pjt-ebby

Upload: ahmad-aiman-azizan

Post on 31-Oct-2015

106 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Neonatologi

TRANSCRIPT

KASUS

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBATPembimbing:

Dr. Didi Danukusumo, Sp.OG (KFM)Disusun Oleh:

Febryan Furqana

030.05.094

Oponen:Ibrahim Hanif

Widya Tasya

Safitri Rachmayanti

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

PERIODE 23 Mei 2011 30 Juli 2011Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA2011BAB I

PENDAHULUAN

Masalah berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram) sampai saat ini masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Berat lahir rendah (BLR) dapat dibedakan atas bayi yang dilahirkan preterm, dan bayi yang mengalami pertumbuhan intrauterin terhambat. Di negara-negara maju, sekitar duapertiga bayi berat lahir rendah disebabkan oleh prematuritas, sedangkan di Negara-negara sedang berkembang sebagian besar bayi BLR di sebabkan oleh pertumbuhan intrauterin terhambat.1Kejadian pertumbuhan janin terhambat (PJT) bervariasi antara 3 sampai 10%, tergantung pada populasi, geografi dan definisi yang digunakan. Sekitar duapertiga PJT berasal dari kelompok kehamilan risiko tinggi (seperti hipertensi, perdarahan antepartum, penderita penyakit jantung atau ginjal, kehamilan multiple, dsb), sedangkan sepertiga lainnya berasal dari kelompok kehamilan yang tidak diketahui mempunyai risiko.2Angka mortalitas perinatal akibat PJT meningkat 3-8 kali dibandingkan bayi berat lahir normal. Sekitar 26% kejadian lahir mati ternyata ada kaitannya dengan PJT. Pertumbuhan janin terhambat juga disertai morbiditas perinatal yang tinggi, terutama menyangkut masalah perkembangan neurologik dan mental. Sebagian kelainan yang diakibatkan PJT bersifat permanen.1Sekitar 70% kematian akibat PJT dapat dicegah apabila kelainan tersebut dapat dikenali sebelum usia kehamilan 34 minggu. Cara-cara permeriksaan klinis untuk mendeteksi PJT (misalnya pengukuran tinggi fundus uteri, taksiran berat janin (TBJ), dsb.) seringkali hasilnya kurang akurat, terutama pada pasien yang gemuk, kelainan letak janin, dan pada jumlah cairan amnion yang abnormal (oligohidramnion, polihidramnion).1Risiko terjadinya PJT semakin meningkat bila usia kehamilan lanjut, dimulai pada usia kehamilan 32-34 minggu dan lebih buruk lagi pada usia kehamilan 36 minggu.2Tujuan penulisan makalah ini adalah agar dapat lebih memahami bagaimana cara mendeteksi dan diagnosis dini, serta penatalaksanaan PJT, sehingga dapat dimengerti tindakan apa yang harus dilakukan jika menghadapi pasien hamil dengan kemungkinan PJT. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pertumbuhan Janin Terhambat2. 1. 1. DefenisiPertumbuhan janin terhambat (selanjutnya akan disebut PJT) adalah terjadinya kegagalan pertumbuhan normal pada janin yang disebabkan oleh beberapa keadaan. Berat janin atau berat lahir bayi lebih rendah dari presentil 10 untuk masa kehamilan.3Small of Gestasional age (SGA) atau yang biasa disebut kecil masa kehamilan (KMK) adalah bayi dengan berat lahir lebih rendah daripada populasi normal, dalam kondisi sehat, jumlah jaringan subkutan normal, dan tidak terdapat resiko komplikasi pada neonatal. WHO mengambil batasan berat lahir kurang dari 2500 gram yang disebut sebagai BBLR (bayi berat lahir rendah). 3

Gambar 1. Presentil berat badan janin sesuai usia kehamilan.4Pertumbuhan didefinisikan secara umum sebagai suatu proses dimana massa tubuh makhluk hidup akan meningkat, yang disebabkan oleh peningkatan jumlah sel (hyperplasia), ukuran sel (hipertrofi), dan interselular matriks. Pertumbuhan mengacu pada perubahan secara anatomi yang terukur. 3

Gambar 2. Stefan Silbernagl , Florian Lang. Color Atlas of Pathophysiology .Thieme, New York, 2000.3Perkembangan harus dipahami sebagai mekanisme pengaturan organ-organ, dimana organ tersebut secara bertahap akan mengansumsikan fungsi sebagai suatu organ. Maka perkembangan digunakan untuk merujuk fungsi fisiologis dari suatu organ. 3Maturitas menjadi penting karena dapat menentukan kemampuan fungsional suatu organisme, seperti kemampuan neonatus untuk menyesuaikan diri dan bertahan di kehidupan ekstra uterin. 32.1.2 Etiologi

Pada umumnya 75% janin dengan PJT memiliki proporsi tubuh yang kecil, 15-25% terjadi karena insufisiensi uteroplasenta, 5-10% terjadi karena infeksi selama kehamilan atau kecacatan bawaan.52.1.2.1. Faktor Maternala. Fisik ibu - Fisik yang kecil dan kenaikan berat badan yang tidak adekuat, pengaruh nutrisi ibu.- Faktor keturunan dari ibu dapat mempengaruhi berat badan janin. Kenaikan berat tidak adekuat selama kehamilan dapat menyebabkan PJT. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan sebaiknya 9-16 kg. apabila wanita dengan berat badan kurang harus ditingkatkan sampai berat badan ideal ditambah dengan 10-12 kg.- Kurang nutrisi, yang sering berhubungan dengan tingkat psikososial yang rendah.b. Penyakit ibu kronik

Kondisi ibu yang memiliki hipertensi kronik, anemia, penyakit jantung sianotik, diabetes, penyakit ginjal, serta penyakit vaskular kolagen dapat menyebabkan PJT. Semua penyakit ini dapat menyebabkan kelainan vaskuler yang dapat membawa ke PJT sebesar 25-30%. 3,6,7c. Kondisi hiperkoagulasi 3- trombofilia

- Anti Phospholipid syndrome (APS)d. Hipoksia menetap 6,7seperti tempat dataran tinggi, kelainan pulmoner, kelainan jantung, dan anemia berat.e. Kebiasaan seperti merokok, minum alkohol, radiasi, dan narkotik.6,7f. Malformasi uterus 32.1.2.2 Penyebab janin

a. Infeksi selama kehamilan

Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat menyebabkan PJT. Rubela, cytomegalovirus (CMV), toxoplasmosis, HSV, dan malaria adalah infeksi yang sering menyebabkan PJT. 3b. GenetikFaktor genetik berperan sebesar 20% dalam terjadinya PJT, sehingga penting mendapatkan data mengenai riwayat keluarga. Abnormalitas kromosom dan kelainan kongenital seperti trisomi atau triploidi, serta kelainan jantung bawaan yang berat sering berkaitan dengan PJT. Trisomi 18 berkaitan dengan PJT simetris serta polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan sindroma Turner juga berkaitan dengan PJT. 6,7c. Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin)

Berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti kejang, rokok, narkotik, dan alkohol dapat menyebabkan PJT. 6,7d. Kehamilan multipel (5%) 32.1.2.3. Penyebab plasenta

Kelainan plasenta sehingga menyebabkan plasenta tidak dapat menyediakan nutrisi yang baik bagi janin (insufisiensi plasenta) seperti, peningkatan alfa fetoprotein yang tidak dapat dijelaskan, idiopatik, dan preeclampsia. Abnormalitas plasenta lain juga dapat menyebabkan PJT seperti, abnormalitas trofoblas, abruptio plasenta, infark plasenta (kematian sel pada plasenta), plasenta sirkumvalata, korioangioma, insersi tali pusat velamentous, kelainan vaskuler umbilical plasenta, plasenta previa, solusio plasenta, dan hemangioma. 3,6,72.1.3. Patofisiologi

a. Fisiologi pertumbuhan janin

Pertumbuhan janin tergantung pada genetik, plasenta, serta faktor maternal. Hubungan antara janin, plasenta, dan ibu sangat berpengaruh pada perubahan fisiologis ibu. Pertumbuhan janin intrauterina dapat dipandang sebagai suatu perubahan dimana terjadi penambahan ukuran janin dan peningkatan fungsi sistem organ janin dan peningkatan fungsi sistem organ janin yang berlangsung selama kehamilan. Peningkatan jumlah dan ukuran sel terjadi secara berbeda pada setiap usia kehamilan, pada minggu ke 15 kecepatan tumbuh 5g/hari, pada 24 minggu 15-20g/hari dan pada minggu ke 34 30-35g/hari.8b. Fase pertumbuhan janin 31. Tahap I : hyperplasia seluler

- sejak konsepsi hingga 20 minggu usia kehamilan, terjadi peningkatan jumlah sel yang cepat ( rapid mitosis)

2. Tahap II: hyperplasia dan hipertrofi

- 20 minggu hingga 28 minggu, terjadi peningkatan jumlah dan ukuran sel (declining mitosis)3. Tahap III: hipertrofi

- 28 minggu hingga 40 minggu (aterm), terjadi peningkatan ukuran sel yang cepat.

95% dari berat badan janin terjadi selama 20 minggu terakhir kehamilan.

Penyebab paling sering PJT adalah insufisiensi sirkulasi plasenta, maka akan dijelaskan mengenai fisiologi plasenta terlebih dahulu agar dapat dipahami patofisiologinya. Fungsi plasenta adalah menjamin terpenuhinya pasokan nutrisi pada janin.

a. Fisiologi Plasenta 91. Trimester I

Terjadi migrasi sitotrofoblast sehingga plasenta dapat berimplantasi di uterus, dan terjadi angiogenesis. Dari sisi maternal terbentuk zat sekretoar seperti hCG, hPL, dan pada sisi plasenta terbentuk sinyal parakrin oleh nitric oxide, endotheline. System transport aktif selular untuk zat-zat utama mulai teraktivasi. Pada vaskular, terjadi diferensiasai vili trofoblas yang terdiri dari mikrovili maternal, dan lapisan basal fetal. Pada trismester pertama, aktivitas kardiak janin berperan dalam distribusi aktif nutrisi bagi janin.

2. Trimester IITerjadi invasi trofoblas pada arteri spiralis maternal yang mengakibatkan hilangnya lapisan muskuloelastik pembuluh darah. Terjadi perluasan permukaan vili dan peningkatan curah jantung, sehingga terbentuk kompartemen vaskular dengan kapasitas yang tinggi dan resistensi yang rendah. Permukaan plasenta meluas akibat adanya pembesaran masa sel dan isi DNA sebagai akibat dari peningkatan aktivitas sintesis, aktivitas transport dan masa vaskular.

3. Trimester III

Adanya diferensiasi organ, akumulasi zat-zat esensial yang berfungsi sebagai cadangan nutrisi pada periode neonatal, dan diharapkan pada trimester ke-tiga ini janin dapat melakukan persiapan untuk kehidupan ekstrauteri.

b. Mekanisme insufisiensi plasenta9Pada trimester pertama terjadi gangguan angiogenesis yang dapat menyebabkan abortus atau adaptasi suboptimal maternal. Dengan adaptasi suboptimal terjadi keterbatasan fungsi plasenta yang menyebabkan kegagalan perubahan vaskular, segmen miometrium tetap memiliki arsitektur elastisitas otot, sehingga autoregulasi plasenta hilang, dan timbul respon vaskular terhadap zat-zat vasoaktif akibat hipoksia, kemudian terjadi resistensi aliran darah dan mengurangi luas permukaan yang efektif untuk melakukan pertukaran zat-zat yang dibutuhkan, sehingga terjadi oklusi vaskular secara progresif, kemudian terjadi peningkatan resistensi aliran darah fetoplasenta, dan pada akhirnya terjadi infark plasenta, obliterasi vili, dan fibrosis. c. Manifestasi pada janin9Insufisiensi plasenta yang terjadi dapat bermanifestasi pada janin, tergantung pada keseimbangan mekanisme kompensasi dan dekompensasi pada berbagai organ. Bila tidak terdapat mekanisme kompensasi maka akan terjadi kerusakan permanen atau still birth. Apabila terdapat mekanisme kompensasi dengan defisiensi nutrisis subklinis, akan muncul pada pertumbuhan janin trimester ke-dua atau tiga. Respon sirkulasi fetal dapat terjadi cepat atau lambat, yang merupakan bagian dari efek afterload plasenta pada distribusi curah jantung dan adanya autoregulasi.

2.1.4. Klasifikasi

a. Gangguan pertumbuhan janin simetris1,8,16Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin yang tidak simetris, semua organ mengecil secara proporsional. Terjadi pada kehamilan 0-20 minggu, terjadi gangguan potensi tubuh janin untuk memperbanyak sel (hiperplasia), umumnya disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi janin. Terjadi pada 20 - 25% kasus PJT, dan berhubungan dengan faktor intrinsik fetus, seperti kelainan kromosom, kelainan organ (terutama jantung), infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents (Coxsackie virus, Listeria), Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex/Hepatitis B/HIV, Syphilis), kekurangan nutrisi berat pada ibu hamil, dan wanita hamil yang merokok. b. Gangguan pertumbuhan janin asimetris1,8,16Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian lebih lama dibandingkan gangguan pertumbuhan janin simetris. Terjadi pada kehamilan 28-40 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh janin untuk memperbesar sel (hipertrofi). Beberapa organ lebih terpengaruh dibandingkan yang lain, lingkar perut adalah bagian tubuh yang terganggu untuk pertama kali, kelainan panjang tulang paha umumnya terpengaruhi belakangan, lingkar kepala dan diameter biparietal juga berkurang. Faktor yang mempengaruhi adalah insufisiensi (tidak efisiennya) plasenta yang terjadi karena gangguan kondisi ibu termasuk diantaranya tekanan darah tinggi dan diabetes dalam kehamilan. Pertumbuhan otak (kepala) biasanya tidak terganggu atau hanya sedikit terganggu, sehingga terjadi disproporsi antara ukuran kepala janin dengan ukuran tubuh. Secara umum berat janin menjadi berkurang, akan tetapi panjang janin hanya sedikit terpengaruh.Pada keadaan hipoksemia kronis, janin akan mengadakan mekanisme kompensasi berupa pengaturan distribusi darah secara selektif. Distribusi darah ke otak dan jantung tetap dipertahankan, sedangkan distribusi darah ke ginjal, paru, liver, dan organ-organ visera lainnya akan dikurangi. Oleh karena itu pertumbuhan otak jarang terganggu, atau terjadinya pada keadaan yang paling akhir. Mekanisme ini dikenal dengan brain sparing phenomenon.c. PJT tipe III adalah kelainan di antara kedua tipe di atas.1,8Terjadi pada kehamilan 20-28 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh kombinasi antara gangguan hiperplasia dan hipertrofi sel, misalnya dapat terjadi pada malnutrisi ibu, kecanduan obat, atau keracunan. Prognosisnya dubia.

2.1.5 Diagnosis

a. Tinggi fundus uteri

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengukur tinggi fundus uteri mulai dari simpisis hingga fundus. Tinggi fundus uteri juga dapat digunakan untuk memperkirakan berat janin dan usia kehamilan, sehingga merupakan skrining awal yang pentinguntuk PJT. Nilai tinggi fundus ini berarti pada usia kehamilan 18 hingga 30 minggu. Jika hasil pengukuran menunjukkan hasil perbedaan 2-3 cm dari nilai yang seharusnya, maka dapat dicurigai adanya ketidaksesuaian pertumbuhan janin dengan usia kehamilan.8b. Pemeriksaan biometri janin menggunakan USG

Saat ini USG merupakan gold standart penilaian pertumbuhan janin. Parameter yang dinilai biasanya diameter biparietal, lingkar kepala, lingkar perut dan panjang femur. Indikator yang paling sensitif untuk PJT simetris dan asimetris adalah lingkar perut, yang memiliki sensitifitas 95% jika pengukuran dibawah persentil 2.5. Perkiraan usia kehamilan harus akurat, namun bila perkiraan tersebut tidak dapat dipercaya maka harus dilakukan pemeriksaan serial USG dengan jarak 2-3 minggu untuk mengidentifikasi PJT. Perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan USG memiliki potensi kesalahan 1 minggu untuk usia kehamilan dibawah 20 minggu, 2 minggu untuk usia kehamilan 20-36 minggu dan 3 minggu untuk usia kehamilan lebih dari 36 minggu.10Pemeriksaan USG digunakan untuk mengukur rasio lingkar kepala dan lingkar perut (HC/AC). Pada usia kehamilan 20-36 minggu, rasio tersbut menurun secara linier dari 1.2 -1.0. Rasio ini normal pada PJT simetrik, namun pada PJT asimetrik rasio ini meningkat.13,14 Gambar 3. PJT simetris dan asimetris menurut ratio HC/AC 3Kegunaan lain dari pemeriksaan USG adalah untuk mengukur jumlah air ketuban. Penurunan jumlah air ketuban berkaitan dengan PJT. Morbiditas meningkat pada pemeriksaan < 5 cm. ICA diukur dengan menjumlahkan jarak vertikal kantong pada empat kuadran. Jika pada pemeriksaan didapatkan PJT dengan oligohidramnion maka perlu dilakukan persalinan sesegera mungkin. 11,12c. Pengukuran Arus DarahAlat yang dapat digunakan dalam mengukur perubahan arus darah adalah USG Doppler. Teknologi Doppler ultrasonik yang digunakan di bidang obstetri dan ginekologi telah memungkinkan pengukuran velositas arus darah di dalam pembuluh darah ibu dan janin secara non-invasif untuk mendeteksi adanya kelainan pada arus darah. Pemeriksaan velositas arus darah janin yang saat sekarang banyak dikerjakan adalah pada pembuluh darah uteroplasenta, pembuluh darah umbilikalis, aorta desenden, arteri karotis komunis, dan berbagai pembuluh darah lain sesuai dengan keperluan klinis.8,10Seperti diketahui, pertumbuhan normal janin dipengaruhi oleh multi faktor yaitu faktor dari ibu, aliran darah yang kontinyu dari plasenta dan sirkulasi dalam tubuh janin sendiri. Dengan bertambahnya usia kehamilan, maka akan terjadi peningkatan aliran darah dalam uterus dan penurunan resistensi pembuluh darah arteri umbilikalis, spiralis dan uterina. Pada PJT tipe asimetrik akan terjadi penurunan aliran darah dalam uterus dan resistensi pembuluh darah akan meningkat.

Selain itu pada keadaan resistensi vaskuler yang meningkat, velositas arus darah selama sistolik akan meningkat, sedangkan velositas arus darah selama diastolik akan berkurang. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan-perubahan pada pembuluh darah pada alas plasenta, plasenta dan umbilikus.Adanya sklerosis yang disertai dengan obliterasi lapisan otot polos pada dinding arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya peningkatan tahanan perifer pada pembuluh-pembuluh darah ini, keadaan inilah yang disebut insufisiensi plasenta. Pada keadaan insufisiensi plasenta ini, akan menyebabkan perubahan gambaran velosimetri arus darah dalam arteri umbilikalis, yang besarnya berbanding lurus dengan derajat beratnya peningkatan resistensi mikrovaskuler plasenta.

Berbagai penelitian pada sirkulasi darah janin yang berkembang akhir-akhir ini, mengungkapkan bahwa pemeriksaan Doppler pada arteri umbilikalis mempunyai nilai prediksi yang baik untuk menilai keadaan patologi janin. Salah satu faktor yang menguntungkan adalah sinyal dari arteri umbilikalis mudah didapat dan mempunyai gambaran karakteristik. Fleischer dkk mendapatkan sensitifitas 78% dan spesifisitas 83% dalam mendeteksi adanya PJT melalui pemeriksaan arus darah arteri umbilikalis.

Penilaian adanya perubahan arus darah ini menggunakan beberapa parameter/indeks. Untuk dapat menilai secara kualitatif gelombang arus darah (flow velocity waveform), maka diperlukan gambaran arus darah yang pulsatil, sehingga dapat dinilai perbedaan rasio dari frekuensi dalam satu siklus jantung. Berbagai parameter rasio/indeks yang digunakan yaitu :

Rasio sistolik/diastolik (indeks stuart) = S/D

Indeks resistensi (rasio pourcelot) atau RI = S-D/S

Indeks pulsatilitas atau PI = S-D/M

Kegunaan klinis yang penting pada pemeriksaan ini adalah bahwa rasio S/D arteri umbilikalis mempunyai nilai < 3 pada umur kehamilan 28-30 minggu. Persistensi rasio S/D atau rasio S/D meningkat pada umur kehamilan setelah 30 minggu berkaitan dengan adanya kemungkinan pertumbuhan janin terhambat. Penyebab dari rasio S/D yang tinggi kemungkinan besar karena sirkulasi umbilikus janin tidak normal, ada obliterasi atau penyempitan pembuluh darah.

Arabin B (1990) di dalam penelitiannya mendapatkan hasil kualitatif dari peremeter arus darah arteri umbilikalis, yang menunjukkan penurunan yang jelas selama umur kehamilan 20-40 minggu sebagai berikut :

Rasio S/D turun dari 3.99 menjadi 2,20; RI dari 0,75 menjadi 0,51 ; PI dari 2,08 menjadi 1,15.Pada kehamilan normal ketiga indeks tahanan perifer pembuluh darah akan menurun dengan bertambahnya usia kehamilan. Sedangkan pada kehamilan yang terganggu akan memperlihatkan gambaran gelombang diastolik yang berkurang, menghilang (absent end diastolic) atau aranya terbalik (reversed end diastolic) yang mengakibatkan peningkatan dari ketiga indeks tersebut.

Gambar 4. Gelombang aretri umbilkalis dengan A) aliran arteri umbilikalis normal B) peningkatan resistensi dengan meningkatnya S/D rasio C) absent end-diastolyc flow D) aliran end-diastolic yang terbalik 132.1.6 Penatalaksanaan

Sangat sulit untuk menentukan kapan waktu terbaik untk melahirkan janin dengan PJT. Kita harus menimbang risiko bayi prematur dan dekompensasi intauterin lebih lanjut. Untuk janin prematur, mungkin ada beberapa manfaat untuk menunda kelahiran sampai adanya bukti dekompensasi sirkulasi vena yang nyata, namun sebelum BPP menjadi semakin tidak normal. Ada 2 faktor yang menyebabkan sulitnya tatalaksana pada PJT, yaitu etiologi yang sangat bervariasi, dan adanya fakta yang menunjukkan bahwa tidak semua janin PJT menunjukkan pola dekompensasi yang sama. Jika kehamilan masih dapat dipertahankan ataupun dalam kondisi seorang memiliki resiko terhadap PJT, maka pemeriksaan USG secara serial sangat dibutuhkan untuk menilai pertumbuhan janin. Seorang yang telah dicurigai mengalami PJT sejak dini harus segera dilakukan motivasi untuk perbaikan nutrisi, pola hidup sehat, penghentian merokok jika memiliki kebiasaan merokok, dan aspirin dosis rendah dapat diberikan pada wanita dengan riwayat pre-eklampsi sebelumnya.14Untuk menentukan penatalaksanaa penting untuk menilai fungsi dinamik janin plasenta, yaitu dengan skor FDJP.

FDJP (FUNGSI DINAMIK JANIN PLASENTA)

Tes ini merupakan alat untuk menguji reaktivitas janin yang mencerminkan kondisi janin. Penilaian dilakukan pada dua komponen, yaitu komponen USG dan komponen CTG. Variabel yang digunakan adalah:

1. Reaktivitas frekuensi jantung janin

2. Akselerasi stimulasi

3. Rasio sistolik-Diastolik A. Umbilicalis

4. Gerak nafas janin

5. Indeks cairan amnion

Variabel20

Reaktifitas DJJ 2< 2

Akselerasi Stimulasi 2< 2

Rasio SDAU< 3 3

Gerak Nafas 2 episode< 2 episode

Indeks cairan amnion 10 cm< 10 cm

Kurangi 2 nilai pada PJT dan deselerasi

< 5: SC

5 : dengan usia gestasi < 35 minggu, penilaian FDJP ulang 2 minggu kemudian

5 dengan usia gestasi 35 minggu, induksi persalinanManajemen tatalaksana PJT

PJTSimetris

asimetris

Pertimbangkan untuk analisa kromosom dengan amniosentesis

Pemeriksaan antenatal:

Growth scan setiap 3 minggu

Profil gerak janin setiap hari

NST 2 kali seminggu

BPP setiap minggu jika NST abnormal

Mempertimbangkan rujukan untuk resiko tinggi kehamilan

a. PJT pada kehamilan mendekati aterm8b. PJT pada preterm8Dengan melihat diagram di atas maka dapat dipahami kapan tindakan terminasi dilakukan dan kapan pula kehamilan masih dapat dipertahankan. Pilihan untuk segera melakukan terminasi adalah ketika terdapat resiko yang rendah terhadap prematuritas, dan saat adanya distress fetal akut. Metode yang digunakan disesuaikan dengan kemamilan, kesejahteraan janin, dan tingkat keparahan patologi yang terjadi.15Janin harus terus menerus dimonitor, karena risiko asfiksia pada PJT semakin tinggi. Persalinan harus dilakukan di rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU. Kadang-kadang induksi pada kehamilan preterm perlu dilakukan. Amniosentesis perlu dilakukan pada kondisi oligohidramnion dimana janin tidak memberikan respon yang baik pada proses persalinan. Pada janin yang tidak respon, harus dipertimbangkan seksio sesarea. Setelah lahir, bayi dengan PJT harus diperhatikan pertumbuhannya. Menurut penelitian, bayi dengan riwayat PJT akan dapat tumbuh dan memiliki ukuran maupun berat badan yang sama dengan anak seusianya pada usia 2 tahun, yaitu dengan cara mengejar pertumbuhan bayi (catch-up). Mesipun juga terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa mengejar pertumbuhan pada saat masa menyusui adalah tidak baik, karena akan menimbulkan kerugian di kemudian hari.152.1.7. Komplikasi

PJT yang tidak segera diberi tindakan penanganan dokter dapat menyebabkan bahaya bagi janin hingga menyebabkan kematian. Kondisi ini disebabkan karena terjadinya kondisi asupan nutrisi dan oksigenasi yang tidak lancar pada janin. Jika ternyata hambatan tersebut masih bisa di tangani kehamilan bisa dilanjutkan dengan pantauan dokter, sebaliknya jika sudah tidak bisa ditangani maka dokter akan mengambil tindakan dengan memaksa bayi untuk dilahirkan melalui operasi meski belum pada waktunya(9). Komplikasi pada PJT dapat terjadi pada janin dan ibu :

1. JaninAntenatal : gagal nafas dan kematian janin

Intranatal : hipoksia dan asidosis

Setelah lahir :

a. Langsung:

- Asfiksia

- Hipoglikemi. Hipotermi- Aspirasi mekonium- DIC

- Perdarahan pada paru- Gangguan gastrointestinal- Polisitemia

- Hiperviskositas sindromb. Tidak langsung

Pada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai lambat sejak kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak bayi lahir di mana terdapat kegagalan neurologi dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk ialah PJT yang disebabkan oleh infeksi kongenital dan kelainan kromosom.

2.1.8. Pencegahan

Pencegahan primer mungkin hanya dapat dicapai apabila penyebab penyakit dipahami dan faktor-faktor risiko mungkin dapat dimanipulasi. Strategi pencegahan pertama untuk PJT antara lain, program penghentian kebiasaan merokok, anti rubella vaksinasi, konseling untuk pencegahan toksoplasmosis, program diagnosis pralahir. PJT juga dapat dicegah dengan mencegah timbulnya preekalmpsia, dan mencegah obesitas. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mendeteksi dan mengobati fase pra-klinis penyakit, oleh karena itu dibutuhkan adanya ketersediaan metode deteksi dini dan sarana intervensi dan koreksi dari patofisiologi perubahan. Pencegahan sekunder dapat tercapai dengan ANC teratur di dokter. Skrining dapat dilakukan melalui serum ibu, kadar alfafetoprotein dan human chorionic gonadotropin dapat berhubungan dengan PJT, namun sensitifitas hanya sekitar 5%. Karena sebagian besar PJT disebabkan oleh insufisiensi sirkulasi plasenta, yang merupakan komplikasi sekunder dari invasi tropoblas yang abnormal, PJT dapat dikaitkan dengan peningkatan resistensi pada arteri di uterus. Oleh karena itu, sebagai secondary screening terhadap PJT dapat dilakukan pemeriksaan biokimiawi, klinis, ultrasound biometry, dan ultrasound dopler.a. Biokimiawi

AFP : jika terjadi peningkatan, dan tidak terdapat kelainan janin, maka risiko terjadinya PJT meningkat hingga 5-10 kali lipat. (EBM : III/B, Aickin et al, 1983, Br J Obstet Gynecol) JJE-b. Skrining klinis

Tinggi fundus uteri : relatif memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah.

Meningkatkan pengawasan pada kelompok yang memiliki risiko.

c. Sonografi: biometri, fetus, data pengukuran, penilaian aliran darah, indeks cairan amnion, dan placenta.2.1.9. PrognosisPada kasus-kasus PJT yang sangat parah dapat berakibat janin lahir mati (stillbirth) atau jika bertahan hidup dapat memiliki efek buruk jangka panjang dalam masa kanak-kanak nantinya. Kasus-kasus PJT dapat muncul, sekalipun ibu dalam kondisi sehat, dan faktor-faktor kekurangan nutrisi dan perokok adalah yang paling sering. Menghindari cara hidup berisiko tinggi, makan makanan bergizi, dan lakukan kontrol kehamilan (prenatal care) secara teratur dapat menekan risiko munculnya PJT. Perkiraan saat ini mengindikasikan bahwa sekitar 65% wanita pada negara sedang berkembang paling sedikit memiliki kontrol 1 kali selama kehamilan pada dokter, bidan, atau perawat.

BAB III

IKHTISAR KASUSI. Identitas

Nama

: Ny. Huzaeva SarifullohTempat, tanggal lahir: Jakarta, 23 November 1984Usia

: 26 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Pondok Bentung, Tangerang SelatanSuku/ Bangsa

: Jawa/ Indonesia

Pekerjaan

: Ibu rumah tanggaPendidikan

: tamat SLTANo. RM

: 1072024

Masuk RS

: 08 Juni 2011II. Anamnesa

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 8 Juni 2011 pk. 02.45 a. Keluhan utama

Rujukan dari bidan dengan tekanan darah tinggi

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan dari bidan dengan tekanan darah tinggi pada G4P3A0 hamil 33 minggu. Pasien mengaku hamil 8 bulan 1 minggu, HPHT 11 Oktober 2010. Keluhan mules disangkal, keluar air-air atau lendir/ darah juga disangkal. Pasien juga mengaku adanya keputihan yang tidak berbau dan tidak gatal. Pasien merasa pusing, sakit kepala, nyeri ulu hati, namun pandangan tidak kabur. Keluhan demam selama kehamilan disangkal. ANC dilakukan di bidan secara tidak teratur, riwayat darah tinggi disangkal. Pasien pernah melakukan pemeriksaan USG 1 kali pada saat usia kehamilan 4 bulan. c. Riwayat MenstruasiHTA: 11 Oktober 2010, dengan TP 18 Juli 2011

Menarche pada usia 13 tahun, tidak teratur (27-30 hari), 5 hingga 7 hari, banyaknya 2 hingga 3 kali ganti pembalut, dan tidak nyeri.

d. Riwayat Pernikahan

Menikah 1 kali, dengan usia pernikahan 6 tahune. Riwayat KB : pil, suntik 1 bulan, dan suntik 3 bulanf. Riwayat obstetri1. Normal, laki-laki, 5 tahun, BL 1400 gr, ditolong bidan, meninggal premature2. Normal, laki-laki, 1 tahun, BL 1800 gr, ditolong bidan, meninggal DBD3. Normal, laki-laki, 2,5 tahun, BL 3100 gr, ditolong bidan, sehat4. Hamil ini

g. Riwayat Operasi : -h. Riwayat penyakit dahulu: Hipertensi (-), DM (-), alergi (-)

i. Riwayat penyakit keluarga: Hipertensi (-), DM (-), alergi (-)j. Riwayat Kebiasaan: Merokok (-), Alkohol (-), Narkotik (-), Jamu-jamuan (-)III. Pemeriksaan Fisik

KU/Kesadaran

: Sakit sedang / CM

Tekanan darah

: 190/100 mmHg Nadi

: 72 x/

RR

: 20x/

Suhu

: 36,3 CGizi

: cukupBB

: 52 kg

TB

: 160 cmStatus Generalis:

Kepala

: Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-THT

: dalam batas normal

Leher

: KBG tidak teraba membesar

Jantung: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru

: Suara nafas vesikuler, wheezing (-), Rhonki -/-

Abdomen: Lihat status obstetri

Ekstremitas: Akral hangat, edema -/-

Status obstetrik :

Inspeksi : Membuncit karena hamil, striae (+)Palpasi :

L I: TFU 24 cm, teraba 1 bagian besar, bulat, lunak, tidak melenting

L II: Kanan : Teraba bagian-bagian kecil janin

Kiri : Teraba 1 bagian keras seperti papan

L III: Teraba 1 bagian besar, bulat, keras, melenting

L IV: 5/5

Kontraksi : (-)

His

: (-)Auskultasi : DJJ 144 dpm

Gerak janin : (+)TBJ : 1800 gram

Pemeriksaan Anogenital :

I: V/U tenang, perdarahan (-)

Io: tidak dilakukanVT: Portio kenyal, posterior, t 3 cm, pembukaan (-), selaput ketuban (+), kepala di PAPIV. Laboratorium

PEMERIKSAAN08/06/1109/06/1110/06/11NILAI NORMAL

Hb14.5 g/dl 12,3 g/dl11,7 15,5 g / dl

Ht42 % 36 %33 45 %

Leukosit11.600 /ul13.600 /ul5.000-10.000/ul

Trombosit77.000 /ul 95.000/ul150.000-440.000/ul

Eritrosit4,59 juta / ul 3,84 juta/ul3.80- 5.2 jt/ul

PEMERIKSAAN08/06/1109/06/1110/06/11NILAI NORMAL

VER91,4 fl92, 5 fl80.0 100.0 fl

HER31.5 pg31,9 pg26 34 pg

KHER34.4 g/dl34,5 g/dl32 36 g/dl

RDW13.8 % 13,8 %11,5 - 14,5 %

Netrofil %50 - 70 %

Limfosit%20 - 40 %

Monosit %2 - 8 %

aPTT -27,5 detik27.4 39.3 s

PT -10,7 detik11.3 14.7 s

SGOT261 u/L 73 u/L0 - 34 u/L

SGPT187 u/L108 u/L0 - 40 u/L

Ureum darah30 mg/dl20 40 mg/dl

Creatinin darah0.8 mg/dl0.6 1.5 mg/dl

Asam urat darah mg/dl73 u/L< 7 mg/dl

GDS118 mg/dl70 - 140 mg/dl

LDH-782 u/l (37oC)140 300 u/I

Na145 mmol/l135 147

K3.86 mmol/l3.10 5.10

Cl113 mmol/l95 108

BT2 menit1 3

CT 5 menit2 6

Protein

+3

Berat jenis1.030

Bilirubin

Keton

NitritNegative

Negative

Positive

Leukosit

Darah

GlukosaTrace+3Negative

Warna

KejernihanMerahkeruh

Sedimen urin

Epitel+1

lekosit1 3 0 1 2 5 / LPB

Eritrosit>500 2 / LPB

V.PEMERIKSAAN PENUNJANG

CTG 09 / 06 / 2011 Keterangan:

Frekuensi dasar: 140 dpm

Variabilitas: 5-15 dpm

Akselerasi

: (+)

Deselerasi

: (-)

His

: (-)

Gerak janin : (+)

Kesan

: Reassuring

USG fetomaternal 8 juni 2011

Tampak Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup

Plasenta di corpus depanDBP: 7,98 cm

AC

: 25,06 cm

HC

: 28,78 cm

FL

: 6,02 cm

TBJ: 1581 gr (kecil untuk kehamilan 34 minggu)

ICA : 4,62Absent of end diastolic, SDAU : 1,7Kelainan Kongenital Mayor (-)

Kesan: Hamil 34 minggu, Janin presentasi kepala tunggal hidup, PJT, oligohidramnionRencana: Tatalaksana PEB, induksi pematangan paru 2 hari, terminasi pasca pematangan paru, USG FMVI.RESUME

Pasien Ny. H, 26 th, datang dengan rujukan dari Bidan dengan keterangan G4P3A0 Hamil 34 minggu, tekanan darah tinggi. Keluhan mules dan keluar air-air atau lendir darah disangkal. Pusing (+), pandangan kabur (-), mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+). Keputihan (+), tidak gatal, tidak bau. Riwayat demam (-). ANC dilakukan di bidan, tidak teratur.HPHT : 11/10/2010 ( TP : 18-07- 2010 34 mgg

Riwayat Pernikahan : Menikah 1x, Usia perkawinan 6 tahun, Masih kawin

Riwayat KB : pil dan suntik 3 bulanRiwayat Obstetri : pesalinan normal 3 kaliRiwayat Operasi : -Riwayat Penyakit Dahulu: (-)Riwayat Penyakit Keluarga:

Hipertensi (-), asma (-), peny.jantung(-), diabetes mellitus (+)Riwayat Kebiasaan:

Merokok (-), Alkohol (-), Narkotik (-), Jamu (-)

Pemeriksaan fisik :

Tekanan darah

: 190/100 mmHg Nadi

: 72 x/

RR

: 20x/

Suhu

: 36,5 CGizi

: cukupBB / TB

: 52 kg / 160 cmStatus Generalis: dalam batas normalStatus obstetrik :

Inspeksi : Membuncit, striae (+), Bekas SC (-)

Palpasi :

L I: TFU 24 cm, teraba 1 bagian besar, bulat, lunak, tidak melenting

L II: Kanan: Teraba bagian-bagian kecil janin

Kiri

: Teraba 1 bagian keras seperti papan

L III: Teraba 1 bagian besar, bulat, keras, melenting

L IV: 5/5

Kontraksi (-), His (-), gerak janin (+)Auskultasi : DJJ 144 dpmTBJ 1800 gram

Pemeriksaan Anogenital :

I: V/U tenang, perdarahan (-)

Io: tidak dilakukanVT: Portio kenyal, posterior, t 3 cm, pembukaan (-), kepala di PAP, sel. ketuban (+)

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium : LDH , protein urine +3 CTG Frekuensi dasar: 140 dpm

Variabilitas: 5-15 dpm

Akselerasi

: (+)

Deselerasi

: (-)

His

: (-)

Gerak janin : (+)

Kesan : Reassuring

USG fetomaternal 8 juni 2010Kesan: Hamil 34 minggu, Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup, PJT, air ketuban berkurang dengan tanda tanda peningkatan resistensi A. umbilicus.rencana: rawat, tatalaksana PEB, induksi pematangan paru 2 hari, terminasi setelah pematangan paru. Mengingat FDJP 6 (dilihat dari CTG ( 4, USG ( ICA 2 (2), SDAU (2) ( total 8, dikurangi PJT (2) = 6, ibu juga dengan gravid 4, dimungkinkan masih memiliki toleransi yang baik terhadap partus pervaginam dengan misoprostol. VII.DIAGNOSIS

Ibu : G4P3A0 Hamil 34 minggu, PEB, Hellp syndrome, belum in partu

Janin: Janin presentasi kepala tunggal hidup, PJT

VIII.PENATALAKSANAAAN

Rdx/:- Observasi tanda-tanda vital, his, DJJ/jam - observasi tanda-tanda perburukan PEB- Cek DPL, UL, Ur/Cr, OT/PT, LDH, GDS

Rth/ : Konservatif

Pematangan paru : Dexamethason 2 x 6 mg ( 2 hari

Antibiotika : Klindamisin 2 x 300 mg

Tata Laksana PEB:

MgSO4 bolus 4 gr ( lanjut 1 g/jam

Nifedipin 4x10 mg

Fluimucyl 3x600 mg

Vit C 2x400 mg

Ceftriaxone 1 x 2 gr ivElevasi kepala 300Cairan 1800 cc/24 jam

Bed rest

Diet TKTP

IX.PROGNOSIS

Ibu: dubia ad Bonam

Janin: DubiaTgl 10 juni 2011 Pasien mengeluh sakit kepala, nyeri ulu hati (+), sakit kepala (+), nyeri ulu hati (+), mual muntah (+), tekanan darah 160/100 mmHg.

Dilakukan diskusi untuk mengambil keputusan terminasi pervaginam cito.

Berlangsung SCTPP, lahir bayi laki-laki, BL 1600 gr, AS 7/9

Perdarahan intra operatif 300 cc, air ketuban jernih, jumlah berkurang.

Operator /asisten: dr. DD SpOG (K) / dr. DDiagnosis pre-op: G4P3A0 Hamil 34 mgg, JPKTH, IUGR, PEB, pasca pematangan paru, oligohidramnion

Diagnosis post-op: P4 Post SCTPP, NKB-KMK + IUD PP1. Pasien terlentang di atas meja operasi dengan anastesi spinal.

2. A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.

3. Dilakukan insisi pfannenstiel4. Setelah peritoneum dibuka tampak uterus gravidus5. Sayatan huruf U pada SBU ditembus tumpul, dilebarkan tajam.

6. Dengan meluksir kepala, lahir bayi laki-laki 1600 gr, AS 7/9

7. Air ketuban jernih, jumlah sedikit

8. Dengan tarikan ringan pada tali pusat, plasenta dilahirkan lengkap. Dipasang IUD post plasenta9. Kedua ujung SBU dijahit 1 lapis dengan vicryl no.110. Pada eksplorasi selanjutnya, kedua tuba dan ovarium dalam batas normal.11. Setelah diyakini tidak ada perdarahan, dinding abdomen ditutup lapis demi lapis, fasia dengan vicryl no.1, kulit subkutikuler dengan catgut 3/0.

12. Perdarahan selama operasi 300 cc, urin 150 cc jernih13. Alat dan kassa lengkapInstruksi Post operasi:1. Observasi tanda vital, kontraksi, perdarahan per 15 menit dalam 2 jam pertama (selanjutnya per jam.2. Cek DPL post-op ( Hb < 8 g/dl, lakukan transfuse

3. Mobilisasi bertahap

4. Diet TKTP

5. Luka operasi hygiene, GV hari ke-3

6. Foley cateter 1 x 24 jam

7. Ceftriaxone 1 x 2 gr iv

8. Profenid supp 3x1

9. Synto 20 IU/ 500 cc RL/ 8 jam, dalam 24 jam10. Tatalaksana PEB HELLP syndrome:

Nifedipin 4 x 10 mg

NAC 3 x 600 mg

Vit. C 2 x 400 mg iv

Elevasi kepala 30o Cairan 1800 cc/ 24 jam, balans cairan

Dexametasone 2 x 10 mg iv11. Rawat HCU-VKFOLLOW-UPSO

AP

11/6Sakit kepala (-), pandangan kabur (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-)KU/Kes: Baik/CM

TD:150/90mmHg

FN:84X/mnt

FP:20X/mnt

Suhu : 36,5 C St.Generalis : dbN

St. Obs : I. V/U tenangP4 post sc ai eklamsia iminens, PJT, HELLP syndrome parsial. Mobilisasi bertahap

Diet TKTP, Hygiene luka op

Motivasi ASI

Ceftriaxone 1x2 gr iv

Profenid supp 3 x 1

Realimintasi dini

Synto 20 IU

Tata Laksana PEB:

MgSO4 bolus 4 gr ( lanjut 1 g/jamNifedipin 4x10 mg

Fluimucyl 3x600 mg

Vit C 2x400 mg

Elevasi kepala 300Cairan 1800 cc/24 jam

13/6BAK spontan (+), perdarahan (-) KU/Kes: Baik/CM

TD:130/80 N:88X/mnt

FP:18X/mnt S: 36,3 C St.Generalis : dbN

St. Obs : I v/u tenang, TFU 2 jbpstNH2 pada P4 post sc ai eklampsia iminens, HELLP syndrome,

+ IUD PPMobilisasi aktifDiet TKTPMotivasi ASI

Hygiene luka op GV H III

Co amoxiclav 3 x 625 mg

As. Mefenamat 3x500 mg

Sulfas Ferosus 1 x 1

15/6BAK spontan (+), perdarahan (-), nyeri kepala (-)KU/Kes : Baik/CM

TD:130/80 N:84X/mnt

FP:18X/mnt S: 36,7 C St.Generalis : dbN

St. Obs : TFU 2jbpst,kontraksi(+), perdarahan(-), luka op. Tenang-NH5 P4 post SC ai PEB, HELLP syndrome+ IUD PP

Coamoxiclav 3x625 mgAsam mefenamat 3x1

Sulfas Ferosus 1x1

Boleh pulang

Follow up hasil laboratorium IbuPemeriksaan11/6/1112/6/1114/6/1115/6/11

Hb9,3 g/dl9,28,3 g/dl

Hematokrit27 %2624%

Leukosit22,1 ribu/ul23,911,0 ribu/ul

Trombosit124.000 /ul134302 ribu/ul

Eritrosit2,90 juta/ul2,822,50 juta/ul

SGOT38 U/l27 U/l

SGPT49 U/l30 U/l

GDS97 mg/dl145 mg/dl78 mg/dl

LDH719 u/l (37oC)526 u/l (37oC)

Protein urineTraceNegativeNegative

X. KEADAAN BAYIBayi laki-laki lahir pada tanggal 10 Juni 2011, dengan:

BBL

: 1570 g

LK

: 27 cm

LD

: 26 cm

LP

: 26 cm

LLA

: 8 cmKepala

: caput suksadenum (-)

Genitalia: laki-laki

Anus

: +

Dilakukan resusitasi hisap lendirAnjuran : rawat perinatologi, incubator.Diagnosis akhir : 1. NKB KMKFollow up Bayi:

Tgl 11/6/2011

S: Bayi tampak tenang, respon +, sesak (-)

O: KU: CM

FDJ 146x/menit RR: 34x/menitS: 37,1oC

Kepala: UUB belum tertutup, rambut tidak mudah dicabut Cor : BJ I/II reguller, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: SN bronkovesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen: BU (+) normal, lemas, H/L tidak membesar

Ekstrimitas : akral hangat, CRT < 3

Kulit : ikterik (-)

A: NKB SC ai PJT HELLP syndrome

RDS

P: IVFD D10 60 cc/ KgBB = 3,6 cc/jam

O2 nasal 0,5 liter/menit Cek laboratorium

Amoxan 2 x 75 mg iv Gentamicin 1 x 7,5 mg/ 36 jam

Puasakan

GDS cito ( hasil: 43 mg/dl

Tgl 12/6/2011

Kondisi bayi baik, diberikan D10 70 cc/KgBB = 4,5 cc/jam

Tgl 13/6/2011

Kondisi bayi lemah, ikterik +, diberikan D10 6 cc/jam

Tgl 14/6/2011

S: menangis merintih, sesak (+),

O: FDJ 139x/menit S: 37oCRR: 43x/menit Pucat, ikterik (+)

Periodic apnea (+)

A: NKB SC ai PJT dan HELLP syndrome

RDS

P: loading NaCl 0,9% 15 cc dalam 30 menit

D10 6,5 cc/jam

OGT dialirkan ( produksi (+), berwarna coklat sebanyak 15 cc.

Pk. 22.00 wib

Bayi apnea ( dilakukan bagging ( kemudian bayi nafas spontan, dengan saturasi O2 60%.

Pk. 23.00 WIB

Bayi kembali apnea ( dilakukan bagging, bila membaik diberikan loading NaCl 0,9% 15 cc selama 20 menit, namun hingga Pk. 23.55 respon (-), maka bayi dinyatakan meninggal oleh Dr.W

Follow up hasil laboratorium BayiPemeriksaan11/6/11 02.1311/6 pk.15.0511/6 pk.21.5214/6/11

Hb16,0 g/dl16,1 g/dl

Ht52 %48%

Leukosit7600 /ul8300 /ul

Trombosit100 ribu/ul103 ribu/ul

Eritrosit4.10 juta/ul4 juta/ul

VER126,3 fl121,6 fl

HER39,5 pg40,8 pg

KHER31,6 g/dl33,5 g/dl

RDW17,4 %16,5 %

SGOT65 u/l

SGPT16 u/l

GDS57 mg/dl30 mg/dl

Na (darah)144 mmol/l

Kalium4,05 mmol/l

Klorida110 mmol/l

Bilirubin total32,50 mg/dl

Bilirubin Direk3,60 mg/dl

Bilirubin Indirek28,90 mg/dl

CRP kualitatifNegative

Gol.darahB/ Rh +

IT rasio0,19

BAB IV

ANALISIS KASUS

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis, didapatkan pasien G4P3A0, HPHT 11 Oktober 2010, sehingga dapat disimpulkan bahwa usia kehamilan adalah 34 minggu. Adanya keluhan pusing, nyeri ulu hati, dan mual, maka pada awal kedatangan pasien yang pertama kali dipikirkan adanya kecurigaan preeklampsia atau hipertensi dalam kehamilan. Eklampsia dapat disingkirkan karena tak adanya riwayat kejang. Pada literatur disebutkan bahwa hipertensi dalam kehamilan dapat meningkatkan terjadinya PJT 15 20 kali lipat. Ibu melakukan antenatal care tidak teratur di bidan, dan pernah melakukan pemeriksaan USG pada usia kehamilan 4 bulan. Dari anamnesis didapatkan data yang kurang lengkap, seharusnya ditanyakan juga BB sebelum kehamilan dan selama kehamilan, sehingga dapat disingkirkan kemungkinan genetik yang mempengaruhi janin, serta tidak didalami mengenai riwayat penyakit pada ibu yang dapat memungkinkan sebagai penyebab PJT. Etiologi yang lain, seperti penyakit jantung, asma, gaya hidup merokok dan menggunakan alcohol, serta kekurangan gizi akibat ekonomi rendah, tidak ditemukan dari anamnesis.

Dari pemeriksaaan fisik, didapatkan adanya hipertensi yaitu 190/100 mmHg. Kemudian tidak didapatkan adanya oedem generalisata. Masih dicurigai adanya hipertensi dalam kehamilan atau preeklamsi. Kecurigaan adanya PJT dapat dipikirkan dari TFU diukur setinggi 24 cm yang tidak sesuai dengan usia kehamilan 34 minggu dan TBJ menurut TFU adalah 1800 gram. Berdasarkan grafik perkiraan umur kehamilan berdasarkan tinggi simfisis fundus didapatkan titik di bawah persentil 10.Berdasarkan pemeriksaan penunjang, yaitu urinalisa, didapatkan adanya protein uri +3. Dengan adanya hipertensi 190/100 mmHg, oedem (-), proteinuria (+3), kejang (-) dapat didiagnosis sebagai PEB. Hellp sindrom partial pada pasien ini ditegakkan berdasarkan kriteria tenisi dimana terpenuhi 2 kriteria yaitu penurunan platelet 77000 dan peningkatan LDH 792.Dari USG didapatkan adanya air ketuban berkurang (ICA 4,26). Dimana keadaan ini kurang baik untuk pertumbuhan janin karena pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan antara kulit janin dan amnion atau karena janin mengalami tekanan dinding rahim, serta dapat menyebabkan kompresi tali pusat pada janin. Oligohidramnion merupakan salah satu tanda PJT.Dari USG, PJT dapat dideteksi dari ukuran AC, didapatkan data AC pasien ini adalah 25,06 cm yang berarti berada di bawah persentil ke-10. TBJ yang didapatkan sebesar 1581 gram, yang bila kita bandingkan menggunakan kurva Lubchenko, pada usia kehamilan 34 minggu, persentil 10 berat badan adalah 1800 gram. Oleh karena taksiran berat janin berada di bawah persentil 10 pada usia kehamilan 34 minggu maka dikatakan janin tersebut suspek PJT. Dan dari data data DBP 7,98 cm, HC 28,78 cm, FL 6,02 cm, didapatkan hasil semuanya berada di bawah garis persentil 10 pada grafik.

Diagnosis PJT dapat ditegakkan dengan lebih pasti setelah bayi lahir. Berat lahir bayi sebesar 1570 gram, yang berarti di bawah persentil 10 untuk usia kehamilan 34 minggu (2000 gram). Adanya jaringan lemak subkutan yang tipis dan turgor kulit yang berkurang menunjukkan gambaran PJT. Sementara untuk menentukan tipe PJT sendiri, menurut HC/AC didapatkan hasil 1,15 yang menunjukkan bahwa PJT yang dialami bukanlah asimetris, meskipun pada literature disebutkan bahwa dengan pre-eklampsia lebih cenderung kepada tipe asimetris, dan pasien juga tidak melakukan ANC dengan teratur, sehingga sulit menentukan tipe PJT pada pasien ini. Menurut FL/AC didapatkan hasil lebih dari 23,5 yang menunjukkan tipe asimetris. Namun yang paling mungkin adalah tipe campuran, dimana terjadi gangguan pada fase hyperplasia dan hipertrofi yaitu pada usia kehamilan 20-28 minggu.

Penyebab terjadinya PJT pada kasus ini adalah insufisiensi plasenta, dan PEB. Sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pre-eklampsia dapat meningkatkan risiko terjadinya PJT. Adanya hipertensi pada ibu menyebabkan gangguan sirkulasi utero plasenta, sehingga terjadi gangguan transport oksigen dan nutrisi pada janin yang pada akhirnya dapat menyebabkan PJT.

Terminasi kehamilan pada pasien ini, berdasarkan usia kehamilan yang sudah mendekati aterm, sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa persalinan secepatnya merupakan cara untuk mendapatkan hasil terbaik bagi janin yang dicurigai PJT atau mendekati aterm. Maka diambil keputusan untuk melakukan terminasi setelah pematangan paru terlebih dahulu menggunakan dexamethasone 2x6 mg selama 2 hari. Rencana awal terminasi pervaginam, karena pertimbangan FDJP 6 dan ibu dengan gravid 4. Namun dalam perjalanan pematangan paru dilakukan, tampak adanya gejala perburukan PEB, sehingga diambil keputusan untuk melakukan terminasi perabdominal cito. Terminasi kehamilan yang digunakan sudah tepat karena bila dilahirkan per vaginam, usia kehamilan ibu belum aterm dan dikhawatirkan dapat menambah stress pada janin. Karena pasien datang dengan tekanan darah 190/100 dan protein uri (+3) yang berarti pasien mengalami PEB, maka diberikan pula tatalaksana PEB .

Untuk selanjutnya jika pasien masih ingin mempunyai anak, harus dimotivasi untuk memeriksakan kehamilan dengan lebih ketat, mengingat pasien dengan riwayat tekanan darah tinggi dan adanya PEB pada kehamilan terakhir. Perlu juga untuk menyarankan pasien melakukan pemeriksaan USG pada saat hamil, sehingga kecurigaan adanya PJT dapat ditemukan lebih dini dan dapat dilakukan interfensi untuk mengatasinya. BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN5.1KesimpulanIntrauterine Growth Restriction (IUGR) dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu maternal, fetus, dan plasenta. IUGR pada kasus ini disebabkan oleh faktor ibu di mana ibu menderita PEB, sehingga hipertensi yang dialami ibu tersebut dapat menyebabkan insufisiensi uteroplasenta sehingga pasokan nutrisi, oksigen, dan pengeluaran hasil metabolik menjadi terhambat. Adanya faktor patologis yang diderita ibu ini menyebabkan bayi mengalami gangguan pertumbuhan dan pada akhirnya dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat.

Untuk mendiagnosis kelainan ini, dilakukan perbandingan dengan standar berat bayi pada populasi yang sama. Berbagai macam definisi dan nilai batas digunakan untuk mendiagnosis kelainan kecil untuk masa kehamilan. Yang paling sering digunakan untuk mendefinisikan kecil untuk masa kehamilan (KMK) adalah berat janin di bawah persentil 10 atau di bawah deviasi standar -2. Untuk membedakan KMK dengan PJT dilakukan beberapa tes antara lain hemodinamik dari sirkulasi plasenta. PJT meningkatkan risiko hipoksia dan kematian janin dalam rahim. Untuk menilai kesejahteraan janin dilakukan dengan menilai profil biofisik. Kondisi ini memerlukan perhatian lebih, karena pemeriksaan pada PJT relatif sulit, protokol penanganannya juga masih sedikit. Selain itu perkembangan kondisi pasien PJT setelah dewasa perlu penelitian lebih lanjut. Insiden PJT sekitar 5% dari seluruh populasi obstetrik.1

Saat ini, penatalaksanaan IUGR ditujukan pada upaya meminimalisasi hipoksia yaitu dengan penentuan saat kelahiran yang tepat, memaksimalkan usia kehamilan, dan mencapai hasil yang baik bagi ibu dan janin.

5.2 Saran Jika ingin hamil kembali, rutin kontrol kehamilan ke dokter agar cepat diketahui bila terdapat kelainan. Hindari kebiasaan buruk, jaga kondisi, dan asupan gizi selama kehamilan.DAFTAR PUSTAKA1. Lin CC, Evans MI. Intrauterine growth retardation and pathophysiology and clinical management. New York: McGraw-Hill, 1984.

http://digilib.unsri.ac.id/download/BBLR.pdf. Accessed on June 28th 2011. 2. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, et al. Williams obstetric. 20th ed. Norwalk: Appleton and Lange, 1999: 839-850, 861-891.

http://digilib.unsri.ac.id/download/BBLR.pdf. Accesed on June 28th 2011.

3. Saroyo, Yudianto Budi. Epidemiology and Classification of IUGR. Fetomaternal Division. Department of Obstetric & Gynecology, Faculty of Medicine University of Indonesia. 4. Gopar, Abdul. Pertumbuhan Janin Terhambat. http://adulgopar.files.wordpress.com /2009/12/pertumbuhan-janin-terhambat-pjt.pdf5. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1113/jphysiol.2009.173252/full

6. Widyakusuma L. Hubungan antara arus darah arteri spiralis dan arteri umbilikalis janin dengan gambaran histopatologi plasenta pada pertumbuhan janin terhambat. Tesis PPDS Obstetri Ginekologi : 1996. hal 5-18

7. Budjang RF. Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam Ilmu Kebidanan. Winkjosastro H, editor. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.1999.hal 781-38. Cunningham et al. Fetal Growth Disorder. In Williams Obstetric. 21st edition. McGraw Hill:2001.p 744-57

9. Alexander, Iman. Patofisiologi Pertumbuhan Janin Terhambat. PPDS II B, divisi Obstetri dan ginekologi FK UI. Power point. 201010. Peleg D, Kennedy CM, Hunter SK. Intrauterine Growth Restriction : Identification and Management. American Academy of Family Physician. August:1998. 11. Campbell S, Thoms A. Ultrasound measurement of the fetal head to abdomen circumference ratio in the assessment of growth restriction. Br J Obstet Gynaecol 1977;84:165

12. Crane JP, Kopta MM. Prediction of intrauterine growth restriction via ultrasonically measured head/abdomi-nal circumference ratios. Obstet Gynecol 1979; 54:597601

13. U.F. Harkness, G. Mari . Diagnosis and Management of Intrauterine Growth Restriction. In Clinics in Perinatology 31. 2004. Page 743764. 14. Un. Riview of Literature. Fetal Growth Retardation. http://ethesis.helsinki.fl/journal//laa/ kansa/vk/forsen/2luku.html. 200715. Carrera,JM. Managementof Small for- Gestasional- Age Fetuses: Antenatal and Intrapartum Strategies, in Textbook of Perinatal Medicine. Chapter 127, page 1662.

16. Carrera,JM. Classification of Intrauterine Growth Restriction, in Textbook of Perinatal Medicine. Chapter 125, page 1630-1636.

< 34 minggu

persalinan

paru matang

persalinan

abnormal

pantau s/d 36 mg

normal

UAD

pantau s/d 36 mg

> 5

persalinan

< 5

FDJP

paru belum matang

> 34 minggu

status asam-basa

abnormal

persalinan

identifikasi infeksi

normal

FDJP

> 5

pantau s/d 36 mg

< 5

deselerasi lambat

berulang

persalinan

UAD/bln

AEDF

FDJP

REDF

persalinan

USG/2mg

tumbuh

pantau s/d 36 mg

tidak tumbuh

persalinan

kariotiping

abnormal

individualisasi

Pemeriksaan antenatal:

Monitor pertumbuhan janin (USG) setiap 2 minggu

Profil gerak janin setiap hari- NST 2x/minggu BPP/minggu jika NST abnormal - S/D rasio

Pemberian tes oxytocin jika NST abnormal, atau BPP < 8

Pertimbangan terminasi:

Pematangan paru menggunakan dexametasone selama 2 hari pada usia kehamilan 24-34 minggu

Terminasi usia kehamilan 32 minggu atau saat estimasi berat janin 1500 gr, jika antenatal test dengan hasil abnormal

Jika hasil dari antenatal test adalah reassuring maka lanjutkan pengawasan dan tunda terminasi hingga usia kehamilan aterm jika terdapat pertumbuhan janin, namun jika janin tidak mengalami pertumbuhan dan terdapat oligohidramnion, lakukan uji pematangan paru, dan lakukan terminasi jika hasil uji pematangan paru positif. Jika paru belum matang maka lanjutkan pengawasan dan lakukan uji pematangan paru 1 minggu kemudian. Jika ternyata paru tetap belum matang, lakukan terminasi.

Amniosintesis tidak diperlukan pada usia kehamilan 38-39 minggu.

Jika kehamilan 32 minggu atau perkiraan berat janin 1500 gr, maka setiap kasus harus dipertimbangkan secara individual.

39