perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya …
TRANSCRIPT
PERUBAHAN PENGETAHUAN TENTANG POTENSI BAHAYA LARUTAN
PENGGUMPAL DAN PENCEGAHAN DERMATITIS DENGAN INTERVENSI
PENYULUHAN ANTARA MEDIA LEMBAR BALIK DENGAN MEDIA LEAFLET
PADA PEKERJA PABRIK TAHU DI KECAMATAN CIPUTAT DAN CIPUTAT TIMUR
TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh:
HENNY FATMAWATI
NIM: 109101000063
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013 M / 1435 H
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, November 2013
Henny Fatmawati, NIM: 109101000063
Perubahan Pengetahuan Tentang Potensi Bahaya Larutan Penggumpal dan
Pencegahan Dermatitis Dengan Intervensi Penyuluhan Antara Media Lembar Balik
Dengan Media Leaflet Pada Pekerja Pabrik Tahu Di Kecamatan Ciputat Dan Ciputat
Timur Tahun 2013
ABSTRAK
Pekerja pabrik tahu berisiko mengalami dermatitis akibat penggunaan larutan
penggumpal yang bersifat asam. Hal tersebut diperparah dengan pekerja tidak
menggunakan sarung tangan saat bekerja dan kebiasaan cuci tangan yang buruk.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 20 pekerja pembuat tahu yang
berada di wilayah Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa
pengetahuan pekerja pabrik tahu tentang dermatitis dan pencegahannya masih sangat
kurang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pengetahuan tentang potensi
bahaya larutan penggumpal dan pencegahan dermatitis yang terjadi antara penyuluhan
dengan lembar balik dan penyuluhan dengan leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah
Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan desain studi Quasi Experiment Nonequivalent Control Group Design.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2013 pada 7 pabrik tahu di
Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur dengan jumlah sampel sebanyak 76 pekerja, yang
terdiri dari 38 kelompok lembar balik dan 38 kelompok leaflet. Instrumen yang digunakan
adalah kuesioner pre-test dan post-test, kuesioner sumber informasi dan hubungan sosial,
lembar balik, dan leaflet.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan perubahan pengetahuan yang
terjadi antara penyuluhan dengan lembar balik dan penyuluhan dengan leaflet pada pekerja
pembuat tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013, dimana penyuluhan
dengan menggunakan lembar balik lebih bermakna dalam meningkatkan pengetahuan
tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis dibandingkan dengan penyuluhan
menggunakan leaflet, dengan p value=0,030.
Beberapa hal yang dapat disarankan antara lain dalam menjelaskan langkah-langkah
cuci tangan yang baik dan benar, sebaiknya dilakukan praktek langsung sehingga peserta
penyuluhan lebih dapat memahami dan mengaplikasikannya. Selain itu, media yang
digunakan dalam penyuluhan sebaiknya menggunakan media yang lebih banyak
melibatkan pancaindra yang digunakan. Diharapkan tidak saja hanya mengukur perubahan
pengetahuan, tetapi juga mengukur faktor predisposing lainnya seperti sikap, keyakinan,
kepercayaan, dan sebagainya, sehingga materi yang disampaikan saat penyuluhan juga
dapat merubah perilaku responden menjadi lebih baik agar terhindar dari dermatitis.
Kata Kunci : Perubahan Pengetahuan, Pekerja Pabrik Tahu, Lembar Balik, Leaflet
Daftar Bacaan : 41 (1996-2013)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF SAFETY AND OCCUPATIONAL HEALTH
Undergraduated Thesis, November 2013
Henny Fatmawati, NIM: 109101000063
Changes Of Knowledge About Potential Hazard Of Clotting Solvent And Dermatitis
Prevention With Counseling Intervention Between Flip Chart and Leaflet Media To
Tofu Factory Workers In Ciputat And Ciputat Timur 2013
ABSTRACT
Tofu factory workers knew at risk of dermatitis due to the use of clotting solvent
acidic. This is compounded by workers not using gloves while working and poor hand
washing habits. Based on the results of a preliminary study conducted in 20 tofu factory
workers in the Ciputat and Ciputat Timur District, it is known that the knowledge of tofu
factory workers about dermatitis and its prevention is still lacking.
This study aims to determine the change in knowledge about the potential hazards
of clotting solvent and prevention of dermatitis that occurs between counseling with flip
chart and counseling with leaflet to tofu factory workers in the District of Ciputat and
Ciputat Timur in 2013. This research is a quantitative research study design Nonequivalent
Quasi-Experiment Control Group Design. This study was conducted from July to October
2013 at 7 factories know in Ciputat and Ciputat Timur District with a total sample of 76
workers, which consists of 38 groups flip chart and 38 groups leaflet. The instrument used
was a questionnaire pre-test and post-test, questionnaires resources and social relations,
flipchart, and a leaflet.
The results showed that there were differences in the changes of knowledge that
occurred between the counseling with a flip chart and counseling with leaflet to tofu maker
workers in the District of Ciputat and Ciputat Timur in 2013, where the counseling by using
a flip chart more meaningful in improving the knowledge of the potential hazards and
prevention of dermatitis compared with counseling by using leaflet.with a p value = 0.030.
Some solutions that can be recommended among others in explaining the steps of
hand washing good and proper, the practice should be done directly so that participants can
be better understand each step hand washing and can apply it. In addition, media used in
counseling should use more media involve the senses are used, such as using video or short
film. It is expected that not only simply measure changes in knowledge, but also measure
other predisposing factors such as attitude, belief, confidence, and etc., so that the material
presented when counseling can also change the behavior of the respondent to be better to
avoid dermatitis.
Keywords: Changes in Knowledge, Tofu Factory Workers, Flip Chart, Leaflet
Reading List: 41 (1996-2013)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Henny Fatmawati
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 26 September 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Let Jend MT Haryono No.14 RT 011/005, Tebet Barat,
Tebet, Jakarta Selatan, 12810
Agama : Islam
Golongan Darah : AB (+)
No. Telp : 085692693233
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1996 – 1997 TK Aisiyah 20 Tebet
1997 – 2003 SDN Tebet Barat 08 Pagi
2003 – 2006 SMPN 73 Jakarta
2006 – 2009 SMAN 79 Jakarta
2009 – sekarang S-1 Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
ا ا
Segala Puji bagi Allah S.W.T yang selalu memberikan kenikmatan yang tak
terhingga kepada kita semua. Shalawat dan salam juga selalu tercurah kepada baginda
besar Nabi Muhammad SAW. Dengan memanjat rasa syukur atas segala nikmat dan
rahmat–Nya hingga skripsi yang berjudul ” Perubahan Pengetahuan Tentang Potensi
Bahaya Larutan Penggumpal Dan Pencegahan Dermatitis Dengan Intervensi Penyuluhan
Antara Media Lembar Balik Dengan Media Leaflet Pada Pekerja Pabrik Tahu Di
Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2013” ini dapat tersusun dengan baik.
Penyusun skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis melainkan
banyak pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan petunjuk. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan kemudahan dan
kelancaran dalam menyelesaikan skripsi.
2. Mama, Papa, Mas Rio, Mba Lia, Kiki, dan Ade yang telah memberikan dukungan
doa, moril, dan materil sehingga penulis terus bersemangat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Ir. Febrianti Msi, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.
5. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK selaku pembimbing 1 dan Ibu Catur Rosidati SKM,
MKM selaku pembimbing 2 , yang dalam kesibukannya telah menyempatkan waktu
untuk membimbing penulis dan memberi masukan-masukan yang sangat
bermanfaat.
6. Ibu Fase Badriah Ph.D, Ibu Rostini MKM, dan Bapak Drs. M.Farid Hamzens, M.Si
selaku tim penguji sidang skripsi yang telah memberikan masukan yang bermanfaat.
viii
7. Seluruh pekerja dan pemilik pabrik tahu yang telah bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini.
8. Oppa Dio Dirgayudha yang telah menemani penulis dan membantu penulis dari
awal penyusunan skripsi sampai akhir. Semoga Allah membalas semua kebaikanmu
oppa. You’re the best!
9. Nur’Azizahturahmah (VJ) dan Arifah, teman seperjuangan penulis saat turlap dan
dalam menyusun skripsi ini. Well done girls!
10. Ka Riska Ferdian (K3 2008) yang telah membuatkan peta jalan ke pabrik tahu
sehingga penulis dapat menemukan lokasi pabrik tahu, serta Rifqi (K3 2009) yang
telah bersedia mempercantik lembar balik dan leaflet.
11. Teman-teman K3 2009 yang memberikan semangat dan doa (Dio, Vj, Arifah,
Diana, Amel, Sandy, Rifqi, Fadil, Ubay, Reza, Nia, Denis, Desi, Lina, Mufil, Pikih,
Defri, Sca, Novan).
12. Pak Gozali yang memberikan info-info up to date kepada penulis, serta Ka Ami, Ka
Septi, dan Ka Ida selaku Laboran Kesmas yang telah memberikan arahan dalam
perjalanan penyelesaian skripsi ini.
Penulis juga meminta maaf atas segala kesalahan perkataan maupun perbuatan
yang kurang berkenan selama ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini akan
bermanfaat baik bagi semua pihak yang membaca, baik dari kalangan mahasiswa
maupun umum dan dijadikan langkah awal bagi pengembangan ilmu serta bermanfaat
diwaktu mendatang.
Terima kasih.
ا ا
Jakarta, November 2013
Henny Fatmawati
ix
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PERNYATAAN i
ABSTRAK ii
LEMBAR PERSETUJUAN iv
LEMBAR PENGESAHAN v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR BAGAN xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 8
1.3 Pertanyaan Penelitian 10
1.4 Tujuan Penelitian 12
1.4.1 Tujuan Umum 12
1.4.2 Tujuan Khusus 12
1.5 Manfaat Penelitian 13
1.5.1 Bagi Peneliti 13
x
1.5.2 Bagi Pekerja Pembuat Tahu 13
1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat 13
1.6 Ruang Lingkup Penelitian 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatitis Kontak 15
2.1.1 Definisi Dermatitis Kontak 15
2.1.2 Penyebab Dermatitis Kontak 16
2.1.3 Pencegahan Dermatitis 17
2.2 Promosi Kesehatan 21
2.3 Pengetahuan 23
2.3.1 Definisi Pengetahuan 23
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan 24
2.3.3 Pengukuran Pengetahuan 28
2.4 Pendidikan Kesehatan 29
2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan 29
2.4.2 Metode Pendidikan Kesehatan 29
2.4.3 Media Pendidikan Kesehatan 32
2.5 Kerangka Teori 38
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep 41
3.2 Definisi Operasional 43
3.3 Hipotesis Penelitian 45
xi
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian 46
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 47
4.3 Populasi dan Sampel 47
4.4 Instrumen Penelitian 50
4.5 Langkah-Langkah Kegiatan Penelitian 54
4.5.1 Persiapan Penelitian 54
4.5.2 Pemilihan Sampel Pada Kedua Kelompok 58
4.5.3 Kegiatan Pre-test 59
4.5.4 Kegiatan Penyuluhan 59
4.5.5 Kegiatan Post-test 60
4.5.6 Pengisian Kuesioner Sumber Informasi dan Hubungan Sosial 60
4.6 Pengumpulan Data 61
4.7 Pengolahan Data 61
4.7.1 Editing 61
4.7.2 Coding 62
4.7.3 Entry Data 63
4.7.4 Cleaning 63
4.8 Teknik Analisis Data 63
4.8.1 Analisis Univariat 63
4.8.2 Analisis Bivariat 64
4.8.3 Analisis Multivariat 65
xii
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian 67
5.2 Analisis Univariat 73
5.2.1 Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan 73
5.2.2 Gambaran Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan 74
5.3 Analisis Bivariat 75
5.3.1 Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi
Penyuluhan Pada Kelompok Lembar Balik 75
5.3.2 Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi
Penyuluhan Pada Kelompok Leaflet 77
5.3.3 Perbedaan Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan Antara
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 78
5.3.4 Perbedaan Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan Antara
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 80
5.3.5 Perbedaan Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik
dan Kelompok Leaflet 81
5.3.6 Hubungan Antara Sumber Informasi Dengan Perubahan
Pengetahuan Pada Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 82
5.3.7 Hubungan Antara Hubungan Sosial Dengan Perubahan Pengetahuan
Pada Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 82
xiii
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian 83
6.2 Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada Kelompok
Lembar Balik 84
6.3 Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada Kelompok
Leaflet 86
6.4 Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan Antara Kelompok Lembar
Balik dan Kelompok Leaflet 88
6.5 Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan Antara Kelompok Lembar
Balik dan Kelompok Leaflet 91
6.6 Perbedaan Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik dan
Kelompok Leaflet 93
6.7 Hubungan Antara Sumber Informasi Dengan Perubahan Pengetahuan Pada
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 96
6.8 Hubungan Antara Hubungan Sosial Dengan Perubahan Pengetahuan Pada
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 96
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 98
7.2 Saran 99
Daftar Pustaka
Lampiran
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Materi Pada Media Lembar Balik dan Leaflet 52
Tabel 5.1 Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan Pada
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 73
Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan
Pada Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 74
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Pada Kelompok Lembar Balik 75
Tabel 5.4 Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi
Penyuluhan Pada Kelompok Lembar Balik 76
Tabel 5.5 Hasil Uji Normalitas Pada Kelompok Leaflet 77
Tabel 5.6 Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah
Intervensi Penyuluhan Pada Kelompok Leaflet 78
Tabel 5.7 Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuhan Antara
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 79
Tabel 5.8 Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuhan Antara
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet 80
Tabel 5.9 Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik
dan Kelompok Leaflet 82
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 7 Langkah Cuci Tangan 20
Gambar 2.2 Kerucut Pembelajaran Edgar Dale 33
Gambar 2.3 Teori Perilaku Lawrence Green Dalam Maulana, Heri D.J (2007) 38
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori 40
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 41
Bagan 5.1 Proses Pembuatan Tahu 67
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Media Lembar Balik
Lampiran 2 Hasil Uji Media Leaflet
Lampiran 3 Lembar Balik Sebelum Uji Media
Lampiran 4 Lembar Balik Sesudah Uji Media
Lampiran 5 Leaflet Sebelum Uji Media
Lampiran 6 Leaflet Sesudah Uji Media
Lampiran 7 Kuesioner Pengetahuan Potensi Bahaya dan Pencegahan Dermatitis
Lampiran 8 Kuesioner Tentang Sumber Informasi dan Hubungan Sosial
Lampiran 9 Output Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dermatitis kontak merupakan penyakit akibat kerja yang paling sering
ditemukan di tempat kerja yaitu sekitar 40% dari seluruh penyakit akibat kerja (W.J.
Cunliffe, 1998). Penyakit ini dapat terjadi di tangan, lengan bawah, dan wajah.
Namun dermatitis kontak biasanya terjadi di tangan akibat kontak langsung dengan
bahan kimia (Djuanda, 1999). Dermatitis kontak berdampak pada menurunnya
produktifitas pekerja akibat rasa terbakar dan rasa sakit yang dirasakan pekerja saat
kontak dengan bahan kimia (Suma’mur, 1996).
Dermatitis kontak dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak
langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi dermatitis kontak yaitu bahan kimia
(ukuran molekul, daya larut, konsentrasi) dan lama kontak, sedangkan faktor tidak
langsung yang mempengaruhi dermatitis kontak yaitu suhu, kelembaban, masa
kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, penggunaan alat
pelindung diri (APD), dan kebersihan perorangan (personal hygiene) (Agius &
Seaton, 2005, Wolff K, 2007). Dari hasil penelitian sebelumnya tentang “Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja
Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2012”,
didapatkan hasil bahwa lama kontak, frekuensi kontak, suhu ruangan, riwayat atopi,
riwayat alergi, dan jenis pekerjaan berhubungan dengan dermatitis kontak (Ferdian,
2
2012). Faktor-faktor tersebut tidak dapat dikendalikan atau diintervensi. Akan
tetapi, dari populasi penelitian tersebut ditemukan bahwa semua pekerja pembuat
tahu tidak menggunakan APD berupa sarung tangan serta tidak memiliki kebiasaan
cuci tangan yang baik. Padahal, perilaku penggunaan APD dan perilaku cuci tangan
merupakan variabel yang dapat digunakan untuk pencegahan dermatitis yang dapat
diintervensi melalui pekerja.
Faktor yang paling utama mempengaruhi terjadinya dermatitis akibat kerja
karena kontak dengan bahan kimia adalah perilaku pemakaian APD berupa sarung
tangan (Lestari, 2008). Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan proporsi antara pekerja yang menggunakan APD (19%) dengan
pekerja yang tidak menggunakan APD (87,5%). Hasil uji chi square menunjukkan
bahwa variabel penggunaan APD mempunyai hubungan yang signifikan dengan
kejadian dermatitis kontak dengan p value 0,001 (Erliana, 2008). Penelitian lain
juga menyebutkan bahwa besarnya risiko kelompok pekerja yang kadang-kadang
menggunakan APD dibandingkan dengan kelompok pekerja yang menggunakan
APD terhadap kejadian dermatitis kontak adalah 8,556. Artinya pekerja yang
kadang-kadang memakai APD mempunyai risiko mengalami dermatitis kontak
8,556 kali lebih besar dari pekerja yang selalu menggunakan APD. Nilai kisaran
(minimum dan maksimum) Odds Ratio sebesar 2,018-36,279, berarti bahwa dengan
tingkat kepercayaan 95% kelompok responden yang kadang-kadang menggunakan
APD mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok responden
yang selalu menggunakan APD (Nuraga, 2006).
3
Selain pemakaian APD, personal hygiene yaitu perilaku mencuci tangan
juga dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak. Dari penelitian sebelumnya
memperlihatkan hasil bahwa pekerja dengan personal hygiene yang baik dan
menderita dermatitis kontak sebanyak 10 orang (41,7%) dari 24 orang yang terkena
dermatitis kontak, sedangkan dengan personal hygiene yang kurang baik, pekerja
yang terkena dermatitis sebanyak 29 orang (51,8%) dari 56 orang pekerja (Lestari,
2007). Perilaku mencuci tangan dapat mengurangi potensi penyebab dermatitis
akibat bahan kimia yang menempel sesudah bekerja, namun kenyataannya potensi
untuk terkena dermatitis tetap ada. Penyebabnya adalah kesalahan dalam melakukan
cuci tangan sehingga masih terdapat bahan kimia yang menempel di kulit pekerja.
Kesalahan dalam mencuci tangan tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan tentang
cara mencuci tangan yang benar dan pentingnya kebiasaan mencuci tangan (OSHA,
1998 dalam Ruhdiat, 2006).
Perilaku penggunaan APD dan mencuci tangan dapat diubah melalui
promosi kesehatan. Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan, salah
satunya adalah pendidikan kesehatan (Fitriani, 2011). Pendidikan kesehatan
merupakan suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada
masyarakat, kelompok, atau individu sehingga memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik dan pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap perilaku
(Notoatmodjo, 2007). Dalam teori preceed Lawrence Green (1991) yang digunakan
untuk perencanaan promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu faktor pendorong (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling
factors), dan faktor penguat (reinforcing factors). Faktor pendorong (predisposing
4
factors) merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, salah
satunya adalah pengetahuan (Maulana, 2009).
Proses pendidikan kesehatan menuju perubahan perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah metode pendidikan dan media pendidikan yang
dipakai. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain
penyuluan, seminar, diskusi kelompok, bermain peran, dan sebagainya. Dalam
membantu proses pendidikan, pendidik menggunakan media pendidikan antara lain
lembar balik, leaflet, poster, video, film, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Penyakit dermatitis terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang
memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi kesehatan dirinya, misalnya pada
pekerja pembuat tahu. Terdapat sekitar 2500 pengrajin tahu di wilayah Tangerang,
Banten. Di Tangerang Selatan sendiri, terdapat beberapa daerah penghasil tahu yang
cukup banyak dan tersebar di daerah Ciputat dan Ciputat Timur (Sekarningrum,
2012 dalam Ferdian, 2012). Dari hasil penelitian sebelumnya didapatkan hasil
bahwa dari 71 orang pekerja pembuat tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
terdapat 37 pekerja (52,1%) mengalami dermatitis kontak dan sebanyak 34 pekerja
(47,9%) tidak mengalami dermatitis kontak (Ferdian, 2012).
Penyakit dermatitis pada pekerja pembuat tahu dapat terjadi sebagai akibat
dari pemaparan bahan kimia, yaitu asam cuka atau biasanya disebut dengan larutan
penggumpal (batu tahu/sioh koh) yang mengenai kulit dan tidak dibersihkan dengan
benar. Larutan penggumpal ini tidak setiap hari dibuat. Batu tahu atau sioh koh
digunakan sebagai bibit pertama larutan penggumpalan. Jika larutan penggumpalan
yang terbuat dari sioh koh tersebut selesai digunakan maka akan disimpan dan
5
digunakan kembali pada keesokan harinya. Larutan sisa penggumpalan yang dipakai
lagi keesokan harinya disebut dengan whey (Suprapti, 2005). Agar dapat digunakan
lagi untuk menggumpalkan protein dalam pembuatan tahu, sisa cairan (whey) harus
disimpan selama 1 x 24 jam untuk memberikan kesempatan kepada bakteri asam
cuka untuk memfermentasikannya (Ariawiyana, 2012). Dari hasil pengujian
didapatkan kisaran pH whey yang digunakan oleh para pekerja pembuat tahu
sebesar 3-4, artinya zat penggumpal ini memang bersifat asam (Azizah, 2010).
Namun, larutan penggumpal yang digunakan tidak mungkin diganti dengan larutan
lainnya, misalnya Nigarin yang terbuat dari sari air laut dan mempunyai pH netral.
Penggantian larutan tersebut tidak mungkin dilakukan karena hal tersebut dapat
menyebabkan meningkatnya biaya produksi sehingga mengakibatkan meningkatnya
harga tahu di pasaran.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 20 pekerja pembuat
tahu yang berada di wilayah Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur,
diketahui bahwa semua pekerja tersebut tidak mengetahui bahwa larutan
penggumpal yang digunakan untuk menggumpalkan kedelai tersebut bersifat asam
dan dapat menimbulkan penyakit dermatitis apabila kontak langsung dengan kulit
dan tidak dibersihkan dengan benar. Ketidaktahuan ini menyebabkan pekerja
menjadi tidak peduli terhadap kesehatannya terhadap penyakit dermatitis yang
berisiko mereka alami. Dari hasil penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa
dari 71 orang pekerja pembuat tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
terdapat 37 pekerja (52,1%) mengalami dermatitis kontak dan sebanyak 34 pekerja
(47,9%) tidak mengalami dermatitis kontak (Ferdian, 2012).
6
Selain itu, semua pekerja juga tidak menggunakan sarung tangan saat
bekerja. Hal ini diperparah dengan kebiasaan cuci tangan pekerja yang buruk. Dari
20 pekerja pembuat tahu, diketahui bahwa 12 pekerja mencuci tangannya hanya saat
sebelum bekerja dan 8 pekerja lainnya mencuci tangan setelah bekerja. Mereka
berpikir bahwa sering mencuci tangan saat bekerja, tahu yang mereka buat akan
berbau dan berasa seperti sabun. Oleh sebab itu, pekerja hanya mencuci tangannya
sebelum atau setelah bekerja dan hanya mencuci tangannya dengan air saja, padahal
sudah tersedia sabun di tempat kerjanya. Hal tersebut terjadi karena kurangnya
pengetahuan pekerja pembuat tahu tentang penyakit dermatitis dan pencegahannya.
Dari studi pendahuluan juga diketahui bahwa para pekerja pembuat tahu tidak
pernah mendapatkan penyuluhan tentang dermatitis dan pencegahannya. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pendidikan kesehatan pada pekerja pembuat tahu
tersebut agar dapat mencegah atau mengurangi timbulnya dermatitis.
Penyuluhan merupakan salah satu metode pendidikan kesehatan yang
sederhana. Selain itu, metode penyuluhan juga efektif dalam upaya penyampaian
informasi secara cepat kepada kelompok sasaran berpendidikan rendah. Oleh sebab
itu, metode penyuluhan ini tepat digunakan untuk pekerja pembuat tahu yang rata-
rata berpendidikan rendah, yaitu SD dan SMP. Kunci keberhasilan metode
penyuluhan salah satunya adalah dengan menggunakan media atau alat bantu lihat
semaksimal mungkin (Notoatmodjo, 2007).
Salah satu media yang sering digunakan adalah media leaflet. Leaflet dapat
menyajikan informasi tertulis dalam sajian yang rinci dan lengkap serta dapat
didukung dengan gambar atau foto menarik sehingga dapat memotivasi orang untuk
7
mau membacanya (Dirjen PPM & PL, 2003). Selain itu, leaflet praktis digunakan
karena mengurangi kebutuhan mencatat. Leaflet juga dapat dibagikan kepada
sasaran setelah penyuluhan sehingga dapat dibaca lagi dan informasi yang diberikan
dapat diingat lagi (Lucie, 2005). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya tentang
pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin
tahu, didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan pengetahuan yang cukup berarti
setelah dilakukan penyuluhan dengan media leaflet. Sebelum diberi penyuluhan
hanya 5 orang (6,6%) dari 76 orang yang berpengetahuan baik, sedangkan setelah
diberi penyuluhan menjadi 43 orang (56,6%) pengrajin tahu yang berpengetahuan
baik (Ernasari, 2012).
Selain leaflet, lembar balik (flip chart) juga merupakan media yang dapat
digunakan untuk membantu penyuluhan. Lembar balik membuat proses pendidikan
atau belajar lebih mudah dan lebih menarik bagi penerima pesan maupun pemberi
pesan. Gambar dan tulisan serta komposisi warna yang tepat dapat mempermudah
proses pemahaman bagi penerima pesan. Sedangkan bagi pemberi pesan, teks yang
tertera pada halaman belakang dapat membantu mempermudah penyampaian pesan.
Selain itu, melalui media lembar balik pesan yang disampaikan dapat lebih
terperinci dan dapat digunakan untuk penyuluhan kelompok (Dirjen PPM & PL,
2003). Berdasarkan hasil penelitian tentang efektifitas pendidikan kesehatan pada
pekerja terhadap pengetahuan K3, didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan
pengetahuan pada kelompok yang diberi penyuluhan dengan lembar balik. Nilai
median sebelum pendidikan kesehatan adalah 11, sedangkan setelah pendidikan
kesehatan adalah 14 (Isnaini, 2011). Penelitian lain tentang pengaruh penyuluhan
8
terhadap pengetahuan K3 pada pekerja peternak ayam didapatkan hasil bahwa
terdapat perubahan pengetahuan K3 antara sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan dengan media lembar balik (p value = 0,000) (Sumardiyono, 2010).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melihat perubahan
pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis dengan intervensi
penyuluhan antara media lembar balik dengan media leaflet pada pekerja pabrik
tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Penyakit dermatitis pada pekerja pembuat tahu dapat terjadi sebagai akibat
dari pemaparan bahan kimia, yaitu asam cuka atau biasanya disebut dengan larutan
penggumpal (batu tahu/sioh koh) yang mengenai kulit dan tidak dibersihkan dengan
benar. Larutan ini digunakan untuk menggumpalkan protein dalam pembuatan tahu.
Dari hasil pengujian didapatkan kisaran pH larutan penggumpal yang digunakan
oleh para pekerja pembuat tahu sebesar 3-4 atau bersifat asam. Kejadian dermatitis
kontak tersebut seharusnya dapat dicegah melalui pemakaian APD dan perilaku cuci
tangan yang baik.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 20 pekerja pembuat
tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan kecamatan Ciputat Timur,
diketahui bahwa semua pekerja tersebut tidak mengetahui bahwa larutan
penggumpal yang digunakan untuk menggumpalkan kedelai tersebut bersifat asam
dan dapat menimbulkan penyakit kulit atau dermatitis. Selain itu, semua pekerja
juga tidak menggunakan sarung tangan saat bekerja karena tidak disediakan oleh
9
pemilik pabrik. Hal ini diperparah dengan kebiasaan cuci tangan pekerja yang
buruk.
Dari hasil studi pendahuluan juga diketahui bahwa dari 20 pekerja pembuat
tahu, diketahui bahwa 12 pekerja mencuci tangannya hanya saat sebelum bekerja
dan 8 pekerja lainnya mencuci tangan setelah bekerja. Mereka berpikir bahwa sering
mencuci tangan saat bekerja, tahu yang mereka buat akan berbau dan berasa seperti
sabun. Oleh sebab itu, pekerja hanya mencuci tangannya sebelum atau setelah
bekerja dan hanya mencuci tangannya dengan air saja, padahal sudah tersedia sabun
di tempat kerjanya. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan pekerja
pembuat tahu tentang penyakit dermatitis dan pencegahannya.
Dari studi pendahuluan diketahui bahwa para pekerja pembuat tahu tidak
pernah mendapatkan penyuluhan tentang dermatitis dan pencegahannya Oleh karena
itu, perlu dilakukan penyuluhan pada pekerja pembuat tahu tersebut agar dapat
mencegah atau mengurangi timbulnya dermatitis. Salah satu metode pendidikan
kesehatan adalah penyuluhan.
Penyuluhan merupakan metode pendidikan kesehatan yang sederhana dan
juga efektif dalam upaya penyampaian informasi secara cepat kepada kelompok
sasaran berpendidikan rendah. Oleh sebab itu, metode penyuluhan ini tepat
digunakan untuk pekerja pembuat tahu yang rata-rata berpendidikan rendah, yaitu
SD dan SMP. Kunci keberhasilan metode penyuluhan salah satunya adalah dengan
menggunakan media atau alat bantu lihat semaksimal mungkin (Notoatmodjo,
2007).
10
Salah satu media yang sering digunakan adalah media leaflet. Leaflet dapat
menyajikan informasi tertulis dalam sajian yang rinci dan lengkap serta dapat
didukung dengan gambar atau foto menarik sehingga dapat memotivasi orang untuk
mau membacanya (Dirjen PPM & PL, 2003). Selain itu, leaflet praktis digunakan
karena mengurangi kebutuhan mencatat (Lucie, 2005). Leaflet juga dapat dibagikan
kepada sasaran setelah penyuluhan sehingga dapat dibaca lagi dan informasi yang
diberikan dapat diingat lagi (Lucie, 2005). Selain leaflet, lembar balik (flip chart)
juga merupakan media yang dapat digunakan untuk membantu penyuluhan. Lembar
balik membuat proses pendidikan atau belajar lebih mudah dan lebih menarik bagi
penerima pesan maupun pemberi pesan. Gambar dan tulisan serta komposisi warna
yang tepat dapat mempermudah proses pemahaman bagi penerima pesan.
Sedangkan bagi pemberi pesan, teks yang tertera pada halaman belakang dapat
membantu mempermudah penyampaian pesan. Selain itu, melalui media lembar
balik pesan yang disampaikan dapat lebih terperinci dan dapat digunakan untuk
penyuluhan kelompok (Dirjen PPM & PL, 2003).
Kedua media tersebut sering digunakan dalam penyuluhan. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk mengetahui perubahan pengetahuan yang terjadi pada
penyuluhan antara menggunakan media lembar balik dan media leaflet.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok media
11
lembar balik pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan
Ciputat Timur?
2. Apakah ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok media
leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat
Timur?
3. Apakah ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sebelum intervensi penyuluhan antara kelompok media lembar balik
dan kelompok media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan
Ciputat dan Ciputat Timur?
4. Apakah ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sesudah intervensi penyuluhan antara kelompok media lembar balik
dan kelompok media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan
Ciputat dan Ciputat Timur?
5. Apakah ada pengaruh intervensi penyuluhan antara media lembar balik dengan
media leflet terhadap perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat
dan Ciputat Timur Tahun 2013?
6. Apakah sumber informasi berhubungan dengan perubahan pengetahuan tentang
potensi bahaya dan pencegahan dermatitis?
7. Apakah hubungan sosial berhubungan dengan perubahan pengetahuan tentang
potensi bahaya dan pencegahan dermatitis?
12
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis yang terjadi antara penyuluhan dengan media lembar balik dengan
media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan
Ciputat Timur Tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada
kelompok media lembar balik pada pekerja pembuat tahu di wilayah
Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013.
2. Diketahuinya perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada
kelompok media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan
Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013.
3. Diketahuinya tingkat pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sebelum intervensi penyuluhan antara media lembar balik dan
media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan
Ciputat Timur Tahun 2013.
4. Diketahuinya tingkat pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sesudah penyuluhan menggunakan media lembar balik dan
13
media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan
Ciputat Timur Tahun 2013.
5. Diketahuinya hubungan antara sumber informasi dengan perubahan
pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.
6. Diketahuinya hubungan antara hubungan sosial dengan perubahan
pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikan teori-teori yang telah didapat semasa perkuliahan dan
dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian dan penyusunan
karya tulis serta penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang
lebih mendalam mengenai penyuluhan.
1.5.2 Bagi Pekerja Pembuat Tahu
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pekerja pembuat
tahu tentang tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sehingga dapat
menurunkan angka kejadian dermatitis kontak akibat kerja.
1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti
selanjutnya.
14
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang bertujuan untuk menilai perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis dengan intervensi penyuluhan antara media lembar balik dan
media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat
Timur Tahun 2013.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli-September 2013. Populasi
penelitian adalah pekerja pembuat tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
yang berjumlah 80 orang. Desain studi yang digunakan adalah Quasi-Experimental
dengan bantuan instrumen penelitian berupa kuesioner pre-test dan post-test, media
promosi berupa lembar balik dan leaflet, dan kuesioner sumber informasi dan
hubungan sosial (faktor konfounding).
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatitis Kontak
2.1.1 Definisi Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak merupakan peradangan kulit yang ditandai oleh
eritema (kulit merah), edema (pembengkakan), rasa gatal dan panas di kulit, serta
permukaan kulit bergelembung berisi cairan, yang biasanya terjadi di tangan,
lengan bawah, atau wajah (Suma’mur, 1996). Dermatitis kontak pada tangan
merupakan kasus terbanyak di beberapa industri di seluruh dunia (Ernasari,
2012).
Dermatitis kontak yang terjadi di tangan bersifat persistent atau menetap
karena kondisi yang mengharuskan pekerja kontak langsung dengan bahan
kimia. Untuk kondisi ini seharusnya para pekerja lebih bertindak hati-hati dalam
melakukan aktivitas pekerjaannya. Pemeriksaan kesehatan secara rutin,
kebersihan perorangan (personal hygiene), pemakaian alat pelindung diri (APD),
dan peningkatan pengetahuan pekerja dalam melakukan perlindungan diri adalah
sangat penting (Ernasari, 2012).
16
2.1.2 Penyebab Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
(Suma’mur, 1996):
1. Faktor fisik, seperti tekanan, kelembaban, panas, suhu dingin, sinar matahari,
sinar X, dan sinar lainnya
2. Bahan-bahan berasal dari tanaman, seperti daun, ranting, getah, akar, umbi-
umbian, bunga, buah, sayur, debu kayu, dan lainnya
3. Makhluk hidup, seperti bakteri, virus, jamur, serangga, cacing, dan kutu
4. Bahan-bahan iritan seperti asam kuat, basa kuat, logam berat, pelarut organik,
dan sebagainya.
Dari penyebab-penyebab tersebut, bahan-bahan iritan merupakan penyebab yang
paling terpenting karena banyak digunakan dalam industri.
Penyakit dermatitis pada pekerja pembuat tahu dapat terjadi sebagai
akibat dari pemaparan bahan kimia, yaitu asam cuka atau biasanya disebut
dengan larutan penggumpal (batu tahu/sioh koh) yang mengenai kulit dan tidak
dibersihkan dengan benar. Larutan penggumpal ini tidak setiap hari dibuat. Batu
tahu atau sioh koh digunakan sebagai bibit pertama larutan penggumpalan. Jika
larutan penggumpalan yang terbuat dari sioh koh tersebut selesai digunakan
maka akan disimpan dan digunakan kembali pada keesokan harinya. Larutan sisa
penggumpalan yang dipakai lagi keesokan harinya disebut dengan whey
(Suprapti, 2005). Agar dapat digunakan lagi untuk menggumpalkan protein
dalam pembuatan tahu, sisa cairan (whey) harus disimpan selama 1 x 24 jam
17
untuk memberikan kesempatan kepada bakteri asam cuka untuk
memfermentasikannya (Ariawiyana, 2012). Dari hasil pengujian didapatkan
kisaran pH whey yang digunakan oleh para pekerja pembuat tahu sebesar 3-4,
artinya zat penggumpal ini memang bersifat asam (Azizah, 2010).
2.1.3 Pencegahan Dermatitis
Dermatitis dapat dicegah dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Eliminasi paparan alergen atau iritan
Jika diketahui jenis alergen atau iritan yang menyebabkan dermatitis, maka
alergen atau iritan tersebut harus dihindari (Marks, 2002).
2. Alat Pelindung Diri Berupa Sarung Tangan
Pada pabrik yang aktivitasnya banyak menggunakan tangan pekerjanya
minimal harus menggunakan sarung tangan. Pada pabrik yang banyak
bersentuhan dengan zat-zat kimia biasanya menggunakan jenis sarung tangan
yang terbuat dari karet dan tahan terhadap ancaman terkontaminsasi cairan
yang berbahaya. Sarung tangan tersebut harus tipis dan lentur melapisi ketat
melekat pada tangan hingga siku tangan pekerja secara kuat sehingga tidak
boleh kendur. Jenis sarung tangan dan penggunaan pada bidang ini adalah
sarung tangan sekali pakai, begitu setelah dipakai kemudian dibuang
(Ernasari, 2012).
18
3. Cuci tangan Yang Baik Dan Benar
Perilaku mencuci tangan merupakan suatu aktivitas membersihkan
bagian telapak tangan, punggung tangan dan jari dengan sabun dan air
mengalir agar bersih dari kotoran dan membunuh kuman penyebab penyakit
yang merugikan kesehatan manusia. Mencuci tangan merupakan cara terbaik
untuk menghindari sakit dan juga merupakan kebiasaan sederhana yang hanya
membutuhkan sabun, air, dan lap pengering (Listyowati, 2012).
Jenis sabun yang digunakan dapat menggunakan semua jenis sabun
yang biasa digunakan untuk mandi karena penekanannya adalah pada fungsi
rantai karbon pada sabun yang dapat melekat pada bakteri atau kuman yang
ada pada tangan yang disabuni dan digosok-gosok dan membentuk molekul
yang sangat halus yang akan membersihkan bakteri/kuman bersama air
bilasan yang mengalir (Depkes RI, 2009, dalam Nurjanah, 2009).
Air mengalir tidak harus dari keran, bisa juga mengalir dari sebuah
wadah berupa gayung, botol, ember, dan sebagainya, karena penekanannya
adalah tidak merendam tangan berkuman dalam air. Selain air mengalir, air
yang digunakan untuk mencuci tangan juga harus air yang bersih yaitu air
yang tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna (Depkes RI, 2009 dalam
Nurjanah, 2009).
Tujuan mencuci tangan yang baik dan benar dalam mencegah
dermatitis kontak adalah untuk membersihkan bahan kimia yang menempel di
19
permukaan kulit. Bahan kimia tersebut akan menempel pada sabun dan air
akan membersihkan sabun dan bahan kimia tersebut (Listyowati, 2012).
Menurut Center’s for Disease Control (CDC), langkah-langkah cuci
tangan yang baik dan benar adalah sebagai berikut (CDC, 2010):
a. Basahi tangan dengan air mengalir, pakailah sabun secara merata.
b. Gosokkan kedua tangan minimal 10-15 detik, merata hingga ke jari-jari
dan siku.
c. Bilas dengan air, kemudian keringkan tangan dengan handuk bersih atau
tisu sekali pakai.
d. Jika berada di fasilitas umum, biarkan air tetap mengalir saat selesai. Saat
tangan sudah kering, pakailah tisu untuk menutup keran.
Sedangkan menurut WHO, langkah-langkah mencuci tangan yang baik dan
benar adalah sebagai berikut (WHO, 2005):
a. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir dan
gunakan sabun di bagian telapak tangan yang telah basah, ratakan dengan
kedua telapak tangan.
b. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kanan dan tangan kiri.
c. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari tangan.
d. Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.
e. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
20
f. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan
kiri dan sebaliknya.
g. Setelah itu, bilas kedua tangan dengan air bersih dan mengalir. Lalu
keringkan dengan lap tangan atau tisu.
h. Jangan menutup kran dengan tangan, tetapi gunakan lap atau tisu dan
hindari menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan agar kuman
yang terdapat di benda-benda tersebut tidak menempel di tangan.
Gambar 2.1
7 Langkah Cuci Tangan
Mencuci tangan yang baik dan benar sebaiknya dilakukan sebelum dan
sesudah beraktifitas. Berikut ini merupakan waktu yang tepat untuk mencuci
tangan (WHO, 2005, Markkanen, 2004):
a. Sebelum dan sesudah makan
21
b. Sebelum dan setelah menyiapkan makanan, khususnya sebelum dan setelah
memegang bahan mentah
c. Sebelum dan sesudah mengiris sesuatu
d. Setelah buang air besar dan buang air kecil
e. Sebelum dan setelah bekerja
f. Setelah bersentuhan dengan larutan atau zat kimia
g. Saat berpindah proses kerja
2.2 Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang bergerak
bukan hanya dalam proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat
usaha untuk memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat. WHO
merumuskan promosi kesehatan sebagai proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Fitriani, 2011).
Selain itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan
sosial masyarakat harus mampu mengenal, mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya,
serta mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya.
Sedangkan di Indonesia, promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai
upaya pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatan diri dan lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
22
bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes, 2004). Promosi kesehatan juga
merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari proses belajar. Seseorang dapat
dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu,
dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Dari definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai
dukungan yaitu pendidikan, organisasi, kebijakan, serta peraturan perundang-undangan
untuk perubahan derajat kesehatan (Fitriani, 2011).
Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku
kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan
perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus
disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri).
Menurut Lawrence Green perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni
(Maulana, 2007):
a. Faktor Pendorong (predisposing factors)
Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku
seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,
tradisi, dan sebagainya.
b. Faktor Pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan.
Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau
fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
23
c. Faktor Penguat (reinforcing factors)
Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, yang terdiri dari
peraturan dan juga sikap serta perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas
kesehatan, dan sebagainya.
2.3 Pengetahuan
2.3.1 Definisi Pengetahuan
Manusia memiliki rasa ingin tahu, lalu ia mencari, hasilnya ia tahu
sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan pengetahuan. Pengetahuan adalah
keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki
manusia tentang dunia dan isinya termasuk manusia dan kehidupannya melalui
indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap obyek (Keraf, 2001).
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkatan pengetahuan
kesehatan dapat dikelompokkan menjadi (Fitriani, 2011):
1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit, yang meliputi penyebab penyakit,
gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan, cara penularan, cara
pencegahan, dan sebagainya.
2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan hidup sehat.
3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.
24
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam diri seseorang antara lain
(Mubarok, 2007):
1. Umur
Semakin tua seseorang maka semakin sulit untuk menyerap ilmu
pengetahuan yang diajarkan, tidak seperi anak muda yang mudah dalam
menerima pengetahuan baru. Dilihat dari tuntutan hidup, usia muda (remaja)
belum memikirkan tanggungan hidup yang berat sehingga lebih mudah menyerap
pengetahuan baru dibandingkan yang berumur lebih tua. Selain itu penyerapan
pengetahuan juga dipengaruhi oleh daya ingat seseorang. Daya ingat seseorang
salah satunya dipengaruhi oleh umur (Wulan, 2010).
Pada orang dewasa, umur dikelompokkan menjadi (Hurlock, 1999):
a. Dewasa awal (18-40 tahun)
Pada masa dewasa awal individu mulai dapat merencanakan atau membuat
hipotesis tentang masalah-masalah mereka, pemikiran lebih realistis,
bertanggung jawab, menerima perbedaan pendapat, dan melibatkan
intelektualitas pada situai yang memiliki konsekuensi besar dalam tujuan
jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan. Selain itu,
kemampuan kognitif semakin meningkat pada dewasa awal ini.
b. Dewasa Madya (41-60 tahun)
Pada dewasa madya, kemampuan kognitif mengalami penurunan karena
daya ingat yang menurun ketika informasi yang dicoba untuk diingat
adalah informasi yang disimpan baru-baru ini atau tidak sering digunakan.
25
Daya ingat juga cenderung menurun untuk mengingat (recall) daripada
untuk mengenali (recognize).
c. Dewasa Akhir (61 tahun keatas)
Pada masa ini, kemampuan kognitif semakin engalami penurunan karena
adanya proses penuaan yang dialami setiap orang.
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, maupun masyarakat
melalui kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidik
(Notoatmodjo, 2007). Tingkat pendidikan juga diartikan sebagai jenis
pendidikan formal yang diselesaikan oleh seseorang selama hidupnya (Wulan,
2010).
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi
respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan
tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang
datang, akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka
peroleh dari gagasan tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pendidikan yang rendah cenderung mempunyai
pengetahuan yang rendah pula (Suriasumantri, 2001).
Tingkat pendidikan dapat dikategorikan menjadi (Wulan, 2010):
a. Pendidikan dasar: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP)
26
b. Pendidikan menengah: Sekolah Menengah Atas (SMA)
c. Pendidikan tinggi: diploma, sarjana, magister, doktor
3. Sumber informasi
Sumber informasi berhubungan dengan pengetahuan, baik dari orang
maupun media (Notoatmodjo, 2007). Sumber informasi dari orang itu
mempengaruhi pengetahuan seseorang, yang dipengaruhi antara lain:
masyarakat, baik teman bergaul maupun tenaga kesehatan. Selain itu, sumber
informasi juga dapat diperoleh dari pengalaman seseorang mengikuti kegiatan
pendidikan seperti seminar, penyuluhan, dan sebagainya (Sarwono, 1997).
Dalam proses peningkatan pengetahuan agar diperoleh hasil yang
efektif diperlukan alat bantu atau media. Fungsi media dalam pembentukan
pengetahuan seseorang menyampaikan informasi atau pesan-pesan
(Notoatmodjo, 2007). Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik,
berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang
lebih terpapar media massa akan memperoleh informasi lebih banyak
dibandingkan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Hal ini
berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang
dimiliki oleh seseorang (Wulan, 2010).
4. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
27
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang
kurang baik seseorang akan berusahan untuk melupakan, namun jika
pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis
akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi
kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam
kehidupannya.
6. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai
budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin
masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap
pribadi atau sikap seseorang.
7. Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan saling
berinteraksi antara satu dengan yang lain. Hubungan sosial atau disebut juga
dengan interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu
yang satu dengan individu yang lain, saling mempengaruhi, dan didasarkan
pada kesadaran untuk saling menolong (Saraswati, 2008). Hubungan sosial
atau interaksi sosial juga didefinisikan sebagai suatu hubungan antara dua
28
orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi,
mengubah, atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. Individu yang
dapat berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi
(Wulan, 2010).
Hubungan sosial dapat diklasifikasikan menjadi (Saraswati, 2008):
a. Hubungan sosial primer
Hubungan sosial ini terjadi apabila orang yang berinteraksi bertatap muka
secara langsung, misalnya kontak antara guru dan murid di kelas, atau
pembicaraan ayah dan anak di ruang makan.
b. Hubungan sosial sekunder
Hubungan sosial sekunder terjadi bila interaksi berlangsung melalui suatu
perantara atau media seperti telepon, sms, televisi internet, facebook, dan
media sosial lainnya.
2.3.3 Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan kesehatan dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan
secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan tertulis (kuesioner).
Sedangkan perubahan pengetahuan didapatkan dari selisih skor pengetahuan
sebelum dan sesudah intervensi. Pengetahuan dikatakan meningkat apabila
selisih skor pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi sebesar ≥ 10 poin,
sedangkan dikatakan menurun apabila selisih skor pengetahuan sebelum dan
sesudah intervensi sebesar < 10 poin (Nurazizah, 2011).
29
2.4 Pendidikan Kesehatan
2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Menurut WHO, pendidikan kesehatan merupakan proses untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna baik fisik,
mental, dan sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan
aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya
(Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan kesehatan adalah upaya mempengaruhi masyarakat agar
menghentikan perilaku berisiko tinggi dan menggantikannya dengan perilaku
aman atau berisiko rendah (Depkes RI, 2004).
2.4.2 Metode Pendidikan Kesehatan
Metode pendidikan kesehatan dibagi menjadi (Notoatmodjo, 2007):
1. Metode pendidikan individual
Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang
yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar
digunakannya pendekatan ini karena ssetiap orang mempunyai masalah atau
alasan berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru
tersebut. Metode pendidikan pendekatan individual ini antara lain bimbingan
dan penyuluhan serta wawancara.
30
2. Metode pendidikan kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kelompok, efektivitas suatu
metode tergantung pada besarnya sasaran pendidikan dan tingkat pendidikan
formal sasaran pendidikan. Adapun metode-metode pendidikan yang termasuk
pendidikan kelompok adalah seminar, diskusi kelompok, curah pendapat, bola
salju, kelompok-kelompok kecil, role play, permainan simulasi. dan
penyuluhan.
Salah satu kegiatan pendidikan kesehatan adalah pemberian informasi
atau pesan kesehatan berupa penyuluhan kesehatan untuk memberikan atau
meningkatkan pengetahuan dan sikap seseorang tentang kesehatan melalui
teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau
mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun
masyarakat untuk dapat lebih mandiri agar memudahkan terjadinya perilaku
sehat (Liliweri, 2007). Penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses yang
berlangsung secara terus menerus, yang kemajuannya harus terus diamati
terutama kepada mereka yang memberi penyuluhan.
Tujuan pendidikan kesehatan dengan metode penyuluhan adalah
meningkatkan pengetahuan. Pengetahuan akan menjadi titik tolak perubahan
sikap dan gaya hidup. Pada akhirnya yang menjadi tujuan pendidikan adalah
perubahan perilaku dan meningkatnya kepatuhan yang selanjutnya akan
meningkatkan kualitas hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan dapat
31
dilakukan perubahan dengan memberikan pendidikan kesehatan (Liliweri,
2007).
Materi atau pesan yang akan disampaikan hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan sasaran penyuluhan sehingga materi yang disampaikan
dapat dirasakan langsung manfaatnya. Materi atau pesan penyuluhan dapat
disampaikan menggunakan media atau alat bantu pendidikan untuk membantu
pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan serta untuk menarik
perhatian sasaran pendidikan (Notoatmodjo, 2007).
Dalam penyuluhan, ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan penyuluhan antara lain (Notoatmodjo, 2007):
a. Faktor penyuluh: kurang persiapan, kurang menguasai materi yang akan
dijelaskan, penampilan kurang meyakinkan sasaran, bahasa yang
digunakan kurang dapat dimengerti oleh sasaran karena terlalu banyak
menggunakan istilah asing, suara terlalu kecil, penampilan materi
penyuluhan monoton sehingga membosankan.
b. Faktor sasaran: tingkat pendidikan terlalu rendah, tingkat sosial ekonomi
terlalu rendah,kepercayaan dan adat istiadat yang telah tertanam sehingga
sulit untuk diubah, kondisi yang tidak mungkin terjadi perubahan
c. Faktor proses dalam penyuluhan: waktu penyuluhan tidak sesuai dengan
waktu yang diinginkan sasaran, tempat penyuluhan dilakukan dekat tempat
keramaian sehingga mengganggu proses penyuluhan, jumlah sasaran
terlalu banyak, alat peraga dalam memberikan penyuluhan kurang, metode
32
yang digunakan kurang tepat, bahasa yang digunakan sulit dimengerti oleh
sasaran.
3. Metode pendidikan massa
Metode pendidikan massa digunakan untuk menggugah kesadaran masyarakat
terhadap suatu inovasi dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada
perubahan perilaku. Pada umumnya, bentuk pendekatan atau cara massa ini
tidak langsung, biasanya dengan menggunakan atau melalui media massa.
Metode yang cocok untuk pendekatan massa antara lain ceramah umum
(public speaking), tulisan di majalah atau koran, billboard, dan sebagainya.
2.4.3 Media Pendidikan Kesehatan
Media adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan
bahan pendidikan ataupun pengajaran. Media disebut juga sebagai alat peraga
karena berfungsi membantu dan memeragakan sesuatu dalam proses pendidikan
atau pengajaran. Prinsip pembuatan alat peraga atau media bahwa pengetahuan
yang ada pada setiap orang diterima atau ditangkap melalui panca indra
(Maulana, 2007). Semakin banyak pancaindra yang digunakan, semakin banyak
dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Hal ini
menunjukkan bahwa keberadaan alat peraga dimaksudkan mengerahkan indera
sebanyak mungkin pada suatu objek sehingga memudahkan pemahaman.
Menurut penelitian para ahli, panca indera yang paling banyak menyalurkan
pengetahuan ke otak adalah mata (kurang lebih 75% - 87%), sedangkan 13%-
33
25% pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui indra lainnya
(Maulana, 2007).
Seseorang dapat memperoleh pengetahuan melalui berbagai macam
media atau alat bantu pendidikan di dalam proses pendidikannya. Masing-masing
media tersebut mempunyai intensitas yang berbeda-beda dalam mempersepsikan
bahan pendidikan atau pengajaran. Edgar Dale membagi alat bantu atau media
promosi kesehatan menjadi 11 macam dan sekaligus menggambarkan tingkat
intensitas tiap alat-alat tersebut dalam sebuah kerucut (Nototmodjo, 2007).
Gambar 2.2
Kerucut Pembelajaran Edgar Dale
Dari kerucut tersebut dapat dilihat bahwa lapisan yang paling dasar
adalah benda asli dan yang paling atas adalah kata-kata. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam proses pendidikan benda asli mempunyai intensitas yang paling
tinggi untuk mempersepsikan bahan pendidikan atau pengajaran, sedangkan
34
penyampaian bahan-bahan hanya dengan kata-kata saja sangat kurang efektif
atau intensitasnya paling rendah.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan kesehatan, media
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari
gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Ada beberapa
kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya
rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah
pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki
kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah
terlipat (Depkes RI, 2004)
Yang termasuk dalam media cetak antara lain:
a. Lembar balik (flip chart)
Salah satu contoh media yang sering digunakan di masyarakat
umum adalah lembar balik (flip chart) (Depkes RI, 2004). Lembar balik
(flip chart) adalah lembaran-lembaran kertas yang dibundel menjadi satu
dengan jilid ring sehingga dapat dibalikkan, yang berisi pesan dan
diterangkan dengan gambar yang menjelaskan suatu topik secara cukup
rinci. Setiap topik bahasan tertentu selalu terdiri dari 2 halaman, satu
halaman bergambar dengan teks terbatas menghadap ke arah peserta
sedangkan halaman yang menghadap fasilitator berisikan informasi kunci
35
dan pertanyaan diskusi yang menjadi acuan pembahasan topik tersebut
(Dirjen PPM & PL 2003).
Dengan menggunakan lembar balik, proses pendidikan atau belajar
menjadi lebih mudah dan lebih menarik bagi penerima pesan maupun
pemberi pesan. Bagi penerima pesan, gambar dan tulisan serta komposisi
warna yang tepat dapat membantu dan mempermudah proses pemahaman.
Sedangkan bagi pemberi pesan, teks yang tertera pada halaman belakang
dapat membantu mempermudah penyampaian pesan. Cara penggunaan
lembar balik yaitu langsung dibuka sesuai dengan topik pembicaraan untuk
diterangkan kepada peserta penyuluhan (Dirjen PPM & PL 2003).
Berdasarkan penggunaannya media ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihannya yaitu proses pendidikan menjadi lebih mudah
dan lebih menarik bagi penerima pesan maupun pemberi pesan, pesan yang
disampaikan dapat lebih terperinci, dapat menarik perhatian khalayak, dan
dapat digunakan untuk diskusi kelompok. Sedangkan kekurangannya yaitu
ukurannya kurang efektif untuk khalayak lebih dari 12 orang dan agak
kaku saat penggunaannya karena urutan lembarannya sulit diubah-ubah
(Dirjen PPM & PL, 2003).
b. Leaflet
Leaflet merupakan media komunikasi grafis dengan ukuran relatif
kecil yang mengandung pesan tercetak untuk disebarkan kepada
masyarakat sebagai informasi mengenai suatu hal. Leaflet berisi penjelasan
36
singkat dan jelas serta dapat dilengkapi dengan gambar yang sederhana
(Sutrisno, 2012).
Leaflet dapat digunakan sebagai media penyuluhan dan dapat
diberikan sebelum maupun sesudah penyuluhan. Leaflet diberikan sebelum
penyuluhan dimulai agar leaflet dapat digunakan untuk pembuka serta
memfokuskan topik yang akan dibahas. Leaflet juga dapat diberikan
sesudah penyuluhan agar peserta berkonsentrasi penuh pada isi penyuluhan
(Dirjen PPM & PL 2003).
Kegunaan dan keunggulan dari leaflet adalah sederhana dan sangat
murah, orang dapat menyesuaikan dan belajar mandiri, pengguna dapat
melihat isinya pada saat santai, informasi dapat dibagikan dengan keluarga
dan teman. Leaflet juga dapat memberikan detil (misalnya statistik) yang
tidak mungkin bila disampaikan lisan (Depkes RI, 2008).
Namun, leaflet juga mempunyai keterbatasan yaitu tidak cocok
untuk setiap orang (misalnya orang yang buta huruf), tidak tahan lama dan
mudah hilang, pesan yang disampaikan terbatas, dapat menjadi kertas
percuma kecuali penyuluh secara aktif melibatkan sasaran penyuluhan
dalam membaca dan menggunakan materi (Depkes RI, 2008).
c. Poster
d. Booklet
37
2. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat
dan didengar serta penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Seperti
halnya media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih
mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka,
mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan
diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini
adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk
produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan
berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya (Notoatmodjo, 2007). Yang termasuk media elektronik
antara lain radio, video, dan film
3. Media luar ruangan
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak
maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner, dan
televisi layar lebar (Notoatmodjo, 2007). Kelebihan dari media ini adalah
lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan,
mengikutsertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan
jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih
tinggi, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan
selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan
keterampilan untuk mengoperasikannya (Notoatmodjo, 2007).
38
2.5 Kerangka Teori
Dermatitis kontak yang banyak terjadi di industri disebabkan oleh penggunaan
bahan kimia yang kontak langsung dengan kulit dan tidak dibersihkan dengan benar.
Dermatitis kontak dapat dicegah dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri
berupa sarung tangan dan juga perilaku cuci tangan yang baik dan benar. Menurut
Lawrence Green dalam teori preceed, perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu
faktor pendorong (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan
faktor penguat (reinforcing factors). Secara skematik, teori preceed Lawrence Green
ini dapat digambarkan seperti pada gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3
Teori Perilaku Lawrence Green dalam Maulana, Heri D.J (2007)
Faktor Pendorong
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Keyakinan
d. Kepercayaan
e. Nilai-nilai
f. Tradisi
Faktor Pemungkin Sarana dan prasarana
yang tersedia
Faktor Penguat
a. Peraturan
b. Tokoh masyarakat
c. Tokoh agama
d. Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
Perilaku
Kesehatan
39
Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku
kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan
perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus
disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri),
ssalah satunya adalah faktor pendorong (predisposing factors) yang mempermudah
terbentuknya perilaku seseorang. Yang termasuk dalam faktor ini salah satunya adalah
pengetahuan. Terbentukya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai
dengan pengetahuan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,
antara lain umur, tingkat pendidikan, sumber informasi, pekerjaan, pengalaman,
kebudayaan lingkungan sekitar, dan hubungan sosial. Oleh karena itu, untuk mengubah
perilaku penggunaan APD dan cuci tangan dilakukan melalui pendidikan kesehatan.
Dalam pendidikan kesehatan, proses pendidikan kesehatan menuju perubahan perilaku
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah metode pendidikan dan media
pendidikan yang dipakai.
Mengacu pada teori tersebut dan disesuaikan dengan tujuan penelitian maka
kerangka teori dalam penelitian ini yaitu
40
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Modifikasi Teori Preceed Lawrence Green dalam Maulana (2007),
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Mubarok (2007)
Pendidikan Kesehatan
Metode
- Penyuluhan
- Seminar
- Diskusi kelompok
- Bermain peran
Media
- Lembar balik
- Leaflet - Poster
- Booklet
- Video
- Film
Faktor Pendorong
(Predisposing Factors)
- Pengetahuan
- Sikap
- Keyakinan
- Kepercayaan
- Nilai-nilai
- Tradisi
Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan:
- Umur
- Tingkat pendidikan,
- Sumber informasi
- Pekerjaan
- Pengalaman
- Kebudayaan lingkungan sekitar
- Hubungan sosial
41
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori taksonomi pendidikan Benjamin S Bloom, serta
disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui perubahan pengetahuan
tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis dengan intervensi penyuluhan
antara media lembar balik dengan media leaflet pada pekerja pabrik tahu di
Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2013, maka kerangka konsep
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka konsep di atas, yang menjadi variabel independennya
adalah penyuluhan dengan media lembar balik dan leaflet, sedangkan variabel
dependennya adalah pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis.
Pengetahuan tentang
potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis
Sumber informasi
Hubungan sosial
Intervensi penyuluhan
dengan media
1. Lembar balik
2. Leaflet
42
Dalam penelitian ini hanya diteliti variabel pengetahuan (kognitif) saja. Hal
ini karena terbentuknya suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai
pada domain pengetahuan (kognitif) ini, dalam arti subjek terlebih dahulu tahu
terhadap stimulus yang berupa materi atau objek. Dengan pengetahuan, seseorang
dapat mempertimbangkan untuk bersikap dan bertindak.
Variabel faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yaitu umur
dan tingkat pendidikan akan dikendalikan oleh peneliti dengan membatasi sampel
penelitian. Sampel penelitian yang diambil adalah yang berumur 18 sampai 40
tahun, dengan tingkat pendidikan dasar (SD atau SMP). Sedangkan variabel
pekerjaan, pengalaman, dan kebudayaan lingkungan sekitar bersifat homogeny
sehingga tidak diteliti. Variabel faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
lainnya yaitu sumber informasi dan hubungan sosial tidak dapat dikendalikan oleh
peneliti sehingga menjadi variabel pengganggu (confounding).
43
3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Pengetahuan
sebelum
intervensi
tentang potensi
bahaya dan
pencegahan
dermatitis
Hal-hal yang diketahui responden
mengenai potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis yang dinilai
berdasarkan kemampuan menjawab
dengan benar pertanyaan pada kuesioner
sebelum intervensi (Listyowati, 2012).
Kuesioner Soal pre-test Skor nilai Rasio
2. Pengetahuan
sesudah
intervensi
tentang potensi
bahaya dan
pencegahan
dermatitis
Hal-hal yang diketahui responden
mengenai potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis yang dinilai
berdasarkan kemampuan menjawab
dengan benar pertanyaan pada kuesioner
setelah intervensi (Listyowati, 2012).
Kuesioner Soal post-test Skor nilai Rasio
3. Perubahan
pengetahuan
tentang potensi
bahaya dan
pencegahan
dermatitis
Selisih skor pengetahuan tentang potensi
bahaya dan pencegahan dermatitis
sebelum dan sesudah penyuluhan
(Nurazizah, 2011).
Selisih dari
hasil nilai
pre-test dan
post-test
Hasil pre-test
dan post-test
0. Meningkat (selisih
skor positif)
1. Menurun (selisih
skor negatif)
Ordinal
4. Intervensi
penyuluhan
Perlakuan yang diberikan sebagai upaya
pendidikan tentang potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis dengan
menggunakan alat bantu berupa media
penyuluhan
Kuesioner Lembar
Kuesioner
0. Lembar balik
1. Leaflet
Ordinal
44
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
5. Paparan
informasi
Pernah memperoleh pengetahuan tentang
potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis selain dari intervensi yang
dilakukan peneliti
Kuesioner Lembar
Kuesioner
0. Pernah
1. Tidak pernah
Ordinal
6. Hubungan
sosial
Hubungan antara responden dengan
keluarga/teman/tetangga/internet
sehingga terjadi pertukaran informasi
tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis
Kuesioner Lembar
kuesioner
0. Ya
1. Tidak
Ordinal
45
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok lembar
balik.
2. Ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok leaflet.
3. Tidak ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sebelum intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik dan
kelompok leaflet.
4. Ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik dan
kelompok leaflet.
5. Ada perbedaan perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis yang terjadi antara penyuluhan dengan media
lembar balik dengan media leaflet terhadap pada pekerja pembuat tahu di
wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2013.
6. Tidak ada hubungan antara sumber informasi dengan perubahan pengetahuan
tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.
7. Tidak ada hubungan antara hubungan sosial dengan perubahan pengetahuan
tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.
46
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi
Quasi Experiment Nonequivalent Control Group Design. Desain studi ini
merupakan tipe desain studi experiment dimana dalam pelaksanaannya dilakukan
penggantian dengan sengaja satu aspek yang ingin diteliti pengaruhnya tehadap dua
kelompok yang tidak dipilih secara random, kemudian diberi pre-test untuk
mengetahui keadaan awal kedua kelompok tersebut. Setelah itu, kedua kelompok
diberikan intervensi yang berbeda kemudian diberi post-test. Dengan menggunakan
desain studi ini, hasil perlakuan atau intervensi dapat diketahui dengan
membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah diberi perlakuan atau
intervensi (Arikunto, 2006). Rancangan penelitiannya adalah sebagai berikut:
O1 (X) O2
O3 (- ) O4
O1 dan O3 merupakan pengukuran pengetahuan awal (pre-test) yang
dilakukan sebelum intervensi kepada kedua kelompok. Setelah itu diberikan
intervensi berupa penyuluhan. (X) adalah intervensi yang dilakukan berupa
penyuluhan dengan media lembar balik, sedangkan (-) adalah intervensi yang
dilakukan berupa penyuluhan dengan media leaflet. Kemudian dilakukan
pengukuran pengetahuan akhir (post-test) yang dilakukan setelah adanya intervensi.
47
Sesudah diketahui hasil skor pre-test dan post-test sebelum dan sesudah
penyuluhan, maka dapat diketahui selisih skor pengetahuan antara sebelum dan dan
sesudah penyuluhan pada masing-masing kelompok, kemudian dibandingkan antara
kedua kelompok tersebut. Selain itu juga dilihat berapa persentase pekerja pabrik
tahu yang pengetahuannya berubah sesudah dilakukan penyuluhan dengan masing-
masing media, kemudian dibandingkan antara kedua kelompok tersebut.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2013 pada pabrik tahu yang
berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah pekerja pembuat tahu yang berada di
wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, Tangerang Selatan yang berjumlah
80 orang. Sedangkan sampel yang diambil adalah pekerja pembuat tahu yang
mewakili populasi, yaitu bekerja pada pabrik tahu yang pabriknya berada di wilayah
kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, Tangerang Selatan dengan kriteria inklusi
sebagai berikut:
1. Bersedia menjadi sampel penelitian
2. Berumur ≥ 20 tahun sampai dengan < 45 tahun
3. Pendidikan terakhir SD atau SMP
4. Mengisi soal pre-test dan post-test
48
Besar sampel pada penelitian ini menggunakan sampel uji hipotesis untuk
dua rata-rata populasi (Lameshow, 1997) dengan rumus :
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
σ2 = Varians / standar deviasi dari beda rata-rata
Z = Nilai baku distribusi normal pada α atau β tertentu
1-α = Derajat kepercayaan (5%)
1-β = Nilai uji kekuatan (95%)
μ1 = Rata-rata populasi 1 (rata-rata peningkatan skor pengetahuan pada kelompok
eksperimen pada penelitian Isnaini) = 14
μ2 = Rata-rata populasi 2 (rata-rata peningkatan skor pengetahuan pada kelompok
kontrol pada penelitian Isnaini) = 11
Varians adalah parameter populasi yang tidak diketahui, yang dapat diduga dari
sampel atau dari pendahuluan dengan merata-rata kedua variansi sampel S²1 dan S²2
yang membentuk variansi rata-rata S²P dimana (Lameshow, 1977):
49
Keterangan :
S²P = Varians gabungan/ standar deviasi dari beda rata-rata
n1 = Jumlah sampel kelompok 1 (jumlah sampel pada kelompok kelompok
eksperimen pada penelitian Isnaini) = 30
n2 = Jumlah sampel kelompok 2 (jumlah sampel pada kelompok kontrol pada
penelitian Isnaini) = 30
S²1 = Standar deviasi kelompok 1 (staSampelndar deviasi pada kelompok
eksperimen pada penelitian Isnaini) = 1,612
S²2 = Standar deviasi kelompok 2 (standar deviasi pada kelompok kontrol pada
penelitian Isnaini) = 1,470
Dengan menggunakan batas kepercayaan (α ) sebesar 5% dan tingkat
kekuatan (1-β ) sebesar 95% serta arah pengujian dua arah (two tailed test) maka
jumlah sampel yang dibutuhkan untuk masing-masing kelompok adalah:
S²p = (30 – 1) 1,612² + (30 – 1) 1,470²
(30 – 1) + (30 – 1)
= 75,4 + 62,64
58
= 2,38
n = 2.2,38 [1.96 + 1,64]²
(14 – 11)²
= 61,69 = 6,85 = 7
9
50
Berdasarkan perhitungan sampel di atas, jumlah sampel minimum yang
diperoleh adalah sebanyak 7 orang untuk masing-masing kelompok (total sampel =
14 orang). Namun berdasarkan pertimbangan peneliti, untuk lebih menggambarkan
hasil penelitian maka jumlah sampel yang akan menjadi responden dalam penelitian
ini adalah seluruh populasi yang menghadiri kegiatan penyuluhan. Adapun total
populasi pada tujuh pabrik tahu yang ada di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
sebanyak 80 orang.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Kuesioner pre-test dan post-test
Kuesioner pre-test dan post-test mencakup tentang penyakit dermatitis,
bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan tahu yang dapat menyebabkan
dermatitis, dampak dermatitis, sarung tangan yang digunakan dalam bekerja,
pengertian cuci tangan yang baik dan benar, tujuan cuci tangan yang baik dan
benar, langkah cuci tangan yang baik dan benar, dan waktu cuci tangan.
Kuesioner pre-test dan post-test berisi 20 soal, yang terdiri dari 12 soal
pilihan ganda (multiple choice) dan 8 soal mengurutkan gambar langkah-langkah
mencuci tangan yang baik dan benar. Responden diberi waktu mengerjakan soal
selama 15 menit. Jawaban benar akan diberi skor 1 dan jawaban salah akan
diberi skor 0. Penilaian akan dihitung dengan cara jumlah skor dibagi 2. Selain
itu, selisih skor pengetahuan antara pre-test dan post-test juga akan dihitung
untuk melihat perubahan pengetahuan yang terjadi, apakah mengalami
51
peningkatan (hasil selisih skor pengetahuan positif) atau penurunan (hasil selisih
skor pengetahuan negatif).
2. Kuesioner pertanyaan sumber informasi dan hubungan sosial
Kuesioner ini mencakup pertanyaan tentang paparan informasi yang didapatkan
responden tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis yang diperoleh
selain dari intervensi yang dilakukan peneliti. Selain itu, kuesioner ini juga berisi
pertanyaan mengenai hubungan sosial reponden. Kuesioner ini bertujuan untuk
mengetahui apakah perubahan pengetahuan responden terjadi karena intervensi
penyuluhan yang dilakukan peneliti atau dipengaruhi juga oleh faktor lainnya,
yaitu paparan informasi lainnya dan hubungan sosial.
3. Media lembar balik
Media lembar balik merupakan alat bantu yang digunakan dalam penyuluhan ini.
Media tersebut berisi materi mengenai pengertian dermatitis dan gejalanya,
penyebab dan dampak dermatitis, serta pencegahan dermatitis berupa penggunan
sarung tangan dan cuci tangan yang baik dan benar. Untuk media lembar balik,
peneliti akan menerangkan setiap gambar yang terdapat pada lembar balik
tersebut.
4. Media leaflet
Media leaflet juga merupakan alat bantu yang digunakan dalam penyuluhan.
Pada media leaflet, peneliti akan membagikan leaflet kepada peserta penyuluhan
52
setelah diadakan pre-test atau sebelum kegiatan penyuluhan dimulai. Peserta
diberi waktu 10 menit untuk membaca leaflet tersebut. Setelah itu, peneliti akan
menjelaskan isi leaflet tersebut kepada peserta penyuluhan. Leaflet akan diambil
dari peserta penyuluhan saat akan diadakan post-test dan akan diberikan lagi
setelah post-test selesai. Hal ini dilakukan untuk menghindari peserta mencontek
pada leaflet saat mengerjakan soal post-test. Materi pada media leaflet sama
dengan materi pada media lembar balik, yaitu mengenai pengertian dermatitis
dan gejalanya, penyebab dan dampak dermatitis, serta pencegahan dermatitis
berupa penggunan sarung tangan dan cuci tangan yang baik dan benar.
Tabel 4.1
Materi Pada Media Lembar Balik Dan Leaflet
No. Materi Isi Materi Keterangan
1. Dermatitis 1. Pengertian Dermatitis adalah peradangan kulit
yang bisa terjadi di tangan, lengan
bawah, dan wajah, dengan gejala kulit
merah, pembengkakan, gatal dan panas
di kulit, permukaan kulit bergelembung
berisi cairan
2. Penyebab Penyebab dermatitis di pabrik tahu
adalah larutan penggumpal yang biasa
disebut batu tahu atau sioh koh yang
mengenai kulit dan tidak mencuci
tangan dengan benar. Larutan
penggumpal yang digunakan untuk
menggumpalkan protein yang masih
tercampur di dalam sari kedelai ini
bersifat asam sehingga merusak kulit.
53
No. Materi Isi Materi Keterangan
3. Dampak Dermatitis menyebabkan rasa terbakar
dan rasa sakit yang dirasakan pekerja
saat larutan penggumpal mengenai
kulit sehingga pekerja tidak dapat
bekerja dengan baik.
2. Pencegahan
dermatitis
APD 1. APD yang
digunakan
Pada pabrik yang banyak bersentuhan
dengan zat-zat kimia biasanya
menggunakan jenis sarung tangan
yang terbuat dari karet dan tahan
terhadap ancaman terkontaminsasi
cairan yang berbahaya.
Cuci
tangan
yang baik
dan benar
1. Pengertian
cuci tangan
yang baik
dan benar
Cuci tangan yang baik dan benar
adalah aktivitas membersihkan bagian
telapak tangan, punggung tangan dan
jari dengan sabun dan air mengalir
2. Jenis sabun
yang
digunakan
untuk
mencuci
tangan
Jenis sabun yang digunakan dapat
menggunakan semua jenis sabun yang
biasa digunakan untuk kulit (sabun
mandi)
3. Air yang
digunakan
untuk
mencuci
tangan
Air yang digunakan adalah air
mengalir yang bersih yaitu air yang
tidak berasa, tidak berbau, dan tidak
berwarna.
4. Langkah-
langkah
mencuci
tangan yang
baik dan
benar
1. Basahi tangan setinggi pertengahan
lengan bawah dengan air mengalir
dan gunakan sabun di bagian
telapak tangan yang telah basah,
ratakan dengan kedua telapak
tangan.
2. Gosok punggung tangan dan sela-
sela jari tangan kanan dan tangan
kiri.
3. Gosok kedua telapak dan sela-sela
jari tangan.
4. Jari-jari sisi dalam kedua tangan
saling mengunci.
5. Gosok ibu jari kiri berputar dalam
genggaman tangan kanan dan
54
4.5 Langkah-Langkah Kegiatan Penelitian
4.5.1 Persiapan Penelitian
Proses persiapan penelitian dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian.
Adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
No. Materi Isi Materi Keterangan
lakukan sebaliknya.
6. Gosokkan dengan memutar ujung
jari-jari tangan kanan di telapak
tangan kiri dan sebaliknya.
7. Setelah itu, bilas kedua tangan
dengan air mengalir. Lalu
keringkan dengan lap tangan atau
tisu.
8. Jangan menutup kran dengan
tangan, tetapi gunakan siku atau
tisu dan hindari menyentuh benda
disekitarnya setelah mencuci tangan
agar kuman yang terdapat di benda-
benda tersebut tidak menempel di
tangan.
5. Tujuan
mencuci
tangan yang
baik dan
benar dalam
mencegah
dermatitis
kontak
Untuk membersihkan bahan kimia
yang menempel di permukaan kulit.
Larutan penggumpal akan menempel
pada sabun dan air akan
membersihkan sabun yang sudah
menempel dengan larutan penggumpal
tersebut.
6. Waktu yang
tepat
mencuci
tangan
1. Sebelum dan sesudah makan.
2. Sebelum dan setelah menyiapkan
makanan, khususnya sebelum dan
setelah memegang bahan mentah.
3. Sebelum dan sesudah mengiris
sesuatu.
4. Setelah buang air besar dan buang
air kecil.
5. Sebelum dan setelah bekerja.
6. Setelah bersentuhan dengan larutan
penggumpal (sioh koh).
7. Saat berpindah proses kerja.
55
1. Pembuatan rancangan penelitian
Tahap ini terdiri dari penyusunan rencana penelitian baik pendahuluan,
kepustakaan, kerangka konsep dan definisi operasional, serta metode
penelitian yang dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan pekerja pembuat tahu
di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur mengenai penyebab dermatitis
dan pencegahannya, sehingga diperlukan intervensi penyuluhan untuk
meningkatkan pengetahuan pekerja.
2. Pemilihan media penyuluhan
Media penyuluhan yang digunakan adalah lembar balik dan leaflet.
Lembar balik dipilih karena media ini membuat proses pendidikan atau
belajar lebih mudah dan lebih menarik bagi penerima pesan maupun
pemberi pesan. Gambar dan tulisan serta komposisi warna yang tepat dapat
mempermudah proses pemahaman bagi penerima pesan. Sedangkan bagi
pemberi pesan, teks yang tertera pada halaman belakang dapat membantu
mempermudah penyampaian pesan (Dirjen PPM & PL, 2003). Sedangkan
leaflet dipilih karena media ini dapat menyajikan informasi tertulis dalam
sajian rinci dan lengkap serta didukung gambar sehingga memotivasi orang
untuk mau membacanya.Selain itu, leaflet dapat digunakan untuk pembuka
serta memfokuskan topik yang dibahas jika diberikan sebelum penyuluhan
dimulai (Dirjem PPM & PL, 2003).
Peneliti membuat sendiri media lembar balik dan leaflet yang akan
digunakan sehingga diperlukan uji media untuk mengetahui kelayakan
media yang akan digunakan dalam penyuluhan. Kedua media yang
56
digunakan diuji ke 5 mahasiswa peminatan promosi kesehatan angkatan
2010 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan 1 laboran promosi kesehatan
(promkes). Dari hasil uji media tersebut, 5 responden menyatakan bahwa
bahasa dermatitis diganti menggunakan bahasa sehari-hari; 1 responden
memberi saran untuk menambahkan gambar pekerja yang menjadi sasaran
di halaman judul; 4 responden menyatakan bahwa huruf terlalu monoton,
tidak serasi, huruf di sub-judul ditebalkan, dan sebagainya; 5 responden
menyatakan bahwa warna yang digunakan pada media masih monoton dan
menyamarkan huruf; dan 1 responden menyatakan bahwa gambar
diperbanyak lagi. Hasil uji media tersebut dapat dilihat pada lampiran 1.
Dari hasil uji media tersebut, peneliti memperbaiki lagi media yang
akan digunakan sehingga siap untuk digunakan untuk penyuluhan. Media
lembar balik sebelum dan sesudah uji media dapat dilihat pada lampiran 2
dan lampiran 3, sedangkan media leaflet sebelum dan sesudah uji media
dapat dilihat pada lampiran 4 dan lampiran 5.
3. Teknik penyuluhan
Materi penyuluhan yang diberikan adalah materi mengenai
penyebab dermatitis dan pencegahannya. Adapaun materi yang akan
disampaikan antara lain materi dermatitis (pengertian, gejala, penyebab,
dan dampak), pencegahan dermatitis dengan penggunaan sarung tangan,
serta pencegahan dermatitis dengan mencuci tangan yang baik dan benar
(pengertian, jenis sabun dan air yang digunakan, langkah-langkah mencuci
tangan, tujuan mencuci tangan, dan waktu yang tepat mencuci tangan).
57
Dengan materi-materi tersebut diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan pekerja pembuat tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat
Timur tentang dermatitis kontak dan pencegahannya sehingga dapat
menjaga kebersihan tangan mereka dengan benar agar tidak menimbulkan
dermatitis atauu memperparah dermatitis yang dialami.
Teknik penyuluhan yang digunakan adalah ppenyuluhan dengan
metode ceramah dengan alat bantu berupa media lembar balik dan leaflet.
Peneliti mendatangi satu per satu pabrik tahu yang ada di wilayah
Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur. Untuk penyuluhan dengan
menggunakan media lembar balik, peneliti menerangkan setiap gambar
yang terdapant pada lembar balik tersebut. Sedangkan untuk penyuluhan
menggunakan media leaflet, peneliti membagikan leaflet kepada peserta
penyuluhan setelah diadakan pre-test atau sebelum kegiatan penyuluhan
dimulai. Peserta diberi waktu 10 menit untuk membaca leaflet tersebut.
Setelah itu, peneliti akan menjelaskan isi leaflet tersebut kepada peserta
penyuluhan. Leaflet akan diambil dari peserta penyuluhan saat akan
diadakan post-test dan akan diberikan lagi setelah post-test selesai. Hal ini
dilakukan untuk menghindari peserta mencontek pada leaflet saat
mengerjakan soal post-test.
4. Permohonan izin penelitian
Tahap permohonan izin penelitian ini dilakukan dengan meminta izin
kepada pengelola pabrik tahu atau perwakilan pekerja.
58
5. Uji validitas dan reabilitas
Sebelum pelaksanaan penelitian, dilaksanakan uji validitas dan
reabilitas dari kuesioner penelitian yang akan digunakan. Uji kuesioner ini
dilaksanakan di luar pabrik tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur.
Uji kuesioner ini dilaksanakan pada 40 orang di 4 pabrik tahu yang terdapat
di daerah Mampang, Jakarta Selatan.
Berdasarkan uji validitas diperoleh bahwa pertanyaan pilihan ganda
nomor 1, 6, 11, dan 12 valid. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dinyatakan
valid karena nilai r hasilnya lebih besar dari nilai r tabel (r tabel = 0,3120).
Sedangkan pertanyaan nomor 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, dan 10 tidak valid. Namun
pertanyaan maupun pilihan jawaban yang tidak valid tersebut sudah
direvisi oleh peneliti.
4.5.2 Pemilihan Sampel Pada Kedua Kelompok
Kegiatan penyuluhan akan dilakukan pada 7 pabrik tahu di Kecamatan
Ciputat dan Ciputat Timur. Pekerja pabrik tahu yang mengikuti penyuluhan
adalah yang berumur 18 sampai 40 tahun dengan pendidikan terakhir
maksimal SMP. Sebelum pelaksanaan kegiatan penyuluhan pada masing-
masing pabrik tahu, dilakukan pengocokan yang bertujuan untuk mengetahui
intevensi penyuluhan dengan media apa yang akan dilakukan di masing-
masing pabrik tahu.
Peneliti membuat kocokan A yang berisi kertas bertuliskan nomor 1
sampai 7, yang mewakili 7 pabrik tahu. Selain itu, peneliti juga membuat
59
kocokan B yang berisi kertas bertuliskan lembar balik sebanyak 4 kertas dan
bertuliskan leaflet sebanyak 4 kertas. Hasil kocokannya adalah sebagai
berikut:
1. Kelompok lembar balik : pabrik tahu 2, 4, 7
2. Kelompok leaflet : pabrik tahu 1, 3, 5, 6
4.5.3 Kegiatan Pre-test
Setelah dilakukan pemilihan kelompok, pekerja pabrik tahu yang memenuhi
kriteria inklusi diberi pengarahan dan selanjutnya dilakukan kegiatan pre-test.
Pekerja yang menjadi responden diminta untuk mengisi data karakteristik
responden (nama dan nomor telepon) dan harus menjawab 20 pertanyaan
seputar penyebab dermatitis dan pencegahannya yang terdapat pada kuesioner
pre-test. Kegiatan ini akan berlangsung selama 15 menit.
4.5.4 Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan selanjutnya yaitu kegiatan penyuluhan. Untuk penyuluhan
dengan menggunakan media lembar balik, peneliti menerangkan setiap
gambar yang terdapant pada lembar balik tersebut. Sedangkan untuk
penyuluhan menggunakan media leaflet, peneliti membagikan leaflet kepada
peserta penyuluhan setelah diadakan pre-test atau sebelum kegiatan
penyuluhan dimulai. Peserta diberi waktu 10 menit untuk membaca leaflet
tersebut. Setelah itu, peneliti akan menjelaskan isi leaflet tersebut kepada
peserta penyuluhan.
60
Kegiatan penyuluhan berlangsung selama 20 menit. Penyuluhan
dilakukan oleh peneliti sendiri untuk menghindari perbedaan kualitas
penyuluhan dan kualitas hasill penelitian. Namun, pada materi langkah-
langkah cuci tangan yang baik dan benar, penyuluh dibantu oleh 3 orang
untuk mempraktekkannya bersama-sama dengan para pekerja pabrik tahu.
4.5.5 Kegiatan Post-test
Setelah kegiatan penyuluhan selesai, selanjutnya pekerja pabrik tahu
pada masing-masing kelompok mengikuti kegiatan post-test. Untuk kelompok
penyuluhan dengan media leaflet, sebelum dibagikan kuesioner post-test,
leaflet diambil dari peserta penyuluhan dan diberikan lagi setelah post-test
selesai. Hal ini dilakukan untuk menghindari peserta mencontek pada leaflet
saat mengerjakan soal post-test.
Pekerja yang menjadi responden diminta untuk mengisi data
karakteristik responden (nama dan nomor telepon) dan harus menjawab 20
pertanyaan seputar penyebab dermatitis dan pencegahannya yang terdapat
pada kuesioner post-test. Kegiatan ini akan berlangsung selama kurang lebih
15 menit.
4.5.6 Pengisian Kuesioner Sumber Informasi dan Hubungan Sosial
Setelah selesai mengisi kuesioner post-test, selanjutnya peserta penyuluhan
mengisi kuesioner sumber informasi dan hubungan sosial. Kuesioner ini
bertujuan untuk mengetahui apakah perubahan pengetahuan responden terjadi
61
karena intervensi penyuluhan yang dilakukan peneliti atau dipengaruhi juga
oleh faktor lainnya, yaitu sumber informasi lainnya dan hubungan sosial.
4.6 Pengumpulan Data
1. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari pekerja
pembuat tahu di pabrik tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
melalui kuesioner pre-test, kuesioner post-test, serta kuesioner sumber informasi
dan hubungan sosial. Data primer yang dikumpulkan antara lain identitas sampel
(nama dan nomor telepon), hasil pre-test dan post-test, serta informasi mengenai
paparan informasi yang diterima pekerja dan hubungan sosial pekerja.
2. Data sekuder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pabrik tahu yaitu proses
pembuatan tahu.
4.7 Pengolahan Data
4.7.1 Editing
Tahap ini merupakan kegiatan penyutingan data yang telah terkumpul
dengan cara memeriksa isian kuesioner, apakah jawaban dikuesioner sudah
1. Lengkap : apakah semua pertanyaan sudah terjawab.
2. Jelas : apakah jawaban pertanyaan terbaca cukup jelas.
3. Relevan : apakah jawaban yang tertulis relevan dengan pertanyaannya.
62
4. Konsisten: apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi
jawabannya konsisten.
Jika isian kuesioner belum sesuai dengan poin-poin tersebut (poin 1
sampai 4), isian kuesioner tersebut harus dilengkapi terlebih dahulu dengan
menanyakan kembali kepada responden dengan cara mengonfirmasi melalui
telepon atau SMS sehingga data tersebut dapat segera diperbaiki jika memang
ada kesalahan atau keraguan data. Jika isian kuesioner sudah sesuai,
pengolahan data dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
4.7.2 Coding
Coding merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan memberi
kode terhadap setiap variabel sebelum diolah dengan komputer dengan tujuan
untuk memudahkan dalam melakukan analisa data.
Data yang dicoding yaitu:
1. Intervensi penyuluhan Lembar Balik
Leaflet
[0]
[1]
2. Perubahan pengetahuan Meningkat
Menurun
[0]
[1]
3. Paparan informasi Pernah
Tidak pernah
[0]
[1]
4. Hubungan sosial Ya
Tidak
[0]
[1]
63
4.7.3 Entry Data
Sebelum data tersebut di entry, terlebih dahulu dibuat template dengan
program Epidata, kemudian data yang telah dikode tersebut dimasukkan
dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah menggunakan
aplikasi program SPSS 16.
4.7.4 Cleaning
Merupakan proses pembersihan data setelah data di entri. Cara yang sering
dilakukan adalah dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel
dan menilai kelogisannya. Tahapan cleaning data terdiri dari mengetahui
missing data, mengetahui variasi data, dan mengetahui konsistensi data.
4.8 Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat, analisis
bivariat, dan analisis multivariat.
4.8.1 Analisis Univariat
Analisis Univariat dilakukan terhadap tiap variabel penelitian untuk
memberikan gambaran umum terhadap data hasil penelitian. Penggambaran
dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi masing-masing variabel.
Analisis univariat bertujuan melihat deskripsi masing-masing variabel
independen dan dependen. Adapun variabel yang dianalisis menggunakan
analisis univariat adalah pengetahuan sebelum intervensi penyuluhan pada
64
kelompok lembar balik dan kelompok leaflet serta pengetahuan sesudah
intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik dan kelompok leaflet.
4.8.2 Analisis Bivariat
Untuk mengetahui jenis uji yang digunakan dalam analisis bivariat
terhadap data pengetahuan sebelum (pre-test) dan pengetahuan sesudah (post-
test) intervensi penyuluhan pada kedua kelompok serta perubahan
pengetahuan pada kedua kelompok, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.
Dari hasil analisis, ternyata secara umum data hasil penelitian tersebut
berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan uji
Wilcoxon dan uji Mann-Whitney.
Uji Wilcoxon digunakan untuk menguji atau membandingkan dua
perlakuan pada sampel yang sama. Pada penelitian ini, uji Wilcoxon
digunakan untuk membandingkan pengetahuan sebelum dan sesudah
intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik serta untuk
membandingkan pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan
pada kelompok leaflet. Bila p value < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada
perbedaan atau ada hubungan. Sebaliknya bila p value > 0,05 maka Ho
diterima, artinya tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan antara
keduanya.
Uji Mann-Whitney bertujuan untuk menguji perbedaan atau hubungan
antara dua sampel yang independen yang mewakili dua populasi atau dua
kelompok. Dalam penelitian ini, uji Mann-Whitney digunakan untuk
65
mengetahui perbedaan pengetahuan sebelum intervensi penyuluhan antara
kelompok lembar balik dan kelompok leaflet, mengetahui perbedaan
pengetahuan sesudah intervensi penyuluhan antara kelompok lembar balik dan
kelompok leaflet, mengetahui perbedaan perubahan pengetahuan antara
kelompok lembar balik dan kelompok leaflet, serta untuk mengetahui
hubungan antara sumber informasi dan hubungan sosial dengan perubahan
pengetahuan yang terjadi. Jika hasil p value < 0,05 maka Ho ditolak, artinya
ada perbedaan atau ada hubungan. Sebaliknya bila p value > 0,05 maka Ho
diterima, artinya tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan antara
keduanya.
4.8.3 Analisis Mulitivariat
Jika variabel sumber informasi dan hubungan sosial ternyata
berhubungan dengan perubahan pengetahuan tentang penyebab dermatitis dan
pencegahannya, maka dilakukan analisis multivariat. Analisis Multivariat
digunakan untuk membuktikan apakah variabel sumber informasi dan
hubungan sosial merupakan variabel confounding. Dalam analisis multivariat
uji yang digunakan adalah uji regresi logistik berganda model faktor risiko.
Tahapan pemodelannya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen
dengan variabel dependennya. Apabila hasil uji bivariatnya mempunyai
nilai p < 0,25, maka variabel tersebut dapat masuk model multivariat.
66
2. Lakukan pemodelan lengkap, mencakup variabel utama, kandidat
konfounding, dan kandidat interaksi.
3. Lakukan penilaian konfounding dengan cara mengeluarkan variabel
konfounding satu per satu dimulai dari yang memiliki nilai P-wald terbesar.
Apabila setelah dikeluarkan diperoleh selisish nilai OR variabel utama
antara sebelum dan sesudah variabel konfounding dikeluarkan lebih besar
dari 10%, maka variabel tersebut dinyatakan sebagai konfounding dan
harus tetap berada dalam model.
67
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 7 (tujuh) pabrik tahu di wilayah Kecamatan
Ciputat dan Ciputat Timur. Jumlah populasi pada waktu pelaksanaan penelitian
adalah 80 pekerja. Namun karena tidak semuanya mengikuti kegiatan
penyuluhan, responden berusia lebih dari 40 tahun, dan ada responden yang
pendidikan terakhirnya SMA, maka responden-responden tersebut tidak masuk
dalam sampel penelitian. Dengan demikian, jumlah responden dalam penelitian
ini adalah 76 pekerja pabrik tahu, yang terdiri dari 38 kelompok lembar balik
dan 38 kelompok leaflet.
Proses pembuatan tahu terdiri beberapa tahap yaitu:
Bagan 5.1
Proses Pembuatan Tahu
Perendaman Pencucian
kedelai Penggilingan Perebusan atau
Pemasakan
Penyaringan Pengendapan dan
Penambahan
Larutan
Penggumpal
Pencetakan
dan
Pengepresan
Pemotongan
tahu
1 2 3 4
5 8 6 7
68
1. Perendaman
Pada tahapan perendaman ini, langkah pertama adalah memasukan kedelai
ke dalam karung plastik kemudian diikat dan direndam selama kurang lebih
3 jam (untuk 1 karung berisi 15 kg biji kedelai). Jumlah air yang
dibutuhkan tergantung dari jumlah kedelai, intinya kedelai harus terendam
semua. Tujuan dari tahapan perendaman ini adalah untuk mempermudah
proses penggilingan sehingga dihasilkan bubur kedelai yang kental.
2. Pencucian kedelai
Proses pencucian merupakan proses lanjutan setelah perendaman. Sebelum
dilakukan proses pencucian, kedelai yang di dalam karung dikeluarkan dari
bak pencucian, dibuka, dan dimasukan ke dalam ember-ember plastik
untuk kemudian dicuci dengan air mengalir. Tujuan dari tahapan pencucian
ini adalah membersihkan biji-biji kedelai dari kotoran-kotoran supaya tidak
mengganggu proses penggilingan dan agar kotoran-kotoran tidak
tercampur ke dalam adonan tahu. Setelah selesai proses pencucian, kedelai
ditiriskan dalam saringan bambu berukuran besar.
3. Penggilingan
Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin penggiling biji
kedelai dengan tenaga penggerak dari motor lisrik. Tujuan penggilingan
yaitu untuk memperoleh bubur kedelai yang kemudian dimasak sampai
mendidih. Saat proses penggilingan sebaiknya dialiri air untuk didapatkan
kekentalan bubur yang diinginkan.
69
4. Perebusan/Pemasakan
Proses perebusan ini dilakukan di sebuah bak berbentuk bundar yang
dibuat dari semen yang di bagian bawahnya terdapat pemanas uap. Uap
panas berasal dari ketel uap yang ada di bagian belakang lokasi proses
pembuatan tahu yang dialirkan melalui pipa besi. Bahan bakar yang
digunakan sebagai sumber panas adalah kayu bakar yang diperoleh dari
sisa-sisa pembangunan rumah. Tujuan perebusan adalah untuk
mendenaturasi protein dari kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi
saat penambahan asam. Titik akhir perebusan ditandai dengan timbulnya
gelembung-gelembung panas dan mengentalnya larutan/bubur kedelai.
5. Penyaringan
Setelah bubur kedelai direbus dan mengental, dilakukan proses
penyaringan dengan menggunakan kain saring. Tujuan dari proses
penyaringan ini adalah memisahkan antara ampas atau limbah padat dari
bubur kedelai dengan filtrat yang diinginkan. Pada proses penyaringan ini
bubur kedelai yang telah mendidih dan sedikit mengental, selanjutnya
dialirkan melalui kran yang ada di bagian bawah bak pemanas. Bubur
tersebut dialirkan melewati kain saring yang ada diatas bak penampung.
Setelah seluruh bubur yang ada di bak pemanas habis lalu dimulai
proses penyaringan. Saat penyaringan secara terus-menerus dilakukan
penambahan air dengan cara menuangkan pada bagian tepi saringan agar
tidak ada padatan yang tersisa di saringan. Penuangan air diakhiri ketika
70
filtrat yang dihasilkan sudah mencukupi. Kemudian saringan yang berisi
ampas diperas sampai benar-benar kering. Ampas hasil penyaringan
disebut ampas yang kering, ampas tersebut dipindahkan ke dalam karung.
6. Pengendapan dan Penambahan Larutan Penggumpal
Dari proses penyaringan diperoleh filtrat putih seperti susu yang
kemudian akan diproses lebih lanjut. Filtrat yang didapat kemudian
ditambahkan asam cuka dalam jumlah tertentu. Fungsi penambahan asam
cuka adalah mengendapkan dan menggumpalkan protein tahu sehingga
terjadi pemisahan antara whey dengan gumpalan tahu. Setelah ditambahkan
asam cuka terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas (whey) dan lapisan
bawah (filtrat/endapan tahu). Endapan tersebut terjadi karena adanya
koagulasi protein yang disebabkan adanya reaksi antara protein dan asam
yang ditambahkan. Endapan tersebut yang merupakan bahan utama yang
akan dicetak menjadi tahu. Lapisan atas (whey) yang berupa limbah cair
merupakan bahan dasar yang akan diolah menjadi Nata De Soya.
Tahapan pengendapan dan penambahan larutan penggumpal ini
merupakan tahapan yang paling rentan kontak langsung dengan larutan
penggumpal. Pekerja yang tidak membersihkan dengan benar larutan
penggumpal yang menempel kulit dapat berisiko mengalami dermatitis
kontak.
71
7. Pencetakan dan Pengepresan
Proses pencetakan dan pengepresan merupakan tahap akhir pembuatan
tahu. Cetakan yang digunakan adalah terbuat dari kayu berukuran 70x70cm
yang diberi lubang berukuran kecil di sekelilingnya. Lubang tersebut
bertujuan untuk memudahkan air keluar saat proses pengepresan. Sebelum
proses pencetakan yang harus dilakukan adalah memasang kain saring tipis
di permukaan cetakan. Setelah itu, endapan yang telah dihasilkan pada
tahap sebelumnya dipindahkan dengan menggunakan alat semacam wajan
secara pelan-pelan. Selanjutnya kain saring ditutup rapat dan kemudian
diletakkan kayu yang berukuran hampir sama dengan cetakan di bagian
atasnya. Setelah itu, bagian atas cetakan diberi beban untuk membantu
mempercepat proses pengepresan tahu. Waktu untuk proses pengepresan
ini tidak ditentukan secara tepat, pemilik mitra hanya memperkirakan dan
membuka kain saring pada waktu tertentu. Pemilik mempunyai parameter
bahwa tahu siap dikeluarkan dari cetakan apabila tahu tersebut sudah cukup
keras dan tidak hancur bila digoyang.
8. Pemotongan tahu
Setelah proses pencetakan selesai, tahu yang sudah jadi dikeluarkan dari
cetakan dengan cara membalik cetakan dan kemudian membuka kain
saring yang melapisi tahu. Setelah itu tahu dipindahkan ke dalam bak yang
berisi air agar tahu tidak hancur. Sebelum siap dipasarkan tahu terlebih
72
dahulu dipotong sesuai ukuran. Pemotongan dilakukan di dalam air dan
dilakukan secara cepat agar tahu tidak hancur.
Dari uraian proses pembuatan tahu diatas, yang lebih berisiko kontak
langsung dengan larutan penggumpal adalah pekerja pada bagian pengendapan
dan penambahan larutan penggumpal. Namun, untuk pabrik yang tidak memiliki
pembagian kerja seperti pada pabrik tahu 1 dan 6, semua pekerja memiliki risiko
kontak langsung dengan larutan penggumpal.
Dari ketujuh pabrik tahu tersebut, semua pekerjanya tidak menggunakan
sarung tangan saat bekerja. Hal ini disebabkan karena sebagian pemilik pabrik
tahu tidak menyediakan sarung tangan karena keterbatasan dana. Ada juga pabrik
tahu yang dikelola oleh pekerja masing-masing, sehingga mereka tidak
menggunakan sarung tangan karena tidak mempunyai dana untuk membeli
sarung tangan sendiri dan menganggap penggunaan sarung tangan tidak penting.
Selain itu, ada juga pemilik pabrik yang menyediakan sarung tangan tetapi
pekerja tidak memakaiya dengan alasan tidak nyaman bekerja menggunakan
sarung tangan.
Selain itu, kebiasaan cuci tangan pekerja juga buruk. Padahal, di pabrik-
pabrik tahu tersebut terdapat keran serta tersedia sabun mandi batang. Sabun
mandi batang memang kurang tepat digunakan untuk cuci tangan, namun lebih
baik daripada menggunakan sabun colek maupun detergen.
73
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan
Gambaran pengetahuan sebelum intervensi penyuluhan pada
kelompok lembar balik dan kelompok leaflet dapat dilihat pada tabel 5.1
dibawah ini.
Tabel 5.1
Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan
Pada Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Penyuluhan Rata-rata Standar deviasi Minimal-
Maksimal
95% CI
Lembar balik 2,3158 1,01623 1,00-4,50 1,98-
2,65
Leaflet 2,2763 1,09481 0,50-4,50 1,92-
2,64
Dari hasil kuesioner dengan skala penilaian dari 0 sampai 10,
didapatkan hasil bahwa rata-rata pengetahuan responden sebelum diberikan
penyuluhan dengan media lembar balik adalah 2,3158 dengan skor
terendah 1,00 (5 orang) dan skor tertinggi 4,50 (2 orang).
Sedangkan pada responden sebelum diberikan penyuluhan dengan
media leaflet, didapatkan hasil bahwa rata-rata pengetahuannya adalah
2,2763 dengan skor terendah 0,50 (1 orang) dan skor tertinggi 4,50 (3
orang).
74
5.2.2 Gambaran Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan
Pada penelitian ini, pengetahuan sesudah intervensi penyuluhan
dilihat dari hasil posst-test sesudah penyuluhn tentang potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis. Gambaran pengetahuan sesudah intervensi
penyuluhan dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini.
Tabel 5.2
Gambaran Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan
Pada Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata pengetahuan
responden setelah diberikan penyuluhan dengan media lembar balik adalah
5,6053 dengan skor terendah 2,50 (1 orang) dan skor tertinggi 9,00 (3
orang). Sedangkan rata-rata pengetahuan responden setelah diberikan
penyuluhan dengan media leaflet adalah 4,6184 dengan skor terendah 2,00
(1 orang) dan skor tertinggi 8,50 (1 orang).
Penyuluhan Rata-rata Standar deviasi Minimal-
Maksimal
95% CI
Lembar balik 5,6053 1,90006 2,50-9,00 4,98-
6,23
Leaflet 4,6184 1,09481 2,00-8,50 4,04-
5,19
75
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi
Penyuluhan Pada Kelompok Lembar Balik
Sebelum dilakukan analisis bivariat, dilakukan uji normalitas untuk
mengetahui apakah variabel yang diteliti pada kelompok lembar balik
terdapat memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini
menggunakan teknik one sample Kolmogorov-Smirnov test. Uji normalitas
dilakukan pada 2 variabel yaitu variabel pengetahuan sebelum intervensi
penyuluhan dan variabel pengetahuan setelah intervensi penyuluhan pada
kelompok lembar balik. Variabel tersebut dikatakan normal jika p-value ≥
0,005. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini.
Tabel 5.3
Hasil Uji Normalitas Pada Kelompok Lembar Balik
Variabel p value
pengetahuan sebelum intervensi 0,005
pengetahuan setelah intervensi 0,140
Berdasarkan hasil statistik tersebut, dapat dilihat bahwa variabel
pengetahuan sebelum intervensi penyuluhan berdistribusi tidak normal,
sedangkan variabel pengetahuan setelah intervensi penyuluhan
berdistribusi normal.
Perbandingan pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi
penyuluhan pada kelompok lembar balik ini untuk melihat apakah ada
76
perbedaan antara pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan
yang terjadi pada kelompok lembar balik. Analisis ini menggunakan uji
Wilcoxon karena variabel pengetahuan sebelum intervensi penyuluhan pada
kelompok lembar balik berdistribusi tidak normal.
Perbandingan pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi
penyuluhan pada kelompok lembar balik ini dapat dilihat pada tabel 5.4
dibawah ini.
Tabel 5.4
Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi
Penyuluhan Pada Kelompok Lembar Balik
Pengetahuan N Rata-rata Standar
deviasi
Minimal-
Maksimal
p value
Sebelum
penyuluhan 38
2,3158 1,02 1,00-4,00
0,000 Sesudah
penyuluhan
5,6053 1,90 2,50-9,00
Dari hasil analisis diketahui bahwa rata-rata skor pengetahuan
sebelum dilakukan penyuluhan adalah 2,3158, sedangkan rata-rata skor
pengetahuan sesudah dilakukan penyuluhan adalah 5,6053. Dengan
demikian terjadi peningkatan rata-rata skor pengetahuan pada kelompok
lembar balik sesudah dilakukan penyuluhan. Dari hasil uji statistik tersebut
juga diperoleh nilai probabilitas (p value) sebesar 0,000, artinya pada alpha
5% terdapat perbedaan signifikan rata-rata skor sebelum dan sesudah
dilakukan penyuluhan pada kelompok lembar balik.
77
5.3.2 Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi
Penyuluhan Pada Kelompok Leaflet
Sebelum dilakukan analisis, dilakukan uji normalitas untuk
mengetahui apakah variabel yang diteliti pada kelompok leaflet memiliki
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan teknik one
sample Kolmogorov-Smirnov test. Sama halnya dengan kelompok lembar
balik, uji normalitas ini dilakukan pada 2 variabel yaitu variabel
pengetahuan sebelum intervensi penyuluhan dan variabel pengetahuan
setelah intervensi penyuluhan pada kelompok leaflet. Variabel tersebut
dikatakan normal jika p-value ≥ 0,005. Hasil uji normalitas dapat dilihat
pada tabel 5.5 dibawah ini.
Tabel 5.5
Hasil Uji Normalitas Pada Kelompok Leaflet
Variabel p value
pengetahuan sebelum intervensi 0,004
pengetahuan setelah intervensi 0,200
Berdasarkan hasil statistik tersebut, dapat dilihat bahwa variabel
pengetahuan sebelum intervensi penyuluhan berdistribusi tidak normal,
sedangkan variabel pengetahuan setelah intervensi penyuluhan
berdistribusi normal.
Perbandingan pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi
penyuluhan pada kelompok leaflet ini menggunakan uji Wilcoxon karena
variabel pengetahuan sebelum intervenssi penyuluhan pada kelompok
78
leaflet berdistribusi tidak normal. Perbandingan pengetahuan sebelum dan
sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok leaflet dapat dilihat pada
tabel 5.6 dibawah ini.
Tabel 5.6
Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah
Intervensi Penyuluhan Pada Kelompok Leaflet
Pengetahuan N Rata-rata Standar
deviasi
p value
Sebelum penyuluhan 38
2,2763 1,09 0,000
Sesudah penyuluhan 4,6184 1,75
Dari hasil analisis diketahui bahwa rata-rata skor pengetahuan
sebelum dilakukan penyuluhan pada kelompok leaflet adalah 2,2763.
Sementara itu, rata-rata skor pengetahuan sesudah dilakukan penyuluhan
pada kelompok leaflet adalah 4,6184. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor pengetahuan pada kelompok
leaflet sesudah dilakukan penyuluhan.
Dari hasil uji statistik tersebut juga diperoleh nilai p value sebesar
0,000, artinya pada alpha 5% terdapat perbedaan signifikan rata-rata skor
sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan pada kelompok leaflet.
5.3.3 Perbedaan Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan Antara
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Sebelum dilakukan analisis untuk membandingkan pengetahuan
sebelum intervensi penyuluhan, dilakukan uji normalitas terhadap
79
pengetahuan sebelum intervensi kedua kelompok tersebut. Dari hasil uji
normalitas didapatkan p-value sebesar 0,000, artinya pengetahuan sebelum
intervensi penyuluhan kedua kelompok tersebut berdistribusi tidak normal.
Oleh karena itu, uji yang digunakan adalah uji Mann-Whitney.
Pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis
pada pekerja tahu sebelum dilakukan penyuluhan pada kelompok lembar
balik dan kelompok leaflet dapat dilihat dari hasil pre-test masing-masing
kelompok pada tabel 5.7 berikut ini
Tabel 5.7
Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuhan Antara
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Penyuluhan N Rata-rata Standar deviasi p value
Lembar Balik 38 2,3158 1,02 0,788
Leaflet 38 2,2763 1,09
Berdasarkan tabel 5.7 di atas, diketahui bahwa rata-rata skor
pengetahuan sebelum penyuluhan pada kelompok lembar balik adalah
2,3158. Sedangkan pada kelompok leaflet rata-rata skor pengetahuannya
adalah 2,2763. Dari hasil analisis juga dapat dilihat bahwa nilai probabilitas
(p value) adalah 0,788 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5%
tidak ada perbedaan rata-rata skor pengetahuan sebelum intervensi
penyuluhan antara kelompok lembar balik dan kelompok leaflet (p value >
0,05).
80
5.3.4 Perbedaan Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan Antara
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Sebelum dilakukan analisis untuk membandingkan pengetahuan
sesudah intervensi penyuluhan, dilakukan uji normalitas terhadap kedua
kelompok tersebut. Dari hasil uji normalitas didapatkan p-value sebesar
0,013, artinya pengetahuan sesudah intervensi penyuluhan kedua kelompok
tersebut berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, uji yang digunakan
adalah uji Mann-Whitney.
Pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis
pada pekerja tahu sesudah dilakukan intervensi penyuluhan pada kelompok
lembar balik dan kelompok leaflet dapat dilihat dari hasil post-test masing-
masing kelompok pada tabel 5.8 dibawah ini
Tabel 5.8
Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuhan Antara
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Penyuluhan N Rata-rata Standar deviasi p value
Lembar Balik 38 5,6053 1,90 0,028
Leaflet 38 4,6184 1,75
Berdasarkan tabel 5.8 di atas, diketahui bahwa rata-rata skor
pengetahuan sesudah penyuluhan pada kelompok lembar balik adalah
5,6053. Sedangkan pada kelompok leaflet rata-rata skor pengetahuannya
adalah 4,6184. Pada hasil analisis tersebut didapatkan p value sebesar
0,028 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5% ada perbedaan
81
rata-rata skor pengetahuan sesudah dilakukan penyuluhan antara kelompok
lembar balik dan kelompok leaflet (p value < 0,05).
5.3.5 Perbedaan Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik
dan Kelompok Leaflet
Sebelum menganalisis perbedaan perubahan pengetahuan antara
kelompok lembar balik dan kelompok leaflet, dilakukan uji normalitas
terhaadap variabel perubahan pengetahuan kedua kelompok terseebut. Dari
hasil uji normalitas didapatkan p-value sebesar 0,001, artinya perubahan
pengetahuan kedua kelompok tersebut berdistribusi tidak normal. Oleh
karena itu, uji yang digunakan adalah uji Mann-Whitney.
Pengaruh intervensi penyuluhan terhadap perubahan pengetahuan
tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis pada pekerja tahu di
Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur ini dinilai berdasarkan rata-rata
perubahan pengetahuan yang terjadi antara sebelum dengan setelah
penyuluhan dengan masing-masing media. Adapun perubahan pengetahuan
yang terjadi pada kelompok lembar balik dan kelompok leaflet dapat dilihat
pada tabel 5.9 berikut ini.
82
Tabel 5.9
Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik
dan Kelompok Leaflet
Penyuluhan N Rata-rata Standar deviasi p value
Lembar balik 38 3,2895 1,93695 0,030
Leaflet 38 2,3421 1,27399
Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa rata-rata perubahan
pengetahuan pada kelompok lembar balik adalah 3,2895, sedangkan pada
kelompok leaflet rata-rata perubahan pengetahuannya adalah 2,3421. Dari
hasil analisis menunjukkan p value sebesar 0,030 sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada alpha 5% ada perbedaan rata-rata perubahan
pengetahuan antara kelompok lembar balik dan kelompok leaflet (p value <
0,05).
5.3.6 Hubungan Antara Sumber Informasi Dengan Perubahan Pengetahuan
Pada Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Dari kuesioner tentang sumber informasi, didapatkan hasil bahwa semua
pekerja pabrik tahu yang menjadi responden pada kelompok lembar balik
maupun pada kelompok leaflet sebelumnya tidak pernah mendapatkan
informasi mengenai potensi bahaya dan pencegahan dermatitis kontak dari
manapun, seperti dari penyuluhan lainnya, TV, internet, koran, dan
sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara sumber informasi dengan perubahan pengetahuan yang terjadi pada
kelompok lembar balik maupun pada kelompok leaflet.
83
5.3.7 Hubungan Antara Hubungan Sosial Dengan Perubahan Pengetahuan
Pada Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Dari kuesioner tentang hubungan sosial, didapatkan hasil bahwa hubungan
sosial atau interaksi sosial antara pekerja pabrik tahu yang menjadi
responden dengan pekerja lainnya, teman, tetangga, keluarga, internet, dan
sebagainya tidak pernah membicarakan atau bertukar informasi mengenai
potensi bahaya dan pencegahan dermatitis kontak. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara hubungan sosial dengan
perubahan pengetahuan yang terjadi pada kelompok lembar balik maupun
pada kelompok leaflet.
83
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi
Quasi Experiment Nonequivalent Control Group Design dan menggunakan data
primer yang diperoleh melalui kuesioner pre-test dan post-test. Dalam penelitian ini
terdapat keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat dihindari. Dengan keterbatasan
ini, diharapkan dapat dilakukan perbaikan untuk penelitian yang akan datang.
Adapun keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
1. Peneliti melakukan penyuluhan dengan mengunjungi pabrik tahu satu per satu.
Oleh karena itu, tempat penyuluhan disediakan oleh pemilik pabrik tahu, seperti
di rumah pekerja yang dekat dengan pabrik tahu, di rumah pemilik pabrik tahu,
maupun di tempat biasa pekerja beristirahat. Terdapat beberapa tempat
penyuluhan yang pencahayaannya kurang (sedikit gelap), sehingga responden
agak kesulitan untuk mengisi kuesioner, membaca leaflet, dan melihat lembar
balik ketika peneliti memberikan penyuluhan.
2. Selain sedikit gelap, tempat penyuluhan juga sempit. Tempat penyuluhan yang
sempit ini menyebabkan responden duduk berdekatan sehingga peneliti tidak
dapat mengontrol untuk tidak terjadinya komunikasi antar responden dan
meningkatkan kemungkinan responden menyontek.
84
3. Penyuluhan dilakukan saat pekerja selesai bekerja. Penyuluhan saat dalam
kondisi lelah ini mempengaruhi daya tangkap dan daya ingat pekerja terhadap
informasi yang diberikan saat penyuluhan.
6.2 Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada Kelompok
Lembar Balik
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan pengetahuan tentang
potensi bahaya dan pencegahan dermatitis sebelum dan sesudah intervensi
penyuluhan pada kelompok lembar balik (p value = 0,000), dimana terjadi
peningkatan rata-rata skor pengetahuan setelah intervensi penyuluhan dengan media
lembar balik. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya tentang
efektifitas pendidikan kesehatan pada pekerja terhadap pengetahuan K3, didapatkan
hasil bahwa terjadi peningkatan pengetahuan pada kelompok yang diberi
penyuluhan dengan lembar balik. Nilai median sebelum pendidikan kesehatan
adalah 11, sedangkan setelah pendidikan kesehatan adalah 14 (Isnaini, 2011).
Penelitian lain tentang pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan K3 pada pekerja
peternak ayam didapatkan hasil bahwa terdapat perubahan pengetahuan K3 antara
sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan dengan media lembar balik (p value =
0,000) (Sumardiyono, 2010).
Adanya peningkatan pengetahuan antara sebelum dan sesudah intervensi
pada kelompok lembar balik ini dipengaruhi oleh informasi yang didapat oleh
responden setelah penyuluhan. Sumber informasi mempengaruhi tingkat
pengetahuan yang dimiliki seseorang (Wulan, 2010). Sebelum diberikan
85
penyuluhan, semua responden pada kelompok lembar balik ini tidak pernah
mendapatkan informasi mengenai potensi bahaya dan pencegahan dermatitis
darimanapun. Oleh sebab itu, rata-rata skor pengetahuan sebelum penyuluhan hanya
2,315. Namun, setelah penyuluhan rata-rata skor pengetahuan meningkat menjadi
5,6053. Informasi yang didapat melalui penyuluhan ini meningkatkan pengetahuan
responden mengenai potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.
Selain itu, hasil penyuluhan ini juga dipengaruhi oleh faktor proses dalam
penyuluhan, yaitu metode dan alat bantu atau media yang digunakan, bahasa yang
digunakan, dan juga jumlah sasaran saat penyuluhan. Metode yang digunakan pada
kelompok lembar balik adalah metode ceramah dengan alat bantu atau media yang
digunakan yaitu lembar balik. Metode ceramah ini tidak hanya baik untuk sasaran
berpendidikan tinggi, namun juga cocok untuk sasaran yang berpendidikan rendah
(Notoatmodjo, 2007). Oleh karena itu, metode ini cocok untuk pekerja pabrik tahu
yang berpendidikan dasar yaitu SD dan SMP.
Dalam proses peningkatan pengetahuan agar diperoleh hasil yang efektif
diperlukan alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan informasi
atau sebagai sumber informasi (Notoatmodjo, 2007). Dengan menggunakan lembar
balik, proses pendidikan atau belajar menjadi lebih mudah dan lebih menarik bagi
penerima pesan maupun pemberi pesan. Bagi penerima pesan, gambar dan tulisan
serta komposisi warna yang tepat dapat membantu dan mempermudah proses
pemahaman. Sedangkan bagi pemberi pesan, teks yang tertera pada halaman
belakang dapat membantu mempermudah penyampaian pesan (Dirjen PPM & PL
2003).
86
Selain itu, bahasa yang digunakan penyuluh maupun bahasa yang terdapat
pada lembar balik juga menggunakan bahasa awam atau bahasa yang dapat
dimengerti oleh sasaran, seperti kata dermatitis yang dilengkapi dengan bahasa
awamnya yaitu eksim. Bahasa yang digunakan pada saat penyuluhan juga dapat
mempengaruhi keberhasilan penyuluhan sehingga harus digunakan bahasa yang
dapat dimengerti dan jangan menggunakan istilah asing (Notoatmodjo, 2007).
Sedangkan dari jumlah sasarannya, lembar balik efektif untuk khalayak
kurang dari 12 orang (Dirjen PPM & PL, 2003). Namun pada saat penyuluhan, ada
3 pabrik tahu yang merupakan kelompok lembar balik dan dari ketiga pabrik
tersebut ada 1 pabrik yang respondennya 16 orang (lebih dari 12 orang). Namun hal
tersebut tidak menjadi masalah yang berarti karena berdasarkan hasil uji media,
tulisan dan gambar yang terdapat di lembar balik mudah untuk dilihat.
6.3 Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada Kelompok
Leaflet
Dari hasil diketahui bahwa ada perbedaan pengetahuan tentang potensi
bahaya dan pencegahan dermatitis sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada
kelompok leaflet (p value = 0,000). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya tentang pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap
pengetahuan dan sikap pengrajin tahu, dimana didapatkan hasil bahwa terjadi
peningkatan pengetahuan yang cukup berarti setelah dilakukan penyuluhan dengan
media leaflet. Sebelum diberi penyuluhan hanya 5 orang (6,6%) dari 76 orang yang
87
berpengetahuan baik, sedangkan setelah diberi penyuluhan menjadi 43 orang
(56,6%) pengrajin tahu yang berpengetahuan baik (Ernasari, 2012).
Adanya peningkatan pengetahuan antara sebelum dan sesudah intervensi
pada kelompok leaflet ini dipengaruhi oleh informasi yang didapat oleh responden
setelah penyuluhan. Sumber informasi mempengaruhi tingkat pengetahuan yang
dimiliki seseorang (Wulan, 2010). Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya rata-rata
skor pengetahuan dari 2,28 menjadi 4,62.
Selain itu, hasil penyuluhan ini juga dipengaruhi oleh faktor proses dalam
penyuluhan, yaitu metode dan alat bantu atau media yang digunakan dan bahasa
yang digunakan. Metode yang digunakan pada kelompok leaflet adalah metode
ceramah dengan alat bantu atau media yang digunakan yaitu leaflet. Metode
ceramah sangat cocok untuk memberikan informasi kepada khalayak. Metode
ceramah juga cocok digunakan untuk sasaran berpendidikan tinggi dan rendah
(Notoatmodjo, 2007). Oleh karena itu, metode ini cocok untuk pekerja pabrik tahu
yang berpendidikan dasar yaitu SD dan SMP.
Dalam proses peningkatan pengetahuan agar diperoleh hasil yang efektif
diperlukan alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan informasi
atau sebagai sumber informasi (Notoatmodjo, 2007). Leaflet dapat digunakan
sebagai media penyuluhan dan dapat diberikan sebelum maupun sesudah
penyuluhan. Leaflet diberikan sebelum penyuluhan dimulai agar leaflet dapat
digunakan untuk pembuka serta memfokuskan topik yang akan dibahas. Leaflet
juga dapat diberikan sesudah penyuluhan agar peserta berkonsentrasi penuh pada isi
penyuluhan (Dirjen PPM & PL 2003). Pada penelitian ini, leaflet diberikan sebelum
88
penyuluhan dimulai sehingga peserta penyuluhan dapat fokus ke topik yang akan
dibahas. Namun, peneliti tidak dapat mengontrol responden dalam membaca leaflet
sebelum penyuluhan, apakah responden benar-benar membaca leaflet atau tidak.
Hal ini dikarenakan setelah mengisi kuesioner pre-test, pekerja pabrik tahu saling
berbincang-bincang dan ada juga pekerja yang keluar dari tempat penyuluhan lalu
kembali lagi saat akan diadakan penyuluhan.
6.4 Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan Antara Kelompok Lembar Balik
dan Kelompok Leaflet
Dari hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata skor
pengetahuan sebelum dilakukan penyuluhan antara kelompok lembar balik dan
kelompok leaflet (p value > 0,05). Tidak adanya perbedaan rata-rata skor
pengetahuan sebelum diberi penyuluhan pada kedua kelompok tersebut dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan pekerja pabrik tahu yang berpendidikan dasar (SD dan
SMP). Tingkat pendidikan yang rendah cenderung mempunyai pengetahuan yang
rendah juga. Selain tingkat pendidikan, pengetahuan pekerja pabrik tahu sebelum
diberi pengetahuan juga dipengaruhi oleh paparan informasi dan hubungan sosial
pekerja yang berkaitan dengan potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.
Dari kuesioner pre-test soal pilihan ganda, dari total 38 orang pada
kelompok lembar balik, banyak responden yang menjawab salah pada pertanyaan
mengenai pengertian dermatitis (31 orang), gejala dermatitis (30 orang), penyebab
dermatitis (32 orang), sabun yang tepat digunakan untuk mencuci tangan (29 orang),
tujuan cuci tangan bagi penyakit dermatitis (34 orang), dan mengenai waktu yang
89
tepat untuk mencuci tangan (31 orang). Sedangkan pada kelompok leaflet, banyak
yang menjawab salah pada pertanyaan mengenai pengertian dermatitis (31 orang),
gejala dermatitis (31 orang), penyebab dermatitis (31 orang), dampak dermatitis (31
orang), yang diperlukan untuk mencuci tangan (27 orang), tujuan cuci tangan bagi
penyakit dermatitis (33 orang), dan mengenai waktu yang tepat untuk mencuci
tangan (27 orang).
Selain itu, pada soal menjodohkan gambar langkah-langkah mencuci tangan
yang baik dan benar, responden pada kelompok lembar balik dan kelompok leaflet
ini menjawab dengan asal-asalan sehingga banyak yang salah. Responden umumnya
mengisi langkah 1 adalah gambar a (gambar memutar ujung jari-jari tangan kanan di
telapak tangan kiri dan sebaliknya) karena pekerja mengira gambar a adalah gambar
menaruh sabun di telapak tangan. Selain itu, responden umumnya tertukar antara
langkah 2 dan langkah 3. Pekerja berpendapat bahwa yang dibersihkan terlebih
dahulu adalah telapak tangan, setelah itu punggung tangan, sehingga responden
mengisi langkah 2 gambar b (menggosok telapak tangan dan sela jari) dan langkah 3
gambar d (menggosok punggung tangan dan sela jari). Pekerja juga tertukar antara
langkah 7 dan langkah 8. Pekerja berpendapat bahwa keran ditutup dulu dengan
tisu, lalu tisu yang digunakan untuk menutup keran tersebut digunkan untuk
mengeringkan tangan, sehingga pekerja mengisi langkah 7 mencuci tangan adalah
gambar g (gunakan tisu untuk menutup keran) dan langkah 8 adalah gambar h
(mengeringkan tangan dengan tisu).
Hal tersebut terjadi karena para pekerja di 7 pabrik tahu tersebut sama sekali
belum pernah mendapatkan informasi mengenai potensi bahaya dan pencegahan
90
dermatitis. Menurut teori, paparan informasi yang didapatkan dari orang, media,
maupun dari pendidikan seperti penyuluhan akan mempengaruhi pengetahuan
seseorang (Sarwono, 1997). Oleh sebab itu, banyak yang salah dalam menjawab
pertanyaan dengan salah dan rata-rata skor pengetahuan pada kedua kelompok
tersebut hampir sama (homogen). Selain itu, skor tertinggi yang didapat juga
termasuk rendah (45% dari total skor).
Pekerja pabrik tahu tersebut juga tidak mendapatkan informasi mengenai
potensi bahaya dan pencegahan dermatitis dari hubungan sosial atau interaksi sosial
para pekerja dengan teman, tetangga, keluarga, atau melalui media seperti internet,
facebook, televisi, dan sebagainya. Padahal, hubungan sosial atau interaksi sosial
yang dilakukan secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi (Wulan, 2010).
Para pekerja pabrik tahu tersebut memang berinteraksi sosial secara kontinyu,
namun tidak pernah bertukar informasi mengenai potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis.
Tingkat pendidikan, keterpaparan informasi, dan hubungan sosial terkait
potensi bahaya dan pencegahan dermatitis bersifat homogen. Hal ini sesuai dengan
karakteristik penelitian eksperimen, dimana antara kelompok lembar balik dan
kelompok leaflet mempunyai karakteristik yang hampir sama, sehingga
pengetahuan sebelum diintervensi akan sama.
91
6.5 Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan Antara Kelompok Lembar Balik
dan Kelompok Leaflet
Dari hasil analisis didapatkan bahwa ada perbedaan rata-rata skor
pengetahuan sesudah dilakukan penyuluhan antara kelompok lembar balik dan
kelompok leaflet (p value < 0,05), dimana rata-rata skor pengetahuan sesudah
dilakukan penyuluhan pada kelompok lembar balik lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok leaflet, walaupun kedua kelompok tersebut diberikan penyuluhan
dengan materi yang sama dan dengan alat bantu yang sama yaitu media cetak, hanya
berbeda bentuknya.
Penggunaan lembar balik yaitu dengan langsung dibuka sesuai dengan topik
pembicaraan untuk diterangkan kepada peserta penyuluhan (Dirjen PPM & PL
2003). Penyuluh memperlihatkan gambar kepada peserta penyuluhan sambil
membaca tulisan yang terletak di halaman belakang gambar. Ukuran lembar balik
yang cukup besar dengan gambar, tulisan, dan komposisi warna yang tepat pada
lembar balik membuat proses pendidikan atau belajar menjadi lebih mudah dan
lebih menarik bagi peserta penyuluhan. Oleh karena itu, peserta penyuluhan fokus
untuk mendengarkan penyuluh serta melihat gambar dan penjelasan yang terdapat
pada lembar balik.
Sedangkan cara penggunaan leaflet dalam penyuluhan ini adalah dengan
membagikan leaflet kepada peserta penyuluhan setelah diadakan pre-test atau
sebelum penyuluhan dimulai. Peserta diberikan waktu kurang lebih 10 menit untuk
membaca leaflet tersebut. Setelah itu, peneliti akan menjelaskan isi leaflet tersebut
kepada peserta penyuluhan. Leaflet diberikan sebelum penyuluhan dimulai agar
92
leaflet dapat digunakan untuk pembuka serta memfokuskan topik yang akan dibahas
(Dirjen PPM & PL, 2003). Namun saat penyuluhan berlangsung, peserta menjadi
tidak fokus untuk mendengarkan penyuluhan yang disampaikan. Ada peserta
penyuluhan yang masih membaca leaflet dan ada juga peserta yang berbicara
dengan peserta lainnya. Hal ini terjadi karena pekerja merasa sudah mengerti
dengan apa yang dibacanya di leaflet sehingga tidak perlu dijelaskan. Selain itu,
ukuran kertas leaflet yang kecil membuat gambar yang terdapat didalamnya menjadi
kurang jelas, terutama gambar langkah-langkah mencuci tangan dengan baik dan
benar. Oleh karena itu, untuk bagian langkah-langkah cuci tangan yang baik dan
benar, penyuluh juga mempraktekan setiap langkahnya bersama-sama dengan
peserta penyuluhan, baik pada kelompok lembar balik maupun pada kelompok
leaflet.
Namun dari hasil post-test kelompok lembar balik maupun kelompok leaflet,
diketahui bahwa pada soal menjodohkan langkah-langkah cuci tangan yang baik dan
benar masih banyak responden yang salah menjawab. Kelompok lembar balik dan
kelompok leaflet masih banyak menjawab salah pada langkah cuci tangan kedua,
ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Hal ini terjadi karena praktek cuci tangan
yang baik dan benar yang dilakukan dalam penyuluhan ini hanya tiruan atau tidak
benar-benar mempraktekan. Pengetahuan responden mengenai langkah-langkah
cuci tangan yang baik dan benar pada kedua kelompok tersebut akan lebih maksimal
jika penyuluh dan peserta penyuluhan mempraktekan secara langsung langkah-
langkah cuci tangan tersebut. Dengan mempraktekan secara langsung langkah-
langkah cuci tangan yang baik dan benar, tingkatan pengetahuan peserta penyuluhan
93
tidak hanya mengetahui, namun juga memahami setiap langkahnya dan
menginterpretasikannya dengan benar sehingga dapat mengaplikasikannya pada
situasi atau kondisi sebenarnya.
Dari kerucut pembelajaran Edgar Dale, memang pengalaman atau praktek
tiruan mempunyai intensitas yang lebih tinggi atau lebih efektif untuk
mempersepsikan bahan pendidikan daripada hanya dengan gambar, tulisan, dan
kata-kata. Namun, pengalaman langsung mempunyai intensitas yang paling tinggi
atau paling efektif untuk mempersepsikan bahan pendidikan atau pengajaran
(Notoatmodjo, 2007).
6.6 Perbedaan Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik dan
Kelompok Leaflet
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok lembar balik maupun
kelompok leaflet sama-sama dapat meningkatkan pengetahuan. Hal ini terlihat dari
selisih skor pengetahuan sesudah dan sebelum intervensi penyuluhan yang semua
hasilnya positif. Namun, ada perbedaan rata-rata perubahan pengetahuan antara
kelompok lembar balik dan kelompok leaflet (p value = 0,030), dimana rata-rata
perubahan pengetahuan pada kelompok lembar balik lebih besar dibandingkan
dengan rata-rata perubahan pengetahuan pada kelompok leaflet sehingga dapat
disimpulkan bahwa penyuluhan dengan menggunakan media lembar balik lebih
bermakna dalam meningkatkan pengetahuan tentang potensi bahaya dan
pencegahan dermatitis dibandingkan dengan penyuluhan menggunakan media
leaflet.
94
Dengan menggunakan lembar balik, proses pendidikan atau belajar menjadi
lebih mudah dan lebih menarik bagi peserta penyuluhan, dimana gambar dan tulisan
serta komposisi warna yang tepat dapat membantu dan mempermudah proses
pemahaman (Dirjen PPM & PL, 2003). Walaupun tempat penyuluhan sedikit gelap,
peserta penyuluhan masih dapat melihat lembar balik karena ukurannya yang cukup
besar. Cara penggunaan lembar balik yaitu langsung dibuka sesuai dengan topik
pembicaraan untuk diterangkan kepada peserta penyuluhan (Dirjen PPM & PL
2003). Oleh karena itu, peserta penyuluhan fokus untuk mendengarkan penyuluh
serta melihat gambar dan penjelasan yang terdapat pada lembar balik.
Leaflet juga dapat membantu proses pendidikan atau belajar. Leaflet berisi
penjelasan singkat dan jelas serta dapat dilengkapi dengan gambar yang sederhana
(Sutrisno, 2012). Ukuran kertas leaflet yang kecil membuat gambar yang terdapat
didalamnya menjadi kurang jelas, terutama gambar langkah-langkah mencuci
tangan dengan baik dan benar. Namun, untuk bagian langkah-langkah cuci tangan
yang baik dan benar, penyuluh juga mempraktikan setiap langkahnya bersama-sama
dengan peserta penyuluhan, baik pada kelompok lembar balik maupun pada
kelompok leaflet.
Jika dilihat, kelompok leaflet terpapar informasi lebih banyak daripada
kelompok lembar balik. Kelompok leaflet terpapar informasi mengenai potensi
bahaya dan pencegahan dermatitis sebanyak dua kali, yaitu saat diberikan waktu
kurang lebih 10 menit untuk membaca leaflet setelah pre-test dan saat mendapatkan
penjelasan dari penyuluh mengenai isi leaflet tersebut. Sementara pada kelompok
lembar balik, informasi hanya didapat saat penyuluh menjelaskan apa yang ada di
95
lembar balik. Dari banyaknya keterpaparan informasi tersebut, kelompok leaflet
harusnya mendapatkan rata-rata skor pengetahuan sesudah intervensi penyuluhan.
Dalam proses peningkatan pengetahuan, seseorang yang lebih terpapar informasi
akan memperoleh informasi yang lebih banyak sehingga akan mempengaruhi
tingkat pengetahuannya (Wulan, 2010). Namun dalam penelitian ini, rata-rata skor
pengetahuan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok leaflet. Hal ini terjadi karena setelah leaflet
dibagikan, peserta penyuluhan pada kelompok leaflet tidak membaca leaflet tersebut
dengan baik. Ada peserta yang sama sekali tidak membacanya, ada peserta yang
membaca sekilas saja, namun ada juga yang benar-benar membaca leaflet tersebut.
Hal ini disebabkan karena penyuluh tidak mengontrol peserta saat membaca leaflet
tersebut. Leaflet dapat menjadi kertas percuma kecuali penyuluh secara aktif
melibatkaan sasaran penyuluhan dalam membaca dan menggunakan materi (Depkes
RI, 2008). Sasaran leaflet juga harus mempunyai minat dalam membaca (Lucie,
2005). Oleh karena itu, untuk memotivasi orang untuk mau membaca, leaflet harus
didukung dengan gambar menarik (Dirjen PPM & PL, 2003). Selain itu, leaflet
kurang cocok digunakan untuk sasaran peserta penyuluhan dengan tingkat
pendidikan rendah karena minat membaca orang dengan tingkat pendidikan rendah
lebih rendah daripada orang dengan tingkat pendidikan menengah maupun tinggi
(Lucie, 2005).
96
6.7 Hubungan Antara Sumber Informasi Dengan Perubahan Pengetahuan Pada
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Sumber informasi berhubungan dengan pengetahuan, dimana seseorang yang lebih
terpapar informasi akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan
orang yang tidak pernah terpapar informasi (Wulan, 2010). Sumber informasi
tersebut dapat diperoleh dari masyarakat sekitar, penyuluhan, media cetak, media
elektronik, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, semua pekerja pabrik tahu dari
kelompok lembar balik maupun kelompok leaflet sebelumnya tidak pernah
mendapatkan informasi mengenai potensi bahaya dan pencegahan dermatitis
kontak dari manapun, seperti dari penyuluhan lainnya, TV, internet, koran, dan
sebagainya. Oleh karena itu, sumber informasi tidak berpengaruh dalam perubahan
pengetahuan yang terjadi pada kedua kelompok intervensi. Dengan demikian,
perubahan pengetahuan yang terjadi betul-betul karena intervensi penyuluhan yang
dilakukan oleh peneliti.
6.8 Hubungan Antara Hubungan Sosial Dengan Perubahan Pengetahuan Pada
Kelompok Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Hubungan sosial atau disebut juga dengan interaksi sosial merupakan hubungan
timbal balik antara individu yang satu dengan individu yang lain, saling
mempengaruhi, dan didasarkan pada kesadaran untuk saling menolong (Saraswati,
2008). Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar terpapar
informasi (Wulan, 2010). Interaaksi sosial dapat terjadi melalui tatap muka secara
langsung atau melalui perantara seperti telepon, sms, televisi, internet, daan
97
sebagainya. Dalam penelitian ini, interaksi sosial yang dilakukan pekerja pabrik
tahu dari kelompok lembar balik maupun kelompok leaflet dengan pekerja lainnya,
teman, tetangga, keluarga, internet, dan sebagainya tidak pernah membicarakan
atau bertukar informasi mengenai potensi bahaya dan pencegahan dermatitis. Oleh
karena itu, hubungan sosial tidak berpengaruh dalam perubahan pengetahuan yang
terjadi pada kedua kelompok intervensi. Dengan demikian, perubahan pengetahuan
yang terjadi betul-betul karena intervensi penyuluhan yang dilakukan oleh peneliti.
98
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis
sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik.
2. Ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis
sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok leaflet.
3. Tidak ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis sebelum intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik dan
kelompok leaflet.
4. Ada perbedaan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis
sesudah intervensi penyuluhan pada kelompok lembar balik dan kelompok leaflet.
5. Ada perbedaan perubahan pengetahuan tentang potensi bahaya dan pencegahan
dermatitis yang terjadi antara penyuluhan dengan media lembar balik dengan
media leaflet pada pekerja pembuat tahu di wilayah Kecamatan Ciputat dan
Ciputat Timur Tahun 2013, dimana penyuluhan dengan menggunakan media
lembar balik lebih bermakna dalam meningkatkan pengetahuan tentang potensi
bahaya dan pencegahan dermatitis dibandingkan dengan penyuluhan
menggunakan media leaflet.
6. Tidak ada hubungan antara sumber informasi dengan perubahan pengetahuan
tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.
99
7. Diketahuinya hubungan antara hubungan sosial dengan perubahan pengetahuan
tentang potensi bahaya dan pencegahan dermatitis.
7.2 Saran
1. Bagi Pengelola Pabrik Tahu
a. Diharapkan dapat memenuhi kewajibannya untuk menyediakan sarung tangan
karet dan sabun mandi cair bagi pekerja pabrik tahu sebagai langkah untuk
mencegah dermatitis kontak.
b. Sebaiknya pabrik tahu menggunakan mesin pengaduk dan penyaring mekanik
agar tidak sepenuhnya menggunakan tenaga manusia sehingga paparan
terhadap larutan penggumpal dapat berkurang.
c. Sebaiknya pemilik pabrik tahu menyediakan wadah yang lebih besar untuk
bak penyaringan. Jika menggunakan wadah penyaringan yang lebih besar,
frekuensi melakukan penyaringan dapat dikurangi dan itu akan mengurangi
frekuensi pekerja dalam berkontak dengan bahan penggumpal saat tahapan
penyaringan.
2. Bagi Pekerja
a. Diharapkan pekerja mencuci tangannya dengan air mengalir dan sabun cair
sebelum bekerja, saat berpindah proses kerja, serta setelah bekerja sehingga
tidak ada larutan penggumpal yang menempel di kulit.
100
b. Diharapkan pekerja menggunakan sarung tangan yang telah disediakan oleh
pemilik pabrik sehingga dapat mengurangi risiko larutan penggumpal
mengenai kulit tangan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan tidak saja hanya mengukur perubahan pengetahuan, tetapi juga
mengukur faktor predisposing lainnya seperti sikap, keyakinan, kepercayaan,
dan sebagainya, sehingga materi yang disampaikan saat penyuluhan juga
dapat merubah perilaku responden menjadi lebih baik agar terhindar dari
dermatitis kontak.
b. Diharapkan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
lebih banyak lagi sehingga dapat lebih dikendalikan agar perubahan
pengetahuan yang terjadi benar-benar karena intervensi penyuluhan yang
diberikan.
c. Media yang digunakan dalam penyuluhan sebaiknya menggunakan media
yang lebih banyak melibatkan pancaindra yang digunakan, seperti
menggunakan media video atau film pendek, karena dengan semakin banyak
melibatkan pancaindra yang digunakan, semakin banyak dan semakin jelas
pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh.
d. Dalam menjelaskan langkah-langkah cuci tangan yang baik dan benar,
sebaiknya dilakukan praktek langsung sehingga peserta penyuluhan lebih
dapat memahami setiap langkah cuci tangan dan dapat mengaplikasikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Agius, R., Seaton Anthony. 2005. Practical Occupational Medicine. United Kingdom :
Edward Arnold Ltd.
Ariawiyana, Febby. 2013. Tahu tanpa Cuka, Tahu Nigarin. Diakses dari
Kompasiana.com/post/wirausaha/2012/08/23/tahu-tanpa-cuka-tahu-nigarin pada 6
Mei 2013 pukul 20.00 WIB
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Azizah, Utiya. 2010. Hubungan Tingkat Keasaman dengan pH. Diakses dari
www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/asamdanbasa/hubungan-tingkat-
keasaman-dengan-ph/ pada 8 Mei 2013 pukul 23.00 WIB
CDC. 2010. Handwashing:Clean Hands Save Lives. Diakses dari www.cdc.gov pada 10
Mei pukul 20.00 WIB
Depkes RI. 2004. Pengembangan Media Promosi Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
. 2008. Field Book Metode dan Media Promosi Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
Djuanda A. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI
Dirjen PPM & PL. 2003. Panduan Penggunaan Media Penyuluhan. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri
Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Paving Block CV. F.
Lhoksemawe Tahun 2008. Tesis. Universitas Sumatera Utara
Ernasari. 2012. Pengaruh Penyuluhan Dermatitis Kontak Terhadap Pengetahuan dan
Sikap Perajin Tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011.
Tesis. Universitas Sumatera Utara
Ferdian, Riska. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis
Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat
Timur Tahun 2012. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fitriani, Sinta. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Isnaini. 2011. Efektifitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pekerja Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Tesis. Universitas Indonesia
Keraf, Sonny. 2001. Ilmu Pengetahuan:Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta:
Kanisius
Lemeshow S, Hosmer DW. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan.
Penerjemah: Pramono D. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Lestari, Fatma dan Utomo HS. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Di Pt. Inti Pantja Press Industri. Depok:
Departemen K3 FKM UI
. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Yang Terpajan Dengan Bahan Kimia Di Perusahaan Industri Otomotif
Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Depok: Departemen K3 FKM UI
Liliweri. 2007. Komunikasi dan Perubahan Perilaku. Jakarta: Gramedia
Lucie, S.2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor :Ghalia
Indonesia
Markkanen, Pia K. 2004. Kertas Kerja 9: Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Indonesia. Filipina: ILO Subregional Office for South-East Asia and the Pasific
Marks, JG. 2002. Contact and Occupational Dermatology. UK: Occupational Medicine
Maulana, Heri D.J. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC
Mubarok, Wahid Iqbal, dkk. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Nuraga, Wisnu. 2006. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Yang Terpajan Dengan Bahan Kimia Di PT. Moric Indonesia
Tahun 2006. Tesis. Universitas Indonesia
Nurazizah, Dhiena. 2011. Pengaruh Penyuluhan Melalui Media KIE Mengenai ASI
Eksklusif dan IMD Terhadap Pengetahuan Ibu Hamil di Kelurahan Pengasinan,
Kecamatan Sawangan Depok Tahun 2011. Skripsi. Universitas Indonesia
Nurjanah, Rina. 2009. Gambaran Pengetahuan Sikap dan Perilaku Cuci Tangan Pakai
Sabun pada Siswa SD Pertiwi Kota Bandung Tahun 2009. Skripsi. Universitas
Indonesia
Ruhdiat, Rudi. 2006. Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak
Akibat Kerja Pada Pekerja Laboratorium Kimia Di PT Sucofindo Area Cibitung
Bekasi Tahun 2006. Tesis. Universitas Indonesia
Saraswati, Mila dan Ida Widaningsih. 2008. Be Smart IPS. Bandung: Grafindo Media
Pratama
Sarwono, Sarlito W. 1997. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Suma’mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung
Agung
Sumardiyono. 2010. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Terhadap Peningkatan Pengetahuan K3 Pada Pekerja Peternak Ayam di Jaten
Karanganyar. Skripsi. Universitas Negeri Solo (UNS)
Suprapti, M. Lies. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius
Suriasumantri, J.S. 2001. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Sutrisno, Edy. 2012. Efektifitas Leaflet Sebagai Media Sosialisasi Pelayanan Pada
Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTTPM) Kabupaten
Sragen.
WHO. 2005. WHO Guidelies On Hand Hygiene In Health Care. Geneva: WHO Press
W.J. Cunliffe. 1998. Handbook Of Dermatological Treatments. British: Blackwell
Science
Wolff, Klause, Johnson RA. 2007. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical
Dermatology Fifth Edition. The McGraw-Hill Companies
Wulan,Wita. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan Ibu Hamil
di RSU Dr. Pirngadi Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Uji Media Lembar Balik
Pertanyaan Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Laboran Promkes
Apakah anda
mengerti informasi
yang ada dalam
media?
Untuk judul, bahasa
dermatitis lebih
disederhanakan
dengan
menggunakan bahasa
sehari – hari.
Ya Ya Ya Ya
Apakah informasi
dalam media
memberikan
pengetahuan bagi
anda?
Ya Ya Ya Ya Ya
Apakah pesan yang
tertuang dalam
media memberikan
kesinambungan
informasi?
Ya Ya Ya Ya Di judul tambahin gambar
pekerja pabrik tahu supaya jelas
sasarnnya siapa
Apakah ada kata-
kata yang tidak
dipahami?
Bahasa dermatitis
lebih disederhanakan
dengan
menggunakan bahasa
sehari – hari.
Bahasa dermatitis lebih
disederhanakan dengan
menggunakan bahasa
sehari – hari.
Penjelasan untuk
akibat/dampak
sebaiknya jangan
langsung menurunnya
produktifitas berikan
alur yang agak panjang
sedikit
Mungkin dermatitisnya
ada penjelasan secara
definisi masyarakat
awam
Tidak
Apakah bahasa
yang digunakan di
dalam media lembar
balik cukup jelas?
Ya Ya Ya Ya Ya
Apakah anda
mengalami
kesulitan dalam
membaca informasi
Untuk sasaran
dengan pendidikan di
bawah SMP
sepertinya kurang
Tidak Tidak Tidak Tidak
di media lembar
balik?
sampai.
Apakah hurufnya
terlalu kecil bagi
anda?
Ya Ukuran huruf pada bagian
penyejalasan lebih
diperbesar agar lebih
mudah terlihat.
Tidak, jika ukurannya
A4
Huruf monoton, klo
bisa font d buat
menarik dan ukuran di
sesuaikan dengan
gambar ( hampir sama
besarnya atau setengah
dari gambar)
fontnya tidak serasi.
subjudul tujuan cuci tangan
kenpa gak di tulis kayak gini
“apa sih tujuan mencuci
tangan?” kayak yang tulisan
“apa itu dermatitis?”
Ada beberapa tulisan yg di
bold
Apakah gambar
pada media lembar
balik ini mudah
terlihat?
Ya Ya Ya Ya Ya
Apakah gambar-
gambar yang
ditampilkan
menarik perhatian
Anda?
Ya Ya Ya di perhalus border
gambarnya
Untuk judul lebih eye
catching biar menarik
Gambarnya kotak2 terkesan
kaku
Nomor gambar langkah2,
warna kotaknya jangan hitam
Apakah gambar
yang ditampilkan
terlalu banyak?
Sudah ideal jumlah
gambar yang
ditampilkan
Penempatan dan jumlah
gambar yang digunakan
sudah sesuai dengan
penjelasan
Tidak lebih di perjelas
maksud dari gambarnya
Subjudul waktu cuci tangan,
kenapa gak di tambahin ada
gambar jamnya
Apakah warna-
warna dalam media
lembar balik
menarik bagi anda?
Hurufnya terlalu
datar warnanya
Ya Warna terlalu monoton Warna masih kurang,
terlihat monoton dan
standar
Lembaran yg utk peserta
kurang menarik.backgroundnya
diwarnain
Apakah penempatan
teks dan gambar
sudah sesuai?
Ya Seharusnya pada bagian
muka, tidak hanya
tercantumlogo uin saja
tetapi judul dari leaflet
tersebut juga di
cantumkan pada bagian
muka leaflet ini.
Ya Ya Banyakin lg gambarnya
Lampiran 2
Hasil Uji Media Leaflet
Pertanyaan Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Laboran Promkes
Apakah anda
mengerti informasi
yang ada dalam
media?
Untuk judul leaflet,
bahasa dermatitis lebih
disederhanakan dengan
menggunakan bahasa
sehari – hari.
Ya bahasa dermatitis
sebaiknya diganti
denga bahasa sehari-
hari
Ya Ya
Apakah informasi
dalam media
memberikan
pengetahuan bagi
anda?
Ya Ya Ya Ya Ya
Apakah pesan yang
tertuang dalam media
memberikan
kesinambungan
informasi?
Ya Ya Ya Setiap gambar yang ada
di perjelas dengan kata-
kata biar tidak terjadi
ambiguitas
Di judul tambahin gambar
pekerja pabrik tahu
supaya jelas sasarnnya
siapa
Apakah ada kata-kata
yang tidak dipahami?
Bahasa dermatitis lebih
disederhanakan dengan
menggunakan bahasa
sehari – hari.
Bahasa dermatitis lebih
disederhanakan dengan
menggunakan bahasa sehari
– hari.
Bahasa dermatitis
lebih disederhanakan
dengan menggunakan
bahasa sehari – hari.
Mungkin dermatitisnya
ada penjelasan secara
definisi masyarakat
awam
Tidak
Apakah bahasa yang
digunakan di dalam
media leaflet cukup
jelas?
Ya Ya Ya Ya Ya
Apakah anda
mengalami kesulitan
dalam membaca
informasi di media
leaflet?
Untuk sasaran dengan
pendidikan di bawah
SMP sepertinya kurang
sampai.
Tidak bahasa yang
digunakan juga harus
disesuaikan dengan
tingkat pendidikan
para pekerja.
Tidak Tidak
Apakah hurufnya
terlalu kecil bagi
anda?
Ya Ukuran huruf pada bagian
penyejalasan lebih
diperbesar agar lebih
Gunakan font yang
agak besar,
Huruf monoton, klo bisa
font d buat menarik dan
ukuran di sesuaikan
fontnya tidak serasi.
Spasinya tidak sama
subjudul tujuan cuci
mudah terlihat.
Pada sub judul, seharusnya
lebih di tebalkan.
dengan gambar ( hampir
sama besarnya atau
setengah dari gambar)
tangan kenpa gak di
tulis kayak gini “apa sih
tujuan mencuci
tangan?” kayak yang
tulisan “apa itu
dermatitis?”
Ada beberapa tulisan
yg di bold
Apakah gambar pada
media leaflet ini
mudah terlihat?
Ya Ya Ya Ya Ya
Apakah gambar-
gambar yang
ditampilkan menarik
perhatian Anda?
Ya Ya Ya di perhalus border
gambarnya
Untuk judul lebih eye
catching biar menarik
Gambarnya kotak2
terkesan kaku
Nomor gambar
langkah2, warna
kotaknya jangan hitam
Apakah gambar yang
ditampilkan terlalu
banyak?
Sudah ideal jumlah
gambar yang
ditampilkan
Penempatan dan jumlah
gambar yang digunakan
sudah sesuai dengan
penjelasan
kurangi beberapa
gambar
lebih di perjelas maksud
dari gambarnya
Subjudul waktu cuci
tangan, kenapa gak di
tambahin ada gambar
jamnya
Apakah warna-warna
dalam media leaflet
menarik bagi anda?
Hurufnya terlalu datar
warnanya
Ya warna untuk tulisan
masih terlalu
monoton
Warna masih kurang,
terlihat monoton dan
standar leaflet biasa yang
ada
Tulisan dan warna
backgroundnya
diperhatikan, biar jelas
kebacanya, gak samar.
Apakah penempatan
teks dan gambar
sudah sesuai?
Ya Seharusnya pada bagian
muka, tidak hanya
tercantumlogo uin saja
tetapi judul dari leaflet
tersebut juga di cantumkan
pada bagian muka leaflet
ini.
Ya Ya Banyakin lg gambarnya
Lampiran 3
Lembar Balik Sebelum Uji Media
1 2 3 4
5 8 7 6
9 10 11 12
14 15 16
13
18 19 17
Lampiran 4
Lembar Balik Sesudah Uji Media
1 2 3 4
5 8 7 6
9 10 11 12
14 15 16
13
18 19 17
Lampiran 5
Leafllet Sebelum Uji Media
Lampiran 6
Leaflet Sesudah Uji Media
Lampiran 7
Kuesioner Pengetahuan Potensi Bahaya dan Pencegahan Dermatitis
Nama :
No.Telp/HP :
A. Berilah tanda silang (x) pada pilihan A, B, C, atau D yang menurut Anda tepat
1. Dermatitis atau eksim adalah peradangan kulit biasanya terjadi di .....
a. Wajah, lengan bawah, dan tangan
b. Lengan bawah, tangan, dan kaki
c. Kaki, wajah, dan lengan bawah
d. Tangan, wajah, dan kaki
2. Gejala dermatitis atau eksim yaitu .....
a. Gatal, panas di kulit, kulit merah, bengkak, tangan kesemutan
b. Permukaan kulit bergelembung, bengkak, kesemutan, tangan kaku
c. Kulit merah, gatal, panas di kulit, bengkak, permukaan kulit bergelembung
d. Bengkak, permukaan kulit bergelembung, kulit merah, tangan kaku, tangan
kesemutan
3. Penyebab dermatitis di pabrik tahu adalah …..
a. Tangan yang selalu basah terkena air dan tidak dikeringkan dengan benar
b. Larutan penggumpal/sioh koh yang menempel di kulit dan tidak dibersihkan
dengan benar
c. Semua benar
d. Semua salah
4. Berikut ini merupakan dampak dermatitis, kecuali …..
a. Menghambat pekerjaan akibat rasa terbakar dan panas di tangan
b. Penurunan pendapatan
c. Meningkatnya hari tidak masuk kerja
d. Meningkatkan jumlah produksi tahu
5. Dermatitis dapat dicegah dengan menggunakan sarung tangan dan mencuci tangan
dengan .....
a. Air kobokan dan sabun colek
b. Air kobokan dan sabun mandi
c. Air selang dan sabun colek
d. Air selang dan sabun mandi
6. Bahan sarung tangan yang cocok digunakan untuk pekerja pembuat tahu yaitu .....
a. Kulit
b. Karet
c. Plastik
d. Asbes
7. Cuci tangan yang baik dan benar adalah aktivitas membersihkan bagian .....
a. Punggung tangan, telapak tangan, dan jari,
b. Telapak tangan, punggung tangan, dan kuku
c. Punggung tangan, jari, dan kuku
d. Telapak tangan, jari, dan kuku
8. Sabun yang tepat digunakan untuk mencuci tangan adalah sabun …..
a. mandi cair
b. mandi batang
c. colek
d. detergen
9. Yang diperlukan untuk cuci tangan yang baik dan benar yaitu .....
a. Sabun detergen, air kobokan, dan lap
b. Sabun detergen, air selang, dan lap
c. Sabun mandi, air selang, dan lap
d. Sabun mandi, air kobokan dan lap
10. Air yang digunakan untuk mencuci tangan adalah air mengalir yang bersih. Ciri-ciri
air yang bersih yaitu …..
a. Berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau
b. Tidak berwarna, tidak berasa, berbau kedelai
c. Tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau
d. Berwarna putih, tidak berasa, berbau kedelai
11. Berikut ini tujuan cuci tangan bagi penyakit dermatitis yaitu…..
a. Membersihkan larutan penggumpal yang menempel di kulit
b. Memboroskan sabun dan air yang digunakan pada saat mencuci tangan
c. Mencegah penularan penyakit
d. Mencegah penyebaran bakteri dan kuman
12. Waktu yang tepat untuk mencuci tangan adalah,
a. Setelah bersentuhan dengan larutan penggumpal
b. Saat berpindah proses kerja
c. Semua benar
d. Semua salah
B. Urutkanlah langkah-langkah cuci tangan yang baik dan benar dengan gambar
yang sesuai di sebelah kanan
1. Langkah 1 [.....]
2. Langkah 2 [.....]
3. Langkah 3 [.....]
4. Langkah 4 [.....]
5. Langkah 5 [.....]
7. Langkah 7 [.....]
8. Langkah 8 [.....]
6. Langkah 6 [.....]
a.
b.
f.
h.
c.
e.
g.
d.
Lampiran 8
Kuesioner Tentang Sumber Informasi Dan Hubungan Sosial
Nama :
No.Telp/HP :
1. Apakah sebelumnya Anda pernah mendapatkan informasi tentang penyakit dermatitis
dan pencegahannya (penggunaan sarung tangan dan cuci tangan yang baik dan
benar)?
a. Pernah, dari (Jawaban boleh lebih dari satu)
1) Keluarga
2) Teman
3) Penyuluhan sebelumnya
b. Tidak pernah
2. Apakah Anda dengan keluarga/teman/tetangga pernah membicarakan mengenai :
Ya Tidak
Penyakit dermatitis (eksim)
Penggunaan sarung tangan di tempat kerja
Mencuci tangan yang baik dan benar
3. Apakah dari media seperti TV, radio, koran, internet (google, twitter, facebook,dsb),
Anda pernah mendapatkan informasi mengenai:
Ya Tidak
Penyakit dermatitis (eksim)
Penggunaan sarung tangan di tempat kerja
Mencuci tangan yang baik dan benar
Lampiran 9
Output Penelitian
1. Uji Normalitas
a. Kelompok Lembar Balik
Explore Descriptives
Statistic Std. Error
Pretest Mean 2.3158 .16485
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 1.9818
Upper Bound 2.6498
5% Trimmed Mean 2.2675
Median 2.0000
Variance 1.033
Std. Deviation 1.01623
Minimum 1.00
Maximum 4.50
Range 3.50
Interquartile Range 1.50
Skewness .676 .383
Kurtosis -.439 .750
Posttest Mean 5.6053 .30823
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 4.9807
Upper Bound 6.2298
5% Trimmed Mean 5.5760
Median 5.2500
Variance 3.610
Std. Deviation 1.90006
Minimum 2.50
Maximum 9.00
Range 6.50
Interquartile Range 3.12
Skewness .303 .383
Kurtosis -.999 .750
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pretest .175 38 .005 .912 38 .006
Posttest .125 38 .140 .949 38 .080
a. Lilliefors Significance Correction
b. Kelompok Leaflet
Explore
Descriptives
Statistic Std. Error
Pretest Mean 2.2763 .17760
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 1.9165
Upper Bound 2.6362
5% Trimmed Mean 2.2383
Median 2.0000
Variance 1.199
Std. Deviation 1.09481
Minimum .50
Maximum 4.50
Range 4.00
Interquartile Range 1.50
Skewness .643 .383
Kurtosis -.491 .750
Posttest Mean 4.6184 .28377
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 4.0435
Upper Bound 5.1934
5% Trimmed Mean 4.5482
Median 4.5000
Variance 3.060
Std. Deviation 1.74926
Minimum 2.00
Maximum 8.50
Range 6.50
Interquartile Range 3.00
Skewness .443 .383
Kurtosis -.637 .750
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pretest .179 38 .004 .921 38 .011
Posttest .112 38 .200* .947 38 .071
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
c. Kedua kelompok
Explore
Descriptives
Statistic Std. Error
Pretest Mean 2.2961 .12037
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 2.0563
Upper Bound 2.5358
5% Trimmed Mean 2.2529
Median 2.0000
Variance 1.101
Std. Deviation 1.04937
Minimum .50
Maximum 4.50
Range 4.00
Interquartile Range 1.50
Skewness .641 .276
Kurtosis -.509 .545
Posttest Mean 5.1118 .21574
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 4.6821
Upper Bound 5.5416
5% Trimmed Mean 5.0541
Median 5.0000
Variance 3.537
Std. Deviation 1.88078
Minimum 2.00
Maximum 9.00
Range 7.00
Interquartile Range 3.00
Skewness .383 .276
Kurtosis -.764 .545
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pretest .177 76 .000 .918 76 .000
Posttest .116 76 .013 .954 76 .007
a. Lilliefors Significance Correction
2. Analisis Univariat
a. Gambaran Pengetahuan Pada Kelompok Lembar Balik
Statistics
Pretest Posttest
N Valid 38 38
Missing 0 0
Mean 2.3158 5.6053
Median 2.0000 5.2500
Mode 1.50a 5.00
Std. Deviation 1.01623 1.90006
Minimum 1.00 2.50
Maximum 4.50 9.00
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
b. Gambaran Pengetahuan Pada Kelompok Leaflet
Statistics
Pretest Posttest
N Valid 38 38
Missing 0 0
Mean 2.2763 4.6184
Median 2.0000 4.5000
Mode 1.50 2.50
Std. Deviation 1.09481 1.74926
Minimum .50 2.00
Maximum 4.50 8.50
3. Analisis Bivariat
a. Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada
Kelompok Lembar Balik
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Posttest - Pretest Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 38b 19.50 741.00
Ties 0c
Total 38
a. Posttest < Pretest
b. Posttest > Pretest
c. Posttest = Pretest
Test Statisticsb
Posttest - Pretest
Z -5.378a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Perbandingan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Pada
Kelompok Leaflet
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Posttest - Pretest Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 38b 19.50 741.00
Ties 0c
Total 38
a. Posttest < Pretest
b. Posttest > Pretest
c. Posttest = Pretest
Test Statisticsb
Posttest - Pretest
Z -5.386a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
c. Perbandingan Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan Antara Kelompok
Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Mann-Whitney Test
Ranks
Penyuluhan N Mean Rank Sum of Ranks
Pre
test
Lembar balik 38 39.17 1488.50
Leaflet 38 37.83 1437.50
Total 76
Test Statisticsa
Pretest
Mann-Whitney U 696.500
Wilcoxon W 1.438E3
Z -.268
Asymp. Sig. (2-tailed) .788
a. Grouping Variable: Penyuluhan
d. Perbandingan Pengetahuan Sesudah Intervensi Penyuluhan Antara Kelompok
Lembar Balik dan Kelompok Leaflet
Mann-Whitney Test
Ranks
Penyuluhan N Mean Rank Sum of Ranks
Postt
est
Lembar balik 38 44.05 1674.00
Leaflet 38 32.95 1252.00
Total 76
Test Statisticsa
Posttest
Mann-Whitney U 511.000
Wilcoxon W 1.252E3
Z -2.201
Asymp. Sig. (2-tailed) .028
a. Grouping Variable: Penyuluhan
e. Perbedaan Perubahan Pengetahuan Antara Kelompok Lembar Balik dan
Kelompok Leaflet
Mann-Whitney Test
Ranks
Penyuluhan N Mean Rank Sum of Ranks
Perubahan Lembar balik 38 43.96 1670.50
Leaflet 38 33.04 1255.50
Total 76
Test Statisticsa
Perubahan
Mann-Whitney U 514.500
Wilcoxon W 1255.500
Z -2.168
Asymp. Sig. (2-tailed) .030
a. Grouping Variable: Penyuluhan