pertemuan 3---digitasi peta-proyeksi peta-datum di indonesia.pptx

37
OVERVIEW – DIGITASI PETA – PROYEKSI PETA – DATUM di INDONESIA UNWIM - 2015

Upload: teamgeoinfo

Post on 22-Dec-2015

78 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

OVERVIEW – DIGITASI PETA – PROYEKSI PETA – DATUM

di INDONESIA

UNWIM - 2015

Digitasi Peta : proses konversi dari peta analog (hard copy) menjadi peta digital (soft copy) dengan mempergunakan meja digitasi.

DIGITASI PETA

Meja Digitasi

Digitizer

Cara kerjanya adalah dengan mengkonversi objek spasial yang ada pada peta menjadi kumpulan koordinat x,y (dalam format vektor).

Untuk menghasilkan data yang akurat, dibutuhkan sumber peta analog dengan kualitas tinggi.

Untuk proses digitasi, diperlukan ketelitian dan konsentrasi tinggi dari operator

CARA KERJA DIGITASI PETA

Gunakan peta dasar yang baik.Ketelitian hasil digitasi anda ditentukan oleh sumber data yang ada. Sedapat mungkin, gunakan peta yang paling baik dan paling mutakhir. Tentukan prosedur yang akan dijalankanTetapkan suatu urut-urutan prosedur standar untuk memastikan tata cara pemasukan data yang konsisten. Misalnya, anda akan melakukan digitasi fitur jalan, yang dalam hal ini direpresentasikan dengan garis Persiapkan peta sebelum digitasi dilakukanTemukan minimal 4 titik registrasi dan beri nomor urut menurut arah jarum jam, atau arah berlawanan dengan jarum jam asal dalam urut-urutan yang konsisten. Titik registrasi yang baik adalah titik-titik dengan koordinat yang jelas dan letaknya menyebar ke empat penjuru titik-titik ini adalah referensi anda untuk menempatkan peta hasil digitasi pada koordinat sebenarnya.

PRE DIGITASI

Tempatkan peta dengan baik pada meja digitasi.

Usahakan peta terbentang datar pada meja digitasi dan lekatkan keempat ujungnya dengan plester gambar.

DIGITASI PETA

Jika garis yang akan didigitasi cukup panjang, buatlah tanda-tanda pada peta dengan interval jarak tertentu untuk memudahkan pelaksanaannya.

DIGITASI PETA (lanjutan)

Beri tanda pada titik awal saat mendigitasi polygon untuk memastikan bahwa digitasi berawal dan berakhir pada titik yang sama.

DIGITASI PETA (lanjutan)

ALUR PROSES DIGITASI PETA

Adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang secara kasaran berbentuk bola ke permukaan datar dua dimensi dengan distorsi sesedikit mungkin.

Untuk menghindari kompleksitas model matematik geoid, maka dipilih model ellipsoid terbaik pada daerah pemetaan, yaitu yang penyimpangannya terkecil terhadap geoid.

Rekonstruksi proyeksi peta yang baik adalah yang bisa meminimkan distorsi dalam hal: luas, bentuk, arah dan jarak

PROYEKSI PETA

Sistem proyeksi peta dibuat untuk mereduksi sekecil mungkin distorsi tersebut dengan: a. Membagi daerah yang dipetakan menjadi

bagian-bagian yang tidak terlalu luas,b. Menggunakan bidang peta berupa bidang datar

atau bidang yang dapat didatarkan tanpa mengalami distorsi seperti bidang kerucut dan bidang silinder.

KONSEP PROYEKSI PETA

Sistem Proyeksi Peta dibuat dan dipilih untuk :a. Menyatakan posisi titik-titik pada permukaan

bumi ke dalam sistem koordinat bidang datar yang nantinya dapat digunakan untuk perhitungan jarak dan arah antar titik.

b. Menyajikan secara grafis titik-titik pada permukaan bumi ke dalam sistem koordinat bidang datar yang selanjutnya dapat digunakan untuk membantu studi dan pengambilan keputusan berkaitan dengan topografi, iklim, vegetasi, hunian dan lain-lainnya yang umumnya berkaitan dengan ruang yang luas

TUJUAN PROYEKSI PETA

Cara proyeksi peta dapat dibedakan sebagai: a. Proyeksi langsung (direct projection): Dari ellipsoid

langsung ke bidang proyeksi. b. Proyeksi tidak langsung (double projection): Proyeksi

dilakukan menggunakan "bidang" antara, ellipsoid ke bola dan dari bola ke bidang proyeksi.

Pemilihan sistem proyeksi peta ditentukan berdasarkan pada: a. Ciri-ciri tertentu atau asli yang ingin dipertahankan

sesuai dengan tujuan pembuatan / pemakaian peta, b. Ukuran dan bentuk daerah yang akan dipetakan, c. Letak daerah yang akan dipetakan

CARA PROYEKSI PETA

Pertimbangan Intrinsik / Sifat asli yang dipertahankan:

a. Proyeksi Ekuivalen: Luas daerah dipertahankan, luas pada peta setelah disesuaikan dengan skala peta = luas di asli pada muka bumi.

b. Proyeksi Konform: Bentuk daerah dipertahankan, sehingga sudut-sudut pada peta dipertahankan sama dengan sudut-sudut di muka bumi.

c. Proyeksi Ekuidistan: Jarak antar titik di peta setelah disesuaikan dengan skala peta sama dengan jarak asli di muka bumi.

PERTIMBANGAN PROYEKSI PETA

Pertimbangan Ekstrinsik: 1. Bidang proyeksi yang digunakan: a. Proyeksi azimutal / zenital: Bidang proyeksi bidang

datar. b. Proyeksi kerucut: Bidang proyeksi bidang selimut

kerucut. c. Proyeksi silinder: Bidang proyeksi bidang selimut silinder. 2. Persinggungan bidang proyeksi dengan bola bumi: a. Proyeksi Tangen: Bidang proyeksi bersinggungan dengan

bola bumi. b. Proyeksi Secant: Bidang Proyeksi berpotongan dengan

bola bumi. c. Proyeksi "Polysuperficial": Banyak bidang proyeksi

PERTIMBANGAN PROYEKSI PETA (lanjutan)

Pertimbangan Ekstrinsik: 3. Posisi sumbu simetri bidang proyeksi terhadap

sumbu bumi: a. Proyeksi Normal: Sumbu simetri bidang proyeksi

berimpit dengan sumbu bola bumi. b. Proyeksi Miring: Sumbu simetri bidang proyeksi

miring terhadap sumbu bola bumi. c. Proyeksi Traversal: Sumbu simetri bidang

proyeksi terhadap sumbu bola bumi.

PERTIMBANGAN PROYEKSI PETA (lanjutan)

Dalam melakukan pemilihan proyeksi peta sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Pemetaan topografi suatu wilayah memanjang dengan arah barat-timur, umumnya menggunakan proyeksi kerucut, normal, konform, dan menyinggung di titik tengah wilayah yang dipetakan. Proyeksi seperti ini dikenal sebagai proyeksi LAMBERT.

2. Pemetaan dengan wilayah yang wilayah memanjang dengan arah utara-selatan, umumnya menggunakan proyeksi silinder, transversal, konform, dan menyinggung meridian yang berada tepat di tengah wilayah pemetaan tersebut. Proyeksi ini dikenal dengan proyeksi Tranverse Mercator (TM) atau Universal Tranverse Mercator (UTM).

3. Pemetaan wilayah di sekitar kutub, umumnya menggunakan proyeksi azimuthal, normal, konform. Proyeksi ini dikenal sebagai proyeksi stereografis.

PEMILIHAN PROYEKSI PETA

PROYEKSI POLYEDERAdalah proyeksi kerucut normal konform. Pada proyeksi ini, setiap bagian derajat dibatasai oleh dua garis paralel dan dua garis meridian yang masing-masing berjarak 20'. Diantara kedua paralel tersebut terdapat garis paralel rata-rata yang disebut sebagai paralel standar dan garis meridian rata-rata yang disebut meridian standar. Titik potong antara garis paralel standar dan garis meridian standar disebut sebagi ‘titik nol’ (ϕ₀,λ₀) bagian derajat tersebut. Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan dua digit angka. Digit pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak garis paralel standar (ϕ₀) sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab menunjukan garis meridian standarnya (λ₀)

SISTEM PROYEKSI PETA di INDONESIA

Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah :

1. Paralel standar : dimulai dari I (ϕ₀) = 6°50' LU) sampai LI (ϕ₀) = 10°50' LU)

2. Meridian standar : dimulai dari 1 (λ₀) = 11°50' BT) sampai 96 (λ₀) = 19°50' BT)

Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoid Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta (λjakarta = 106°48' 27'',79 BT)

POLYEDER

PROYEKSI UNIVERSAL TRANVERSE MERCATOR (UTM) Adalah proyeksi yang memiliki ciri-ciri silinder, tranversal, conform dan menyinggung. Menyinggung bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral. Pada meridian sentral, faktor skala (k) adalah 1 (tidak terjadi distorsi). Perbesaran sepanjang meridian akan semakin meningkat pada meridian yang semakin jauh dari meridian sentral kearah timur maupun kearah barat. Perbesaran sepanjang paralel semakin akan meningkat pada lingkaran paralel yang semakin mendekati equator. Perlu diusahakan untuk memperkecil distorsi dengan membagi daerah dalam zone-zone yang sempit, lebar zone proyeksi UTM biasanya sebesar 6º. Setiap zone mempunyai meridian sentral sendiri. Jadi seluruh permukaan bumi tidak dipetakan dalam satu silinder.

SISTEM PROYEKSI PETA di INDONESIA (lanjutan)

Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi UTM adalah :

UTM

Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi TM-3° adalah :

TM-3°

Datum : Berkaitan dengan elipsoid referensi yang terbaik dan mewakili permukaan (geoid) wilayah survei

Datum Geodetik : Suatu basis sistem koordinat

Datum Geodetik Lokal/Regional : Umumnya mengacu pada sumbu koordinat yang dipakai atau ditetapkan secara lokal/regional

Datum Geodetik Global : Berkaitan dengan pusat massa bumi dan pusat massa bumi sendiri terkait dengan elipsoid terbaik yang mewakili bentuk dan ukuran bumi secara keseluruhan

DATUM

Bentuk ellipsoid untuk bumi, diambil dengan suatu anggapan bahwa bentuk matematika yang paling mendekati bentuk bumi adalah ellipsoid.

Berdasarkan perjanjian internasional, ukuran ellipsoid yang sekarang diterapkan untuk/ berlaku seluruh dunia adalah : World Geodetic Systems 1984 (WGS’84).

Walaupun demikian, besaran ellipsoid ini belum tentu terbaik untuk suatu daerah tertentu, misal suatu negara, sehingga dalam pemetaan nasional, mungkin menggunakan besar ellipsoid yang lain.

Peta Indonesia yang dibuat oleh Belanda, menggunakan ellipsoid Bessel 1841.

DATUM (lanjutan)

DATUM BESSEL GENUK

DATUM BESSEL GUNUNG SEGARA DATUM BESSEL

MONCONGLOWE

DATUM HAYFORD T21 SORONG

DATUM BESSELBUKIT RIMPAH

Ref. : Hafzal Hanief (2002)

DATUM GUNUNG GENOEK

Pada periode 1862/1880, Indonesia telah melakukan penentuan posisi di Pulau Jawa dengan metode triangulasi. Datum Genuk disebut juga Datum Batavia atau Datum Jakarta, merupakan datum untuk titik-titik triangulasi Sumatera, Jawa, Bali, Lombok sampai Nusatenggara. Titik datum ditetapkan di titik triangulasi P.520 yang terletak di Gunung Genuk Jawa Tengah.

SEJARAH DATUM di INDONESIA

Pada titik ini ditetapkan posisi lintang astronomis dan azimuth astronomis ke suatu titik sebagai lintang dan azimuth geodetik. Hasil pengukuran bujur astronomi titik P. 126 di Jakarta ditetapkan sebagai bujur geodetik di titik itu. Selajutnya bujur geodetik di titik datum P 520 ditentukan dengan mentransfer hasil bujur geodetik P. 126 dengan hitungan triangulasi.

SEJARAH DATUM di INDONESIA (lanjutan)

Penentuan posisi ini menggunakan ellipsoid Bessel 1841. meridian Jakarta (Batavia) sebagai meridian nol, dan titik awal (lintang) beserta sudut azimuthnya diambil dari titik triangulasi di Puncak Gunung Genoek. Karena itu, kemudian datum geodesi ini dikenal sebagai Datum Genoek.

Sementara itu pada 1911, pengukuran jaring triangulasi di Pulau Sulawesi dimulai. Ellipsoid yang digunakan adalah juga Bessel 1841, meridian yang melalui kota Makassar dianggap sebagai meredian nol, dan titik awal beserta sudut azimuthnya ditentukan dari titik triangulasi di gunung Moncong Lowe. Kemudian dikenal sebagai Datum Makassar (Celebes).

SEJARAH DATUM di INDONESIA (lanjutan)

Untuk Jawa / Nusa Tenggara / Sumatera dipakai titik di Gunung Genuk sebagai titik awal sistem (berhimpitan dengan titik G.Genuk di Jawa Tengah) dan dinamakan Datum Genoek.

Di Kalimantan ada 2 sistem: Datum Gunung Raya di Kalimantan Barat dan Datum Serindung di Kalimantan Timur kedua-duanya terpisah.

Untuk Sulawesi dipakai Datum Monconglowe di Sulawesi Selatan.

SEJARAH DATUM di INDONESIA (lanjutan)

Jaringan triangulasi utama di Pulau Sumatera, pengukuran dilakukan bertahap dan mempunyai jaringan yang terpisah. Hingga tahun 1931, terdapat tiga jaringan triangulasi di Sumatera di luar Riau, Bangka, dan Lingga yaitu Sumatera Barat, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan.

Masing – masing sistem mempunyai orientasi sendiri – sendiri walaupun sama – sama menggunakan ellipsoid referensi Bessel 1841.

Perluasan jaring utama triangulasi Jawa ke Bali dan Lombok dilakukan Pada tahun 1912 – 1918. Sampai tahun 1919 ukuran sudut triangulasi telah sampai di Sumatera Barat.

Pada tahun 1931 dilakukan hitungan ulang untuk triangulasi Sumatera, Jawa, Bali, sampai ke Nusatenggara sehingga mengacu pada satu sistem dengan Datum Gunung Genuk.

SEJARAH DATUM di INDONESIA (lanjutan)

DATUM INDONESIA 1974

Tahun 1974, Bakosurtanal membuat sistem referensi baru dengan menggunakan teknologi Satelit Doppler yaitu menetapkan / menyamakan datum untuk menjadi kerangka acuan kegiatan survey dan pemetaan di wilayah RI, yaitu Datum Indonesia 1974 (DI’74) yang menggunakan ellipsoid referensi GRS 67 dan sistem proyeksi petanya UTM, dan diberi nama Sferoid Nasional Indonesia (SNI).

PERKEMBANGAN DATUM di INDONESIA

Dengan diketemukannya teknologi pengukuran yang menggunakan sarana satelit (satelit Doppler) maka wilayah yang tersebar di Indonesia dapat dipersatukan.

Untuk menunjang sistim pemetaan tunggal diIndonesia, pada tahun 1975 Ketua badan kordinasi survei dan pemetaan nasional (Bakorsurtanal) mengeluarkan surat bernomor 019.2.2/I/1975tentang penggunaan GRS 1967 sebagai ellipsoid jaringan kontrol geodesi di Indonesia

DATUM INDONESIA 1974

Parameter elipsoidnya adalah a = 6.378.160,00 m, 1/f = 298,250 Orientasi dari SNI ditetapkan bersinggungan dengan NWL/9D. Sebuah titik jaringan kontrol horizontal yang ditentukan dengan teknik Doppler di Padang ditetapkan sebagai titik datum.

Ketetapan tentang SNI dan titik datum merupakan ketetapan berlakunya sistem geodetic baru di Indonesia. Sistem ini kemudian dikenal dengan Datum Indonesia 1974 yang disingkat menjadi DI/1974. Adapun posisi geodetik titik datum dalam DI/1974 adalah :

L = 00˚ 56’ 38,414”B = 100˚ 22’ 08,804”h = + 3,912 m

DATUM INDONESIA 1974 (lanjutan)

Posisi pusat ellipsoid Datum Indonesia 1974 ( DI’74) dalam sistem koordinat NWL/9D, ditetapkan oleh Bakosurtanal sebagai berikut :

ΔX = + 2,691 mΔ Y = -14,757 mΔZ = +0.224 m

Titik asal dari sistem NWL/9D adalah optimasi terbaik dari pusat massa bumi, (geocenter) pada waktu itu. Untuk menentukan orientasi SNI dalam ruang, ditetapkan titik datum relatif dengan titik eksentrik dan titik A pada basis Padang 1884 sebagai titik datum, yaitu :

DATUM INDONESIA 1974 (lanjutan)

Lintang (φ) : 0"52'38.414" SBujur(λ) : 100° 22'08.804" TTinggi (h) : 3,190 meter di atas SNI

Orientasi dari SNI ditetapkan bersinggungan dengan NWL/9D di titik datum dan sumbu koordinat kedua elipsoid didefinisikan sejajar. Dengan mengkonversi posisi titik datum ke sistem koordinat kartesian tiga dimensi pada kedua sistem SNI dan NWL/9D, maka didapat parameter translasi sebagai berikut:

DATUM INDONESIA 1974 (lanjutan)

DATUM GEODESI NASIONAL 1995

Pada tahun 1996 ditetapkan penggunaan datum baru, untuk seluruh kegiatan survey dan pemetaan di wilayah RI yang dituangkan dalam SK Bakosurtanal HK.02.04/II/KA/96. ditetapkan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 1995) menggantikan DI 74. Sehingga bila ada peta yang masih menggunakan DI 74, harus ditransformasikan ke DGN 95.

PERKEMBANGAN DATUM di INDONESIA (lanjutan)

DGN95 ini digunakan sebagai referensi nasional menggantikan datum ID74 yang masih menggunakan ellipsoid SNI. DGN95 merupakan datum yang "Geosentrik" dimana pusat sumbu ellipsoidnya berimpit dengan pusat bumi. Berikut spesifikasi DGN/95 dari buku Panduan Teknis Datum dan Sistem Koordinat Peta Rupa Bumi Indonesia terbitan dari Bakosurtanal.

DATUM GEODESI NASIONAL 1995

Dengan digunakannya teknologi baru yaitu Global Positioning System (GPS), maka dibangunlah Jaringan Kontrol Geodesi Nasional (JKGN) orde nol yang tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia.

Pengolahan data sepenuhnya menggunakan precise ephemeris sehingga posisi geodetik dalam jaringan ini mempunyai ketelitian yang seragam. Berdasarkan hasil pengukuran JKGN ini maka Ketua Bakosurtanal menetapkan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN1995 ) sebagai Datum Tunggal Indonesia 1995 sebagai datum tunggal Indonesia menggantikan datum sebelumnya yaitu DI/1974 Datum ini menggunakan elipsoid referensi WGS 1984, serta merupakan datum geosentrik (datum absolut).

DATUM GEODESI NASIONAL 1995 (lanjutan)

TERIMA KASIH