peta kerentanan dan resiko

16
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap semua jenis bencana yang tidak semuanya dapat diperkirakan datangnya dan tidak semuanya dapat dicegah. Bencana tersebut dapat berupa bencana alam maupun bencana akibat perbuatan manusia. Konflik antar pemeluk agama maupun antar etnis telah beberapa kali terjadi di Indonesia seperti konflik yang terjadi di Kabupaten Sampit dan Sambas di Kalimantan, konflik antar agama di Ambon dan Sulawesi Tengah (Kota Palu dan Kabupaten Poso), dll. Diantara semua jenis bencana, bencana alam merupakan bencana yang paling sering terjadi dan kerap menyebabkan korban jiwa dan dampak kerusakan yang hebat. Tsunami yang melanda provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD) dan Sumatera Utara pada akhir tahun 2004 menyebabkan kematian lebih dari 160.000 orang, 37.000 orang hilang dan 500.000 penduduk kehilangan rumah. Menyusul Tsunami, Gempa besar melanda Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) pada akhir bulan Mei 2006 dan merusak lebih dari 550.000 rumah penduduk, 5.760 korban jiwa dan 37.000 korban luka. Setelah kejadian dua bencana besar tersebut, bencana lain datang silih berganti seperti tsunami di pantai selatan Pangandaran, Cilacap sampai Yogyakarta, dan tanah longsor di Sumatera Barat dan beberapa bencana di daerah lainnya. Banyak 1

Upload: emilia-putri-miranda-harahap

Post on 11-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Siaga Bencana Lanjut

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangIndonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap semua jenis bencana yang tidak semuanya dapat diperkirakan datangnya dan tidak semuanya dapat dicegah. Bencana tersebut dapat berupa bencana alam maupun bencana akibat perbuatan manusia. Konflik antar pemeluk agama maupun antar etnis telah beberapa kali terjadi di Indonesia seperti konflik yang terjadi di Kabupaten Sampit dan Sambas di Kalimantan, konflik antar agama di Ambon dan Sulawesi Tengah (Kota Palu dan Kabupaten Poso), dll. Diantara semua jenis bencana, bencana alam merupakan bencana yang paling sering terjadi dan kerap menyebabkan korban jiwa dan dampak kerusakan yang hebat. Tsunami yang melanda provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD) dan Sumatera Utara pada akhir tahun 2004 menyebabkan kematian lebih dari 160.000 orang, 37.000 orang hilang dan 500.000 penduduk kehilangan rumah. Menyusul Tsunami, Gempa besar melanda Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) pada akhir bulan Mei 2006 dan merusak lebih dari 550.000 rumah penduduk, 5.760 korban jiwa dan 37.000 korban luka.Setelah kejadian dua bencana besar tersebut, bencana lain datang silih berganti seperti tsunami di pantai selatan Pangandaran, Cilacap sampai Yogyakarta, dan tanah longsor di Sumatera Barat dan beberapa bencana di daerah lainnya. Banyak pihak telah berupaya memberikan pelayanan kesehatan pada kondisi krisis akibat bencana di atas, namun masih terbatas pada penanganan masalah kesehatan secara umum. Sedangkan kesehatan reproduksi masih belum menjadi prioritas dan sering kali tidak tersedia. Padahal pada kondisi darurat, tetap saja ada ibu-ibu hamil yang membutuhkan pertolongan, tetap ada proses kelahiran yang tidak bisa ditunda ataupun adanya kebutuhan akan layanan keluarga berancana temasuk juga kebutuhan khusus perempuan.Dalam kondisi darurat resiko terjadinya kekerasan berbasis gender cenderung untuk meningkat oleh karena itu perlu adanya upaya pencegahan maupun penanganannya. Guna mewujudkan tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas pada situasi apapun terutama situasi emergency diperlukan kesiapsiagaan semua pihak lintas sektor dan lintas program, baik dari pemerintah maupun non pemerintah.

B. Rumusan MasalahDari latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diambil adalah tentang langkah-langkah penanganan kespro pada tiap tahapan penanggulangan pra-bencana, khusunya mengenai : Bagaimana peta kerentanan dan resiko? Bagaimana penyiapan komponen kesiapan?

C. Tujuan PenulisanTujuan penulisan ini adalah Untuk mengetahui peta kerentanan dan resiko. Untuk mengetahui penyiapan komponen kesiapan.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Tahap Pra BencanaTahap pra bencana, dibagi menjadi;a. Fase kesiapan (situasi normal)b. Fase kesiapsiagaan (situasi dimana dinyatakan adanya potensi bencana)

Perbedaan antara kedua situasi tersebut terletak pada kondisi masing-masing wilayah pada suatu waktu. Ketika pihak yang berwenang menyatakan bahwa suatu wilayah berpotensi akan terjadi suatu bencana, maka situasi yang semula dinyatakan tidak terjadi bencana akan secara otomatis berubah menjadi situasi terdapat potensi bencana.

B. Pemahaman Tentang Kerentanan MasyarakatKerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman.Kerentanan ini dapat berupa :1. Kerentanan FisikSecara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.

2. Kerentanan EkonomiKemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.

3. Kerentanan SosialKondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.

4. Kerentanan LingkunganLingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.

C. KesiapsiagaanKesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor. Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumber daya/logistik.5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning).7. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan).8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan).

D. Langkah-Langkah Penanganan Kesehatan Reproduksi pada Tiap Tahapan Penanggulangan BencanaTiap-tiap fase bencana memiliki karakteristik/kondisi yang tertentu. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang berbeda untuk setiap tahapan bencana. Agar kegiatan dapat berjalan dengan terarah, maka rencana yang disusun oleh Tim Siaga Kesehatan Reproduksi harus bersifat spesifik untuk tiap tahapan bencana yaitu:

1. Pada Tahap Prabencana baik dalam situasi normal dan potensi bencana, dilakukan penyusunan rencana kesiapsiagaan yang dapat dipergunakan untuk segala jenis bencana.2. Pada Tahap Tanggap Bencana, dilakukan pengaktifan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi Rencana Kesiapsiagaan.3. Pada Tahap Pasca Bencana, dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi.

E. Tahap PrabencanaTindakan yang dilakukan adalah penyusunan rencana kesiapsiagaan kesehatan reproduksi pada setiap tingkat pemerintahan, mulai dari tingkat kabupaten/kota, propinsi dan tingkat pusat. Rencana kesiapsiagaan adalah rencana kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Tujuan rencana kesiapsiagaan, antara lain:1. Membangun kesadaran stakeholder agar turut aktif dalam program penanganan bencana.2. Memastikan koordinasi yang efektif dari respon bencana3. Memastikan respon bencana yang cepat, tepat dan efisien melalui penerapan Paket Pelayanan Awal Minimum untuk Kesehatan Reproduksi sejak fase awal bencana.

a. WAKTU PENYUSUNAN Pada kondisi normal sebelum terjadi bencana, rencana kesiapsiagaan disusun pada kondisi normal sebelum terjadi bencana dan harus di review dan direvisi secara berkala sesuai dengan perkembangan kondisi daerah setempat (min. 1 tahun sekali). Pada saat terdapat potensi bencana, rencana kesiapsiagaan harus disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Pada saat terdapat potensi bencana dimana sering terjadi perubahan kondisi daerah, maka frekuensi review dan revisi rencana kesiapsiagaan harus ditingkatkan. Disamping itu harus pula ditingkatkan persiapan operasionalisasi dari rencana kesiapsiagaan tersebut.

b. TAHAP PENYUSUNAN RENCANA KESIAPSIAGAAN1. Tahap Persiapan Pembentukan tim kesehatan reproduksi. Mengadakan pertemuan/lokakarya untuk mendapatkan kesepahaman tentang konsep PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum) dan penerapannya dalam penyusunan rencana kesiapsiagaan pada tahap berikutnya.

2. Tahap Penyusunan Rencana Kesiapsiagaan Identifikasi data-data kesehatan reproduksi (baik data cakupan maupun data sarana yang ada), termasuk data kerentanan di wilayah tersebut. Pembuatan peta. Tindakan untuk mengurangi kerentanan dan risiko kesehatan reproduksi. Penyiapan komponen rencana kesiapsiagaan.

Proses identifikasi kerentanan kesehatan reproduksi dalam masyarakat melalui langkah : Menilai status kesehatan reproduksi setempat berdasarkan indikator kesehatan reproduksi yang ada seperti angka kematian ibu, dll. Mengenali factor-faktor kerentanan kesehatan reproduksi seperti faktor kemiskinan, akses terbatas ke pelayanan kesehatan reproduksi, ketrampilan tenaga kesehatan dll.

c. PETA KERENTANAN DAN RISIKOPeta adalah salah satu dari cara terbaik untuk mempresentasikan hasil dari penilaian kerentanan dan analisa risiko. Langkah-langkah menggambar peta :1. Membuat symbol-simbol yang menggambarkan :a. Kelompok-kelompok rentan seperti ibu hamil dan bayi.b. Kelompok risiko tinggi kesehatan reproduksi pada populasi yang ada dalam wilayah setempat, seperti wilayah dengan prevalensi HIV, IMS, dll.c. Masalah kesehatan reproduksi pada masyarakat seperti tingginya jumlah kematian ibu, bayi dll.d. Tenaga kesehatan khususnya dalam bidang kesehatan reproduksi.e. Fasilitas kesehatan dan alur rujukan pelayanan kesehatan reproduksi (puskesmas PONED dan Rumah sakit PONEK)

2. Menggambar alur yang menghubungkan antara populasi setempat dengan fasilitas layanan kesehatan reproduksi terdekat dan alur rujukan antar fasilitas layanan kesehatan reproduksi.d. PENYIAPAN KOMPONEN KESIAPAN PENANGGULANGAN BENCANAKomponen kesiapan penanggulangan bencana meliputi :1. Sumber daya manusiaTim siaga kesehatan reproduksi bertanggung jawab untuk menyiapkan kemampuan sumber daya manusia untuk pelaksanaan rencana kesiapsiagaan sesuai bidangnya masing-masing.2. Pengorganisasian.3. Fasilitas, alat, dan bahan.Langkah-langkah :a. Mengidentifikasi kebutuhan logistik kesehatan reproduksi.b. Mengidentifikasi tempat penyimpanan logistik.c. Mengidentifikasi tempat pelayanan.d. Mengidentifikasi institusi/organisasi (nasional/ internasional) yang memiliki potensi dalam penyediaan logistik dan fasilitas kesehatan reproduksi. Penyediaan dan penyiapan kebutuhan material kesehatan reproduksi yang terdiri dari: RH kit. Bidan kit (di luar paket RH kit). Individual kit : hygiene kit, kit bayi, kit ibu hamil, kit ibu bersalin. Peralatan penunjang Kesehatan Reproduksi: tenda, generator, lampu penerangan, dll.

4. Perencanaan anggaranTiap tingkatan pemerintahan perlu menyiapkan alokasi anggaran dan memobilisasi anggaran untuk membiayai rencana kegiatan pada rencana kesiapsiagaan.

5. Komunikasi, Informasi dan EdukasiLangkah yang dilakukan adalah penyusunan materi KIE yang berkaitan dengan situasi bencana seperti: Bagaimana mendapatkan pelayanan dalam kondisi bencana. Tempat-tempat pelayanan yang tersedia dan menyebarkannya secara luas kepada masyarakat.

6. Penyiapan Mekanisme ResponPenyiapan mekanisme respon dapat dilakukan dengan melakukan gladi/simulasi pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi tanggap bencana. Simulasi pelaksanaan berdasarkan rencana kesiapsiagaan dan tindakan operasional yang akan dibahas pada bagian berikutnya.

e. TINDAK LANJUT PASCA PENYUSUNAN RENCANA KESIAPSIAGAAN1. Pengesahan dan penetapannya dengan landasan hukum.2. Sosialisasi kepada pihak-pihak terkait.3. Pelaksanaan rencana kesiapsiagaan.

BAB IIIPENUTUP

A. SimpulanPeta adalah salah satu dari cara terbaik untuk mempresentasikan hasil dari penilaian kerentanan dan analisa risiko. Langkah-langkah menggambar peta adalah dengan membuat simbol-simbol yang menggambarkan masing-masing karakteristik, serta menggambar alur yang menghubungkan antara populasi setempat dengan fasilitas layanan kesehatan reproduksi terdekat dan alur rujukan antar fasilitas layanan kesehatan reproduksi.Komponen kesiapan penanggulangan bencana meliputi sumber daya manusia, pengorganisasian, fasilitas, alat, dan bahan, perencanaan anggaran, komunikasi, informasi dan edukasi, serta penyiapan mekanisme respon.

B. SaranPenanganan kesehatan reproduksi pada tahapan pra bencana merupakan suatu tindakan yang komperehensif, sehingga harus tetap dilakukan tindak lanjut pasca penyusunan rencana kesiapsiagaan. Tindak lanjut tersebut meliputi pengesahan dan penetapannya dengan landasan hokum, sosialisasi kepada pihak-pihak terkait, pelaksanaan rencana kesiapsiagaan.

DAFTAR PUSTAKA

Fauziyan, M. 2003. Bencana Alam Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGCDepartemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Praktis Kesehatan Reproduksi pada Penanggulangan Bencana di Indonesia. Diunduh tanggal 4 Maret 2015, 19.25 WIB, dari http://www.gizikia.depkes.go.id/Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana

DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Yosi Yusra WeniIndonesia merupakan Negara yang rentan terhadap bencana. Bagaimanakah kesiapsiagaanan pemerintah dan masyarakat terhadap bencana tersebut?Jawaban :Sebenarnya kesiapsiagaan dari pemerintah dan masyarakat sudah baik. Sudah banyak usaha kesiapsiagaan yang dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya bencana. Hanya saja terkadang usaha ini tidak didukung oleh masyarakatnya sendiri. Tigkat kesadaran masyarakat masih sangat rendah terhadap kesiasiagaan. Sampai sekarang pemerintah masih terus berupaya untuk meningkatkan upaya kesiapsiagaan ini. (dijawab oleh Lita Nopianti)

2. Riska OktaviaKegiatan-kegiatan kesiapsiagaan adalah upaya untuk mencegah terjadinya bencana. Bagaimanakah keterlibatan bidan dalam kegiatan ini?Jawaban :Banyak kegiatan-kegiatan yang melibatkan peran bidan dalam upaya kesiapsiagaan. Misalnya pelatihan tenaga kesehatan. Disini peran bidan adalah dengan mengikuti pelatihan yang diadakan. Pelatihan ini berguna untuk melatih bidan dalam kegiatan dalam bidang kesehatan. Sehingga saat terjadi bencana, bidan sudah mengerti apa yang harus dilakukannya. Selain itu, adanya kegiatan mobilisasi sumber daya. Peran bidan ini adalah menyediakan sarana dan prasarana seperti bidan kit, pembalut wanita, dan kondom. Peran bidan sangat dibutuhkan dalam kegiatan kesiapsiagaan karena seorang bidan bertangung jawab untuk menyiapkan semua yang menjadi kebutuhan untuk pelaksanaan rencana kesiapsiagaan sesuai dengan bidang kesehatan. (dijawab oleh Emilia Putri Miranda H.)

11