pertukaran h20 antara tanaman dan atmosfer

16
PENDAHULUAN Latar Belakang H 2 O atau uap air merupakan salah satu zat yang memiliki peran penting bagi makhluk hidup di bumi khususnya tumbuhan. H 2 O diperlukan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis, dimana air bersama-sama dengan karbondioksida (C0 2 ) akan diubah menjadi glukosa atau zat makanan bagi tumbuhan tersebut. Selain berperan membantu proses fotosintesis, tumbuhan juga mengeluarkan atau melepas H 2 O dalam bentuk uap air dari bagian tubuuhnya yaitu daun ke atmosfer. Proses pertukaran H 2 O dari vegetasi ke atmosfer dapat berupa transpirasi, evaporasi dan evapotranspirasi, yang dipengaruhi oleh faktor parameter cuaca (suhu udara, radiasi surya, angin, kelembaban) dan karakteristik vegetasi tanaman itu sendiri. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sedang menjadi primadona di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh ketersediaan air sebagai faktor pembatasnya. Defisit air karena terganggunya neraca air, menyebabkan tanaman ini mengalami penurunan produksi kanopinya. Untuk menghindari terjadinya ketidakseimbangan necara air, maka dilakukan analisis pertukaran H 2 O antara kelapa sawit dengan atmosfer menggunakan metode aerodinamik, yaitu pengukuran kelembaban, suhu dan kecepatan angin pada dua ketinggian di atas suatu permukaan vegetasi. Penggunaan metode aerodinamik ini dipilih karena metode ini mempertimbangkan stabilitas atmosfer dan turbulensi. 1

Upload: anjias-yonatan

Post on 09-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

mikrometeorologi

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

H2O atau uap air merupakan salah satu zat yang memiliki peran penting bagi makhluk hidup di bumi khususnya tumbuhan. H2O diperlukan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis, dimana air bersama-sama dengan karbondioksida (C02) akan diubah menjadi glukosa atau zat makanan bagi tumbuhan tersebut. Selain berperan membantu proses fotosintesis, tumbuhan juga mengeluarkan atau melepas H2O dalam bentuk uap air dari bagian tubuuhnya yaitu daun ke atmosfer. Proses pertukaran H2O dari vegetasi ke atmosfer dapat berupa transpirasi, evaporasi dan evapotranspirasi, yang dipengaruhi oleh faktor parameter cuaca (suhu udara, radiasi surya, angin, kelembaban) dan karakteristik vegetasi tanaman itu sendiri.Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sedang menjadi primadona di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh ketersediaan air sebagai faktor pembatasnya. Defisit air karena terganggunya neraca air, menyebabkan tanaman ini mengalami penurunan produksi kanopinya. Untuk menghindari terjadinya ketidakseimbangan necara air, maka dilakukan analisis pertukaran H2O antara kelapa sawit dengan atmosfer menggunakan metode aerodinamik, yaitu pengukuran kelembaban, suhu dan kecepatan angin pada dua ketinggian di atas suatu permukaan vegetasi. Penggunaan metode aerodinamik ini dipilih karena metode ini mempertimbangkan stabilitas atmosfer dan turbulensi.

Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui proses pertukaran H2O antara tanaman kelapa sawit dengan atmosfer serta faktor yang mempengaruhinya, menggunakan metode aerodinamik.

TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah Kajian

Provinsi Jambi merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera. Secara astronomis, wilayah Jambi terlatak di 0o45 LS 2o45 LS dan 101o10 BT 104o55BT. Jambi memiliki luas wilayah keseluruhan seluas 53.435,72 km2 dengan luas daratan 50.160,05 km2 dan luas lautan 3.274,95 km2. Secara administratif, Jambi memiliki 138 kecamatan dan 1.506 desa/kelurahan. Adapun batas-batas wilayah Jambi, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat (Bappeda dan BPS Jambi 2012).

Gambar 1 Peta administrasi Provinsi Jambi

Secara letak topografis, Provinsi Jambi memiliki ketinggian yang bervariasi antara 0 mdpl hingga 1000 mdpl. Adapun wilayah Jambi terbagi menjadi tiga kelompok variasi ketinggian, yaitu daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 100 m atau seluas 69,1% dari luas total wilayah Jambi, daerah dataran dengan ketinggian 100 500 m atau seluas 16,4% dari luas total wilayah Jambi, dan daerah dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 500 m atau seluas 14.5% dari luas total wilayah Jambi. Dataran rendah berada pada wilayah Jambi bagian timur. Semakin ke arah barat, wilayah Jambi memiliki topografi dataran tinggi yang ditandai dengan adanya kawasan pegunungan Bukit Barisan (Pemprov Jambi 2015).Berdasarkan karakteristik iklimnya, wilayah Jambi memiliki iklim tropis dengan terjadinya dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Provinsi Jambi memiliki karakteristik curah hujan yang cenderung sedang dan lembab dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2011 sebesar 3.030 mm dan kelembaban sebesar 97%. Suhu udara rata-rata Jambi mencapai 27oC untuk dataran rendah, sedangkan untuk dataran tinggi berkisar antara 22oC (Bappeda dan BPS Jambi 2012).

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)

Kelapa sawit atau Elaeis guineensis Jacq merupakan suatu komoditas perkebunan yang termasuk kedalam famili Palmae dan subkelas Monocotyledoneae dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di Indonesia. Tanaman ini memiliki ciri morfologi seperti akar serabut primer dan sekunder dengan kedalama perakaran yang bisa mencapai 8 sampai 16 meter secara horizontal, bagian batang umumnya tidak bercabang dengan letak titik tumbuh batang adalah pada pucuk batang yang terbenam dalam tajuk daun, dan bentuk daun yang menyerupai bulu burung atau ayam (Elok 2010). Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Produksi minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil) di Indonesia mencapai 12 juta ton pada tahun 2007 (Siahaan et al. 2008). Pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit di suatu wilayah sangat bergantung pada beberapa faktor pembatas. Salah satu faktor pembatas yang sangat penting adalah faktor pembatas iklim terutama curah hujan. Kelapa sawit akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada wilayah dengan curah hujan sekitar 1700 3000 mm per tahun dengan distribusi curah hujan yang merata sepanjang tahun (Rahutomo et al. 2007).

Evapotranspirasi dan Faktor yang Mempengaruhinya

Konsep evapotranspirasi merupakan pemindahan air dari areal bervegetasi baik melalui evaporasi maupun transpirasi (Sirait et al. 2013). Evapotranspirasi merupakan ukuran total kehilangan air atau penggunaan air suatu luasan lahan melalui dua proses, yaitu kehilangan air dari permukaan tanah/air (evaporasi) dan kehilangan air dari permukaan tanaman (transpirasi). Evapotranspirasi merupakan suatu proses penting dalam neraca air. Evapotranspirasi memiliki satuan millimeter (mm) per satuan waktu. Tanaman yang masih kecil, kehilangan air cenderung lebih besar dari permukaan tanah (evaporasi). Sedangkan suatu kanopi tanaman yang telah menutupi permukaan tanah, maka transpirasi merupakan proses utama. Proses evapotranspirasi dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial, evapotranspirasi aktual, evaporasi standard dan evapotranspirasi tanaman (Handoko 1993).Mekanismpe pertukaran uap air antara tanaman dan atmosfer dapat berlangsung melalui evapotranspirasi. Evapotranspirasi pada suatu areal lahan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti parameter cuaca, karakteristik tanaman, manajemen dan aspek lingkungan (Allen et al. 1998). Untuk mengestimasi evapotranspirasi secara empiris, dilakuka korelasi dengan faktor cuaca seperti suhu udara, radiasi surya, angin, kelembaban udara atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Selain itu, tekanan udara juga merupakan faktor yang mempengaruhi laju evapotranspirasi (Rakecha dan Singh 2009).Penguapan sangat bergantung pada ketersediaan energi panas. Semakin besar energi panas yang diterima maka penguapan yang terjadi akan semakin tinggi pula. Atas dasar tersebut, daerah tropis mengalami penguapan yang tinggi karena tingginya penerimaaan di wilayah ini sepanjang tahun. Matahari merupakan sumber energi dominan yang merupakan faktor pembatas dari suhu. Suhu berhubungan dengan gradien tekanan uap. Jika suhu udara di atas suatu permukaan lebih tinggi maka laju penguapan akan lebih cepat karena kapasitas udara untuk menyerap uap air meningkat sehingga di musim panas penguapan akan lebih tinggi daripada musim dingin. Suhu berbanding terbalik dengan kelembaban relatif. Jika suhu meningkat, maka kelembaban relatif menurun. Kelembaban udara merupakan faktor yang mempengaruhi penguapan karena kelembaban menggambarkan uap air yang dikandung oleh udara yang mempengaruhi kapasitas udara untuk menyerap uap air. Jika kelembaban udara tinggi, maka penguapan akan berkurang. Selain itu, kecepatan angin merupakan faktor penting yang mempengaruhi evaporasi. Angin berperan dalam pergerakan atau pemindahan uap air. Jika turbulensi tinggi di atas permukaan, lapisan udara jenuh yang dipindahkan oleh angin akan lebih banyak sehingga evaporasi meningkat (Rakecha dan Singh 2009). Karakteristik tanaman merupakan faktor yang penting dalam penentuan evapotranspirasi terutama evapotranspirasi tanaman. Karakteristik tanaman tersebut seperti jenis tanaman, varietas dan fase perkembangan tanaman. Perbedaan tahanan dalam transpirasi, tinggi tanaman, penutupan tajuk dan akar akan menyebabkan perbedaan nilai dari evapotranspirasi (Courault et al. 2003). Sedangkan faktor lingkungan seperti salinitas tanah, lahan yang kurang subur, keterbatasan pemupukan, lapisan tanah yang tidak dapat ditembus air, tidak adanya kontrol terhadap penyakit dan hama, manajemen tanah yang kurang baik akan mengganggu perkembangan tanaman dan mengurangi evapotranspirasi tanaman. Selain itu, karakteristik permukaan seperti albedo, tahanan aerodinamik dan tahanan permukaan juga mempengaruhi besarnya evapotranspirasi. Tahanan aerodinamik didefinisikan sebagai hambatan aliran uap karena adanya tahanan aliran udara di atas vegetasi sedangkan tahanan permukaan merupakan hambatan aliran uap air yang meliputi tahanan stomata daun, permukaan daun dan permukaan tanah (Allen et al. 1998).

Metode Aerodinamik

Metode aerodinamik atau metode gradien merupakan metode untuk mengukur fluks panas dan sifat-sifat dari suatu permukaan. Metode ini juga sering digunakan untuk mengetahui kekasaran permukaan dan suhu permukaan (Arya 1998). Metode ini ditentukan melalui pengukuran kecepatan angin horizontal pada minimum di dua ketinggian dan gradien sifat atmosfer. Pertukaran fluks air antara kanopi dengan udara di atasnya sangat bergantung kepada sifat-sifat turbulensi dan profil angin yang terbentuk di boundary layer di atas kanopi. Faktor penentu metode aerodinamik adalah kecepatan angin, karakteristik kekasapan kanopi (perpindahan bidang nol (d) dan panjang kekasapan ()), dan kestabilan atmosfer (menggunakan bilangan Richardson/Ri). Pada metode aerodinamik ini menggunakan masukan suhu udara lalu dapat dihubungkan dengan kondisi atmosfer yang selanjutnya dapat menduga fluks uap air (June 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Evapotranspirasi Menggunakan Metode AerodinamikPendugaan evapotranspirasi menggunakan metode aerodinamik menggunakan gradien suhu udara, kelembaban relatif, dan kecepatan angin di atas tanaman kelapa sawit dengan ketinggian yang berbeda sehingga diperlukan alat ukur yang akurat dan sensitif sehingga hasil pendugaan evapotranspirasu dengan menggunakan metode ini akan mendekati nilai evapotranspirasi yang sebenarnya. Adapun peralatan yang diperlukan dalam penelitian, yaitu :1. Dua unit anemometer, dua unit sensor suhu dan kelembaban, enam sensor suhu tanah serta data logger ;2. Tiang besi, tali tambang untuk menara pengamatan ;3. Sensor tekanan udara.

Gambar 2 Lokasi Desa Pomapa Air

Pengukuran dilakukan pada ketinggian yang berbeda-beda. Pengukuran dilakukan terhadap arah dan kecepatan angin, suhu, kelembaban relatif dan radiasi. Dalam mekanisme pertukaran H2O antara atmosfer dan vegetasi, biasanya hal yang pertama kali dilakukan adalah mengetahui kecepatan angin horizontal pada minimum di dua ketinggian dan gradien sifat atmosfer. Pertukaran H2O tersebut sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat turbulensi dan profil angin ayng terbentuk di boundary layer di atas kanopi. Pengukuran pertukaran H2O vegetasi dan atmosfer dilakukan dengan beberapa metode seperti, metode korelasi Eddy serta metode resistensi aerodinamik yang terdiri dari metode pendekatan untuk mengukur evapotranspirasi daun dan metode pendekatan untuk mengukur evapotranspirasi kanopi.Metode korelasi Eddy merupakan metode pengukuran fluks uap air secara langsung dilakukan dengan mengukur fluktuasi kecepatan turbulen dan kelembaban spesifik dan menentukan kovarian dari variabel-variabel tersebut. Metode korelasi Eddy dapat dikatakan sebagai metode langsung yang membutuhkan pengukuran fluktuasi kecepatan angin vertikal bersamaan dengan vertikal fluxes dari sifat atmosfir yang dibawanya. Metode korelasi Eddy langsung mengukur pergerakan vertikal massa udara, pertukaran dapat diukur pada setiap kondisi atmosfir, dan membutuhkan alat yang mempunyai respon cepat. Keuntungan dalam penggunaan metode ini yaitu, dilakukan secara in situ sehingga bersifat non intrusive, dapat dilakukan secara kontinu, satu titik pengukuran dapat mewakili pertukaran massa dan energi dari wilayah sepanjang 100 m 2 km selama persyaratan fetch dipenuhi (dapat mengukur perubahan lingkungan terhadap pertukaran massa), serta dapat dikorelasikan dengan data mikrometeorologi dan fisiologi tanaman (fotosintesis dan respirasi) sehingga memudahkan scaling up ke wilayah luas atau ekosistem dengan iklim berbeda.Korelasi Eddy diukur dengan menggunakan suatu instrumen dan dihitung dengan rumusan sebagai berikut.

Dimana, = densitas udara keringw = kecepatan angin vertikalq = mixing ratio uap air Gambar 3 Instrumen dalam penetuan pengukuran dengan metode korelasi EddyMetode aerodinamik membutuhkan pengukuran profil kecepatan angin dan stabilitas atmosfir, pengukuran dilakukan di dalam constant flux layer pada lapisan perbatas permukaan, dan parameter kekasapan diperoleh dari persamaan kecepatan angin logaritmik pada kondisi atmosfir netral. Metode ini dibuat berdasarkan hubungan antara fluks dan gradien. Perhitungan pertukaran H2O dapat dilihat dari bahang laten yang dihitung dengan persamaan berikut ini.

Dimana,LE = energi yang dibutuhkan untuk mengevaporasikan fluks H2OL = latent heat evaporasi = molar mass ratio (Mw/Ma)a = kerapatan udaraKE = koefisien turbulensi untuk diffusivitas uap airea = tekanan uap airz = ketinggian

Metode resistensi aerodinamik terbagi menjadi metode pendekatan untuk mengukur evapotranspirasi daun dan metode pendekatan untuk mengukur evapotranspirasi kanopi. Pada metode pendekatan untuk mengukur evapotranspirasi daun dihitung dengan cara sebagai berikut.

Dimana, va = kerapatan uap air pada udara di sekitar daun vs = kerapatan uap air pada permukaan daunral = resistansi diffusi transpor uap air pada lapisan batas daunrsl = resistansi stomata untuk uap air.

Sedangkan pada metode pendekatan untuk mengukur evapotranspirasi kanopi, dihitung dengan cara sebagai berikut.

dimana al(z) adalah densitas area daun. Ketika menggunakan persamaan tersebut, kelas sudut daun, bagian yang terkena cahaya (sunlit) dan bagian yang ternaungi dan distribusi stomata harus diperhitungkan.

Hasil Studi Kasus Kelapa Sawit di Wilayah JambiPenelitian dinamika evapotranspirasi pertanaman kelapa sawit dengan menggunakan metode aerodinamik ini dilakukan pada tanaman kelapa sawit berumur dua tahun dan sepuluh tahun. Lokasi penelitian terletak di Desa Pompa Air, Jambi. Penelitian dilakukan setiap jam (diurnal) pada pukul 07.00 WIB hingga 18.00 WIB. Adapun evapotranspirasi pada malam hari diabaikan karena tidak adanya radiasi matahari pada malam hari sehingga ketersediaan energi rendah dan evapotranspirasi diasumsikan nol.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2014), dapat diketahui bahwa waktu puncak terjadinya evapotranspirasi pada tanaman kelapa sawit terjadi sekitar pukul 12.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Tingginya evapotranspirasi ini dipengaruhi oleh ketersediaan energi oleh matahari. Menurut Rakheca dan Singh (2009), proses evapotranspirasi sangat bergantung dari ketersediaan energi panas yang sumber utamanya adalah matahari. Ketika pagi hari, radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi rendah sehingga penguapan yang terjadi kecil, sedangkan memasuki siang hari radiasi semakin meningkat dan mencapai puncak radiasi sehingga energi yang menjadi fkuks uap air (evapotranspirasi) meningkat, lalu nilai tersebut kembali menurun seiring dengan terbenamnya matahari.Pengukuran evapotranspirasi tanaman kelapa sawit berumur dua tahun menggunakan metode Aerodinamik, puncak evapotranspirasi terjadi pada pukul 13.00 WIB yang menghasilkan nilai sebesar 0.46 mm/jam. Sedangkan, nilai evapotranspirasi minimum terjadi pada pukul 07.00 WIB dengan nilai sebesar 0.04 mm/jam. Pengukuran kedua dilakukan pada tanaman kelapa sawit berumur 10 tahun. Berdasarkan pengukuran tersebut, diperoleh data bahwa puncak evapotranspirasi terjadi pada pukul 12.00 WIB dengan nilai sebesar 0.87 mm/jam, sedangkan evapotranspirasi minimum terjadi pada pukul 18.00 WIB dengan nilai sebesar 0.10 mm/jam Tabel 1 Nilai evapotranpirasi harian, bulanan, dan tahunan pertanaman kelapa sawit di Desa Pompa Air, Jambi

Selang waktu 2 tahun, laju pengankatan uap air ke atmosfer menunjukkan nilai yang berbeda pada penggunaan fetch dan tanpa fetch. Laju evapotransoirasi pada kelapa sawit sebanyak 3,2 mm/hari dengan penggunaan fetch dan sebesar 5,3 mm/hari tanpa fetch. Evapotranspirasi bulanan dan tahunan berturut-turut webesar 96 mm/bulan dan 1168 mm/bulan dengan fetch serta 159 mm/bulan dan 1935 mm/tahun tanpa fetch. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar tersebar di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan provinsi Jambi di samping karet. Jambi merupakan provinsi penghasil minyak sawit keempat terbesar di Indonesia setelah Riau, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan. Perkembangan kelapa sawit di Jambi juga menunjukkan trend pertumbuhan yang selalu positif.

Gambar 4 Pertanaman kelapa sawit berumur dua tahun di Desa Cimulang Pompa Air, Jambi.

SIMPULAN

Pertukaran H2O antara vegetasi (dalam hal ini kelapa sait) dan atmosfer terjadi melalui beberapa proses yang saling berhubungan dan masing-masing proses memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Namun dalam hal ini ditekankan pada peristiwa evapotranspirasi yang memperhitungkan jumlah kehilangan air dari permukaan vegetasi. Jumlah H2O yang ditransferkan ke atmosfer tergantung pada faktor meteorologi seperti kelembaban relatif, suhu udara, dan angin serta karakteristik dari tanaman kelapa sawit itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration : Guidelines Computing Crop Water Requirements. FAO Irrigation and Draniage Paper 56.Arya SP. 1998. Introduction to Micrometeorology 2th. New York (US): Academic Press. [Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi]. 2012. Jambi dalam Angka 2012. Jambi (ID): Bappeda dan BPS Provinsi Jambi. Courault D, Seguin B, Olioso A. 2003. Review to estimate evapotranspiration from remote sensing data: some examples from the simplified relationship to the use of mesoscale atmospheric models. ICID Workshop on Remote Sensing of ET for Large Regions.Elok G. 2010. Kelapa Sawit. [terhubung berkala] http://www.ideelok.com/budidayatanaman/kelapa-sawit (10 Januari 2015).Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): Pustaka Jaya.June T. 2012. Modul Praktikum Mikrometeorologi: Pengukuran Profil Iklim Mikro, Fluks Momentum, Fluks Bahang dan Fluks Uap Air dari Permukaan Kanopi Tanaman. [tidak dipublikasi]. Bogor (ID): Departemen Geofisika Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.[Pemerintah Provinsi Jambi]. 2015. Sekilas tentang Provinsi Jambi [Terhubung Berkala]. http://jambiprov.go.id/index.php?letluaswil (15 Mei 2015).Rahutomo S, Siregar HH, Sutarta ES. 2007. Irigasi pada perkebunan kelapa sawit: sebuah tinjauan. Warta PPKS. 15(1):7-18.Rakhecha PR, Singh VP. 2009. Applied Hydrometeorology. India (IN): Springer.Siahaan D, Sinaga J, Tumanggor A. 2008. Pengembangan deodorizer dan proses deodorisasi skala bench berbahan baku olein sawit kasar dalam produksi minyak sawit merah. J Penelitian Kelapa Sawit. 16(1):1-11.Sirait MRL, Johannes EXR, Jeanne P, Selvie G. Tumbelaka. 2013. Pendugaan Evapotranspirasi Pada Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Dengan Menggunakan Model Simulasi Neraca Air. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/cocos/article/download/1472/1172 (15 Mei 2015).

5