dalam membebaskan Kerajaan Bugis (Bone) dari

Kerajaan Gowa.

The Bugis yang ditulis oleh Christian Pelras pertama kali diterbitkan pada

tahun 1996 dalam edisi bahasa Inggris. Pada tahun 2006 karya tersebut juga terbit

dalam edisi bahasa Indonesia dengan beberapa tambahan pembahasan.22 Karya

itu, walaupun bukan karya sejarah sebagaimana yang ditulis oleh Leonard

Andaya, penting untuk dilihat sebagai bagian dari perkembangan historiografi

Bugis. Tidak adanya batasan temporal membuat karya tersebut tidak bisa

dikategorikan sebagai karya sejarah modern, karena pembahasannya melampaui

berbagai kurun waktu.

Dalam narasi Pelras, masyarakat Bugis dibahas hingga zaman prasejarah.

Berangkat dari teks I La Galigo, Pelras menggambarkan keadaan masyarakat

21Leonard y. Andaya, “Warisan Arung Palakka, Sejarah Sulawesi Selatan abad ke-17”. Ininnawa,Makassar ,2004.22 Pelras, “Manusia Bugis” Nalar, Jakarta, 2006, hal vii.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

32

Bugis yang dianggap sebagai periode Bugis awal.23 Menurutnya, gambaran

masyarakat di Sulawesi Selatan dan Tengah sebelum abad ke-14 dapat diperoleh

apabila informasi tentang siklus I La Galigo serta membandingkannya dengan

berbagai tradisi lisan yang berkembang.24 Pelras membahas kerajaan-kerajaan

yang dimulai dari berbagai mitos asal usul kerajaan, sekaligus sebagai penjelasan

naskah I Lagaligo. Lalu dilanjutkan dengan membahas priodesasi sejarah.25

Kerajaan Luwu ditempatkan sebagai penguasa wilayah-wilayah Bugis di akhir

abad ke-15, tetapi upaya-upaya melepaskan diri terus bermunculan bersamaan

dengan semakin merosotnya kekuasaan kerajaan tersebut.26 Di antara kerajaan-

kerajaan Bugis tidak ada yang saling menguasai secara penuh, bahkan beberapa di

antaranya justru membuat persekutuan kewilayahan seperti yang dilakukan

kerajaan Sidenreng, Sawitto, Alitta, Suppa, Bacukiki dan Rapppang yang

membentuk peresekutuan Aja’Tappareng atau wilayah barat danau Tempe.27 Ada

juga persekutuan kerajaan-kerajaan Bugis lainnya yang pernah terjadi antara

Bone, Soppeng dan Wajo yang disebut persekutuan Tellung Mpocco’-e’.

Persekutuan tersebut dimaksudkan untuk mengimbangi kekuasaan kerajaan

Gowa.28 Selain itu, pentingnya karya ini dalam narasi sejarah Bugis, juga karena

membahas masyarakat Bugis yang relatif lebih baru.

Dalam sejarah masyarakat Bugis, Aja’Tappareng merupakan salah satu

bentuk persekutuan kerajaan-kerajaan Bugis yang dibentuk untuk memperkuat

23 Pelras, 2006, hal 71-110.24 Pelras, 2006, hal 71.25 Pelras, 2006, hal111-116.26 Pelras, 2006, hal 133.27 Pelras 2006, hal 133.28 Pelras 2006, hal 157.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

33

kekuatan politik dalam menghadapi kekuatan politik lainnya, seperti Luwu dan

Gowa dari priode yang berbeda. Persekutuan tersebut terbentuk atas kedekatan

wilayah yang berada di pantai barat Sulawesi. Stephen C. Druce merupakan

ilmuwan asing yang cukup kompleks membahas wilayah tersebut. Penelitiannya

cukup mutakhir tentang Bugis, terbit pada tahun 2009.29 Lontaraq kerajaan-

kerajaan yang dijadikan sumber dalam karya tersebut membuat penjelasan Druce

cukup detail. Artefak-artefak arkeologis juga dihadirkan sehingga penjelasannya

semakin akurat. Druce tidak hanya menggunakan satu pendekatan keilmuan

dalam penelitiannya tetapi berusaha menggabungkan beberapa pendekatan, seperti

sejarah dan arkeologi. Kekurangan dari karya ini karena hanya terbit dalam

bahasa Inggris dan belum ada pengalihan ke bahasa Indonesia.

Tentu tidak hanya tiga orang itu, ilmuwan asing yang meneliti tentang

Bugis, terutama pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Ada nama-nama seperti

Susan Bolyard Millar yang menulis buku berjudul Perkawinan Bugis, Ian

Caldwell yang menulis tesis untuk studinya yang berjudul Bugis Text South

Sulawesi AD1300-1600: Ten Bugis Tex, dan lain-lain.30 Mereka ikut mewarnai

penulisan sejarah Bugis. Karya-karya yang dibahas sebelumnnya belum semua

membahas daerah yang didiami masyarakat Bugis.

C. Narasi Intelektual Lokal

Masyarakat Bugis menulis tentang diri mereka sepertinya tidak pernah

berhenti sejak dikenalnya huruf lontaraq dalam penulisan naskah. Berbagai arus

29.Druce, Stephen C, The Lands West of the Lakes: A history of the Ajatappareng Kingdoms ofSouth Sulawesi 1200 to 1600 CE,” KITLV press, Laiden 2009.30 Lihat rujukan yang digunakan oleh pelras, 2006.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

34

kebudayaan luar yang bersentuhan dengan aktivitasnya membuat mereka terbuka

terhadap berbagai hal. Percampuran huruf lokal dengan huruf Arab merupakan

varian lain yang ditemukan dalam beberapa naskah lokal. Bentuk naskah seperti

itu adalah salah satu hasil persinggungan mereka dengan dunia luar. Pendidikan

Eropa yang diperkenalkan oleh Belanda di awal abad ke-20 juga ikut mewarnai

dinamika berpengetahuan masyarakat Bugis. Beberapa sekolah untuk pribumi

akhirnya didirikan. Golongan bangsawanlah yang pertama mendapat akses dan

biasanya mereka dipersiapkan menjadi pegawai Belanda. Setelah kemerdekaan

1945 dan masuknya Sulawesi sebagai bagian dari Negara Indonesia Timur (NIT),

peran intelektual didikan Belanda tidak kehilangan tempat. Justru mereka yang

kemudian bermetamorfosis menjadi pejabat-pejabat daerah.

Di tengah gelora semangat memunculkan narasi sejarah nasional, muncul

seorang bekas pegawai pamongpraja yang merintis penulisan sejarah lokal untuk

daerah Sulawesi Selatan. Dia adalah Abdurrazak Daeng Patunru.31 Beberapa

tulisan sejarah daerah masyarakat Bugis hadir di tangannya, seperti Sedjarah

Wadjo yang merupakan karya pertamanya di tahun 1967. Menurut Dias

Pradadimara dalam pengantar salah satu buku kumpulan tulisan Abdurrazak

Daeng Patunru, pemilihan daerah Wadjo sebagai tema sejarah dipilih lebih karena

faktor kedekatan. Daerah tersebut merupakan salah satu tempat dia pernah

bertugas di masa kolonial.32 Daerah Bugis lain yang pernah ditulis yaitu Tanete,

Sidenreng, Soppeng, walaupun secara lebih singkat. Melihat bentuk tulisan dari

31 Pradadimara, Dias, “Abdurrazak Daeng Patunru dan Karyanya, sebuah perkenalan singkat”pengantar dalam Abdurrazak Daeng Patunru, Bingkisan Patunru, Sejarah Lokal Sulawesi Selatan,PUSKIT dan Lephas, makassar 2004. Hal xiii.32 Pradadimara, Dias, dalam Patunru 2004, hal ix.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

35

tiga kerajaan yang ditulisnya itu, rupanya Abdurrazak Daeng Patunru tidak ketat

dalam usaha melakukan penulisan ilmiah. Meskipun demikian pada bagian akhir

tulisannya ia menyebut sumber-sumber yang digunakan.33 Sepertinya ia mewarisi

bentuk penulisan lontaraq di masa lalu ketika mengisahkan asal-usul sebuah

kerajaan, dipadu dengan pengalamannya sebagai seorang birokrat yang pernah

menempuh pendidikan formal Belanda. Dari sumber yang digunakan dalam

beberapa tulisannya terlihat bahwa naskah-naskah lokal dan catatan Belanda

menjadi pilihan utama sebagai sumber tulisannya.34

Penulisan sejarah Bugis yang berdasarkan hasil penelitian akademik

dilakukan oleh Andi Zainal Abidin yang menulis tentang Wajo Abad XV-XVI,

walaupun ia bukanlah akademisi pertama yang menjadikan Bugis sebagai tema

penelitian. Karyanya merupakan bagian dari sejarah Bugis yang ditulis oleh

intelektual lokal. Sebagai karya akademis maka model penulisannya sangat ketat

mengikuti aturan keilmiahan. Hal itu bisa dipahami karena karya tersebut

merupakan karya disertasi doktoral pada tahun 1979. Secara akademis Abidin

bukan berlatar belakang ilmu sejarah. Namun demikian ia mulai tertarik pada

naskah-naskah lokal saat menjadi kurator pada Yayasan Kebudayaan Sulawesi

Selatan.35 Kerajaan Wajo yang dibahasnya merupakan salah satu kerajaan Bugis

yang pernah ada. Abidin menganggap unik kerajaan tersebut karena di abad ke

33Lihat Abdurrazak Daeng Patunru, Bingkisan Patunru, Sejarah Lokal Sulawesi Selatan, PUSKITdan Lephas, makassar 2004.34Lihat misalnya bagian daftar literatur pada bukunya, Patunru Abdrrazak Daeng, Sejarah Gowayayasan kebudayaan sulawesi selatan, Ujung Pandang, 1993, bahkan, menurut Paradadimara daripenggunaan sumbernya beliau lebih cenderung mengandalakan catatan-catatan yang dibuat olehpara pegawai kolonial dibanding menggunakan lontara atau naskah lokal. Pradadimara, Dias,“Abdurrazak Daeng Patunru dan Karyanya, sebuah perkenalan singkat” pengantar dalamAbdurrazak Daeng Patunru, 2004. Hal x.35 Abidin, Andi Zainal, Wajo Abad XV-XVI, Suatu Penggalian Sejarah Terpendam Dari SulawesiSelatan Dari Lontara, Alumni, Bandung 1985 hal vii.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

36

XV-XVI pemerintahannya di tingkat pusat diselenggarakan oleh suatu dewan

yang jumlahnya cukup besar. Selain itu, menurut dia orang-orang Wajo juga bisa

ikut mempengaruhi jalannya pemerintahan dan sudah cukup mengenal adanya

kebebasan.36 Karya yang mencapai 600 halaman setelah diterbitkan menjadi buku

tersebut memberikan informasi tentang kerajaan Wajo, terutama peroses

terbentuknya kerajaan sampai beberapa pemerintahan setelahnya. Untuk

mempertegas bahwa karya tersebut mempunyai akar yang cukup kuat dalam

masyarakat Bugis. Di bagian kedua dari bukunya dimuat transkripsi dan translasi

salah satu Lontaraq yang digunakan.37 Di bagian ketiga buku itu Abidin

memperkuat argumentasinya dengan membandingkan Lontaraq Sukkuna Wajo

sebagai naskah yang menjadi kajian utamanya dengan lontaraq-lontaraq yang

berasal dari daerah lain, seperti Lontaraq Luwu, Gowa, Bone dan Soppeng.38

Yang perlu menjadi catatan dalam buku tersebut hanya membahas salah satu

kelompok masyarakat Bugis.

Intelektual lokal generasi Abidin bukan satu-satunya yang menulis tentang

Bugis untuk kepentingan akademik tetapi masih ada yang lain, seperti yang

dilakukan oleh Mattulada. Mattulada menganalisa salah satu naskah Lontaraq,

sekaligus menjadi judul bukunya yaitu Latoa, Satu Lukisan Analitis Terhadap

Antropologi Politik Orang Bugis. Buku Abidin dan Mattulada terbit di tahun yang

sama yaitu tahun 1985, walaupun belum diketahui mana yang lebih dahulu

merampungkan disertasinya. Buku yang ditulis oleh Mattulada melukiskan salah

36 Abidin, Andi Zainal, 1985,hal 7.37 Abidin, Andi Zainal, 1985, hal 52-276.38 Abidin, Andi Zainal 1985,hal 277-346.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

37

satu kerajaan Bugis yang pernah ada yaitu kerajaan Bone tetapi pendekatannya

lebih antropologis.39

Karya lain yang lahir dari kalangan akademisi yaitu Para Penguasa

Ajatappareng, Refleksi Sejarah Sosial Politik Orang Bugis yang ditulis oleh Abd

Latif. Sebagai salah satu dosen di jurusan Ilmu Sejarah Universitas Hasanuddin

Makassar, karya ini juga merupakan karya sejarah akademik. Buku itu membahas

secara deskripsi tentang para penguasa dalam kofenderasi Ajatappareng. Pada

awalnya karya tersebut merupakan bagian dari disertasinya, tapi kemudian

diterbitkan secara terpisah.40 Sumber yang digunakan dalam menyusun buku

tersebut adalah Lontaraq dari lima kerajaan Bugis yang berada di pantai barat

Sulawesi Selatan. Pertama kali diterbitkan pada tahun 2014, buku tersebut bisa

dipandang sebagai tulisan tentang Bugis yang relatif lebih baru.

Berbagai tulisan tentang Bugis yang berlatar belakang sejarah cukup

mewarnai narasi sejarah Bugis juga lahir dari akademisi lainnya seperti A.Rasyid

Asba, yang menulis buku berjudul Kerajaan Nepo, Sebuah Kearifan Lokal Dalam

Sistem Politik Tradisional Bugis Di Kabupaten Barru. Selain itu dia juga pernah

menulis buku Gerakan Sosial Di Tanah Bugis: Raja Tanete Lapatau Menentang

Belanda. Kedua buku tersebut terbit di tahun 2010. Selain karya yang sudah

terpublikasi dan tersebar ke masyarakat karena sudah diterbitkan dalam bentuk

buku, tentu masih banyak lagi serpihan-serpihan sejarah Bugis yang lahir dari

para sarjana, terutama alumni universitas-universitas yang memiliki jurusan

sejarah, baik mereka yang berlatar belakang ilmu sejarah murni maupun

39 Mattulada, 1995,hal 1.40 Latif Abd, 2014, hal ix.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

38

pendidikan sejarah, seperti Universitas Hasannuddin, Universitas Negeri

Makassar, Universitas Islam Negeri Alauddin yang mempunyai jurusan sejarah

dan peradaban islam serta Universitas Veteran Republik Indonesia.

D. Jejak Tertulis Orang Bugis Di Tanah Rantau

Seperti halnya jejak orang Bugis secara umum, lontaraq menjadi acuan

tertulis untuk melihat jejak orang Bugis di tanah rantau. Pada abad ke-17 sebuah

lontaraq ditulis oleh Amana Gappa berisi pengaturan orang Bugis yang berada di

Sulawesi dan di luar Sulawesi ketika melakukan pelayaran dan perdagangan.

Lontaraq tulisan Amanna Gappa yang dibahas di sini berasal dari pembahasan

PH. O. L. Tobing dalam bukunya Hukum Pelayaran dan Perdagangan Amanna

Gappa.41 Amamna Gappa adalah Matoa42 orang Bugis yang berasal dari Wajo

yang tinggal di Makassar. Dialah yang berinisiatif untuk merumuskan aturan

tertulis yang mengatur pelayaran dan perdagangan bagi komunitas orang Bugis.

Mekanisme perumusan aturan itu dilakukan dengan memanggil Matoa-matoa

lainnya ke Makassar. Dalam lontaraq itu disebutkan Matoa-matoa dari Sumbawa

dan Paser hadir.43 Menurut PH. O. L.Tobing berdasarkan lontaraq tersebut pada

abad ke-17 kelompok-kelompok orang Bugis sudah ada di Ambon, Banjarmasin,

Palembang, Malaka, Djohor. Kesimpulan itu didapat dengan melihat adanya rute-

rute pelayaran yang disebutkan dalam naskah.44 Lontaraq tersebut memang tidak

41 Tobing, Hukum Pelayaran Dan Perdagangan Amanna Gappa, Yayasan Kebudayaan sulawesiselatan, Ujung Pandang, 1977.42Matoa merupakan penyebutan orang yang diangkat sebagai pimpinan dalam komunitas orangBugis yang berasal dari Wajo, baik ketika berada di Wajo sendiri maupun orang Wajo yangbermukim diluar. Setiap komunitas orang Bugis yang bersal dari Wajo biasanya memiliki Matoa.43Tobing 1977,hal 24.44 Tobing, 1977, hal 23.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

39

menggambarkan kehidupan orang Bugis di tempat mereka bermukim, tetapi dapat

dijadikan dasar untuk melihat persebaran orang Bugis di luar Sulawesi Selatan.

Catatan perjalanan orang-orang Eropa juga menjadi penting untuk

menemukan gambaran orang-orang Bugis di berbagai tempat. Salah satunya

adalah catatan yang dibuat oleh Josep Conrad saat melakukan perjalanan dari

Singapura ke Kalimantan Timur. Di setiap pelabuhan yang disinggahinya Conrad

bertemu dengan orang Bugis.45 Catatan seperti ini memberikan informasi

mengenai aktivitas orang Bugis yang mereka temui di beberapa pusat

perdagangan, terutama daerah yang memiliki pelabuhan. Mengidentifikasi orang

Bugis memang tidak dilakukan lebih jauh, tapi sepertinya yang disebut sebagai

orang Bugis tidak hanya orang-orang yang berasal dari daerah di Sulawesi Selatan

yang berbahasa Bugis, melainkan juga hampir semua orang yang berasal dari

wilayah tersebut.

Naskah yang dibuat atau yang terdapat di daerah perantau menjadi penting

untuk melihat peranan perantau Bugis di tempat mereka bermukim. Naskah

seperti ini bahkan dapat menjadi dasar untuk menelusuri silsilah orang Bugis,

seperti yang dilakukan oleh Arena Wati ketika menyusun silsilah Melayu dan

Bugis. Tulisan tersebut didasarkan pada karangan Ali Al Haji yang berjudul

Tuhfat Al Nafis.46 Naskah lainnya ada yang berbentuk pantun, seperti naskah yang

menggambarkan keterlibatan perantau Bugis dalam perang di Semenanjung

Melayu. Naskah seperti ini menjadi acuan akademisi ketika menelusuri silsilah

45 Tobing, 1977, hal 19.46 Kesuma 2004, hal 98.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

40

orang-orang Melayu maupun perantau Bugis di wilayah Melayu.47 Naskah

Melayu yang tekait dengan perantau Bugis bahkan ada yang ditulis oleh keturunan

Bugis Wajo yang bernama Husin bin Ismail.48 Akan tetapi naskah yang disalinnya

belum ada yang menceritakan keberadaan orang Bugis di Melayu secara khusus.

Ada beberapa karya tulis lain yang merekam keberadaan orang Bugis di

perantauan dan disusun oleh akademisi dalam negeri, yang sekaligus dijadikan

sebagai bahan analisis untuk melihat perantau Bugis dalam narasi sejarah.

Misalnya karya sejarah yang berjudul Migrasi dan orang Bugis ditulis oleh Andi

Ima Kesuma, merupakan salah satu tulisan sejarah yang menelusuri keberadaan

orang Bugis di Johor Malaysia. Buku ini bahkan secara khusus berusaha

mendeskripsikan peran Opu Daeng Rilakka beserta keturunannya di Johor pada

abad ke-18. Tulisan tersebut merupakan tulisan akademik, diterbitkan dalam

bentuk buku oleh penerbit Ombak di kota Yogyakarta. Dalam pengantarnya,

penulis mengungkapkan bahwa buku itu ditulis berdasarkan penelitian yang

dilakukan pada tahun 1988, tetapi baru dipublikasi dalam bentuk buku pada tahun

2004.

Contoh lain adalah buku yang berjudul Perahu Pinisi di Pesisir Dewata,

Migrasi dan Peranan Masyarakat Bugis di Bali Sekitar Abad XIX yang mencoba

menelusuri keberadaan orang Bugis di wilayah Bali. Buku ini berangkat dari

penelitian untuk kepentingan akademik tertentu dan seteleh mengalami perbaikan

diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 2011. Buku tersebut diterbitkan oleh

47 Kesuma 2004,hal 119-124.48 Roger Tol, pengembaraan La Galigo ke Washington D.C dalam Nurhayati Rahman dkk (editor)La Galigo, Menelusuri Jejak Warisan Sastra Dunia, pusat studi la galigo pusat kegiatan penelitianuniversitas hasanuddin dan pemerintah daerah kabupaten Barru,Makassar 2003, hal 60.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

41

penerbit Pustaka Larasan yang ada di Bali. Penulisnya bernama I Putu Gede

Suwitha asal Bali. Penulisnya pernah tinggal di Makassar selama dua tahun,

dalam rangka penelitian.

Buku yang juga memuat tentang perantau Bugis adalah buku Diaspora

Bugis di Alam Melayu Nusantara. Buku tersebut merupakan kumpulan tulisan

yang dieditori oleh Andi Faisal Bakti, akademisi yang masih keturunan Bugis.

Kumpulan tulisan tersebut diterbitkan oleh penerbit Ininnawa yang beralamat di

Makassar pada tahun 2010. Sebagai kumpulan tulisan di dalamnya termuat

banyak tulisan. Penulisnya pun beragam, mulai dari yang berasal dari luar negeri

sampai yang berasal dari dalam negeri. Dalam buku itu ada dua tulisan yang

dijadikan bahan untuk tesin ini. Pertama, tulisan yang berjudul “Akulturasi Orang

Bugis Dan Orang Betawi Di Kamal Muara, Pesisir Pantai Jakarta Utara”. Tulisan

ini lahir dari penelitian yang dilakuan oleh dua orang yang bernama Mashadi Said

dan Hendro Prabowo. Kedua, tulisan yang berjudul “Peranan Bugis pendatang

dalam proses Islamisasi Bagian Timur Indonesia: Kasus Konteks Sejarah

Ambon”. Tulisan tersebut dibuat oleh Badrus Sholeh.

Rangkuman

Historiografi tentang Masyarakat Bugis yang pernah ada dimulai ketika

masyarakat terebut mengenal aksara yang disebut huruf lontaraq. Penyebutan

lontaraq sendiri sekaligus untuk penamaan naskah yang dibuat oleh masyarakat

Bugis di berbagai kerajaan yang pernah ada, sekaligus sebagai bentuk

historiografi paling awal. Masyarakat Bugis juga beragam karena berasal dari

kerajaan yang berbeda di masa lalu. Masuknya orang Eropa di wilayah yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

42

didiami masyarakat Bugis ikut mempengaruhi penulisan sejarah yang ada,

sekaligus pengertian Bugis sendiri. Dimulai dengan orang Eropa yang datang

untuk menjajah seperti yang di lakukan oleh Belanda. Demi untuk menguasai

masyarakat Bugis maka mereka mengumpulkan berbagai naskah lokal yang ada,

bahkan ikut mempengaruhi proses produksi yang dilakukan oleh masyarakat

setempat, terutama masyartakat kerajaan yang berada di bawah taklukan orang

Eropa. Ketelibatan orang asing dalam perkembangan historiografi Bugis tidak

berhenti saat penjajahan berakhir tetapi terus berlanjut setelahnya. Ilmuwan asing

ikut mewarnai perjalanan penulisan sejarah Bugis kemudian melalui penelitian-

penelitian untuk kepentingan akademik mereka. Penulisan sejarah Bugis juga

dilakukan oleh intelektual lokal dan akademisi dalam negeri lainnya, mengikuti

perkembangan dunia sekolah yang ada.

Perkembangan penulisan sejarah Bugis diikuti dengan penulisan sejarah

orang-orang Bugis yang berada di luar daerahnya. Pola penulisannya juga

mengikuti pola penulisan sejarah masyarakat Bugis secara umum. Penulisan

sejarah masyarakat Bugis diperantauan juga berawal dari tulisan lontaraq yang

ditulis oleh kalangan mereka sendiri. Penulisan sejarah selanjutnya berasal dari

catatan orang Eropa yang bertemu dengan komunitas orang Bugis di berbagai

tempat, terutama daerah pelabuhan. Para akademisi juga memiliki perhatian dan

minat untuk menulis orang-orang Bugis perantauan, baik yang dilakukan oleh

akademisi luar maupun akademisi dalam negeri. Bab selanjutnya membahas

empat karya sejarah perantau Bugis. Tulisan tersebut merupakan objek

pembahasan dalam tesis ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

43

BAB III

DINAMIKA PERANTAU BUGIS SEBAGAIMANA DINARASIKAN

DALAM TEKS-TEKS SEJARAH

Dalam bab ini akan diuraikan bagaimana penulisan sejarah perantau Bugis

dinarasikan oleh para intelektual. Sebagaimana telah disebut, ada empat teks

sebagai objek utama tesis ini. Pertama, buku yang berjudul Migrasi Dan Orang

Bugis, yang ditulis oleh Andi Ima Kesuma. Kedua, buku yang berjudul Perahu

Pinisi di Pesisir Dewata: Migrasi dan Peranan Masyarakat Bugis di Bali sekitar

Abad XIX. Buku tersebut merupakan karya I Putu Gede Suwitha. Ketiga artikel

yang berjudul “Akulturasi Orang Bugis dan Orang Betawi di Kamal Muara,

Pesisir Pantai Jakarta Utara”, tulisan ini ditulis oleh Mashadi Said dan Hendro

Prabowo. Keempat, tulisan yang berjudul “Peranan Bugis Pendatang dalam

Proses Islamisasi Bagian Timur Indonesia: Kasus Konteks Sejarah Ambon” yang

ditulis oleh Badrus Sholeh. Kedua artikel tersebut merupakan dua tulisan yang

terdapat dalam satu buku yang berjudul Diaspora Bugis di Alam Melayu

Nusantara, dieditori oleh Andi Faisal Bakti.

A. Bugis dalam Ruang Representasi

Ketika membaca narasi sejarah perantau Bugis, kita akan melihat berbagai

hal hadir dalam narasi sejarah tersebut. Representasi merupakan salah satu cara

yang dipakai oleh sejarawan untuk menghadirkan berbagai fenomena dalam

narasi. Menurut White representasi dapat dilihat dalam deskripsi yang dilakukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

44

oleh sejarawan tentang objek studi mereka.1 Bagian ini akan melihat beberapa

penggalan yang dihadirkan dalam narasi sejarah perantau Bugis. Penggalan

tersebut merupakan representasi dari perantau Bugis yang hadir dalam narasi.

Representasi pertama, soal keadaan tanah kelahiran yang tidak menentu: selalu

berada dalam situasi antara perang dan harga diri. Bagian ini berisi tentang

keadaan kampung halaman orang Bugis yang berada di Sulawesi Selatan. Hal ini

penting untuk melihat penyebab orang Bugis melakukan perantauan. Representasi

kedua, soal spirit bahari sebagai legitimasi perantauan. Bagian ini berisi narasi

tentang bagaimana orang Bugis melakukan perantauan.

A.1. Tanah Kelahiran yang tidak Menentu: Antara Perang dan Harga Diri

Ketika membaca narasi sejarah perantau Bugis, kita akan tertuju pada satu

pertanyaan mendasar yaitu kenapa orang Bugis melakukan perantauan?

Terjadinya gejolak di wilayah Sulawesi Selatan sebagai akibat perang merupakan

salah satu alasan yang ditampilkan oleh sejarawan, sebagai penyebab orang Bugis

meninggalkan daerahnya. Perang yang memuncak pada tahun 1667 antara

Makassar melawan VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dianggap

memiliki dampak yang menyebabkan orang-orang di pulau Sulawesi bagian

selatan meninggalkan pulau itu. Perang tersebut dikenal sebagai Perang Makassar.

Lalu apa hubungannya dengan orang Bugis?

Perebutan pengaruh di antara kerajaan yang ada di kawasan Sulawesi

merupakan latar sejarah yang ditampilkan dalam narasi sejarah ketika memotret

pertarungan antar kerajaan di abad ke-17. Ketegangan semakin menjadi-jadi

1 White, The Conten of the form, 1987, hal 189

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

45

ketika VOC sebagai kekuatan luar ingin merebut pengaruh di wilayah itu. VOC

menganggap wilayah Sulawesi bagian Selatan terutama Makassar strategis karena

menghubungkan sumber rempah-rempah yang ada di kepulauan Maluku dengan

Batavia sebagai pusat kekuasaannya. Koalisi antar kerajaanpun terjadi pada

periode tersebut. Posisi orang Bugis sendiri tidak tunggal karena kerajaan Wajo

sebagai salah satu kerajaan Bugis saat itu berkoalisi dengan kerajaan Makassar.2

Perang antara VOC dengan Makassar pada tahun 1967 menimbulkan

rentetan peristiwa sampai meletusnya perang terbuka yang berujung pada ditanda

tanganinya perjanjian Bongaya di tahun yang sama kemudian diperbarui pada

tahun 16693. Perang tersebut dianggap sebagai salah satu perang besar

sebagaimana yang dinarasikan oleh Kesuma: “… perang VOC-Makassar pada

tahun 1667, suatu bentuk perang yang unik lagi dahsyat, tak ada taranya dengan

perang kolonial lainnya yang pernah terjadi pada masa kekuasaan VOC/Belanda

di Kepulauan Nusantara.”4 Kronologi perang tersebut dinarasikan oleh Kesuma

lengkap dengan pasal perjanjian yang terpaksa disetujui oleh pihak Makassar.5

Perang ini kemudian disebut Perang Makassar yang memicu terjadi perpindahan

orang-orang Bugis dari Sulawesi Selatan ke daerah lain, terutama mereka yang

berkoalisi dengan kerajaan Makassar.

Narasi Kesuma menunjukkan bahwa Perang Makassar berakhir dengan

Perjanjian Bungaya. Dalam narasinya, Kesuma menghadirkan sembilan pasal

2 Kerajaan Makassar merupakan penyebutan lain dari kerajaan Gowa terutama setelahpenggabungan kerajaan Gowa dan Tallo, lihat Patunru, Sejarah Gowa, Ujung pandang , YayasanKebudayaan Sulawesi Selatan, 1993.3 Kesuma, 2004, hal 65. Lihat juga Patunru,1993 hal 63,4 Kesuma 2004, hal 58.5 kesuma 2004 hal 59- 67.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

46

Perjanjian Bungaya yang kesemuanya cenderung merugikan pihak kerajaan

Makassar bersama koalisinya. Protes terhadap pasal perjanjian itu ditunjukkan

oleh Kesuma seperti berikut ini:

Jikalau diperhatikan beberapa pasal dalam perjanjian tersebut, sudah tentu sangatmerisaukan sejumlah sekutu maupun pengikut Sultan Hasanuddin. Terutama mengenaipasal 4. Menurut penulis, inilah yang menjadi alasan utama mengapa Karaeng Galesongdan Karaeng Bontomarannu secara diam-diam meninggalkan Makassar berlayar ke pulauJawa, yaitu masing-masing ke Madura dan Banten.6

Menurut Kesuma kepindahan bekas pasukan kerajaan Makassar secara

berkelompok tidak berhenti sesaat setelah Perjanjian Bungaya. Perpindahan itu

terus berlangsung, seperti yang dilakukan oleh Karaeng Luwu dan pasukannya

yang berjumlah 300 orang.7

Kesuma menyebutkan bahwa akibat dari Perang Makassar beberapa daerah

di Sulawesi Selatan mengalami ketidakstabilan salah satunya dialami oleh

Kerajaan Wajo. Sebagai kerajaan yang memihak pada pihak yang kalah maka

sebagai konsekuensinya kerajaan ini terus mengalami gangguan keamanan ketika

perang Makassar berakhir. Saat itu Wajo tidak ikut menandatangani perjanjian

dengan VOC.8

Menurut Kesuma gangguan keamanan terhadap orang-orang Wajo justru

semakin meningkat setelah Perang Makassar berakhir, sebab gabungan pasukan

VOC dan Arung Palakka justru mengarahkan kekuatannya untuk menyerang pusat

kerajaan Wajo yang ada di Tosora. Dalam narasinya, Kesuma menyebut bahwa

6 Kesuma 2004, hal 67, pasal 4 berisi “orang-orang yang bersalah karena telah melakukanpembunuhan-pembunuhan atas diri orang Belanda, akan dihukum di hadapan residen Belanda diMakassar”.7 Kesuma 2004, hal 68.8 Kesuma 2004, hal 69.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

47

kerajaan tersebut dikepung selama tiga tahun.9 Serangan besar-besaran kemudian

dilakukan pada tahun 1670 dan memakan korban 1300 orang dari pihak kerajaan

Wajo. Kesuma menyebut bahwa penyerangan itu berakhir dengan perjanjian yang

ditandangani pada tanggal 23 desember 1670, sekaligus merupakan perjanjian

penyerahan. Pihak Wajo dihadiri oleh tiga panglima besar kerajaan Wajo yaitu

Cakkuridi Wajo, Pattola Wajo dan Pilla Wajo.10 Ketidakstabilan kerajaan Wajo

pada akhirnya membuat masyarakatnya memilih meninggalkan kerajaan tersebut

sebagaimana yang dinarasikan oleh Kesuma:

Selama berlangsungnya peperangan penduduk Wajo boleh dikatakan mengalamipenderitaan yang maha hebat. Oleh sebab itu banyak di antaranya yang meninggalkankampung halaman, tercerai-berai menuju negeri lain seperti Mandar, Luwu, Enrekang,Makassar, Sumbawa, Kalimantan, Jawa, Sumatera, Selangor dan Johor.11

Berakhirnya Perang Makassar yang melahirkan perjanjian Bongaya pada

tahun 1667, juga terdapat dalam narasi Suwitha sebagai salah satu sebab banyak

orang Bugis meninggalkan wilayah Sulawesi Selatan saat itu. Perjanjian itu

membuat peta politik perdagangan berubah. Tidak hanya di Makassar, perubahan

juga terjadi di kawasan timur Nusantara. Monopoli yang dilakukan oleh VOC

membuat Makassar ditinggalkan oleh para pedagang.

Ditinggalkannya kawasan Makassar dinarasikan oleh Suwitha sebagai

berikut:

Pada periode inilah banyak bangsawan Bugis yang meninggalkan tanah kelahirannyamenyebar keseluruh Asia Tenggara sambil berdagang karena hak hidup mereka dirampas.Terdapat pusat penyebaran orang Bugis, seperti Kutai, Pontianak, Pulau Batam, Riau, danFlores. Pulau Laut misalnya, hampir semua penduduknya orang Bugis.12

9 Kesuma 2004, hal 72.10 Kesuma 2004, hal 73.11 Kesuma 2004, hal 74.12 Suwitha 2013, hal 48.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

48

Narasi Suwitha menunjukkan bahwa kekuasaan Makassar mulai surut setelah

Perjanjian Bungaya. Hal ini membuat kekuasaan VOC berangsur-angsur besar di

wilayah Sulawesi begian selatan. Suwitha tidak melihat adanya kekuasaan

kerajaan Bone yang meningkat sebagai sekutu VOC dalam perang Makassar.

Akibat perang itu pula terjadi konflik antar kerajaan Bugis sendiri, baik karena

akibat perang Makassar maupun karena permainan VOC.

Kerajaan Wajo yang bersekutu dengan kerajaan Gowa pada perang

Makassar dan menolak menandatangani Perjanjian Bungaya. Kerajaan tersebut

akhirnya harus menghadapi kerajaan Bone sebagai pihak pemenang dalam perang

Makassar. Perang tersebut terjadi masih pada abad ke-17 yang membuat wilayah

kerajaan Wajo mengalami kehancuran, sebagaimana yang dinarasikan oleh

Suwitha:

Perpindahan terbesar terutama bagi orang Bugis Wajo terjadi setelah pertengahan abadke-17. Pada waktu itu kerajaan Wajo terlibat peperangan dengan tetangganya yangberakhir dengan hancurnya daerah Wajo dan ibu kotanya Tosora pada tahun 1670. Makadari itu, timbul kelaparan dan akibat-akibat lainnya.13

Bukan hanya Perang Makassar yang dihadirkan oleh Suwitha dalam narasinya.

Perang antar kerajaan yang ada di bagian selatan pulau Sulawesi tersebut juga

disebut, seperti perang yang terjadi karena penyebaran Islam yang dilakukan oleh

Kerajaan Gowa ke kerajaan-kerajaan Bugis. Perang tersebut sering disebut dalam

bahasa Bugis sebagai musu’asellengeng atau perang pengislaman.14 Selanjutnya

perang ini akhirnya membuat kerajaan-kerajaan Bugis memeluk agama Islam.

Akibat perang seperti itu membuat kawasan ini mengalami situasi yang tidak

menentu, walaupun terjadi sebelum Perang Makassar.

13 Suwitha 2013, hal hal 49.14 Suwitha 2013, hal 47.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

49

Mashadi Said dan Hendro Prabowo juga menempatkan perang Makassar

dalam narasinya ketika membahas keberadaan orang Bugis di Kamal Muara,

pesisir pantai Jakarta Utara. Menurutnya perang itulah yang menjadi salah satu

sebab orang-orang Bugis meninggalkan kampung halamannya. Mereka menulis:

“... pada abad ketujuh belas terdapat perang di mana orang Bugis Bone bersekutu

dengan VOC untuk menghancurkan Makassar. Kondisi ini membawa konsekuensi

tersendiri sehingga terjadi persebaran orang Bugis, khususnya Bugis-Wajo yang

bersekutu dengan Gowa-Makassar.”15 Perang itu juga membuat kondisi beberapa

kerajaan di pulau Sulawesi bagian selatan tidak menentu, terutama kerajaan yang

berpihak ke kerajaan Gowa saat perang itu berlangsung. Perang tersebut berakibat

sebagian orang Bugis memilih meninggalkan tanah kelahirannya. Pola

perpindahan tersebut menurut Said dan Prabowo disebut sebagai pola migrasi

yang mengutamakan untuk mencari nafkah atau dalam bahasa Bugis disebut

massapa dalle.16

Bukan hanya gejolak Perang Makassar yang dilihat oleh Said dan Prabowo.

Kedua penulis itu menempatkan wilayah Sulawesi Selatan sebagai wilayah

gejolak terjadi di awal kemerdekaan. Gerakan Permesta dan pemberontakan

Abdul Qahar Mudzakkar adalah dua peristiwa yang secara periode terjadi hampir

bersamaan, yaitu antara tahun 1950 sampai 1965. Kedua peristiwa ini dianggap

sebagai penyebab mengapa wilayah tersebut mengalami ketidakstabilan, terutama

terkait dengan masalah gangguan keamanan. Hal inilah yang oleh keduanya

15 Said dan Prabowo, dalam Bhakti,Andi Faisal, Diaspora Bugis di Alam Melayu Nusantara,Ininnawa, Makassar, 2010, hal 114.16 Said dan Prabowo, dalam Bhakti,Andi Faisal, 2010, hal 115.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

50

dianggap sebagai salah satu sebab mengapa orang-orang Bugis meninggalkan

daerahnya.17

Keadaan wilayah Sulawesi yang tidak menentu pada masa kolonial juga

dinarasikan oleh Badrus Sholeh berdasarkan penelitiannya atas orang-orang Bugis

di Ambon. Sholeh melihat bahwa salah satu alasan orang Bugis melakukan

migrasi ke daerah Ambon adalah akibat perang. Dalam narasinya Sholeh tidak

menyebutkan secara jelas perang mana yang dimaksud. Hal ini terlihat dalam

salah satu bagian narasinya yang berbunyi: “Selama perang pada periode

kolonialisasi, sebagian besar masyarakat Bugis-Makassar melakukan migrasi ke

kepulauan-kepulauan tetangga atas alasan keamanan dan keselamatan.”18

Bagi Sholeh perang bisa terjadi kapan saja sejak terjadinya kolonialisasi

terhadap kerajaan-kerajaan di Sulawesi yang dimulai ketika berakhirnya Perang

Makassar. Setelah perang berakhir banyak kerajaan di wilayah itu keadaannya

tidak menentu. Hal itu membuat masyarakat Bugis banyak yang memilih

meninggalkan daerahnya.

Selain perang, beberapa narasi menyebutkan persoalan harga diri sebagai

penyebab perantauan orang-orang Bugis. Persoalan harga diri terjadi terutama

ketika masyarakat harus berhadapan dengan penguasa setempat. Menurut Kesuma

mereka merasa lebih baik meninggalkan kampung halaman dari pada tinggal

tanpa kehormatan. Harga diri menjadi taruhan yang mendorong orang Bugis

merantau. Perantauan seperti ini sekaligus merupakan bentuk perlawanan terhadap

pemimpin yang mereka tidak sepakati cara kepemimpinnya. Keputusan seperti ini

17 Said dan Prabowo, dalam Bhakti,Andi Faisal, 2010,hal 114.18 Sholeh, Badrus , Peranan Bugis Pendatang dalam Proses Islamisasi Bagian Timur Indonesiakonteks Sejarah Ambon, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 180.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

51

biasanya dilakukan dengan membawa serta seluruh keluarga dan seisi rumah,

yang dalam narasi Kesuma disebut mellekke dapureng.19

Kesuma dalam narasinya menguraikan bahwa tidak sepakat pada seorang

pemimpin merupakan hal yang lumrah dalam masyarakat Bugis, apalagi ketika

pemimpin tersebut berperilaku tidak sesuai dengan adat. Tunduk pada aturan adat

merupakan pegangan bagi orang Bugis sekaligus menjadi alasan untuk merantau

ketika aturan itu tidak ditegakkan lagi oleh penguasa. Narasi seperti itu terlihat

dalam tulisan Kesuma sebagai berikut:

... justru bertumpu pada filosofi negara “maradeka to wajo’e Ade’mi napopuang” kemanapun berani merantau. Bahwasanya hanya dengan kemerdekaanlah orang Wajo dapatmenciptakan kehidupan yang sejahtera. Demikianlah dalam kenyataannya, mengapaorang Wajo itu meninggalkan negerinya, ya bilamana Batara Wajo atau Arung Matoasudah tidak menegakkan citra abstraksi konstitusi kerajaan Wajo tersebut itu,20

Adat yang dimaksud oleh Kesuma merujuk pada sebuah perjanjian yang disebut

“Perjanjian Cinnobatti”, yaitu perjanjian yang berisi kesepakatan antara penguasa

dengan rakyatnya.

Menurut Kesuma pelaksanaan pemerintahan menurut adat yang dilakukan

oleh kerajaan Wajo merujuk pada kerajaan yang lebih tua yaitu kerajaan Luwu. Di

tempat itu pemimpin harus selalu bertindak berdasarkan aturan. Dalam tradisi

Bugis ada ungkapan “’naiya Datu’e matutui ri ade’e, tettong ri welong panasa’e’

(adapun datu atau raja dan atau pemerintah itu waspada terhadap pelaksanaan

hukum, tegak diatas kata yang benar atau kejujuran)”.21

Sementara menurut Suwitha, pemerintahan yang dijalankan oleh penguasa

tanpa mengikuti aturan adat membuat rakyat yang diperintah merasa terganggu di

19 Kesuma, 2004, hal 8, lihat pula pengantar Anhar Gonggong hal xiv.20 Kesuma 2004, hal 6-7.21 Kesuma 2004, hal 8.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

52

tanah kelahirannya. Pilihan merantau merupakan cara rakyat menentang

penguasa. Kenyataan seperti itu merupakan salah satu sebab orang Bugis

meninggalkan tanah kelahirannya, sebagaimana yang dinarasikan Suwitha :

“... seorang raja yang memerintah dengan tidak adil akan menghadapi tiga kemungkinan.Dalam hal ini rakyat akan menurunkan raja itu dan menggantikan dengan caramusyawarah. Kalau hal ini tidak berhasil, akan dilakukan dengan jalan kekerasan. Bilausaha ini gagal pula, maka rakyat akan meninggalkan rajanya.”22

Sebagaimana tampak dalam penggalan narasi di atas, Suwitha menekankan bahwa

ketika ada penguasa yang ditinggalkan oleh rakyatnya, penyebabnya pasti karena

raja memerintah secara sewenang-wenang. Raja seperti ini dianggap sebagai raja

yang jelek.23 Kekuasaan yang sewenang-wenang oleh raja membuat rakyat tidak

lagi merasa nyaman dalam mencari penghidupan, walaupun dalam keseharian

mereka tampak selalu dekat dengan keluarganya.

Suwitha juga menulis bahwa kelompok yang melakukan perantauan dengan

latar belakang seperti itu memang lebih banyak dilakukan oleh orang yang berasal

dari kalangan biasa, sebab mereka tidak memiliki akses kekuasaan. Merantau

merupakan salah satu cara yang paling tepat bagi orang Bugis dari kalangan biasa

untuk mencapai strata sosial yang lebih baik. Merantau dianggap dapat menjadi

jalan untuk memperoleh kekayaan maupun pengetahuan. Keberhasilan itu dapat

dipakai sebagai alat untuk mencapai strata sosial yang lebih tinggi, baik yang

memilih menetap di tanah rantau maupun ketika kembali ke tanah kelahiran.24

A.2. Spirit Bahari sebagai Legitimasi Perantauan: Cerita Rakyat,

Pengetahuan dan Keterampilan yang Dimilikinya.

22 Suwitha 2013, hal 53.23 Lihat catatan kaki 5 Suwitha 2013, hal 53.24 Suwitha 2013, hal 55.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

53

Di bagian ini akan diuraikan bagaimana spirit bahari dijadikan legitimasi

perantauan yang terdapat dalam narasi sejarah. Perantauan bagi orang-orang

Bugis tidak lepas dari kemampuan mereka beradaptasi dengan laut dan

diwujudkan dengan melakukan pelayaran. Semangat bahari yang dimiliki

merupakan kekuatan ketika melakukan pelayaran. Ada dua bentuk spirit bahari

yang dihadirkan dalam narasi sejarah perantau Bugis. Pertama, hadirnya cerita

rakyat dalam setiap tulisan sebagai legitimasi sejarah. Kedua, hadirnya

kemampuan secara pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan pelayaran

sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Bugis membuat mereka berada di

daerah perantauan.

Kesuma menganggap I La Galigo sebuah epos yang dimiliki oleh

masyarakat Bugis sekaligus sebagai penggerak dalam setiap proses kehidupan

mereka. Naskah itu yang menceritakan tentang perjalanan seorang laki-laki Bugis

yang mengunjungi berbagai negeri dengan perahu. Kisah seperti itu yang

dihadirkan dalam setiap narasi sejarah untuk melegitimasi bahwa masyarakat

Bugis memiliki semangat dan kemampuan untuk mengarungi lautan. Sekaligus

sebagai legitimasi terhadap kehidupan perantauan yang mereka lakukan.

Sawerigading adalah salah satu tokoh yang hadir dalam cerita I La Galigo

untuk menggambarkan kemampuan orang Bugis melakukan pelayaran,

sebagaimana yang dinarasikan oleh Kesuma berikut ini:

Sejak di masa kerajaan Luwu Purba, perairan, atau kawasan Selat Malaka dan Laut CinaSelatan, telah di jelajahi armada Sawerigading Opunna Wareq putra mahkota KerajaanLuwu di sekitar abad ke X. Salah sebuah episode diceritakan dalam buku I La Galigo(salah satu karya ke susastraan terbesar di dunia yang tebalnya jikalau dihimpun dandisusun setelah menghilangkan isinya yang paralel kurang lebih 6000 halaman) akanmenemukan gambaran kerajaan tertua di Nusantara bagian timur, bernama Luwu yangrakyatnya sangat gemar berkelana serta bertualang ke negeri-negeri yang jauh. Malaka,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

54

Mancapaiq dan Ulio disebut dalam buku itu, bahwa rajanya dikalahkan di tengah lautoleh Sawerigading dalam pelayaran ke Cina.25

Kesuma menganggap Sawerigading sebagai tokoh yang ideal sehingga perlu

dihadirkan untuk menunjukkan bagaimana kemampuan orang Bugis melakukan

pelayaran. Narasi tersebut sekaligus menunjukkan bahwa mendatangi daerah lain

merupakan hal yang lumrah bagi masyarakat Bugis. Kesuma menghadirkan cerita

Sawerigading dalam narasinya untuk menunjukkan apabila keberadaan orang

Bugis di Semananjung Tanah Melayu sudah cukup lama.

Begitupun dalam narasi Suwitha yang menuliskan keberadaan orang Bugis

di Bali juga tidak lepas dari latar cerita Sawerigading. Tokoh utama Sawerigading

disebut oleh Suwitha untuk menunjukkan keberanian orang Bugis dalam

melakukan pelayaran. Kisah tersebut didapat oleh Suwitha dari cerita rakyat

masyarakat Bugis yang ditelitinya. Rupanya cerita tentang Sawerigading begitu

lekat dengan kehidupan masyarakat Bugis, terutama untuk menunjukkan

kepiawaiannya menyeberangi lautan. Suwitha menulis: “... cerita-cerita tentang

Sawerigading yang isinya pada pokoknya mengisahkan keberanian orang-orang

Bugis dalam berlayar mengarungi lautan, yang merupakan fakta sosial.”26

Cerita keberanian di laut dapat ditempatkan sebagai semangat bahari yang

dimiliki oleh orang Bugis, sekaligus sebagai legitimasi dalam narasi sejarah. Akan

tetapi sering kali naskah I La Galigo dalam kajian akademik hanya ditempatkan

sebagai karya sastra. Bagi Suwitha bukan persoalan penting apakah kisah dalam I

La Galigo benar-benar pernah terjadi atau tidak tetapi cerita itu menempati ruang

dalam kehidupan orang-orang Bugis di Bali.

25 Kesuma, 2004, hal 95.26 Suwitha, 2013, hal 8.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

55

Keberadaan orang Bugis di Kamal Muara Pesisr Pantai Jakarta Utara yang

dibahas oleh Said dan Prabowo tidak disertai cerita tentang Sawerigading yang

terkenal akan kehebatannya dalam melakukan pelayaran. Meskipun demikian

narasi mereka tetap menunjukkan kemampuan orang Bugis di laut, mereka

menuliskan: “Dibekali keberanian mengarungi lautan, orang Bugis melakukan

pelayaran untuk mencari kehidupan baru yang menjanjikan”.27 Artinya menurut

mereka jiwa kebaharian yang dimiliki oleh orang Bugis menunjang keberadaan

mereka di berbagai wilayah.

Selaian cerita rakyat berupa kisah Sawerigading yang diambil dari naskah I

La Galigo, orang-orang Bugis juga memiliki pengetahuan dan keterampilan di

laut sebagai legitimasi perantaun. Pengetahuan dan keterampilan mereka

wujudkan dengan pelayaran yang menjadi faktor penggerak, sehingga laut sudah

dijadikan ruang kehidupan sekaligus menjadi jalur penghubung dengan daerah

lain. Berikut akan dilihat bagaimana kemampuan tersebut dihadirkan dalam narasi

sejarah perantau Bugis.

Menurut Kesuma maupun Suwitha, pengetahuan akan pelayaran orang-

orang Bugis dapat dilihat ketika mereka merumuskan sebuah aturan yang menjadi

pedoman ketika beraktifitas di laut. Aturan tersebut menjadi sebuah perestasi

sekaligus dijadikan penegasan dalam narasi sejarah perantau Bugis, apabila

kehidupan masyarakat Bugis lekat dengan laut. Aturan yang dimaksud adalah

“ade’allopi-loping Bicaranna pabalue” yakni hukum pelayaran dan perdagangan

yang pertama kali dirumuskan oleh Matoa Wajo ke-3 di Makassar yang bernama

27 Said dan Prabowo, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 114.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

56

Ammana Gappa, sekitar tahun 1667.28 Aturan tersebut menjadi pedoman ketika

melakukan pelayaran dan perdagangan. Dikatakan oleh Kesuma:

Dengan hukum tersebut itulah yang dijadikan pedoman bagi setiap nahkoda “kapal layar”Bugis jenis Lambo, Padewakang, dan Pinisi yang mengarungi laut Nusantara. Dapatdikatakan bahwa dengan adanya trayek (route) pelayar ke berbagai penjuru di kepulauanNusantara dan sekitarnya termasuk Filipina, Kamboja, Siam, Johor, Brunai, Tumasik,Malaka, dan Ceylon memperluas cakrawala kepelayaran (Maritim) orang Bugis-Makassar-Mandar. Oleh karena itu, sarana pelayaran dan objek-objeknya itu merupakanmedia migrasi yang utama bagi ketiga suku bangsa tersebut.29

...Menurut penulis, di sinilah terletak jasa yang besar dari Amanna Gappa meletakkandasar-dasar pengelolaan pelayaran di kepulauan nusantara.30

Penggalan narasi tersebut menegaskan bahwa setiap generasi orang-orang Bugis

memiliki keterikatan dengan laut. Bagi orang-orang Bugis kegiatan menyeberangi

lautan sudah menjadi tradisi. Aturan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa

selama melakukan pelayaran akan selalu ada jaminan kehidupan.

Keberhasilan orang Bugis menjadikan laut sebagai ruang pelayaran dan

perdagangan di masa lalu juga disebut oleh Suwitha ketika menarasikan sejarah

orang Bugis di Bali. Menurut Suwitha hukum pelayaran Amanna Gappa menjadi

kata kunci prestasi masa lalu orang Bugis di lautan. Di abad ke-17 mereka sudah

membuat aturan perdagangan yang dipakai bersama sekaligus menjadi indikasi

bahwa aktifitas orang-orang Bugis di dunia pelayaran cukup padat. Berikut

kutipan narasi Suwitha: “...Dengan kepandaian berlayar dan perdagangan itu,

sampai saat ini mereka masih meninggalkan warisan hukum niaga Amanna

Gappa, yang telah ditulis dan dibukukan dalam lontar pada abad ke-17.” 31

Kemampuan membuat aturan dalam pelayaran di masa lalu kembali

ditegaskan oleh Suwitha di bagian selanjutnya, ketika ia mempertegas bahwa

28 Kesuma 2004, hal 81, Matoa Wajo disini merupakan pimpinan orang Bugis Wajo di Makassar.29 Kesuma, 2004, hal 81.30 Kesuma, 2004, hal 83.31 Suwitha,2013, hal 3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

57

salah satu alasan orang-orang Bugis meninggalkan daerahnya adalah alasan

ekonomi. Aturan yang dibuat Amanna Gappa digunakan sebagai pembenaran

bahwa keturunan masyarakat Bugis memiliki kecakapan dalam perniagaan.

Suwitha mengatakan: “Hukum laut Amanna Gappa yang terkenal sampai

sekarang juga peninggalan orang Bugis Wajo. Dengan keterangan ini, kuatlah

keyakinan kita bahwa orang Bugis datang ke Bali seperti Puak Matua di Serangan

lebih bermotif ekonomi.32 Hukum pelayaran Amanna Gappa kembali disebut oleh

Suwitha ketika ia menunjukan bahwa wilayah Bali sudah dijangkau oleh orang

Bugis untuk melakukan pelayaran dan perdagangan. Aturan pembayaran yang

dibuat oleh Amanna Gappa sudah menyebut wilayah Bali secara khusus. Ia

menulis:

Dalam hukum pelayaran dan perniagaan, warisan orang Bugis Amanna Gappa, telahdisebutkan bahwa, apabila perahu-perahu Bugis akan berlayar untuk berniaga dari jalur-jalur pelayaran yang telah di tetapkan ke Bali, sewa perahunya setiap orang di tetapkandua setengah rial dan belum terhitung muatan barang-barang. Dengan demikian, pulauBali sudah masuk dalam jangkauan pelayaran dan perniagaan orang-orang Bugis. Hukumlaut itu sendiri ditulis dan dibukukan dalam lontar oleh Amanna gappa tahun 1676.33

Kemampuan pelayaran yang dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup bagi

masyarakat Bugis—yang dirumuskan dalam bentuk aturan di laut—merupakan

dampak dari kemampuan mereka memanfaatkan laut. Perantau yang dalam bahasa

Bugis disebut pasompe34 justru dilihat oleh Suwitha sebagai kemampuan

melakukan pelayaran di laut. Dengan kata lain sebagai kehidupan pelayaran.35.

32 Suwitha, 2013, hal 49.33 Suwitha, 2013, hal 59.34 Pasompe disisni berarti para perantau yang bentuknya jamak. Lihat Hamid, Abu, Pasompe,Pengembaraan Orang Bugis, Makassar, Pustaka Refleksi 2004.35 Suwitha, 2013, hal 52.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

58

B. Jejak-Jejak Kehidupan di Tanah Rantau

Berdasarkan keempat teks sebelumnya telah disebut beberapa daerah yang

menjadi tujuan bagi perantau Bugis seperti Johor, Selangor, Samarinda, Kamal

Muara Pesisir Jakarta Utara, Bali, Ambon dan lain-lain. Tempat-tempat tersebut

merupakan pilihan yang diambil oleh perantau awal yang kemudian ditempati

secara turun temurun. Ada yang bertahan hingga sekarang namun tidak sedikit

pula yang telah pergi dan hanya meninggalkan jejak orang Bugis.

Dari teks-teks sejarah yang menjadi objek kajian tesis ini akan dibahas

tempat-tempat yang akhirnya menjadi pilihan perantu Bugis untuk melanjutkan

kehidupan mereka. Selain tempat, hal penting lain yang juga dilihat dalam setiap

narasi adalah cara orang Bugis hidup di daerah baru tersebut. Pada bagian ini akan

dibahas empat wilayah yang menjadi tujuan perantau Bugis yaitu Johor, Bali,

Kamal Muara Pesisir Jakarta Utara dan Ambon.

B.1. Johor

Bagian ini akan membahas mengenai narasi Kesuma tentang perantau Bugis

di Johor, Malaysia, dalam buku yang berjudul Migrasi dan Orang Bugis. Menurut

Kesuma dalam buku itu Tanah Melayu merupakan salah satu wilayah yang

memiliki peran penting dalam jalur pelayaran di abad ke-17 dan menjadi tujuan

orang Bugis, terutama setelah Perang Makassar berakhir. Jalur perdagangan

sangat menentukan tujuan perantau Bugis. Hal itu bisa menjadi dasar ketika

menelusuri wilayah-wilayah tujuan perantauan mereka, sebab dengan

pelayaranlah mereka mencapai tempat perantauan. Perjalanan perantu Bugis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

59

sangat bergantung pada pelayaran. Johor merupakan salah satu wilayah yang

menjadi tujuannya.

Dalam narasinya, Kesuma membahas Johor pada periode abad ke-16 hingga

ke-18. Menurut Kesuma, perebutan kekuasaan yang terjadi di Johor pada periode

itu ikut mempengaruhi kedudukan orang-orang Bugis. Kesuma melalui narasinya

menelusuri kedatangan bangsawan Bugis yang bernama Opu Daeng Rilakka

bersama dengan kelima putranya pada abad ke-17. Merekalah yang nantinya

berhasil masuk dalam lingkaran kekuasaan di wilayah Johor. Kelima putra Daeng

Rilakka bernama Opu Daeng Parani, Opu Daeng Manambung, Opu Daeng

Marewa, Opu Daeng Cella’ dan Opu Daeng Kamase.36

Menurut Kesuma terjadinya perebutan kekuasaan di wilayah Johor

memungkinkan setiap kelompok masyarakat berpeluang untuk merebut pengaruh.

Kesuma menyebut Portugis dan Belanda sebagai dua kekuatan asing yang pernah

menguasai Johor. Portugis berkuasa antara tahun 1511-1641 dan Belanda pada

1641-1795. Sebelum itu ada kerajaan Malaka yang berkuasa sejak 1401 sampai

1511.37

Kesuma menulis bahwa keterlibatan orang-orang Bugis dalam konflik

perebutan kekuasaan di Johor dimulai ketika pemerintahan Sultan Mahmud Shah

II yang memerintah 1685-1699 berakhir. Diangkatnya bendahara Abdul Jalil

Rahmat Shah IV menjadi Sultan menggantikan Sultan Mahmud Shah II

merupakan awal terjadi perebutan kekuasan di Johor. Anak dari Sultan Mahmud

Shah II dari gundiknya yang disebut Raja Kecil dari Siak menuntut tahta kerajaan

36 Kesuma, 2014, hal 97.37 Tidak hanya tiga (Malaka, Portugis dan Belanda) yang pernah menguasai Johor, masih adaInggris dan invasi Aceh dan serta Siak. Kesuma, 2004, hal 106-112.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

60

Johor. Raja kecil kemudian berhasil merebut tahta kerajaan Johor. Saat

memerintah ia bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah (1699-1718). Pusat

pemeritahannya kemudian dipindahkan ke Riau pada tahun 1719. Pergolakan

menentang kehadiran Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah di Kerajaan Johor terjadi

dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1721.38 Penentangan pemerintahan inilah

yang melibatkan orang-orang Bugis dan membuat mereka berada di pihak yang

berkuasa. Sebagaimana dinarasikan oleh Kesuma: “Raja Kecil dihalau oleh orang

Bugis kembali ke negeri asalnya Siak. Maka Sultan Sulaiman dilantik menjadi

Sultan Johor, memerintah dari tahun 1718-1760. Pada perkembangan

pemerintahan di kerajaan Johor, kenyataan Sultan tidak berkuasa penuh.”39

Penggalan narasi Kesuma di atas menunjukkan bahwa kekerabatan

merupakan modal dasar bagi perantau Bugis yang memungkinkan mereka

memiliki nilai tawar kepada pihak kerajaan yang saling bertikai, sekaligus

keuntungan bagi komunitasnya. Kekerabatan inilah yang terus dibangun oleh

orang-orang Bugis, bahkan dengan kelompok lain. Atas jasa orang-orang Bugis

yang terlibat dalam perebutan kekuasaan kerajaan Johor, Sultan Sulaiman

kemudian menyerahkan kepulauan Riau ke orang-orang Bugis sebagai balas jasa.

Orang Bugis yang bernama Opu Daeang Marewa akhirnya dilantik sebagai

penguasa di Riau dengan gelar Yamtuan Muda Riau I.40

Selain dengan cara perebutan kekuasaan langsung, menurut Kesuma orang-

orang Bugis juga membangun kekerabatan dengan jalan kawin dengan keluarga

kerajaan. Dalam narasi Kesuma dituliskan: “Adapun Opu Daeng calla’ dan Opu

38 Kesuma, 2004, hal 115-117.39 Kesuma,2004, hal 117.40 Kesuma, 2004, hal 118.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

61

Daeng Parani dikawinkan dengan saudara-saudara Sultan Sulaiman yaitu putri-

putri bendahara Abdul Jalil IV.”41 Itulah narasi yang dibangun oleh Kesuma untuk

menunjukkan cara orang Bugis membangun kekerabatan di Johor melalui

perkawinan.

B.2 Bali

Bagian ini akan membahas narasi Suwitha tentang masyarakat Bugis di

Bali,, sebagaimana yang dituliskan dalam buku yang berjudul Perahu Pinisi di

Pesisir Dewata: Migrasi dan Peranan Masyarakat Bugis di Bali sekitar abad

XIX. Terhubungnya Bali dengan jalur pelayaran menurut Suwitha memungkinkan

wilayah ini dapat diakses oleh orang-orang Bugis. Komunitas Bugis yang menjadi

sorotan di pembahasan Suwitha merupakan orang-orang Bugis yang berada di

Bali pada priode abad ke-19. Akan tetappi sejak Abad ke-17, antara orang-orang

dari wilayah Sulawesi bagian selatan dengan orang Bali sudah ada kontak.

Kerajaan Makassar pernah mengadakan perjanjian dengan pihak raja Gelgel di

Bali mengenai pembagian wilayah.42 Di tahun 1697 I Gusti Ngurah Panji Sakti

bahkan mendapat bantuan dari orang-orang Bugis yang memiliki markas di Teluk

Pampang Blambangan ketika menaklukkan Blambangan.43

Menurut Suwitha ada beberapa titik yang menjadi tempat pemukiman orang

Bugis di wilayah Bali seperti di Pantai Lingga muara Sungai Banyuala yang

kemudian berpindah ke timur. Perkampungan itu kemudian dikenal sebagai

kampung Bugis. Di Buleleng orang Bugis menempati daerah Pabean atau

41 Kesuma, 2004, hal 118.42 Suwitha, 2013, hal 58.43 Suwitha, 2013, hal 60.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

62

Pelabuhan Buleleng, Pelabuhan Celukan Bawang dan Pelabuhan Sangsit. Di

Kerajaan Jembrana orang Bugis menempati Desa Loloan, Desa Air Kuning dan

Banyubiru. Sementara di Kerajaan Badung perkampungan orang Bugis berada di

Desa Serangan, Tuban dan Banoa atau Tanjung. 44

Suwitha menuliskan bahwa bentuk perkampungan orang-orang Bugis

memiliki karakter yang sama di setiap tempat. Ciri utamanya adalah berada di

sekitar pantai. Pemilihan tempat seperti itu merupakan pilihan strategis dalam

kehidupan sehari-hari, sebab orang-orang Bugis hidup dari perdagangan maupun

aktifitas lainnya yang terikat erat dengan dunia pelayaran.45 Pola perkampungan

yang tinggal secara berkelompok membuatnya memiliki ikatan kekerabatan yang

kuat di antara mereka. Apalagi kedatangan mereka biasanya dilakukan secara

berkelompok. Bentuk seperti itulah yang memungkinkan mereka memiliki

mekanisme sendiri dalam mengatur anggota kelompoknya, sekaligus

memungkinkan mereka untuk memiliki posisi tawar kepada penguasa setempat.

Bentuk perkampungan seperti itu merupakan pola umum bagi perkampungan

kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Kehidupan berkelompok dan memiliki akses terhadap dunia luar—sebab

mereka hidup pada perdagangan dan dunia pelayaran—membuat orang-orang

Bugis memiliki peranan cukup penting di Bali. Peran itu diungkapkan oleh

Suwitha dalam narasinya:

Orang-orang Bugis di Bali terutama dalam abad ke-19 meskipun dari segi jumlahnyamerupakan masyarakat kecil, namun mereka sangat menguasai beberapa sektor

44 Suwitha, 2013, hal 68-71.45 Suwitha, 2013, hal 73.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

63

kehidupan kerajaan pada waktu itu. Terutama dalam sektor perekonomian, di sampingpolitik dan militer.46

Aktifnya orang Bugis dalam sektor perdagangan memungkinkan mereka memiliki

akses untuk menjalin hubungan dengan raja-raja yang ada di Bali. Suwitha

menyebut bahwa perdagangan budak merupakan komoditas yang cukup

menguntungkan bagi raja-raja di Bali pada periode abad ke-17 hingga awal abad

ke-19. Selain perdagangan budak orang-orang Bugis juga membawa keluar

barang-barang berupa minyak kelapa, gula, ikan asin atau dendeng dan hasil bumi

lainnya. Sementara barang-barang yang dibawa masuk ke Bali meliputi emas,

benang emas, perak, candu dan lain-lain.47 Candu menjadi barang yang

diseludupkan oleh pedagang Bugis masuk ke Buleleng karena mempunyai

keuntungan cukup besar. Suwitha menyebut bahwa lebih dari 150 peti setiap

tahunnya.48 Penyeludupan tersebut dapat terjadi karena orang-orang Bugis

memiliki hubungan dekat dengan raja yang secara posisi cukup kuat. Selain itu,

orang-orang Bugis juga memberikan hadiah kepada raja supaya dapat mengambil

hati penguasa.

Keberhasilan orang-orang Bugis dalam perdagangan di Bali pada abad ke-

19 digambarkan oleh Suwitha dalam narasinya:

Orang-orang Bugis di Bali sebagai kelas pedagang sangat berhasil dalam usahanya,terutama pada abad ke-19. Mereka sangat ulet sehingga selalu berhasil. Tambahan pula,mereka mempunyai perahu-perahu sendiri yang memudahkan untuk mencari ataumenambah penghasilan dengan jalan menangkap ikan dan juga meneruskan usahadagang49.

46 Suwitha, 2013, hal 82.47 Suwitha, 2013, hal 82.48 Suwitha, 2013, hal 87.49 Suwitha, 2013, hal 85.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

64

Selain ikut terlibat langsung dalam perdagangan barang, pihak kerajaan tertentu

juga memanfaatkan perahu milik orang Bugis untuk melakukan hubungan dagang

dengan kerajaan tetangganya. Seperti yang dilakukan oleh pihak Kerajaan

Jembrana yang memanfaatkan perahu orang-orang Bugis ketika melakukan

kontak dagang dengan Kerajaan Buleleng.50

Suwitha menambahkan kedekatan orang-orang Bugis dengan penguasa

membuat beberapa kerajaan di Bali mengangkat syahbandar dari kelompok orang

Bugis. Seperti di Kerajaan Badung yang mengangkat orang Bugis bernama

Pattimi sebagai syahbandar di Loloan ketika pelabuhan itu jatuh ke tangan

Kerajaan Badung.51 Di Serangan juga diangkat orang Bugis sebagai syahbandar

bernama Puak Metuwa dan syahbandar di Tanjung juga orang Bugis tetapi tidak

diketahui namanya.52 Jabatan syahbandar seperti itu juga membuat orang Bugis

semakin dekat dengan pihak kerajaan, bahkan syahbandar dapat bertindak sebagai

wakil raja.53

Sebagaimana yang dilakukan di Johor, menurut Suwitha ikut terlibat

langsung dalam perebutan kekuasaan merupakan cara lain orang-orang Bugis

mendekatkan diri dengan penguasa setempat. Seperti ketika orang Bugis ikut

memihak pada pasukan I Gusti Ngurah Pasekan sewaktu memberontak pada Raja

I Gusti Putu Ngurah di Kerajaan Jembrana tahun 1855.54 Keberpihakan itu

membuat I Gusti Ngurah Pasekan bisa merebut kekuasaan sekaligus membuat

posisi orang Bugis semakin kuat. Di Kerajaan Buleleng, I Gusti Ketut Jelantik

50 Suwitha, 2013, hal 84.51 Suwitha, 2013, hal 84.52 Suwitha, 2013, hal 95.53 Suwitha, 2013, hal 94.54 Suwitha, 2013, hal 100.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

65

membentuk pasukan inti yang terdiri dari orang-orang Bugis. Pasukan dibentuk

sebagai persiapan Kerajaan Buleleng menghadapi Belanda, walaupun kemudian

pasukan Belanda dapat menguasai kerajaan tersebut.

Pada abad ke 19 Kerajaan Badung dapat melepaskan diri dari kekuasaan

kerajaan Mengwi atas bantuan orang-orang Bugis. Pasukan Bugis tersebut

merupakan pasukan pilihan yang dipimpin oleh Puak Matuwa yang kemudian

diangkat menjadi syahbandar.55 Keterlibatan orang-orang Bugis dalam pasukan

militer Kerajaan Badung digambarkan oleh Suwitha:

Dalam perang ini kerajaan Badung mempergunakan pasukan orang-orang Bugis pilihandari Serangan dengan kekuatan 500 orang. orang Bugis dalam posisi pasukan depan. RajaBadung mengharapkan, seandainya musuh kuat, biar pasukan Bugis ini yang mengamuk.Mereka selalu diandalkan oleh Raja Badung, sedangkan Pasukan Badung yang terdiri dariksatria lainnya berada jauh di belakang.56

Menurut Suwitha orang-orang Bugis di Bali walaupun memiliki akses ke pusat

pemerintahan kerajaan tidak pernah benar-benar menjadi penguasa di wilayah itu.

Mereka hanya berkoalisi pada salah satu kelompok ketika terjadi perebutan

kekuasaan. Mereka sepertinya hanya memanfaatkan kedekatan itu untuk

kepentingan perdagangan yang mereka lakukan.

B.3 Kamal Muara, Pesisir Pantai Jakarta Utara

Bagian ini akan membahas masyarakat rantau Bugis di Kamal Muara,

sebagaimana ditulis oleh Said dan Prabowo dalam tulisannya yang berjudul

“Akultirasi Orang Bugis dan Betawi di Kamal Muara Pesisir Pantai Utara

Jakarta.” Disebutkan oleh Said dan Prabowo, Kamal Muara merupakan kawasan

yang masuk ke wilayah pantai utara Jakarta Utara. Wilayah ini sama dengan

55 Suwitha, 2013, hal 106.56 Suwitha, 2013, hal 107.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

66

karakter daerah yang umum ditempati oleh orang Bugis di tempat lain, berupa

pesisir pantai. Orang-orang Bugis yang menempati wilayah Kamal Muara

diperkirakan mencapai 40 persen dari seluruh penduduk.57 Sebagian besar dari

mereka menggantungkan hidupnya pada hasil laut dan olahannya. Laut

merupakan satu hal yang melekat pada kehidupan orang Bugis ketika berada di

daerah perantauan.

Menurut Said dan Prabowo orang-orang Bugis di Kamal Muara, merupakan

kelompok yang datang sekitar tahun 1960-an. Keterangan itu diperoleh dari

penelitian yang pernah dilakukannya pada awal mei 2002 hingga juni 2003.58

Cara mereka mengambil data dengan melakukan observasi partisipan dan

pengamatan di wilayah itu .

Menurut Said dan Prabowo orang-orang Bugis memilih Kamal Muara

sebagai salah satu tempat perantauan lebih karena pertimbangan keuntungan

ekonomis, walaupun pada awalnya tempat itu hanya sebagai tempat singgahan.

Wilayah itu dimanfaatkan oleh orang Bugis untuk menangkap ikan. Mereka dapat

bertahan dan mendapat keuntungan di tempat itu sebab mereka membawa cara

baru dalam proses penangkapan ikan yang tidak dikenal oleh kelompok

masyarakat lainnya, terutama oleh masyarakat Betawi. Selain menangkap ikan

dengan perahu mereka juga menggunakan “bagan” sebagai perangkap sehingga

bisa mendapat ikan lebih banyak. Cara “bagan” itulah yang dianggap cara baru

oleh kelompok masyarakat Betawi di periode 1960-an hingga 1970-an.

57 Said dan Prabowo, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 116.58 Said dan Prabowo, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 114.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

67

Dari narasi Said dan Prabowo tampak bahwa ketika hasil tangkapan ikan

mereka mulai berkurang akibat lingkungan air yang tercemar oleh industri yang

menjamur di kawasan itu, orang Bugis akhirnya menemukan komoditas laut baru

yang sebelumnya mereka tidak kenal, yaitu remis hijau. Komoditas inilah yang

mereka olah sebagai produk baru yang memungkinkan mereka membuat ikatan

kerja, baik dengan kalangan orang Bugis sendiri maupun kelompok masyarakat

lainnya. Selain orang Bugis yang terlibat langsung dalam pekerjaan di laut, ada

kelompok orang Betawi, sekaligus dianggap sebagai warga asli.

Ikatan kerja tersebut digambarkan oleh Said dan Prabowo sebagai berikut:

Di Kamal Muara, dan menemukan bahwa disana terdapat ikatan yang kuat dan salingketergantungan antara kelompok, khususnya mereka yang didasarkan atas pekerjaan.Kelompok ini termasuk nelayan, pemilik bagan, produsen ikan asin, pengolah remis,pencari ikan, makelar, dan tukang ojek. Terdapat ikatan fungsional yang bernilaiekonomis namun mereka juga memiliki suatu komponen sosial59.

Ikatan kerja menjadi penghubung orang-orang Bugis dengan kelompok

masyarakat lainnya serta didukung oleh ikatan sosial yang cukup kuat yang

dimiliki oleh orang Bugis sendiri. Ikatan sosial dengan latar belakang sosial yang

sama merupakan kelanjutan dari ikatan sosial yang ada di kampung halaman

mereka. Salah satunya dapat dilihat ketika di antara mereka ada yang mendapat

musibah maka yang lain akan ikut membantu, baik memberi sumbangan berupa

materi maupun hanya berupa tenaga. Bentuk lain dari ikatan sosial yang dapat

dilihat, yaitu ketika mendirikan rumah maka orang Bugis lainnya akan ikut

membantu. Bentuk ikatan sosial itu kemudian mereka formalkan dalam bentuk

oraganisasi berupa kelompok “Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan” yang biasa

59 Said dan Prabowo, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 122.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

68

disingakat menjadi KKSS.60 Perkumpulan seperti ini dapat menjadi kekuatan

politik mereka ketika berhadapan dengan kelompok masyarakat lain, maupun

ketika berhadapan dengan pemerintah setempat. Belakangan organisasi ini bahkan

bisa menjadi nilai tawar politik, terutama ketika berlangsung pemilu.

Menurut Said dan Prabowo, orang-orang Bugis ketika berada di Kamal

Muara mengharuskan mereka membuat ikatan sosial yang lebih luas, terutama

dengan kelompok sosial Betawi. Latar belakang agama yang sama memungkinkan

dua kelompok ini dapat lebih cair membaur sehingga mereka dapat memperkuat

ikatan sosial. Majelis ta’lim merupakan salah satu contoh wadah sosial antara

kedua kelompok tersebut yang dibentuk berdasarkan keagamaan. Wadah ini

terbagi berdasarkan tingkat usia. Baik orang Bugis maupun orang Betawi ikut

terlibat dalam wadah itu bukan didasari atas kesamaan suku melainkan agama.61

Kegiatan lain yang melibatkan kedua kelompok ini adalah perayaan-perayaan

seperti perayaan pernikahan, sunatan dan upacara leluhur. Digambarkan oleh Said

dan Prabowo dalam narasinya:

Begitu juga, antara Bugis dan Betawi terdapat ikatan sosial yang berkaitan denganperayaan (seperti pernikahan, sunatan, atau atau upacara leluhur) dan kelompok religi.Sebuah kelompok kondangan di Kamal Muara merumuskan komitmen bersama. Satukelompok terdiri atas 40 pria, mereka membangun ikatan yang kuat denganmengumpulkan dana sumbangan atau barang berupa bantuan makanan. Kehadiranmereka merupakan tanggung jawab moral yang harus ditaati.62

Cara lain untuk memperkuat ikatan sosial yang dilakukan oleh orang Bugis

di Kamal Muara menurut Said dan Prabowo adalah dengan cara laki-laki Bugis

menikah dengan perempuan Betawi. Cara ini sekaligus merupakan jalan yang

60 Said dan Prabowo, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 123.61 Said dan Prabowo, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 125.62 Said dan Prabowo, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 124.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

69

sangat efektif untuk berintegrasi dengan kelompok masyarakat setempat.

Memiliki latar belakang agama Islam yang sama membuat kedua kelompok ini

relatif lebih mudah disatukan dalam bentuk perkawinan. Cara tersebut

melegitimasi salah satu pegangan bagi laki-laki Bugis ketika merantau, yaitu

menggunakan “tiga ujung” ketika berada di daerah perantauan, yaitu “ujung

lidah,” “ujung kemaluan” dan “ujung badik”.63

B.4. Ambon

Dalam bagian ini akan diuraikan narasi Badrus Sholeh tentang masyarakat

rantau Bugis di Ambon, sebagaimana yang ia tulis dalam artikel yang berjudul

“Peranan Bugis Pendatang dalam Proses Islamisai Bagian Timur Indonesia: Kasus

Konteks Sejarah Ambon.” Keberadaan orang-orang Bugis di Ambon menurut

Sholeh bukanlah waktu yang pendek. Kontak dengan wilayah ini sudah mereka

lakukan sejak sebelum kedatangan bangsa Eropa.

Orang Bugis yang dimaksud oleh Sholeh dalam tulisannya, bukan hanya

orang-orang Bugis yang berasal dari daerah yang berbahasa Bugis di Sulawesi

Selatan, melainkannya juga suku-suku lain yang berasal dari Sulawesi Selatan,

yaitu mereka yang merupakan pendatang dan beragama Islam.64 Islam dijadikan

salah satu identitas bagi Sholeh untuk mengidentifikasi kelompok orang Bugis.

berdasarkan penelusuran sholeh, sejak 1607 di wilayah Kerajaan Ternate sudah

63 Said dan Prabowo, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 125. Istilah Badik dipakai sesuaidengan narasi Kesuma dan senjata khas masyarakat Bugis. Said dan Prabowo menggunakan istilahkeris.64 Sholeh, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 181.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

70

terdapat wilayah yang dinamakan sebagai Kampung Makassar yang dihuni oleh

kelompok masyarakat yang berasal dari Sulawesi Selatan.65

Sholeh membagi dua priode kedatangan orang Bugis ke wilayah Ambon.

Pertama, mereka yang datang sebelum masa kolonial hingga Republik Indonesia

terbentuk pada masa kepemimpinan Soekarno. Sholeh menyebutnya sebagai

Bugis pendatang pertama. Kedua, periode kedatangan pada masa pemerintahan

Orde Baru dan pascareformasi.66 Sejak datang di wilayah tersebut, orang-orang

Bugis terlibat dalam proses penyebaran agama Islam yang dimulai sejak

kedatangan pertama mereka di awal abad ke-17.

Kontribusi orang-orang Bugis dalam proses penguatan kekuasaan politik

Islam di wilayah itu dilakukan dengan cara melakukan perkawinan campuran

dengan masyarakat setempat.67 Menurut Sholeh daerah Leihitu dan Hatuhaha

yang pertama diislamkan yang merupakan bagian dari kepulauan Ambon. Daerah

itu masuk dalam wilayah Kerajaan Ternate dan Tidore. Keterlibatan orang-orang

Bugis dalam proses penyebaran Islam digambarkan oleh sholeh sebagai berikut:

“Daerah yang pertama kali diislamkan di kepulauan Ambon adalah Leihotu dan

Hatuhaha yang masuk dalam wilayah kerajaan Ternate dan Tidore. Upaya ini

sangat disokong masyarakat Bugis-Makassar, yang punya alasan ekonomi dan

politik….”.68 Proses pengislaman wilayah itu disokong penuh oleh orang-orang

Bugis yang bermodalkan kemampuan mereka menguasai pasar-pasar tradisional

yang membuat peranan orang-orang Bugis penting di wilayah itu. Seperti

65 Sholeh, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 182.66 Sholeh, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 181.67 Sholeh, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 182.68 Sholeh, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 183.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

71

misalnya, pada masa kekuasaan Jepang kelompok orang Bugis dan masyarakat

yang beragama Islam lainnya bekerja sama melawan kekuasaan kolonial Eropa.

Selain itu orang-orang Bugis juga terlibat dalam meredam perlawanan kelompok

Republik Maluku Selatan (RMS) terhadap pemerintahan pusat, dalam hal ini

pemerintahan Soekarno.69

Menurut Sholeh pada periode Orde Baru orang-orang Bugis terus

berdatangan di wilayah itu. Ketika pemerintah begitu gencar melakukan program

transmigrasi, kedatangan orang-orang Bugis di Ambon bukan merupakan bagian

dari program itu. orang-orang Bugis memilih wilayah perkotaan, pasar dan pantai

sebagai tempat bermukim mereka. Posisi mereka penting dalam kegiatan

perekonomian kota Ambon, sebab mereka cukup dominan di pasar tradisional dan

perekonomian kelas menengah.

Konflik yang terjadi selama reformasi ikut mengubah keadaan sosial di

Ambon. Konflik itu dianggap dipicu oleh kelompok pendatang yang kemudian

diindentifikasi sebagai kelompok Bugis, Buton dan Makassar atau lazim disebut

BBM. Kesenjangan terhadap akses ekonomi dan kekuasaan antara pendatang dan

masyarakat setempat merupakan alasan yang diungkapkan oleh Sholeh.

Kesenjangan tersebut didukung oleh pemerintahan Orde Baru yang mengontrol

kekuasaan politik maupun perekonomian lokal.70 Diakui oleh Sholeh bahwa di

sisi yang lain masyarakat setempat juga sulit bersaing dengan para pendatang

karena minimnya keterampilan yang mereka miliki.

69 Sholeh, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 184.70 Sholeh, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 186.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

72

Pada Narasi Sholeh dijelaskan bahwa setelah konflik yang terjadi antara

tahun 1999-2002, para pendatang termasuk Bugis semakin mendapat saingan

dalam bidang prekonomian, terutama di pasar-pasar tradisional dan pekerjaan

yang dianggap lebih rendah. Setelah konflik, orang-orang Bugis juga berusaha

mendapatkan kembali pekerjaan mereka melalui negosiasi yang difasilitasi oleh

perkumpulan orang Bugis yang mereka buat sebelumnya. Diungkapkan oleh

Sholeh:

Kerukunan Keluarga Bugis Makassar di Kepulauan Ambon memainkan peranan yangmenonjol dalam hal negosiasi dan mempertahankan hak-hak Bugis-Makassar pendatanguntuk memeroleh kembali pekerjaan, keamanan dan lahan mereka yang ditinggalkanselama konflik berlangsung.71

Narasi Sholeh menunjukkan bahwa ikatan kekerabatan yang mengikat orang-

orang Bugis digunakan untuk memperoleh kembali hak-hak mereka setelah

konflik. Kekerabatan itu memang didasari lebih pada kesamaan daerah asal,

walaupun mereka tidak memiliki ikatan darah. Sekaligus menunjukkan bahwa

kekerabatan itu selalu dapat digunakan sebagai posisi tawar ketika berada di

perantauan.

C. Kehadiran Individu (Bangsawan) Dalam Penulisan Sejarah Perantau

Bugis

Individu merupakan konsep lain dari Hayden White yang dipakai untuk

menganalisa narasi tentang sejarah perantau Bugis. Menurut Hayden White,

individu memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan dalam bentuk apa mereka

akan hidup. Dalam bahasa lain, setiap individu memiliki kebebasan untuk

menentukan sejarahnya sendiri. Begitu pun dalam hal penulisan sejarah. Setiap

71 Sholeh, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 187.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

73

sejarawan memiliki kebebasan untuk memilih jenis sejarah yang akan mereka

bangun. Pada bagian ini akan dilihat bagaimana narasi sejarah perantau Bugis

menghadirkan individu, sekaligus akan dilihat bagaimana dalam narasinya para

sejarawan menghadirkan pilihan-pilihan individu orang Bugis.

Pada bagian sebelumnya dari bab ini telah dibahas bagaimana para

sejarawan menarasikan daerah-daerah yang menjadi tujuan para perantau Bugis.

Empat teks yang menjadi objek kajian tesis ini menunjukkan adanya empat daerah

yang menjadi tujuan perantau Bugis, yaitu Johor, Bali, Kamal Muara (pesisir

pantai Jakarta Utara) dan Ambon. Berdasarkan empat narasi itu akan dilihat

bagaimana sejarawan menarasikan pilihan-pilihan tindakan setiap individu,

sekaligus melihat pilihan-pilihan sejarawan itu sendiri dalam menuliskan sejarah

perantau Bugis. Dengan demikian bagian ini akan membahas bagaimana

sejarawan memilih individu sebagai bagian dari narasi sejarahnya.

Narasi sejarah perantau Bugis menunjukkan peran individu yang berasal

dari kelompok bangsawan menjadi penting. Dimulai oleh tulisan yang dinarasikan

oleh Andi Ima Kesuma, dengan mudah dapat diindentifikasi apabila penulis ini

masih merupakan orang Bugis yang berasal dari kelompok bangsawan. Hal itu

dapat dilihat dari penggunaan nama “Andi” di bagian awal namanya. Gelar

tersebut merupakan simbol kebangsawanan yang masih digunakan hingga saat ini

di Sulawesi Selatan. Informasi tersebut penting sebagai pengetahuan awal

sebelum melihat narasi Kesuma ketika menempatkan tokoh sejarah yang

dihadirkan dalam narasi sejarah yang dibangunnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

74

Kesuma mengahadirkan Opu Daeng Rilakka bersama lima putranya dalam

narasi sejarah. Merekalah yang kemudian dianggap sebagai orang-orang yang

membuat sejarah orang Bugis perantauan di Johor. Kesuma menelusri

kebangsawanan Opu Daeng Rilakka dengan mengacu pada naskah-naskah

Melayu dan Bugis. Kesimpulan dari penelusuran itu dapat dilihat dalam narasinya

ketika ia menulis sebagai berikut:

Dari silsilah tersebut memperjelas bahwa Opu Daeng Rilakka masih keturunan DatuLuwu I Batara Guru. Malahan jika dicantumkan dari jalur keturunan ibunya,bersumberkan sislsilah raja-raja Luwu, maka ibu Lamaddusila (La Maddusalat) yangbernama We Tenrileleang, ternyata dua kali menjadi Datu Luwu, yaitu yang ke-24 danke-26.72

Kesuma memperkuat kebangsawanan Opu Daeng Rilakka dengan memaparkan

silsilah kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan seperti Soppeng dan Luwu. Dari

paparan silsilah itu, Kesuma akhirnya meneguhkan Opu Daeng Rilakka sebagai

bangsawan yang memiliki silsilah dan berkaitan dengan beberapa kerajaan yang

ada di Sulawesi Selatan. Silsilah itu Kesuma gunakan sebagai legitimasi untuk

mengatakan bahwa bahwa Opu Daeng Rilakka dan keturunannya wajar diterima

sebagai pemimpin di perantauan. Ia menulis:

Dengan demikian Opu Daeng Rilakka bersama kelima putranya dapat diterima oleh sukubangsa Bugis dari berbagai asal “kerajaan” (Luwu, Gowa, Bone, Wajo, Soppeng, Tanete,Suppa, pammana, dan lain-lain) sebagai pemmimpin di perantauan. Tampilnya sebagaipenegak kedaulatan Johor dari versi Raja kecil dari Siak tidak dapat disangkal jikamendapat dukungan serempak dari kaum migran Bugis di Johor.73

Kesuma menghadirkan orang yang berasal dari keturunan bangsawan dalam

narasinya untuk menekankan peran mereka dalam berbagai peristiwa yang ada di

Johor. Kesuma menganggap bahwa Opu Daeang Rilakka dan keturunannya

72 Kesuma,2004, hal 100.73 Kesuma, 2004, hal 103.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

75

diterima sebagai pemimpin orang-orang Bugis di Johor.74 Silsilah yang digunakan

rujukan oleh Kesuma menunjukkan bahwa Opu Daeang Rilakka memiliki

keterkaitan kebangsawanan dari beberapa kerajaan di Sulawesi Selatan. Hal itu

jadi alasan lain yang cukup kuat untuk mengatakan bahwa keturunan Opu Daeng

Rilakka diterima sebagai pemimpin di Johor. Narasi Kesuma begitu menonjolkan

peran bangsawan bagi perantau Bugis di Johor.

Sebaliknya dalam narasi Suwitha peranan keturunan bangsawan Bugis di

Bali tidak banyak dibahas. Bahkan tidak ada nama khusus yang ditelusuri

silsilahnya oleh Suwitha baik berdasarkan naskah Bali maupun naskah silsilah

raja-raja di Sulawesi Selatan. Berbagai kelompok orang Bugis yang ada di Bali

disebutnya orang-orang Bugis.

Suwitha sempat menyebut nama Pattimi, orang yang diangkat sebagai

syahbandar di Loloan, kemudian menyebut naman Puwak Matua di Serangan.75

Puwak Matua diidentifikasi oleh Suwitha sebagai seorang keturunan bangsawan

Bugis dengan cara melihat makam orang-orang Bugis di Bali. Menurutnya makam

tersebut mirip dengan makam raja-raja yang ada di Sulawesi Selatan. Salah satu

orang yang dimakamkan di tempat itu adalah keturunan dari Puwak Matua yang

bernama Haji Abdurrachman. Sehinggga dengan sedikit keraguan Suwitha

berpendapat secara tidak langsung bahwa Puwak Matua merupakan keturunan

Bangsawan Bugis.76

Sementara dalam narasi Said dan Prabowo yang menuliskan keberadaan

orang-orang Bugis di Kamal Muara, pesisir pantai Jakarta Utara salah satu tokoh

74 Lihat pembahasan sebelumnya pada bab III sub bab berlabuh di Johor.75 Suwitha, 2013, hal 95.76 Suwitha, 2013, hal 108.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

76

yang dihadirkan adalah Haji Latif. Dia dianggap penting oleh Said dan Prabowo

karena mewakili orang-orang Bugis yang ada di wilayah itu. Haji Latif disebut

pertama kali datang ke wilayah Kamal Muara pada tahun 1960-an, tetapi tidak

disebutkan asal daerahnya di Sulawesi Selatan. Said dan Prabowo hanya

menyebut bahwa Haji Latif berasal dari tanah Bugis.77

Said dan Prabowo hanya mengidentifikasi orang-orang Bugis secara umum

di wilayah itu dengan menuliskan bahwa mereka berasal dari Bone dan Palopo.

Bugis Bone dan Bugis Palopo menjadi penyebutan untuk menandai asal wilayah

mereka.78 Selebihnya, sepanjang narasi Said dan Prabowo hanya menggunakan

kata orang Bugis untuk menyebut etnis yang berasal dari Sulawesi Selatan

tersebut.

Kehadiran individu hanya ditemukan sekali dalam narasi Sholeh ketika

maenarasikan keberadan orang-orang Bugis di Ambon. Sholeh mengidentifikasi

orang-orang Bugis sebagai kelompok masyarakat yang berasal dari Sulawesi

Selatan. Sholeh bahkan tidak membedakan dengan kelompok suku lainnya yang

berasal dari wilayah itu.79

Sholeh lebih mengidentikkan orang-orang Bugis dengan Islam dalam

narasinya. Jadi setiap kelompok masyarakat yang berasal dari Sulawesi Selatan

dan beragama Islam disebut sebagai orang Bugis oleh Sholeh.80 Sholeh sepanjang

narasinya hanya menyebut nama Syaikh Yusuf Al-Makassary. Aktor itu

77 Said dan Prabowo, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 117.78 Said dan Prabowo, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 117.79 Sholeh, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 181.80 Sholeh, dalam Bhakti, Andi Faisal, 2010, hal 181.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

77

dihadirkan oleh Sholeh sebagai contoh bagi perantau Bugis yang berhasil karena

keislamannya.

D. Rangkuman

Dari paparan yang telah diuraikan sepanjang Bab ini, representasi perantau

Bugis dalam narasi sejarah mengikuti pola perjalanan perantauan mereka, dimulai

dari tanah kelahiran hingga tiba di tanah rantau. Tanah kelahiran yang tidak

menentu merupakan representasi pertama yang terdapat di empat teks narasi.

Keadaan itu terjadi akibat perang yang terjadi wilayah tanah kelahiran orang

Bugis, kemudian dikenal sebagai Perang Makassar. Akibat lainnya adalah harga

diri yang mulai terusik di tanah kelahiran. Representasi kedua berupa spirit bahari

yang menjadi legitmasi perantauan, hal ini mewakili perantau Bugis selama

perjalanan menuju tanah rantau. Bagian akhir dari representasi adalah potret

kehidupan perantau Bugis di empat tempat yaitu: Johor, Bali, Kamal Muara di

pesisir jakarta Utara dan Ambon. Kesuma mengidentikkan orang-orang Bugis di

Johor dengan kekuasaan. Suwitha mengidentikkan orang-orang Bugis di Bali

dengan perdagangan dan pelayaran yang menjadi jalan bagi mereka berada di

sekitara kekuasaan. Adapun Said dan Prabowo menjadikan nelayan dan laut

sebagai identifikasi bagi orang-orang Bugis di Kamal Muara pesisir Jakarta Utara.

Sementara Sholeh menjadikan Islam sebagai sebagai identifikasi orang-orang

Bugis di Ambon. Setiap sejarawan menghadirkan aktor sejarah dalam narasinya.

Kelompok bangsawan memiliki ruang berbeda dalam pada setiap narasi, Kesuma

memberi ruang lebih banyak dari kelompok tersebut. Suwtiha hanya menyebut

beberapa nama sebagai aktor sejarah yang dia anggap berasal dari kelompok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

78

bangsawan. Kelompok bangsawan sebagai aktor sejarah bahkan luput pada narasi

Said dan Prabowo, yang juga luput dari narasi Sholeh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

79

BAB IV

MELIHAT POSISI SEJARAWAN MELALUI NARASI SEJARAH

PERANTAU BUGIS

Pada bab sebelumnya telah dipaparkan beberapa hal yang merupakan

representasi dari narasi sejarah perantau Bugis. Ada tiga hal yang merupakan

representasi dalam narasi sejarah perantau Bugis. Pertama, situasi tanah kelahiran

tidak menentu secara politis membuat orang Bugis meninggalkan tanah

kelahirannya. Kedua, spirit bahari sebagai legitimasi perantauan menjadi

representasi dalam teks sejarah perantau Bugis. Ketiga, tentang kehidupan di

tanah rantau, ada empat tempat yang menurut teks yang dibahas dalam tesis ini,

menjadi tujuan para perantau Bugis, yaitu Johor, Kamal Muara Pesisir Pantai

Jakarta utara, di Bali dan di Ambon.

Pada awal bab IV ini, akan dibahas mengenai bentuk representasi yang

dihadirkan oleh para sejarawan dari empat teks yang menjadi objek penelitian

tesis ini. Selanjutnya, akan ditunjukkan lebih jauh fitur-fitur yang dihadirkan

dalam setiap narasi, sehingga memungkinkan kita bisa melihat bagaimana

representasi tersebut dihadirkan dalam narasi. Menghadirkan sebuah peristiwa

dalam narasi sesuai dengan pendapat Hayden White yang mengatakan bahwa

sebuah peristiwa bukan hanya daftar kerangka kronologis, tapi peristiwa itu

diriwayatkan, ada yang mengatakan, diungkapkan sehingga memiliki struktur dan

urutan makna.1 Bentuk kehadiran representasi inilah yang akan dibahas pada bab

ini. Dengan melihat setiap cara sejarawan dalam merepresentasikan sebuah

1 White, The Question of Narrative in Contemporary Historical Theory, History and Theory, Vol.23, No. 1 Published by: Blackwell Publishing for Wesleyan University, URL:http://www.jstor.org/stable/2504969, 1984, hal 8.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

80

peristiwa dalam narasi sejarah perantau Bugis, sekaligus menjadi cara penulis

untuk membangun sebuah kritik historiografi.

Menurut White Setiap representasi berupa peristiwa yang ada dalam setiap

narasi sejarah tidak hadir begitu saja, tetapi bagaimana hasil representasi itu

diterima sebagai sesuatu yang nyata atau pernah terjadi. Sejarawan dalam

menarasikan perisitiwa menentukan diterimanya peristiwa tersebut sebagai hal

yang nyata atau tidak. Setiap sejarawan memiliki cara untuk menghadirkan

peristiwa dalam narasi sehingga bisa diterima sebagai kenyataan.2

Ada tiga hal yang akan menjadi perhatian penulis ketika menjelaskan bentuk

representasi yang dihadirkan oleh setiap sejarawan. Pertama, terkait dengan

peristiwa direpresentasikan atau dikabarkan. Kedua, bagaimana penuturan

informan dalam hal ini sumber sejarah yang digunakan. Ketiga, ucapan sejarawan

tentang peristiwa yang direpresentasi dalam narasi.3

A. Bergerak Menuju Perantauan

Di keempat teks yang ada, secara umum dinarasikan perjalanan orang Bugis

dari kampung halaman ke perantauan. Pada Bab III telah dibahas tentang tanah

kelahiran yang tidak menentu dan bagaimana hal itu menjadi salah satu alasan

mengapa mereka meninggalkan tanah kelahirannya, yakni tanah Bugis. Dalam

keempat teks itu disebutkan bahwa perang merupakan penyebab yang membuat

2 White, The Question of Narrative in Contemporary Historical Theory dalam The Conten of theform hal 8.3 Ini mengacu pada konsep linguistiknya Roman Jakobson tentang shifter berupa Kode menunjukPesan sebagaimana yang dipakai oleh Roland Barthes dan dikembangkan oleh Hayden White. lihatBarthes, Roland, The Rustle of Language, California, Universitas California Press,California,1989, hal 127-140.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

81

keadaan tanah kelahiran orang Bugis tidak stabil. Perang yang dimaksud dalam

narasi-narasi tersebut adalah Perang Makassar yang terjadi pada abad ke-17.

Dalam bukunya yang berjudul Migrasi dan Orang Bugis Kesuma

mengatakan bahwa wilayah Sulawesi Selatan pernah mengalami kekacauan sosial

politik karena terjadinya Perang Makassar pada abad ke-17.4 Setidaknya ada 21

entri5 tentang Perang Makassar yang ditemukan dalam teks Kesuma. Tentang

perang itu sendiri Kesuma lebih suka menyebutnya sebagai perang VOC-

Makassar.6

Selanjutnya terkait dengan sumber atau informan yang bercerita tentang

peristiwa Perang Makassar Kesuma menggunakan pengalaman seorang Belanda

yang terlibat dalam perang tersebut sebagai sumber. Orang Belanda itu adalah

F.W. Stapel, yang kesaksiannya Kesuma ambil dari hasil tulisan Sagimun MD.7

Sebagaimana yang ia tulis, berdasarkan kutipan langsung atas tulisan Sagimun

MD. Kesuma menulis:

Pertempuran terjadi tidak hanya pada hari itu saja (hari berlangsungnya PerangMakassar), akan tetapi juga berlangsung terus pada malam berikutnya dengan tiada henti-hentinya. Percaya atau tidak, malam itu adalah malam dahsyat yang sangat mengerikan,sehingga prajurit-prajurit yang sudah lanjut usianya mungkin bahkan di Eropa sekalipunjarang yang pernah mendengarnya. Serdadu-serdadu belanda pada malam itumenembakkan 30.000 butir peluru. …8

Kutipan tersebut diatas merupakan versi bahasa Indonesia terjemahan dari bahasa

Belanda yang merupakan bahasa aslinya. Dalam narasi Kusuma kutipan tersebut

4 Kesuma, 2004, hal 58.5 Entri ini terdapat di halaman 4,15,53,45,45,62,63,64,64,64,65,66,69,70,72,73,85,92,112,136,137.6 Kesuma, 2004, hal 58.7 Sagimun MD adalah seorang peneliti dari kementrian pendidikan dan kebudayaan yang menulistentang biografi pahlawan nasional. salah satu tulisannya tentang Sultan Hasanuddin, raja Gowaketika berlangsungnya Perang Makassaar.8 Kesuma, 2004, hal 59.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

82

diatas lengkap dengan bahasa asli yang digunakan oleh informan yaitu bahasa

Belanda.9 Sebelum Kesuma menuliskan secara langsung apa yang disampaikan

oleh informan dalam hal ini F.W. Stapel yang merupakan informan dari Sagimun

MD, dia terlebih dahulu memberi penjelasan tentang sumber yang digunakan.

Sumber tersebut berasal dari Sagimun MD sebagaimana narasi Kesuma:

Begitu dahsyatnya peperangan itu, dapatlah dibaca pengakuan orang-orang Belandasendiri (diungkap oleh Sagimun MD dalam makalahnya “Sumba Opu” – dipresentasikanpada “Seminar Sejarah Perlawanan Rakyat Sulawesi Selatan” tanggal 8-11 Desember1982, hal 13) ialah sebagai berikut:…10

Sementara pada kutipan keduanya, Kesuma menuliskan: “gambaran begitu

kuatnya pertahanan yang dihadapi, tatkala menyerang Benteng Sumba Opu

F.W.Stapel, menuliskan sebagai berikut:….”11 Pada kutipan kedua ini, Kesuma

sudah tidak lagi menyebut nama Sagimun MD di awal kutipannya, tetapi hanya

langsung menyebut penulis Belanda yang dikutip oleh Sagimun MD. Dari kedua

kutipan diatas dengan jelas dapat kita bedakan cara Kesuma menggunakan

sumber. Pengalaman pelaku sejarah yang dia kutip dalam narasinya berasal dari

tulisan Sagimun MD.

Hal yang berbeda Kesuma lakukan ketika ia menggunakan tulisan Abdul

Razak Daeng Patunru, Kesuma justru menarasikan ulang jalannya perang

Makassar. Ketika Kesuma menghadirkan peristiwa perang Makassar dalam

narasinya, ia membuat deskripsi ulang tentang jalannya perang Makassar yang

bersumber dari buku Abdul Razak Daeng Patunru. Ringkasan tersebut ditemukan

dari halaman 64 sampai 65 dalam tulisan Kesuma. Salah narasi Kesuma ketika

9 Kesuma, 2004, hal 59.10 Kesuma, 2004, hal 58, Lanjutan kutipan tersebut berisi pengalaman orang Belanda yang terlibatperang Makassar menggunakan bahasa Inggris lengkap dengan terjemahan bahasa Indonesia.11 Kesuma,2004, hal 63. lanjutan kutipan tersebut berisi pengalaman orang Belanda yang terlibatperang Makassar menggunakan bahasa Inggris lengkap dengan terjemahan bahasa Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

83

mendeskripkan ulang Perang Makassaar sebagai Berikut: “Tanggal 7 Juli 1967

terjadi lagi pertempuran antara pasukan-pasukan Belanda dengan lascar Gowa dan

hebatnya, namun lascar Gowa terpaksa mengundurkan diri karena kekuatan tidak

seimbang, lalu kembali ke Gowa mempertahannya mati-matian ibukota Kerajaan

Gowa.”12

Selain narasi jalannya Perang Makassar, Kesuma juga menghadirkan

beberapa pasal isi perjanjian Bungaya dalam narasinya sebagai akhir dari Perang

Makassar. Salah satu isi pasal perjanjian Bungaya yang ada dalam narasi Kesuma

sebagai berikut: “orang-orang yang bersalah karena telah melakukan

pembunuhan-pembunuhan atas diri orang-orang Belanda, akan dihukum di

hadapan residen Belanda di Makassar.”13 Perjanjian Bungaya dijadikan pijakan

selanjutnya oleh Kesuma untuk mendeskripsikan terjadinya perpindahan

penduduk keluar dari wilayah yang didiami masyarakat Bugis.

Kesuma mengarahkan narasinya supaya Perang Makassar menjadi penyebab

orang-orang Bugis maupun kelompok masyarakat lainnya yang ada di wilayah

Sulawesi Selatan meninggalkan daerahnya, dengan cara mengambil contoh dari

beberapa pimpinan Perang Makassar yang memilih meninggalkan Makassar

karena tidak sepakat dengan perjanjian Bungaya. Seperti dalam narasi Kesuma:

“Menurut penulis inilah yang menjadi alasan utama mengapa Karaeng Galesong

dan Karaeng Bontomarannu secara diam-diam meninggalkan Makassar berlayar

ke Pulau Jawa, yaitu masing-masing ke Madura dan Banten”.14 Kutipan ini

12 Kesuma, 2004, hal 64.13 Kesuma, 2004, hal 66 isi pasal 4 dari 9 pasal perjanjian Bungaya. Seluruh isi pasal PerjanjianBungaya dapat dilihat di Kesuma 2004, hal 65-67.14 Kesuma, 2004, hal 67.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

84

menunjukkan bagaimana sejarawan sebagai penutur berpendapat tentang sebuah

peristiwa. Artinya, sejarawan walaupun menggunakan kata ganti penulis tetap

menuliskan secara jelas bahwa dirinyalah yang berpendapat tentang peristiwa itu.

Aktifitas pasukan Makassar yang memilih untuk berpindah ke Pulau Jawa

ditelusuri oleh Kesuma berdasarkan tulisan Sartono Kartodirjo. Penggalan tulisan

Sartono yang bercerita tentang keterlibatan bekas pasukan Makassar berjuang

melawan Belanda di Pulau Jawa, bahkan dikutip langsung oleh Kesuma, seperti

berikut ini:

suatu faktor yang perlu diperhitungkan dalam pergolakan pada masa dalam penelaansekarang ialah kehadiran kontingen Makassar dan Bugis yang tersebar di pelbagai tempatdi Jawa. Peranan mereka sebagai eksponen anti Kompeni cukup berpengaruh dalamperjuangan untuk membendung penetrasi Belanda di Banten dan Mataram. Disampingsemangat untuk membalas dendam atas kekalahan yang diderita dalam perang Makassar,perjuangan mereka juga dijiwai oleh ideologi kafir, semacam pan-Islamisme. Dipandangdari kecamata mereka Jawa sebagai benteng pertahanan akhir terhadap agresi Belanda,perlu dipertahankan, maka mereka mengadakan persekutuan dengan pihak-pihak sejiwaantara lain Banten dan Madura. Di kedua daerah itulah terpusatkan kesatuan-kesatuankontingen Makassar/Bugis.15

Menurutnya, meninggalkan wilayah Sulawesi menjadi pola yang diikuti oleh

koalisi pasukan Makassar lainnya.

Narasi Kesuma menjadikan Perang Makassar sebagai faktor utama untuk

melihat terjadinya kekacauan di Sulawesi bagian selatan, walaupun perang itu

sendiri sebenarnya berpusat di wilayah Kerajaan Gowa. Perang Makassar menjadi

dasar ketika Kesuma menunjukkan wilayah Sulawesi bagian selatan lainnya,

terutama wilayah yang didiami orang Bugis juga mengalami kekacauan.

15 Kesuma, 2004, hal 67-68, kutipan ini merupakan kutipan langsung Kesuma dari tulisan SartonoKartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emperium kem imperium (Jakarta:Gramedia 1987), hal 173-174.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

85

Kekacauan itu merupakan kelanjutan dari Perang Makassar karena perseteruan

dua kerajaan Bugis, yaitu antara kerajaan Wajo dengan kerajaan Bone.16

Kesuma menggambarkan Perang antara Bone yang dibantu oleh VOC

melawan pihak Kerajaan Wajo lebih banyak berdasarkan buku tulisan Abdul

Razak Daeng Patunru yang berjudul Sejarah Wajo yang ditulis pada tahun 1964.

Peristiwa tersebut ditempatkan oleh Kesuma dalam narasinya untuk menunjukkan

bahwa orang Bugis Wajo sudah meninggalkan daerahnya secara berkelompok

sejak abad ke-XVII.

Sementara Suwitha dalam buku yang berjudul Perahu Phinisi Di Pesisir

Dewata:Migrasi Dan Peranan Masyarakat Bugis di Bali Sekitar Abad XIX, juga

menganggap Perang Makassar sebagai sebab terjadinya kekacauan. Cara Suwitha

menghadirkan Perang Makassar sebagai salah satu faktor terjadinya kekacauan di

Sulawesi Selatan di abad ke-17 yang menyebabkan orang Bugis meninggalkan

daerahnya. Setidaknya ada enam17 entri yang terkait Perang Makassar yang

ditemukan dalam narasi Suwitha. Perang Makassar dianggap oleh Suwitha

sebagai bagian dari faktor politik, dengan perjanjian Bungaya sebagai hasil Perang

Makassar membuat terjadinya perubahan politik di wilayah tersebut.18

Cara Suwitha dalam narasinya menghubungkan perjanjian Bungaya sebagai

akhir dari peristiwa Perang Makassar dengan bergeraknya orang-orang Bugis

meninggalkan daerahnya seperti dalam narasi berikut:

Perjanjian Bungaya kemudian membawa perubahan yang penting dalam ikatan politikkawasan timur. Semua pedagang di luar VOC dipaksa untuk meninggalkan Makassarsehingga Makassar kemudian menjadi Bandar yang sepi. Pada periode inilah banyak

16 Pembahasan ini juga dibahas di bagain bab III.17 Entri ini ada di halaman 46, 48, 48, 61, 68, 120.18 Suwitha, 2013, hal 48.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

86

bangsawan Bugis dengan para pengikutnya pergi meninggalkan tanah kelahirannyamenyebar keseluruh Asia Tenggara sambil berdagang karena hak hidup mereka dirampas.Terdapat pusat penyebaran orang-orang Bugis, seperti Kutai, Pontianak, Pulau Batam,Riau, dan Flores. Pulau laut misalnya, hampir semua penduduknya adalah orang Bugis.19

Narasi tersebut ditulis oleh Suwitha berdasarkan buku Nusantara: History Of

Indonesia yang ditulis oleh Vlekke, B.H.M, terbit tahun 1967 dan buku

Encyclopedia Van Nederlandsch India Vol 1. Sumber itu digunakan untuk

menunjukkan daerah tujuan orang Bugis ketika meninggalkan tanah kelahirannya.

Suwitha selalu membahasakan ulang sumber yang digunakan lalu di bagian akhir

menuliskan sumber yang digunakan.

Seperti narasi Kesuma, Suwitha juga menempatkan Perang Makasaar

sebagai faktor utama yang menyebabkan terjadinya kekacauan di wilayah

Sulawesi Selatan. Menurut Suwitha, sebagai akibat Perang Makassar, kerajaan

Wajo terlibat peperangan dengan Bone. Peristiwa tersebut membuat ibu kota

kerajaan Wajo mengalami kehancuran dan menimbulkan bencana kelaparan bagi

masyarakat serta akibat lainnya. Keadaan serba kacau seperti itu mendorong orang

Bugis Wajo banyak yang meninggalkan daerahnya dan oleh Suwitha dalam

narasinya disebut sebagai faktor ekonomi.20

Said dan Prabowo dalam teksnya yang berjudul “Akulturasi Orang Bugis

dan Orang Betawi di Kamal Muara, Pesisir Pantai Jakarta Utara” mengikuti pola

narasi Kesuma dan Suwitha untuk menempatkan peristiwa Perang Makassar

sebagai salah satu sebab orang Bugis berada di Kamal Muara. Said dan Prabowo

tetap menempatkan Perang Makassar sebagai salah satu sebab wilayah Sulawesi

bagian selatan mengalami ketidakpastian yang membuat banyak orang Bugis

19 Suwitha, 2013, hal 48.20 Suwitha, 2013, hal 49.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

87

meninggalkan daerahnya. Sebagai sebuah peristiwa Said dan Prabowo bahkan

dalam narasinya menyamakan peristiwa Perang Makassar dengan pemberontakan

Qahar Muzakkar dan Permesta yang waktu kejadian rentang waktunya sangat

jauh.

Perang Makassar sebagai peristiwa yang dimaksud dalam narasi itu tidak

disebut secara langsung sebagai Perang Makassaar oleh kedua penulis. Said dan

Prabowo menyebut terjadi perang itu seperti berikut: “Pada abad ketujuh belas

terdapat perang dimana orang Bugis-Bone bersekutu dengan VOC untuk

menghancurkan Makassar. Kondisi ini membawa konsekuensi tersendiri sehingga

terjadi persebaran orang Bugis, khususnya Bugis Wajo yang bersekutu dengan

Gowa Makassar.”21 Sumber yang menyebut Perang Makassar tersebut tidak

dituliskan dalam narasi Said dan Prabowo.

Setelah melihat Said dan Prabowo membahas peristiwa perang Makassar

dalam narasinya, kita dapat melihat bagaimana Perang Makassar dihubungkan

dengan peritiwa lainnya. Berikut kutipan narasinya:

Jadi, migrasi terbesar orang Bugis terjadi sebagai akibat perang (pada abad ke tujuhbelas) dan pemberontakan (pada tahun 1950-an dan 1960-an) di negeri mereka sendiri,yang membentuk suatu pola migrasi di mana orang Bugis menggambarkannya sebagaimassapa dale (mencari nafkah). Kamal Muara adalah salah satu tanah tujuan yangmenjanjikan dan menjadi tempat persinggahan dan kediaman orang Bugis sampai saatini.22

Perang Makassar dalam narasi said dan prabowo disebut sebagai perang yang

terjadi abad ketuju belas, tanpa menyebut langsung sebagai perang Makassar.

Said dan Prabowo menempatkan peristiwa perang Makassar sebagai titik tolak

peristiwa yang memengaruhi peristiwa-peristiwa setelahnya.

21 Said dan Prabowo dalam Bakti, Andi Faisal, 2010, hal 114.21 Sholeh, dalam Bakti, Andi Faisal, 2010, hal 114.22 Said dan Prabowo dalam Bakti, Andi Faisal, 2010, hal 114-115.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

88

Sementara Sholeh dalam tulisannya yang berjudul “Peranan Bugis

pendatang dalam proses islamisasi bagian timur Indonesia:kasus konteks sejarah

Ambon”, melihat orang Bugis di Ambon. Menurut Sholeh, salah satu alasan

orang-orang Bugis melakukan migrasi adalah alasan perang. Peristiwa perang itu

menyebabkan keadaan wilayah Sulawesi Selatan tidak menentu. Menurut Sholeh

untuk mendapat kebebasan dalam menjalani kehidupan sebagian masyarakat

Bugis akhirnya memilih keluar dari wilayah itu. Akan tetapi sepanjang narasi

Sholeh tidak penyebut Perang Makassar secara langsung.

Untuk menggambarkan keberadaan orang Bugis di Ambon, Sholeh

menggunakan sumber dari tulisan Leirizza yang berjudul Maluku Dalam

Perjuangan Nasional Indonesia. Rujukan itu digunakan untuk menelusuri

keberadaan orang Bugis yang ada di Ambon. Sholeh menjadikan bahan itu

sebagai sumber dengan membahasakan ulang dalam narasinya tanpa pernah

menggunakan kutipan langsung. Misalnya Sholeh menarasikan seperti ini: “Pada

tahun 1607, di Ternate sudah dikenal sebuah wilayah dengan nama kampung

Makassar yang umumnya dihuni oleh masyarakat Bugis-Makassar...”23

Sebagai penutup pada bagian ini, peristiwa Perang Makaassar yang

merupakan salah satu representasi untuk menjelaskan kedaan wilayah Sulawesi

bagian selatan mengalami kekacauan, semua hadir di empat teks yang ada, dengan

bentuk yang berbeda. Setiap sejarawan punya cara menampilkan perisitiwa perang

Makassar dalam narasinya. Cara mereka menghadirkan sumber juga bervariasi,

23 Sholeh dalam Bakti, Andi Faisal, 2010, hal 182.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

89

misalnya Kusuma memasukkan secara langsung sumber yang digunakan dalam

narasinya yang tidak kita temukan di tiga teks lainnya.

B. Narasi Kemampuan Bahari Sebagai Narasi yang Dirayakan

Berdasarkan empat teks yang dibahas, tampak bahwa perantauan yang

dilakukan oleh orang-orang Bugis karena latar belakang daerahnya yang

mengalami kekacauan akibat perang. Berdasarkan narasi itu keadaannya didukung

oleh kemampuan bahari yang dimiliki masyarkat Bugis membuat mereka berani

mengarungi lautan untuk menuju perantauan. Pada bab III sudah dibahas bahwa

ada dua bentuk bahari yang hadir dalam narasi sejarah perantau Bugis, sekaligus

sebagai representasi dalam narasi. Pertama, hadirnya cerita rakyat yang berbasis

petualangan bahari dalam narasi sejarah. Kedua, kemampuan, pengetahuan dan

keterampilan dalam bidang bahari merupakan bagian dari kehidupan masyarakat

Bugis. Keduanya sangat terkait dengan kemampuan bahari yang dimiliki oleh

orang-orang Bugis. Dalam setiap narasi yang ada, hal tersebut selalu muncul

sebagai legitimasi sejarah.

Untuk melihat bagaimana sejarawan menarasikan representasi bahari yang

terdapat dalam teksnya masing-masing, maka bagian ini akan kembali melihat

sejarawan menempatkan tiga hal dalam narasinya yaitu peristiwanya, informannya

dalam hal ini sumber sejarahnya dan penuturnya atau sejarawannya.24 Dengan

memperhatikan hal itu akan terlihat bagaimana setiap sejarawan

merepresentasikan sebuah peristiwa dalam narasi sejarah.

24 Lihat hal 2 (bagian awal bab IV ) menggunakan konsep shifter-nya Jakobson sebagaimana yangdipakai oleh Roland Barthes dan dikembangkan oleh Hayden White. lihat Barthes, Roland, TheRustle of Language, California, Universitas California Press, 1989, hal 127-140.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

90

Kesuma dalam narasinya menghadirkan kemampuan bahari sebagai salah

satu argumen untuk menunjukkan keberadaan orang-orang Bugis di wilayah

Johor. Menurutnya, kemampuan bahari orang-orang Bugis menunjang akan

pilihan mereka melakukan perantauan. Untuk menunjukkan kemampuan tersebut,

Kesuma menghadirkan cerita rakyat Bugis dalam narasinya. Cerita tersebut

berasal dari epos I La Galigo yang bercerita tentang Sawerigading ketika

melakukan petualangan ke berbagai negeri. Cerita rakyat inilah yang akan

ditelusuri lebih jauh dibagian ini.

Selanjutnya adalah penelusuran posisi epos I La Galigo dengan cerita

perjalanan Sawerigading dalam narasi Kesuma dan ketiga narasi lainnya. Kesuma

menempatkan cerita I La Galigo dalam narasinya ketika menelusuri jejak

kedatangan orang Bugis di Semenanjung Tanah Melayu. Dapat kita lihat salah

satu bagian narasi Kesuma ketika menempatkan cerita perjalanan Sawerigading

sebagai bagian dari narasi penyebaran orang Bugis di Tanah Melayu sebagai

berikut:

Perantau dan atau pemukiman orang Bugis di Semenanjung Tanah Melayu sebetulnyasudah berlangsung lama sekali. Sejak di masa Kerajaan Luwu Purba, perairan, ataukawasan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan, telah di jelajahi armada SawerigadingOpunna Wareq putra mahkota Kerajaan Luwu di sekitar abad ke X. Salah satu episodeyang diceritakan dalam buku I La Galigo… 25

Cerita Sawerigading dalam narasi itu dapat ditempatkan sebagai peristiwa sejarah.

Cerita itu diambil oleh Kesuma dari teks I La Galigo. Kalimat “sejak di masa

kerajaan luwu purba…” menunjukkan ketika Kesuma yang seolah-olah bercerita

tentang kejadian itu. Cara seperti itu juga dapat dilihat pada kalimat sebelumnya,

sebagai beritkut: “Perantau dan atau pemukiman orang Bugis di Semenanjung

25 Kesuma, 2004, hal 95.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

91

Tanah Melayu sebetulnya sudah berlangsung lama sekali.” Pengaturan waktu

semacam itu dilakukan oleh Kesuma untuk mengatur ketika peristiwa itu terjadi

dan waktu ketika peristiwa itu ditulis.

Konteks cerita tersebut dihadirkan oleh Kesuma ketika menarasikan orang-

orang Bugis yang pernah datang ke Semenanjung Tanah Melayu. Kesuma menulis

narasi tersebut setelah pada bagian sebelumnya menarasikan kisah-kisah orang

Bugis lainnya yang ada di Semenanjung Tanah Melayu, seperti kedatangan orang

Bugis Wajo pada tahun 1666 yang dipimpin oleh Daeng Saleh. Dalam narasinya,

Kesuma bercerita bahwa Daeng Saleh tiba di Teluk Mas bersama dengan

pengikutnya sebanyak 27 buah perahu. Kisah itu diambil oleh Kesuma dari buku

Tsubachi dan Narifum yang berjudul Three Malay Villages: A Sociology of Paddy

Growers ini West Malaysia.26

Kesuma tidak hanya menempatkan kisah orang-orang Bugis di

Semenanjung Tanah Melayu dalam narasinya untuk menggambarkan kehebatan

orang Bugis. Kesuma juga menuliskan kisah orang-orang Bugis yang ada di

Samarinda Kalimantan Timur dalam narasinya, seperti berikut ini:

Pada permulaan tahun 1853 saudagar Bugis bernama La Taipa berangkat dari Samarindake daerah hulu membawa sebuah perahu bermuatan barang-barang perdagangan; orangBugis bernama Andi Gara Panae, yang tinggal di Samarinda, membeli seorang budak asalSumba dari seorang nahkoda bawonan; ada seorang raja Bugis meminta kepada TuanKing untuk menyediakan alat perlengkapan yang diperlukan oleh 3000 orang rakyatnya,berkeinginan selekas mungkin dan secara bersama-sama menyeberang ke Kutai.27

Narasi tersebut merupakan ilustrasi orang Bugis di Samarinda yang diungkapkan

oleh J. Sweger dalam karangannya yang berjudul Kerajaan Kutai Di Pesisir

Timur Kalimantan Dan Hulu Dan Hal Ihwalnya Dalam Tahun 1853 (Tjidschrift

26 Kesuma, 2004, hal 94.27 Kesuma, 2004, hal 93.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

92

voor Nederlandsch-indie seri 4, 1866). Sumber tulisan tersebut Kesuma berasal

dari tulisan Andi Zainal Abidin, Persepsi Orang Bugis Makassar Tentang Hukum,

Negara, Dan Dunia Luar tahun 1983.28

Kisah Sawerigading dan La Taipa dapat dilihat sebagai cara Kesuma

membangun narasinya, dia menghubungkan beberapa peristiwa menjadi satu

rangkaian cerita sehingga terlihat saling terhubung. Selain dari segi tempat yang

berbeda, peristiwa tersebut dari segi jarak waktu kejadian juga cukup jauh.

Perjalanan Sawerigading yang diperkirakan oleh Kesuma terjadi abad ke-10

disandingkan dengan kedatangan saudagar Bugis bernama La Taipa yang terjadi

pada abad ke-19.

Cerita tentang Sawerigading yang digunakan oleh Kesuma merupakan kisah

yang berdasarkan buku I La Galigo. Dia merujuk dua penulis yaitu Andi Zainal

Abidin dan Fahcruddin Ambo Enre. Penulis kedua menelaah salah satu kisah

cerita dalam I La Galigo yang berjudul Ritumpana Welenrengnge. Sementara

Suwitha menghadirkan cerita Sawerigading berasal dari cerita yang berkembang

di masyarakat Bugis yang ada di Bali.29

Kisah petualangan orang Bugis yang dihadirkan oleh setiap sejarawan

adalah kisah yang dimaksud untuk menunjukkan bahwa orang Bugis memiliki

kemampuan dan pengetahuan bahari yang cukup kuat. Kesuma maupun Suwitha

menggunakan kisah Amanna Gappa dalam narasinya untuk menggambarkan

28 Kesuma, 2004, hal 92.29 Lihat bab III (hal 50).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

93

kemampuan dan pengetahuan orang Bugis dalam dunia pelayaran, sehingga

memungkinkan mereka dapat bepergian ke berbagai wilayah.30

Ada kesamaan pada narasi Kesuma dan Suwitha yang dianalisis dalam tesis

ini. Dua narasi tersebut mengungkapkan bahwa kemampuan bahari yang dimiliki

oleh masyarakat Bugis merupakan salah satu keahlian yang memungkinkan

mereka melakukan perantauan. Untuk menunjukkan kemampuan pelayaran orang-

orang Bugis kedua narasi tersebut menghadirkan kemampuan Amanna Gappa

yang berhasil merumuskan aturan pelayaran dan perdagangan di antara orang-

orang Bugis.

Bagi Kesuma, karya Amanna Gappa yang membuat aturan pelayaran dan

perdagangan pada komunitas orang Bugis digunakan sebagai bukti apabila orang

Bugis memiliki kemampuan bahari. Kesuma menuliskan kemampuan Amanna

Gappa dalam narasinya sebagai berikut:

Di antara sekian itu tersebutlah seorang pemikir hukum dan ekonomi bernama AmannaGappa, yaitu “Matoa Wajo ke-3”, tersohor karena karya abadi “Ade’ allopi-lopingBicaranna Pabalu’e” (= hukum pelayaran dan perdagangan) yang ditetapkan pada tahun1676 berlaku untuk seluruh perdagangan pelaut Bugis.31

Rumusan peraturan pelayaran Amanna Gappa yang Kesuma gunakan berdasarkan

karya Ph.O.L. Tobing. Penelitian yang dilakukan oleh Tobing berdasarkan salinan

naskah yang ditulis oleh Muhammad Ibnu Badawi pada abad ke-19. Menurut

Tobing, Ibnu Badawi menyalin lontaraq Amanna Gappa saat berada di Gresik

yang diperkirakan seorang nahkoda.32 Di narasi Kesuma, sumber dan sejarawan

30 Lihat bab III.31 Kesuma, 2004, hal 81.32 Mengenai naskah yang digunakan oleh Tobing lihat Tobing, 1977, hal 29-30.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

94

menjadi satu dalam narasi, bahkan sumber tidak disebut penggalan narasi tersebut.

Sumber yang digunakan oleh Kesuma ditulis di dua halaman setelah bagian itu. 33

Sementara itu Suwitha menarasikan tentang Amanna Gappa sebagai berikut:

“…Dengan kepandaian berlayar dan berdagang itu, sampai saat ini mereka masih

meninggalkan warisan hukum niaga Amanna Gappa, yang telah ditulis dan

dibukukan dalam lontar pada abad ke 17.”34 Suwitha juga menggunakan karya

Ph.O.L. Tobing dalam narasinya. Dalam narasi Suwitha, sumber dan penuturnya

juga menyatu tetapi bagian akhir dari kalimat itu langsung diberi penjelasan

bahwa kisah Amanna Gappa dia ambil dari penelitian yang dilakukan oleh

Tobing.35 Suwitha yang menggunakan kata ganti mereka untuk menyebut orang

Bugis juga menjadi penanda apabila dirinya bukan bagian dari masyarakat Bugis.

Amanna Gappa sendiri menurut Suwitha adalah seorang Matoa Wajo yang berada

di Makassar dan hidup pada abad ke-17. Dia mengatur aktifitas pelayaran orang

Bugis sebagaimana dalam narasinya:

Dalam hukum pelayaran dan perniagaan, warisan orang Bugis Amanna Gappa, telahdisebutkan bahwa, apabila perahu-perahu Bugis akan berlayar untuk berniaga dari jalur-jalur pelayaran yang telah di tetapkan ke Bali, sewa perahunya setiap orang di tetapkandua setengah rial dan belum terhitung muatan barang-barang. Dengan demikian, pulauBali sudah masuk dalam jangkauan pelayaran dan perniagaan orang-orang Bugis. Hukumlaut itu sendiri ditulis dan dibukukan dalam lontar oleh Amanna Gappa tahun 1676.36

Kedua narasi tersebut di atas, baik Kesuma maupun Suwitha menempatkan

prestasi Amanna Gappa sebagai peristiwa akan tetapi cara penuturan yang

berbeda. Artinya sumber yang dugunakan bisa saja sama tetapi penggunaannya

33 Lihat Kesuma, 2004, hal 81 dan 83.34 Suwitha, 2013, hal 3 juga dikutip di bab 3.35 Lihat Suwitha, 2013, hal 3.36 Suwitha, 2013, hal 59.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

95

dalam narasi sejarah belum tentu sama. Sejarawan menggunakan sumber

berdasarkan kebutuhannya dalam membuat narasi.

Sementara itu Said dan Prabowo tidak menyebut rumusan hukum pelayaran

dan perdagangan Amanna Gappa ketika menarasikan keberadaan orang Bugis di

Kamal Muara Pesisir Pantai Jakarta Utara. Hal yang sama terjadi dalam narasi

Badrus Sholeh ketika menuliskan keberadaan orang Bugis di Ambon. Keduanya

tidak menyebut nama Amanna Gappa maupun hukum pelayaran dan

perdagangannya.

Tulisan Said dan Prabowo menggambarkan keberadaan orang Bugis di

Kamal Muara, pesisir Jakarta Utara. Dia menempatkan kemampuan bahari orang

Bugis sebagai titik tolak dalam narasinya ketika mendeskripsikan keberadaan

orang Bugis di wilayah itu. Kemampuan bahari itulah dianggap oleh Said dan

Prabowo yang membuat orang Bugis terkenal di antara para pelaut dan pedagang

sepanjang garis pantai Asia Tenggara.37

C. Bugis yang Dibentuk Berdasarkan Narasi Sejarah

Pada bagian ini akan diuraikan bagaimana para sejarawan menjelaskan

berbagai pengertian tentang Bugis di daerah perantauan berdasarkan teks-teks

sejarah yang ada. Ada empat wilayah perantauan yang akan menjadi fokus

pembahasan ini yaitu Johor, Bali, Kamal Muara di pesisir Jakarta Utara dan

Ambon. Penentuan wilayah-wilayah tersebut berdasarkan pembahasan bab III38

yang berangkat dari teks-teks sejarah. Pada bagian ini dijelaskan bagaimana

sejarawan mengidentifikasi Bugis di perantauan melalui narasi sejarah.

37 Said dan Prabowo dalam Bakti, Andi Faisal, 2010, hal 114.38 Lihat tesis ini bab III hal 58 .

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

96

Cara kerja sejarawan dalam menjelaskan orang-orang Bugis di perantauan

tidak lepas dari kecenderungannya dalam membangun narasi. Representasi

historis menjadi salah satu pilihan, yang merupakan cara menghadirkan kejayaan

masa lalu dan bisa dianggap sebagai gagasan luhur.39 Untuk itu bagian ini akan

tetap melihat tiga hal sebagaimana bagian sebelumnya yaitu: pertama, apa yang

menjadi tuturan atau peristiwa apa yang kabarkan. Kedua, bagaimana penuturan

informan dalam hal ini sumber sejarah yang digunakan. ketiga, ucapan penutur

atau sejarawan tentang peristiwa tersebut.40 Cara inilah yang akan dipakai untuk

melihat cara setiap sejarawan dalam menarasikan tentang Bugis di perantauan.

C.1. Narasi Kesuma tentang Bugis dan Kekuasaan di Johor

Kesuma melalui narasinya menunjukkan pola interaksi orang-orang Bugis

dengan masyarakat setempat di Johor dengan cara terlibat dalam perebutan

kekuasaan.41 Fokus narasi Kesuma adalah penelusuran kisah bangsawan Bugis

yang bernama Opu Daeng Rilakka dan Kelima putranya ke wilayah semenanjung

Malaya pada abad ke-17. Sebagai pengantar, Kesuma menunjukkan sejak awal

bahwa kedatangan orang Bugis di wilayah itu selalu terlibat dalam perebutan

kekuasaan. Dia menuliskan tentang penyerangan Karaeng Samarluka terhadap

Malaka pada masa pemerintahan Mahmud Shah yang diperkirakan berlangsung

pada tahun 1424.42

39 White, 1975, hal 255.40 Pembagian ini Ini mengacu pada konsep linguistiknya Roman Jakobson tentang shiftersebagaimana yang dipakai oleh Roland Barthes dan dikembangkan oleh Hayden White .41 Lihat tesis ini bab III hal 58-61.42 Kesuma, 2004, hal 96.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

97

Kesuma memakai perebutan kekuasaan dalam narasinya untuk

menunjukkan keturunan Bugis ikut terlibat dalam perebutan pengaruh di wilayah

semenanjung Tanah Melayu. Peran putra dari Opu Daeng Rilakka dianggap oleh

Kesuma membawa kerajaan Johor mendapat kedaulatannya kembali. Melalui

kekuasaan itu pula keturunan Bugis kemudian mengambil alih pemerintahan di

kerajaan-kerajaan Tanah Melayu. Untuk menunjukkan bahwa keturunan Opu

Daeng Rilakka memiliki garis keturunan pemimpin, Kesuma menelusuri garis

kebangsawanan mereka.43

Cara lain Kesuma lakukan untuk menghubungkan perantau Bugis dengan

kekuasaan adalah dengan mengaitkan kedatangan rombongan orang Bugis yang

bernama Daeng Lakani atau Daeng Hitam ke Johor dan kedatangan wakil perdana

menteri Malaysia ke Makassar. Dinarasikan oleh Kesuma:

… berarti sudah ada migrasi lebih dahulu di Selangor, malahan sebelum Daeng Hitam,mungkin sudah terdapat orang Bugis lainnya. Dan menurut R.J.Wikenson, orang-orangBugis mula-mula sekali datang ke Selangor diketuai oleh seorang Bugis bernama DaengLakani (ataukah Daeng Hitam termasuk salah seorang anggota Rombongannya). ApakahDaeng Hitam “nenek moyang” Datu Musa Hitam, Wakil Perdana Menteri Malaysia, yangtatkala berkunjung ke Makassar tahun 1982, dipesan oleh orang tuanya untuk melihat-lihat negeri leluhur, karena mereka adalah keturunan Bugis Makassar.44

Pada bagian ini, Kesuma menghubungkan dua peristiwa dari dua periode yang

berbeda. Peristiwa abad ke-17 yang menjadi periode penelitiannya dengan priode

ketika penelitian itu berlangsung. Cara seperti ini merupakan cara sejarawan

dalam mengatur waktu ketika peristiwa terjadi dan waktu ketika peristiwa itu

dinarasikan oleh sejarawan. Kesuma dengan jelas menunjuk abad ke 17 sebagai

waktu ketika peristiwa itu berlangsung. Kesuma memakai sumber yang berasal

43 Lihat bab III hal 73.44 Kesuma, 2004, hal 95.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

98

dari R.J. Wilkinson sebagai dasar apabila orang Bugis sudah ada di tanah Melayu

di abad itu.

Narasi yang dibangun oleh Kesuma tentang orang Bugis yang terlibat dalam

perebutan kekuasaan memiliki dasar. Ia menunjukkan kemampuan Daeng Rilakka

bersama kelima putranya sebagai orang yang diterima sebagai pemimpin orang

Bugis di perantauan. Sebagaimana dalam narasinya:

Dengan demikian Opu Daeng Rilakkka bersama kelima putranya dapat diterima olehsuku bangsa Bugis dari berbagai asal “kerajaan” (Luwu, Gowa, Bone, Wajo, Soppeng,Tanete Suppa, Pammana, dan lain-lain) sebagai pemimpin di perantauan. Tampilnyasebagai penegak kedaulatan Johor dari invasi Raja Kecil dari Siak tidak dapat disangkaljika mendapat dukungan serempak dari kaum migran Bugis di Johor.45

Pada bagian ini, Kesuma juga menunjukkan adanya pengertian tentang Bugis

yang satu ketika berada di daerah perantauan. Orang Bugis diidentikkan oleh

Kesuma sebagai satu kesatuan walaupun mereka berasal dari wilayah kerajaan

yang berbeda. Luwu yang disebut oleh Kesuma, dalam narasi sejarah lokal

dinggap sebagai pusat kebudayaan Bugis kuno, tempat itu disebut dalam naskah

La Galigo.46 Kerajaan lain yang ada dalam narasi sejarah lokal tidak masuk dalam

kerajaan Bugis tetapi disebut oleh Kesuma, yaitu kerajaan Gowa. Kerajaan ini

dalam kategori kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan termasuk dalam kerajaan

Makassar.47 Dari narasi itu Kesuma menggabungkan kelompok yang berasal dari

daerah wilayah Sulawesi menjadi satu kesatuan di daerah perantauan dengan

pengertian Bugis yang satu .

Pada kutipan itu juga, Kesuma tidak lagi menggunakan kata kekuasaan

secara langsung tetapi dia menggantinya dengan kata kedaulatan. Cara ini dalam

45 Kesuma, 2004, hal 103.46 Lihat Fachruddin Ambo Enre, Ritumpana Welenrengnge:Sebuah Episode Sastra Bugis KlasikGaligo, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1999.47 Lihat Mattulada, Makassar dalam Sejarah 1510-1700. Bhakti Baru 1982.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

99

pandangan White disebut peroses troping.48 Kesuma pada bagian itu memakai

bentuk metafora dengan cara memakai kesamaan terhadap objek yang ditekankan,

yaitu antara kekuasaan dan kedaulatan.

Kesuma tidaklah mempertahankan pengaruh kekuasaan orang-orang Bugis

sepanjang narasinya. Dia juga menuliskan ketika kekuasaan orang Bugis mulai

surut di walayah semenanjung Malaya. Menurut Kesuma, kekuasaan orang Bugis

mulai merosot ketika Opu Daeng Cella digantikan oleh Daeng Kamboja menjadi

Yangtuan Muda Riau III pada tahun 1745. Pada tahun yang sama orang-orang

Bugis menyerang Belanda di Malaka, tetapi justru diserang balik dan mereka

kalah. Kekalahan tersebut mengharuskan orang-orang Bugis menjual timahnya

kepada pihak Belanda, serta membuat perjanjian bahwa tidak akan memusuhi

Sultan Sulaiman di Johor yang saat itu sudah mengadakan perjanjian dengan

Belanda.49

Di balik narasi Kesuma yang menunjukkan merosotnya kekuasaan orang-

orang Bugis, tetapi di sisi lain tetap menyebut sisa-sisa kekuasaan orang-orang

Bugis sebagaimana dalam narasinya: “… inilah permulaan merosotnya kekuasaan

orang-orang Bugis di Semenanjung Tanah Melayu dan sekitarnya, namun

pengaruhnya tetap berkembang, serta tersebar ke mana-mana. Terutama ke

Sambas, Mempawah, dan Matan di Kalimantan Barat.”50

Pola narasi seperti itu tetap menunjukkan adanya pengaruh yang pernah

dicapai dalam kekuasaan orang-orang Bugis. Kekuasaan tetap dimunculkan oleh

48 Lihat White, 1975, hal 29 dan Munslow, Alun, Deconstructing History, 1997, hal 154 dan 156.Tropig dapat diartikan sebagai proses menandai jenis hubungan/menghubungkan sebuah peristiwa.49 Kesuma, 2004, hal 124.50 Kesuma, 2004, hal 125.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

100

Kesuma ketika menarasikan kekalahan orang-orang Bugis. Bagian narasi seperti

itu dapat diperhatikan seperti ini:

Kejayaan orang-orang Bugis di semenanjung Tanah Melayu berangsur tamat. Justruketika Belanda menyerahkan Malaka kepada Inggris, berbarengan denganditandatanganinya Tarktat Inggris-Balanda (Anglo-Dutch Treaty) tahun 1824, makaberakhirlah kekuasaan orang-orang Bugis di Semenanjung Tanah Melayu. Akan tetapisungguhpun demikian “Dinasti Opu Daeng Rilakka” masih berlangsung sampai dewasaini. dan tidak dapat dipungkiri Yang Dipertuang Agung Persekutuan Malaysia, kini(1988) dipangku oleh Sultan Ismail-yang sedang menjadi Sultan Johor- keturunan ke-7dari Opu Daeng Parani.51

Melekatnya narasi Kesuma yang membahas perantau Bugis di Johor dengan

kekuasaan dapat dijelaskan dengan menghubungkan antara penelusuran Kesuma

terhadap peran Opu Daeng Rilakka bersama dengan lima putranya yang menetap

di wilayah Melayu dengan pola kepemimpinan di masyarakat Bugis pada masa

lalu. Bagi masyarakat Bugis pemimpin harus berasal dari keturunan bangsawan.

Narasi Kesuma melegitimasi narasi tentang pemimpin harus berasal dari kalangan

bangsawan. Dia berhasil menemukan legitimasi bahwa Opu Daeang Rilakka

berasal dari keturunan bangsawan kerajaan Luwu.

Dengan demikian posisi Kesuma dalam menarasikan kekuasaan orang

Bugis di Johor dapat diartikan bahwa kekuasaan selalu melekat pada diri orang

Bugis dengan berbagai bentuk. Kesuma melihat kekuasaan orang Bugis di Johor

berkelanjutan dengan menarik garis lurus pada adanya keturunan orang Bugis

yang memegang jabatan di pemerintahan.

C.2. Narasi Suwitha tentang Bugis dan Perdagangan di Bali

Bagian ini akan menjelaskan bagaimana narasi sejarah yang dibuat oleh

Suwitha mengidentifikasi orang Bugis di Bali. Pada bab III sudah dijelaskan

51 Kesuma, 2004, hal 127.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

101

tentang representasi yang hadir pada narasi sejarah yang ditulis oleh Suwitha. Dari

narasi tersebut, Suwitha banyak membahas soal perdagangan yang dilakukan oleh

orang Bugis di wilayah Bali. Mereka membawa barang masuk ke Bali maupun

sebaliknya.52 Bagi orang Bugis di Bali identifikasi sebagai pedagang menjadi

identitas yang tersemat pada kelompok mereka. Setidaknya itu yang terbentuk

dalam narasi sejarah Suwitha.

Suwitha mengidentifikasi orang-orang Bugis sebagai pedagang disebabkan

oleh beberapa alasan. Pertama, orang Bugis memiliki akses ke dunia luar. Kedua,

orang Bugis memiliki akses terhadap produk yang diperdagangkan. Terakhir,

orang Bugis memiliki kedekatan dengan penguasa setempat. Ketiga hal inilah

yang akan dibahas untuk melihat bagaimana Suwitha menghadirkan orang Bugis

sebagai pedagang dalam narasi sejarahnya.

Identifikasi Suwitha melalui narasinya menunjukkan bahwa orang-orang

Bugis lekat dengan perdagangan di Bali pada abad ke-19 karena memiliki akses

terhadap dunia luar. Kepemilikan itu dapat dilihat ketika Suwita menuliskan

tentang perkampungan orang-orang Bugis di Bali sebagian besar berada di sekitar

pelabuhan atau pesisir.53 Perkampungan itu diantaranya berada di pantai Lingga,

di pelabuhan Buleleng, pelabuhan Celakung bawang dan pelabuhan Sangsit. Cara

Switha menarasikan dinamika perkembangan perkampungan orang Bugis di Bali

terlihat dinarasinya berukut ini:

Setelah pertengahan abad ke-19, perkampungan orang-orang Bugis di Bulelengmengalami perkembangan yang pesat. Hal ini karena pusat perdagangan di Baliberpindah dari pelabuhan Kuta di Bali selatan ke pelabuhan Buleleng. Dalam staatsblad

52 Lihat tesis ini hal 63.53 Lihat tesis ini hal 62.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

102

tahun 1882 disebutkan ada tiga buah perkampungan orang-orang asing di pantau sekitarPabean yang masing-masing dikepalai oleh orang-orang Bugis yang bertitel puadua.54

Cara Suwitha membuat narasi seperti di atas dengan cara menyebut langsung

sumber yang digunakan dalam narasi ingin menunjukkan bahwa dirinya sebagai

sejarawan berada diluar narasi itu. Sumber, dalam hal ini staatblad, dibiarkan

bercerita apa adanya sehingga terlihat tanpa ada intervensi dari sejarawan. Cara

seperti ini dilakukan untuk mendukung objketivitas dalam penulisan sejarah.

Suwitha menekankan bahwa letak perkampungan yang berada di wilayah

pelabuhan dengan kekuasaan yang dikuasai sendiri oleh kelompok orang orang

Bugis merupakan jaminan untuk mengakses dunia luar. Menurut Suwitha puaduq

atau puaadu merupakan pemuka bagi masyarakat Bugis yang dipilih oleh

anggotanya dan raja hanya mengesahkan. Tugas dari puaduq menangani urusan-

urusan politik, pemerintahan, administrasi, peradilan dalam lingkungannya.55

Menurut Suwitha faktor lain yang memudahkan orang Bugis memiliki akses

terhadap dunia luar adalah karena mereka memiki perahu dan kemampuan

pelayaran. Kemampuan itu pula membuat orang-orang Bugis tiba di wilayah Bali.

Pelayaran, dalam narasi Suwitha, merupakan faktor penentu bagi keberlangsungan

kehidupan orang Bugis di Bali. Suwitha menunjukkan kemampuan pelayaran

yang dimiliki oleh orang-orang Bugis merujuk pada rumusan peraturan

perdagangan dan pelayaran yang dibuat oleh Amanna Gappa tahun 1667.56

Hukum pelayaran Amanna Gappa yang digunakan oleh Suwitha berasal dari buku

54 Suwitha, 2013, hal 69.55 Lihat Suwitha,2013, hal 69 dan catatan kaki 25.56 Suwitha, 2013, hal 59.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

103

yang di tulis oleh L. Tobing yang mengkaji salinan lontara Amanna Gappa.57

Selain kemampuan pelayaran, orang Bugis juga dilengkapi dengan kepemilikan

perahu. Suwitha menuliskan bahwa jenis perahu yang dimiliki oleh orang-orang

Bugis pada waktu itu adalah tipe phinisi dan lambo. Jenis kapal seperti itu

semuanya terbuat dari kayu. Menurut Suwitha tidak ada bagian dari perahu itu

yang terbuat dari besi. Layar yang digunakan terbuat dari batang kayu yang

dibelah dengan tali temali dari rotan.58 Fasilitas pelayaran seperti itulah yang

memungkinkan orang Bugis di Bali memiliki akses terhadap dunia luar.

Melekatnya orang-orang Bugis sebagai pedagang yang ditemukan dalam

narasi Suwitha juga disebabkan karena orang Bugis memiliki akses terhadap

berbagai komuditas perdagangan pada abad ke-19. Menurut Suwitha, bahkan

budak sudah menjadi komuditas utama yang diperdagangan oleh orang Bugis ke

luar Bali pada abad ke-17 hingga abad ke-19. Maraknya perdagangan budak di

Bali dan keterkaitannya dengan pedagang Bugis terdapat dalam dalam narasi

Suwitha seperti:

Sebelum masuknya pengaruh Belanda ke Bali, ekspor utama daerah Bali adalah Budakbelian, disamping candu dan sedikit beras. Pada periode abad ke-17 hingga awal abad ke-19 perdagangan budak memberikan keuntungan yang besar terutama bagi raja-raja. Jikapanen padi mengalami kegagalan, volume perdagangan budak meningkat pula.59

… perdagangan budak mulai berkurang setelah tahun 1830, tetapi perdagangan danpembelian disana-sini masih dilakukan oleh pedagang-pedagang Bugis. Tiap-tiap perahuBugis yang berlayar biasanya membawa dua budak wanita dan dua budak laki-laki yangdiajak berlayar ke sana ke mari untuk diperdagangkan dan biasanya laku di Singapura.60

Suwitha juga menuliskan bahwa selain budak, komoditas lain yang dibawa dari

Bali keluar oleh orang-orang Bugis terdiri dari minyak kelapa, gula, ikan asin,

57 Lihat L .Tobinng, 1977.58 Suwitha, 2013, hal 86.59 Suwitha, 2013, hal 82.60 Suwitha, 2013, hal 83.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

104

dendeng, telur asin, garam, lembu, babi, itik, sarang burung, kain kasar, benang

dari kapas, gambir, asam, pinang, malam dan kayu-kayuan. Sementara komoditas

yang dibawa masuk ke Bali terdiri dari emas, benang emas, perak tembikar

gading, belerang, besi, kain sutera dan juga candu.61

Pembahasan Suwitha tentang perdagangan budak dalam narasinya

menggunakan sumber yang ditulis oleh Lauts yang berjudul Het Eiland Bali en

Balienezen, Lekkerkerker berjudul het Voorspel der Vestiging van de

nederlandsch macht op bali en Lombok dan A.A. Gde Putra Agung dengan judul

“Masalah Perdagangan Budak di Bali abad ke-17-19.” Sementara jenis komoditas

lainnya, Suwitha merujuk tulisan Eysinga dengan judul De Volken van

Nederlandsch Indie.62

Narasi Suwitha menunjukkan bahwa orang Bugis yang ada di Bali

mengalami keberhasilan kerena keuletannya dalam berusaha yang ditunjang

dengan berbagai kemudahan dalam berdagang yang di dapat dari penguasa Bali.

Suwitha menarasikan tentang salah satu cara orang Bugis membangun kedekatan

kepada penguasa setempat adalah dengan cara memberi hadiah. Dengan

kedekatan seperti itu orang Bugis bisa memasukkan jenis barang dagangan

apapun ke wilayah Bali seperti candu dan senjata yang waktu itu menjadi barang

yang dilarang oleh Belanda63. Senjata menjadi penting bagi kerajaan yang ada di

Bali untuk memperkuat militer mereka. Suwitha mencontohkan kerajaan

Karangasem yang mendapat suplai dari pedagang-pedagang Bugis yang

dimasukkan dari melalui pelabuhan Padangbai di tenggara Bali.

61 Suwitha, 2013, hal 82.62 Suwitha, 2013, hal 82-83.63 Suwitha, 2013, hal 87.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

105

Kedekatan dengan penguasa setempat juga dapat dilihat ketika Suwitha

menarasikan tentang pengangkatan syahbandar di beberapa pelabuhan di Bali.

Sepanjang abad ke-19 Suwitha mencatat bahwa ada tiga orang Bugis yang

menjabat sebagai syahbandar yaitu Pattimi syahbandar Loloan dengan pangkat

kapiten dari raja Badung. Puak Matuwa syahbandar di Serangan dan Syahbandar

di Tanjung yang Suwitha tidak sebut namanya. Kedudukan syahbandar cukup

penting dalam dunia perdagangan, sekaligus orang yang diangkat sebagai

syahbandar adalah orang yang memiliki pengaruh di pelabuhan. Menurut Suwitha

di Bali yang menjadi syahbandar biasanya adalah orang asing yang mempunyai

pengetahuan dalam bidang perdagangan di luar negeri. Umumnya syahbandar

adalah saudagar yang paling berwibawa. Syahbandar yang diangkat berasal dari

saudagar berarti kepentingan pedagang-pedagang Bugis terpenuhi oleh pejabat

pelabuhan karena berasal dari kalangannya sendiri.64

Suwitha juga mengungkapkan bahwa cara orang Bugis dekat penguasa di

Bali adalah dengan jalan ikut terlibat dalam perebutan kekuasaan. Bahkan

Suwitha menuliskan dalam narasinya bahwa sebelum orang-orang Bugis masuk

ke Bali, mereka sudah membantu Panji Sakti dalam penyerangan Blambangan

pada tahun 1679. Kemudian pada tahun 1767 orang-orang Bugis ikut membantu

kerajaan Mangwi mempertahankan Blambangan dari serangan VOC karena

markas mereka berada di wilayah kerajaan Mangwi.65 Bantuan orang Bugis

terhadap penguasa di Bali juga dapat terlihat dalam narasi Suwitha sebagai

berikut:

64 Suwitha, 2013, hal 94.65 Suwitha, 2013, hal 98.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

106

Dalam serangan Buleleng yang kedua terhadap Jembrana pada tahun 1818, RajaJembrana I Gusti Putu Sloka diungsikan oleh orang-orang Bugis ke Bayuwangi.Selanjutnya patih Jembrana igusti Ngurah Gde debgab inti pasukan orang-orang Bugismengadakan perlawanan sehingga Raja Buleleng I Gusti Gde Karangasem yang langsungmemimpin penyerangan tersebut terbunuh dekat loloan pada tahun 1818.(Broek,1838:173).66

Penggalan narasi Suwitha tersebut menunjukkan bahwa data yang dipakai berasal

dari Broek dengan tulisan “verslag nopens het eiland Bali” dalam De Oosterling

Tijdshrift van Oost Indie II. Dari narasi itu juga unsur subjektif Suwitha tidak

muncul dalam narasinya. Inilah yang disebut sejarawan menyatu dengan

narasinya sehingga terlihat objektif.

C.3. Bugis Sebagai Nelayan di Kamal Muara, Pesisir Pantai Jakarta Utara.

Pada bagian ini dijelaskan bagaimana sejarawan Said dan Prabowo

mengidentifikasi orang-orang Bugis di Kamal Muara Pesisir Pantai Jakarta Utara.

Dalam narasinya Said dan Prabowo melekatkan orang-orang Bugis sebagai

nelayan. Oleh Said dan Prabowo, orang Bugis diidentikkan dengan orang yang

memiliki aktivitas penangkap ikan maupun pengolah hasi-hasil laut. Alasannya

adalah orang-orang Bugis di wilayah Kamal Muara lebih menekankan sejarah

orang-orang Bugis yang menempati wilayah tersebut.

Said dan Prabowo mengidentifkasi orang-orang Bugis yang datang di

wilayah Kamal Muara merupakan kelompok yang memiliki pekerjaan sebagai

penangkap ikan. Mereka memperkenalkan cara menangkap ikan yang berbeda

dengan masyarakat setempat, tentu dengan hasil yang lebih banyak. Berikut salah

satu bagian dari narasi Said dan Prabowo ketika menggambarkan cara orang

Bugis menangkap ikan:

66 Suwitha, 2013, hal 98.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

107

Awalnya, Haji Latif, asal tanah Bugis, menetap di komunitas itu pada tahun 1960-an danmembawa metode baru dalam penangkapan ikan dari Sulawesi Selatan. Dengan perahudan “bagan”-sebuah perangkap ikan- dia dapat menangkap ikan lebih banyak. Baganadalah perangkap ikan dari bambu yang mereka buat dari bentuk dalam bentuk tendamenjulang di laut. Jaring ikan dimasukkan lebih dalam ke sepanjang malam kemudianditarik di pagi hari dengan ikan hasil penjaringannya. Ikan awalnya hanya untukkonsumsi sendiri. Namun, hasil tangkapan itu berlimpah mendorong Haji Latif membuatpasar ikan yang memberikan keuntungan berlipat ganda.67

Dalam narasi di atas Said dan Prabowo secara langsung menyebut nama

informannya, tetapi apa yang menjadi pernyataan dari informan tetap dibahasakan

oleh sejarawan. Cara penarasian seperti ini merupakan bentuk ketika yang

disampaikan oleh informan menyatu dengan ujaran Said dan Prabowo.

Sebelum Said dan Prabowo menyebut aktivitas orang-orang Bugis secara

spesifik di bagian narasi itu, mereka terlebih dahulu menggambarkan orang-orang

Bugis yang lekat dengan laut pada masa lalu. Pelaut menjadi semacam identitas

yang dilekatkan oleh Said dan Prabowo pada orang-orang Bugis dalam pengantar

narasinya. Setelah itu, narasi beranjak ke pembahasan mengenai keadaan wilayah

Kamal Muara sebagai wilayah yang sesuai dengan kehidupan orang-orang Bugis

karena berada di garis pantai. Aktivitas di wilayah itu membuat orang-orang

Bugis terhubung dengan kelompok masyarakat lainnya. Menyatunya antara

pendapat informan dengan pendapat Said dan Prabowo dalam model narasi seperti

ini, terkait dengan ketika menggambarkan keadaan wilayah tersebut, mereka

berdua banyak mengandalkan data yang diambil dari pengamatan ketika

melakukan observasi maupun wawancara.

Menurut Said dan Prabowo, orang-orang Bugis tidaklah meninggalkan

aktivitasnya di laut ketika hasil tangkapan ikan semakin berkurang. Mereka justru

memanfaatkan hasil laut lainnya yang muncul karena laut sudah mulai tercemar

67 Said dan prabowo, dalam Bakti, Andi Faisal, 2010, hal 117

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

108

akibat perkembangan industri yang semakin banyak, sejak munculnya banyak

pencemaran pada tahun 1980-an. Hasil laut yang mereka manfaatkan adalah remis

hijau yang awalnya secara tidak sengaja tersangkut dengan galah bambu mereka

di bagan.68

Narasi Said dan Prabowo dapat dilihat ketika menggambarkan orang-orang

Bugis memanfaatkan hasil laut berupa remis hijau sebagai berikut:

Di kampung Halaman mereka. Orang-orang Bugis tidak mengolah remis hijau. Merekatidak menduga dapat menemukan metode mengolah remis hijau. Awalnya, merekamenemukan beberapa remis hijau yang menyentuh galah bambu bagan mereka.Akhirnya, mereka mempunyai ide mengembangkan remis hijau sebagai komoditi baru.mereka kemudian mengembangkan suatu metode dengan menggunakan galah bambu dilaut dan meliliti galah itu, sehingga remis hijau itu dapat tersentuh. Tali ini biasanyadisebut “tali putih”. pada dasarnya mereka harus menunggu selama lima atau enam bulanuntuk memanen remis hijau. Setelah panen mereka mempertahankan bambu dan tali ituuntuk tujuan yang sama.69

Penggalan narasi dari Said dan Prabowo itu menunjukkan bahwa dimata mereka

orang-orang Bugis yang ada di Kamal Muara tetap menunjukkan dirinya sebagai

nelayan. Dalam proses pengembangan pengolahan remis hijau tersebut menurut

Said dan Prabowo tidak hanya orang-orang Bugis yang terlibat, tetapi sudah

melibatkan kelompok masyarakat lain, termasuk keterlibatan keturunan orang

tionghoa dalam permodalan. Kelompok ini tidak terlibat langsung dalam kegiatan

produksi, karena tempat tinggal mereka tidak di Kamal Muara tetapi di kelurahan

Dadap, Tangerang dan kelurahan Tegal Alur.

Dari penjelasan yang diberikan, tampak bahwa Said dan Prabowo

menempatkan orang Bugis yang lekat dengan nelayan, maka posisi mereka dalam

penarasian menempatkan orang Bugis sebagai masyarakat bahari. Posisi seperti

itu membuat narasi mereka menguatkan penjelasan tentang orang Bugis yang

68 Said dan prabowo, Bakti, Andi Faisal, 2010, hal 119.69 Said dan prabowo, Bakti, Andi Faisal, 2010, hal 119.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

109

lekat dengan dunia bahari, sebagaimana yang dilakukan oleh Kesuma dan

Suwitha.

C.4. Narasi Badrus Sholeh tentang Bugis dan Citra Islam di Ambon

Badrus Sholeh melalui narasinya telah menujukkan bahwa orang-orang

Bugis di Ambon lekat dengan Islam.70 Bagian ini akan menelusuri narasi yang

dibuat oleh Sholeh dalam mengidentifikasi orang-orang Bugis di Ambon yang

lekat dengan keislaman. Sholeh menulis tentang “Peranan Bugis Pendatang dalam

Proses Islamisasi Bagian Timur Indonesia: Kasus Sejarah Ambon.” Melalui

tulisan itu, Sholeh mengidentikkan orang-orang Bugis di Ambon dengan Islam

karena didukung oleh kegiatan perdagangan yang dijalankannya.

Sebelum membahas cara Sholeh menghubungkan perdagangan dengan

keislaman yang ada di Ambon, penting untuk melihat siapa orang-orang Bugis

yang dimaksud. Kata Bugis yang dipakai dalam tulisannya banyak disandingkan

dengan kata Makassar walaupun tidak secara konsisten. Seperti misalnya: “salah

satu kelompok pendatang yang peranannnya sangat penting di Maluku adalah

masyarakat Bugis-Makassar yang menghuni wilayah ini sebelum kedatangan

kolonialisme Eropa”.71 Pada bagian lain Sholeh menuliskan “…pengaruh peranan

pendatang Bugis bukan hanya pada islamisasi namun juga perubahan politik lokal

menjadi dipertanyakan.”72 Rupanya Bugis dan Makassar disatukan oleh Sholeh

dalam narasinya. Penegasan istilah Bugis yang dimaksud bahkan lebih khusus

dengan menghubungkan dengan Islam seperti: “Istilah Bugis dalam tulisan ini

70 Lihat tesis ini hal 70.71 Sholeh, dalam Bakti, Andi Faisal 2010, hal 180.72 Sholeh, dalam Bakti, Andi Faisal 2010, hal 181.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

110

ditujukan pada orang-orang Islam pendatang dari Sulawesi Selatan, dengan

perbedaan budaya satu sama lain….”73 Di sini menunjukkan bahwa sejak awal

Sholeh sudah membangun pengertian tentang orang-orang Bugis yang selalu

Islam.

Menurut Sholeh melekatnya orang-orang Bugis dengan Islam tidak lepas

dari sejarah penyebaran Islam di kepulauan Maluku, dengan perdagangan orang-

orang Bugis mencapai wilayah itu. Islamisasi terjadi di wilayah Maluku sejak

sebelum periode Kolonial. Ketika menunjukkan aktivitas perdagangan pada masa

Kolonial, Soleh tidak menyebut Bugis tapi menyebut kerajaan Makassar seperti:

“Proses Islamisasi dimulai pada periode pra-kolonial, ketika perdagangan

tembakau menjadi terkenal di wilayah Maluku. Kerajaan Islam Makassar dan

Jawa melakukan ekspansi ke Maluku untuk bersaing dengan pedagang-pedagang

China dan Eropa.74 Rupanya Kerajaan Islam Makassar yang disebutnya mewakili

orang-orang Bugis yang datang ke Maluku untuk berdagang. Aktivitas

pedagangan orang-orang Bugis di wilayah itu setidaknya sudah ramai sejak abad

ke-16. Pada narasi Sholeh dituliskan:

“Sejak abad XVI , masyarakat Bugis-Makassar telah menjadi pedagang dan migran yangpenting di kepulauan-kepulauan tetangga Maluku, Papua dan pulau lainnya. Merekamemegang peranan penting dalam melakukan perlawanan pada periode kolonial danuntuk mempertahankan Islam di kepulauan Ternate dan Ambon ”75

Sholeh dalam narasinya menarik perdagangan orang-orang Bugis jauh kebelakang

hingga abad ke-16. Diterimanya orang-orang Bugis di kepulauan Maluku juga

73 Sholeh, dalam Bakti, Andi Faisal 2010, hal 181.74 Sholeh, dalam Bakti, Andi Faisal 2010, hal 181.75 Sholeh, dalam Bakti, Andi Faisal 2010, hal 181.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

111

tidak lepas dari adanya kaitan antara kerajaan Ternate dengan kerajaan Makassar

pada abad itu.

Untuk melihat lebih jauh narasi sholeh tentang keterlibatan perdagangan

orang-orang Bugis di Ambon dan tentang kedatangan orang Bugis pada masa

Orde Baru, silahkan menyimak kutipan berikut ini:

…Masyarakat Bugis biasanya hidup di daerah pusat prekonomian dan budaya, di daerahperkotaan, pasar dan pantai. Di Kota Ambon, pedagang Bugis mendominasi pasar-pasarkecil dan tradisional dan prekonomian kelas menengah setelah dominasi kelas Chinasebagai pemegang bisnis. Dengan semangat sompe atau merantau, orang Bugismenjelmakan budaya kerja keras dan kegigihan terhadap tantangan dan kesulitan yangdihadapi.76

Menurut Sholeh, penguasaan orang-orang Bugis terhadap perdagangan ditopang

oleh semangat kerja keras yang mereka miliki. Mengakarnya pengaruh

perdagangan itu juga tidak terlepas dari periode sebelumnya. Pada masa sebelum

kemerdekaan, orang-orang Bugis bersama Jepang terlibat dalam melawan kolonial

Eropa. Hal yang sama terjadi pada masa pemerintahan Soekarno pada tahun 1950,

orang-orang Bugis terlibat meredam gejolak kelompok separatis Republik Maluku

Selatan (RMS).77 Keterlibatan seperti itulah membuat posisi orang-orang Bugis

dengan pemerintah semakin kuat yang kemudian memberi akses terhadap

kepentingan perdagangan mereka.

Narasi Sholeh tidak selalu menempatkan posisi orang-orang Bugis di

Ambon berada dalam jalur keberhasilan, mereka pernah mengalami kemerosotan

ketika terjadi konflik pada tahun 1999. Konflik tersebut terjadi kerena adanya

kesenjangan antara pendatang dengan penduduk setempat. Sholeh

mengkategorikan orang-orang Bugis ke dalam pendatang bersama orang Buton

76 Sholeh, Bakti, Andi Faisal 2010, hal 185.77 Sholeh, Bakti, Andi Faisal 2010, hal 184.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

112

dan Makassar atau BBM. Melalui kategori tersebut juga muncul perbedaan

identitas antara Islam dan Kristen. Orang-orang Bugis dilekatkan sebagai Islam.78

Akhirnya Sholeh menutup narasinya dengan menunjukkan bahwa orang-

orang Bugis yang identik dengan Islam menguasai perdagangan di pasar

tradisional dan mereka mengalami perubahan setelah konflik pada tahun 1999.79

Mereka semakin mendapat saingan dari kelompok masyarakat setempat. Dari cara

menutup narasinya seperti itu, dapat dilihat bahwa Sholeh tetap mengidentifikasi

orang-orang Bugis dengan menyamakan dengan Islam.

D. Aktor sejarah dan sejarawannya dalam narasi sejarah

Di bagian bab III bagian C telah dibahas bagaimana sejarawan

menghadirkan individu dalam setiap narasi. Bagian itu membahas peran dari

kelompok bangsawan dalam setiap peristiwa yang dihadirkan oleh sejarawan.80

Dalam pembahasan itu bangsawan terlihat memiliki peran yang cukup penting

dalam narasi terutama yang dihadirkan oleh Kesuma. Bagian ini akan membahas

aktor sejarah dan tindakannya yang dihadirkan oleh setiap sejarawan dalam

narasinya.

Dalam narasi Kesuma, Opu Daeng Rilakka menjadi tokoh penting bagi

keberadaan orang-orang Bugis di Tanah Melayu. Dia bersama kelima putranya

yang bernama Opu Daeng Parani, Opu Daeng Manambung, Opu Daeng Marewa,

Opu Daeng Cella’, dan Opu Daeng Kamase, menjadi aktor utama. Kesuma

menghadirkan mereka dalam narasinya karena memiliki peran dalam keberadaan

78 Sholeh, Bakti, Andi Faisal 2010, hal 185.79 Sholeh, Bakti, Andi Faisal 2010, hal 189.80 Lihat bab III bagian D.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

113

orang-orang Bugis di Tanah Melayu. Seperti disebutkan sebelumnya, menurut

Kesuma mereka berasal dari kalangan bangsawan.81 Cara Kesuma membangun

argumentasinya untuk menunjukkan bahwa Opu Daeng Rilakka merupakan

bangsawan adalah dengan menelusuri silsilahnya. Kesuma menggunakan silsilah

di tanah rantau dan silsilah yang berasal dari kerajaan-kerajaan di Sulawesi

Selatan. Selain legitimasi kebangsawanan yang dihadirkan oleh Kesuma, juga

penting untuk melihat peran yang dihadirkan oleh Kesuma atas kelima putra Opu

Daeng Rilakka.

Kesuma menuliskan bahwa Opu Daeng Marewa memerintah di Riau dengan

gelar Yamtuan Muda Riau I. Wilayah Riau merupakan pemberian dari Sultan

Sulaiman, setelah orang-orang Bugis membantu Kerajaan Johor dari serangan

pasukan Raja Kecil dari Siak. Sementara Opu Daeng Calla’ dan Opu Daeng

Parani dirangkul masuk kedalam kekuasaan Johor dengan cara mengawinkan

dengan putri-putri bendahara Abdul Jalil IV yang merupakan saudara dari Sultan

Sulaiman. Opu Daeng Calla’ melanjutkan kekuasaan Opu Daeng Marewa dengan

gelaran Yamtuan Muda Riau II.82 Berbeda dengan saudaranya yang lain Opu

Daeng Manambung dan Opu Daeng Kamase tidak disinggung lagi oleh Kesuma

dalam narasinya.

Rupanya Kesuma menghadirkan pelaku sejarah dalam narasinya ketika

orang itu dianggap penting dan memiliki keterkaitan dengan kekuasaaan. Hal itu

terlihat kembali ketika Kesuma menuliskan peran putra dari Opu Daeng Parani

yang bernama Opu Daeng Kamboja ketika diangkat menjadi Yamtuan Muda Riau

81 Lihat bab III D.82 Kesuma, 2004, hal 119.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

114

III menggantikan Opu Daeng Marewa pada tahun 1745.83 Kesuma juga

menuliskan pengganti dari Opu Daeng Kamboja yang bernama Raja Haji dengan

gelaran Yamtuan Muda Riau IV.84

Cara Kesuma menghadirkan aktor sejarah dalam narasinya yang

menekankan pada peran kelompok bangsawan. Kelompok yang dianggap

memiliki kemampuan memimpin dalam masyarakat Bugis. Cara Kesuma

mengatur bukti untuk melegitimasi kelompok bangsawan sebagai pemimpin

dengan cara silsilah Opu Daeng Rilakka dihubungkan dengan kelompok

bangsawan yang ada di wilayah asal orang Bugis. Cara penarasian seperti ini

menurut White merupakan bentuk ketika kepentingan politik sejarawan bekerja.85

Kepentingan politik Kesuma dalam hal ini adalah bahwa kekuasaan harus berada

ditangan bangsawan. Kesuma sebagai orang yang berasal dari keluarga

bangsawan memiliki kepentingan untuk melegitimasi pernyataan tentang

pemimpin berasal dari kelompok bangsawan. Posisi Kesuma jelas berada dalam

membela kelompok bangsawan yang memiliki legitimasi kekuasaan bagi orang

Bugis di daerah perantauan.

Sementara Suwitha ketika menarasikan keberadaan orang-orang Bugis di

Bali hanya menyebut beberapa nama sebagai aktor sejarah. Suwitha menyebut

nama Pattimi yang menjabat sebagai syahbandar Loloan dan Puak Matuwa

sebagai syahbandar di Serangan.86 Akan tetapi apa yang dikerjakan oleh Pattimi

83 Kesuma, 2004, hal 124.84 Kesuma, 2004, hal 125.85 Munslow Alun, 1997, 147.86 Suwitha, 2013, hal 95.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

115

dan Puak Matuwa tidak dijelaskan lebih detail, Suwitha hanya menyebut peran

syhabandar secara umum.

Suwitha menjelaskan peran syahbandar dengan menganggap mewakili tugas

syahbandar yang dijabat oleh orang Bugis. Selain tidak membahas secara khusus

apa yang dilakukan oleh Pattimi dan Puak Matuwa selama menjadi syahbandar

kedua orang ini Suwitha juga tidak menelusuri asal usulnya.

Suwitha juga tidak menyebut secara khusus nama tokoh terdapat di bagian

lain dari narasinya. Misalnya, ketika menjelaskan peran militer orang-orang Bugis

dalam kerajaan-kerajaan di Bali, Suwitha tidak menyebut nama tokoh Bugis satu

pun. Suwitha hanya menyebut orang-orang Bugis tanpa menyebut nama salah satu

diantara mereka. Hal berbeda terlihat keitka Suwitha dengan detail menulis nama

setiap penguasa Bali di masa itu. Perbedaan itu dapat dijelaskan dengan melihat

sumber yang digunakan oleh Suwitha yang merujuk pada prasasti puri gede

Jembrana,87 perasasti yang dibuat oleh penguasa Bali.

Cara penarasian Suwitha yang tidak banyak menunjukkan peran individu

orang Bugis dalam narasinya, membuat posisi Suwitha terlihat lebih berpihak ke

masyarakat Bali. Posisi itu dapat dijelaskan dengan melihat asal dari Suwitha

yang berasal dari masyarakat Bali sendiri. Dalam penggunaan sumber Suwitha

terlihat memiliki akses lebih luas terhadapat sumber-sumber yang berasal dari

Bali dibandingkan yang berasal dari masyarkat Bugis sendiri. Kesulitan itulah

yang dialami oleh Suwitha untuk menelusuri asal-usul orang Bugis yang ada di

87 Suwitha, 2013, hal 98.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

116

Bali. Dari keseluruhan narasinya sepertinya usaha untuk kesana tidak ada, dia

hanya berhenti pada pengidentifikasian sebagai orang Bugis.

Dalam narasi Said dan Prabowo aktor sejarah tidak memiliki cukup ruang,

dia hanya menyebut satu tokoh yang bernama Haji Latif. Said dan Prabowo

menghadirkan dalam narasinya karena mengangap generasi pertama yang datang

di daerah Kamal Muara. Penamaan aktor sejarah oleh Said dan Prabowo

menggunakan bentuk yang lebih umum dengan penyebutan orang Bugis.

Sementara dalam narasi Sholeh aktor sejarah lebih sering menggunakan kata

orang Bugis. Dia hanya menyebut satu individu sepanjang narasi sejarahnya.

Sholeh hanya menyebut satu tokoh yaitu Syaikh Yusuf Al-Makassary. Tokoh

tersebut dianggap mejadi contoh orang Bugis yang merantau dan terkenal

diperantauan. Tokoh dalam peristiwa yang dinarasikan oleh sholeh bahkan tidak

dimunculkan. Sepertinya Sholeh yang membahas konflik di Ambon merupakan

isu yang sensitif menjadi alasan bagi Sholeh sehingga tidak menyebut banyak

aktor sejarah dalam narasinya.

E. Rangkuman

Sejarawan dalam narasi sejarah perantau Bugis berada pada posisi yang

berbeda dalam penarasiannya. Posisi yang berbeda itu ternyata memiliki satu alur

narasi yang sama, mereka membangun alurnya mengikuti proses perjalanan

perantauan. Semua sejarawan memiliki kesamaan alasan tentang keadaan tanah

kelahiran yang tidak menentu karena perang, tetapi dengan penarasian yang

berbeda. Semua narasi mengacu pada Perang Makassar yang terjadi pada abad ke-

17. Penggambaran mereka berbeda ketika menarasikan keadaan orang Bugis di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

117

tanah rantau. Kesuma menarasikan orang Bugis di Johor identik dengan

kekuasaan. Suwitha menarsikan orang Bugis di Bali lekat dengan perdagangan.

Said dan Prabowo menarasikan orang Bugis di Kamal Muara sebagai nelayan.

Sholeh menarasikan orang Bugis di Ambon identik dengan Islam.

Kesuma dalam narasinya cenderung melegitimasi keberadaan orang Bugis

di Johor yang lekat dengan kekuasaan. Caranya dengan menghadirkan beberapa

silsilah kerajaan Bugis sebagai legitimasi kebangsawanan terhadap tokoh sejarah

yang dihadirkan dalam narasinya. Posisi seperti itu tidak ditemukan dalam tiga

narasi lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

118

BAB VPENUTUP

Berbagai penilaian tentang perantau Bugis muncul dari setiap tempat yang

menjadi tujuan perantauan, maupun yang muncul di tanah kelahirannya. Hal ini

tidak lepas dari narasi sejarah yang membentuknya. Melalui narasi sejarah kita

menelusuri persebaran orang-orang Bugis di berbagai tempat. Tesis ini

memaparkan narasi sejarah tentang perantau Bugis. Ada dua pertanyaan yang

berusaha dijawab melalui tesis ini, yaitu (1) Bagaimana perantau Bugis

direpresentasikan dalam narasi sejarah? (2) Bagaimana posisi sejarawan dalam

proses penarasian sejarah perantau Bugis?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut tesis ini menggunakan metode

penelitian narasi sejarah yang dikembangkan oleh Hayden White, sebagaimana

yang dijelaskan pada kerangka teori. Ada empat teks sejarah yang dianalisa pada

penelitian yakni, pertama, buku yang berjudul Migrasi Dan Orang Bugis, yang

ditulis oleh Andi Ima Kesuma. Kedua, buku yang berjudul Perahu Pinisi di

Pesisir Dewata: Migrasi dan Peranan Masyarakat Bugis di Bali sekitar Abad XIX

yang ditulis oleh I Putu Gede Suwitha. Ketiga, teks yang berjudul “Akulturasi

Orang Bugis dan Orang Betawi di Kamal Muara, Pesisir Pantai Jakarta Utara”,

tulisan ini ditulis oleh Mashadi Said dan Hendro Prabowo. Keempat, teks dengan

judul “Peranan Bugis Pendatang dalam Proses Islamisasi Bagian Timur Indonesia:

Kasus Konteks Sejarah Ambon” yang ditulis oleh Badrus Sholeh.

Tulisan-tulisan sejarah tersebut di atas merupakan tulisan-tulisan sejarah

ilmiah yang lahir dari tangan akademisi. Teks sejarah seperti itu lahir tidak lepas

dari perkembangan historiografi Bugis. Sebagaimana yang kita lihat di bab

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

119

sebelumnya, penulisan lontaraq yang berkembang di kerajaan-kerajaan Bugis

merupakan bentuk historiografi paling tua yang dimiliki masyarakat Bugis.

Naskah seperti itu mencatat berbagai kejadian di sekitar istana yang dalam

perkembangannya menjadi sumber utama dalam penulisan sejarah Bugis. Catatan

perjalanan orang Eropa dan tulisan bekas pegawai pemerintahan hindia Belanda

ikut mewarnai perkembangan historiografi Bugis. Dikenalnya penulisan sejarah

ilmiah sebagaimana dari empat empat karya yang dibahas oleh akademisi

merupakan bentuk terakhir dari historiografi masyarakat Bugis. Pola penulisan

sejarah seperti itu juga terjadi dalam penulisan sejarah perantau Bugis. Bugis yang

dimaksud yang terkhir ini merupakan kelompok orang Bugis yang hidup di luar

daerah asalnya.

Bentuk representasi perantau Bugis yang dihadirkan para sejarawan dari

narasi di atas, mengikuti pola perjalanan orang Bugis dari kampung halamannya

menuju tanah rantau. Dimulai sejak masih berada di tanah kelahiran hingga

berada di tanah rantau. Reprensentasi pertama berupa realitas keadaan tanah

kelahiran yang tidak menentu. Kondisi itu menjadi alasan yang diungkapkan oleh

setiap sejarawan dalam narasinya, ketika menjelaskan orang-orang Bugis yang

meninggalkan tanah kelahirannya. Menurut narasi-narasi sejarah yang dibahas

dalam tesis ini, ada dua penyebab mengapa tanah kelahiran orang Bugis menjadi

kacau. Pertama, disebabkan karena perang. Kedua, berkaitan dengan tradisi harga

diri masyarakat yang sering kali harus berbenturan dengan penguasa setempat.

Terkait dengan perang di atas, perang yang dimaksud oleh sejarawan yang

dibahas adalah alasan Perang Makassar yang terjadi pada abad ke-17.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

120

Representasi kedua yang disampaikan oleh sejarawan diatas berupa spirit

bahari yang dimiliki oleh orang Bugis, menjadi legitimasi perantauan menurut

sejarawan. Spirit bahari tersebut lahir dari cerita rakyat yang mereka miliki. Tidak

hanya itu, kemampuan dan keterampilan pelayaran menjadi bagian kehidupan

orang Bugis untuk mencapai tujuan, juga dihadirkan dalam narasi sejarah.

Representasi terakhir adalah kehidupan di tanah rantau. Ada empat wilayah

tujuan perantau Bugis yang dibahas oleh setiap sejarawan berdasarkan narasi

mereka, yaitu wilayah Johor, Bali, Kamal Muara pesisir pantai Jakarta utara dan

Ambon. Di empat tempat itu memiliki karakter yang berbeda.

Hal lain yang juga dibahas dalam tesis ini adalah melihat bagaimana

sejarawan menghadirkan aktor sejarah pada narasi meraka. Dalam melihat

kehadiran aktor sejarah dan sejarawannya, penelitian ini menggunakan konsep

individu sebagaimana yang dibahas pada kerangka teori berdasarkan pemikiran

Hayden White. Setelah membahas aktor sejarah mengantarkan kita lebih jauh

menelusuri posisi sejarawan dalam proses penarasiannya.

Kesuma dalam menarasikan perantau Bugis di Johor menulis bahwa sejak

kedatangan orang Bugis di wilayah itu selalu terlibat dalam perebutan kekuasaan.

Opu Daeng Rilakka merupakan orang Bugis di Johor yang ditelusuri dalam narasi

Kesuma. Menurut Kesuma orang inilah bersama kelima putranya yang ikut

terlibat dalam perebutan kekuasaan di Johor sehingga orang Bugis berada dalam

pusaran kekuasaan Johor. Kekuasaan orang Bugis diwilayah itu merosot saat

Belanda melakukan serangan dan menguasai wilayah itu. Akan tetapi walaupun

kekuasa orang Bugis akhirnya hilang di wilayah itu, Kesuma mengklaim

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

121

keturunan orang Bugis masih bagian dari kesultanan Johor hingga penelitiannya

selesai.

Suwitha dalam menarasikan perantau Bugis di Bali menunjukkan bahwa

orang Bugis di wilayah itu identik dengan perdagangan. Ada tiga alasan yang

diungkapkan oleh Suwitha untuk menguatkan pejelasannya. Pertama, orang Bugis

yang ada di Bali memiliki akses ke dunia luar karena memiliki perahu sebagai

moda transportasi dan cenderung bermukim di pesisir pantai. Kedua, orang Bugis

memiliki akses terhadap komoditas yang diperdagangan di wilayah itu. ketiga,

orang Bugis memiliki kedekatan dengan penguasa setempat.

Sementara Said dan Prabowo menarasikan orang Bugis di Kamal Muara,

Pesisir Pantai Jakarta Utara yang lekat sebagai pelaut. Sejak kedatangannya,

aktivitas orang-orang Bugis ditempat itu sebagai penangkap ikan. Wilayah itu

awalnya hanya sebagai tempat persinggahan tetapi lama kelamaan dijadikan

sebagai tempat bermukim. Dalam perkembangannya kemudian, Said dan

Prabowo melihat bahwa orang-orang Bugis akhirnya mampu mengolah berbagai

hasil laut di wilayah itu.

Terakhir, Badrus Sholeh ketika menarasikan orang Bugis di Ambon selalu

dilekatkan dengan Islam. Orang Bugis selalu disamakan dengan Islam yang

datang dari Sulawesi. Orang Bugis di wilayah Ambon dan sekitarnya dapat

berkembang karena didukung oleh kegiatan perdagangan yang mereka lakukan.

Setidaknya aktivitas orang-orang Bugis diwilayah itu sudah ada sejak abad ke 16.

Pilihan-pilihan narasi yang dihadirkan oleh setiap sejarawan di atas

memberi penegasan terhadap pandangan Hayden White, yang mengatakan bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

122

setiap individu (dalam hal ini sejarawan) memiliki kebebasan untuk menentukan

masa lalu yang dipilih. Pilihan-pilihan tersebut terlihat pada keempat narasi yang

dibahas sebelumnya, salah satunya narasi Kesuma yang melekatkan perantau

Bugis dengan di Johor. Dengan menelusuri cara setiap sejarawan menghadirkan

pilihan-pilihannya dalam narasi sejarah perantau Bugis, penelitian ini berusaha

membangun sebuah keritik Historiografi. Kritik itulah yang mengantarkan

penelitian ini untuk melihat posisi setiap sejarawan yang dibahas.

Melalui kesimpulan ini, penelitian ini berusaha mengantarkan kita supaya

lebih bisa membuka ruang dan memberi jeda untuk melihat kembali berbagai

macam historiografi yang ada. Hal itu penting supaya memberi jalan kepada kita

untuk memikirkan ulang bentuk historiografi yang paling sesuai untuk setiap

kelompok masyarakat Indonesia, termasuk historiografi nasional. Diharapkan

penelitian ini memberi konstribusi nyata di tengah kerumitan persoalan

historiografi yang kita miliki selama ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

123

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Andi Zainal, 1983, Persepsi Orang Bugis, Makassar Tentang Hukum,

Negara, Dan Dunia Luar, Bandung, Alumni

Abidin, Andi Zainal, 1985, Wajo Abad XV-XVI, Suatu Penggalian Sejarah

Terpendam Dari Sulawesi Selatan Dari Lontara, Bandung, Alumni.

Abidin, Aslan, 2008, “Merantau Sebagai Bentuk Perlawanan Suku Bugis”, dalam

Jurnal Wacana, Gerakan Budaya: Antara Penghianatan Dan Gerakan

Budaya, edisi 24 Tahun VIII 2008

Ambo Enre, Fachruddin, 1999, Ritumpana Welenrengnge: Sebuah Episode Sastra

Bugis Klasik Galigo, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Andaya, Leonard Y., 2004, Warisan Arung Palakka, Sejarah Sulawesi Selatan

Abad ke-17, Makassar, Ininnawa.

Anderson, Kathryn Gray, 2003, The Open Door: Early Modern Wajorese

Statecraft and Diaspora. Disertasi Universitas of Hawai

Asba, A. Rasyid, 2010, Gerakan Sosial di Tanah Bugis: Raja Tanete Lapatau

Menentang Belanda,Yogyakarta, Ombak.

, 2010, Kerajaan Nepo: Sebuah Kearifan Lokal Dalam Sistem Politik

Tradisional Bugis Di Kabupaten Barru,Yogyakarta, Ombak Cense, A.A,

1972, Beberapa Tjatatan mengenai penulisan sedjarah Makassar-Bugis,

Jakarta, Bharata.

Bakti, Andi Faisal, 2010, Diaspora Bugis di Alam Melayu, Makassar: Ininnawa

Barthes, Roland, 1989, The Rustle of Language, California, Universitas California

Press,California.

Cense, A.A. 1972, Beberapa Tjatatan mengenai penulisan sedjarah Makassar-

Bugis, Jakarta, Bharata.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

124

Druce, Stephen C, 2009, The Lands West of the Lakes: A history of the

Ajatappareng Kingdoms of South Sulawesi 1200 to 1600 CE,” Leiden,

KITLV press,

Gonggong Anhar, 2004, Abdul Qahar Mudzakkar, dari Patriot Hingga

Pemberontak, Yogyakarta, Ombak.

Hamid, Abu, 2004, Pasompe, Pengembaraan Orang Bugis, Makassar: Pustaka

Refleksi

Kartodirjo Sartono,1959, Tjatatan Tentang Segi-Segi Messianistis Dalam Sejarah

Indonesia, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada.

Kern, R.A., 1993, La Galigo, yogyakarta, Gadjah Mada University Press,

Kesuma, Andi Ima, 2004, Migrasi dan Orang Bugis, Yogyakarta: Ombak

Latif, Abd, 2014, Para Penguasa Ajattapareng, Refleksi Sejarah Sosial Politik

Orang Bugis, Jogjakarta, Ombak,

Mattulada, 1995, Latoa, Suatu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik

Orang Bugis, Ujung pandang, Hasanuddin University Press.

Mattulada, 1982, Makassar dalam Sejarah 1510-1700. Bhakti Baru.

Munslow, Alun, Deconstructing History, London danNew York, Routledge, 1997

Pancana Toa, Arung, 1995, I La Galigo, Menurut Naskah NBG 188,Jakarta,

Jembatan.

, 2000, I La Galigo jilid II, Menurut Naskah NBG 188, Makassar,

Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.

Patunru, Abdurrazak Daeng, 2004, Bingkisan Patunru, Sejarah Lokal Sulawesi

Selatan, Makassar, PUSKIT dan Lephas.

, 1993, Sejarah Gowa, Ujung Pandang, Yayasan Kebudayaan Sulawesi

Selatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

125

Paul, Herman, 2011, “Hayden White the Historical Imagination”. Polity Press.

Pelras, Christian, 2006, Manusia Bugis, Jakarta, Nalar,

Philpott, Shimon, 2003,Meruntuhkan Indonesia: Politik Postcolonial Dan

Otoritarianisme, Yogyakarta, Lkis.

Poelinggomang, Edward L, 2002, Makassar abad XIX: Studi Tentang Kebijakan

Perdaganagn Maritim, Jakarta, KPG

Purwanto, Bambang dan Warman Adam, Asvi, 2005, Menggugat Historiografi

Indonesia, Yogyakarta, Ombak

Rahman, Nurhayati, 2003, La Galigo: Menelusuri Jejak Warisan Sastra Dunia,

Makassar, Pusat studi La Galigo, Devisi ilmu Sosial dan Humaniora Pusat

Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin.

Robinson, Kathryn dan Paeni, Mukhlis dkk, 2005, Tapak-Tapak Waktu, Sejarah,

Kebudayaan, Dan Kehidupan Sosial di Sulawesi Selatan, Makassar:

Ininnawa

Roosa John, 2008, Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta

Suharto, Jakarta, Hastra Mitra dan Institut Sejarah Sosial Indonesia.

Soedjatmoko dkk (ed), 1995, Historiografi Indonesia: Sebuah Pengantar, Jakarta,

PT. Gramedia Pustaka Utama.

Suwitha, I Putu Gede, 2013, Perahu Pinisi di Pesisir Dewata, Denpasar, Pustaka

Larasan

Tobing, PH.O.L., 1977, Hukum pelayaran dan perdagangan Amanna Gappa,

Ujung Pandang, Yayasan Kebudayaan sulawesi selatan.

Tol, Roger dkk, 2009, Kuasa Dan Usaha Di Masyarakat Sulawesi Selatan,

Makassar, Ininnawa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

126

White, Hayden. (1984). ‘The Question Of Narrative In Contemporary Historical

Theory”, History and Theory, Vol. 23, No. 1 Published by: Blackwell

Publishing for Wesleyan University, URL:

http://www.jstor.org/stable/2504969

White, Hayden. (1987), The Conten of the form, Baltimore dan London, The

Johns Horpkins University Press.

, 1975, Metahistory: The Historical Imagination In Nineteenh-Century

Europe”. Johns Hopkins University Press.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

127

LAMPIRAN

Peta Johor

Sumber: Kesuma, Andi Ima, 2004, Migrasi dan Orang Bugis, Yogyakarta:

Ombak, hal 90

Sumber: Kesuma, Andi Ima, 2004, Migrasi dan Orang Bugis, Yogyakarta:Ombak, hal. 114.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

128

Peta Bali

Sumber:https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fsultansinindonesieblog.files.

Sumber:https://www.google.com/imgres?imgurl=http%3A%2F%2F2.bp.blogspot.com

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANTAU BUGIS DALAM NARASI SEJARAH…repository.usd.ac.id/32683/2/136322018_full.pdf · 2019-01-02 · merupakan keturunan Datu Luwu We Tenrileleang

129

Peta Ambon:

Sumber: http://fatahillasia.blogspot.com/2015/05/peta-pulau-ambon.html

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI