plagiat merupakan tindakan tidak terpuji - core.ac.uk · ditinjau dari aspek sosiologi sastra serta...
TRANSCRIPT
NILAI MORAL DALAM NOVEL BATAS ANTARA KEINGINAN
DAN KENYATAAN KARYA AKMAL NASERY BASRAL
DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGI SASTRA
SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA KELAS XII SEMESTER II
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Caecilia Dhani Anjar Reny
101224018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
NILAI MORAL DALAM NOVEL BATAS ANTARA KEINGINAN
DAN KENYATAAN KARYA AKMAL NASERY BASRAL
DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGI SASTRA
SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA KELAS XII SEMESTER II
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Caecilia Dhani Anjar Reny
101224018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN, SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI
KEPADA :
Ayahku Josep Sumarna Hadi dan Bundaku Maria Magdalena,
(terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tiada
tara)
Adik-adikku Yulianan Danti Ambar Reny dan Albertus Damas
Pandaya Putra, (terima kasih untuk semangat yang kalian
berikan setiap harinya agar aku cepat menyelesaikan skripsi)
Sahabat terbaikku Maria Tri Wijayanti dan Agustina
Marshella, (terima kasih buat semangat dan kebersamaannya)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTO
JANGAN PERNAH MENYERAH JIKA KAMU MASIH INGIN MENCOBA.
JANGAN BIARKAN PENYESALAN DATANG
KARENA KAMU SELANGKAH LAGI
UNTUK MENANG
- R. A KARTINI -
ORANG-ORANG HEBAT DI BIDANG APAPUN BUKAN BARU BEKERJA
KARENA MEREKA TERINSPIRASI, NAMUN MEREKA MENJADI
TERINSPIRASI KARENA MEREKA LEBIH SUKA BEKERJA.
MEREKA TIDAK MENYIA-NYIAKAN WAKTU
UNTUK MENUNGGU INSPIRASI.
- ERNEST NEWMAN -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Nilai Moral dalam Novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau dari
Aspek Sosiologi Sastra serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra
di SMA Kelas XII Semester II. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP,
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terkandung
dalam novel Batas antara Keinginan dan Kennyataan karya Akmal Nasery
Basral. Hasil analisis terhadap novel tersebut, peneliti menemukan bahwa terdapat
16 tokoh dalam novel Batas antara keinginan dan Kenyataan tetapi hanya 10
tokoh yang berperan penting dalam setiap peristiwa. Tokoh utama dalam novel
tersebut adalah Jaleswari, karena dia menjadi pusat narasi penceritaan, paling
banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan paling terlibat dalam konflik. Latar
tempat dalam novel tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Barat tepatnya
di dusun Ponti Tembawang dengan keadaan masyarakatnya yang masih
memegang teguh kebudayaan dengan memberikan sesajen untuk roh nenek
moyang. Tema yang diangkat adalah perjuangan, cinta tanah air dan pendidikan.
Dari tujuh nilai moral (kejujuran, nilai otentik, kesediaan bertanggungjawab,
kemandirian moral, keberanian moral, kerendahan hati, serta realitas dan kritis)
tersebut peneliti menemukan dua nilai moral yang dominan dalam novel ini yaitu
kesediaan bertanggugjawab dan keberanian moral. Kesediaan bertanggungjawab
ditunjukan tokoh utama dalam kesediaannya menuntaskan masalah berhentinya
program pendidikan di dusun Ponti Tembawang oleh kantornya. Keberanian
moral ditunjukkan tokoh utama dengan melawan ketidakbermoalan tokoh lain.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat
digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis
memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan
kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari
tokoh.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bagi para guru
agar dapat mengambil nilai yang terkandung dalam novel Batas antara Keinginan
dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral untuk diajarkan kepada peserta
didiknya. Bagi para mahasiswa, penelitian ini hendaknya dijadikan referensi dan
bahan pertimbangan dalam penyusunan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Moral Value in Novel Limits between Desire
and Reality Written by Akmal Nasery Basral Reviewed from Aspect Of
Sociology of Literature and Its Relevance to the Literature Learning in
Senior High School Grade XII Semester II. Thesis. Yogyakarta: PBSI,
FKIP, Sanata Dharma University.
The study aimed to describe moral values that embodied in the novel limits
between desire and reality written by Akmal Nasery Basral. The result of the
analysis of the novel, the researcher found that there were 16 characters in the
novel limits between desire and reality but only 10 characters that had important
roles in each event. The main character in the novel was Jaleswari, since he
became the center of the narration story, the most associated with other character,
and had the most involvement in the conflict. The background place in the novel
was mostly located in west Borneo precisely in Ponti Tembawang village with the
society that still adhere the culture by giving ritual offerings to the spirit of
ancestors. The theme was about struggling, patriotism, and education.
From the seven moral values (honesty, authentic values, the willingness to
take responsible, moral autonomy, moral courage, humble, also reality and
critically) the researcher found two dominant moral values in this novel that were
the willingness to take responsible and moral courage. The willingness to take the
responsible was shown by the main character in his willingness to solve the
problem of cessation education program in Ponti Tembawang village in his office.
The moral courage was shown by the main character against the others’ character
immorality.
Based on the result of the study, the researcher compiled the syllabus and
lesson plan that could be used as the teaching materials in Senior High School
semester II. The author chose the standard competence to comprehend biography,
novel, and story with the basic competence to reveal interesting things that could
be learned from the character.
Based on the study that had been done, the researcher gave suggestion for the
teachers to be able to take the values that embodied in the novel limits between
desire and reality written by Akmal Nasery Basral to be taught to the learners. For
the college students, this study could be used for the reference and consideration
in thesis preparation.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
berkat rahmat dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Nilai Moral Dalam Novel Batas antara Keinginan dan
Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau Dari Aspek Sosiologi Sastra
Serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II”
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
Berkat doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya skripsi
ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Yuliana Setiyaningsih M.Pd, selaku Ketua Program Studi PBSI yang
selalu memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi.
2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang dengan
sabar dan teliti memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Drs. J. Prapta Diharja S.J., M.Hum. selaku dosen pembimbing kedua yang
dengan teliti membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Semua dosen PBSI yang telah membantu saya dalam belajar di program studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
5. Kedua orangtua saya, Josep Sumarna hadi dan Maria Magdalena yang selalu
mendoakan dan memberi semangat kepada saya.
6. Adik-adik saya, Yuliana Danti Ambar Reny dan Albertus Damas Pandaya
Putra yang selalu mengingatkan saya untuk terus semangat mengerjakan
skripsi.
7. Willybrordus Bayu Putranto dan Veronika Rheny yang selalu setia
mendengarkan keluhan saya dan tetap memberikan semangat yang tiada henti
agar saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………................. . ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………... iv
MOTO .. .......................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ….. ................................. vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI HASIL KARYA ILMIAH ...... vii
ABSTRAK .. ................................................................................................... viii
ABSTRACT …. ................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 6
1.5 Batasan Istilah ..................................................................... 7
1.6 Sistematika Penyajian ......................................................... 8
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN .......................................................... 9
2.1 Penelitian yang Relevan .............................................. 9
2.2 Landasan Teori ............................................................ 11
2.2.1 Tokoh dan Penokohan ................................ 11
2.2.2 Latar ........................................................... 15
2.2.3 Tema .......................................................... 17
2.3 Pengertian Moral .......................................................... 18
2.3.1 Nilai Moral dalam Karya Sastra ................................. 19
1. Kejujuran ............................................................. 19
2. Nilai-nilai Otentik ............................................... 20
3. Kesediaan Bertanggung jawab ............................ 20
4. Kemandirian Moral ............................................. 21
5. Keberanian Moral ................................................ 21
6. Kerendahan Hati .................................................. 21
7. Realitas dan Kritis ............................................... 22
2.4 Pendekatan Sosiologi Sastra ....................................... 22
2.5 Pengajaran Sastra di SMA .......................................... 24
2.5.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ................. 29
2.5.2 Silabus ............................................................... 28
2.5.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...................... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 32
3.1 Jenis Penelitian ................................................................... 32
3.2 Subyek Penelitian ................................................................ 32
3.3 Sumber Data ....................................................................... 33
3.4 Instrumen Penelitian ........................................................... 35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 33
3.5 Instrumen Penelitian ............................................................ 33
3.6 Teknik Analisis Data ........................................................... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 35
4.1 Deskripsi Data .................................................................... 35
4.2 Analisis Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema .................... 35
4.2.1 Analisis Tokoh dan Penokohan ............................. 35
a. Jaleswari ......................................................... 37
b. Mama ............................................................. 49
c. Ubuh ............................................................... 51
d. Arifin ............................................................. 56
e. Panglima Adayak .......................................... 58
f. Nawara ........................................................... 63
g. Borneo .......................................................... 65
h. Otiq ................................................................. 68
i. Pangau ............................................................ 72
4.2.2 Analisis Latar ........................................................ 75
4.2.2.1 Latar Tempat ....................................... 75
4.2.2.2 Latar Waktu ......................................... 85
4.2.2.3 Latar Sosial .......................................... 91
4.2.3 Analisis Tema ........................................................ 99
4.2.4 Analisis Nilai Moral .............................................. 113
4.2.4.1 Kejujuran ............................................. 114
4.2.4.2 Nilai-nilai Otentik ............................... 115
4.2.4.3 Kesediaan Bertanggung Jawab ........... 117
4.2.4.4 Kemandirian Moral .............................. 119
4.2.4.5 Keberanian Moral................................. 120
4.2.4.6 Kerendahan Hati................................... 121
4.2.4.6 realitas dan Kritis ................................. 122
4.2.5 Relevansi Hasil Penelitian sebagai
Bahan Pembelajaran Sastra di SMA ..................... 123
1. Bahasa ............................................................. 123
2. Kematangan Jiwa ............................................ 124
3. Latar Belakang Budaya .................................. 126
4. Silabus ............................................................ 128
5. RPP ................................................................. 128
4.3 Pembahasan ............................................................... 128
BAB V PENUTUP .................................................................................. 101
5.1 Kesimpulan ......................................................................... 130
5.2 Implikasi ............................................................................. 133
5.3 Saran ................................................................................... 133
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 135
LAMPIRAN ................................................................................................... 137
BIODATA ...................................................................................................... 138
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zaman selalu ditandai dengan perubahan pesat dalam banyak bidang
kehidupan masyarakat. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari kemajuan
yang tidak ada hentinya untuk diperbaharui. Dampak dari perkembangan
yang paling mencolok adalah komunikasi dan informasi yang digunakan oleh
masyarakat. Perubahan tersebut menimbulkan dampak yang positif maupun
negatif bagi masyarakat penggunanya. Dikatakan positif jika masyarakat
mampu menggunakan dan memanfaatkan perkembangan tersebut dengan
baik, sebaliknya dikatakan negatif apabila masyarakat penggunanya tidak
mampu memanfaatkannya dengan baik.
Dengan adanya perubahan yang begitu pesat, seharusnya juga
diimbangi dengan sikap dan sifat masyarakatnya. Tetapi kenyataan dalam
masyarakat sedikit bertolak belakang dengan harapan. Masyarakat belum bisa
memanfaatkan perubahan tersebut dengan sebaik mungkin, bahkan
menyalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau pun kelompok. Contohnya
saja penggunaan internet yang seharusnya dipergunakan untuk mengetahui
dunia secara luas disalahgunakan untuk memicu adanya tindak kejahatan.
Selain itu, penggunaan handphone canggih yang diperuntukkan komunikasi
juga sering kali disalahgunakan untuk mengakses hal-hal yang kurang kadar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
moralnya. Mereka juga kurang peka terhadap keadaan di sekitarnya yang
benar-benar sedang membutuhkan kepedulian. Seperti halnya melupakan
budaya serta kebiasaan-kebiasaan budaya Timur yang menjunjung tinggi
moralitas. Hal ini tentunya tidak hanya terjadi dalam lingkungan masyarakat,
tetapi juga dalam lingkungan sekolah yang sangat dekat dengan
perkembangan tersebut. Oleh sebab itu nilai moral sangat dibutuhkan dalam
berbagai hal di dalam kehidupan bermasyarakat terlebih ditanamkan kepada
peserta didik.
Moral tentunya selalu mengacu pada baik-buruknya manusia. Selain itu
moral juga menjadi tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan
tindakan manusia, dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia (Suseno,
1987 : 19). Nilai moral harus ditanamkan pada peserta didik agar mereka
dapat sedikit mengubah kebiasaan buruk yang bertolakbelakang dengan nilai
moral.
Pembelajaran melalui karya sastra dirasa mampu untuk memberikan
pengertian tentang nilai moral kepada peserta didik. Karena, sastra tidak
seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah menyuguhkan ilmu
pengetahuan ilmu pengetahuan dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat
dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya
sastra selalu menghadirkan sesuatu dan kerap menyajikan banyak hal apabila
dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan (Rahmanto, 1998
: 17). Selain itu, Rahmanto (1998 : 15 - 16) juga memaparkan bahwa
pemebelajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
patut untuk menduduki tempat yang selayaknya. Pengajaran sastra juga dapat
memberi sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata
yang cukup sulit untuk dipecahkan dalam masyarakat. Manfaat dari
pembelajaran sastra adalah membantu keterampilan bahasa, meningkatkan
pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang
pembentukan watak.
Menurut Suharianto (1982 : 11) dalam bukunya yang berjudul Dasar-
dasar Teori Sastra, karya sastra merupakan sebuah struktur yang sangat
kompleks. Dalam hubungannya dengan kehidupan, sastra adalah ekspresi
kehidupan manusia yang tidak terlepas dari akar masyarakatnya. Kehidupan
yang dituangkan dalam karya sastra mencakup hubungan manusia dengan
lingkungan dan masyarakat, hubungan sesama manusia, hubungan manusia
dengan dirinya, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Meskipun demikian,
sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Sastra
tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan
sekedar tiruan kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan oleh
pengarang dari kehidupan yang ada disekitarnya. Jadi, karya sastra adalah
pengejawantahan kehidupan hasil pengamatan sastrawan atas kehidupan
sekitarnya
Novel sebagai salah satu karya sastra, merupakan sarana atau media
yang menggambarkan apa yang ada di dalam pikiran pengarang. Ketika
seorang pengarang akan memunculkan nilai-nilai moralitas dalam karyanya,
data-data atau informasi yang ia kemukakan bisa berasal dari orang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
maupun dari pengalamannya sendiri. Nilai-nilai tersebut adalah sebuah
refleksi pandangan dari bagaimana tingkah laku manusia dalam
bermasyarakat. Informasi-informasi yang telah diperoleh dan disertai dengan
pengalaman kemudian ia bentuk dalam sebuah kehidupan fiksi berbentuk
cerita panjang, yang mengetengahkan tokoh-tokoh dan menampakkan
serangkaiaan peristiwa dan latar (setting) secara terstruktur (Noor, 2004 : 26).
Telah kita ketahui bahwa banyaknya masalah dalam pendidikan saat ini
menjadi hal yang sangat membutuhkan perhatian ekstra. Banyaknya siswa
yang tidak memiliki kepribadian baik atau sikap yang bertentangan dengan
moral membuat dunia pendidikan tercoreng. Moral siswa yang tidak baik
tersebut membuat mereka terombang-ambing dan melakukan tidakan di luar
batas manusiawi. Dengan melihat hal tersebut, maka peneliti tergugah untuk
membuat pengajaran karya sastra dengan sebuah novel yang berjudul Batas
Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Peneliti
menggunakan novel tersebut karena menceritakan kisah seorang wanita yang
bernama Jaleswari yang diberi tugas oleh perusahaannya untuk menyelidiki
keganjalan-keganjalan misi di bidang pendidikan pelosok Kalimantan yang
sempat terhenti tanpa alasan yang jelas. Di tempat itu nyaris tidak ada batas
negara. Penduduk sekitar memiliki dua mata uang produk dari dua negara
yang berbeda, bahkan mereka tidak tahu bendera mana yang harus digunakan.
Pendidikan menjadi hal yang tidak penting, karena anak-anak tidak perlu
sekolah asalkan bisa menghasilkan uang. Menjual anak gadis sendiri seolah
biasa, agar mereka tidak membebani keluarga. Di sini Jaleswari menunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
bahwa dia bisa mengatasi maslah-masalah tersebut dengan baik, sehingga
daerah tersebut menjadi sejahtera dan aman dari peristiwa-peristiwa yang
memilukan. Walaupun proses yang dilalui tidak semudah yang dibayangkan.
Novel karya Akmal Nasery Basral tersebut mengandung banyak nilai
termasuk nilai moral di dalamnya. Peneliti menganggap bahwa novel Batas
Atara Keinginan dan Kenyataan tersebut mampu mewakili keadaan
masyarakat pada kenyataannya dan dalam novel itu nilai moral dapat
digunakan contoh peserta didik untuk berinteraksi dalam kehidupan di dalam
masyarakat agar mereka mampu untuk bersikap dan bersifat sesuai dengan
nilai moral.
Penelitian ini berusaha memasukkan metode pembelajaran sebuah
karya sastra yaitu novel untuk pengajaran di SMA. Dengan menggunakan
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) diharapkan penelitian ini
mampu memberikan bantuan terhadap pengajaran di SMA. Penulis memilih
karya sastra sebagai objek penilitian karena dirasa karya sastra khususnya
novel tepat untuk jenis penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana analisis alur, tokoh dan latar dalam Novel Batas Antara
Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2. Bagaimana analisis nilai moral yang terkandung dalam Novel Batas
Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari
aspek pendekatan sosiologi sastra?
3. Bagaimana relevansi nilai moral dalam pendidikan khususnya bagi siswa
SMA kelas XII dengan menggunakan KTSP?
1.3 Tujuan
Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik: alur, tokoh dan latar dalam Novel
Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral.
2. Mendeskripsikan analisis nilai moral yang terkandung dalam Novel Batas
Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari
aspek pendekatan sosiologi sastra.
3. Mendeskripsikan relevansi nilai moral dalam pendidikan khususnya bagi
siswa SMA kelas XII dengan menggunakan KTSP.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pembaca agar
mengetahui aspek moral yang terkandung dalam Novel Batas Antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral dan dapat menjadi
acuan atau pertimbangan untuk melakukan penelitian yang berhubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
dengan nilai moral dalam sebuah karya sastra dan relevansinya terhadap
pendidikan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian aspek moral ini diharapkan mampu
membantu dan memberikan sumbangan dalam meningkatkan kemampuan
dalam memahami aspek moral yang terdapat dalam sebuah karya sastra
dan relevansinya terhadap pendidikan.
1.5 Batasan Istilah
Di dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan istilah atau
definisi. Batasan istilah bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara singkat
tentang masalah yang akan diteliti. Batasan istilah tersebut adalah:
a. Secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebagainya: akhlak, budin pekerti, susila (KBBI dalam Burhan
Nurgiantoro, 1995).
b. Sastra adalah karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai
nilai estetika dominan, menurut Rene Wellek dan Austin Warren (dalam
Heru Kurniawan, 2011 : 1).
c. Novel berasal dari bahasa Itali Novella yang berarti sebuah barang baru
yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk
prosa (Abrams dalam Nurgiantoro, 1995 : 9).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
d. Pendekatan sosiologi sastra hakikatnya adalah interdisiplin antara
sosiologi dengan sastra, yang menurut Ratna (dalam Heru Kurniawan,
2011: 5) keduanya memlikiki obyek yang sama yaitu manusia dalam
masyarakat (Heru Kurniawan, 2011 : 5).
e. Relevansi merupakan hubungan atau kaitan.
1.6 Sistematika Penyajian
Dalam proposal ini berisi 3 bab. Bab I berisi tentang pendahuluan. Uraian
mengenai pendahuluan berisi (1.1) latar belakang, (1.2) rumusan masalah, (1.3)
tujuan, (1.4) manfaat yang terdiri dari (1.4.1) manfaat teoritis dan (1.4.2) manfaat
praktis, (1.5) batasan istilah, dan (1.6) sistematika penyajian. Bab II merupakan
landasan teori. Uraian mengenai landasan teori berisi (2.1) penelitian terdahulu
yang relevan, (2.2) kajian pustaka yang terdiri atas (2.2.1) alur/plot, (2.2.2)
latar/setting, (2.2..3) tokoh dan penokohan, (2.2.4) pengertian moral, (2.2.5) nilai
moral dalam karya sastra, (2.2.6) pendekatan sosiologi sastra, (2.3) pengajaran
sastra di SMA, (2.4) KTSP, (2.4.1) kompetensi isi dan kompetensi dasar kelas
XII. Bab III merupakan metodologi penelitian. Dalam metodologi akan diuraikan
mengenai (3.1) jenis penelitian, (3.2) subyek penalitian, (3.3) sumber data, (3.4)
instrument penelitian, (3.5) teknik analisis data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Resi Serli (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Nilai Moral dalam
Novel Bumi Cinta Karya Habiburahman EL Shirazy. Dari penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa, penelitian tersebut bertujuan untuk
mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terdiri dari hati nurani, kebebasan dan
tanggung jawab, hak dan kewajiban, serta nilai dan norma yang terdapat
dalam novel Bumi Cinta karya Habiburahman El Shirazy. Dalam novel
tersebut peneliti menemukan empat aspek yang digambarkan melalui tokoh-
tokoh yang terdapat dalam novel Bumi Cinta sebagai berikut (1) Hati nurani,
sebagai seorang sahabat tokoh mempunyai rasa belas kasihan terhadap
sahabatnya. (2) Hak dan kewajiban, sebagai seorang hamba yang taat dalam
beribadah tokoh memunyai kewajiban untuk menjalankan ibadah serta
membela agamanya jika dihina orang lain. (3) Kebebasan dan tanggung
jawab, sebagai penelitiannya tepat pada waktunya dan tokoh juga memiliki
kebebasan untuk mempergunakan fasilitas yang telah diberikan kepadanya
demi kelancaran penelitiannya. (4) Nilai dan norma, sebagai seorang anggota
masyarakat tokoh memiliki perilaku yang baik dalam hidup bermasyarakat.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh M. Mahmud El Mahluf (2009)
dengan judul Moralitas dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburraman
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
El Shirazy. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dimensi moralitas
islami dalam isi cerita novel Ayat-ayat Cinta. Penelitian ini diharapkan
menjadi langkah awal untuk menanamkan dan mengembangkan dimensi
moralitas islam serta dapat dijadikan landaan hidup sehari-hari oleh umat
islam. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa terdapat dimensi moralitas
islami dalam novel Ayat-ayat Cinta antara lain: pertama, moralitas kepada
Allah SWT, Kedua, moralitas kepada Rasullulah SAW, Ketiga, moralitas
kepada diri sendiri, Keempat, moralitas kepada keluarga, Kelima, moralitas
kepada kehidupan sosial, keenam, moralitas kepada negara.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Vicky Choirul Abidin tahun 2013
dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Nilai Moral dalam Novel Cinta
Suci Zahrana Karya Habiburahman El Shirazy. Penelitian tersebut
memfokuskan dalam mencari nilai-nilai moral yang terdapat dalam
kandungan bacaan novel Cinta Suci Zahrana yang mampu menjadikannya
motivasi untuk menghadapi kehidupan sehari-hari. Yaitu kehidupan anak
manusia yang tak lepas dari berbagai ujian dan godaan tetapi ia selalu sabar
atas segala cobaan yang dialaminya. Bahkan selalu tegar, rajin bekerja dan
rajin pula belajar untuk mencapai cita-cita yang diimpikannya. Rumusan
masalah dalam penelitian ini, yaitu peneliti mampu mendeskripsikan nilai
moral (1) kesabaran, (2) tawakal, (3) taat ibadah, (4) penolong, (5) rajin, (6)
pengendalian diri, (7) penyesalan yang terdapat pada novel Cinta Suci
Zahrana karya El Shirazy.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dapat
disimpulkan bahwa beberapa novel di Indonesia : Bumi Cinta Karya
Habiburahman EL Shirazy, Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburraman El Shirazy,
Cinta Suci Zahrana Karya Habiburahman El Shirazy, 1) tokoh dalam novel
digambarkan sebagai orang yang memiliki moral yang baik, dapat dibuktikan
bahwa tokoh tersebut memiliki nilai kemanusiaan tinggi, bertanggung jawab,
dan memiliki perilaku yang baik dalam masyarakat. 2) kecintaan terhadap
Tuhan berupa religi masih kental dalam novel-novel tersebut.
2.2 Landasan teori
2.2.1 Tokoh dan Penokohan
Sama halnya dengan plot dan latar, tokoh dan penokohan juga
merupakan unsur penting dalam sebuah karya sastra. Tokoh cerita
(character), menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165)
adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan
apa yang dilakukan dalam tindakan.
Menurut Burhan Nurgiantoro (1995 : 165) istilah tokoh
menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab
terhadap pertanyaan : “siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “ada
berapa jumlah pelaku novel itu?”, atau “siapakah tokoh protagonis dan
antagonis dan antagonis dalam novel itu?”. Sedangkan watak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh
seperti yang telah ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada
kualitas pribadi seorang tokoh.
Jones (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165) menyatakan
bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang
yang ada dalam sebuah cerita naratif, sedangkan penokohan adalah
pelukisan gambaran watak dari seorang tokoh dalam sebuah cerita
naratif atau karya sastra.
a) Pembedaan Tokoh
1. Tokoh utama dan tokoh tambahan
Dilihat dari segi peranan pembedaan tokoh dibagi menjadi
dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh yang disebut
pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main
character), sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan
(peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang
diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang
dikenai kejadian. Ia sangat mempengaruhi perkembangan plot
secara keseluruhan. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh
tambahan dalam keseluruhan cerita hanya sedikit, tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan
dengan tokoh utama.n Tokoh utama adalah yang dibuat
sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis,
sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan.
Pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan tak
dapat dilakukan secara eksak. Pembedaan itu lebih bersifat
gradasi, kadar keutamaan tokoh itu bertingkat : tokoh utama
(yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama,
tambahan (yang memang) tambahan.
b) Teknik penulisan Tokoh
a. Teknik Ekspositori
Teknik ekspositori, yang sering juga disebut sebagai teknik
analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan deskripsi,
uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan
dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak
berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai
deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak,
tingkah laku, atau bahkan cerita fiksinya. Pengarang tidak
hanya memperkenalkan latar dan suasana dalam rangka
“menyituasikan” pembaca, melainkan juga data-data kedirian
tokoh cerita. Dalam hal ini, pengarang harus mempertahankan
konsistensi tentang jatio diri tokoh tersebut yang artinya tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
tak dibiarkan berkembang keluar jalur sehingga sikap dan
tingkah lakunya tetap mencerminkan kediriannya.
Deskripsi kedirian tokoh yang dilakukan secara langsung oleh
pengarang akan berwujud penuturan yang bersifat deskriptif
pula. Hal inilah yang menyebabkan pembaca akan dengan
mudah memahami kedirian tokoh tanpa harus menafsirkan
sendiri dengan kemungkinan kurang tepat.
b. Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya
mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara
tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan
secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.
Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan
kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan,
baik secara verballewat kata maupun nonverbal lewat tindakan
atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Berhubung sifat kedirian tokoh tidak dideskripsikan secara
jelas dan lengkap, ia akan hadir kepada pembaca secara
sepotong-sepotong dan tidak sekaligus.
Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan
sejumlah teknik, yaitu : 1) teknik cakapan, 2) teknik tingkah
laku, 3) teknik pikiran dan perasaan, 4) tekniuk arus kesadaran,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
5) teknik reaksi tokoh, 6) teknik reaksi tokoh lain, 7) teknik
pelukisan latar dan, 8) teknik pelukisan fisik.
2.2.2 Latar
Tahap awal karya fiksi pada umumnya berisi penyituasian,
pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya,
pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana
tempat, mungkin juga hubungan waktu, san lain-lain yang dapat
menuntun pembaca secara emosional kepada situasi cerita. Tahap awal
suatu karya pada umumnya berupa pengenalan, pelukisan atau
penunjukan latar (Burhan Nurgiantoro, 1995 : 217).
Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 216) latar atau
seting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Nurgiantoro (1995 : 227) membedakan unsur latar ke dalam tiga
unsur pokok, di antaranya adalah:
1) Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar
tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau
paling tidak bertentangan dengan , sifat, dan kadaan geografis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
tempat yang bersangkutan. Tempat menjadi sesuatu yang bersifat
khas, tipikal, dan fungsional.
2) Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”
terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dngan
waktu faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan
dengan peristiwa sejarah.
3) Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat
yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan
masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang
cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istidat,
tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap,
dan lain-lain yang tergolong latar spritual seperti yang
dikemukakan sebelumnya.
Sudjiman (1988 : 44) dalam bukunya Memahami Cerita Rekaan
mengungkapkan bahwa, peristiwa-peristiwa di dalam cerita itulah
terjadi pada suatu waktu atau di dalam suatu rentang tertentu dan pada
suatu tempat tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala
keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya membangun suatu
cerita.
2.2.3 Tema
Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiantoro, 2009 : 68)
menyatakan bahwa, tema merupakan gagasan dasar umum yang
menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks
sebagai struktur sematis dan yang menyangkut persamaan-persamaan
atau perbedan-perbedaan.
Tema menjadi dasar pengembangan sebuah cerita, maka ia pun
bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai
generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak. Dengan demikian,
tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum,
sebuah karya novel. Gagasan dasar umum yang dipergunakan untuk
mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan “setia”
mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya
sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur
intrinsik yang lain seperti penokohan, pelataran, dan
penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum
tersebut (Burhan Nurgiantoro, 2009 : 68 – 69).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
2.3 Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mores yang berarti dalam kehidupan
adat-istiadat atau kebiasaan. Kata moral selalu mengacu pada baik
buruknya manusia sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak
ukur untuk menetukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia
dilihat dari segi baik buruknya. Nilai moral bertolak pada sikap,
kelakuan yang dapat dilihat melaui perbuatan. Perbuatan yang dapat
terlihat terpuji dan baik secara lahiriyah akan dinilai memiliki niai
moral yang baik (Suseno,1987:19).
Burhan Nurgiantoro (1995 : 321 – 322) dalam bukunya yang
berjudul Teori Pengkajian Fiksi mengungkapkan bahwa, fiksi
mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh
sesuai dengan pandangannya terhadap moral. Melalui cerita, sikap, dan
tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan mampu
mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang
diamantkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai
amanat, pesan, message. Moral yang diperoleh pembaca lewat sastra,
selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam
sebuah karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh
kurang terpuji, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada
pembaca untuk bersikap dan bersikap secara demikian.
Istilah moral dan moralitas tidak sekedar menunjuk tingkah
laku atau sikap semata, akan tetapi lebih kepada kompleks komponen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
yang mencakup keduanya. Berdasarkan asumsi ini, pernyataan moral
dan moralitas tidak saja mengikuti komponen sikap akan tetapi
sekaligus tingkah lakunya. Hal ini menunjukan bahwa moral sangat
erat kaitannya dengan performansi dari tingkah laku tertentu
(Haricahyono, 1995 : 81)
2.3.1 Nilai Moral dalam Karya Sastra
Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat
sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika
dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh
yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis
maupun protagoni (Nurgiantoro, 1995 : 322).
Suseno dalam bukunya yang berjudul Etika Dasar
Masalah-maslah Pokok Filsafat Moral (1987 : 142 – 150) juga
mengungkapkan sikap dan tindakan yang berkaitan dengan nilai
moral, yaitu sebagai berikut:
1. Kejujuran
Kejujuran berhubungan dengan ketulusan hati dan kelurusan
hati. Suseno (1987 : 142 – 143) mengemukakan bahwa bersikap
terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan dan
sering beracun. Bersikap jujur kepada orang lain berarti dua sikap
yaitu bersikap terbuka dan bersifatfair. Bersikap terbuka adalah
kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri (kita berhak atas batin
kita). Yang dimaksud terbuka bukan berarti pertanyaan orang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
berhak mengetahui perasaan dan pikiran kita, sehingga tidak
pernah menyembunyikan dengan apa yang kita perlihatkan. Yang
kedua bersifatfair (wajar), yaitu memperlakukan menurut standard-
standar yang dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Bersikap
tetapi tidak pernah bertindak bertentangan dengan suara hati dan
keyakinannya. Keselarasan yang berdasarkan kepalsuan, ketidak
adilan, dan kebohongan akan disobeknya.
2. Nilai-nilai otentik
Otentik berarti asli. Manusia otentik adalah manusia yang
menghayati, menunjukkan dirinya sesuai dengan keasliannya,
dengan kepribadian yang sebenarnya (Suseno, 1987 : 143).
3. Kesediaan untuk bertanggung jawab
Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah yang pertama,
kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilkukan dengan
sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap
tugas yang membebani kita. Kedua, bertanggung jawab mengatasi
segala etika peraturan. Suseno (1987 : 16) etika tidak dapat
mengantikab agama namun ia juga tidak bertentangan dengan
agama, bahkan diperlukan.
Etika peraturan hanya mempertanyakan apakah sesuatu atau
tidak, sehingga terikat pada apa yang perlu dan nilai yang mau
dihasilkan (Suseno, 1987 : 145 – 146).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
4. Kemandirian moral
Kemandirian berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan
berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan
selalu membentuk penelitian, dan pendirian sendiri dalam
bertindak sesuai dengannya. Kemandirian adalah kekuatan batin
untuk memahami sikap moral sendiri dan bertindak sesuai
dengannya.
5. Keberanian moral
Keberanian adalah ketekatan dan bertindak untuk bersikap
mandiri. Keberanian menunjukkan dalam tekad untuk tetap
mempertahankan sikap yang telah diyakini. Sebagai kewajiban
pun apabila tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh
lingkungan, sehingga tidak mundur dari tugas dan tanggung
jawab. Keberanian adalah kesetiaan terhadap suara hati yang
menyatakan diri dalam kesedianan untuk mengambil resiko
konflik (Suseno, 1987 : 147).
6. Kerendahan hati.
Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri
sesuai dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya
melihat kelemahannya melainkan juga kekuatannya, sehingga
sadar akan keterbatasan kebaikan kita, termasuk kemampuan
untuk memberikan penilain moral terbatas, sehingga penilaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
kita masih jauh sempurna karena hati belum jernih (Suseno, 1987
: 148).
7. Realitas dan kritis
Realitas dan kritis yaitu menjamin keadilan dan
menciptakan sesuatu keadan masyarakat yang membuka
kemungkinan lebih besar dari anggota-anggota untuk membangun
hidup lebih tegas dari penderitan dan lebih bahagia (Suseno, 1987
: 150)
2.4 Pendekatan Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra dalam pengertian ini mencangkup pelbagai
pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan
teoritis tertentu. Secara singkat sosiologi adalah telaah yang obyektif
dan ilmiah tentang manusia dalam masyrakat; telaah tentang lembaga
dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana
masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana
ia tetap ada (Sapadi Djoko Damono, 1978 : 8).
Suwardi endraswara (2011) dalam bukunya yang berjudul
Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra mengungkapkan bahwa,
sosiologi sastra adalah ilmu yang memanfaatkan faktor sosial sebagai
pembangun sastra. Faktor sosial diutamakan untuk mencermati karya
sastra. Menurutnya, sosiologi sastra jelas ilmu tentang interdisiplin
yang memperhatikan ihwal fakta estetis dan fakta kemanusiaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Sosiologi sastra sebagai sebuah metode yang memahami manusia
lewat fakta imajinatif, memerlukan paradigma yang kokoh.
Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah meningkatkan
pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat,
menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya
sastra jelas dikontruksikan sec imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya
tidak bisa difahami diluar kerangka empirisnya. Karya sastra bukan
semata-mata gejala individual tetapi juga gejala sosial (Ratna, 2003:
11).
Sapardi Djoko Damono (1978 : 2) mengungkapkan bahwa,
Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi
kemasyarakatan ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra.
Menurutnya, ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis
terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan
bahwa, sastra merupakan cermin proses sosial – ekonomis belaka.
Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan
penelaah. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah
analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan
memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra.
Penelitian ini akan meneliti nilai-nilai moral yang terkandung
dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal
Nasery Basral dengan tinjauan sosiologi sastra, maka peneliti akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
menggunakan teori pendekatan Damono yang kedua, yaitu pendekatan
yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah. Metode yang
digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk
mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan memahami lebih
dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra.
2.5 Pengajaran sastra di SMA
Dalam perspektif pendidikan, tujuan pembelajaran sastra lebih
diarahkan pada kemampuan siswa mengapresiasi nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam sastra. Menurut Nurgiyantoro (2001), tujuan
pembelajaran sastra secara umum ditekankan, atau demi
terwujudnya,kemampuan siswa untuk mengapresiasi sastra secara memadai.
Rahmanto (2005 : 27 – 28) mengungkapkan tiga aspek penting dalam
memilih pengajaran sastra, yaitu:
1. Bahasa
Aspek kebahasan dalam karya sastra ini tidak hanya ditentukan
oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor faktor-faktor lain
seperti: cara penulisan yang dipakai pengarang. Seorang guru
hendaknya selalu memahamintingkat kebahasaan siswa-siswinya
sehingga berdasarkan pemahaman tersebut guru dapat memilih materi
yang cocok untuk disajikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2. Psikologi
Rahmanto (2005 : 30) menyajikan tahap perkembangan psikologi
anak untuk membantu guru lebih memahami tingkatan perkembangan
psikologi anak-anak SD dan anak-anak SMA.
a. Tahap pengkhayal (8 – 9 tahun)
Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal
nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi
kekanakan.
b. Tahap romantik (10 – 12 tahun)
Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan
mengarah ke realitas. Anak mulai menyukai cerita kepahlawanan,
petualangan, dan bahkan kejahatan.
c. Tahap realistik (13 – 16 tahun)
Pada tahap ini anak benar-benar terlepas dari dunia fantasi.
Mereka terus berusaha mengetahui dan mengikuti dengan teliti
fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan
yang nyata.
d. Tahap generalisasi (16 – selanjutnya)
Pada tahap ini anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal
praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-
konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
3. Latar belakang budaya
Latar belakang karya sastra ini meliputi hampir semua faktor
kehidupan manusia dan lingkungannya. Guru sastra hendaknya
memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan prinsip
mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh
siswa. Guru sastra hendaknya mengembangkan wawasan untuk dapat
menganalisis pemilihan materinya sehingga dapat menyajikan
pengajaran sastra yang mencangkup dunia lebih luas.
2.5.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Yang
dimaksud dengan isi dan bahan pengajaran itu sendiri adalah susunan dan
bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan
pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional (Wina, 2008 : 8).
Hamalik (Wina, 2008 : 10) mengungkapkan bahwa kurikulum
mempunyai tiga peran yaitu (1) peran konservatif yaitu melestarikan berbagai
nilai budaya sebagai warisan masa lalu, (2) peran kreatif yaitu dapat
membantu sisiwa untuk mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya
agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat. (3) peran
kreatif dan evaluatif yaitu kurikulum harus berperan dalam menyeleksi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan
anak didik.
Dalam Standar Nasional Pendidikan (Wina, 2008 : 128) kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan
dan berdasarkan standar kompetisi serta kompetisi dasar yang dikembangkan
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dalam hal ini KTSP
memiliki tiga tujuan khusus yaitu (1) meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum,
mengelola, dan memberdayakan sumber yang tersedia, (2) meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum
melalui pengambilan keputusan bersama, (3) meningkatkan kompetensi antar
kesatuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Berikut merupakan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai
dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II.
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
SK 15 : Memahami buku biografi,
novel, dan hikayat
KD 15.1 : Mengungkapkan hal-hal
yang menarik dan dapat
diteladani tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2.5.2 Silabus
Mulyasa dalam bukunya yang berjudul Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah (2008 :
132 – 133) mengungkapkan bahwa, silabus dapat diartikan sebagai rencana
pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu,
yang mencangkup standarkompetensi, kompetensi dasar, materi pokok,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan,
berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP). Dalam hal ini, Mulyasa
(2008 : 147 – 149) membagi atas tujuh komponen utama silabus yaitu:
1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD)
SKKD berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator
pembelajaran, mengenai target yang harus dicapai dalam
pembelajaran.
2. Materi Standar
Materi standar berfungsi untuk memberikan petunjuk kepada
peserta didik dan guru/fasilitator tentang apa yang harus dipelajari
dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
3. Kegiatan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam silabus berfungsi mengarahkan
peserta didik dan guru dalam membentuk kompetensi dasar.
Dalam garis besarnya, kompetensi ini mencakup kegiatan awal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
(pembuka), kegiatan inti (pembentukan kompetensi), dan
klegiatan akhir (penutup).
4. Indikator
Indikator berfungsi sebagai petunjuk tentang perubahan perilaku
yang akan dicapai oleh peserta didik sehubungan dengan kegiatan
belajar yang dilakukan, sesuai dengan kompetensi dasar dan
materi standar yang dikaji.
5. Penilaian dalam silabus
Berfungsi sebagai alat dan strategi untuk mengukur keberhasilan
belajar peserta didik. Penilaian dapat dilakukan secara terpadu
dengan pembelajaran, pelaksanaanya dapat dilakukan melalui
pendekatan proses dan hasil belajar.
6. Alokasi waktu
Adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran sesuai
dengan kalender pendidikan. Waktu pembelajaran efektif adalah
jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam
pembelajaran termasuk muatan lokal ditambah jumlah jam untuk
pengembangan diri.
7. Sumber belajar
Sumber belajar dalam silabus berfungsi untuk mengarahkan
peserta didik dan guru mengenai sumber-sumber belajar yang
relevan untuk dikaji dan didayagunakan untuk membentuk
kompetensi peserta didik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
2.5.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Tugas guru dalam kaitannya dengan dokumen kurikulum adalah
membuat rencana pembelajaran yang akan dijadikan pedoman pelaksanaan
pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Dalam kondisi
dan situasi bagaimanapun, guru tetap harus membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), karena perencanaan merupakan pedoman
pembelajaran (Mulyasa, 2008 : 154 – 155). Selain itu, Mulyasa
mengungkapkan bahwa, RPP merupakan perencanaan jangka pendek
untuk memperkirakan dan memproyeksikan tentang apa yang akan
dilakukan guru. RPP juga merupakan upaya untuk memperkirakan
tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Upaya
tersebut perlu dilakukan untuk mengoordinasikan komponen-komponen
pembelajaran, yakni kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil
belajar, dan penilaian berbasis kelas (PBK).
Sedikitnya terdapat dua fungsi RPP dalam implementasi KTSP
(Mulyasa, 2008 : 155 – 156) Yaitu :
1. Fungsi Perencanaan
Setiap akan melakukan pembelajaran guru wajib memiliki
persiapan, baik persiapan tertulis maupun tidak tertulis.
2. Fungsi Pelaksanaan
RPP berfungsi untuk mengefektifkan proses pembelajaran sesuai
dengan apa yang direncanakan. Dalam hal ini, materi standar yang
dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung
nilai fungsional, praktis, serta disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan lingkungan, sekolah, dan daerah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai : (1) Jenis penelitian, (2)Subyek
penelitian, (3) Sumber data, (4)Teknik pengumpulan data, (5)Instrumen
penelitian, (6) Teknis analisis data Keenam hal tersebut akan dijelaskan pada
metodologi penelitian ini.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan
penelitian deskriptif kuantitatif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-
sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1983 : 63).
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis nilai
moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal
Nasery Basral.
3.2 Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah nilai moral dalam novel Batas Antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral tersebut dapat dilihat
dari tuturan serta tindakan-tindakan para tokoh dalam film tersebut.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
3.3 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Judul Novel : Batas Antara Keinginan dan Kenyataan
Karya : Akmala Nasery Basral
Penerbit : Penerbit Qanita (Anggota IKAPI)
Tebal buku : 306 halaman
Banyaknya bab : 16 bab
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik membaca
keseluruhan isi novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal
Nasery Basral. Setelah itu, peneliti menganalisis dan mencatat unsur-unsur
interinsik serta moral para tokoh yang terdapat dalam novel tersebut.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Proses
dalam penelitian ini adalah instrumen atau alat pengumpul data.
Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan melakukan
observasi (pengamatan secara langsung). Oleh sebab itu, peran manusia
dalam penelitian ini sangatlah penting.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
3.6 Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1) Membaca keseluruhan Novel Batas Antara Keinginan dan
Kenyataan karya Akmal Nasery Basral,
2) Menemukan dan mencatat unsur-unsur interinsik dalam novel
Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery
Basral.
3) Menemukan nilai moral dalam novel tersebut,
4) Mengaitkan sastra dengan pembelajharan di SMA yaitu kelas XII.
5) Menyusun hasil temuan mengenai moral para tokoh karya sastra
dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmla
Nasery Basral berdasarkan urutannya dengan menggunakan
bahasa yang runtut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Dalam bab empat ini akan dideskripsikan hasil analisis unsur intrinsik
karya sastra yang dibatasi pada tokoh dan penokohan, latar, dan tema. Unsur-
unsur tersebut dianggap cukup memadai oleh penulis untuk memahami nilai
moral dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery
Basral. Penulis mengambil ketiga unsur instrinsik itu karena dirasa membantu
dalam menemukan nilai moralitas dalam novel tersebut. Selain itu, dalam bab
empat ini juga akan dianalis nilai moral novel tersebut untuk pembelajaran di
SMA semester II menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pada penelitian ini peneliti menganalisis unsur intrinsik di antaranya (1)
tokoh dan penokohan yang terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan, (2) latar
yang terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar sosial, (3) tema. Kemudian
menganalisis tujuh nilai moral yang terdiri dari (1) kejujuran, (2) nilai-nilai
otentik, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5)
keberanian moral, (6) kerendahan hati, (7) realitas dan kritis.
4.2 Analisis Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema
4.2.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya
naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiantoro, 1995 : 165), sedangkan
Jones (dalam Nurgiantoro, 1995 : 165) menyatakan bahwa, penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita. Terdapat dua teknik dalam menggambarkan tokoh dan penokohan
(Nurgiantoro, 1995 : 195-210) yaitu teknik Ekspositori dan teknik dramatik.
Berikut penjelasannya :
a. Teknik Ekspositori
Teknik ini sering juga sering disebut sebagai teknik analitis,
pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan deskripsi, uraian, atau
penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan
oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit,
melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya,
yang mungkin berupa sikap, sifat watak, tingkah laku, atau
bahkan cerita fiksinya.
b. Teknik Dramatik
Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan
sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh
cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai
aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun
nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui
peristiwa yang terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Menurut Nurgiyantoro (2007:165), penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Pada novel Batas antara Keinginan dan kenyataan karya Akmal
Nasery Basral ini terdapat beberapa tokoh yaitu Jaleswari, Arifin, Adeus, Nawara,
Borneo Panglima Adayak, Ubuh, Page, dan Otiq. Tokoh utama dalam novel ini
adalah Jaleswari, karena dia sering muncul dalam setiap peristiwa. Sedangkan
tokoh lain berperan sebagai tokoh tambahan yang kemuculannya hanya saat
tertentu.
a. Jaleswari
Jaleswari digambarkan sebagai perempuan muda cantik yang
sedang dalam masa kehamilan muda, tetapi dalam kehamilannya tersebut
Jaleswari telah ditinggal untuk selama-lamanya oleh Aldo suaminya. Hal
ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui
kutipan berikut.
(1) “Perempuan, Lakak,” seringai di Wajah Pangau mengembang.
“Cantik.”
“Cantik?”
“Cantik sekali, seperti bintang film siapa itu?” (Akmal, 2011 : 144)
(2) Kehamilan ini benar-benar menjengkelkan. Pikirnya sambil
memejamkan mata dan memusatkan perhatiannya agar ususnya
tidak melakukan gerakan anti-peristaltik yang membuat makanan
di lambung kembali naik menuju lehernya. (Akmal, 2011 : 2)
(3) “Kenapa sih kau ini?” desis Jales sedikit jengkel sambil
memperkeras tekanannya pada perut, seakan-akan ingin
mengatakan agar sang janin lebih tenang dan tak membuat
masalah. “Kalau semua ibu hamil merasakan seperti ini, apa yang
akan membuat mereka ....” (Akmal, 2011 : 36)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Jaleswari merasa terpukul dengan kematian suaminya, karena setahu Jales
suaminya, Aldo tidak mempunyai riwayat penyakit yang membahayakan
hidupnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori
melalui kutipan berikut.
(4) Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan selama beberapa hari
sebelum Aldo mendadak meninggal setelah bermain futsal. Jales
tak ingin percaya itu sungguh-sungguh terjadi. Suaminya tak punya
riwayat penyakit jantung atau penyakit lain yang berbahaya.
(Akmal, 2011 : 4)
(5) Mungkin Jales akan lebih bisa menerima kematian suami yang baru
menikahinya empat bulan itu jika mobil Aldo ditabrak mobil
tronton besar dan Aldo tergencet di dalamnya. Atau Aldo sudah
berbulan-bulan terbaring lunglai sakit dengan berbagai selang obat-
obatan tersambung tubuhnya tanpa harapan. Ah! (Akmal, 2011 : 4)
Sosok Jaleswari juga digambarkan sebagai wanita yang sangat tegas
dalam melakukan tindakan dan tidak ingin berbasa-basi dalam menyampaikan
sesuatu. Hal ini dibuktikan saat sang sopir yang menjemputnya merasa takut
terhadap ketegasan Jales mengambil tindakan. Hal ini ditunjukkan pengarang
dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(6) “Baik, Bu,” ujar Victor agak getar mendengar ketegasan Jales.
Lelaki itu membuka jendela depan dan memberikan isyarat kepada
masyarakat agar memebrikan jalan. Namun, baru setengah jam
kemudian mobil Victor berhasil keluar dari kerumunan yang
hampir tak mau bergerak satu sentimeter pun. (Akmal, 2011 : 8 –
9)
(7) “Nyenyak,” jawab Jales pendek sekadar menghindari percakapan
basa-basi yang tak disukainya itu. (Akmal, 2011 : 72)
Dengan statusnya yang sudah tidak memiliki suami, Jales merasa
kehamilannya begitu menyusahkan sehingga dia sangat membenci
kehamilannya tersebut, bahkan jaleswari ingin mengaborsi buah hatinya bersama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Aldo suaminya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau
ekspositori melalui kutipan berikut.
(8) Dia tak yakin benar-benar ingin memelihara janin di dalam
rahimnya itu, apalagi untuk melahirkannya kelak. Sebab, apa
artinya memiliki seorang anak, tanpa memiliki seorang suami?
Kalau saja dia bisa memutar kembali jarum waktu dan memohon
kepada Tuhan, Jales yakn seyakin-yakinnyadia akan meminta agar
tidak kehilangan Aldo ketimbang mendapatkan seorang bayi
sekarang ini. (Akmal, 2011 : 35)
(9) “Kenapa sih kau ini?” Desis Jales sedikit jengkel sambil
memperkeras tekanannya pada perut, seakan-akan ingin
mengatakan agar sang janin lebih tenang dan tak membuat
masalah. “Kalau semua ibu hamil merasakan seperti ini, apa yang
membuat mereka ....” (Akmal, 2011 : 36)
Sebagai seorang perempuan yang serba berkecukupan, tentu Jaleswari
sangat selektif dalam memilih makanan, dan dia sangat menyukai kebersihan.
Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui
kutipan berikut.
(10) Jales menuju jendela dan menutupnya. Perutnya kinin mulai terasa
lapar. Dia ragu menu di sini akan cocok dengan seleranya yang
sangat selektif dalam hal makanan. Namun, kalaupun sulit diterima
lidahnya, tak mungkin dia akan menahan lapar semalaman. Apalagi
dian akan beberapa hari lagi di sini. Jales menepuk-nepuk perutnya.
“Yang penting kau jangan seperti naga yang sebulan tidak diberi
makan ya,” katanya. (Akmal, 2011 : 57)
(11) Jales tak langsung mengambil sendok, melainkan mengamati dulu
mangkuk berisi sop tulang di depannya. Aroma kuahnya yang
mengepul tidak seharum sop konro kesukaannya, meskipun tulang
sapi dengan cuilan daging yang menempel di beberapa bagian itu
terlihat sama seperti sop konro. Jales langsung merasa kurang
berminat. (Akmal, 2011 : 60)
(12) “Iiiih,” desis Jales yang jijik melihat telapak tangannya kini9
bersimbah darah nyamuk. Dengan hati-hati dia mengeluarkan
sachet tisu basah dari dalam saku celana jeans dan membersihkan
kedua telapak tangannya dengan cermagt sampai tak tersisa lagi
bekas darah serangga itu. (Akmal, 2011 : 218)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Jaleswari adalah seorang wanita karir, dapat dibuktikan dengan
kesanggupannya dalam menerima tugas dari kantornya untuk menyelidiki
penyebeb tidak berjalannya program CSR dari perusahaanya. Jaleswari juga
mempunyai sifat yang mandiri tidak pernah mengandalkan orang lain bila dia
masih bisa melakukan pekerjaanya sendiri. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(13) Sebab ketika dia memeutuskan untuk menerima program CSR
(Corporate ocial Responsibility) yang digagas kantornya berupa
pembangunan sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh
kawannya menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil
muda. Bahkan ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas
itu. (Akmal, 2011 : 67)
(14) “Tapi kan sejak kecil Mama dan Papa selalu mengajarkan Jales
agar mandiri dan tidak takut seberat apa pun tantangan di luar?”
(Akmal, 2011 : 69)
(15) Jaales melihat perempuan yang terlalu mengandalkan orang lain
ketika sedang berjalan tak ada bedanya dengan nenek-nenek yang
memang harus dibantu. Tetapi melihat kondisi tanah yang becek
dan licin saat ini, Jales tak keberatan harus menelan dulu
prinsipnya sementara waktu: biar sajalah bila ada orang yang
melihat dan menilainya sebagai nenek-nenek. (Akmal, 2011 : 122)
Selain mempunyai sifat yang tegas, berpendirian teguh, mandiri, Jales
juga berjiwa nasionalisme yang tinggi, terbukti saat berada di Tanah Borneo
tersebut dia merasa jengkel karena banyak minuman-minuman mineral yang
dijual bukan produk Indonesia melainkan produk Malaysia. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(16) Jales memperhatikan makanan kecil dan air minum mineral yang
disusun di tengah meja makan. Tak ada merek yang dikenalnya di
Jakarta. Jales mengambil satu botol air mineral, dan membaca
kemasannyta. Memang produk Malaysia. Hal itu sempat
membuatnya jengkel sesaat. (Akmal, 2011 : 79)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Dengan keadaan Jaleswari yang saat itu sedang hamil muda dan masih
dalam kondisi keterpurukannya yang baru saja ditinggalkan oleh suaminya
membuat Jales menjadi pribadi yang sedikit keras kepala dan ketus dalam
menanggapi perkataan orang lain. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik
tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(17) Sok tahu! Lalu buat apa sih sok akrab bilang “selamat datang”
segala? Memangnya dia guide wisata? (Akmal, 2011 : 6)
(18) Arrrrrghh! Apakah kosakata bahasa Indonesia sudah sedemikian
miskinnya sehingga untuk menggambarkan sebuah kerusakan tak
bisa lagi dengan kata-kata tapi harus disaksikan langsung?
Menyebalkan! (Akmal, 2011 : 7)
(19) “Ya apa yang spesifik? Yang khusus?” lanjut Jales dengan mood
yang mulai tak terkendali lagi. Rasa mual di perutnya pun terasa
lagi, apalagi dengan rasa lapar yang semakin berkobar-kobar. “Pak
Victor yang seharusnya tahu apa yang spesifik itu.” (Akmal, 2011 :
59)
(20) “Iyalah Ma,” Jales memeluk ibunya. “Jales mungkin belum siap
dengan kehamilan ini, terutama akibat kematian Aldo yang begitu
cepat. Tapi Jales ke Kalimantan bukan mau bunuh diri.” (Akmal,
2011 : 69)
(21) “Tapi aku lebih butuh Aldo dibandingkan dengan bayi ini, Ma.”
(Akmal, 2011 : 70)
(22) Di mana lagi? Apakah harus menyeberang ke Tebedu? Guru kok
pertanyaanya begitu? (Akmal, 2011 : 125)
Sikap Jaleswari yang nasionalisme juga ditunjukkan oleh pengarang
melalui teknik tidak langsung atau dramatik, berikut kutipan yang membuktikan
pernyataan tersebut.
(23) Kalau aku terus terang, bagaimana jika nasi goreng itu dibuat
berdasarkan resep Malaysia? Sebab tak pernah sekali pun aku
makan nasi goreng dengan kuah rempah-rempah seperti sekarang.
(Akmal, 2011 : 80)
(24) Dunia di kepala Jales langsung terjungkir terbalik. Di tempat
sebecek ini? Dengan babi-babi yang tubuh mereka berlepotan
lumpur, dan rumah mereka sudah sepudar ingatan pemimpin
bangsa tentang masyarakat-masyarakat terpencil, dari dalamnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
berendar informasi global dari politik sampai hiburan. (Akmal,
2011 : 124)
(25) Anak-anak itu bertatapan satu sama lain. Jales melanjutkan
mengajar. “Kita coba lagu-lagu nasional ya. Siapa yang tahu
Indonesia Pusaka?” (Akmal, 2011 : 188)
(26) Mereka terus berjalan sampai ke patok yang dimaksudkan. Jales
mengambil gambar patok itu beberapa kalidengan kameranya.
“Sederhana sekali,” katanya. “Saya pikir patok raksasa semacam
tugu atau monumen besar.” (Akmal, 2011 : 202)
(27) Jaleswari tersenyum karena teringat pengalamanya kemarin. “Saya
juga mengalami itu. Anak-anak SD itu tak tahu lagu nasional.”
(Akmal, 2011 : 210)
(28) “Begini, Anak-anak,” Jales memperkeras suaranya. “Sekarang ini
ibu akan mengajarkan kalian lagu dari daerah lain.” (Akmal, 2011 :
231)
(29) “Ya itulah sebabnya mengapa saya butuh bantuan Arifin untuk ikut
mengajarkan lagu-lagu itu nanti dengan sikap sempurna.” (Akmal,
2011 : 234)
Dalam misinya untuk program CSR dari perusahaanya, Jales memberikan
pengetahuan kepada para orang tua di dusun Ponti Tembawang untuk mau
menyekolahkan anaknya agar anak-anak di dusun tersebut pintar. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut.
(30) “Anak-anak perlu sekolah, kalau harus berladang juga nanti
sekolahnya jadi tertinggal,” ujar Jales. (Akmal, 2011 : 192)
(31) “Saya mengerti itu. Tidak ada yang salah dari berladang,” ujar
Jales. “Kita berladang, kemudian kita jual ke negeri seberang, dapat
uang, kita bisa hidup. Tetapi bagaimana kalau negeri seberang itu
tiba-tiba tidak mau lagi membeli hasil ladang kita? Bagaimana
kalau seandainya saudara kita di sana memutuskan untuk tidak
berladang dengan kita?” (Akmal, 2011 : 192)
(32) Tidak ada yang menjawab. Jales menatap mereka satu per satu.
“Artinya kita tidak boleh bergantung terus pada Malaysia. Jalan
mereka boleh lebih bagus. Tanah mereka boleh lebih bersih. Tetapi
di sini sebenernya kita lebih kaya, lebih indah. Kita bisabersama-
sama mencari jalan untuk bisa hidup di negerikita sendiri,” tutur
Jales dengan semangat meletup-letup. (Akmal, 2011 : 192)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
(33) “Anak-anak harus didoeong supaya mereka nanti pintar dan
menemukan cara tempat ini bisa hidup tanpa mesti ke seberang.
Indonesia adalah surga yang sebenarnya. Dengan belajar, anak-
anak menjadi dokter, tentara, bahkan bisa seperti Adeus yang
menjadi guru,” Jaleswari menunjuk Adeus, yang cuping hidungnya
mengembang karena bangga. (Akmal, 2011 : 192 – 193)
Kepedulian Jaleswari terhadap pendidikan tidak hanya berbicara dengan
para orang tua di dusun tersebut, tetapi dia juga memberikan semangat kepada
Adeus satu-satunya guru yang ada di dusun ponti Tembawang untuk lebih serius
dalam memberikan ilmu dan mengajak anak-anak lain untuk mengenyam
pendidikan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau
dramatik melalui kutipan berikut.
(34) “Kalau kau sudah tahu masalahnya separah itu, Adeus,” Jales
menggunakan kesempatan percakapan ini sekaligus untuk menguji
keseriusan lelaki itu sebagai pendidik, “Apakah kau tega
meninggalkan SD dan membuat anak-anak kampung ini terus
dikerangkeng kebodohan dari waktu ke waktu. Terus dianggap oleh
bangsa lain di luar negeri? Bukankah sudah saatnya kau lebih
mendidik anak-anak gadis itu dengan pengetahuan yang lebih
tinggi lagi sehingga mereka bisa mencari pekerjaan yang lebih
layak di negeri sendiri, Adeus?” (Akmal, 2011 : 256)
(35) “Anak-anak di sini harus berkembang sesuai dengan dunia
sekarang. Kau yang bisa melakukan hal itu Adeus. Tetapi mereka
juga harus mengakar pada keluhuran nilai masyarakatDayak yang
indah ini,” lanjut Jales. “Aku percaya kau bisa melakukannya demi
masa depan Borneo dan kawan-kawannya, karena merekalah yang
akan menjadi pewaris keagungan Dayak.” (Akmal, 2011 : 287)
(36) “Adeus, kamu punya ilmu yang bisa diajarkan untuk mencerdaskan
anak-anak ini. Mengapa harus berhenti? Apakah kau tidak kasihan
melihat kondisi mereka seperti tadi?” tanya Jales sambil mengusap
keringat yang mulai bercucuran dari keningnya. “Anak-anak ini,
Borneo dan kawan-kawannya itu butuh ilmumu yang ....” (Akmal,
2011 : 189)
Jaleswari sangat cerdas dalam membangun situasi pendidikan di dusun
Ponti Tembawang, Jales mengubah metode pembelajaran kelas menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
pembelajaran di luar ruangan dengan cara berburu, menghafal lagu nasional
kepada murid-murid di dusun tersebut. dengan metodenya tersebut, Jaleswari
berhasil menarik perhatian anak-anak yang tidak pernah sekolah. . Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut.
(37) Keesokan harinya Jaleswari dan Panglima Adayak kembali
menemani Borneo dan segelintir kawan-kawannya di tanah lapang
depan sekolah. Panglima Adayak sedang dalam posisi memanah.
Dia merentangkan busur dan membidik sebuah pohon di ujung
lapangan. (Akmal, 2011 : 228)
(38) Dua “pelajaran” di hari itu ternyata menjadi megnet luar biasa bagi
anak-anak Ponti Tembawang. Keesokan harinya saat datang ke
lapangan, Jales tak percaya pada apa yang dilihatnya: sekitar 30-an
anak sudah hadir. Dari yang lebih besar dibandingkan Borneo
sampai bocah yang hidungnya masih dipenuhi ingus. (Akmal, 2011
: 229)
(39) “Bukan, lagu-lagu Nasional dari daerah lain, supaya anak-anak ini
tahu bahwa mereka punya banyak teman di negeri ini.” (Akmal,
2011 : 229)
Dalam misinya tersebut Jales diminta oleh Panglima Adayak untuk
mampu memahami dan mempelajari masyarakat dan alam di Ponti Tembawang
supaya Jales dapat mengerti apa yang terjadi di dusun tersebut dan menjalankan
misinya di bidang pendidikan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(40) Jales mulai turun ke arah bagian sungain yang lebih dalam setinggi
lutut. Perasaan enggan bercampur jijik yang awalnya bersatu di
kepala Jales ketika melihat arus sungai, pelan-pelan terkikis
bersama aliran Sungai Sekayam. “Benar juga apa yang dikatakan
panglima Adayak,” gumam Jales. (Akmal, 2011 : 213)
(41) Rembang petang kembali membayang di cakrawala Ponti
Tembawang. Jaleswari yang sudah bisa merasakan nikmatnya
mandi di aliran sungai sudah sampai di dermaga. Kali ini dia
membawa tas dan kameranya, memutuskan untuk memotret
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
kegiatan di sore yang kembali ramai dengan gelak anak-anak dan
orang dewasa itu. (Akmal, 2011 : 239)
Meskipun Jaleswari mempunyai sifat yang tegas, tetapi di sisi lain dia juga
mempunyai sifat peduli terhadap orang lain, terbukti saat Ubuh tertimpa masalah
yang membuatnya depresi berat, Jaleswari memberikan semangat dan bersedia
mendengarkan cerita Ubuh. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(42) “Tidak apa-apa, Ubuh, ceritakan saja semuanya. Anggap saya ini
kakakmu,” kata Jales sambil mengelus rambut Ubuh. Sekilas
terlihat sinar kekagetan di mata Ubuh ketika rambutnya disentuh,
namun kemudian Ubuh merebahkan kepalanya ke pelukan Jales
dan kesedihan yang semakin menyayat karena tak diungkapkan
secara langsung. (Akmal, 2011 : 248)
(43) “Tidak usah buru-buru ceritanya,” sahut Jales sambil kembali
menggenggam tangan Ubuh untuk memberi kekuatan. “Saya akan
selalu di sini mendengarkanmu. Kapan saja kamu siap.” (Akmal,
2011 : 249)
(44) “Aku harus pergi sebentar, Ubuh. Kamu cepat sehat ya.
Berusahalah lebih keras untuk sembuh. Pasti bisa. Tidak ada di
dunia ini yang diperoleh dengan mudah. Kamu sudah belajar dari
hal yang luar biasasampai di luar batas kemampuanmu sendiri. Aku
salut dan kagum padamu, karena kamu telah mampu melampaui
batas diri.” (Akmal, 2011 : 286)
Di samping misinya untuk mencari tahu berhentinya program CSR dari
perusahaanya, Jaleswari juga berani mengambil tindakan untuk menyelamatkan
Ubuh dari masalah yang telah menimpanya. Jaleswari memberanikan diri untuk
menceritakan kepada Adeus apa yang telah dialami Ubuh hingga mengalami
depresi berat. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau
dramatik melalui kutipan berikut.
(45) “Ah tak usah, Pak. Saya hanya mau bilang bahwa semalam Ubuh
sudah bisa bicara dengan saya. Dia bilang, dia sudah ingat orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
yang mengirimkan dia ke tauke di Malaysia itu.” (Akmal, 2011 :
251)
(46) Perjalanan pulang menuju rumah Nawara membuat Jales harus
ekstra keras menyuntikkan tambahan keberanian karena harus
melewati warung Otiq. Dia berharap saat itu sang pemilik warung
tak ada di tempat, bahkan kalau perlu warung itu sedang tutup.
(Akmal, 2011 : 257)
(47) Dari dalam rumah, Jales menghambur keluar dengan tubuh yang
masih belepotan darah. “Mana Ubuh?” katanya panik, sambil
menatap Adeus yang berusaha menenangkannya. (Akmal, 2011 :
266)
(48) “Ayo kita cari,” kata Jales tak mempedulikan lagi teriakan Nawara
yang mencoba menghentikannya. Di belakangnya Adeus ikut
berlari. (Akmal, 2011 : 266)
Dengan kehadiran Jaleswari di dusun Ponti Tembawang menghidupkan
kembali dusun tersebut, terbukti dengan bersatunya Nawara dan Adayak yang
sudah lama berpisah rumah. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(49) “Jangan berpikir begitu, Jales. Yang membencimu hanya Otiq dan
kawan-kawannya karena mereka punya maksud-maksud buruk,”
ujar Adayak. “Kehadiranmu di sini justru membuat dusun ini
kembali hidup, Jales. Kamu telah mengajarkan kembali apa yang
selama ini apa yang kami lupakan, belajar sambil bermain
keindahan alam.” (Akmal, 2011 : 281)
(50) “Kau tahu, Nawara. Ini kehendak alam, untuk mempersatukan kita
bersama kembali dari saling diam selama ini. Kehadiran Jaleswari
justru menjadikan kita bersama kembali,” Panglima Adayak
merangkulkan tangannya yang kokoh ke bahu Nawara.
“Bagaimana kalau kita kubur semua kenangan masa lalu? Lihat
Borneo yang masih membutuhkan kita berdua untuk tetap tumbuh
menjadi anak Dayak yang kita banggakan. Dia butuh keahlianku
sebagai Panglima, tapi juga kelembutan dan hati yang peduli pada
sesama yang bisa didapatkan darimu.” (Akmal, 2011 : 291)
Selama di dusun Ponti Tembawang Jales sudah merasakan hal yang tidak
terduga, karena dia menyukai tentara yang bertugas di perbatasan bernama
Arifin. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau
dramatik melalui kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
(51) Dalam perjalanan menuju dermaga, Arifin dan Jaleswari bergulat
dengan pikiran masing-masing. Keduanya kini tak bisa lagi
mengelak dari perasaan yang sudah merasa lebih nyaman dengan
kehadiran masing-masing. (Akmal, 2011 : 292)
(52) Gelo!” Jaleswari terkikik-kikik. “kupikir hatimu dari batu yang
dingin dan bermulut seperti patok di perbatasan. Ternyata bisa juga
jatuh cinta ya?” (Akmal, 2011 : 295)
(53) Arifin melambaikan tangan. Mesin perahu dinyalakan, dan sampan
itu pun bersatu dengan arah arus Sungai Sekayam yang menuju
hilir. Jales melambaikan tangannya dengan rasa lega. Sebagian
besar penyebabnya adalah karena Arifin ternyata sudah tahu bahwa
ia kini sedang mengandung. Bukan perempuan lajang yang bisa
bebas melanjutkan hubungan tanpa adanya komitmen. Kondisi itu
membuat Jales senyum-senyum sendiri sambil menikmati sinar
mentari pagi yang terasa lebih cerah di sungai. (Akmal, 2011 : 296)
(54) “... kalau Jales memikirkan lelaki lain yang bukan Aldo?” (Akmal,
2011 : 301)
(55) “Hoho ... tentu saja. Aku ingin anak ini menendang-nendang
perutku, untuk menyatakan rasa senangnya bisa kembali di sini.
Dan sudah pasti ... dia senang sekali denganmu.” (Akmal, 2011 :
303)
Teknik pelukisan tokoh utama yang digunakan dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung
atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh
Jaleswari teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (1), (2),
(3), (4), (5), (6), (7), (8), (9), (10), (11), (12), (13), (14), (15), dan (16). Teknik
tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (17), dan (18), (19),
(20), (21), (22), (23), (24), (25), (26), (27), (28), (29), (30), (31), (32), (33), (34),
(35), (36), (37), (38), (39), (40), (41), (42), (43), (44), (45), (46), (47), (48), (49),
(50), (51), (52), (53), (54), dan (55).
Berdasarkan kutipan (1) sampai (3) pengarang menggambarkan sosok
jaleswari adalah perempuan cantik yang sedang hamil, dan baru ditinggal untuk
selama-lamanya oleh Aldo selamanya. Kutipan (4) dan (5) menggambarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
bahwa Aldo, suaminya mendadak meninggal tanpa adanya riwayat sakit yang
parah. Kutipan (6) dan (7) menjelaskan bahwa Jales adalah wanita yang sangat
tegas dalam hal apa pun. Kutipan (8) dan (9) menjelaskan bahwa, Jales sangat
tidak menyukai kehamilannya tersebut, beberapa kali dia berbicara akan
menggugurkan kandungannya. Kutipan (10) sampai (12) menjelaskan Jaleswari
peduli terhadap kebersihan dirinya sendiri dan sangat selektif dalam memilih
makanan. Kutipan (13) sampai (15) menggambarkan Jales perempuan mandiri
dan tidak terlalu senang mengandalkan orang lain. Kutipan (16) menggambarkan
Jaleswari sangat berjiwa nasionalisme.
Kutipan (17) sampai (22) menggambarkan bahwa Jaleswari menjadi
pribadi yang sedikit keras kepala semenjak kematian Aldo suaminya. Kutipan (23)
sampai (29) menjelaskan Jales berjiwa nasionalisme digambarkan melalui teknik
dramatik. Kutipan (30) sampai (33) jales peduli terhadap pendidikan hingga
memberi gambaran kepada para orangtua di dusun Ponti Tembawang. Kutipan
(34) sampai (36) menggambarkan Jales memberi semangat kapada Adeus untuk
tetap memberi ilmu kepada anak-anak di Ponti Tembawang.
Kutipan (37) sampai (39) Jaleswari berhasil mengubah pembelajaran
dengan belajar dan bermain di alam terbuka. Kutipan (40) dan (41) Jales berhasil
menyatu dengan alam untuk memahami cara hidup masyarakat dusun ponti
Tembawang. Kutipan (42) sampai (44) Jaleswari merasa peduli terhadap kondisi
Ubuh yang mengalami depresi berat. Kutipan (45) sampai (48) Jales dengan
berani memecahkan masalah Ubuh. Kutipan (49) dan (50) menggambarkan
Jaleswari yang memberikan warna kembali di dusun Ponti tembawang. Kutipan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
(51) hingga (55) menggambarkan bahwa Jaleswari menyukai tentara petugas
perbatasan bernama Arifin.
b. Mama
Tokoh mama yang dimaksud di sini adalah ibu dari Jaleswari. Tokoh
mama tersebut digambarkan sebagi seorang yang sangat peduli terhadap keadaan
anaknya, apalagi dengan keadaanya yang sedang hamil dan menerima tugas ke
Kalimantan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau
ekspositori melalui kutipan berikut.
(56) Jales mendengarkan suara ibunya di ujung sana selama beberapa
saat sebelum menjawab. “Tidak apa-apa, Mama. Tadi memang
sempat muntah ketika baru datang, gabungan antara hamil muda ini
dan jalan rusak yang harus saya tempuh selama enam jam, Ma...
Hmm, Jales tidak tahu apakah bisa menyelesaikan pekerjaan ini
dengan cepat. Mungkin bisa, asal perut ini tidak menyusahkan
saja!” (Akmal, 2011 : 56)
Mama Jaleswari adalah sosok yang sangat perhatian terhadap kondisi
anaknya, ia khawatir terjadi apa-apa terhadap anaknya. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(57) “Iya, iya, Mama gak usah khawatir. Semua vitamin akan Jales
minum, dan susu untuk ibu hamil juga sudah Jales bawa,” katanya
sambil mengubah nada suara menjadi lebih manja. “Mama istirahat
dulu ya, besok Jales telepon lagi. Love you Ma.” (Akmal, 2011 :
57)
Mama Jaleswari merasa khawatir terhadap keseriusannya mengambil
tugas dari kantor untuk ke tanah Borneo, karena dirasa tidak mungkin dengan
keadaannya yang sedang hamil berpergian jauh dengan situasi yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
memungkinkan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau
dramatik melalui kutipan berikut.
(58) “Kamu bukan mau jalan-jalan ke mall, Sayang. Tapi ke kalimantan.
Ini bukan perjalanan pendek. Kamu harus naik pesawat, dan di sana
yang mama dengar kondisi jalannya buruk. Tidak baik bagi
kehamilanmu. Apa kamu mau keguguran?” (Akmal, 2011 : 67 –
68)
(59) “Iya, Mama tahu. Tapi maksud Mama, perjalanan kali ini benar-
benar akan menguras tenaga. Mama kan juga pernah hamil muda,
Les, jadi tahu bagaimana perubahan badan di awal-awal kehamilan
seperti ini. Apalagi kamu mengandung anak pertama. Itu saja yang
mama khawatirkan.” (Akmal, 2011 : 69)
Dengan keadaan Jaleswari yang membuatnya depresi dan keras kepala
membuat mama Jales kewalahan dalam menghadapi argumen demi argumen yang
dilontarkan oleh Jales. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(60) “Ya tidak juga.” Ibunya mulai kuwalahan menghadapi argumentasi
anaknya. “kesedihan yang berlebihan akibat ditinggalkan orang
yang kita cintai juga tidak boleh.” (Akmal, 2011 : 68)
Dalam keadaan anaknya, Jaleswari yang sedang depresi akibat kematian
Aldo suaminya, Mama Jales dengan sabar memberikan semangat kepada anaknya
tersebut agar lebih kuat dalam menghadapi setiap cobaan. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(61) Sang ibu langsung merangkul Jales dan menciumi kepala anaknya
berkali-kali. “Sabar ya, Sayang. Sabar. Yang membuat hatimu was-
was itu adalah pekerjaan setan. Percayalah pada Mama,” Katanya
sambil mengelus perut Jales. “Anak ini yang nanti akan
membuatmu bangga sebagai perempuan, sebagai ibu, Sayang.”
(Akmal, 2011 : 71)
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Batas
antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan
tokoh Mama, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (56)
dan (57). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat
melalui kutipan (58), (59), (60) dan (61).
Berdasarkan kutipan (56) digambarkan bahwa Mama adalah sosok dari Ibu
Jaleswari. Kutipan (57) menjelaskan bahwa mama Jaleswari sangat khawatir
terhadap kondisi anaknya yang sedang hamil. Kutipan (58) dan (59) menjelaskan
bahwa mama Jalewari tidak setuju dengan keputusan Jales yang berani
mengambil tugas ke Kalimantan. Kutipan (60) menjeolaskan bahwa Mama Jales
kewalahan terhadap sikap egois sang anak. Kutipan (61) Mama Jales selalu
memberikan semangat kepada anaknya untuk tetap kuat dan sabar dalam
menghadapi cobaan demi coba.
c. Ubuh
Ubuh merupakan wanita dayak yang masih muda dan mengalami keadaan
yang sangat sulit. Karena ia adalah salah satu dari TKW yang dijual ke Malaysia
tetapi kenyataannya di sana ia dijadikan budak nafsu para samseng dan tauke. Dan
ia masih syok akibat keadaan tersebut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(62) “Saat ini Ubuh masih syok. Hanya Nawara yang bisa bicara
dengannya.” (Akmal, 2011 : 149)
(63) Nawara teringat ketika dia mengajak Ubuh untuk datang beribadat
tadi pagi. “ayo ikut Ibu ke gereja,” katanya. Ubuh hanya
menatapnya dengan pandangan mata kosong, pandangan mata yang
membuat perasaan Nawara teriris-iris, memilukan sekali. Ia yakin,
Ubuh baru saja melalui pengalaman berat, mungkin paling berat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
yang pernah terjadi seumur hidupnya yang masih belia. (Akmal,
2011 : 170)
(64) Melihat kondisi Ubuh, Jales kembali berjingkat mundur ke dalam
kamar, dan merapatkan pintu dengan hanya menyisakan sedikit
celah terbuka. Dengan penasaran, dia memperhatikan Ubuh yang
terlihat seperti patung karena tak melakukan apa-apa. Tiga menit
berlalu, dan tetap tak ada perubahan posisi Ubuh sehingga Jales
mulai mempertimbangkan apakah sebaiknya dia keluar kamar saja
dan menyapa gadis malang itu. (Akmal, 2011 : 172)
Dalam keadaanya yang memilukan, Ubuh mendapatkan luka di
punggungnya akibat ulah para samseng dan tauke negeri seberang. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan
berikut.
(65) Ubuh hanya menggeleng perlahan. Tapi, gerakan itu sudah cukup
membuat kain yang menyelimuti punggungnya merosot sedikit
sehingga setengah punggungnya terlihat. Jales kaget melihat
sebuah luka parut yang menunjukkan bekas goresan terlihat di
punggung gadis itu. (Akmal, 2011 : 248)
Dengan keadaanya yang masih memilukan akhirnya Ubuh memberanikan
diri untuk menceritakan pengalamannya yang buruk yang diperolehnya. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan
berikut.
(66) Malam itu Ubuh menumpahkan semua penderitaan dan gejolak isi
hatinya kepada Jales berjam-jam, sampai dini hari mulai merekah
di atas langit Ponti Tembawang. (Akmal, 2011 : 249)
Kemalangannya dimulai dari pengejarannya di hutan Ponti Tembawang
oleh para samseng dari negeri seberang. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(67) Seorang perempuan dengan wajah berlumuran tetesan keringat
berlari ketakutan sambil sesekali melihat ke belakang. Napasnya
terengah-engah seperti lokomotif kereta yang sedang menempuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
perjalanan mendaki. Beberapa bagian tangan perempuan itu
tergores dahan dan ranting pohon yang membuat aliran samar
darah meruap di permukaan kulitnya yang berkilau karena keringat.
(Akmal, 2011 : 21)
(68) “Urggghh!” desisnya ketika sebatang dahan yang agak besar
menyodok iganya. Air matanyameleleh menahan sakit. Di
belakangnya, derap langkah orang-orang yang mengejar terdengar
semakin dekat, berdeham-deham, membuat perempuan yang
kelelahan itu semakin memaksakan tenaganya yang tinggal sedikit.
Langkahnya terhuyung, berkali-kali dia terpeleset dan mencoba
menyeimbangkan diri. (Akmal, 2011 : 21)
(69) Tangisnya berpadu dengan kuik babi yang terperangkap jebakan
jaring kayu. Namun, perempuan muda sudah tak mendengar jerit
hewan malang itu karena sedang tenggelam dalam ketakutannya
sendiri jika sampai tertangkap oleh samseng orang-orang bayaran
tauke tempatnya bekerja. (Akmal, 2011 : 21)
(70) Terdengar gelombang tawa dari para pengejar di belakangnya.
“Lari nak mane kau, Ubuh!” seru samseng yang berada di depan.
“Bayar dulu utang-utangmu pada tauke kalau nak pulang ke
kampungmu yang busuk.” (Akmal, 2011 : 22)
Dalam pengejaran tersebut, Ubuh tetap berjuang untuk mendapatkan
kembali harga dirinya dengan melawan para samseng tersebut. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut.
(71) “Tidak, aku tak boleh kalah,” desisnya sambil kembali mencoba
mengangkat badannya dengan mengandalkan kekuatan tangan saja,
sedangkan kakinya masih tersimpuh di atas batu yang berkelindan
dengan akar pepohonan. (Akmal, 2011 : 23)
(72) “Cuih!” Ubuh meludah sekuat tenaga ke arah lelaki yang
hidungnya melebar seperti orangutan itu. “Jaubata yang ada di
hutan ini akan melindungiku.” (Akmal, 2011 : 23)
(73) Samseng itu menjerit histeris tak menyelesaikan kalimatnya karena
Ubuh dengan nekat dan mendadak menggeser ke bawah posisi
tubuhnya, sehingga mulutnya sejajar dengan tangan durjana itu dan
langsung menggigitnya sekuat tenaga. Ubuh mencengkeram kuat
tangan itu dan merasakan jari-jari lelaki ituberada di dalam
mulutnya, mengeluarkan cairan asin bercampur amis yang khas.
Darah. (Akmal, 2011 : 24)
(74) Tubuhnya yang jauh lebih besar dan berotot seharusnya membuat
lelaki itu tak kesulitan mengeluarkan tangannya dari mulut Ubuh.
Tetapi Ubuh yang juga sudah gelap mata untuk mempertahankan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
kehormatan mengunci mulutnya dengan kekuatan yang
mengagumkan sehingga jemari jahanam itu sma sekali tak bisa
keluar. Semakin keras samsengitu menarik tangannya, semakin
kuat pula Ubuh membenamkan gigi-geliginya ke dalam daging
tangan itu. Ubuh merasakan mulutnya kini semakin dipenuhi darah.
(Akmal, 2011 : 25)
Ubuh merasa ketakutan karena Jaleswari yang diteror dengan bangkai
musang di kamarnya. Denagn adanya kejadian tersebut, Ubuh berlari ke tengah
hutan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori
melalui kutipan berikut.
(75) Ubuh yang sudah tak memedulikan lagi kondisi tubuhnya semakin
jauh memasuki lebat rimba. Kakinya berulang kali menumbuk akar
kayu atau bebatuan tajam yang susah terlihat di kelam malam.
“Awww ... uhhhh ...” Ubuh berulang kali merintih meski sudah
berusaha menutup mulut agar tak tertangkap para pengejarnya.
(Akmal, 2011 : 266 – 267)
(76) Ubuh tersentak mendengar suara yang tak terlihat orangnya itu.
Suara itu dikenalnya dengan baik! Suara lelaki yang
menyebabkannya mengalami penderitaan fisik dan mental. (Akmal,
2011 : 269)
Ketika dibawa lagi ke rumah Nawara yang ternyata di sana masih terdapat
masyarakat Ponti Tembawang yang menginginkan Ubuh dan Jaleswari pergi dari
dusun tersebut, Ubuh melihat sosok Otiq dan saat itulah Ubuh langsung
memberitahu bahwa Otiq penyebab dirinya mengalami kemalangan tersebut. Hal
ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut.
(77) “Itu orangnya! Itu orangnya!” tunjuk Ubuh histeris ketika melihat
Otiq. “Orang jahat!” lanjutnya sebelum tangisnya pecah. Jales
memeluk Ubuh, mencoba menenangkannya. “Ayo kita masuk ke
dalam,” katanya. (Akmal, 2011 : 276)
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Batas
antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan
tokoh Ubuh, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (62)
hingga (66). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat
dilihat melalui kutipan (67), (68), (69), (70), (71), (72), (73), (74), dan (75).
Berdasarkan kutipan (62) hingga (64) digambarkan bahwa Ubuh masih
syok terhadap keadaan yang menimpanya. Kutipan (65) menggambarkan bahwa
Ubuh mengalami sebuah luka di bagian lengan atasnya akibat ulah para samseng
dan tauke negeri Malaysia. Kutipan (67) hingga (70) menggambarkan pengejaran
Ubuh di dalam hutan Ponti Tembawang oleh para samseng. Kutipan (71) hingga
(72) menggambarkan bahwa Ubuh tidak putus asa begitu saja, dia dengan sekuat
tenaga melawan samseng tersebut. Kutipan (75) sampai (77) menggambarkan
bahwa Ubuh berlari ketakutan akibat Jaleswari yang diteror menggunakan
bangkai musang.
d. Arifin
Tokoh tambahan yang ke tiga adalah Arifin. Arifin adalah seorang TNI
yang bertugas di daerah perbatasan Kalimantan. Dia sering sekali mengunjungi
dusun-dusun terpencil di kawasan Indonesia. Arifinlah yang pertama kali
menyelamatkan Ubuh dari kejaran samseng-samseng negeri seberang tersebut.
Hal ini dapat dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositoris, melalui
kutipan berikut.
(78) Di depan para samsengitu berdiri Arifin dengan wajah tegas,
dikelilingi beberapa anggota TNI dengan sikap tak kalah siaga.
(Akmal, 2011 : 27)
(79) “Kalian sudah memasuki wilayah Indonesia . selamat datang,” kata
Arifin dingin tanpa bermaksud melucu. Tubuh jangkungnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
menjulang. “Di sini yang berlaku adalah hukum Indonesia,”
katanya pelan namun terdengar seperti puting beliung di telinga
para samseng. Sebab segila-gila samseng, mereka tahu urusan
menyeberangi border tanpa izin bisa menjadi perkara serius yang
berakhir di penjara. (Akmal, 2011 : 27)
(80) Arifin maju mendekati tubuh Ubuh yang tergeletak. “Kalau begitu
jelaskan kepada saya dan bapak-bapak tentara di belakang ini,”
lanjut Arifin masih dengan suara perlahan, “Mengapa jika kalian
mengajaknya bicara lemah lembut, puan ini sampai pingsan tak
sadarkan diri?” tanya Arifin sambil menekankan kata puan yang
merupakan sebutan penghormatan untuk perempuan di Malaysia
sebagai padanan tuan untuk lelaki. (Akmal, 2011 : 28)
Dengan pekerjaanya sebagai TNI di kawasan perbatasan dan melihat
kondisi Ubuh yang malang tersebut Arifin sangat peduli terhadap Ubuh, dia
membantu Ubuh dan meminta Panglima Adayak untuk menyembuhkan Ubuh
dari kemalangan tersebut. hal ini dapat dibuktikan dengan teknik tidak langsung
atau dramatik melalui kutipan berikut ini.
(81) Arifin maju mendekati Ubuh yang masih tergeletak tak sadar. Dia
memegang pergelangan tangan perempuan itu selama beberapa
saat. Wajah Arifin terlihat datar, tak menunjukkan rasa cemas atau
pun senang. Namun beberapa saat kemudian Arifin memindahkan
tangannya ke leher Ubuh, mencoba mencari detak urat lehernya.
(Akmal, 2011 : 28)
(82) “Bisakah Panglima membawa perempuan malang ini ke desa,
paling tidak agar dia siuman dulu?” ujar Arifin. (Akmal, 2011 : 30)
Sebagai seorang TNI Arifin juga mempunyai jiwa nasionalisme yang
tinggi terbukti saat dia sangat peduli dengan pendidikan para anak-anak di dusun
Ponti Tembawang serta keprihatinannya terhadap masyarakat yang tidak bisa
measang bendera merah putih. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini.
(83) “Kadang-kadang aku berpikir kasian juga Adeus dengan jumlah
murid yang sedikit itu. Padahal dia juga harus hidup.” (Akmal,
2011 : 209)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
(84) “Selain itu, cara pandang warga tentangpentingnya arti pendidikan
juga masih harus diperkuat. Jangankan bagi anak-anak, kamu
mungkin tak percaya kalau saya ceritakan bahwa pada saat awal
kedatangan saya ke desa-desa border ini, mereka tak tahu
bagaimana cara memasang bendera Merah Putih, dan kapan saja
waktu pemasangan itu.” (Akmal, 2011 : 210)
Dengan adanya Jaleswari di desa Ponti Tembawang membuat Arifin
menyukai wanita tersebut, terbukti bahwa Arifin mengajak Jaleswari makan
berdua saja di tepi sungai. Hal ini digambarkan melalui teknik tak langsung atau
dramatik melalui kutipan berikut ini.
(85) Setengah jam kemudian Arifin dan Jaleswari sudah berada di
sebuah hampir pasir sungai yang berbeda dengan dermaga Ponti
Tembawang. “Pantai” ini tak terlalu besar, tapi cukup leluasa untuk
membakar ikan sungai Sekayam dengan cekatan. (Akmal, 2011 :
234)
(86) “Sengaja,” Arifin mengembangkan senyumnya. Lalu suaranya
dibuat lirih terdengar jahil. “Supaya Adeus jealous ....” (Akmal,
2011 : 293)
(87) “Intel juga manusia. Punya rasa, punya hati ...” Arifin
menyenandungkan irama lagu Rocker Juga Manusiayang
dipopulerkan band cadas Seurieus. (Akmal, 2011 : 295)
(88) “Tentu, Jaleswari.” Wajah Arifin terlihat sangat senang. Kali ini
waktuku sepenuhnya untukmu.
(89) “Baiklah. Aku akan segera robohkan batas-batas itu bagimu.”
(Akmal, 2011 : 303)
Teknik pelukisan tokoh tambahan yang digunakan dalam novel Batas
antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik
langsung atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan
tokoh Arifin, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (76),
(78), dan (79). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat
dilihat melalui kutipan (80), (81), (82), (83), dan (84), (85), (86), (87), (88), (89).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Berdasarkan kutipan (76) sampai (79) menggambarkan bahwa, tokoh
Arifin adalah seorang TNI yang bertugas di perbatasan Kalimantan. Kutipan (80),
(81), dan (82) menjelaskan bahwa Arifin peduli terhadap keadaan di border
termasuk masalah yang menimpa Ubuh. Kutipan (83) dan (84) menggambarkan
bahwa Arifin merupakan tokoh yang berjiwa nasionalisme tinggi. Kutipan (85)
hingga (89) menggambarkan bahwa, Arifin menyukai Jaleswari.
e. Panglima Adayak
Tokoh Panglima Adayak adalah orang penting dan sekaligus sebagai
tetua di dusun Ponti Tembawang. Panglima digambarkan memiliki badan yang
tegap dan mempunyai kumis yang sangat tebal. Hal ini dibuktikan dengan teknik
langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut ini.
(90) Baru saja Pagau menyelesaikan kata-katanya, sesosok tinggi besar
dengan kumisnya yang selebat hutan Kalimantan berjalan gagah
sambil memanggul seorang perempuan di pundaknya. (Akmal,
2011 : 42)
Panglima Adayak merupakan suami dari Nawara tokoh yang diminta
Adayak untuk merawat Ubuh hingga sembuh. Hal ini dibuktikan dengan teknik
langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(91) Adayak tak lagi berusahaq memanggil mantan istrinya. Dia terdiam
menyaksikan badan Nawara menghilang ditelan malam. Adayak
menghembuskan napas panjang, lalu menengadahkan kepalanya
menatap cahaya redup rembulan. (Akmal, 2011 : 55)
Selain gagah Panglima Adayak juga mempunyai aura kharismatis yang
membuatnya semakin dikagumi dan dihormati oleh warga di dusun Ponti
Tembawang. Hal ini dapat di jelaskan melalui teknik langsung atau ekspositori
melalui kutipan berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
(92) Begitu memasuki rumah Panglima Adayak, Jales merasakan
adanya semacam aura karismatis yang kuat dari tempat itu.
Perubahan cahaya dari terang di luar menjadi agak redup di dalam
membuat Jales mengalami kesulitan adaptasi sesaat untuk
memperhatikan kondisi di dalam ruangan, termasuk Panglima
Adayak yang sudah duduk di salah satu bangku. (Akmal, 2011 :
126)
(93) “Yang sembunyi di balik pohon, tolong keluar!”
Suara itu terdengar sangat karismatisdan bermagnet sehingga
membuat Jales tersudut oleh dua pilihan: antara keinginan untuk
semakin bersembunyi atau di balik pohon besar, atau
menampakkan diri diri di hadapan Adayak. (Akmal, 2011 : 198)
Selain sebagai orang terpenting di Dusun Ponti Tembawang, Panglima
Adayak merupakan kakek daripada Borneo. Ibu Borneo telah meninggal saat
setelah melahirkan Borneo hal ini juga yang membuat Panglima Adayak dan
Nawara berpisah. Hal ini dijelaskan dengan teknik langsung atau ekspositori
melalui kutipan berikut.
(94) Adeus merendahkan nada suaranya, dan menoleh ke kiri-kanan
seakan-akan takut ada yang mendengarkan. “Dan kakek Borneo
adalah Panglima Adayak!” (Akmal, 2011 : 185)
(95) “Anak Nawara dan Panglima adalah ibu Borneo, yang meninggal
saat melahirkan.” (Akmal, 2011 : 185)
(96) “Setelah kematian ibu Borneo itu keduanya berkali-kali terlibat
pertengkaran hebat, saling menyalahkan, sampai akhirnya
berpisah.” (Akmal, 2011 : 185)
Panglima Adayak mempunyai peranan penting di Dusun Ponti
Tembawang sebagai tetua, termasuk dalam memberikan petuah-petuah bagi siapa
pun yang hidup di dusun tersebut. dalam hal ini Jaleswari yang akan tinggal
beberapa hari di dusun itu pun oleh Panglima diberi petuah untuk memahami dan
mengerti kebiasaan masyarakat di Ponti Tembawang, agar bisa diterima oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
masyarakat setempat. Hal tersebut digambarkan melalui teknik tidak langsung
atau dramatik melalui kutipan berikut ini.
(97) “Kamu tidak akan diterima oleh masyarakat di sini jika kamu tidak
lebih dulu belajar untuk mengerti dan memahami kehidupan kami,”
jawab Panglima tanpa tedeng aling-aling. (Akmal, 2011 : 199)
(98) “Mandilah bersama mereka,” Panglima Adayak menunjukkan jari
tangannya ke sebuah arah. “Di sungai! Kamu tahu kenapa?”
(Akmal, 2011 : 199)
(99) “Dan kau, Bu Jales,” Panglima kembali menghunus sorot belatinya.
“Kalau kau tak sanggup menyerap kekuatan dari sungai yang
menjadi sumber kehidupan kami selama ini, aku anjurkan
sebaiknya pulang ke Jakarta saja. Secepatnya!” katanya sambil
kembali membalikkan tubuhnya, menghadap sesajen. (Akmal,
2011 : 200)
Sebagai pemimpin Dusun Ponti Tembawang, maka Panglima Adayak juga
mempunyai sifat yang peduli terhadap keadaan yang menimpa masyarakatnya,
bukan saja Ubuh, Jaleswari pun mendapat perhatian juga dari Panglima Adayak.
Hal tersebut digambarkan melalui teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut ini.
(100) “Kalau begitu, anak di dalam perut Ibu itu butuh makan,” ujar
Panglima sambil menunjuk ke arah perut jales, “Meskipun Ibu
sendiri mungkin merasa tidak perlu.” (Akmal, 2011 : 131)
(101) “Ini aku bawakan obat untuk Ubuh. Rebuskan ramuan akar hutan
ini, minumkan airnya, dan ajak dia bicara. Ceritakan dongeng indah
yang kamu ingat tentang kehebatan masyarakat Dayak.” (Akmal,
2011 : 220)
Sebagai tetua dan pimpinan di dusun Ponti Tembawang, Panglima
Adayak sering mengadakan ritual khusus untuk suatu hal demi mendapatkan
perlindungan nenek moyang. Hal ini digambarkan melalui teknik tidak langsung
atau dramatik melalui kutipan berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
(102) Panglima Adayak menaruh beberapa sesajen di dekat kumpulan
sabut kelapa yang dibakar dibawah sebuah pohon besar. Dengan
khidmat Panglima Adayak melakukan ritual itu sehingga seperti tak
menyadari Jaleswari dan Adeus melintas di dekatnya. (Akmal,
2011 : 197)
Selain sebagai panutan masyarakat Ponti Tembawang, Panglima Adayak
juga mempunyai tanggung jawab besar akan kjeadaan yang menimpa siapa pun
yang berada di dusun tersebut. seperti saat Jaleswari berada dalam ketakutan
karena diteror oleh bangkai binatang, Panglima pun marah dan segera mencari
pelakunya. Hal tersebut digambarkan melalui teknik tidak langsung atau dramatik
melalui kutipan berikut ini.
(103) Dari kejauhan Panglima Adayak berjalan dengan wajah penuh
kemarahan, seakan-akan seluruh badai, topan, dan petir, yang
pernah menyambar di langit Ponti Tembawang menyatu di
wajahnya. Orang-orang memberi jalan ketika dia semakin
mendekat. Panglima memperhatikan setiap orang yang dilewatinya,
seperti ingin merekam wajah mereka satu per satu, dan mencari
mana ekspresi yang paling mencurigakan. (Akmal, 2011 : 265)
(104) Mata tajam adayak membuat Otiq merasa tidak nyaman di
tempatnya. Meskipun bukan tangannya sendiri yang meletakkan
bangkai musang itu di tempat tidur, tetapi dia merasakan tatapan itu
bisa menembus sampai ke inti jantungnya dan mengelupas
kebenaran yang disembunyikan sekecil apa pun di sana. (Akmal,
2011 : 265)
(105) “Otiq!” suara menggelegar Panglima Adayak membuat tangan Otiq
yang sudah teracung membeku di udara. “Adeus itu guru. Satu-
satunya guru di dusun ini. Dia yang akan mengajarkan anak-anak
di sini. Kalau kau butuh bertarung, majulah sini,” katanya sambil
menghunus mandau. Warga yang tadinya membentuk lingkaran
besar langsung memecat dan kembali berkumpul berkelompok di
belakang Adayak. (Akmal, 2011 : 276)
(106) “Jatuhkan mandaumu sekarang juga, Otiq!” bentak Adayak. “Atau
kalau tidak kepalamu akan diarak ke seluruh kampung border.”
(Akmal, 2011:276)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung
atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan
tokohPAnglima Adayak, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui
kutipan (90),(91), (92), (93), (94), (95), dan (96). Sedangkan teknik penulisan
tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (96), (97), (98), (99),
(100), (101), (102), (103), (104), (105), dan (106).
Berdasarkan kutipan (90) menjelaskan bahwa Panglima Adayak
mempunyai tubuh yang tegap dan gagah serta mempunyai kumis yang tebal.
Kutipan (91) menjelaskan bahwa Panglima Adayak mempunyai istri bernama
Nawara. Kutipan (92) dan (93) menjelaskan bahwa Panglima Adayak mempunyai
karismatis. Kutipan (94) hingga (96) Panglima merupakan kakek dari Borneo.
(97) hingga (99) Panglima Adayak peduli dengan keadaan yang sedang menimpa
masyarakat dusun Ponti Tembawang. Kutipan (100) dan (101) menggambarkan
bahwa Panglima Adayak peduli terhadap Jaleswari. Kutipan (102) masih
mempercayai adanya roh nenek moyang dan mengadakan ritual untuk meminta
perlindungan. Kutipan (103) hingga (106) Panglima Adayak sebagi pelindung
bagi masyarakat yang benar dan melawan yang bersalah.
f. Nawara
Tokoh Nawara yang dimaksud di sini adalah istri dari Panglima Adayak.
Tokoh Nawara digambarkan sebagai tokoh yang telah berpisah dari suaminya
karena anaknya yang telah meninggal. Dan kini perannya selain sebagai nenek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
juga menjadi seorang ibu bagi Borneo. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
(107) Nawara menghela napas panjang, seolah sedang melepaskan beban
yang bertahun-bertahun tak pernah hilang dari dadanya. “Iya,
sampai kau berubah setelah anak kita meninggal.” (Akmal, 2011 :
55)
(108) Dari arah gereja, Nawara yang sudah mendekati warung terlihat
oleh Pagau. Lelaki itu langsung menjerit seperti anak kecil.
“Nawara, kau ajari dulu anakmu itu sopan-santun,” katanya sambil
menunjuk ke arah Borneo. (Akmal, 2011 : 176)
(109) “Begitulah,” ujar Adeus. Tiba-tiba dia berhenti dan menatap Jales.
“Ibu Jales tahu bahwa Borneo itu cucu Nawara.” (Akmal, 2011 :
184)
Nawara digambarkan sebagai tokoh yang sangat baik, karena selain mau
merawat Ubuh yang sedang sakit juga menampung Jales. Dan hal tersebut
membuatnya disanjung oleh pendeta, bahwa Nawara adalah orang yang sangat
baik dan mulia. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau
ekspositori melalui kutipan berikut.
(110) “Terpujilah sikapmu, Nawara.” (Akmal, 2011 : 174)
(111) “Halleluya. Baik sekali sikapmu Nawara.” (Akmal, 2011 : 174)
(112) “Ibu Nawara memang luar biasa,” sahut Jales. “Sudah sibuk
mengurus Ubuh, sekarang mendapat kerepotan lagi karena saya
ikut menginap.” (Akmal, 2011 : 211)
Selama Jaleswari berada di dusun Ponti Tembawang, Nawara menganggap
Jales sudah seperti anaknya sendiri. Hal tersebut digambarkan dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(113) “Anakku, Jales,” Nawara yang tak sanggup menanggung
kesedihannya langsung berdiri memeluknya. “Peristiwa ini bukan
salahmu, kenapa harus pergi sekarang?” (Akmal, 2011 : 284)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
(114) Tangis Nawara bobol sehingga untuk beberapa lama keduannya
hanya saling berpelukan. Nawara berusaha mengendalikan
emosinya, dan menyeka air mata di wajahnya. “Tak ada yang bisa
mencegahy langkah kakimu, Nak,”. Isak Nawara. “Kemana pun
kau akan pergi, kamu selalu di hatiku.” (Akmal, 2011 : 284)
Saat Ubuh ditemukan dan dibawa ke dusun Ponti Tembawang oleh
Panglima Adayak, Nawara dengan tangan terbuka mau menerima Ubuh dan
berjanji akan merawatnya hingga sembuh. Hal ini digambarkan dengan teknik
tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini.
(115) Adayak masuk ke rumah Nawara dan membaringkan gadis itu
dengan hati-hati. Nawara yang sudah menyiapkan air hangatsegera
menyeka seluruh tubuh Ubuh secara hati-hati. “Kasihan sekali,”
katanya saat membersihkan kaki gadis itu yang menyisakan darah
kering berwarna merah kecokelatan. Nawara lalu melihat Adayak.
“Ini bukan pekerjaan para samseng biadab itu, kan?” (Akmal, 2011
: 45)
(116) “Baik, Panglima. Akan saya usahakan sebisa saya untuk
menyembuhkannya.” (Akmal, 2011 : 46)
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung
atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh
Nawara, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (107),
(108), (109), (110), (111), (112), dan (113). Sedangkan teknik penulisan tidak
langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (114), (115), dan (116).
Berdasarkan kutipan (107) hingga (109) dijelaskan bahwa Nawara
merupakan mantan istri dari Panglima Adayak dan merupakan nenek dari Borneo.
Kutipan (110) hingga (112) menjelaskan bahwa Nawara sangat baik karena mau
merawat Ubuh yang sedang depresi berat. (113) dan (114) menjelaskan bahwa
Nawara menganggap Jaleswari sebagai anaknya sendiri. Kutipan (115) dan (116)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
menggambarkan bahwa Nawara dengan sedia membantu Ubuh hingga Ubuh
sembuh dari depresinya.
g. Borneo
Borneo merupakan tokoh anak lelaki Nawaran dan Panglima Adayak yang
berumur 10 tahun. Borneo digambarkan sebagai anak kecil yang sangat nakal. Hal
ini dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut ini.
(117) Dada perempuan tua yang tak berbaju atas itu kembang kempis
menahan amarah. “Berhenti, anak nalak! Atau kulaporkan pada
ayahmu supaya kau dipukulnya nanti,” jeritnya sambil
merendahkan posisi tongkat kayu yang dipegangnya agar sejajar
dengan pinggang bocah itu. (Akmal, 2011 : 13)
(118) Anak lelaki berusia sepuluh tahun itu berlari lebih cepat daripada
gerakan lamban seorang nenek. Ekspresi kemarahan yang meletus
di wajah perempuan itu tak bisa menghentikan langkah borneo
yang lincah. (Akmal, 2011 : 13)
Dusun Ponti Tembawang merupakan daerah pemelihara babi. Borneo
termasuk menjadi salah satu pemelihara babi. Dia memiliki 5 ekor babi yang
masih kecil. Kelima babi tersebut memiliki nama layaknya hewan peliharaan yaitu
Jakarta, Lady Gaga, Kapuas, Border, dan Justin Bieber. Hal ini dibuktikan dengan
teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut ini
(119) “Selamat siang, pak Adeus,” sapa anak yang menggendong seekor
babi itu kepada Adeus. (Akmal, 2011 : 133)
(120) Di ruang depan, Nawara sedang bersama Adeus dan Jales.
Sementara itu, Borneo yang berada di luar rumah menampakkan
wajah tidak sabar, ingin segera mengajak Jales melihat babi-babi
miliknya. “Ayo Ibu ... kita lihat babi,” katanya dengan ekspresi
yang membuat Jales tersenyum. (Akmal, 2011 : 147)
(121) “Tapi Ibu Jales masih mau lihat Lady Gaga, Kapuas, Border, dan
Justin Bieber, kan?” katanya dengan merajuk. (Akmal, 2011 : 151)
(122) Tak ada kata lain yang lebihy menggembirakan bagi Borneo selain
mendengar kata „babi‟ diucapkan. Baginya, mendengar kata itu
adalah seperti anak-anak kota mendengarkan kata „es krim‟.
(Akmal, 2011 : 255)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Borneo juga merupakan murid SD yang sedang diselidiki oleh Jaleswari.
Borneo seharusnya sudah naik ke kelas 3, tetapi karena sistem pengajaran yang
terjadi di SD tersebut membuat Borneo harus tinggal kelas dengan alasan yang
tidak jelas. Hal ini dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui
kutipan berikut ini.
(123) “Seharusnya kelas 3 SD,” jawab Borneo. (Akmal, 2011 : 160)
(124) Borneo menggeleng. “Belajarnya nggak jelas Bu, Pak Adeus Cuma
sendirian, dan sering tidak ada di sekolah,” Borneo mendekati pintu
tempat Jales berdiri. “Aku mau nyalakan lampu dulu ya, Bu.”
(Akmal, 2011 : 161)
Ponri Tembawang merupakan daerah yang kental dengan kiebiasaan
berburu. Putra Dayak di dusun tersebut dari kecil diharuskan untuk sudah bisa
berburu, termasuk Borneo. Borneo sangat gemar sekali berburu. Hal ini
dibuktikan dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut
ini.
(125) “Maaf, Neekk ...,” jawab Borneo sambil menolehkan wajahnya dari
jauh. “Aku Borneo Panglima Adayak sedang berburu babi untuk
makan wargaku,” katanya sambil menggerak-gerakkan tombak
kayu kecil di tangan kanannya. (Akmal, 2011 : 14)
(126) Di belakang Borneo, beberapa anak lelaki mengikutinya berlari
sambil mengacung-acungkan “senjata” perburuan mereka masing-
masing, mulai dari mandau kecil, tombak berujung tumpul, sumpit,
sampai dengan perisai. (Akmal, 2011 : 14)
(127) Di satu tempat dengan kumbangan lumpur yang banyak babi
sedang berleha-leha, dari mengendus-endus makanan di sekitar itu
sampai merendam mendinginkan tubuh, Borneo langsung
mengambil peran sebagai pemimpin pemburu. Dia berjalan
mengendap-endap diikuti kawan-kawannya dengan Jales berada di
barisan paling belakang. (Akmal, 2011 : 222)
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Borneo,
teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (117), (118), (119),
(120), (121), (122), (123) dan (124). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung
atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan (125), (126), dan (127).
Berdasarkan kutipan (117) dan (1188) dijelaskan bahwa Borneo
merupakan anak kecil berumur 10 tahun dan dalam usianya yang masih kecil
Borneo juga digambarkan sebagai anak yang nakal. Kutipan (119) hingga (122)
menjelaskan bahwa Borneo sangat menyukai babi, dan dia mempunyai 5 ekor
babi yang diberinya nama Jakarta, Lady Gaga, Justin Bieber, Kapuas, dan Border.
(123) dan (124) menjelaskan bahwa Borneo termasuk salah satu murid di SD yang
sedang diselidiki oleh Jaleswari. Kutipan (125) hingga (127) menggambarkan
bahwa Borneo suka sekali berburu.
h. Otiq
Tokoh Otiq di dalam novel ini adalah seorang lelaki dewasa yang
mempunyai sebuah warung di dusun Ponti Tembawang. Warung tersebut menjadi
satu-satunya warung yang menyediakan semua kebutuhan warga dusun tersebut.
Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui
kutipan berikut.
(128) Di satu sudut lain dari Ponti Tembawang terdapat sebuah warung
yang cukup besar. Meski berada di wilayah Indonesia, barang-
barang dagangan di sana tak seluruhnya produk dalam negeri.
Beberapa di antaranyamalah merupakan produk Malaysia, seperti
sebotol kecil air mineral seharga Rp 3.000, satu bir kaleng seharga
Rp 10.000, dan sebotol besar wiski seharga Rp25.000. otiq si
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
pemilik warung sedang duduk bersama dua orang lelaki. (Akmal,
2011 : 37)
(129) Pagau tahu sudah saatnya dia membebaskan otiq, yang bisa
dianggap sebagai bosnya, dari keleweran Gale dalam melepaskan
hasil ladangnya. Maka Pagau berdeham keras, menandakan ingin
bicara. “Sudahlah, terima saja Gale. Dimana lagi ada orang sebaik
Otiq yang bisa kau temukan di sini dan dusun-dusun sekitar? Coba
lihat isi warungnya ini, apa isinya yang tak ada? Semua diusahakan
Otiq agar kita mudah mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari.
Coba kau Gale, kau sering ke dusun-dusun lain. Katakan padaku,
adakah warung atau orang lain yang sebaik Otiq dalam memikirkan
kebutuhan warga?” (Akmalo, 2011 : 41)
(130) Warung Lakak terlihat sibuk melayani pembeli. Ibu-ibu sedang
berbelanja barang kebutuhan pokok yang berjejal pada dinding
warung. Pagau masuk sambil menggotong barang-barang dagangan
dalam karung yang baru dibelinya. Dia kemudian merapikan
barang-barangh itu. Para ibu yang sudah berbelanja satu per satu
meninggalkan warung Lakak sehingga hanya meninggalakan
mereka berdua. Begitu pembeli terakhir meninggalkan warung,
Lakak langsung menegur Pagau. “Ada perkembangan apa?” tanya
pendek. (Akmal, 2011 : 142)
(131) “Tetapi warungnya sangat memudahkan keperluan kami di sini,
ketimbang harus ke Etikong apalagi ke Pontianak. Dan Otiq juga
bersedia menerima hasil panen para peladang untuk dia jual lagi.”
(Akmal, 2011 : 184)
Otiq juga digambarkan sebagai lelaki licik yang suka menjualm para gadis
dari dusun-dusun ke negara seberang yaitu Malaysia. Ubuh termasuk gadis yang
berhasil dijual kepada tauke-tauke di Malaysia, tetapi ia dapat melarikan diri dan
kembali ke Indonesia, dan saat mengetahui Ubuh berhasil lolos, Otiq berusaha
membunuhnya agar kelakuan buruknya tidak tercium oleh orang lain. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan
berikut.
(132) “Aku yang tanya bagaimana caranya?” Otiq terdengar gusar
dengan usulan Pagau yang tidak jelas. “Kau ingin membunuh Ubuh
celaka di sini, sama saja artinya kau menantang Adayak, Bodoh!”
suara Otiq menggelegar membuat serangga-serangga malam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
memberhentikan sejenak nyanyian mereka. “Pikirkan cara lain!”
katanya. (Akmal, 2011 : 54)
(133) Namun, begitu Adeus dan Jales sudah berjalan, ekspresi wajah Otiq
berubah geram. Begitu mereka berbelok di ujung jalan, Otiq segera
memberikan isyarat kepada salah seorang lelaki yang sejak awal
berdiri agak jauh di depan warung untuk mendekat. (Akmal, 2011 :
183)
Berikut adalah bukti bahwa Otik adalah penyalur tenaga kerja wanita yang
tidak sah. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau
dramatik melalui kutipan berikut.
(134) “Ubuh bekerja sebagai TKW,” jawab Otiq pendek. Hatinya
mendadak dongkol terhadap Gale sehingga mengeraskan suaranya
sebagai pembenaran. “Dia sendiri yang minta dibantu.” (Akmal,
2011 : 43)
(135) “jangan cuman baik, Lakak. Kau harus pasti mengenai orang ini.
Keadaan ini harus tetap dalam kendali kita. Saya tak mau kalau
bisnis mengirimkan para pekerja ke tauke Malaysia ini menjadi
terganggu.” (Akmal, 2011 : 146)
(136) Jauh dari Ponti Tembawang, di suatu daerah yang lebih ramai, Otiq
dan Pagau sedang berada di dalam sebuah rumah penampungan
tenaga kerja. Tiga orang perempuan sederhana seperti Ubuh sedang
mengobrolsesama mereka di satu bagian rumah yang cukup besar
itu. Pemilik rumah, Herlam, menyerahkan tiga dokumen kepada
Otiq sambil menunjuk ke arah perempuan itu. (Akmal, 2011 : 194)
Otiq juga digambarkan sebagai lelaki yang jahat, suka mengancam,
memukul siapa saja yang berani melawan dan menantangnya. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan teknik tak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(137) Otiq berjalan menuju jendela dan melihat ke arah bulan yang hanya
terlihat separuh. “Para tauke di sana akan marah kepadaku. Bisa-
bisa mereka meminta ganri rugi atas uang yang sudah mereka
keluarkan. Bangsat!”Otiq terus mengeluarkan sumpah serapah.
“Mengapa anak bodoh itu berani mempertaruhkan nyawanya
melarikan diri dari para samseng?” katanya geram. (Akmal, 2011 :
53)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
(138) “Apa hubungannya Adeus dan tamunya dengan soal Ubuh?”
Temperamen Lakak yang mudah naik langsung terdengar dari nada
suaranya. “Kau jangan main-main, Pagau! Biar Adeus punya
seratus tamu dari Jakarta, itu tak berarti apa-apa buat kita.” (Akmal,
2011 : 143)
(139) “Kalau sampai bisnisku ini hancur, akan kukirim para pengeyau
untuk mengejarmu sampai ke ujung dunia Pagau! Aku tidak main-
main!” (Akmal, 2011 : 146)
(140) “Jangan beres-beres saja,” Otiq masih mengahardiknya. “Masih
ada satu hal lagi yang harus kau ketahui dan kau jalankan.”
(Akmal, 2011 : 259)
(141) “Kalau kau gagal ...” Otiq memeragakan gerakan memancung
kepala di tengah-tengah leher. “Jangan sekali-kali kau berpikir bisa
menyebut namaku.” (Akmal, 2011 : 295)
(142) “Siapa yang punya ide meletakkan bangkai musang itu?” tanya
Otiq melototi Barinas dan Manawar. Keduanya langsung menunjuk
Pagau. Tangan Otiq kembali melayang ke bagian kepala belakang
Pagau. Tetapi, kali ini lelaki itu berusaha menahan rasa nyeri di
kepalanya tanpa mengeluh sedikit pun. Pipinya menggembung
menahan sakit. (Akmal, 2011 : 263)
Adanya Jaleswari di dusun Ponti Tembawang membuat Otiq merasa
waspada terhadap perempuan tersebut. Otiq menyuruh beberapa anak buahnya
untuk mengusir Jaleswari dan Ubuh dari rumah Nawara, agar semua rahasia
besarnya tidak tercium oleh orang. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik
tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(143) “Kau harus bisa membuatnya meninggalkan dusun ini nanti malam.
Besok pagi, sudah tak ada lagi Jaleswari di sini. Mengerti?”
(Akmal, 2011 : 259)
(144) “Apa saja itu maksudnya apa saja yang membuat perempuan-
perempuan sialan tersebut pergi dengan cepat dari dusun ini tanpa
melibatkan warga!” Otiq kembali menampar kepala Pagau yang
membuat lelaki itu kembali menjerit tertahan. (Akmal, 2011 : 262)
(145) “Dasar Pagau bodoh,” rutuk Otiq di dalam hati melihat keriuhan
itu. “Sekarang bukan hanya Nawara yang menjaga dua perempuan
sialan itu, tapi banyak orang.” (Akmal, 2011 : 266)
Otiq dengan sengaja memfitnah keberadaan Jaleswari dan Ubuh membawa
malapetaka bagi warga Ponti Tembawang. Otiq melakukan berbagai cara untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
memfitnah dua wanita tersebut. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik
tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(146) “Jangan cepat senang,” sambar Otiq. “Kau pastikan agar Natun
juga meyakinkan kawan-kawannya bahwa penyebab kesialan ini
adalah orang-orang yang tinggal di rumah Nawara. Orang-orang
yang membuat bisnis kita terhambat sekarang ini.” (Akmal, 2011 :
239)
(147) “Apa aku bilang,” sambar Otiq. “Kalian masih juga ragu kalaun
kedatangan perempuan-perempuan di rumah Nawara itu membawa
kutukan? Coba pikir, sebelum ini dusun kita selalu tenang. Tapi,
sejak mereka datang ada saja masalah.” (Akmal, 2011 : 272)
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung
atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Otiq,
teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (128), (129), (130),
(131), (132), dan (133). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik
dapat dilihat melalui kutipan (134), (135), (136), (137), (138), (139), (140), (141),
(142), (143), (144), (145), (146), dan (147).
Berdasarkan kutipan (128) hingga (131) dijelaskan bahwa Otiq adalah
pemilik warung di dusun Ponti Tembawang. Kutipan (132) hingga (136)
menjelaskan bahwa Otiq merupakan penyalur tenaga kerja ke negara Malaysia.
Kutipan (137) hingga (142) menjelaskan bahwa Otiq sangat licik dan jahat.
Kutipan (143) hingga (145) menggambarkan bahwa Otiq sangat menginginkan
Jaleswari dan Ubuh diusir dari dusun Ponti Tembawang agar rahasia besarnya
tidak diketahui oleh orang lain. Kutipan (146) dan (147) menggambarkan bahwa
Otiq berani memfitnah Ubuh dan Jaleswari agar diusir dari dusun tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
i. Pagau
Pagau digambarkan sebagai lelaki dewasa yang bekerja kepada Otiq sang
pemilik warung di dusun Ponti Tembawang. Pagau juga ikut membantu Otiq
dalam menjual para wanita ke negara Malaysia. Pengarang juga menggambarkan
bahwa tokoh Pagau memiliki watak yang licik, suka merayu wanita, dan bodoh.
Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui
kutipan berikut.
(148) “Juga menjual warga dusunmu sendiri ke tauke-tauke culas di
sana,” kata Teo mulai emosional. (Akmal, 2011 : 156)
(149) “Kalau kenyataannya memang begitu, itu bukan merayu Pagau,”
Nawara juga tak kalah ngotot. “Yang merayu itu kalau omong
kosong tak ada bukti seperti kebiasaan kau,” katanya yang
membuat Pagau kali ini mati kutu. (Akmal, 2011 : 177)
(150) “Baik bos,” jawab Pagau. Senyum liciknya terkembang. Satu dari
tiga perempuan itu cukup manis. Satu lainnya, meski wajahnya
biasa-biasa saja, dia mempunyai bentuk badan yang membuat
jantung Pagau berdetak lebih cepat setiap kali melihatnya. Dan
kini, ketika Otiq dan Herlam meninggalkan ruangan ini, dia bisa
memilih ingin lebih dekat pada yang mana: si manis atau si seksi?
(Akmal, 2011 : 195)
(151) “Rasanya tidak mungkin. Pagau memang bisa nekad, tapi dia tak
punya otak hebat.” (Akmal, 2011 : 252)
Kebodohan Pagau juga digambarkan pengarang melalui teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(152) “Ah betul juga, Pagau,” sergah Otiq. “Makannya jangan lagi-lagi
kau anggp Borneo ini otaknya sama dengan otakmu.” (Akmal,
2011 : 176)
Pagau merupakan anak buah dari Otik sang pemilik warung di dusun
Ponti Tembawang. Setiap kali Otiq menginginkan sesuatu, Pagaulah yang selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
menjadi tangan kanannya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak
langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.
(153) Pagau tahu sudah saatnya dia membebaskan Otiq, yang bisa
dianggap sebagai bosnya, dari kerewelan Gale dalam melepaskan
hasil ladangnya.
Saat terjadi keributan di rumah Nawara, Pagau mengejar Ubuh yang
sedang melarikan diri karena ketakutan akan dibawa ke para samseng di Malaysia.
Pagau ditugasi Otiq untuk membunuh Ubuh, namun kerja kerasnya tersebut sia-
sia karena Panglima Adayak berhasil menangkapnya saat ketahuan akan
membunuh Ubuh, dan Pagau pun terkena denda adat Ponti Tembawang. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut.
(154) Pagau juga tahu kalau Ubuh juga lolos dari tangkapannya malam
ini, jatah hidupnya di dunia bisa dipastikan tak akan lama lagi.
Sehingga tak ada pilihan lain bagi Pagau kecuali harus menemukan
gadis itu ... dan membunuhnya secepat mungkin pada kesempatan
pertama. (Akmal, 2011 : 267)
(155) Melihat Ubuh tak memperlambat langkahnya, akhirnya Pagau
mengejar gadis itu yang berlari seperti kesetanan. Di belakang
mereka mulai terdengar suara warga dan Adayak yang beberapa
kali memanggil nama Ubuh. Pagau semakin dekat dengan Ubuh,
dan sepanjang pengejaran itu sudah membulatkan tekadnya untuk
memberikan pelajaran penghabisan bagi Ubuh sebelum dibunuh.
(Akmal, 2011 : 270)
(156) “Nikmati saja saat-saat terakhir hidupmu ini,” kata Pagau sambil
mendekatkan wajahnya mencoba mencium Ubuh, yang semakin
menyurukan wajahnya ke dalam badannya. (Akmal, 2011 : 270)
(157) “Berhenti!” Suara berat Panglima Adayak terdengar di belakang
Pagau. “Kau akan menghadapi hukum adat untuk semua yang kau
lakukan ini, Pagau!” (Akmal, 2011 : 271)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung
atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokoh Pagau,
teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui kutipan (148), (149), (150),
(151). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat
melalui kutipan (152), (153), (154), (155), (156), (157).
Berdasarkan kutipan (148) hingga (152) dijelaskan bahwa Pagau
merupakan prang yang bodoh, licik dan suka merayu wanita. Kutipan (153)
menggambarkan bahwa Pagau merupakan anak buah dari Otiq, pemilik warung di
dusun Ponti Tembawang. Kutipan (154) hingga (157) menggambarkan saat Pagau
mengejar dan ingin membunuh Ubuh.
4.2.2 Latar
Abram (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 216) mengungkapkan bahwa
latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan. Burhan (1995 : 227) membedakan unsur latar ke
dalam tiga unsur pokok, di antaranya adalah (1) latar tempat, (2) latar waktu, (3)
latar sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
4.2.2.1 Latar Tempat
Jaleswari, wanita yang sedang hamil muda yang dikirim ke tanah
pedalaman Borneo oleh perusahaan tempat dia bekerja, untuk menyelidiki
program CSR yang berhenti tanpa alasan yang jelas. Sesampainya di Pontianak,
Jaleswari merasa asing dengan keadaan serta budaya di tanah Borneo tersebut.
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(158) “SELAMAT datang di Pontianak, Ibu Jaleswari.” Seru Victor,
sopir yang menjemputnya, ketika mobil mereka keluar dari
kawasan bandara. Hujan sudah menipis sehingga hanya tersisa
beberapa titik yang seakan terlupa dicurahkan awan. Cahaya
matahari mulai mengintip malu Bumi Katulistiwa. (Akmal, 2011 :
5 – 6)
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut
(159) Pada ruas jalan di seberang Jales berada, beberapa mobil kap
terbuka yang membawa rombongan pemain yang memeriahkan
Cap Go Meh berjalan sangat perlahan. ada seorang lelaki dengan
kostum Kaisar Cina tempo dulu di atas tandu merah menyala yang
berada di pundak kekar beberapa lelaki lain. Seorang lelaki tampak
menusuk pipinya dengan sebilah logam pipih panjang, tetapi
anehnya, tidak ada darah yang menetes. (Akmal, 2011 : 8)
Sementara itu di pedalaman hutan Ponti Tembawang yang berada dekat
dengan negeri Jiran, seorang wanita yang telah dijual ke Malaysia dan melarikan
diri dikejar oleh beberapa preman. Wanita yang belakangan diketahui bernama
Ubuh tersebut terus berlari demi mendapatkan sebuah patok perbatasan agar
selamat dari kejaran para preman dari negeri Jiran tersebut. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
(160) Di ujung sisi lain Ponti Tembawang yang lebih dekat dengan negeri
jiran, keheningan belantara yang menelakkan tak berlangsung
lama. (Akmal, 2011 : 20)
(161) Sebuah patok perbatasan
Sebuah patok yang akan membuat keselamatan nya terjaga karena
berarti dia telah kembali berada di wilayah Tanah Air, dan
terlindung dari kekejaman para samseng yang sudah menjual tubuh
dan kesetiaan mereka hanya pada “Dewa Ringgit”. Tetapi, dimana
patok itu sekarang? (Akmal, 2011 : 22)
(162) Kepingan sinar matahari yang kadang-kadang jatuh di retina mata
membuat konsentrasinya terganggu, lalu pohon-pohon yang terlihat
berubah posisi dengan ranting-ranting tinggi yang berada di bawah,
biru langit yang kini juga terlihat berada di bawah pinggangnya,
lalu sebuah patok kusam di tanah yang sudah diinginkannya sejak
tadi, dan sepasang kaki kekar berwarna cokelat kehitaman yang
sebagian urat-uratnya tercetak begitu jelas. (Akmal, 2011 : 26)
Tubuh perempuan bernama Ubuh tersebut dibawa ke kampung Ponti
Tembawang oleh panglima Adayak yang merupakan tetua di dusun tersebut.
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(163) Di depan gubuk Nawara, perempuan pemilik rumah yang bersama
beberapa kawannya sedang menganyam anjat itu terkejut melihat
kedatangan Borneo dan panglima Adayak yang memanggul Ubuh.
Begitu pula dengan para perempuan lain yang langsung berdiri
ketika Adayak mendekat. (Akmal, 2011 : 44)
(164) Di luar, Adayak disambut kerumunan yang masih penasaran ingin
tahu apa yang terjadi. Di antara mereka terdapat Pagau dan Jomi
yang agak menjauh. (Akmal, 2011 : 46)
Setelah adanya kejadian tersebut, Otiq yang merupakan dalang dari
penjualan gadis-gadis tersebut melakukan rapat kecil bersama para anak buahnya
di rumahnya. Berikut kutipan langsung dan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
(165) Pada salah satu rumah itu, cahaya lampu damar menyeruk dari
balik jendela yang sedikit terbuka. Ujung rokok yang merah
terbakar di tangan Otiq membuat kontras dengan keremangan di
sekelilingnya. (Akmal, 2011 : 51)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut
(166) “Hmmm ...,” Otiq mondar-mandir di tengah ruangan yang remang,
berpikir keras untuk mencari jalan keluar . “Mau tidak mau untuk
sementara ini kita berhenti dulu melakukan „pengantaran‟ ke
seberang. Tutup semua jalur kita, agar tak tercium aparat.” (Akmal,
2011 : 53)
Setelah melewati perjalan yang amat panjang, Jaleswari sampai di dusun
Ponti Tembawang. Adeus yang merupakan satu-satunya guru di dusun tersebut
mengajak Jaleswari ke rumah kepala suku Ponti Tembawang yaitu Panglima
Adayak. Selama Jaleswari berada di dusun tersebut, Jaleswari menginap di rumah
Nawara yang merupakan mantan istri Panglima Adayak. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut
(167) Jales tak merespons. Saat ini dia lebih tertarik memperhatikan
suasana dusun sambil sesekali memotret sebagai dokumentasi
untuk bahan laporan nanti. Babi-babi berkeliaran sambil
mengendus-endus tanah untuk mencari makanan. “Aih!” pekik
lembut Jales ketika beberapa ekor babi yang berlepotan lumpur tak
sengaja mendekati, membuatnya menghindar dengan canggung.
Adeus tak mengganggunya lagi dengan pertanyaan, mungkin tahu
bahwa tamunya sedang membiasakan diri dengan lingkungan baru.
(Akmal, 2011 : 123)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut
(168) Mereka sampai di depan sebuah rumah kayu yang terlihat lebih tua
daripada yang jales lihat sebelumnya. “Ini rumah Panglima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Adayak,” ujar Adeus. “Silahkan tunggu sebentar.” (Akmal, 2011 :
125)
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut
(169) Begitu memasuki rumah Panglima Adayak, Jales merasakan
adanya semacam aura karismatik yang kuat dari tempat itu.
Perubahan cahaya dari terang di luar menjadi agak redup di dalam
membuat Jales mengalami adaptasi untuk memperhatikan kondisi
di dalam ruangan, termasuk panglima Adayak yang yang sudah
duduk di salah satubangku. Adeus mengajak Jalkes mendekati
Panglima dan memperkenalkan diri. (Akmal, 2011 : 125)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(170) “Tidak ada yang pernah menolak perintah Panglima apalagi saya,”
jawab Nawara. “Tetapi rumah saya seperti ini bukan seperti hotel
di Etikong.” (Akmal, 2011 : 147)
(171) Jales sampai di pintu belakang rumah Nawara dan segera masuk.
Dia baru merasakan tubuhnya sedikit menggigil setelah sampai di
dalam rumah. “Saya ke kamar dulu, Bu Nawara,” kata Jales sambil
menganggukkan kepalanya kepada tuan rumah yang balas
mengangguk. (Akmal, 2011 : 164)
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut
(172) Di rumah Nawara yang terletak tak jauh dari gereja, Jaleswari yang
masih tertidur mulai menggeliatkan tubuhnya akibat cahaya
matahari pagi yang menerobos dinding, secara perlahat
menghangati kulit wajahnya. (Akmal, 2011 : 171)
Setelah beberapa hari membiasakan diri dengan lingkungan Ponti
Tembawang, Jaleswari memulai misinya di bidang pendidikan. Dia memulai
dengan mengunjungi Sekolah dasar di dusun tersebut. Jales merasa miris melihat
anak-anak yang datang ke sekolah dapat dihitung dengan jari. Jaleswari juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
berusaha untuk membicarakan kepada para orang tua, bahwa sekolah itu sangat
penting. Di sisi lain, Otiq sedang melakukan transaksi untuk penjualan perempuan
ke negeri Jiran. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(173) Hari senin tiba. Jaleswari berada di dalam kelas bersama Adeus,
Borneo, dan beberapa orang kawan bocah itu. Mereka sudah duduk
dengan rapi, siap untuk belajar, dan menyangka Jaleswari akan
menjadi guru pengganti. Setelah beberapa saat yang berjalan begitu
lama, sudah jelas tidak ada lagi murid lain yang akan datang. Jales
membatin
Kalau di novel Laskar Pelangi saja jumlah murid SD yang sepuluh
orang pikirku sudah menyedihkan, ternyata ada yang lebih
menyedihkan lagi. (Akmal, 2011 : 187)
(174) Di depan sebuah pondok, sekelompok ibu sedang menganyam
ajat. Para lelaki sedang sibuk menyiapkan suatu upacara adat.
Jaleswari sedang berdialog dengan beberapa orang ibu sambil
sesekali Adeus menyelingi dalam bahasa Dayak. (Akmal, 2011 :
192)
(175) Jauh dari Ponti Tembawang, di suatu daerah yang lebih ramai, Otiq
dan Pagau sedang berada di dalam sebuah rumah penampungan
tenaga kerja. Tiga orang perempuan sederhana seperti Ubuh sedang
mengobrol sesama mereka di satu bagian rumah yang cukup besar
itu. Pemilik rumah, Herlam, menyerahkan tiga dokumen kepada
Otiq sambil menunjuk ke arah perempuan itu. (Akmal, 2011 : 194)
Jaleswari semakin bersemangat untuk memecahkan masalah pendidikan
di dusun tersebut, namun Panglima Adayak mengingatkan Jales agar mau
mengerti dan memahami masyarakat di dusun tersebut. Jales pun berpikir keras
untuk membuat pembelajaran di luar kelas agar lebih banyak anak yang mau
belajar di SD tersebut. Namun, Adeus sebagai guru asli dusun tersebut merasa
bimbang apakah akan lanjut mengajar atau tidak, sementara itu dia diancam Otiq
saat pergi ke warung Otiq. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
(176) “Yang sembunyi di balik pohon, tolong keluar!”
Suara itu terdengar sangat karismatis dan bermagnet sehingga
membuat jaleswari terseudut oleh dua pilihan: anatara keinginan
untuk bersembunyi di balik pohon besar atau menampakkan diri di
hadapan Adayak. (Akmal, 2011 : 198)
(177) “Kamu tidak akan pernah diterima oleh masyarakat di sini jika
kamu tidak lebih dulu belajar untuk mengerti dan memahami hidup
kami,” jawab Panglima tanpa tedeng aling-aling. (Akmal, 2011 :
199)
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut
(178) Malam harinya di rumah Adeus, guru SD itu kembali gelisah
seperti malam sebelumnya. Jika sebelumnya dia tidak bisa tidur
karena bingung mencari alasan bagaimana menjelaskan seringnya
dia tidak mengajar, sedangkan kegelisahannya saat ini sama sekali
berbeda. (Akmal, 2011 : 214)
(179) Adeus keluar menembus gelap malam menuju rumah Otiq. (Akmal,
2011 : 215)
(180) Di suatu tempat dengan kubangan lumpur yang banyak babi sedang
berleha-leha, dari mengendus-endus makanan di sekitar itu samapai
berendam mendinginkan tubuh, Borneo langsung mengambil peran
sebagai pemimpin pemburu. Dia berjalan mengendap-endap diikuti
kawan-kawannya dengan Jales berada di barisan belakang. (Akmal,
2011 : 222)
(181) Keesokan harinya jaleswari dan panglima Adayak kembali
menemani Borneo dan segelintir kawan-kawannya di tanah lapang
depan sekolah. Panglima Adayak sedang dalam posisi memanah.
Dia merentangkan busur dan membidik sebuah pohon di ujung
lapangan. (Akmal, 2011 : 227)
(182) Dua pelajaran hari itu ternyata menjadi magnet luar biasa bagi
anak-anak Ponti Tembawang. Keesokan harinya saat datang ke
lapangan, jales tak percaya pada apa yang dilihatnya: sekitar 30-an
anak sudah hadir. Dari yang lebih besar dibandingkan Borneo
sampai bocah yang hidungnya masih dipenuhi ingus. (Akmal, 2011
: 229)
Ubuh yang telah berani menceritakan peristiwa yang dialaminya, membuat
Jaleswari merasa tergugah untuk membantu perempuan malang tersebut. Jaleswari
menemui Adeus di rumahnya untuk menceritakan apa yang telah di dengarnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
dari Ubuh tentang kejamnya Otiq dan Pagau. Setelah Jaleswari menceritakan hal
tersebut, dia diteror dengan menggunakan bangkai binatang yang darahnya
menciprati seluruh bagian tubuhnya, mendengar teriakan Jaleswari dari kamarnya
Ubuh ketakutan dan melarikan diri ke dalam hutan. Dan sementara itu Otiq dan
para pengikutnya merencanakan sesuatu agar kedua wanita yang tinggal di tempat
Nawara diusir dari dusun Ponti Tembawang. Berikut kutipan langsung yang
mendukung pernyataan tersebut
(183) “Aaaaaaaahhh ....” Teriakan yang membelah malam dan
menyebabkan seluruh penghuni rumah di sekitar rumah Nawara
langsung terbangun begitu mendengar teriakan Jales yang sangat
memilukan: di atas tempat tidur teronggok bangkai binatang
dengan darah yang menciprati seluruh bagian atas tubuhnya dari
leher sampai ke mnata kaki. (Akmal, 2011 : 216)
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(184) Borneo akhirnya berhasil membuka pintu kamar Jales setelah
menerjangnya. Tubuh bocah itu mendadak pucat pasi, dan terpaku
di tempatnya berdiri tanpa bisa melangkah lagi setelah melihat apa
yang ada di atas tempat tidur. Nawara hanya sampai di kosen pintu
tanpa berani melangkah maju lebih jauh setelah melihat warna
merah dimana-mana. (Akmal, 2011 : 216)
(185) Ketika teriakan Jaleswari merobek keheningan malam dusun Ponti
Tembawang, di warung Otiq sedang berkumpul empat orang dalam
keremangan malam. Mereka adalah Otiq, Pagau, Barinas, dan
Manawar. Seluruh loampu dimatikan kecuali lampu minyak kecil
yang kerlip cahayanya mereka jaga dengan ketat agar tak terlihat
dari luar. (Akmal, 2011 : 262)
(186) Sampai di pinggir ladang mereka membuka ketiga bungkusan,
yang ternyata di dalamnya ada tiga ekor babi hutan dengan mulut
terkerangkeng sebuah kain tipis lain sehingga tak bersuara. Babi-
babi itu sudah dipilih yang paling banyak makan, dan dibuat lapar
sejak siang hari. Begitu moncong ketiganya dibebaskan, hewan-
hewan tambun itu langsung mengobrak-abrik ladang, melahap
tanaman apa saja yang di depan mereka tanpa terkecuali. (Akmal,
2011 : 264)
(187) Ubuh yang sudah tak memperdulikan lagi kondisi tubuhnya
semakin jauh memasuki lebat rimba, kakinya berulang kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
menumbuk akar kayu atau bebatuan tajam yang susah terlihat di
kelam malam. “Awww....uuhhh ...” Ubuh berulang kali merintih
meski sudah berusaha menutup mulut agar tak tertangkap para
pengejarnya. Di sebuah ceruk tanah yang terlindung oleh akar
pohon raksasa seperti mulut gua, Ubuh masuk ke dalam sebuah
celah yang sedikit lebih besar dari tubuh kurusnya. Gadis malang
itu mjencoba mengatur napasnya seolah-olah seluruh dunia hanya
berisi bunyi dari dalam dadanya. (Akmal, 2011 : 267)
(188) Di bagian lain dari sungai itu, sebuah perahu dengan muatan
beberapa orang yang dipimpin Barnias merapat ke sebuah ceruk
kecil. Satu per satu dari mereka turun, sambil menutupi perahu
dengan rerimbunan daun sampai perahu itu tak terlihat dari
pandangan. Mereka segera keluar dari sungai yang dingin dan
gelap. Ketika mereka semua naik ke daratan, tiba-tiba cahaya
lampu senter menyala dari berbagai sudut, mengejutkan Berinas
dan rombongannya. (Akmal, 2011 : 271)
Sementara itu di rumah Nawara terjadi keributan besar yang melibatkan
para warga dusun Ponti Tembawang yang meminta agar Jaleswari diusir dari
dusun tersebut. Tak selang berapa lama Ubuh pun tereselamatkan dari kejaran
Pagau. Sejak saat itu toko milik Otiq digeledah oleh para petugas dan Otiq beserta
anak buahnya pun diringkus. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut
(189) Kerumunan orang di depan rumah Nawara masih belum berkurang
ketika Jaeswari dan Adeus kembali. Mereka langsung masuk ke
dalam rumah menemui Nawara. Otiq masih berada di kerumunan
warga yang kini berkumpul agak jauh dari mereka. (Akmal, 2011 :
272)
(190) “Dusun ini jadi sial sejak kedatangan perempuan itu!” tunjuk Otiq
ke arah Jales, “dan perempuan yang kai rawat Nawara!” (Akmal,
2011 : 272)
(191) Di dalam rumah, Nawara sudah menyiapkan air panas dibantu oleh
Borneo. Adeus sudah membuang bangkai dari tempat tidur Jales
bersama dengan seprainya. Nawara membawa baskom berisi air
hangat itu ke dalam kamar di mana Ubuh dan Jaleswari sedang
duduk bercerita. Ubuh masih terisak-isak di bahu Jales. (Akmal,
2011 : 279)
(192) Di warung Otiq sedang terjadi penggeledahan yang dilakukan
aparat keamanan. Manawar, Pagau, dan Barinas yang sempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
memimpin operasi sungai menunggu di luar dengan tangan
diborgol di bawah pengawasan petugas. Arifin terlihat berada di
sana mengawasi Otiq yang juga diborgol kedua tangannya. Petugas
menyisir seluruh sudut warung otiq yang cukup luas untuk ukuran
sebuah dusun itu. Sementara di luar, di belakang pita kuning police
line yang sudah terpasang, warga berkerumunan menyaksikan
peristiwa yang baru pertama kalinya terjadi di dusun mereka yang
terisolasi itu. (Akmal, 2011 : 283)
Jaleswari yang merasa tugasnya telah selesai pun merasa dirinya harus
pamit untuk meninggalkan dusun tersebut karena harus melaporkan hasil kerjanya
kepada perusahaan tempat di mana dia bekerja. Berikut kutipan tidak langsung
yang mendukung pernyataan tersebut.
(193) Di rumah Nawara, Jaleswari sedang berkemas, melipat
beberapabaju terakhir yang dia bawa, menyisipkan buku dan
catatan-catatan yang dibuatnya selama berada di Ponti Tembawang.
(Akmal,2011 : 283)
(194) Setelah dirasa cukup, jales keluar dari dalam kamar. Di ruang
tengah sudah berkumpul Nawara, Panglima Adayak, Ubuh, Adeus,
dan.... Arifin! Semua menatapnya tanpa bicara, dengan kesedihan
paling jelas terpancar dari mata Nawara. Jaleswari tergugu melihat
semua itu. (Akmal, 2011 : 283 – 284)
(195) Dalam perjalanan menuju dermaga, Arifin dan Jaleswari bergulat
dengan pikiran masing-masing. Keduanya kini tak bisa lagi
mengelak dari perasaan yang sudah merasa lebih nyaman dengan
kehadiran masing-masing. (Akmal, 2011 : 292)
(196) Di rumah Nawara, Ubuh yang sudah jauh lebih sehat sedang sibuk
mengerjakan anyaman bersama sejumlah perempuan lainnya.
Kadang-kadang matanya masih menerawang menatap ke arah
jalan, seperti menunggu seseorang. (Akmal, 2011 : 299)
Teknik pelukisan latar tempat yang digunakan dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung dan
tidak langsung. Dalam pelukisan latar tempat, teknik langsung atau dapat dilihat
melalui kutipan (158), (165), (166), (168), (170), (171), (176), (177), dan (183).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Sedangkan teknik penulisan tidak langsung dapat dilihat melalui kutipan (159),
(160), (161), (162), (163), (164), (167), (169), (172), (173), (174), (175), (178),
(179), (180), (181), (182), (183), (184), (185), (186), (187), (188), (189), (190),
(191), (192), (193), (194), (195), (195) dan (196).
Berdasarkan kutipan (159) dan (159) mengambarkan bahwa Jaleswari
sampai di kota Pontianak. Kutipan (160) hingga (162) menggambarkan keadaan di
hutan saat Ubuh sedang dikejar oleh para samseng. Kutipan (163) dan (164)
menggambarkan saat Ubuh di bawa ke dusun Ponti Tembawang. Kutipan (165)
hingga (169) menggambarkan bahwa Otiq dan para pengikutnya mengadakan
rapat di rumahnya untuk menyingkirkan Ubuh dan Jaleswari. Kutipan (170) dan
(171) menggambarkan suasana di warung Otiq. Kutipan (173)hingga (182)
menggambarkan keadaan di SD Ponti Tembawang. Kutipan (183) hingga (188) di
rumah Nawara, Ubuh menceritakan pengalaman terburuknya kepada Jaleswari.
Kutipan (189) hingga (192) terjadi keributan di rumah Nawara. Kutipan (193)
hingga (196) di rumah Nawara, Jales berpamitan untuk pulang ke Jakarta.
4.2.2.2 Latar Waktu
Latar waktu dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya
Akmal Nasery Basral dijelaskan sangat rinci oleh Sang pengarang. Secara jelas
pengarang memulai dengan kedatangan Jaleswari di Tanah Borneo, saat jaleswari
memulai memahami budaya di Ponti Tembawang, dan saat Jaleswari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di Ponti Tembawang. Untuk lebih
jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut:
Jaleswari sampai di Pontianak ketika hari telah siang dan sedang hujan.
Sesampainya di Pontianak, Jaleswari dan sang sopir bernama Victor melanjutkan
perjalanan ke Etikong dengan jarak tempuh selama 6 jam. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(197) Hampir enam jam kemudian, setelah melalui beragam kondisi jalan
beraspal mulus, berlubang-lubang, dan tanah licin sehabis hujan
yang membuat roda mobil beberapa kali menari-menari serta pos
penjagaan militer yang membuat Victor membuka lagi seluruh kaca
jendela mobil sembari melambaikan tangan ke arah petugas jaga,
mobil mereka sampai di pertigaan Balai Karangan, Sanggau, yang
menurut Victor hanya sekitar sepuluh sampai lima belas menit lagi
dari Etikong. Lengkungan pelangi yang berkilau indah terp0asang
di cakrawala. (Akmal, 2011 : 9)
Saat di dusun Ponti Tembawang digemparkan oleh ditemukannya
perempuan bernama Ubuh, malam harinya Otiq dan para pengikutnya yang
menjadi dalang dalam kejadian penjualan para gadis tersebut melakukan rapat
kecil untuk antisipasi kejadian yang akan terjadi berikutnya agar kedoknya tidak
tercium oleh warga dusun tersebut. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(198) Cahaya rembulan memeluk dusun sunyi Ponti Tembawang dengan
malu-malu. Suara serangga malam, desau angin yang menggesek
dedaunan, dan sayup aliran Sungai Sekayam di kejauhan, bersatu
membentuk konserto alami seperti ingin meredakan kemarahan
warga dusun yang masih terkejut setelah melihat kondisi Ubuh.
(Akmal, 2011 : 51)
(199) Otiq berjalan menuju jendela dan melihat ke arah bulan yang hanya
terlihat separuh. “Para tauke di sana akan marah kepadaku. Bisa-
bisa mereka meminta ganti rugi atas uang yang sudah mereka
keluarkan. Bangsat!” Otiq terus mengeluarkan sumpah serapah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
“Mengapa anak bodoh itu berani mempertaruhkan nyawanya
melarikan diri dari para samseng?” Katanya geram. (Akmal, 2011 :
53)
Di sisi lain, Jaleswari yang memang peduli dengan keadaan
memprihatinkan di daerah perbatasan tersebut merasa tergugah untuk melihat
kegiatan-kegiatan yang dilakukan para masyarakat setelah palang perbatasan
antara Kalimantan dan Malaysia di buka saat pagi hari. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(200) Jales Menatap arlojinya: 4.50.
Mobil Victor beringsut maju, mencari celah parkir di suatu alun-
alun besar yang di tengahnya berdiri sebuah tugu tinggi dengan
banyak tulisan di badan tugu yang tak bisa dibaca Jales dari jauh.
Victor menemukan tempat parkir yang diinginkan, dan mematikan
mesin mobil. “Silakan lihat-lihat dulu, Bu.” (Akmal, 2011 : 73)
(201) 04.55.
Denyut kehidupan dua negara serumpun yang berbagi daratan,
udara, dan aliran sungai itu akan dimulai sesaat lagi. (Akmal, 2011
: 74)
(202) 05.10.
Sebuah bus masuk dari arah Malaysia dengan warna dominasi
merah darah yang disapu aksentuasi warna putih di beberapa
bagian. Pada bagian atas kaca depannya yang lebar terdapat tulisan
dalam warna kuning cemerlang dalam dua bahasa: Mandarin dan
Latin. (Akmal, 2011 : 76)
Selama perjalan siang hari dari Etikong menuju dusun Ponti Tembawang,
dengan menggunakan perahu melewati Sungai Sekayam, hujan deras pun tiba-tiba
datang, Jaleswari merasa ketakutan yang luar biasa. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut
(203) Selama sekitar satu jam selanjutnya, hujan tak juga reda. Tuhan
seperti ingin menyampaikan pesan pribadi kepadanya. Sebuah
welcome speech welcome speech yang begitu nyata. “Jales, ini baru
sebagian kecil dari kondisi alam yang akan kau alami di sini. Siapa
kau?” (Akmal, 2011 : 112)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Beberapa hari telah beradaptasi di dusun Ponti Tembawang tersebut, pada
hari senin Jaleswari memulai dengan mengunjungi sekolah dan berusaha memulai
misi yang diberikan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(204) Hari senin tiba. Jaleswari berada di dalam kelas bersama Adeus,
Borneo, dan beberapa kawan bocah itu. Mereka sudah duduk
dengan rapi, siap untuk belajar, dan menyangka Jaleswari yang
akan menjadi guru pengganti. Setelah beberapa saat yang berjalan
begitu lama, sudah jelas tidak ada lagi murid lain yang akan datang.
Jales membatin. (Akmal, 2011 : 187)
(205) Sinar matahari memanggang sekolah dalam terik yang tak
bersahabat. Para murid sudah lama pulang. Wajah Jaleswari terlihat
keruh karena kondisi yang dialaminya sekarang jauh lebih buruk
daripada yang dia bayangkan. (Akmal, 2011 : 189)
Saat Jaleswari sedang semangat untuk memecahkan masalah pendidikan
dengan mengubah metode pembelajaran yang awalnya hanya belajar di menjadi
belajar di alam terbuka, tetapi malam harinya Adeus yang merupakan satu-satunya
guru yang ada di dusun tersebut memutar otak untuk mencari alasannya berhenti
menjadi guru, karena dirasa gaji yang diterima tidak mencukupi untuk
kebutuhannya sehari-hari. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(206) Malam harinya di rumah Adeus, guru SD itu kembali gelisah
seperti malam sebelumnya. Jika sebelumnya dia tidak bisa tidur
karena bingung mencari alasan bagaimana menjelaskan seringnya
ia tidak mengajar, sedangkan kegelisahannya saat ini sama sekali
berbeda. (Akmal, 2011 : 214)
(207) Keesokan harinya Jaleswari dan Panglima Adayak kembali
menemani Borneo dan segelintir kawan-kawannya di tanah lapang
depan sekolah. Panglima Adayak sedang dalam posisi memanah.
Dia merentangkan busur dan membidik sebuah pohon di ujung
lapangan. (Akmal, 2011 : 227)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat, sore hari menjelang petang
masyarakat mandi beramai-ramai di sungai. Berikut kutipan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(208) Rembang petang kembali membayang di cakrawala Ponti
tembawang. Jaleswari yang sudah bisa merasakan nikmatnya
mandi di aliran sungai sudah sampai di dermaga. Kali ini dia
membawa tas dan kameranya, memutuskan untuk memotret
kegiatan di sore yang kembali ramai dengan gelak anak-anak dan
orang dewasa itu. (Akmal, 2011 : 239)
Jaleswari mencoba untuk membantu Ubuh dalam mengungkap kejahatan
yang menimpa perempuan malang tersebut. Ubuh mencoba menceritakan kejadian
yang menimpa dirinya. Dan pagi harinya Jales menceritakan hal tersebut kepada
Adeus agar mau membantu memecahkan maslah Ubuh tersebut. tetapi hal itu
tercium oleh Otiq, dan malam berikutnya Jaleswari mendapatkan teror yang
mengerikan. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut
(209) Malam semakin mendaki menuju puncak kelam ketika dari kamar
sebelah, Jales terbangun ketika seperti mendengar suara orang yang
sedang bergerak yang menimbulkan suara gesekan kayu. Semakin
lama semakin mencurigakan. “Astaga ... Ubuh,” Jales terkejut
menyadari mungkin saja bukan Ubuh yang melakukan itu. (Akmal,
2011 : 247)
(210) Keesokan paginya Jaleswari sudah berjalan dengan wajah tegang di
dusun dusun sambil memperhatikan sekeliling. Dia tampak
berhati-hatindan berseru ketika melihat Borneo yang sedang
menggendong dua ekor babi miliknya, yaitu Lady Gaga dan Justin
Bieber. (Akmal, 2011 : 250)
(211) Malam itu Jales yang kurang tidur akibat sebelumnya begadang
mendengarkan cerita Ubuh, tidur lebih cepat. Lepas tengah malam
karena merasakan ingin buang air kecil. Jales membuka matanya
dengan berat. (Akmal, 2011 : 260)
(212) “Aaaaaahh ....” Teriakan yang membelah malam dan menyebabkan
seluruh penghuni rumah di sekitar rumah Nawara langsung
terbangun begitu mendengar teriakan Jales yang sangat memilukan:
di atas tempat tidur teronggok bangkai binatang dengan darah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
menciprati seluruh bagian atas tubuhnya dari leher samapai ke mata
kaki. (Akmal, 2011:261)
(213) Ketika teriakan Jaleswari merobek keheningan malam dusun Ponti
Tembawang, di warung Otiq sedang berkumpul empat orang dalam
keremangan malam. Mereka adalah Otiq, Pagau, Barinas, dan
Manawar. Seluruh lampu dimatikan kecuali lampu minyak kecil
yang kerlip cahayanya mereka jaga dengan ketat agar tak terlihat
dari luar. (Akmal, 2011:262)
(214) “Malam ini waktu pengiriman, kita tidak bisa menunda lagi,
jalankan rencana malam ini, alihkan perhatian warga,” perintah
Otiq. “Berinas, kau siapkan orang-orangmu di dermaga. Manawar,
kau ikut aku dan Pagau melihat situasi di sekitar rumah Nawara.
Kita tidak boleh tidak ada, nanti malah mengundang kecurigaan
warga. Cepat berpencar.” (Akmal, 2011:263)
Setelah kejadian malam itu, pagi harinya masyarakat menjadi bangun lebih
pagi, karena masih merasakan apa yang telah terjadi di malam hari itu. Jaleswari
memutuskan untuk kembali pagi itu. Sebulan kemudian di sebuah Galeri foto di
Jakarta sedang diadakan pameran foto hasil jepretan Jaleswari. Tiga bulan
berselang saat di dusun Ponti tembawang diadakan pesta hasil panen Jales pun
datang kembali ke dusun tersebut.
(215) Pagi datang membawa suasana yang berbeda bagi masyarakat Ponti
Tembawang yang terbangun lebih awal dibandingkan hari-hari
sebelumnya. Kegemparan di dusun kecil itu menjadi pembicaraan
di setiap rumah, juga bagi para peladang yang sedang bahuma,
mengerjakan ladang masing-masing. (Akmal, 2011 : 283)
(216) Sebulan kemudian di sebuah galeri foto terkemuka di Jakarta,
berlangsung pameran foto yang disesaki banyak pengunjung.
Obyek visual tentang masyarakat Dayak, alam dan kebudayaan
mereka yang tinggal di kawasan perbatasan dengan Malaysia,
menarik minat pengunjung. (Akmal, 2011 : 296)
(217) Tiga pekan kemudian masyarakat Ponti Tembawang menggelar
Gawai, upacara adat berkaitan dengan sukses panen. Panglima
Adayak memimpin upacara, dengan beberapa hasil tanaman ladang
di jajarkan dengan berbagai perlengkapan adat upacara. Beberapa
pemuda memainkan alat musik sape, diiringi gong. Para remaja
menari dengan gerakan meriah. (Akmal, 2011 : 302)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Teknik pelukisan latar waktu yang digunakan dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung dan
tidak langsung. Dalam pelukisan latar waktu, teknik langsung atau dapat dilihat
melalui kutipan (197). Sedangkan teknik penulisan tidak langsung dapat dilihat
melalui kutipan (198), (199), (200), (201), (202), (203), (204), (205), (206), (207),
(208), (209), (210), (211), (212), (213), (214), (215), (216), (217).
Berdasarkan kutipan (197) menggambarkan latar waktu siang hari saat
Jales sampai di Pontianak. Kutipan (198) dan (199) menggambarkan waktu
malam hari saat Otiq dan anak buahnyan membuat strategi untuk menyingkirkan
Jales dan Ubuh. Kutipan (200) hingga (202) menggambarkan latar waktu pagi hari
di palang perbatasan border. Kutipan (203) menggambarkan latar waktu siang hari
saat Jaleswari menuju dusun Ponti Tembawang. Kutipan (204) dan (205)
menggambarkan latar waktu pada hari senin di SD Ponti Tembawang. Kutipan
(206) dan (207) menggambarkan waktu malam dan siang hari di rumah Adeus.
Kutipan (208) menggambarkan latar waktu menjelang petang saat para warga
beraktivitas dengan kebiasaan mereka, yaitu mandi di sungai. Kutipan (215)
hingga (217) menggambarkan latar waktu pagi hari saat Jales ingin pulang ke
Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
4.2.2.3 Latar Sosial
Latar sosial dari Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya
Akmal Nasery Basral adalah budaya dan kebiasaan-kebiasaan yang ada pada
masyarakat Tanah Borneo tepatnya di pedalaman Ponti Tembawang. Dalam
misinya terhadap pendidikan di Dusun Ponti Tembawang, Jaleswari dituntut
untuk memahami dan mengerti budaya dan kebiasaan masyarakat setempat.
Berikut paparan-paparan yang menyatakan pernyataan tersebut.
Jaleswari telah sampai di Pontianak, dan saat itu di kota tersebut sedang
diadakan pesta Cap Go Meh yang merupakan perayaan wajib pada setiap
tahunnya di kota tersebut. Berikut kutipan langsung dan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(218) “Itu perayaan Cap Go Meh, Bu,” jelas Victor tanpa ditanya.
“Dilakukan 15 hari sesudah Imlek. Setiap tahun pasti ada acara
ini.” (Akmal, 2011 : 8)
(219) Pada ruas jalan di seberang Jales berada, beberapa mobil kap
terbuka yang membawa rombongan pemain yang memeriahkan
Cap Go Meh berjalan sangat perlahan. Ada seorang lelaki dengan
kostum Kaisar Cina tempo dulu di atas tandu merah menyala yang
berada di puncak kekar beberapa lelaki lain. Seorang lelaki tampak
menusuk pipinya dengan sebilah logam pipih panjang, tapi
anehnya, tak ada darah yang menetes.( Akmal, 2011 : 8)
Saat dalam perjalanan menuju ke hotel di Etikong Victor sang supir
menceritakan bahwa terdapat tempat di tanah Borneo yang masih menerapkan
sistem denda adat bila terdapat orang yang melakukan salah akan menerima
hukum sesuai dengan adat yang berlaku. Berikut kutipan langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
(220) “Oh bukan,” Victor menyerigai. “Saya dan kawan-kawan
menyebut dusun ini sebagai Kampung Seribu Dolar karena kita
harus hati-hati sekali di sini. Banyak denda adat yang ditetapkan.
Jangankan kita menabrak orang, mobil kita selip saja dan menurut
warga di sini itu mengganggu mereka, kita bisa kena denda adat.
Denda adat di sini banyak sekali jenisnya. Selain mahal, bahkan
sampai ada yang puluhan juta rupiah. Itulah sebabnya mengapa
disebut Kampung Seribu Dolar.” (Akmal, 2011 : 10)
Di sisi lain Tanah Borneo tepatnya di Ponti Tembawang, masyarakat
setempat masih mempercayai adanya roh-roh yang dipercaya mampu membantu
masyarakat setempat. Selain itu, masyarakat di dusun tersebut masih melakukan
aktivitas berburu menggunakan senjata-senjata tradisional. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(221) Di belakang Borneo, beberapa anak lelaki mengikutinya berlari
sambil mengacung-acungkan „senjata‟ pemburuan mereka masing-
masing, mulai dari mandau kecil, tombak berujung tumpul, sumpit,
sampai dengan perisai. (Akmal, 2011 : 14)
(222) Dalam pemburuan yang sebenarnya, senjata yang digunakan para
pemburu selalu diolesi ipuh–getah kayu dari pepohonan tertentu
yang sangat beracun dan dapat mematikan hewan korbannya
dengan cepat. Babi hutan atau rusa yang mati setelah terkena ipuh
tetap bisa dimakan, asal kulit daging dan daging di tempat
masuknya ipuh dibuang lebih dulu sebelum dimasak. (Akmal, 2011
: 15)
Berikut ini adalah pernyataan yang mendukung bahwa masyarakat
setempat masih mempercayai roh-roh yang dipercaya dapat membantu
masyarakat setempat. Berikut kutipan langsung dan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut
(223) “Sekali lagi kalian lakukan ini, kamang Buluh Layu‟ akan
menghisapm darah kalian sampai habis!” pekik perempuan tua itu
separuh melolong. (Akmal, 2011 : 15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
(224) Kamang adalah roh leluhur orang Dayak yang digambarkan hanya
memakai cawat dan ikat kepala warna merah dan putih yang dipilin
bersamaan (tangkulas). Kamang digambarkan pandai melihat serta
mencium bau darah, dan karena itu gemar sekali menghisap darah.
Mereka sering dianggap sebagai pelindung para pengayau–orang
yang gemar memenggal kepala orang. (Akmal, 2011 : 15)
(225) “Baruakng Kulub tak suka pada anak nakal!” bentak perempuan itu
histeris. “Jangankan Baruakng Kulup, para jubata pun tak ada yang
sudi menemanimu Borneo!” (Akmal, 2011 : 16)
(226) Baruakng Kulub adalah nama anak Nek Patinah, dewa tertinggi
dalam masyarakat Dayak, bersama istrinya Ne‟ Duniang. Jadi
Baruakng Kulub adalah pewaris takhta dewa tertinggi yang sangat
dihormati. (Akmal, 2011 : 16)
(227) Perempuan-perempuan lebih muda yang sedang menjemur kembali
tenggelam dalam kesibukan mereka sambil melantunkan kayau –
senandung tradisional yang dinyanyikan bersahut-sahutan dan
berkisah tentang salah satu legenda dalam tradisi Dayak. (Akmal,
2011 : 18)
Penduduk Ponti Tembawang kebanyakan besar hanya memelihara hewan
seperti babi dan anjing. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut, bahkan jika babi peliharaan mati akibat ulah seseorang denda
yang di jatuhkan pun bisa sampai puluhan juta rupiah. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut
(228) Jangan bayangkan menemukan kambing, sapi, atau bahkan seekor
kucing di sini. Selain babi sebagai hewan peliharaan, yang tampak
hanya beberapa ekor anjing kurus dengan tubuh cokelat berbaur
lumpur yang mengering. Di tengah suasana panas seperti ini
anjing-anjing tersebut memilih merebahkan badan dan menjulurkan
lidah sambil terengah-engah. Mata mereka sayu, bukan mata sigap
hewan liar yang cekatan untuk menyerang lawan. Andai ada orang-
orang jahat yang memasuki kampung itu, mungkin sekumpulan
anjing itu pun hanya menggonggong lemah tak perduli. (Akmal,
2011 : 19)
Berikut pernyataan langsung yang menyatakan bahwa denda adat yang
dijatuhkan kepada seorang yang dengan sengaja atau tidak sengaja membunuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
hewan babi peliharaan masyarakat setempat. Berikut kutipan langsung yang
mendukung pernyataan tersebut
(229) “Kalau babi mati, saya juga bakal ikut mati, Bu Jales,” ujar Victor
bingung. “Seekor babi itu denda adatnya mahal sekali. Ratusan ribu
sampai juataan rupiah, tergantung besarnya. Saya punya duit dari
mana?” (Akmal, 2011 : 84)
(230) “Aduh Ibu,” Victor terdengar putus asa. “Kalau di kota, mungkin
itu bisa dilakukan. Tapi di tempat seperti ini> mereka punya magic
yang tak main-main, Bu. Bisa-bisa mobil kita terbalik sebelum
meninggalkan dusun ini,” katanya serius. (Akmal, 2011 : 84)
Dalam keadaan lingkungan yang masih asri, masyarakat masih
menggunakan cara tradisional dalam melakukan aktivitas, seperti mencuci dan
mandi. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(231) “Nah, di sebelah sana itu dermaganya, Bu Jales,” ujar Victor
sambil menunjuk beberapa perahu yang sedang bersandar, dengan
beberapa orang anak yang sedang berenang gembira dalam
berbagai gaya. Mereka silih berganti meloncat dari sebuah batu
besar, kadang dengan melakukan salto, ke dalam sungai, lalu keluar
lagi menuju batu besar itu seperti atlet loncat indah yang sedang
menyempurnakan gerakan. (Akmal, 2011 : 88)
(232) Beberapa perempuan dewasa dengan menggunakan kemben sedang
mencuci pakaian, atau mengeramasi rambut panjang mereka di
aliran Sungai Sekayam yang agak keruh karena membawa arus sisa
hujan dari hulu. (Akmal, 2011 : 88)
Masyarakat Dayak terkenal dengan membantai kepala dan memakan
mentah-mentah tubuh orang yang bersalah atau musuh mereka, berikut kutipan
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(233) “Dua hari lalu ada warga yang isi perutnya dimakan massa,” kata
Jalung tanpa merasa jijik saat mengatakan itu. Sebaliknya jales
langsung merasakan perutnya mual. (Akmal, 2011 : 97)
(234) “Korbanya adalah dua orang sales sandal yang indekos di sana,
bukan warga asli. Kepala mereka dipenggal masyarakat dan isi
perutnya dimakan, lalu jenazah kedua korban dimasukkan ke
sebuah mobil pick-up rusak dan dibakar.” (Akmal, 2011 : 98)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
(235) “Selain Kabmol, warga juga mengepung empat penjual buku
keliling di Desa Klapeng. Kalau yang ini saya lihat kejadiannya
karena sedang di sana. Satu orang mati dengan kepala hampir
putus, seorang lagi masuk rumah sakit karena luka parah akibat
wajahnya disiram warga dengan cuka getah yang dicampur ipuh.
Dua orang lagi sempat melarikan diri.” Jelas Jalung. (Akmal, 2011
: 98)
(236) Filosofi itu sama sekali berbeda dengan bayangan Jales tentang
komunitas Dayak yang suka berburu apa saja, dari membunuh
hewan samapai mengayau kepala manusia. “Semua yang kami
lakukan ada alasannya,” ujar Pangalima dayak. Seperti bisa
membaca pikiran Jales. “Kami menghormati alam yang sudah
menyediakan kehidupan bagi kami. Tetapi orang-orang luar seperti
kalian melihat kami sebagai perusak hutan yang setelah membuka
satu ladang lalu berpindah ke ladang lain. Kami tak pernah
mengambil lebih daripada apa yang kami butuhkan, tidak seperti
mereka yang menggunakan mesin-mesin modern untuk
menghancurkan hutan kami dan tidak melakukan penanaman lagi.”
(Akmal, 2011 : 130)
Dalam budaya Dayak, minuman tuak adalah minuman yang sangat sering
dikonsumsi oleh masyarakat di dusun Ponti Tembawang dan makanan dan
minuman yang sudah dihidangkan harus disentuh walaupun hanya sedikit, hal itu
sudah menjadi kebudayaan masyarakat setempat. Berikut kutipan tidak langsung
yang mendukung pernyataan tersebut.
(237) Sebuah gelas dituangi air berwarna putih pekat disodorkan ke
Adeus dan kemudian Jaleswari. Setelah itu disodorkan mangkuk
berisi daging yang kelihatannya dimasak tidak terlalu matang, atau
memang disengaja tidak dimatangkan. (Adeus, 2011 : 126)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(238) “Kata siapa?” potong Panglima. “Di sini perempuan yang mau
punya anak pun minum tuak. Dan anak-anak yang lahir pun baik-
baik saja. Lihat itu,” katanya sambil menunjuk ke arah jendela. Di
luar sana beberapa kepala bocah sedang mengintip, lalu hilang
bersama suara cekikikan. Lalu tak lama kemudian kepala mereka
muncul lagi, ingin tahu. (Akmal, 2011 : 128)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
(239) Panglima tampaknya puas sang tamu sudah mau menyantap
hidangannya. “Jadi, ulangi lagi apa yang membuat Ibu Jales datang
ke sini?” (Akmal, 2011 : 132)
Pada dasarnya masyarakat Indonesia masih mempercayai roh-roh yang
berada di dekat mereka. Masyarakat pedalaman khususnya di Ponti Tembawang
juga masih mempercayai bahwa masih banyak roh-roh yang ada di sekeliling
mereka, hingga mereka memberika sesajen untuk memberikan penghormatan
kepada roh-roh tersebut untuk meminta perlindungan dan sebagainya. Berikut
kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(240) Panglima Adayak menaruh beberapa sesajen di dekat kumpulan
sabut kelapa yang dibakar di bawah sebuah pohon besar. Dengan
khidmad Panglima Adayak melakukan ritual itu sehingga seperti
tak menyadari Jaleswari dan Adeus melintas di dekatnya. (Akmal,
2011 : 197)
Mandau adalah senjata khas Dayak, kegunaan mandau tersebut biasanya
dipergunakan untuk bertarung atau membunuh seseorang musuhnya. Dalam
Novel ini pun dipaparkan bahwa masyarakat masih menggunakan kekuatan
berkelahi menggunakan mandau untuk menyelesaikan masalah. Berikut kutipan
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(241) “Tidak bisa!” seru Adeus yang melangkah maju dan berdiri dengan
gagah menghadapi Otiq. “Siapa pun yang ingin mengusir Ibu
Jaleswari dan Ubuh di antara kalian, kalau berani, maju! Hadapi
aku dulu,” katanya sambil mengacungkan obor di tangan kanannya
sejauh mungkin ke depan, seperti ingin melihat lebih jelas lawan-
lawannya. (Akmal, 2011 : 275)
(242) “Takut kau, Adeus?” Otiq tertawa mengejek. “Jangan khawatir,
aku tak akan bertindak pengecut,” katanya sambil menoleh ke
seorang warga. “Beri dia mandau!” (Akmal, 2011 : 274)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Masyarakat Dayak selalu mengadakan perayaan upacara adat untuk
memperingati kesuksesan masyarakat dalam memanen hasil ladang mereka.
Upacara adat tersebut disebut dengan gawai, dalam upacara tersebut masyarakat
biasanya menari-menari dengan diiringi musik khas Dayak. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(243) TIGA pekan kemudian masyarakat Ponti Tembawang menggelar
gawai, upacara adat berkaitan dengan sukses panen. Panglima
Adayak memimpin upacara, dengan beberapa hasil tanaman ladang
di jajarkan dengan berbagai perlengkapan upacara adat. Beberapa
pemuda memainkan alat musik sape, diiringi gong. Para remaja
menari dengan gerakan meriah.(Akmal, 2011 : 302)
Teknik pelukisan latar sosial yang digunakan dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung dan
tidak langsung. Dalam pelukisan latar sosial, teknik langsung atau dapat dilihat
melalui kutipan (228), (229), (220), (229), (230), (233), (234), (235), (236), (241),
dan (242) Sedangkan teknik penulisan tidak langsung dapat dilihat melalui
kutipan (221), (222), (223), (224), (225), (226), (227), (231), (232), (237), (239),
(240), (247).
Berdasarkan kutipan (218) dan (219) menggambarkan latar sosial orang
Cina, yaitu Cap Go Meh. Kutipan (220) menjelaskan bahwa denda adat masih
diberlakukan di Tanah Borneo. Kutipan (221) dan (222) menggambarkan bahwa
masyarakat berburu masih menggunakan cara tradisional. Kutipan (223) hingga
(227) menggambarkan bahwa masyarakat dusun Ponti Tembawang masih percaya
adanya roh nenek moyang yang melindungi mereka. Kutipan (228)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
menggambarkan bahwa masyarakat suku Dayak lebih memilih memelihara babi
daripada hewan lainnya. Kutipan (229) dan (230) menjelaskan bahwa denda adat
akan diberlakukan bila ada orang yang dengan sengaja atau tidak sengaja
membubuh babi peliharaan mereka. Kutipan (231) dan (232) menggambarkan
bahwa masyarakat dusun Ponti Tembawang masih melakukan aktivitas secara
tradisional. Kutipan (233) hingga (236) menjelaskan bahwa masyarakat dayak
masih ada yang memberlakukan budaya memenggal kepala orang dan memakan
bagian organ dalam korban untuk menyelesaikan masalah. Kutipan (237) hingga
(279) menggambarka bahwa makanan dan minuman tradisional yaitu hasil buruan
dan tuak sering menjadi makanan yang disuguhkan untuk tamu atau untuk
makanan sehari-hari masyarakat Ponti Tembawang. Kutipan (240)
menggambarkan bahwa masyarakat Ponti Tembawang masih memberlakukan
pemberian sesajen untuk roh nenel moyang mereka. Kutipan (241) dan (242)
menggambarkan bahwa senjata khas Dayak adalah mandau. Kutipan (243)
menggambarkan bahwa setiap tahunnya masyarakat dayak selalu menggadakan
pesta yang disebut dengan gawai untuk mensyukuri hasil panen mereka.
4.2.3 Tema
Novel yang berjudul Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya
Akmal Nasery Basral ini, memiliki tema tentang pendidikan, cinta tanah air, dan
perjuangan perempuan. Di bawah ini akan ditunjukkan beberapa kutipan yang
mendukung adanya tema-tema tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
4.2.3.1 Pendidikan
Tema pendidikan pada novel ini ditunjukkan pada saat Jaleswari yang
ditunjuk oleh perusahaan tempatnya bekerja untuk menyelidiki program CRS
(Corporate Social Responsibility) di dusun Ponti Tembawang Kalimantan Barat
yang tidak berjalan tanpa alasan yang jelas. Jaleswari bekerja keras agar SD di
dusun tersebut tetap berdiri dan anak-anak dusun tersebut bisa menganyam
pendidikan dengan baik daripada bekerja. Berikut pernyataan tidak langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(244) Sebab ketika dia memutuskan untuk menerima tugas mencari
penyebab tidak berjalannya program CRS (Corporate Social
Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan
Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya
menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda.
Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu.
(Akmal, 2011 : 67)
Adeus merupakan satu-satunya guru yang bertahan mengajar di SD Ponti
Tembawang tersebut. Adeus pun menceritakan kepada Jaleswari tentang keadaan
yang terjadi di SD tersebut sehingga hanya Adeus yang menjadi satu-satunya guru
dan hanya mengajar kelas satu hingga kelas 3 karena gaji dari hasil mengajar tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Berikut kutipan langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(245) “Di sini anak-anak Cuma sekolah sampai kelas tiga SD,” ujar
Adeus. “Untuk selanjutnya, mereka harus melanjutkan ke dusun
lain dengan berjalan kaki dua sampai setengah jam dari sini.”
(Akmal, 2011 : 139)
(246) Adeus menggelengkan kepala. “Dulu pernah ada selain saya. Tapi
karena berasal dari dusun lain, dia harus berjalan jauh. Akhirnya
tidak lama. Pernah ada penggantinya tapi juga terjadi begitu lagi.”
(Akmal, 2011 : 139 )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
(247) “Kebutuhan hidup saya tidak terpenuhi kalau saya hanya
menghabiskan waktu hanya untuk mengajar seluruh waktu. Saya
punya banyak tanggungan, sehingga harus bekerja lainnya untuk
dapat uang.” (Akmal, 2011 : 141)
Dengan melihat keadaan Sekolah Dasar yang sangat memprihatinkan,
Jales berusaha meyakinkan Adeus untuk tetap mengajar agar anak-anak di Ponti
Tembawang dapat mengayam pendidikan dengan merata, tetapi pada
kenyataannya sulit karena keterbatasan-keterbatasan yang ada. Di bawah ini akan
ditunjukkan kutipan tidak langsung yang mendukung adanya tema tersebut.
(248) Hari senin tiba. Jaleswari berada di dalam kelas bersama Adeus,
Borneo, dan beberapa orang kawan bocah itu. Mereka sudah duduk
dengan rapi, siap untuk belajar, dan menyangka Jaleswari yang
akan menjadi guru pengganti. Setelah beberapa saat yang berjalan
begitu lama, sudah jelas tidak ada lagi murid lain yang akan datang.
Jales membatin.
Kalau di novel Laskar Pelangi saja jumlah murid SD yang sepuluh
orang pikirku sudah sangat menyedihkan, ternyata ada yang jauh
lebih menyedihkan lagi. (Akmal, 2011 : 187)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(249) “Adeus, kamu punya ilmu yang bisa diajarkan untuk
mencerdaskian anak-anak ini. Mengapa harus berhenti? Apakah
kau tidak kasihan melihat kondisi mereka seperti tadi?” Tanya Jales
sambil mengusap keringat yang mulai bercucuran dari keningnya.
“Anak-anak ini, Borneo dan kawan-kawannya itu butuh ilmu yang
....” (Akmal, 2011 : 189)
(250) “Perbatasan hanya sekitar delapan kilometer dari sini,” ujar Adeus.
“suasana sangat berbeda. Di sana segala bentuk pelayanan publik
jauh lebih bagus. Lebih nyaman. Surga yang ada di bumi” (Akmal,
2011 : 189)
(251) “Bukankah dengfan belajar di sekolah mereka bisa pandai dan akan
lebih mudah meningkatkan taraf kehidupan?” tanya Jales (Akmal,
2011 : 189)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Jales merasa iba dengan anak-anak yang ingin sekolah tetapi
kenyataannya tidak memungkinkan untuk disangkal, tetapi dia tidak putus asa.
Jaleswari meminta Borneo untuk mengajak kawan-kawannya yang tidak pernah
sekolah agar mau mengayam pendidikan di bangku sekolah. Berikut kutipan
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(252) “Kamu mau sekolah kan?”
Borneo mengangguk
“Kalau kalian?” tanya Jales kepada kawan-kawan Borneo
“Senang, Bu” jawab mereka bersamaan.
“Kalau besar kalian mau jadi apa?” (Akmal, 2011 : 190)
(253) Jales tersenyum karena karena mendapatkan ide dari jawaban
Borneo. “Wah, bagus itu. Nah, sekarang ibu mau minta tolong
sama Bapak Presiden pasti punya rakyat. Punya orang-orang yang
patuh sama dia kan?” (Akmal, 2011 : 191)
(254) “Bapak presiden bisa nggak kumpulkian orang-orang itu untuk
diajak ke sini. Bapak Presiden akan bikin mereka pintar semua.
Mau kan?” (Akmal, 2011 : 191)
(255) “Kamu lihat Adeus. Ini bukan pilihan antara keinginan dan
kenyataan,” katanya agak sinis. “Itu keinginan besar untuk
menghadapi kenyataan yang sulit.” (Akmal, 2011 : 191)
Jaleswari tidak menyerah begitu saja dengan apa yang telah dikatakan oleh
Adeus. Langkah awal yang dilakukan adalah mengajak orang tua dari anak-anak
Ponti Tembawang untuk memberikan izin sekolah bagi anak-anak mereka.
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(256) “Anak-anak juga butuh sekolah, kalau harus berladang juga nanti
sekolahnya jadi tertinggal.” (Akmal, 2011 : 192)
(257) “Tidak mungkin, Bu Guru,” jawab salah seorang ibu. Kalau mereka
sekolah, mereka tidak bisa ikut berladang. Bagaimana bisa makan
kalau tidak berladang,” ucapnya bercerocos. (Akmal, 2011 : 192)
(258) “Saya mengerti itu. Tidak ada yang salah dari berladang,” ujar
Jales. “Kita berladang, kemudian kita jual ke negeri seberang, dapat
uang, kita bisa hidup. Tetapi bagaimana kalau negeri seberang itu
tiba-tiba tidak mau lagi membeli hasil ladang kita? Bagaimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
kalau seandainya saudara kita di sana memutuskan untuk tidak
berdagang dengan kita?” (Akmal, 2011 : 192)
(259) “Anak-anak harus didorong supaya mereka nanti pintar dan
menemukan cara tempat ini bisa hidup tanpa mesti ke seberang.
Indonesia adalah surga yang sebenarnya. Dengan belajar, anka-
anak bisa menjadi dokter, tentara, bahkan seperti Adeus yang
menjadi guru,” aleswari menunjuka Adeus, yang cuping hidungnya
mengembang karena bangga. (Akmal, 2011 : 192 – 193)
Arifin, yang bekerja sebagai TNI di daerah perbatasan pun merasakan
hal yang sama dengan Jaleswari, bahwa SD yang telah dibangun tidak
dipergunakan dengan sebaik mungkin. Adeus sebagai satu-satunya guru pun ingin
mengundurkan diri. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(260) “Sayang sekali SD itu tidak digunakan dengan baik. Muridnya saya
dengar hanya sedikit.” (Akmal, 2011 : 209)
(261) “Kadang-kadang aku berpikir kasihan jugta Adeus dengan jumlah
murid yang sedikit itu. Padahal dia juga harus hidup.” (Akmal,
2011 : 209)
(262) “Menjadi guru memang tak pernah menjadi tugas mudah, Arifin,”
Jales yang tahu arah simpati lawan bicaranya mencoba
mengarahkan pembicaraan tidak menyangkut kebutuhan hidup
melainkan profesional tugas. “Tetapi, bukan berarti karena situasi
yang serba kurang itu maka seorang guru boleh begitu saja
meninggalkan pekerjaannya, bukan?” (Akmal, 2011 : 209 – 210)
(263) “Selain itu cara pandang warga tentang pentingnya arti pendidikan
juga masi9h harus diperkuat. Jangankan bagi anak-anak, kamu
mungkin tak percaya kalau saya ceritakan bahwa pada saat awal
kedatangan saya ke desa-desa border ini, mereka tak tahu
bagaimana cara memasang bendera Merah Putih, dan kapan saja
waktu pemasangan itu.” (Akmal, 2011 : 210)
Jaleswari mendapatkan ide untuk membuat pembelajaran lebih menarik,
sehingga anak-anak bukan hanya belajar di kelas tetapi juga dengan bermain di
luar ruangan. Misalnya dengan berburu, dan ide itu berhasil membawa anak-anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
yang tidak pernah sekolah tertarik datang untuk mengikuti pembelajaran. Berikut
kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(264) “Presiden Borneo gagal Bu. Nggak ada rakyat yang mau dengar,”
katanya dengan kata-kata tersendat. “Nggak ada yang mau ikut ke
sekolah Pak Adeus lagi.” (Akmal, 2011 : 219)
(265) Jales melihat lagi arlojinya. Sudah sembilan puluh menit berlalu
dari jadwal yang dijanjikan Adeus. Untuk menghilangkan
kekecewaannya sendiri, Jales mencoba cara lain. (Akmal, 2011 :
119)
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(266) Keesokan harinya Jaleswari dan Panglima Adayak kembali
menemani Borneo dan segelintir kawan-kawannya di tanah lapang
depan sekolah. Panglima Adayak sedang dalam posisi memanah.
Dia merentangkan busur dan membidik sebuah pohon di ujung
lapangan. (Akmal, 2011 : 227)
(267) Selesai dengan urusan panah, mereka berpindah ke sebuah lokasi
yang sudah disusun bebatuan dan di atasnya diletakkan rumput
kering. Panglima Adayak menggosok dua batu untuk menghasilkan
api. (Akmal, 2011 : 228)
(268) Dua “pelajaran” di9 hari itu ternyata menjadi magnet luar biasa
bagi anak-anak Ponti Tembawang. Keesokan harinya saat datang
ke lapangan, Jales teka percaya pada apa yang dilihatnya: sekitar
30-an anak sudah hadir. Dari yang lebih besar dibansingkan Borneo
sampai bocah yang hidungnya masih dipenuhi ingus. (Akmal, 2011
: 229)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan bahwa Jaleswari berhasil
membawa lebih dari 10 anak untuk belajar bersama di luar kelas.
(269) “Wow!” Jales mengucek matanya untuk meyakinkan apa yang
dilihatnya memang benar-benar ada. Kemana saja anak-anak ini
sebelumnya sehingga dia tak pernah melihat mereka? (Akmal,
2011 : 229)
(270) “Luar biasa” desis Adeus yang juga takjub melihat pemandangan
itu. “Saya tak pernah melihat ada anak sebanyak ini kecuali saat
gawai, panen padi,” katanya. “Sekarang apa pelajarannya?”
(Akmal, 2011 : 229)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
(271) “Anak-anak,” Jaleswari langsung membuka percakapan. “Terima
kasih sudah datang ke sekolah. Hari ini seperti juga kemarin, kita
tidak belajar di dalam kelas, tetapi di sini.” (Akmal, 2011 : 230)
Jalewari tidak berhenti di situ saja, dia tetap meminta Adeus untuk tetap
tinggal menjadi guru bagi anak-anak Ponti Tembawang. Berikut kutipan langsung
yang mendukung pernyataan tersebut.
(272) “Kalau kau sudah tahu masalahnya separah itu, Adeus,” Jales
menggunakan kesempatan percakapan ini untuk sekaligus untuk
menguji keseriusan lelaki itu sebagai pendidik, “Apakah kau tega
meninggalkan SD dan membuat anak-anak kampung ini terus
dikerangkeng kebodohan dari waktu ke waktu. Terus dianggap oleh
bangsa lain di luar negeri? Bukankah sudah saatnya kau lebih
mendidik anak-anak gadis itu dengan pengetahuan yang lebih
tinggi lagi sehingga mereka bisa mencari pekerjaan yang lebih
layak di negeri sendiri, Adeus?” (Akmal, 2011 : 256)
(273) “Anak-anak di sini harus berkembang sesuai dunia sekarang. Kau
yang bisa melakukan itu Adeus. Tetapi mereka juga harus tetap
mengakar pada keluhuran nilai masyarakat Dayak yang indah ini,”
lanjut Jales. “Aku percaya kau bisa melakukannya demi masa
depan Borneo dan kawan-kawannya, karena merekalah yang akan
menjadi pewaris keagungan Dayak.” (Akmal, 2011 : 287)
Berdasarkan kutipan (245) hingga (273) menjadi bukti bahwa novel Batas
Antara Keinginan dan Kenyataan ini mempunyai tema tentang pendidikan.
Perjuangan Jaleswari untuk mengajak anak-anak belajar berhasil dengan cara
mengubah pembelajaran di luar kelas. Hal tersebut bisa menarik minat anak-anak
dusun Ponti Tembawang walaupun dengan proses yang sangat panjang dan sulit,
tetapi Jaleswari tidak pernah putus asa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
4.2.3.2 Cinta Tanah Air
Tema cinta tanah air dibuktikan pada saat Jaleswari tidak setuju dengan
adanya produk-produk Malaysia dibandingkan dengan produk Indonesia. Selain
itu, Jaleswari sangat terkejut karena saat dia masih berada di wilayah Indonesia
mendapatkan sms bahwa dia sedang berada di Malaysia. Jaleswari semakin kuat
tekadnyauntu menyelesaikan tanggungjawabnya. Di sisi lain Tanah Borneo
tepatnya di Ponti Tembawang, masyarakat setempat masih mempercayai adanya
roh-roh yang dipercaya mampu membantu masyarakat setempat. Selain itu,
masyarakat di dusun tersebut masih melakukan aktivitas berburu menggunakan
senjata-senjata tradisional. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(274) Selamat datang di Malaysia? Jales tak habis pikir. Bukankah daerah
ini masih merupakan wilayah Republik Indonesia? Ataukah ini
tecnical error saja, mungkin karena operator seluler di negeri jiran
itu mempunyai daya pancar yang tinggi sehingga menutup wilayah
Etikong? (Akmal, 2011 : 11)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(275) “Jadi, perang pernyataan pun sudah tidak hanya lewat media
massa, tapi lewat seluruh peluang yang disediakan dunia digital,”
pikirnya sambil terus mencoba memahami perang pesan pendekn
yang baru saja terjadi, (Akmal, 2011 : 11 – 12)
(276) “Kelihatannya akan semakin banyak hal menarik yang kutemui di
tempat ini di luar urusan menangani urusan sekolah yang
terbengkalai.” (Akmal, 2011 : 12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Di dusun Ponti Tembawang, Otiq pemilik warung satu-satunya di dusun
tersebut juga lebih banyak menjual produk-produk Malaysia daripada produk
Indonesia. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(277) Di satu sudut lain dari Ponti Tembawang terdapat sebuah warung
yang cukup besar. Meski berada di wilayah Indonesia, barang-
barang dagangan di sana tak seluruhnya produk dalam negeri.
Beberapa di antaranya malah merupakan produk Malaysia, seperti
sebotol kecil air mineral seharga Rp 3.000, satu bir kaleng seharga
Rp 10.000, dan sebotol besar wiski seharga Rp 25.000. otiq si
pemilik warung sedang duduk bersama dua orang lelaki. (Akmal,
2011 : 37)
Masyarakat dusun Ponti Tembawang yang dulunya tidak bisa memasang
bendera Merah Putih, saat ini sudah bisa mengibarkan bendera Merah Putih
karena bantuan dari para TNI yaitu Arifin dan kawan-kawannya. Berikut kutipan
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(278) “Ah Bapak Jomi, sekarang warga di sini sudah bisa mmmemasang
bendera Merah Putih dengan benarnsetelah dijelaskan Pak Arifin
kawan Bapak,” ujar Otiq. (Akmal, 2011 : 37)
(279) “Baguslah kalau begitu,” jawab Jomi sambil kembali menyicipi
tuaknya. “Beberapa tahun yang lalu sewaktu saya baru pertama kali
datang ke sini, saya sampai heran dan tak habis mengerti dengan
masyarakat yang berada di wilayah Indonesia tapi tak tahu kapan
bendera nasional harus dipasang.” (Akmal, 2011 : 38)
(280) “Mungkin karena kami lebih tahu tentang bendera Malaysia
ketimbang bendera sendiri, Pak Jomi,” ujar Otiq sambil terkekeh-
kekeh, menertawakan sendiri situasi yang dianggapnya sangat lucu.
(Akmal, 2011 : 38)
Jaleswari merasa iba terhadap kenyataan yang sedang ada di depan
matanya. Setelah dia melihat daerah perbatasan border, dia tidak habis mengerti
dengan keadaan yang terjadi. Tidak hanya itu, makanan dan minuman yang
disajikan diwilayah Indonesia tersebut rata-rata adalah makanan dan minuman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
dari Malaysia. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(281) Setelah melihat langsung suasana PPLB, Jales sulit membayangkan
benarkah penyelundupan dan perdagangan manusia, human
trafficking, betul-betul terjadi di tempat yang seketat ini? Seekor
kucing yang nekat ingin menyeberangi border pun rasanya pasti
akan kmesulitan luar biasa. (Akmal, 2011 : 77)
(282) Jales memperhatikan makanan kecil dan air minum mineral yang
disusun di tengah meja makan. Tak ada merek yang dikenalnya di
Jakarta. Jales mengambil satu botol air mineral, dan membaca
kemasannya. Memang produk Malaysia. Hal itu sempat
membuatnya jengkel sesaat. (Akmal, 2011 : 79)
(283) “Hmmm ...,” Jales memutuskan untuk tidak berterus terang.
“Rasanya lumayan juga.”
Kalau aku berteru terang, bagaimana jika nasi goreng itu dibuat
berdasarkan resep Malaysia? Sebab tak per4nah sekali pun aku
makan nasi goreng dengan kuah rempah-rempah seperti sekarang.
(Akmal, 2011 : 80)
Sesampainya di dusun Ponti Tembawang, Jales lebih terkejut lagi, karena
di tempat pelosok masyarakat bisa melihat siaran televisi dari negara lain, tetapi
tidak satu pun siaran televisi Indonesia yang bisa ditonton di tempat itu. Berikut
kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(284) Dunia di kepala Jales langsung terjungkir balik. Di tempat sebecek
ini? Dengan babi-babi yang tumbuh mereka berlepotan lumpur,
dan rumah mereka yang sudah sepudar ingatan pemimpin bangsa
tentang masyarakat-masyarakat terpencil, dari dalamnya
berpendar informasi global dari politik sampai hiburan. (Akmal,
2011 : 124)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(285) “Remaja di sini pun lebih suka nonton American Idol dibandingkan
dengan Indonesian Idol,” tambah Adeus membuat Jaleswari
ternganga. (Akmal, 2011 : 124)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
(286) Adeus menggeleng, “Siaran RRI juga jelek. Yang bagus malah
radio-radio Malaysia dari Serawak. Sinyal mereka kuat-kuat,
sehingga anak-anak di sini lebih hafal lagu dari penyanyi dan band-
band Malaysia,” lanjut pria itu sambil menyebutkan sejumlah nama
penyanyi jiran yang tidak akrab di telinga Jales. (Akmal, 2011 :
125)
Jaleswari mengajari anak-anak Ponti Tembawang untuk menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia, karena tidak ada satu pun dari mereka yang mengenal
lagu-lagu kebangsaan Indonesia. Berikut kutipan langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(287) “Anak-anak itu bertatapan satu sama lain. Jales melanjutkan
mengajar. “Kita coba lagu-lagu nasional ya. Siapa yang tahu
Indonesia Pusaka?” (Akmal, 2011 : 188)
(288) Borneo menunduk. Jales menghela napas. “Baiklah, sekarang kita
coba lagu lain. Hmm ... oh iya, Bagimu Negeri. Ibu yakin kalian
semua tahu lagu ini, kan? Ayo acungkan tangan yang tahu lagu
ini?” (Akmal, 2011 : 188)
Adeus mengajak Jaleswari jalan-jalan melihat perbatasan di hutan Ponti
Tembawang, dan betapa terkejutnya Jales, karena patok perbatasan antara
Malaysia dan Indonesia hanya ditandai dengan sebuah patok saja bukan pagar
besi. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(289) “Perbatasan di tengah hutan yang jauh dari pos tentara dan
imigrasi, tandanya memang Cuma berupa patok seperti ini saja,”
jawab Adeus. (Akmal, 2011 : 202)
(290) “Kenapa tanpa tembok dan tanpa kawat berduri ya?” tanya Jales.
(Akmal, 2011 : 205)
(291) Adeus mengangguk “Pos seperti di Etikong itu malah Cuma hanya
satu ada satu di seluruh Kalimantan. Yang lebih banyak adalah
perbatasan yang terbuka seperti ini.” (Akmal, 2011 : 204)
Di sekolah, Jaleswari masih mengajarkan lagu-lagu nasional Indonesia
agar anak-anak sadar bahwa mereka masih hidup di wilayah Indonesia dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
mengetahui bahwa Indonesia mempunyai beberapa lagu nasiaonal yang harus
dihafal dan dimengerti oleh anak-anak tersebut. Berikut kutipan langsung yang
mendukung pernyataan tersebut.
(292) “Bukan. Lagu-lagu dari daerah lain, supaya anak-anak ini tahu
bahwa mereka punya banyak teman di negeri ini.” (Akmal, 2011 :
229)
(293) “Lagu Jakarta, Ondel-Ondel,” ujar Jales. “Pernah lihat Ondel-
Ondel?” (Akmal, 2011 : 229)
(294) “Dengar dulu penjelasan Ibu Jales, Anak-anak.” Kali ini Adeus
yang bicara. “Ibu Jales akan mengajarkan lagu dari Jakarta, ibu
kota Indonesia. Betul, Ibu?” (Akmal, 2011 : 231)
(295) “Ya itu sebabnya mengapa saya butuh bentuan Arifin untuk ikut
mengajarkan lagu-lagu itu nanti dengan sikap sempurna.” (Akmal,
2011 : 234)
Berdasarkan kutipan (274) hingga (295) menjadi bukti bahwa novel Batas
Antara Keinginan dan Kenyataan ini memiliki tema tentang cinta tanah air.
Jaleswari dengan kokohnya mengajari anak-anak untuk mengerti, memahami, dan
mengetahui bahwa mereka masih hidup di wilayah Indonesia. Banyaknya
keterbatasan membuat masyarakat Ponti Tembawang menjadi tidak mengetahui
tentang Indonesia.
3. Perjuangan Perempuan
Tema selanjutnya yang dimiliki oleh novel Batas Antara Keinginan dan
Kenyataan ini adalah perjuangan perempuan. Perjuangan perempuan ini
menceritakan perjuangan seorang wanita bernama Ubuh yang dijual ke para
tauke-tauke di negri jiran dan melarikan diri demi harga dirinya. Namun,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
perjuangannya menuai proses yang sangat menyedihkan. Berikut kutipan tidak
langsung susra orang yang mendukung pernyataan tersebut.
(296) Suara orang-orang yang mengejarnya semakin dekat, membuat
perempuan muda itu kembali mengayuhkan kakinya yang semakin
capai menopang badannya yang limbung. Pandangan matanya
mulai berkunang-kunang. Kepalanya terasa berat dengan rasa
pusing yang merambatinya. Dia tak lagi bisa melihat dengan jelas
suasana di depannya. Semua benda terlihat seperti memiliki
bayangan yang bergerak ke kiri dan kanan. Perempuan itu hanya
berharap bisa mencapai sebuah patok kusam sebelum sepenuhnya
hilang kesadaran. (Akmal, 2011 : 22)
(297) Sebuah patok yang akan membuat keselamatannya terjaga karena
berarti dia telah kembali berada di Tanah Air, dan terlindungi dari
kekejaman para samseng yang sudah menjual tubuh dan kesetiaan
mereka hanya pada “Dewa Ringgit”. Tetapi dimana patok itu
sekarang? (Akmal, 2011 : 22)
(298) Terdengar gelombang tawa dari para pengejar di belakangnya.
“Lari nak mane kau, Ubuh!” seru samseng yang berada di depan.
“Bayar dulu utang-utangmu pada tauke kalau nak pulang ke
kampungmu yang busuk.” (Akmal, 2011 : 22)
(299) Ubuh melihat salah seorang dari samseng yang pernah berbuat
kurang senonoh kepadanya. Kenangan pahit itu menghantam
ingatannya seperti sebatang pohon tumbang yang jatuh menimpa
kepala. (Akmal, 2011 : 22)
(300) Samseng itu menjerit histeris tak menyelesaikan kalimatnya karena
Ubuh dengan nekat dan mendadak menggeser ke bawah posisi
tubuhnya, sehingga mulutnya sejajar dengan tangan durjana itu dan
langsung menggigitnya sekuat tenaga. Ubuh mencengkeram kuat
tangan itu dan merasakan jari-jari lelaki itu berada di dalam
mulutnya, mengeluarkan cairan asin yang khas. Darah. (Akmal,
2011 : 22)
(301) tubuhnya yang jauh lebih besar dan berotot seharusnya membuat
lelaki itu tak kesulitan mengeluarkan tangannya dari mulut Ubuh.
Tetapi Ubuh yang juga sudah gelap mata untuk mempertahankan
kehormatan mengunci mulutnya dengan kekuatan yang
mengagumkan sehingga jemari jahanam itu sama sekali tidak bisa
keluar. Semakin keras samseng itu menarik tangannya, semakin
kuat pula Ubuh membenamkan mulutnya kini semakin dipenuhi
darah. (Akmal, 2011 : 25)
(302) Ubuh memaksakan dirinya untuk berlari hanya dengan
mengandalkan naluri. (Akmal, 2011 : 25)
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
(303) “Daripada kau memekik-mekik minta pertolongan yang tak akan
terdengar orang,” seringai samseng lain yang pernah berbuat
kurang ajar terhadap Ubuh, “Lebih baik kau memekik-mekik
dibawahku, Manis,” katanya sambil berjongkok dan membelai
wajah Ubuh berulang-ulang. “Kau bisa bahagia sampai melayang-
layang naik ke langit mana pun yang kau mau.” (Akmal, 2011 : 23)
(304) “Ubuh bekerja sebagai TKW,” jawab Otiq pendek. Hatinya
mendadak dongkol terhadap Gale sehingga mengeraskan suaranya
sebagai pembenaran. “Dia sendiri yang minta dibantu.” (Akmal,
2011 : 43)
Kejadian di jiran dan di perbatasan membuat Ubuh menjadi kehilangan
kendali dan menjadi orang yang sedikit tidak waras. Ubuh mengalami guncangan
yang hebat sehingga dia hanya bisa diam dan ketakuta. Berikut kutipan tidak
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(305) Ubuh duduk di ambang jendela dengan mata kosong.
Pandangannya terarah ke hutan yang terpampang di depannya.
Sesekali wajahnya menyeringai ngeri. Mulutnya seperti
mendesiskan sesuatu yang tidak terdengar jelas berulang-ulang.
(Akmal, 2011 : 146)
Ternyata Otiq yang menjadi biang keladi di antara wanita-wanita yang
dijualnya kenegri jiran tersebut. otiq dengan tega menjual para gadis di dusun-
dusun dengan kedok akan dijadikan TKW, tetapi pada kenyataannya di jual ke
para tauke di Mlaysia. Berikut pernyataan langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(306) “Jangan cuman baik, Lakak. Kau harus pasti mengenali orang ini.
Keadaan ini harus tetap dalam kendali kita. Saya tak mau kalau
bisnis mengirimkan para pekerja ke tauke Malaysia ini menjadi
terganggu.” (Akmal, 2011 : 146)
(307) “Juga menjual warga dusunmu sendiri ke tauke-tauke culas di
sana,” kata Teo mulai emosional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(308) Jauh dari Ponti Tembawang, di dusun daerah yang lebih ramai,
Otiq dan Pagau sedang berada di dalam sebuah rumah
penampungan tenaga kerja. Tiga orang perempuan sederhana yang
seperti Ubuh sedang mengobrol sesama mereka di satu bagian
rumah yang cukup besar itu. Pemilik rumah, Herla, menyerahkan
tiga dokumen kepada Otiq sambil menunjuk ke arah perempuan itu.
(Akmal, 2011 : 194)
(309) Nada suara Herlam yang mulai emosi membuat para calon TKW
itu berusaha mencuri dengar dengan berpura-pura mengerjakan hal
lain sambil berusaha mendekat. Otiq melihat itu. “Kita lanjutkan
bicara, tetapi jangan di sini. Di ruang kerjamu saja!” katanya.
(Akmal, 2011 : 194)
(310) Serigai Pagau semakin lebar ketika Otiq sudah tak terlihat. Dia tahu
Otiq tak benar-benar marah padanya, karena mereka punya selera
yang sama terhadap perempuan. Mata Pagau mulai mengincar
siapa yang akan didekatinya lebih dulu. (Akmal, 2011 : 195)
Di perbatasan antara dusun Ponti Tembawang dan negri jiran sering sekali
terjadi tindak asusila pada para gadis belia yang cantik. Berikut kutipan langsung
yang mendukung pernyataan tersebut.
(311) “Oh tidak, bukan itu,” jelas Adeus. “Maksudnya ketika di
kelompok sidikat. Pernah saya dengar ada pengungsi yang tak
punya uang, membayar dengan tubuh mereka sebagai bayarannya.”
(Akmal, 2011 : 205 – 206)
Berdasarkan kutipan (296) hingga (311) menjadi bukti bahwa novel Batas Antara
Keinginan dan Kenyataan ini mempunyai tema tentang perjuangan perempuan.
Ubuh yang menjadi korban berhasil melarikan diri dari kejamnya para tauke di
negri jiran. Perjuangan Ubuh untuk melarikan diri menjadi bukti kelicikan Otiq
dan seluruh anak buahnya dan sehingga mereka dihukum karena kelicikan
mereka. Jaleswari mempunyai andil untuk mengupas masalah pelecehan wanita
seperti Ubuh di dusun Ponti Tembawang tersebut. Hal ini juga menjadi salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
alasan mengapa pendidikan tidak berjalan dengan baik. Karena Otiq dengan
kelicikannya mempengaruhi pikiran para warga.
4.2.4 Analisis Nilai Moral
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai nilai moral tokoh dalam
novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Nilai
moral menurut Suseno (1987 : 145 – 150) terdapat tujuh sikap dan tindakan yaitu
(1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab, (4)
kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan hati , (7) realitas dan
kritis. Nilai moral dalam novel tersebut diwujudkan melalui tindakan dan sikap
tokoh yang berjuang melawan ketidakbermoralan tokoh antagonis dalam
memperjuangkan hak-hak masyarakat Ponti Tembawang. Berikut nilai moral yang
terkandung di dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan.
4.2.4.1 Kejujuran
Jaleswari seorang wanita muda yang sedang mengandung anak
pertamanya merasa bahwa dirinya tidak menginginkan kehamilannya dan lebih
menginginkan kehadiran Aldo suaminya yang telah meninggal. Ia berterusterang
kepada ibunya dan Adeus bahwa ia sangat tidak menginginkan kehamilan
mudanya tersebut. berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
(312) “Iyalah, Ma,” Jales memeluk ibunya. “Jales mungkin belum siap
dengan kehamilan ini, terutama akibat kematian Aldo yang begitu
cepat. Tapi Jales ke Kalimantan bukan mau bunuh diri” (Akmal,
2011 : 69).
(313) “Iya, Ma,” Jales tangkas menungkas. “Aku tidak terlalu suka
dengan kehamilan ini” (Akmal, 2011 : 70).
(314) “Tetapi aku lebih butuh Aldo dibandingkan dengan bayi ini, Ma”
(Akmal, 2011 : 70).
(315) “Tidak banyak yang bisa kuceritakan selain bahwa kedatanganku
ke sini selain karena tugas,” jawab Jales sambil menyeka wajahnya
yang mulai dipenuhi butir-butir keringat. “Tidak ada hal lain yang
menarik untuk diceritakan dari seorang perempuan yang baru
ditinggal mati suami, dan sekarang dalam keadaan hamil” (Akmal,
2011 : 206).
Adeus sebagai satu-satunya guru di SD Ponti Tembawang merasa bahwa
honornya sebagai seorang guru tidak mencukupi untuk kebutuhannya sehari-hari.
Hal tersebutlah yang menyebabkan Adeus hanya mengajar hingga kelas tiga saja
dan sering membolos mengajar demi pekerjaan lainnya dan Adeus jujur kepada
Jaleswari mengenai hal yang membuatnya harus membolos saat jadwal mengajar.
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(316) “Kebutuhan hidup saya tidak terpenuhi kalau saya menghabiskan
waktu hanya untuk mengajar seluruh waktu. Saya punya banyak
tanggungan, sehingga harus bekerja lainnya untuk dapat uang”
(Akmal, 2011 : 141).
(317) Adeus tampak tak enak saat menjawab, “Terpaksa saya tinggal”
(Akmal, 2011 : 141).
(318) “Perbatasan hanya sekitar delapan kilometer dari sini,” ujar Adeus.
“Suasana sangat berbeda. Di sana segala macam bentuk pelayanan
publik jauh lebih bagus. Lebih nyaman. Surga yang ada di bumi”
(Akmal, 2011 : 189).
(319) “Masalahnya tidak semudah itu. Banyak faktor terkait yang baru
bisa Bu Jales pahami kalau setidaknya Bu Jales tinggal tiga-empat
bulan di sini, bukan hanya tiga-empat hari.” Suara Adeus agak naik
karena dia merasa disudutkan tanpa diberi kesempatan untuk
memberikan penjelasan yang lebih proposional (Akmal, 2011 :
256).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Berdasarkan kutipan (312) hingga kutipan (315) memberi bukti bahwa
Jaleswari jujur terhadap apa yang ia rasakan saat itu. Jales berbicara menurut kata
hatinya dengan jelas mengungkapkan bahwa ia tidak mnyukai kehamilannya
tersebut. sedangkan kutipan (316) hingga (319) mengungkapkan bahwa Adeus
jujur terhadap apa yang dilakukan selama membolos mengajar.
4.2.4.2 Nilai-nilai Otentik
Manusia otentik adalah manusia yhang menghayati, menunjukkan dirinya
sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadiannya (Suseno, 1987 : 143). Dalam
novel Batas antara Keinginan dan kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini nilai
otentik dibuktikan dengan sikap asli dari tokoh utama yaitu Jaleswari yang
mempunyai sikap tegas dan tidak suka akan basa-basi. Berikut kutipan langsung
yang mendukung pernyataan tersebut.
(320) “Pernah tiga tahun lalu, urusan kantor,” jawab Jales dengan malas
(Akmal, 2011 : 6)
(321) “Jalan!” Jales tak mau dibantah lagi. “Atau saya turun di sini!”
(Akmal, 2011 : 8).
(322) “Sudah-sudah!” Rasa kesal kini berkobar di ubun-ubun Jales.
“Buruan!” (Akmal, 2011 : 9).
(323) “Nyenyak,” jawab Jales pendek sekadar menghindari percakapan
basa-basi yang tak disukainya (Akmal, 2011 : 72).
Selain mempunyai sikap yang tegas dan tidak suka basa-basi, Jaleswari
juga mempiliki sikap yang lembut terhadap seseorang. Hal ini dibuktikan Jales
saat memberikan dukungan kepada Ubuh agar cepat sembuh. Berikut kutipan
langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
(324) “Kenapa tidak makan?” mata Jales mengarah ke piring yang terisi
penuh. Ubuh kembali menggelengkan kepala (Akmal, 2011 : 173).
(325) “Tidak apa-apa, Ubuh, ceritakan saja semuanya. Anggap saja saya
ini kakakmu,” kata Jales sambil mengelus rambut Ubuh. Sekilas
terlihat sinar kekagetan di mata Ubuh ketika rambutnya disentuh,
namun kemudian Ubuh merebahkan kepalanya ke pelukanm Jales
dan kesedihan yang semakin menyayat karena tak diungkapkan
langsung (Akmal, 2011 : 248).
(326) “Kalau ditahan terus akan tambah menjadi beban,” Jales kembali
mencoba melunakkan hati gadis itu. “Kamu bisa ngomong sama
saya .... Apa saja. Nggak usah takut” (Akmal, 2011 : 249)
Selain Jaleswari, Panglima Adayak juga memiliki sikap otetentik, hal ini
dapat dibuktikan dengan sikap wibawanya yang ditunjukkan kepada Jaleswari dan
masyarakat setempat. Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(327) “Pernahkah ibu dengar ada orang Dayak yang memenggal kepala
istri atau anaknya sendiri?” Panglima mengabaikan permintaan
maaf Jales. “Atau memenggal kepala ayah ibunya sendiri?
Pernah?” (Akmal, 2011 : 130).
(328) “Dan dengan yang tidak ibu tahu itu, Ibu langsung mengganggap
kami masyarakat Dayak sebagai orang yang tidak adil? Sebagai
orang yang seenang-wenang dalam mengambil kehidupan orang
lain?” cecar Panglima Adayak (Akmal, 2011 : 130).
(329) “Kamu tidak akan pernah diterima oleh masyarakat di sini jika
kamu tidak lebih dulu belajar untuk mengerti dan memahami
kehidupan kami,” jawab Panglima tanpa tedeng aling-aling
(Akmal, 2011 : 199).
(330) “Mandilah bersama mereka,” Panglima Adayak menunjukkan
jarinya ke sebuah arah. “Di sungai! Kamu tahu kenapa?” (Akmal,
2011 : 199).
(331) “Dan, kau, Bu Jales,” Panglima kembali menghunus sorot mata
belatinya. “Kalau kau tak sanggup menyerap kekuatan dari sungai
yang menjadi sumber kehidupan kami selama ini, aku anjurkan
sebaiknya pulang ke Jakarta saja. Secepatnya!” katanya sambil
kembali membalikkan tubuhnya, menghadap sesajen (Akmal, 2011
: 200).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Berdasarkan kutipan (320) hingga kutipan (323) membuktikan bahwa
Jaleswari memiliki sikap otentik dalam dirinya. Kutipan (324) hingga (325)
menyatakan bahwa Panglima Adayak juga memiliki sikap otentik dalam dirinya.
4.2.4.3 Kesediaan untuk Bertanggung Jawab
Kesediaan bertanggung jawab adalah kesediaan untuk melakukan apa
yang harus dilakukan denganm sebaik mungkin (Suseno : 1987 : 16). Novel Batas
antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini juga
menyuguhkan nilai kesediaan untuk bertanggung jawab, hal ini dibuktikan dengan
kesediaan Nawara untuk menampung Ubuh yang terluka dan berjanji akan
merawatnya hingga sembuh. Berikut kutipan langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(332) Adayak masuk ke rumah Nawara dan membaringkan gadis itu
dengan hati-hati. Nawara yang sudah menyiapkan air hangat segera
menyeka seluruh tubuh Ubuh secara hati-hati. “Kasihan sekali,”
katanya saat membersihkan kaki gadis itu yang menyisakan darah
kering berwarna merah kecoklatan. Nawara lalu melihat Adayak.
“Ini bukan pekerjaan samseng biadap itu kan?” (Akmal, 2011 : 45).
(333) “Baik, Panglima. Akan saya usahakan sebisa saya untuk
menyembuhkannya” (Akmal, 2011 : 46).
(334) “Belum lama, aku hanya ingin bilang bahwa anak malang itu akan
aku rawat sampai sembuh. Jangan khawatir. Borneo juga sudah
kuminta agar menganggapnya sebagai kakak. Aku yakin tak lama
lagi kondisinya akan kembali” (Akmal, 2011 : 54).
(335) “Saya hanya membantu sebisa saya, Pendeta. Panglima Adayak
yang mengantarkan” (Akmal, 2011 : 174).
Jaleswari bersedia bertanggung jawab kepada kantornya untuk mengurus
program CSR yang berhenti begitu saja tanpa alasan yang jelas di dusun
Ponti Tembawang. Walaupun keadaan yang sedang hamil dan keadaan
dihadapinya semakin sulit, namun Jaleswari tetap bersedia bertanggung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
jawab. Berikut kutipan tidak langsung yang mendukung pernyataan
tersebut.
(336) Sebab ketika dia memutuskan untuk menerima tugas mencari
penyebab tidak berjalannya program CSR (Corporate Social
Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan
sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya
menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda.
Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu
(Akmal, 2011 : 67)
(337) Di depan sebuah pondok, sekelompok ibu sedang menganyam
ajat. Para lelaki sedang sibuk menyiapkan suatu upacara adat.
Jaleswari sedang berdialog dengan beberapa orang ibu sambil
sesekali Adeus menyelingi dalam bahasa Dayak (Akmal, 2011 :
192).
Berikut kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(338) “Hmm ... baiklah, bantu saya untuk mengajar.” Jales memutuskan
sudah saatnya untuk bertindak lebih nyata, apa pun yang akan
terjadi. Dia lalu menatap anak-anak. “Ada yang suka menyanyi?”
(Akmal, 2011 : 188).
(339) “Sejauh ini tugasku hanya untuk mencari apa penyebab tidak
berjalannya program CSR ini” (Akmal, 2011 : 209).
Kutipan (332) hingga kutipan (335) menyatakan bahwa Nawara memiliki
kesediaan untuk bertanggung jawab terhadap Ubuh yang saat itu sedang
mengalami goncangan jiwa akibat penderitaan yang dialami. Sedangkan kutipan
(336) hingga (339) membuktikan bahwa Jaleswari juga memiliki sikap kesediaan
untuk bertanggung jawab dari tugas yang diterimanya mencari tahu alasan
program dari kantornya yang tidak berjalan. Selain itu, Jaleswari juga
bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Ubuh saat itu, karena Ubuh
bercerita tentang apa yang telah dialaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
2.2.4.4 Kemandirian Moral
Kemandirian berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan berbagai
pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penelitian,
dan pendirian sendiri dalam bertindak sesuai dengannya (Suseno, 1987 : 147).
Dalam hal ini dibuktikan dengan sikap mandiri Jaleswari dalam menghadapi
permaslahan di dusun Ponti Tembawang. Berikut kutipan yang mendukung
penyataan tersebut.
(340) Sebab ketika dia memutuskan untuk menerima tugas mencari
penyebab tidak berjalannya program CSR (Corporate Social
Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan
sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya
menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda.
Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu
(Akmal, 2011 : 67).
(341) Jales dengan hati-hati bercampurtakut memasukkan kakinya ke
dalam sungai (Akmal, 2011 : 212)
(342) “Bismillahirahmanirrahim,” ujar Jales saat kedua kakinya masuk
ke dalam air yang mengalir lancar, memberikan kesegaran yang
berbeda dibandingkan dengan air dalam ember di kamar mandi
dadakan di belakang rumah Nawara(Akmal, 2011 : 212).
Kutipan (340) hingga kutipan (342) menggambarkan bahwa Jaleswari
dengan kemandirian menepis semua ketakutan di dalam dirinya dan mulai
melakukan apa yang menurutnya tidak mungkin untuk dilakukan yaitu dengan
pergi ke Kalimantan dengan keadaan hamil muda demi mendapatkan alasan
mengapa program pembangunan SD tidak berjalan dengan lancar dan menepis
ketakutan dan kejijikannya untuk mandi di sungai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
4.2.4.5 Keberanian Moral
Keberanian adalah ketekatan dan bertindak untuk bersikap mandiri.
Keberanian menunjukkan dalam tekat untuk tetap mempertahankan sikap yang
telah diyakin (Suseno, 1987 : 147). Keberanian moral ini ditunjukkan pengarang
melalui sikap tokoh utama Jaleswari yang berani mengungkap kebenaran dari
ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat Ponti Tembawang. Berikut
kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(343) “Ah, tak usah, Pak. Saya hanya mau bilang bahwa semalam Ubuh
sudah bicara dengan saya. Dia bilang, dia sudah ingat orang yang
mengirim dia ke tauke di Malaysia itu” (Akmal, 2011 : 251).
(344) “Dia banyak bercerita kehidupan di sana. Terutama kelakuanpara
samseng yang sering kurang ajar” (Akmal, 2011 : 255).
(345) “Ya, Ubuh cerita dia dan kawan-kawannya sering mengalami
pelecehan seksual oleh para samseng itu. Bahkan ada juga yang
dilakukan para tauke terhadap para TKW yang berparas manis”
(Akmal, 2011 : 255).
(346) “Kalau kau tahu masalahnya seperti itu, Adeu,” Jales menggnakan
kesempatan percakapan ini sekaligus untuk menguji keseriusan
lelaki itu sebagai pendidik, “Apakah kau tega meninggalkan SD
dan membuat anak-anak kampung itu terus dikerangkeng
kebodohan dari waktu ke waktu. Terus dianggap oleh bangsa lain
di luar negeri? Bukankah sudah saatnya engkau lebih mendidik
anak-anak gadis itu dengan pengetahuan yang lebih tinggi lagi
sehingga mereka bisa mencari pekerjaanyang lebih layak di negeri
sendiri, Adeus?” (Akmal, 2011 : 256).
Kutipan (343) hingga kutipan (346) membuktikan bahwa Jaleswari
memberanikan diri untuk mengungkapkan kebenaran yang sedang terjadi di
masyarakat Ponti Tembawang, karena hal tersebut juga merupakan akar masalah
dari berhentinya program CSR.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
4.2.4.6 Kerendahan Hati
Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan
kenyataan. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya melainkan
juga kekuatannya (Suseno, 1987 : 148). Kerendahan hati dalam novel ini
ditunjukkan pengarang melalui kerendahan hati tokoh dalam melihat kenyataan
dalam dirinya. Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(347) “Tidak ada yang ppernah menolak perintah Panglima, apalagi
saua” jawab Nawara. “Tetapi rumah saya seperti ini bukan hotel di
Etikong” (Akmal, 2011 : 147).
(348) “Saya hanya membantu semampu saya, Pendeta. Panglima Adayak
yang mengantarkan” (Akmal, 2011 : 174).
Kutipan (347) dan kutipan (348) menggambarkan bahwa Nawara sadalah
tokoh yang sangat rendah hati. Hal ini dapat dibuktikan saat dia menerima
Jaleswari menginap di rumahnya dan menampung serta merawat Ubuh hingga
sembuh.
4.2.4.7 Realitas dan Kritis
Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan ini meiliki sikap realitas
dan kritis yang digambarkan pegarang lewat sikap kritis tokoh utama yaitu
Jaleswari. Jaleswari adalah sosok perempuan muda yang memiliki sikap kritis
terhadap apapun yang sedang dilihatnya. Berikut kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
(349) Selamat datang di Malaysia? Jales tak habis pikir. Bukankah daerah
ini masih merupakan wilayah Republik Indonesia? Ataukah ini
technical eror saja, mungkin karena operator seluler di negri jiran
itu mempunyai daya pancar yang tinggi sehingga menutup wilayah
Etikong (Akmal, 200 : 11).
(350) “Jadi perang pernyataan pun sudah tidak hanya lewat media massa,
tapi lewat seluruh peluang yang disediakan dunia digital,” pikirnya
sambil terus mencoba memahami perang pesan pendek yang baru
saja terjadi (Akmal, 2011 : 12).
(351) Jales memperhatikan makanan kecil dan air minum mineral yang
disusun di tengah meja makan. Tak ada merek yang dikenalnya di
Jakarta. Jales mengambil satu botol air mineral, dan membaca
kemasannya.memang produk Malaysia. Hal itu sempat
membuatnya jengkel sesaat (Akmal, 2011 : 79).
Kutipan (349) dan (350) menggambarkan Jaleswari yang kritis terhadap
hal yang terlihat di depan matanya. Hal itulah yang membuat wanita cantik ini
terlihat pintar.
4.2.5 Relevansi Hasil Penelitian Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di
SMA
Pengajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting, karena
karya sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata
(Rahmanto, 2005 : 15). Oleh karena itu, sastra bisa digunakan sebagai bahan
pembelajaran mengenai nilai-nilai kehidupan. Rahmanto mengklasifikasikan tiga
aspek penting dalam memilih pengajaran sastra, yaitu : (1) segi bahasa, (2) segi
kematangan jiwa, (3) segi latar belakang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
1. Bahasa
Penggunaan bahasa dalam novel sangat penting untuk diperhatikan karena
akan berpengaruh terhadap pemahaman siswa. Bahasa yang terlalu sulit akan
menghambat pemahaman siswa terhadap novel tersebut, sebaliknya jika novel
tersebut bahasanya mudah untuk dipahami maka siswa pun tidak akan kesulitan
dalam membaca dan memahami isi novel. Novel Batas anatara Keinginan dan
Kenyataan karya Akmal Nasery Basral menggunakan bahasa suku Dayak, bahasa
Melayu, bahasa inggris, dan bahasa Indonesia. Meskipun demikian, bahasa yang
digunakan oleh pengarang masih bisa dipahami oleh siswa di tingkat SMA karena
bahasanya sederhana dan lugas. Selain itu, pengarang juga menambahkan
keterangan di bawah bahasa asing yang digunakan dalam novel inisehingga
memudahkan peserta didik untuk memahami kalimat-kalimat tersebut. Berikut
kutipan langsung yang mendukung pernyataan tersebut.
(352) Terdengar gelombang tawa dari para pengejar di belakangnya.
“Lari nak mane kau Ubuh!” seru samseng yang berada di depan.
“Bayar dulu utang-utangmu pada tauke kalau nak pulang ke
kampungmu yang busuk” (Akmal, 2011 : 22).
(353) “Ayo minum, Gale!” katanya sambil menuangkan tuak ke dalam
gelas Gale yang baru saja kosong. “Sayang sekali tidak ada
ma’alap senggayung yang bikin suasana jadi tambah ramai heeee
...,” lanjutnya menyebutkan musik dari bambu yang biasa
dimainkan warga (Akmal, 2011 : 37).
(354) “Betul sekali Pak Jomi. Memang kelihatannya mahal karena ini
adalah aruh ganal, apa itu artinya kalau orang Jawa bilang ... ah ya,
kan-dori besar,” ujar Pagau (Akmal, 2011 : 40).
(355) “Nyanyi Kandan saja,” usul seorang anak
“Apa itu Kandan?” Tanya Jales berbisik kepada Adeus.
“Lagu pujian agar rakyat makmur,” jawab Adeus juga sambil
berbisik (Akmal, 2011 : 230).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Selain menggunakan bahasa suku Dayak dan melayu, pengarang juga
menggunakan bahasa Inggris. Berikut kutipan langsung yang mendukung
pernyataan tersebut.
(356) “Betul, Bu. Usaha money charger dengan uang kertas bernilai kecil
yang sering sudah kumal” (Akmal, 2011 : 82).
(357) “Jadi, darimana Dalikun mendapatkan uang sebanyak itu?” Rasa
penasaran Jales tak berkurang. “Obat bius? Human traffiking?
Pembalakan liar?” (Akmal, 2011 : 83)
(358) “Selamat, Cantik. Great job!” puji Kunun yang berbisik lirih di
telinga Jales. “Upaya kita berhasil! Banyak perusahaan meminta
proposal kita. Mereka akan mengalokasikan dana CSR untuk kita
kelola” (Akmal, 2011 : 298).
Kutipan (351) hingga kutipan (355) merupakan bukti bahwa pengarang
menggunakan bahasa suku Dayak dan bahasa Melayu. Sedangkan kutipan (356)
hingga (358) merupakan bukti bahwa pengarang juga menggunakan bahasa
Inggris dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan.
2. Kematangan Jiwa
Kematangan jiwa peserta didik juga harus diperhatikan dalam mempelajari
karya sastra. Rahmanto (2005 : 30) berpendapat bahwa pada tahap usia 16 tahun
merupakan tahap generalisasi, dimana pada tahap ini siswa sudah tidak lagi
berminat pada hal-hal praktis, tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-
konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena.
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa Jaleswari memiliki sikap
kemtangan jiwa. Pengarang menggambarkannya melalui sikap Jaleswari yang
mau menerima tugas berat dari kantornya untuk menyelesaikan misi
pembangunan SD di Kalimantan Barat walaupun dia masih dalam keadaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
berduka dan hamil muda. Berikut kutipan yang mendukung dalam memilih aspek
kematangan jiwa.
(359) “iyalah, Ma,” Jales memeluk ibunya. “Jales mungkin belum siap
dengan kehamilan ini, terutama akibat kematian Aldo yang begitu
cepat. Tapi Jales ke Kalimantan bukan mau bunuh diri” (Akmal,
2011 : 69).
(360) Sebab ketika dia memutuskan untuk menerima tugas mencari
penyebab tidak berjalannya program CSR (Corporate Social
Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan
sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya
menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda.
Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu
(Akmal, 2011 : 67).
Kutipan di bawah ini mengambarkan bahwa Jaleswari tidak egois untuk
memikirkan dirinya sendiri. Dia mau memberikan jatah makan untuk orang yang
lebih membutuhkan. Berikut kutipan yang mendukung dalam memilih aspek
kematangan jiwa.
(361) “Saya masih kenyang, Bang Irfan,” kata Jales. “Tadi sempat
sarapan di border.” Tanya saja sama Victor. Ini makanannya
simpan saja buat Bang Irfan atau teo karena pasti lebih
membutuhkan (Akmal, 2011 : 99).
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa Jaleswari tetap memikirkan orang
lain walaupun dirinya sedang dalam keadaan terancam. Berikut kutipan yang
mendukung dalam memilih aspek kematangan jiwa.
(362) Dari dalam rumah, Jales menghambur keluar dengan tubuh yang
masih belepotan darah. “Mana Ubuh?” katanya panik, sambil
menatap Adeus yang terlihat berusaha menenangkannya (Akmal,
2011 : 266).
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa tokoh Adeus rela berkorban dan
memiliki sikap kematangan jiwa. Pengarang menggambarkannya melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
tindakannya yang berani bertarung untuk keselamatan orang lain, walaupun
dirinya tidak bisa menggunakan mandau untuk bertarung. Berikut kutipan yang
mendukung dalam memilih aspek kematangan jiwa.
(363) “Tidak bisa!” seru Adeus yang melangkah maju dan berdiri dengan
gagah menghadapi Otiq. “Siapa pun yang ingin mengusir Ibu
Jaleswari dan Ubuh di antara kalian, kalau berani maju! Hadapi aku
dulu,” katanya sambil mengacungkan obor di tangan kanannya
sejauh mungkin ke depan, seperti ingin meihat lebih jelas lawan-
lawannya (Akmal, 2011 : 273)
(364) Tiba-tiba Adeus muncul dann mengambil alih tugas adayak dengan
tiga kali gosokan yang dilakukan secara keras, bunga api muncul
memercik ke rumput kering dan segera melahapnya sehingga mata
api membesar. Borneo dan kawan-kawannya bertepuk tangan dan
bersorak gembira sambil menari-nari khas dayak. Panglima Adayak
mengangguk-anggukkan kepalanya dengan ekspresi puas.
Sedangkan Jales dengan sepontan memeluk Adeus sebagai tanda
terimakasih yang membuat lelaki itu salah tingkah (Akmal, 2011 :
28)
Kutipan (359) hingga (364) membuktikan bahwa novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan juga memiliki aspek kematangan jiwa. Dimana
beberapa tokoh tidak mudah dalam mengambil sebuah keputusan deengan resiko
yang akan didapatkan.
3. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya juga penting dalam pembelajaran karya sastra.
Peserta didik akan semakin terpancing minat untuk mempelajari sastra. Selain itu,
peserta didik dapat menambah wawasan dengan mengetahui berbagai macam
budaya-budaya di Indonesia. Berikut kutipan langsung yang menyatakan
pernyataan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Kutipan di bawah ini menjelaskan bahwa pengarang menggambarkan latar
belakang budaya Dayak yang masih menggunakan cara tradisional untuk
menyembuhkan sakit yang diderita oleh seseorang. Berikut kutipan yang
mendukung pernyataan tersebut.
(365) “Ini aku bawakan obat untuk Ubuh. Rebuskan ramuan akar hutan
ini, minumkan airnya, dan ajak dia bicara. Ceritakan dongeng indah
yang kamu ingat tentang kehebatan masyarakat Dayak” (Akmal,
2011 : 220).
Masyarakat Dayak masih
(366) Perempuan-perempuan lebih muda sedang menjemur kembali
tenggelam dalam kesibukan mereka sembari melantunkan kayau –
senandung tradisional yang dinyanyikan bersahut-sahutan dan
berkisah tentang salah satu legenda dalam tradisi Dayak (Akmal,
2011 : 17 – 18).
Masyarakat suku Dayak, masih mempercayai adanya roh leluhur atau
nenek moyang yang melindungi mereka. Hal ini digambarkan pengarang melalui
kebiasaan Adayak yang merupakan tetua di dusun tersebut menaruh beberapa
sesajen untuk dipersembahkan kepada roh leluhur.
(367) Panglima Adayak menaruh beberapa sesajen di dekat kumpulan
sabut kelapa yang dibakar di bawah sebuah pohon besar. Dengan
khidmat Panglima Adayak melakukan ritual itu sehingga seperti tak
menyadari Jaleswari dan Adeus melintas di dekatnya (Akmal, 2011
: 197).
Panen merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat suku
Dayak, karena dengan adanya panen masyarakat dapat meryakannya bersama-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
sama. Perayaan panen tersebut selalu dilakukan setiap tahunnya. Perayaan
tersebut bernama gawai.
(368) Tiga pekan kemudian masyarakat Ponti Tembawang menggelar
gawai, upacara adat berkaitan dengan sukses panen. Panglima
Adayak memimpin upacara, dengan beberapa hasil tanaman ladang
di jajarkan dengan berbagai perlengkapan adat upacara. Beberapa
pemuda memainkan alat musik sape, diiringi gong. Para remaja
menari dengan gerakan meriah (Akmal, 2011 : 302).
Kutipan (365) hingga (368) merupakan bukti bahwa dalam novel Batas
antara Keinginan dan kenyataan karya Akmal Nasery Basral, budaya yang
dikenalkan adalah budaya masyarakat Dayak khususnya dusun Ponti Tembawang.
Hal tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan peserta didik untuk
mengenal budaya dari daerah lain di Indonesia.
4.2.6 Silabus (terlampir)
4.2.7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (terlampir)
4.3 Pembahasan
Setelah melakukan penelitian dengan menjawab semua rumusan
masalah, nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan
karya Akmal Nasery Basral telah ditemukan dengan cara mencermati
tokoh dan penokohan, latar, dan tema. Dalam teori terdapat 7 bentuk sikap
moral, yaitu (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan
bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6)
kerendahan hati, (7) realitas dan kritis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Peneliti menggunakan tiga penelitian yang relevan. Penelitian
pertama menemukan 4 sikap nilai moral yaitu hati nurani, hak dan
kewajiban, kebebasan dan tanggung jawab, serta nilai dan norma.
Penelitian yang relevan kedua menemukan 6 bentuk sikap moral yaitu
moralitas kepada Allah SWT, moralitas kepada Rasullulah SAW,
moralitas kepada didir sendiri, moralitas kepada keluarga, moralitas
kepada kehidupan sosial, dan moralitas kepada negara. Sedangkan dalam
penelitian relevan yang ketiga menemukan 7 bentuk sikap moral yaitu
kesabaran, tawakal, taat ibadah, penolong, rajin, pengendalian diri, dan
penyesalan.
Dari teori yang digunakan dan hasil penelitian yang ditemukan
ketiganya dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA
kelas XII semester II. Standar Kompetensi yang sesuai dengan penelitian
ini adalah memahami buku biografi, novel, dan hikayat. Kompetensi dasar
yang sesuai adalah mengungkapkan hal-hal yang menarik yang dapat
diteladani dari tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Novel Batas antara keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral
ini merupakan sebuah novel yang telah difilmkan. Novel ini menceritakan
perjuangan perempuan yang bernama Jaleswari yang ditugaskan oleh kantornya
untuk mencari tahu alasan tidak berjalannya pembangunan SD di pelosok
Kalimantan Barat. Dalam misinya Jaleswari mendapat hambatan-hambatan, tetapi
dia tetap berjuang demi tugas dari kantornya. Dan pada akhirnya Jales berhasil
menemukan beberapa alasan yang membuat berhentinya pembangunan SD di
dusun tersebut.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap tokoh dan
penokohan, dapat diketahui bahwa Jaleswari merupakan tokoh utama di dalam
novel tersebut. Jaleswari dapat disimpulkan sebagai tokoh utama karena menjadi
pusat narasi penceritaan, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan
paling terlibat dalam konflik, klimaks dan tema. Tokoh tambahan dalam novel ini
adalah mama Jaleswari, Ubuh, Arifin, Panglima Adayak, Nawara, Borneo, Adeus,
Otiq, dan pagau. Peran mereka tidak terlalu pokok, namun keberadaannya
mendukung tokoh utama.
Latar dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal
Nasery Basral ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan
latar sosial. Latar tempat digambarkan oleh pengarang yaitu di Kalimantan Barat
130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
dusun Ponti Tembawang. Di dusun tersebutlah Jaleswari berjuang untuk
menemukan alasan berhentinya program dari kantornya untuk pembangunan
sebuah SD di dusun Ponti Tembawang. Latar waktu dalam novel ini adalah waktu
pagi hari, siang hari, menjelang petang dan malam hari. Keadaan masyarakat di
dusun tersebut sangat memprihatinkan, karena mereka hanya bisa membeli dan
menjual barang ke negeri Jiran. Masyarakat suku Dayak, khususnya dusun Ponti
Tembawang masih memegang teguh budaya yang sudah ada. Mereka masih
mempercayai adanya roh nenek moyang dan sering meletakkan sesajen untuk
persembahan.
Tema yang diangkat dalam novel ini adalah perjuangan, karena novel ini
menceritakan perjuangan seorang wanita muda yang sedang hamil untuk
memperjuangkan SD yang telah dibangun perusahaan tempat dia bekerja. Dengan
kecerdasan dan keberaniaanya dia melewati rintangan-rintangan yang
menghalanginya untuk mengungkap kebenaran yang telah terjadi dan menjadi
penyebab berhentinya program pembangunan SD tersebut. penelitian ini
menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk menemukan nilai-nilai moral
yang terdapat dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal
Nasery Basral ini.
Melalui penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan tujuh bentuk
sikap nilai moral yaitu (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan untuk
bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan
hati, (7) realitas dan kritis. Sikap jujur ditunjukkan oleh Jaleswari saat tidak ingin
mempertahankan kandungannya. Dia jujur kepada mamanya bahwa dia ingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
menggugurkan kandungannya tetapi mamanya melanrang hal tersebut karena hal
tersebut adalah sebuah dosa besar. Selain itu, kejujuran juga diungkapkan oleh
Adeus satu-satunya guru di SD Ponti Tembawang. Dia berterusterang kepada
Jaleswari bahwa dia sering membolos untuk mengajar karena gaji guru yang
diterimanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, oleh sebab
itu Adeus sering membolos untuk pekerjaan lain. Nilai otentik adalah sikap yang
menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya. Hal ini ditunjukkan dengan sikap
Jaleswari yang selalu menunjukkan dirinya sesuai dengan keaslian dirinya dan
tidak pernah menutup-nutupi apa yang ingin disampaikan maupun hal yang ingin
dilakukan. Selain Jaleswari, Adayak juga merupakan tokoh yang sikapnya
memiliki nilai-nilai otentik, karena Panglima Adayak tidak pernah
menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Dia selalu menunjukkan sikap aslinya
yang tegas, dan tidak suka basa-basi.
Kesediaan bertanggung jawab ditunjukkan oleh Jaleswari dengan
menyetujui tugas dari kantornya walaupun keadaan dirinya yang sedang tidak
stabil dan sedang hamil muda. Dia bersedia bertanggung jawab menyelesaikan
missinya hingga tuntas dan hal tersebut dibuktikannya dengan terungkapnya
kebenaran yang menjadi penghalang pembangunan SD di dusun tersebut. sikap
kemandirian moral juga ditunjukka tokoh Jaleswari dengan tidak hanya
memikirkan dirinya tetapi juga memikirkan orang lain walaupun keadaanya
sendiri sedang tidak stabil. Keberanian moral ditunjukkan tokoh Adeus yang
berani melawan kejahatan untuk melindungi yang benar. Kerendahan hati
ditunjukkan oleh tokoh Nawara yang selalu baik hati menerima dan merawat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Ubuh yang sedang mengalami guncangan jiwa. Yang terakhir adalah realitas dan
kritis dibuktikan oleh tokoh Jaleswari dalam mengkritisi kenyataan yang sedang
terjadi di pulau Borneo tersebut.
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran di SMA
kelas XII semester II. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) dengan SK : 15 Memahami buku biografi, novel, dan
hikayat dan KD : 15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani
dari tokoh.
5.2 Implikasi
Penelitian terhadap novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya
Akmal Nasery Basral ini membuktikan bahwa novel tersebut bisa digunakan
sebagai bahan ajar sastrakarena mengandung nilai-nilai moral yang dapat
dijadikan pengangan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang sastra, hasil
penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang analisis alur, tokoh
penokohan, latar dan nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Cinta di
Dalam Gelas. Di dalam bidang pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII senester II.
5.3 Saran
Peneliti berharap karya yang jauh dari kata sempurna ini bisa memberikan
pengetahuan untuk para guru bahasa Indonesia, dan peneliti lain yang membahas
mengenai nilai moral. Peneliti juga berharap penelitian yang direlevansikan ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
dalam pembelajaran sastra ini dapat berguna bagi dunia pendidikan khususnya
pembelajaran sastra di SMA. Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti
menyarankan agar para guru dapat mengambil nilai yang terkandung dalam novel
Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral untuk
diajarkan kepada peserta didiknya. Bagi mahasiswa, diharapkan penelitian ini
digunakan sebagai acuan atau reverensi dalam penyusunan skripsi dalam novel
tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk peneliti lain dapat
menindaklanjuti penelitian yang berhubungan dengan novel ini menggunakan
sosiologi sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
DAFTAR PUSTAKA
Basral, Akmal Nasery. 2011. Batas Antara Keinginan dan Kenyataan. Penerbit
Qanita (Anggota IKAPI). Jakarta Selatan.
Choirul, Vicky. 2013. “Analisis Nilai Moral dalam Novel Cinta Suci Zahrana
Karya Habiburahman El Shirazy”
Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Universitas
Negri Yogyakarta: PT. Buku Seru.
Haricahyono, Cheppy. 1995. Dimensi-dimensi Pendidikan Moral. Semarang :
IKIP Press.
Mahluf, M. Mahmud El. 2009. “Moralitas dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya
Habiburraman El Shirazy.
Mulyasa. 2008. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian
Guru Dan Kepala Sekolah. Jakarta. Pt Bumi Aksara.
Nazir, Mohamad. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Noor, Redyanto. 2004. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo.
Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Nyoman, Khuta Ratna. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Rahmanto. B. 2005. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta : Kanisius.
Sainipar, Seprianto. 2012. Resensi Novel Batas : antara Keinginan dan
Kenyataan. Diunduh pada tanggal 21 Juni 2015 dari
http://nz15.blogspot.com/2012/09/resensi-novel-batas-antara-
keinginan.html.
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2010. Jakarta. Kharisma
Putra.
135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Serli, Resi. 2006 .“Nilai Moral dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburahman EL
Shirazy”.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta Pusat. Pt Dunia
Pustaka Jaya.
Suharianto, S. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widyaduta.
Suseno, Frans Magnis. 1987. Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat
Moral. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Sinopsis
LAMPIRAN 2 : Silabus
LAMPIRAN 3 : RencanaPelaksanaanPembelajaran
LAMPIRAN 4 : MateriPembelajaran
LAMPIRAN 5 : Penilaian
137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1
SINOPSIS
JALESWARI, dengan ambisi dan kepercayaan diri yang penuh,
mengajukan diri untuk mengambil tanggung-jawab memperbaiki kinerja program
CSR bidang pendidikan yang terputus tanpa kejelasan. Dia menyanggupi masuk
ke daerah perbatasan di pedalaman Kalimantan dan menjanjikan dalam dua
minggu ketidak-jelasan itu dapat diatasi.
Ternyata suatu kehendak belum tentu sejalan dengan kenyataan. Daerah
perbatasan di pedalaman Kalimantan memiliki pola kehidupannya sendiri. Mereka
memiliki titik-pandang yang berbeda dalam memaknai arti garis perbatasan.
Konflik bathin terjadi ketika dia terperangkap pada masalah kemanusiaan yang
jauh lebih menarik dan menyentuh perasaan dibanding data perusahaan yang
sangat teoritis dan terasa kering karena pada hakekatnya masalah rasa sangat
relatif dan memiliki kebenaran yang berbeda.
JALESWARI berada dalam tapal batas pilihan. Karisma hutan dan pola
hidup masyarakat telah menyadarkan dirinya bahwa upaya memperbaiki
kehidupan masyarakat tidak bisa dipisahkan dengan adat istiadat setempat.
Jaleswari sangat memahami ADEUS, seorang guru yang dipercaya menjalankan
program pendidikan, kini menjadi pribadi pendiam dan apatis, karena sistem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pendidikan yang diinginkan perusahaan di Jakarta, tidak sesuai dengan keinginan
masyarakat. Masyarakat lebih memilih untuk jadi tenaga kerja yang dijanjikan
jadi kaya oleh penjual jasa bernama OTIK. Salah satu korbannya adalah UBUH,
pekerja TKI yang melarikan diri dari negeri tetangga. Oleh masyarakat Dayak
disana, UBUH tak hanya beroleh perlindungan namun juga kehangatan dan
keramahan yang perlahan membuatnya berangsur pulih dari trauma
Tragedi kemanusiaan ini, merubah pemikiran JALESWARI. Semua
peristiwa terjadi di depan matanya. Jiwanya goncang dan PANGLIMA
ADAYAK, kepala suku menuntunnya memahami "Bahasa Hutan" yang
mengetengahkan rasa hormat dan cinta untuk tidak merusak dan sebaliknya malah
menjaga dan meningkatkan harkat manusia dan lingkungan kehidupannya.
Langkah JALESWARI sangat membantu ARIF sebagai instrumen negara yang
dalam penyamaran dan ditugaskan di wilayah perbatasan.
(http://nz15.blogspot.com/2012/09/resensi-novel-batas-antara-keinginan.html)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2
SILABUS
Nama Sekolah : SMA/MA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/2
Standar Kompetensi : Membaca
15. Memahami buku, biografi, novel, dan hikayat
Kompetensi
Dasar
Pengalaman Belajar Materi
Pokok
Indikator Penilaian Alokasi Sumber
15.1
Mengungkapkan
hal-hal yang
menarik dan
daapat
diteladani dari
tokoh
Mencermati tokoh
dan penokohan,
latar, dan tema
dalam sebuah
novel
Mengidentifikasi
nilai-nilai moral
dalam sebuah
novel
Tokoh,
penokoh
an,
tema,
dan latar
Nilai
moral
Hal-hal
yang
Mengidentifikasi
unsur-unsur
interinsik (tokoh,
penokohan, latar,
dan tema
Mengidentifikasi
nilai-nilai moral
Mengungkapkan
hal-hal yang
Jenis tagihan
Tugas
Individu
Tugas
Kelompok
Bentuk
4 x 45’ Nasery
Basral,
Akmal. 2011.
Batas antara
Keinginan
dan
Kenyataan.
Penerbit
Qanita
(Anggota
IKAPI).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mendiskusikan
hasil belajar
Mempresentasikan
hasil belajar
menarik
dari
para
tokoh
Hal-hal
yang
dapat
ditelada
ni dari
para
tokoh
menarik dan
dapat diteladani
dari tokoh.
Instrumen
Uraian
Bebas
Jakarta
Selatan.
Nurgiyantoro
, Burhan.
2010. Teori
Pengkajian
Fiksi.
Yogyakarta:
Gadjah Mada
University
Press.
Susen, Frans
Magnis.
1987. Etika
Dasar
Masalah-
masalah
Pokok
Filsafat
Moral.
Yogyakarta:
Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/ 2
Standar Kompetensi : Membaca
15. Memahami buku biografi, novel, dan hikayat
Kompetensi Dasar : 15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat
diteladani dari tokoh.
Alokasi Waktu : 4x45 menit (2 kali pertemuan)
A. Indikator
1. Mengidentifikasi unsur-unsur interinsik (tokoh, penokohan, latar, dan
tema)
2. Mengidentifikasi nilai-nilai moral.
3. Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa mampu mengidentifikasi unsur-unsur interinsik (tokoh, penokohan,
latar, dan tema) yang terdapat dalam novel Batas Antara Kenyataan dan
Keinginan karya Akmal Nasery Basral.
2. Siswa mampu mengidentifikasi nilai moral yang terkandung dalam novel
Batas Antara Kenyataan dan Keinginan karya Akmal Nasery Basral.
3. Siswa mampu mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani
dari tokoh dalam novel Batas Antara Kenyataan dan Keinginan karya
Akmal Nasery Basral.
C. Materi Pembelajaran
1. Tokoh dan penokohan
2. Latar
3. Tema
4. Nilai Moral
D. Model dan Metode Pembelajaran
1. Model Pembelajaran
Cooperatif Learning
2. Metode Pembelajaran
Ceramah
Penugasan
Diskusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Presentasi
Tanya Jawab
E. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan I
Kegiatan Metode Alokasi
Waktu
1. Kegiatan Awal
Guru memberikan salam
Guru mengajukan pertanyaan lisan tentang
novel dengan mengaitkan materi yaitu
unsur-unsur intrinsik, hal-hal menarik dan
dapat diteladani dari tokoh di dalam novel.
Misalnya :
a. Novel apa yang pernah kalian baca?
b. Coba jelaskan hal yang menarik dari
novel tersebut sehingga kalian tertarik
membacanya?
c. Apa yang dapat kalian teladani dari
tokoh-tokoh di dalam novel yang telah
kalian baca?
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Guru memberikan pertanyaan pancingan
yang terkait dengan unsur-unsur intrinsik.
Siswa menjelaskan mengenai tokoh,
Ceramah
Tanya jawab
Ceramah
Diskusi
Presentasi
10 menit
60 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penokohan, latar, dan tema yang
terkandung dalam novel.
Siswa menjelaskan dan menceritakan
secara singkat novel yang pernah
dibacanya.
Siswa dibentuk kelompok menjadi 3-5
orang.
Elaborasi
Siswa berdiskusi kelompok untuk
menganalisis unsur tokoh, penokohan,
latar, dan tema.
Siswa mencatat hasil diskusi.
Perwakilan kelompok melaporkan hasil
diskusi kelompok di depan kelas dengan
baik dan benar.
Konfirmasi
Siswa saling memberi tanggapan apa yang
telah disampaikan oleh kelompok lain
Siswa diajak untuk merangkum apa yang
sudah dipelajari
Siswa menanggapi rangkuman yang
dibacakan
3. Kegiatan Akhir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta
kecakapan hidup yang bisa dipetik dari
pembelajaran.
Guru menyimpulkan dan memberi
peneguhan pembelajaran.
Guru memberikan pekerjaan rumah yaitu
membaca novel Batas antara Keinginan
dan Kenyataan karya Akmal Nesery Basral
Tanya jawab
20 menit
Pertemuan II
Kegiatan Metode Alokasi
Waktu
4. Kegiatan Awal
Guru memberikan salam
Guru mengajukan pretest mengenai
pembelajaran sebelumnya
Guru memberikan pertanyaan mengenai
nilai moral dalam sebuah novel
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
5. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Siswa menjelaskan dan menceritakan isi
novel Batas antara Keinginan dan
Kenyataan karya Akmal Nasery Basral.
Ceramah
Tanya jawab
10 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Siswa menjelaskan tentang nilai moral
dalam novel
Elaborasi
Siswa kembali berdiskusi kelompok untuk
menganalisis nilai moral, hal-hal menarik
dan dapat diteladani dari tokoh dalam
novel Batas antara Keinginan dan
Kenyataan karya Akmal Nasery Basral.
Siswa mencatat hasil diskusi.
Siswa menukarkan hasil diskusinya dengan
kelompok lainnya.
Siswa mengkoreksi hasil analisis dari
kelompok lain.
Perwakilan kelompok melaporkan hasil
diskusi kelompok di depan kelas dengan
baik dan benar.
Konfirmasi
Siswa saling memberi tanggapan apa yang
telah disampaikan oleh kelompok lain
Siswa diajak untuk merangkum apa yang
sudah dipelajari
Siswa menanggapi rangkuman yang
dibacakan
Ceramah
Diskusi
Presentasi
60 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Kegiatan Akhir
Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta
kecakapan hidup yang bisa dipetik dari
pembelajaran.
Guru menyimpulkan dan memberi
peneguhan pembelajaran.
Guru mengajak siswa untuk merefleksikan
kegiatan pembelajaran hari ini.
Tanya jawab
20 menit
F. Sumber Belajar, Alat dan Bahan
Sumber :
Nasery Basral, Akmal. 2011. Batas antara Keinginan dan Kenyataan.
Penerbit Qanita (Anggota IKAPI). Jakarta Selatan.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Susen, Frans Magnis. 1987. Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat
Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Alat dan Bahan :
Alat peraga : lembar kerja
Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan
Laptop
LCD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. Penilaian
Jenis tes : tertulis
Bentuk tes :
1. Penilaian kognitif
Uraian Singkat (terlampir)
2. Penilaian Afektif
Lembar Pengamatan (terlampir)
3. Penilaian Psikomotorik
Lembar Penilaian Kerja (terlampir
Mengetahui, Yogyakarta, 2015
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
NIP. NIP.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 4
MATERI PEMBELAJARAN
1. Tokoh dan Penokohan
Sama halnya dengan plot dan latar, tokoh dan penokohan juga
merupakan unsur penting dalam sebuah karya sastra. Tokoh cerita
(character), menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165)
adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
yang dilakukan dalam tindakan.
Menurut Burhan Nurgiantoro (1995 : 165) istilah tokoh menunjuk
pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan :
“siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “ada berapa jumlah pelaku novel
itu?”, atau “siapakah tokoh protagonis dan antagonis dan antagonis dalam
novel itu?”. Sedangkan watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada
sifat dan sikap para tokoh seperti yang telah ditafsirkan oleh pembaca, lebih
menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.
Jones (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165) menyatakan bahwa
penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang yang
ada dalam sebuah cerita naratif, sedangkan penokohan adalah pelukisan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
gambaran watak dari seorang tokoh dalam sebuah cerita naratif atau karya
sastra.
c) Pembedaan Tokoh
2. Tokoh utama dan tokoh tambahan
Dilihat dari segi peranan pembedaan tokoh dibagi menjadi
dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh yang disebut
pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main
character), sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan
(peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang
diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang
dikenai kejadian. Ia sangat mempengaruhi perkembangan plot
secara keseluruhan. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh
tambahan dalam keseluruhan cerita hanya sedikit, tidak
dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan
dengan tokoh utama.n Tokoh utama adalah yang dibuat
sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis,
sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan.
Pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan tak
dapat dilakukan secara eksak. Pembedaan itu lebih bersifat
gradasi, kadar keutamaan tokoh itu bertingkat : tokoh utama
(yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama,
tambahan (yang memang) tambahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d) Teknik penulisan Tokoh
c. Teknik Ekspositori
Teknik ekspositori, yang sering juga disebut sebagai teknik
analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan deskripsi,
uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan
dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak
berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai
deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak,
tingkah laku, atau bahkan cerita fiksinya. Pengarang tidak
hanya memperkenalkan latar dan suasana dalam rangka
“menyituasikan” pembaca, melainkan juga data-data kedirian
tokoh cerita. Dalam hal ini, pengarang harus mempertahankan
konsistensi tentang jatio diri tokoh tersebut yang artinya tokoh
tak dibiarkan berkembang keluar jalur sehingga sikap dan
tingkah lakunya tetap mencerminkan kediriannya.
Deskripsi kedirian tokoh yang dilakukan secara langsung oleh
pengarang akan berwujud penuturan yang bersifat deskriptif
pula. Hal inilah yang menyebabkan pembaca akan dengan
mudah memahami kedirian tokoh tanpa harus menafsirkan
sendiri dengan kemungkinan kurang tepat.
d. Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya
mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan
secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.
Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan
kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan,
baik secara verballewat kata maupun nonverbal lewat tindakan
atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Berhubung sifat kedirian tokoh tidak dideskripsikan secara
jelas dan lengkap, ia akan hadir kepada pembaca secara
sepotong-sepotong dan tidak sekaligus.
Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan
sejumlah teknik, yaitu : 1) teknik cakapan, 2) teknik tingkah
laku, 3) teknik pikiran dan perasaan, 4) tekniuk arus kesadaran,
5) teknik reaksi tokoh, 6) teknik reaksi tokoh lain, 7) teknik
pelukisan latar dan, 8) teknik pelukisan fisik.
3. Latar
Tahap awal karya fiksi pada umumnya berisi penyituasian,
pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya,
pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat,
mungkin juga hubungan waktu, san lain-lain yang dapat menuntun pembaca
secara emosional kepada situasi cerita. Tahap awal suatu karya pada
umumnya berupa pengenalan, pelukisan atau penunjukan latar (Burhan
Nurgiantoro, 1995 : 217).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 216) latar atau seting
yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan.
Nurgiantoro (1995: 227) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur
pokok, di antaranya adalah:
4) Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar
tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau
paling tidak bertentangan dengan , sifat, dan kadaan geografis
tempat yang bersangkutan. Tempat menjadi sesuatu yang bersifat
khas, tipikal, dan fungsional.
5) Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”
terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dngan
waktu faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan
dengan peristiwa sejarah.
6) Latar sosial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat
yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan
masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang
cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istidat,
tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap,
dan lain-lain yang tergolong latar spritual seperti yang
dikemukakan sebelumnya.
Sudjiman (1988 : 44) dalam bukunya Memahami Cerita Rekaan
mengungkapkan bahwa, peristiwa-peristiwa di dalam cerita itulah
terjadi pada suatu waktu atau di dalam suatu rentang tertentu dan pada
suatu tempat tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala
keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang,
dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya membangun suatu
cerita.
3.2.3 Tema
Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiantoro, 2009 : 68)
menyatakan bahwa, tema merupakan gagasan dasar umum yang
menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks
sebagai struktur sematis dan yang menyangkut persamaan-persamaan
atau perbedan-perbedaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tema menjadi dasar pengembangan sebuah cerita, maka ia pun
bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai
generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak. Dengan demikian,
tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum,
sebuah karya novel. Gagasan dasar umum yang dipergunakan untuk
mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan “setia”
mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya
sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur
intrinsik yang lain seperti penokohan, pelataran, dan
penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum
tersebut (Burhan Nurgiantoro, 2009 : 68 – 69).
4. Nilai Moral dalam Karya Sastra
Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat
sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam
sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang
terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagoni
(Nurgiantoro, 1995 : 322).
Suseno dalam bukunya yang berjudul Etika Dasar Masalah-maslah
Pokok Filsafat Moral (1987 : 142 – 150) juga mengungkapkan sikap dan
tindakan yang berkaitan dengan nilai moral, yaitu sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8. Kejujuran
Kejujuran berhubungan dengan ketulusan hati dan kelurusan
hati. Suseno (1987:142-143) mengemukakan bahwa bersikap
terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan dan
sering beracun. Bersikap jujur kepada orang lain berarti dua sikap
yaitu bersikap terbuka dan bersifatfair. Bersikap terbuka adalah
kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri (kita berhak atas batin
kita). Yang dimaksud terbuka bukan berarti pertanyaan orang lain
berhak mengetahui perasaan dan pikiran kita, sehingga tidak
pernah menyembunyikan dengan apa yang kita perlihatkan. Yang
kedua bersifatfair (wajar), yaitu memperlakukan menurut standard-
standar yang dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Bersikap
tetapi tidak pernah bertindak bertentangan dengan suara hati dan
keyakinannya. Keselarasan yang berdasarkan kepalsuan, ketidak
adilan, dan kebohongan akan disobeknya.
9. Nilai-nilai otentik
Otentik berarti asli. Manusia otentik adalah manusia yang
menghayati, menunjukkan dirinya sesuai dengan keasliannya,
dengan kepribadian yang sebenarnya (Suseno, 1987:143).
10. Kesediaan untuk bertanggung jawab
Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah yang pertama,
kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilkukan dengan
sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tugas yang membebani kita. Kedua, bertanggung jawab mengatasi
segala etika peraturan. Suseno (1987: 16) etika tidak dapat
mengantikab agama namun ia juga tidak bertentangan dengan
agama, bahkan diperlukan.
Etika peraturan hanya mempertanyakan apakah sesuatu atau
tidak, sehingga terikat pada apa yang perlu dan nilai yang mau
dihasilkan (Suseno, 1987:145-146).
11. Kemandirian moral
Kemandirian berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan
berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan
selalu membentuk penelitian, dan pendirian sendiri dalam
bertindak sesuai dengannya. Kemandirian adalah kekuatan batin
untuk memahami sikap moral sendiri dan bertindak sesuai
dengannya.
12. Keberanian moral
Keberanian adalah ketekatan dan bertindak untuk bersikap
mandiri. Keberanian menunjukkan dalam tekad untuk tetap
mempertahankan sikap yang telah diyakini. Sebagai kewajiban
pun apabila tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh
lingkungan, sehingga tidak mundur dari tugas dan tanggung
jawab. Keberanian adalah kesetiaan terhadap suara hati yang
menyatakan diri dalam kesedianan untuk mengambil resiko
konflik (Suseno, 1987:147).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13. Kerendahan hati.
Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri
sesuai dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya
melihat kelemahannya melainkan juga kekuatannya, sehingga
sadar akan keterbatasan kebaikan kita, termasuk kemampuan
untuk memberikan penilain moral terbatas, sehingga penilaian
kita masih jauh sempurna karena hati belum jernih (Suseno,
1987:148).
14. Realitas dan kritis
Realitas dan kritis yaitu menjamin keadilan dan
menciptakan sesuatu keadan masyarakat yang membuka
kemungkinan lebih besar dari anggota-anggota untuk membangun
hidup lebih tegas dari penderitan dan lebih bahagia (Suseno,
1987:150)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN 5
PENILAIAN
Penilaian Kognitif (uraian bebas)
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Analisislah tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral!
2. Analisislah latar yang terdapat dalam novel Batas antara Keinginan dan
Kenyataan karya Akmal Nasery Basral!
3. Analisislah tema yang terdapat dalam novel Batas antara Keinginan dan
Kenyataan karya Akmal Nasery Basral!
4. Analisislah nilai moral yang terdapat dalam novel Batas antara Keinginan
dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral!
5. Analisislah hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh di dalam
novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery
Basral!
Kunci Jawaban
1. Analisis tokoh dan penokohan
Tokoh Utama : Jaleswari
Tokoh Tambahan : Mama, Ubuh, Arifin, Adeus, panglima Adayak,
Nawara, Borneo, Pagau, Otiq
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
T Tokoh Utama Penokohan
Jaleswari - Cerdas
- Baik hati
- Berani
- Jujur
- Bertanggungjawab
- Mandiri
- Tegas
Tokoh Tambahan Penokohan
Mama - Baik hati
- Perhatian
Ubuh - Berani
- Pantang menyerah
- Baik hati
Arifin - Baik hati
- Cinta tanah air
- Bertanggung jawab
- Jujur
- Tegas
- Berani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Adeus - Pengecut
- Baik hati
- Cinta tanah air
- Tidak punya
pendirian
Panglima Adayak - Tegas
- Bertanggung jawab
- Cinta tanah air
- Jujur
- Berani
Nawara - Lemah lembut
- Baik hati
- Jujur
- Bertanggung jawab
Borneo - Nakal
- Berani
- Bertanggung jawab
- Polos
- Cinta binatang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pagau - Licik
- Tidak punya
pendirian
- Jahat
- Bodoh
Otiq - Licik
- Jahat
- Ringan tangan
- Egois
2. Latar
Latar tempat Bandara Pontianak, Etikong, Border, Hutan perbatasan
Ponti Tembawang, dusun Ponti Tembawang, warung
Otiq, SD Ponti Tembawang, Rumah Nawara, rumah
Panglima.
Latar waktu Pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari
Latar sosial - Masyarakat masih memberlakukan denda adat
- Masih percaya adanya roh nenek moyang
- Lebih memilih memelihara babi daripada hewan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lainnya
- Masih melakukan aktivitas secara tradisional
- Masih memberlakukan pemenggalan kepala bagi
yang bersalah
- Menyuguhkan hasil buruan untuk tamu
- Melakukan aktivitas pemberian sesajen untuk roh
nenek moyang
- Setiap tahunnya masyarakat Dayak mengadakan
pesta yang disebut gawai untuk mensyukuri hasil
panen
3. Tema
Pendidikan Pendidikan dapat dilihat dari kesungguhan Jaleswari
untuk memberikan semangat dan membukakan mata
kepada anak-anak dan orang tua di Ponti Tembawang
bahwa pendidikan sangat penting bagi anak-anak.
Cinta tanah air Cinta tanah air dapat dibuktikan dari sikap tokoh
utama yang sangat tidak setuju apabila masyarakat
Ponti Tembawang lebih memilih menjual dan
mengkonsumsi makanan dari negara Malaysia, selain
itu Jaleswari memberikan pengetahuan kepada anak-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
anak di Ponti Tembawang dengan menyanyikan lagu
daerah dan lagu nasional.
Perjuangan
perempuan
Perjuangan perempuan dapat dilihat dari perjuangan
Ubuh, seorang wanita yang melarikan diri sari negri
jiran karena telah dijual ke negara seberang untuk
dijadikan pemuas hawa nafsu dari tauke-tauke di negri
jiran.
4. Nilai Moral dalam novel
Nilai Moral Kutipan
1. Kejujuran - “Tidak banyak yang bisa kuceritakan
selain bahwa kedatanganku ke sini
selain karena tugas,” jawab Jales
sambil menyeka wajahnya yang mulai
dipenuhi butir-butir keringat. “Tidak
ada hal lain yang menarik untuk
diceritakan dari seorang perempuan
yang baru ditinggal mati suami, dan
sekarang dalam keadaan hamil”
(Akmal, 2011 : 206).
- “Kebutuhan hidup saya tidak terpenuhi
kalau saya menghabiskan waktu hanya
untuk mengajar seluruh waktu. Saya
punya banyak tanggungan, sehingga
harus bekerja lainnya untuk dapat
uang” (Akmal, 2011 : 141).
2. Nilai-nilai Otentik - “Jalan!” Jales tak mau dibantah lagi.
“Atau saya turun di sini!” (Akmal,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2011 : 8).
- “Sudah-sudah!” Rasa kesal kini
berkobar di ubun-ubun Jales.
“Buruan!” (Akmal, 2011 : 9).
- “Kamu tidak akan pernah diterima oleh
masyarakat di sini jika kamu tidak
lebih dulu belajar untuk mengerti dan
memahami kehidupan kami,” jawab
Panglima tanpa tedeng aling-aling
(Akmal, 2011 : 199).
- “Mandilah bersama mereka,” Panglima
Adayak menunjukkan jarinya ke
sebuah arah. “Di sungai! Kamu tahu
kenapa?” (Akmal, 2011 : 199).
- “Dan, kau, Bu Jales,” Panglima
kembali menghunus sorot mata
belatinya. “Kalau kau tak sanggup
menyerap kekuatan dari sungai yang
menjadi sumber kehidupan kami
selama ini, aku anjurkan sebaiknya
pulang ke Jakarta saja. Secepatnya!”
katanya sambil kembali membalikkan
tubuhnya, menghadap sesajen (Akmal,
2011 : 200).
3. Kesediaan untuk
bertanggung jawab
- Adayak masuk ke rumah Nawara dan
membaringkan gadis itu dengan hati-
hati. Nawara yang sudah menyiapkan
air hangat segera menyeka seluruh
tubuh Ubuh secara hati-hati. “Kasihan
sekali,” katanya saat membersihkan
kaki gadis itu yang menyisakan darah
kering berwarna merah kecoklatan.
Nawara lalu melihat Adayak. “Ini
bukan pekerjaan samseng biadap itu
kan?” (Akmal, 2011 : 45).
- “Baik, Panglima. Akan saya usahakan
sebisa saya untuk menyembuhkannya”
(Akmal, 2011 : 46).
- Sebab ketika dia memutuskan untuk
menerima tugas mencari penyebab
tidak berjalannya program CSR
(Corporate Social Responsibility) yang
digagas kantornya berupa
pembangunan sebuah Sekolah Dasar di
wilayah ini, hampir seluruh kawannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menganggap dia gila karena
kondisinya yang baru hamil muda.
Bahkan, ibunya pun terkesan tak ingin
Jales menerima tugas itu (Akmal, 2011
: 67)
- “Hmm ... baiklah, bantu saya untuk
mengajar.” Jales memutuskan sudah
saatnya untuk bertindak lebih nyata,
apa pun yang akan terjadi. Dia lalu
menatap anak-anak. “Ada yang suka
menyanyi?” (Akmal, 2011 : 188).
- “Sejauh ini tugasku hanya untuk
mencari apa penyebab tidak
berjalannya program CSR ini” (Akmal,
2011 : 209).
4. Kemandirian
moral
- Sebab ketika dia memutuskan untuk
menerima tugas mencari penyebab
tidak berjalannya program CSR
(Corporate Social Responsibility) yang
digagas kantornya berupa
pembangunan sebuah Sekolah Dasar di
wilayah ini, hampir seluruh kawannya
menganggap dia gila karena kondisinya
yang baru hamil muda. Bahkan, ibunya
pun terkesan tak ingin Jales menerima
tugas itu (Akmal, 2011 : 67).
- Jales dengan hati-hati bercampurtakut
memasukkan kakinya ke dalam sungai
(Akmal, 2011 : 212).
- “Bismillahirahmanirrahim,” ujar Jales
saat kedua kakinya masuk ke dalam air
yang mengalir lancar, memberikan
kesegaran yang berbeda dibandingkan
dengan air dalam ember di kamar
mandi dadakan di belakang rumah
Nawara(Akmal, 2011 : 212).
5. Keberanian moral - “Ah, tak usah, Pak. Saya hanya mau
bilang bahwa semalam Ubuh sudah
bicara dengan saya. Dia bilang, dia
sudah ingat orang yang mengirim dia ke
tauke di Malaysia itu” (Akmal, 2011 :
251).
- “Dia banyak bercerita kehidupan di
sana. Terutama kelakuanpara samseng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang sering kurang ajar” (Akmal, 2011
: 255).
- “Ya, Ubuh cerita dia dan kawan-
kawannya sering mengalami pelecehan
seksual oleh para samseng itu. Bahkan
ada juga yang dilakukan para tauke
terhadap para TKW yang berparas
manis” (Akmal, 2011 : 255).
6. Kerendahan hati
- “Tidak ada yang ppernah menolak
perintah Panglima, apalagi saua” jawab
Nawara. “Tetapi rumah saya seperti ini
bukan hotel di Etikong” (Akmal, 2011 :
147).
- “Saya hanya membantu semampu saya,
Pendeta. Panglima Adayak yang
mengantarkan” (Akmal, 2011 : 174).
7. Realitas dan kritis - Selamat datang di Malaysia? Jales tak
habis pikir. Bukankah daerah ini masih
merupakan wilayah Republik
Indonesia? Ataukah ini technical eror
saja, mungkin karena operator seluler di
negri jiran itu mempunyai daya pancar
yang tinggi sehingga menutup wilayah
Etikong (Akmal, 200 : 11).
- “Jadi perang pernyataan pun sudah
tidak hanya lewat media massa, tapi
lewat seluruh peluang yang disediakan
dunia digital,” pikirnya sambil terus
mencoba memahami perang pesan
pendek yang baru saja terjadi (Akmal,
2011 : 12).
- Jales memperhatikan makanan kecil
dan air minum mineral yang disusun di
tengah meja makan. Tak ada merek
yang dikenalnya di Jakarta. Jales
mengambil satu botol air mineral, dan
membaca kemasannya.memang produk
Malaysia. Hal itu sempat membuatnya
jengkel sesaat (Akmal, 2011 : 79).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh
Tokoh Hal yang menarik
Jaleswari Pemberani, tanggung jawab, cerdas, tidak mudah
putus asa, tegas , mandiri
Panglima Adayak Tegas, bertanggung jawab, cinta tanah air, jujur,
berani
Nawara Lemah lembut, baik hati, jujur, bertanggung jawab,
patuh
Ubuh Berani, pantang menyerah, baik hati
Tokoh Hal yang Patut diteladani
Jaleswari Pemberani, tanggung jawab, cerdas, tidak mudah
putus asa, tegas , mandiri, rela berkorban,
mempunyai tekad yang tinggi untuk memajukan
pendidikan, cinta terhadap tanah air
Panglima Adayak Tegas, bertanggung jawab, cinta tanah air, jujur,
berani, peduli, suka menolong, bijaksana
Nawara Lemah lembut, baik hati, jujur, bertanggung jawab,
patuh, rajin berdoa, suka menolong, penyayang
Ubuh Berani, pantang menyerah, baik hati, pemberani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rubik Penilaian Kognitif
No. Kriteria Skor Bobot Skor x
Bobot
1. a. Siswa mampu mengidentifikasi
tokoh dan penokohan dalam
novel Batas antara Keinginan
dan Kenyataan dengan lengkap,
menggunakan bahasa yang benar
b. Siswa mampu mengidentifikasi
tokoh dan penokohan dalam
novel Batas antara Keinginan
dan Kenyataan dengan tidak
lengkap, menggunakan bahasa
yang benar
c. Siswa mampu mengidentifikasi
tokoh dan penokohan dalam
novel Batas antara Keinginan
dan Kenyataan dengan tidak
lengkap,tidak menggunakan
bahasa yang benar
5
3
1
4
20
2. a. Siswa mampu mengidentifikasi
latar dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan dengan
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lengkap, menggunakan bahasa
yang benar
b. Siswa mampu mengidentifikasi
latar dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan dengan
tidak lengkap, menggunakan
bahasa yang benar
c. Siswa mampu mengidentifikasi
latar dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan dengan
tidak lengkap, tidak
menggunakan bahasa yang benar
3
1
4
20
3. a. Siswa mampu mengidentifikasi
tema dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan dengan
lengkap, menggunakan bahasa
yang benar
b. Siswa mampu mengidentifikasi
tema dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan dengan
tidak lengkap, menggunakan
bahasa yang benar
c. Siswa mampu mengidentifikasi
5
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tema dalam novel Batas antara
Keinginan dan Kenyataan dengan
tidak lengkap, tidak
menggunakan bahasa yang benar
1
4. a. Siswa mampu mengidentifikasi
nilai moral dalam novel Batas
antara Keinginan dan Kenyataan
dengan lengkap, menggunakan
bahasa yang benar
b. Siswa mampu mengidentifikasi
nilai moral dalam novel Batas
antara Keinginan dan Kenyataan
dengan tidak lengkap,
menggunakan bahasa yang benar
c. Siswa mampu mengidentifikasi
nilai moral dalam novel Batas
antara Keinginan dan Kenyataan
dengan tidak lengkap, tidak
menggunakan bahasa yang benar
5
3
1
4
20
Total 80
Skor yang diperoleh
Nilai = x 100
Skor Maksimal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rubrik Penilaian Afektif
No. Aspek yang dinilai Skor
1. Keaktifan dalam belajar 5 = Sangat baik
2. Ketepatan mengerjakan tugas 4 = Baik
3. Mengeluarkan pendapat dalam proses
belajar
3 = Cukup
4. Etika / sopan santun 2 = Kurang
5. Kerjasama dalam kelompok 1 = Sangat kurang
Rubrik Penilaian Psikomotorik
Hal yang
dinilai
Deskripsi Skor Bobot Skor x
Bobot
Presentasi 1. Siswa mampu
mempresentasikan hal-hal
yang menarik dan patut
diteladani dari tokoh dalam
novel Batas antara Keinginan
dan Kenyataan dengan
lengkap, menggunakan bahasa
yang baik dan benar
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Siswa mampu
mempresentasikan hal-hal
yang menarik dan patut
diteladani dari tokoh dalam
novel Batas antara Keinginan
dan Kenyataan dengan
lengkap, tidak menggunakan
bahasa yang baik dan benar
3. Siswa mampu
mempresentasikan hal-hal
yang menarik dan patut
diteladani dari tokoh dalam
novel Batas antara Keinginan
dan Kenyataan dengan tidak
lengkap, tidak menggunakan
bahasa yang baik dan benar
3
1
4
20
Total 20
Skor yang diperoleh
Nilai = x 100
Skor Maksimal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yogyakarta, 2015
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
BIODATA
Caecilia Dhani Anjar Reny lahir di Blitar, 07
Agustus 1992. Ia lulus Taman Kanak-kanak Katolik ST.
Paulus Slorok-Garum pada tahun 1998. Setelah lulus
Taman Kanak-kanak, ia melanjutkan pendidikan ke
Sekolah Dasar St. Gabriel Slorok-Garum pada tahun
1998 – 2004. Sekolah Menengah Pertama St. Vicentius A
Paulo Garum menjadi pilihan selanjutnya setelah lulus
dari Sekolah Dasar. Kemudian melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Atas Katolik Diponegoro dan lulus pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 melanjutkan studi ke jenjang Perguruan Tinggi di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia. Masa kuliah di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan
menyelesaikan skripsi yang dijadikan tugas akhir dengan judul Nilai Moral dalam
Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral
Ditinjau dari Aspek Sosiologi Sastra Serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran
Sastra di SMA Kelas XII Semester II.
176
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI