pikiran rakyat - universitas padjadjaranpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/12/... · 2011....

1
• Kamis 0 Jumat Pikiran Rakyat o Selasa o Rabu o Sabtu 0 Minggu 4 5 20 6 21 7 22 89 10 11 23 24 25 26 12 13 14 15 27 28 @) 30 31 OMei o Sep 0 Okt 0 Nov • D:~~,~% OApr o Mar OJun 0 Jul 0 Ags Impotensi Mahasiswa Dalam Menulis ) di Media Mosso S UATU hari, satu SMS mampir ke telefon seluler seorang rekan yang berprofesi sebagai wartawan. SMS tersebut datang dari seorang aktivis BEM salah satu universitas terkernuka di [awa Barat. Aktivis tersebut, dalam SMS-nya mengabarkan bahwa dia dan rekan-rekannya akan mengadakan aksi. "Kami akan melakukan aksi Sabtu ini. Kira-kira, bisa diliput gak?" Kira-kira demikian isi SMS dari si aktivis. Rekan wartawan lalu menjawab bahwa hari Sabtu dia tidak bisa meliput karena sedang menikmati masa liburan. Lantas, si'aktivis mengirimkan SMS susul- an yang sangat lucu. Isinya kira-kira begini, "Ya su- dah, jadi kapan Anda bisa meliputnya?" Harus diakui, aksi adalah salah satu jalan yang mesti diternpuh oleh aktivis mahasiswa dalam men- jalankan fungsinya sebagai-rnahasiswa aktivis menyebutnya agent of c/umge atau social control. Kita pun bisa berkaca pada sejarah, gerbang reformasi terbuka salah satunya karena peran mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi. Namun, jika melihat SMS salah satu aktivis ma- hasiswa di atas, apakah selama ini aksi sekadar ingin diliput media massa? Memang, melihat aksi demonstrasi kita tidak bisa hanya mengidentikkan dengan long march, meng- goyang-goyang pagar, atau orasi. Ada upaya negosiasi juga antara aktivis mahasiswa dan pihak pemerintah. Namun, ini juga tampaknya disadari oleh aktivis, belum tentu pemerintah yang bemegosiasi dengan mereka akan melaksanakan tuntutan mereka dengan segera. Oleh karena itu, media massa diperlukan untuk memberikan infor- masi kepada khalayak agar sadar dan tahu dengan isu yang mereka bawa dalam aksi. [ika demikian, mengapa aktivis.mahasiswa tidak menulis opini saja di media massa? Atau minimal- nya, surat pembaca? Memang, sangat sedikit mahasiswa yang mau menulis di media massa. Entah disebabkan kernam- puan menulis yang kurang atau memang masih "nyaman" dengan cara konvensional: aksi. Padahal, media massa memiliki jangkauan lebih luas daripa- da aksi demonstrasi. Buktinya, banyak aktivis yang ingin agar aksinya diliput media. Selain itu, opini atau surat pembaca yang dibuat aktivis mahasiswa akan mendapat respons langsung dari pihak yang dlsebut atau dituntut dalam tulisan tersebut. Muhammad Irfan Hidavatullah, dosen Sastra Indonesia Univesitas Padjadjaran mengatakan, sedikitnva mahasiswa yang mau menu lis di media massa disebabkan oleh beberapa fakror. Salah sat- unya adalah kehadiran jejaring sosial yang fungsinva hampir menggantikan peran media mas- sa. Dikatakan Irfan, sedikitnya tujuan menulis di media massa dilandasi oleh beberapa hal, di an- taranya untuk eksistensi diri, menyampaikan suara hati, atau mendapatkan imbalan (honor). Nah, dalam upaya eksistensi diri (baca: terpublikasi) anak-anak muda, dalam hal ini mahasiswa, sudah mendapatkan hal tersebut melalui jejaring sosial. Mereka tidak perlu masuk ke media cetak, toh mereka bisa update status Facebook atau Twitter misalnya. Demikian juga dengan menyampaikan suara hati. Mereka merasa tidak perlu bersusah payah melewati seleksi redaktur, karena jejaring sosial sudah menye- diakan fasilitas menulis opini (note) yang respon- snya langsung. Anak-anak muda (rnahasiswa) bisa langsung mengetahui respons tulisannya karena tulisannya akan dibaca dan di-like atau dikomentari. Selanjutnya, mayoritas mahasiswa juga tidak memerlukan honor sebagai imbalan karena itu su- dah terpenuhi oleh kiriman bulanan dari orang tua . mereka. Kehadiran jejaring sosial berikut fasilitas- nya, di samping manfaatnya yang besar, juga merni- liki efek lain yang lumayan berbahaya. Salah satu- nya membuat mahasiswa impoten dalam menulis opini di media massa. Padahal, terlepas dari motif ekspresi diri atau ingin mendapatkan imbalan (honor), menu lis opini atau surat pembaca di media massa, juga akan men- dapat respons segera dari pihak yang bersangkutan. Sebagai contoh, masyarakat yang menu lis surat pembaca tentang keluhan mereka terhadap layanan produk tertentu langsung mendapat respons dari pi- hak bersangkutan, baik berupa konfimasi di media massa maupun konfirmasi langsung kepada yang menulis surat pembaca terse but. Oleh karena itu, menulis di media massa, baik berupa opini maupun surat pembaca, merupakan cara yang cukup seksi bagi mahasiswa (terutarna mahasiswa aktivis pergerakan) untuk menyuarakan sikap dan pandangan ten tang situasi yang ada. Apalagi, sekarang banyak media massa yang menye- .diakan ruang bagi mahasiswa untukmenyampaikan opininya. Fatih Zam kampus_pr®yahoo.com Kllplng Humas Onpad 2011

Upload: others

Post on 10-Dec-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pikiran Rakyat - Universitas Padjadjaranpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/12/... · 2011. 12. 29. · aktivis BEM salah satu universitas terkernuka di [awa Barat ... liburan

• Kamis 0 Jumat

Pikiran Rakyato Selasa o Rabu o Sabtu 0 Minggu

4 520

621

722

8 9 10 1123 24 25 26

12 13 14 1527 28 @) 30 31

OMei o Sep 0 Okt 0Nov • D:~~,~%OApro Mar OJun 0 Jul 0 Ags

Impotensi MahasiswaDalam Menulis

)

di Media Mosso

SUATU hari, satu SMS mampir ke telefonseluler seorang rekan yang berprofesi sebagaiwartawan. SMS tersebut datang dari seorang

aktivis BEM salah satu universitas terkernuka di[awa Barat. Aktivis tersebut, dalam SMS-nyamengabarkan bahwa dia dan rekan-rekannya akanmengadakan aksi.

"Kami akan melakukan aksi Sabtu ini. Kira-kira,bisa diliput gak?"

Kira-kira demikian isi SMS dari si aktivis. Rekanwartawan lalu menjawab bahwa hari Sabtu diatidak bisa meliput karena sedang menikmati masaliburan. Lantas, si' aktivis mengirimkan SMS susul-an yang sangat lucu. Isinya kira-kira begini, "Ya su-dah, jadi kapan Anda bisa meliputnya?"

Harus diakui, aksi adalah salah satu jalan yangmesti diternpuh oleh aktivis mahasiswa dalam men-jalankan fungsinya sebagai-rnahasiswa aktivismenyebutnya agent of c/umge atau social control. Kitapun bisa berkaca pada sejarah, gerbang reformasiterbuka salah satunya karena peran mahasiswa yangmelakukan aksi demonstrasi.

Namun, jika melihat SMS salah satu aktivis ma-hasiswa di atas, apakah selama ini aksi sekadar ingindiliput media massa?

Memang, melihat aksi demonstrasi kita tidak bisahanya mengidentikkan dengan long march, meng-goyang-goyang pagar, atau orasi. Ada upayanegosiasi juga antara aktivis mahasiswa dan pihakpemerintah. Namun, ini juga tampaknya disadarioleh aktivis, belum tentu pemerintah yangbemegosiasi dengan mereka akan melaksanakantuntutan mereka dengan segera. Oleh karena itu,media massa diperlukan untuk memberikan infor-masi kepada khalayak agar sadar dan tahu denganisu yang mereka bawa dalam aksi.

[ika demikian, mengapa aktivis.mahasiswa tidakmenulis opini saja di media massa? Atau minimal-nya, surat pembaca?

Memang, sangat sedikit mahasiswa yang maumenulis di media massa. Entah disebabkan kernam-puan menulis yang kurang atau memang masih"nyaman" dengan cara konvensional: aksi. Padahal,media massa memiliki jangkauan lebih luas daripa-da aksi demonstrasi. Buktinya, banyak aktivis yangingin agar aksinya diliput media. Selain itu, opiniatau surat pembaca yang dibuat aktivis mahasiswaakan mendapat respons langsung dari pihak yangdlsebut atau dituntut dalam tulisan tersebut.

Muhammad Irfan Hidavatullah, dosen SastraIndonesia Univesitas Padjadjaran mengatakan,

sedikitnva mahasiswa yang mau menu lis di mediamassa disebabkan oleh beberapa fakror. Salah sat-unya adalah kehadiran jejaring sosial yangfungsinva hampir menggantikan peran media mas-sa.

Dikatakan Irfan, sedikitnya tujuan menulis dimedia massa dilandasi oleh beberapa hal, di an-taranya untuk eksistensi diri, menyampaikan suarahati, atau mendapatkan imbalan (honor). Nah,dalam upaya eksistensi diri (baca: terpublikasi)anak-anak muda, dalam hal ini mahasiswa, sudahmendapatkan hal tersebut melalui jejaring sosial.Mereka tidak perlu masuk ke media cetak, tohmereka bisa update status Facebook atau Twittermisalnya.

Demikian juga dengan menyampaikan suara hati.Mereka merasa tidak perlu bersusah payah melewatiseleksi redaktur, karena jejaring sosial sudah menye-diakan fasilitas menulis opini (note) yang respon-snya langsung. Anak-anak muda (rnahasiswa) bisalangsung mengetahui respons tulisannya karenatulisannya akan dibaca dan di-like atau dikomentari.

Selanjutnya, mayoritas mahasiswa juga tidakmemerlukan honor sebagai imbalan karena itu su-dah terpenuhi oleh kiriman bulanan dari orang tua .mereka. Kehadiran jejaring sosial berikut fasilitas-nya, di samping manfaatnya yang besar, juga merni-liki efek lain yang lumayan berbahaya. Salah satu-nya membuat mahasiswa impoten dalam menulisopini di media massa.

Padahal, terlepas dari motif ekspresi diri atauingin mendapatkan imbalan (honor), menu lis opiniatau surat pembaca di media massa, juga akan men-dapat respons segera dari pihak yang bersangkutan.Sebagai contoh, masyarakat yang menu lis suratpembaca tentang keluhan mereka terhadap layananproduk tertentu langsung mendapat respons dari pi-hak bersangkutan, baik berupa konfimasi di mediamassa maupun konfirmasi langsung kepada yangmenulis surat pembaca terse but.

Oleh karena itu, menulis di media massa, baikberupa opini maupun surat pembaca, merupakancara yang cukup seksi bagi mahasiswa (terutarnamahasiswa aktivis pergerakan) untuk menyuarakansikap dan pandangan ten tang situasi yang ada.Apalagi, sekarang banyak media massa yang menye-

.diakan ruang bagi mahasiswa untukmenyampaikanopininya.

Fatih Zamkampus_pr®yahoo.com

Kllplng Humas Onpad 2011