pertanggungjawaban pidana dokter yang melakukan …

40
1 SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS TANPA BERDASARKAN INFORMED CONSENT (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 79PK/PID/2013) PUTU OKA BHISMANING NIM. 1303005229 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

1

SKRIPSI

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER

YANG MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS TANPA

BERDASARKAN INFORMED CONSENT

(ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 79PK/PID/2013)

PUTU OKA BHISMANING

NIM. 1303005229

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 2: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG

MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS TANPA BERDASARKAN

INFORMED CONSENT

(ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR

79PK/PID/2013)

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

PUTU OKA BHISMANING

NIM. 1303005229

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 3: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …
Page 4: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …
Page 5: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmatNya, penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

DOKTER YANG MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS TANPA

BERDASARKAN INFORMED CONSENT (ANALISIS PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 79PK/PID/2013)” dengan baik dan tepat

waktu.

Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi kewajiban terakhir

mahasiswa dalam menyelesaikan perkuliahan pada Fakultas Hukum Universitas

Udayana sehingga dapat dinyatakan selesai menempuh program Sarjana (S1) serta

memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena

terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis, baik teori maupun praktik.

Penulis berharp semoga skripsi ini memenuhi criteria salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan arahan dan dukungan

dari berbagai pihak baik secara materiil maupun inmateriil. Penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., M.Hum selaku Dekan

Fakultas Hukum Universitas Udayana;

2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, SH., MH selaku Wakil Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Udayana;

Page 6: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH., MH selaku Wakil Dekan 2

Fakultas Hukum Universitas Udayana;

4. Bapak Dr. I Gede Yusa, SH., MH selaku Wakil Dekan 3 Fakultas

Hukum Universitas Udayana;

5. Bapak Dr. Ida Bagus Surya Dharmajaya, SH., MH selaku Ketua

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana;

6. Bapak Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH., MH selaku Dosen

Pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini;

7. Ibu I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti, SH., MH selaku Dosen

Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan arahan, bimbingan serta petunjuk dalam menjalani

perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana dan

membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini;

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, yang telah

memberikan ilmu serta pelajaran selama penulis mengikuti

perkuliahan;

9. Seluruh Staf Tata Usaha, Perpustakaan, Labolatorium Hukum, dan

seluruh pergawai Fakultas Hukum Univeristas Udayana, yang telah

memberikan pelayanan yang mendukung selama perkuliahan dan

penyusunan skripsi penulis;

Page 7: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

10. Kedua orangtua penulis, Bapak, I Made Wirawan dan Ibu, Ni Putu

Sri Rahayu Ningsih, adik-adik penulis, Made Prasta Yudist dan

Nyoman Raharya Utami, kakek penulis, I Ketut Sinta, dan adik

terkecil penulis, Miko, serta seluruh keluarga besar penulis yang

memberikan dorongan metal, motivasi serta doa pada penulis

selama penulisan skripsi ini;

11. Kak Pramana Rahadhi, terima kasih atas kesabaran serta motivasi

yang diberikan;

12. Fungsionaris dan keluarga besar Udayana Moot Court Community

atas pengalaman dan pembelajaran yang penulis dapatkan selama

berorganisasi;

13. Delegasi NMCC Piala Prof. Soedarto V Universitas Diponegoro,

Kak Tasya, Gungde Yoga, Agus, Ajik, Mangga, Ajus, Bayu, Gung

Anis, Inten, Sumik, Kiky, Melati, Nara, Rada, Pika, Wisnu dan

Yolanda terimakasih atas pelajaran, waktu dan pengalaman yang

penulis dapatkan;

14. Geng TOA, Saras, Tuani, Rika, Lisna dan Tatik, terimakasih selalu

menemani, memberi dukungan sejak ospek hingga saat ini;

15. Teman-teman penulis, Priska, Putri, Intan dan Dedi yang full of

laughs, terimakasih untuk minuman-minuman racikannya;

16. Teman-teman penulis, Kelompok KKN UNUD XIII Tahun 2016

Desa Duda Utara, Mahen, Cok, Ayu Nur, Cece, Juli, Didi, Teddy,

Lidi, Nara, Imeh, Shaini, Surya, Tami, Wahana dan Wanda

Page 8: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

terimakasih untuk momen-momen yang sangat berkesan selama di

Desa Duda Utara;

17. Seluruh teman-teman penulis angkatan 2013, kakak-kakak alumni

serta adik-adik yang tidak bisa penulis tulis satu persatu,

terimakasih telah memberikan pengalaman, saran dan

pembelajaran selama perkuliahan dan diluar perkuliahan;

18. Seluruh pihak yang terlibat dan tidak dapat disebutkan satu per satu

yang telah membantu, mendukung dan mendoakan penulis selama

perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

Semoga mereka yang telah mendoakan, memberikan arahan, bantuan dan

dukungan kepada penulis, mendapatkan imbalan setimpal dari Ida Sang Hyang

Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kerendahan hati, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun karena penulis menyadari masih

terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

seluruh elemen masyarakat dan dapat menjadi bahan bacaan maupun pengetahuan

bagi yang memerlukan.

Batubulan, Februari 2017

Penulis

Page 9: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM .................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ............................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN................................................................. xii

ABSTRAK ........................................................................................................... xiii

ABSTRACT ........................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 6

1.3 Ruang Lingkup Masalah ........................................................................ 6

1.4 Orisinalitas Penulisan ............................................................................. 7

1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................. 11

a. Tujuan Umum .................................................................................. 11

b. Tujuan Khusus................................................................................. 12

1.6 Manfaat Hasil Penelitian ...................................................................... 12

a. Manfaat Teoritis .............................................................................. 12

b. Manfaat Praktis ............................................................................... 12

1.7 Landasan Teoritis ................................................................................. 13

1.8 Metode Penelitian ................................................................................. 21

Page 10: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

a. Jenis Penelitian ................................................................................ 21

b. Jenis Pendekatan ............................................................................. 21

c. Bahan Hukum .................................................................................. 22

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum .............................................. 24

e. Teknik Analisis Bahan Hukum ....................................................... 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN

PIDANA, HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, DOKTER & RUMAH

SAKIT, INFORMED CONSENT DAN TINDAK PIDANA

MALPRAKTIK .......................................................................................... 26

2.1 Pertanggungjawaban Pidana ................................................................ 26

2.2 Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit ......................... 32

2.2.1 Hak dan Kewajiban Pasien ......................................................... 32

2.2.2 Hak dan Kewajiban Dokter ........................................................ 35

2.2.3 Hak dan Kewajiban Rumah Sakit .............................................. 38

2.3 Pengertian Informed Consent ............................................................... 40

2.4 Pengertian Malpraktik .......................................................................... 47

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER, RUMAH SAKIT

DAN TENAGA KESEHATAN DALAM MALPRAKTIK DALAM

HUKUM POSITIF DI INDONESIA ......................................................... 54

3.1 Pertanggungjawaban Pidana Dokter dalam Malpraktik ....................... 54

3.2 Pertanggungjawaban Pidana Rumah Sakit dalam Malpraktik ............. 63

3.3Pertanggungjawaban Pidana Tenaga Kesehatan Lainnya dalam

Malpraktik ........................................................................................... 70

Page 11: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR

79PK/PID/2013 .......................................................................................... 77

4.1 Kasus Posisi .......................................................................................... 77

4.2 Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 79PK/Pid/2013 .............. 84

BAB V PENUTUP ................................................................................................. 98

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 98

5.2 Saran ..................................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RINGKASAN SKRIPSI

Page 12: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …
Page 13: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

ABSTRAK

Persetujuan tindakan medis adalah salah satu hak yang sangat penting bagi

pasien. Persetujuan tindakan medis juga tercipta karena adanya perjanjian

terapeutik yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua pihak yaitu dokter

dan pasien. Kenyataannya, persetujuan tindakan medis ini sering dikesampingkan

oleh dokter. Salah satu kasus malpraktik yang terjadi akibat diabaikannya

persetujuan tindakan medis adalah kasus yang terjadi di RSU Prof. Kandou

Manado yang dilakukan oleh dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry

Simanjuntak dan dr. Hendy Siagin dengan korban Siska Maketey. Permasalahan

dalam penulisan ini yaitu pertanggungjawaban pidana dokter, rumah sakit dan

tenaga kesehatan lainnya dalam malpraktik berdasarkan hukum positif Indonesia

dan analisis putusan Mahkamah Agung Nomor 79PK/Pid/2013.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode normatif

yuridis terkait dengan usaha dalam penemuan hukum yang tepat dalam tindak

pidana malpraktik yang memang belum ada kesesuain diantara putusan-putusan

pengadilan yang ada di Indonesia tentang tindak pidana malpraktik.

Pertanggungjawaban pidana dokter harus melihat apakah dilakukan karena

kelalaian atau kesengajaan, pertanggungjawaban pidana rumah sakit hanya

sebatas pada kelalaian, dan pertanggungjawaban pidana tenaga kesehatan lainnya

harus dilihat berdasarkan pelimpahan wewenang dari dokter. Kita membutuhkan

regulasi mengenai pertanggungjawaban pidana dokter, rumah sakit dan tenaga

kesehatan. Selain itu persetujuan tindakan medis harus dijalankan dengan baik

karena merupakan hak pasien, serta harus adanya kesesuaian penerapan hukum

terhadap tindak pidana malpraktik.

Kata kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Pesetujuan Tindakan Medis,

Malpraktik

Page 14: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

ABSTRACT

Informed consent is one of the rights that are very important for the

patient. Informed consent created because there are therapeutics agreement

previously creating rights and obligations for both parties ie doctor and patient.

In fact, informed consent is often ruled out by a doctor. One of malpractice cases

that occur as a result of ruled out of informed consent is the case in RSU Prof.

Kandou, Manado conducted by dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry

Simanjuntak and dr. Hendy Siagian with Siska Maketey as a victim. The problems

in this thesis are the criminal liability of doctors, hospitals and other health

personnel in the malpractice cases according to the positive law of Indonesia and

the analysis of the Supreme Court Ruling No. 79PK / Pid / 2013.

The method used in this thesis is normative juridical method related to

invention of appropriate law in crime of malpractice which is there are not yet

conformity between court ruling that exist in Indonesia about the crime of

malpractice.

The criminal liability of doctors must see whether because of negligence

or intentional, criminal liability of hospital only limited to negligence, and

criminal liability of other health personnel must see based on the delegation of

authority from the doctor. We needed the regulation about criminal liability of

doctors, hospital and other health personnal. Besides that approval of medical

action must be worked properly because it is the right of the patient, and there are

must suitability of law application against the crime of malpractice.

Keywords: Criminal Liability, Informed Consent, Malpractice

Page 15: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai Negara hukum dan menjungjung tinggi demokrasi,

mengimplementasikan dengan berbagai bentuk salah satunya adalah melindungi

hak-hak rakyatnya. Hal ini tercantum dalam peraturan perundang-undangan

teratas pada hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD

NRI Tahun 1945). Salah satu hak yang dilindingi adalah hak kesehatan.

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia karena dengan tubuh

yang sehat manusia dapat menjalankan hidupnya. Kesehatan sendiri tidak semata-

mata hanya berupa kesehatan fisik namun juga kesehatan mental atau psikis. Pasal

28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan “Setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Walaupun

sudah diatur secara jelas dan tegas dalam UUD NRI Tahun 1945, namun masalah

kesehatan masih menjadi salah satu masalah utama di Indonesia, khususnya

terjadi pada penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik per 17 Desember 2014, persentase dari penduduk di

Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan adalah 11,47%.1

1 Badan Pusat Statistik, 2014, “Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin

dan Garis Kemiskinan, 1970-2013”, Badan Pusat Statistik, URL :

https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1494, diakses tanggal 28 September 2016.

Page 16: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

Selain permasalahan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin yang

kurang memadai, masalah kesehatan lainnya adalah tidak sedikitnya kasus

malapraktik yang terjadi di Indonesia. Dikutip dari poskotanews.com, praktik

dokter umum menduduki peringkat pertama kasus dugaan malapraktik sepanjang

kurun 2006 hingga 2015.2 Dari 317 kasus dugaan malapraktik yang dilaporkan ke

Konsil Kedokteraan Indonesia (KKI), 114 diantaranya adalah dokter umum,

disusul dokter bedah 76 kasus, dokter obgyn (spesialis kandungan) 56 kasus dan

dokter anak 27 kasus. Padahal unsur terpenting dari suatu pelayanan kesehatan

yang baik adalah tenaga kesehatan itu sendiri baik dokter, perawat maupun rumah

sakit. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Semakin banyak ditemukannya dugaan-dugaan malapraktik

memperlihatkan bahwa masyarakat semakin sadar bahwa mereka memiliki hak

sebagai pasien untuk menuntut dokter apabila terjadi malapraktik. Malapraktik

berasal dari kata “mala” artinya salah atau tidak semestinya, sedangkan praktik

adalah proses penanganan kasus (pasien) dari seorang profesional yang sesuai

2 Inung, 2015, “Dokter Umum Paling Banyak Lakukan Malpraktik”, POSKOTA NEWS,

URL : http://poskotanews.com/2015/05/20/dokter-umum-paling-banyak-lakukan-malpraktik/

diakses tanggal 30 September 2016.

Page 17: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

dengan prosedur kerja yang ditentukan oleh kelompok profesinya.3 Sehingga

malapraktik dapat diartikan melakukan tindakan atau praktik yang salah atau yang

menyimpang dari ketentuan atau prosedur yang baku dan (benar). Dalam bidang

kesehatan, malapraktik adalah penyimpangan penanganan kasus atau masalah

kesehatan (termasuk penyakit) oleh petugas kesehatan, sehingga menyebabkan

dampak buruk bagi penderita atau pasien. Lebih khusus lagi bagi tenaga medis

(dokter atau dokter gigi), malapraktik adalah tindakan dokter atau dokter gigi

(kelalaian dokter atau dokter gigi) terhadap penanganaan pasien.

Malpraktik yang sering dilakukan oleh petugas kesehatan (dokter dan

dokter gigi) secara umum diketahui terjadi karena hal-hal berikut :

a. Dokter atau dokter gigi kurang menguasai praktik kedokteran yang

sudah berlaku umum di kalangan profesi kedokteran atau kedokteran

gigi.

b. Memberikan pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi di bawah

standar profesi.

c. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan

tidak hati-hati.

d. Melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan hukum.4

Unsur-unsur terpenting untuk mebuktikan ada atau tidaknya suatu

malpraktik adalah pertama, adanya tindakan dokter atau dokter gigi yang tidak

3 Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, h.

167. 4 Ibid, h. 168.

Page 18: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

sesuai dengan standar pelayanan (standard of care), kedua, tidak adanya kontrak

maupun persetujuan dari pasien terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh

dokter, dan ketiga, akibat hal tersebut menyebabkan kerugian bagi pasien baik

kerugian dari segi materi maupun kerugian badan bahkan mengakibatkan

hilangnya nyawa pasien.

Salah satu kasus malapraktik yang mendapat sorotan nasional adalah kasus

yang melibatkan 3 dokter yaitu dr. Dewa Ayu Sasiary Prawarni, Sp.OG., dr.

Hendry Simanjuntak, Sp.OG., dan dr. Hendy Siagian, Sp.OG. Kasus ini berawal

dari tuduhan pihak keluarga korban Julia Fransiska Makatey (25) yang meninggal

dunia sesaat melakukan operasi kelahiran anak keduanya pada tahun 2010 yang

lalu. Diketahui pula bahwa tindakan yang dilakukan ketiga dokter tersebut tidak

berlandaskan surat persetujuan (informed consent) yang sah karena tanda tangan

pada kolom pesetujuan pasien adalah tanda tangan karangan. Perjalanan kasus ini

pun bisa dibilang cukup panjang. Pada tingkat pertama, kasus ini diadili di

Pengadilan Negeri Manado dengan nomor register perkara

No.90/Pid.B/2011/PN.MDO dengan amar putusan tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Kemudian jaksa

penuntut umum mengajukan Kasasi kepada Mahkamah Agung dengan nomor

register perkara No.365K/Pid/2012 dengan amar putusan bahwa para terdakwa

telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang

tercantum dalam Pasal 359 KUHP (karena kelalaiannya mengakibatkan matinya

orang lain) dengan pidana penjara masing-masing selama 10 (sepuluh) bulan. Para

pemohon / para terpidana mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali kepada

Page 19: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

Mahkamah Agung dengan nomor register perkara No.79PK/Pid/2013 dengan

amar putusan berbunyi membatalkan putusan Mahkamah Agung RI

No.365K/Pid/2012 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado

No.90/Pid.B/2011/PN.MDO dan menyatakan bahwa para pemohon / para

terpidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana sebagaimana yang didakwakan.

Kasus diatas merupakan satu dari banyaknya kasus malapraktik di

Indonesia. Seringkali dalam kasus malapraktik korban, dalam hal ini adalah

pasien, kurang memberikan rasa keadilan bagi pihak korban. Hal ini dikarenakan

pihak korban memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai ilmu kedokteran dan

menyebabkan korban susah dalam hal membuktikan perbuatan atau tindakan yang

menyebabkan kerugian bagi korban, apakah itu merupakan perbuatan karena

kelalaian atau kesengajaan. Selain itu, masih adanya dokter yang mengambil

tindakan tanpa pesetujuan dari pasien merupakan pelanggaran terhadap hak

pasien.itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa hak pasien sendiri kerap tidak

dijalankan oleh tenaga medis khususnya dokter yang akan mengambil tindak

medis.

Berdasarkan pemaparan dan keadaan yang telah dipaparkan diatas yang

melatar belakangi dari penulisan ini. Masih adanya kasus malpraktik yang

menyebabkan kerugian pada pasien yang bahkan menyebabkan pasien meninggal

dunia, namun pasien sendiri hanya mendapat bentuk ganti rugi yang tidak sepadan

bahkan pada beberapa kasus sang dokter diputus bebas. Masalah lainnya adalah

tidak terlaksananya hak pasien berupa persetujuan pasien terhadap segala tindakan

Page 20: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

medis (informed consent) yang akan dokter lakukan merupakan cermin bahwa

kedudukan pasien masih lemah dalam hukum kesehatan. Berlandaskan

permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis melakukan penilitian

secara normatif dengan judul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

DOKTER YANG MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS TANPA

BERDASARKAN INFORMED CONSENT (ANALISIS PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 79PK/PID/2013)”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa

permasalahan yang nantinya menjadi pokok pembahasan dari skripsi ini, antara

lain :

1. Bagaimana pertanggungjawaban pidana dokter, rumah sakit maupun

tenaga kesehatan apabila terjadi malpraktik baik karena kesengajaan

maupun kelalaian ?

2. Bagaimana putusan tingkat Peninjauan Kembali pada kasus dr. Ayu

Sasiary Prawani, dr. Hendry Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Diperlukannya batasan-batasan dalam suatu penulisan karya ilmiah untuk

mendapatkan gambaran secara garis besar dan menyeluruh dari karya ilmiah

tersebut. Penentuan ruang lingkup juga diperlukan agar pembahasan dalam suatu

karya ilmiah tidak menyimpang dari batasan-batasan yang telah ditentukan.

Adapaun ruang lingkup masalah dari karya ilmiah ini adalah, pertama bagaimana

pertanggungjawaban dokter apabila terjadi malpraktik, dan kedua bagaimana

Page 21: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

putusan Pengadilan terhadap kasus dr. Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry

Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian.

1.4 Orisinalitas Penulisan

Penulisan skripsi ini berdasarkan dari ide, gagasan maupun kreatifitas dari

penulis sendiri melalui berbagai sumber hukum baik sumber hukum primer,

sumber hukum sekunder maupun sumber hukum tersier. Tidak dapat dipungkiri

ditemukannya keterkaitan dengan karya tulis ilmiah-karya tulis ilmiah lainnya.

Namun, pembahasan yang dibahas dalam skripsi ini memiliki perbedaan dengan

skripsi-skripsi tersebut. Adapun ditampilkan 2 (dua) karya tulis ilmiah berupa

skripsi yang memiliki keterkaitan, yaitu antara lain :

Pada penelusuran di internet tanggal 3 Oktober 2016 pukul 21.07

WITA telah ditemukan satu karya tulis ilmiah berupa skripsi dengan

judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Operasi Caesar dalam

Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di Rumah Sakit

Umum Daerah Kajen Kabupaten Pekalongan” oleh Naila Nabilla

(10340069) selaku mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Adapun

rumusan masalah dari skripsi ini yaitu :

a. Bagaimana pelaksanaan informed consent operasi Caesar di

Rumah Sakit Umum Kajen Kabupaten Pekalongan ?

b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien operasi

Caesar dalam persetujuan tindakan medis (informed consent)

di Rumah Sakit Umum Daerah Kajen Kabupaten Pekalongan ?

Page 22: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

Adapun temuan dari karya tulis tersebut adalah :

a. Bahwa persetujuan tindakan medis (informed consent)yang

terjadi diantara dokter dan pasien pada dasarnya

adalahmerupakan salah satu benuk perjanjian yang dapat

ditinjau dari sudut hukum perdata. Pelaksanaan informed

consent di Rumah Sakit Umum Daerah Kajen Kabupaten

Pekalongan sudah berjalan sebagaimana mestinya yaitu dokter

menjelaskan kepada pasien maupun keluarga pasien mengenai

tindakan medis yang disarankan dan memberikan penjelasan

dengan bahasa yang mudah dimengerti. Apabila pasien

menyetujui tindakan yang disarankan dokter, maka pasien

harus menandatangani formulir informed consent yang

kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan medis.

b. Perlindungan hukum yang diberikan pihak RSUD Kajen

adalah perlindungan hukum preventif yakni Rumah Sakit

menjamin dokter atau tenaga kesehatan agar tidak

menimbulkan kesalahan tindakan medis dalam menangani

pasien dengan menggunakan SOP (Standar Operasional

Prosedur) dan SPM (Standar Pelayanan Minimal). Selain itu,

pihak rumah sakit juga memberikan perlindungan represif

yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah dengan proses di

luar pengadilan (alternative dispute resolution), ataupun

melalui fasilitas mediasi dan arbitrase.

Page 23: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

Adapun perbedaan antara karya tulis diatas dengan skripsi penulis

adalah karya tulis tersebut membahas informed consent dari segi

perjanjian secara hukum perdata. Karya tulis tersebut juga hanya

membahas mengenai penyelesaian yang dilakukan di luar pengadilan

apabila terjadi kesalahan tindakan medis yang diambil dokter maupun

tenaga kesehatan. Sedangkan dalam skripsi ini penulis menekankan

pada pertanggungjawaban pidana rumah sakit, dokter, dan tenaga

kesehatan yang melakukan tindakan medis yang mengakibat kerugian

bagi pasien baik karena kesengajaan maupun kelalaiannya

Pada penelusuran di internet tanggal 3 Oktober 2016 pukul 21.20

WITA penulis menemukan karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi

dengan judul “Fungsi dan Peran Informed Consent Pada Perjanjian

Medis (Penerapannya dalam Praktik oleh Dokter Spesialis Penyakit

Dalam)” oleh Timotius Senopati Agastya Prakosa (0806343310)

selaku mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Adapun

rumusan masalah dari skripsi ini adalah :

a. Bagaimana hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam

perjanjian medis ditinjau dari hukum perjanjian ? (penerapan

perjanjian medis dalam praktik dokter spesialis penyakit dalam

Gastroentero-Hepatologi)

b. Bagaimana peranan Informed Consent dalam perjanjian medis

ditinjau dari aspek hukum perjanjian ? (penerapan perjanjian

Page 24: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

medis dalam praktik dokter spesialis penyakit dalam

Gastroentero-Hepatologi)

Adapun temuan dari karya tulis tersebut adalah :

a. Hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam perjanjian

medis dapat timbul karena persetujuan atau karena Undang-

Undang Perikatan karena persetujuan diatur dalam Pasal 1313

KUHPerdata. Brntuk perjanjiannya adalah perjanjian

melakukan usaha (perikatan usaha) untuk menyembuhkan

pasiennya, bukan perjanjian hasil (memperjanjikan

kesembuhan). Dokter tidak menjanjikan hasil dalam tindakan

medis tapi menjanjikan untuk melakukan usaha-usaha untuk

menangani keluhan kesehatan pasien.

b. Peranan informed consent dalam perjanjian medis adalah

memberi informasi yang selengkap-lengkapnya dan sedetail-

detailnya mengenai kesehatan pasien, tindakan medis yang

akan dilakukan dan efek dari tindakan medis tersebut.

Informed consent sendiri bagi seorang dokter adalah sarana

untuk membantu mengatasi keluhan kesehatan pasien.

Sedangkan bagi pasien sendiri fungsi informed consent adalah

untuk mengetahui tindakan apa yang mungkin dilakukan

terhadap keluhan kesehatannya dan memberikan kebebasan

untuk memilih bagaimana penanganannya.

Page 25: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

Adapun perbedaan antara karya tulis diatas dengan skripsi yang ditulis

penulis adalah dalam karya tulis diatas juga membahas informed

consent sebagai suatu perjanjian medis yang merupakan persetujuan

antara dokter dengan pasien dan merupakan bentuk perjanjian

melakukan usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata.

Karya tulis diatas juga membahas mengenai peranan dari informed

consent bagi dokter dan pasiennya. Perbedaan karya tulis tersebut

dengan skripsi penulis adalah penulis membahas mengenai

pertanggungjawaban pidana terhadap dokter, rumah sakit maupun

tenaga kesehatan yang melakukan malpraktik baik karena kesengajaan

maupun kelalaian. Dalam skripsi ini juga penulis memberikan analisis

terhadap putusan pengadilan di Indonesia terhadap kasus yang dimana

dokter melakukan tindakan medis terhadap pasiennya tanpa

berdasarkan informed consent yang benar.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini yang ingin menulis dapatkan

antara lain :

a. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan

memberikan pemahaman lebih jauh mengenai apakah itu tindakan medis, hak

pasien berupa informed consent, malpraktik dan pertanggungjawaban pidana

dokter dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Page 26: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

b. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan skripsi ini antara lain :

1. Untuk mendeskripsi dan menganalisis bagaimana

pertanggungjawaban pidana dokter, rumah sakit maupun tenaga

kesehatan apabila terjadi malpraktik baik karena kesengajaan atau

kelalaian.

2. Untuk mendeskripsi dan menganalisis putusan Pengadilan terhadap

tindak pidana malpraktik.

1.6 Manfaat Hasil Penelitian

Penulisan skripsi ini juga bertujuan untuk memberikan manfaat dan

sumbangsih untuk ilmu hukum itu sendiri. Adapun manfaat yang ingin didapatkan

antara lain :

a. Manfaat Teoritis

Kontribusi teoritis dari penulisan skripsi ini adalah diharapkan

memberikan manfaat berupa menambah wawasan dan pengetahuan dalam

penerapan dan penegakan hukum tidak hanya mengenai hukum pidana tetapi juga

mengenai hukum kesehatan dan hukum praktek kedokteran. Penulisan skripsi ini

juga diharapkan dapat turut serta dalam pengembangan peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan tindak pidana malpraktik.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan sedikit banyak

memberikan bantuan bagi para penegak hukum khususnya dalam tindak pidana

malpraktik seperti polisi, jaksa, hakim maupun MKEK (Majelis Kehormatan Etik

Page 27: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

Kedokteran) dalam menangani kasus-kasus malpraktik. Manfaat lainnya adalah

diharapkan agar skripsi ini dapat menjadi sumber bacaan maupun referensi bagi

siapa saja yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai tindak pidana malpraktik.

1.7 Landasan Teoritis

1. Asas Legalitas

Suatu perbuatan dapat dipidana apabila perbuatan tersebut sebelumnya

sudah diatur dalam undang-undang. Dalam hukum pidana dikenal adanya asas

legalitas, yaitu asas yang merupakan tiang menyangga dalam hukum pidana.

Dalam peraturan perundang-undangan pidana di Indonesia juga mengakui asas

ini, hal ini ditunjukkan dengan adanya asas legalitas dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Asas legalitas terletak pada Pasal 1 ayat (1)

KUHP. Pasal 1 KUHP dirumuskan sebagai berikut :

“(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan

pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan

dilakukan

(2) Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-

undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.”

Berdasarkan rumusan Pasal 1 ayat (1) KUHP, dapat ditarik makna dari

asas legalitas adalah :

a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau

perbuatan itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan

hukum.

b. Untuk menentukan adanya tindak pidana tidak boleh digunakan analogi.

Page 28: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

c. Undang-undang hukum pidana tidak berlaku mundur/surut.

Asas legalitas sendiri memiliki landasan teoritis yaitu asas Nullum

Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege.5 Asas Nullum Delictum Nulla Poena

Sine Praevia Lege adalah asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang

dilarang dan diancam pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam

perundang-undangan.6Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia merupakan

bahasa latin yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti tidak

ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu.7

2. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana atau delik sendiri tidak diatur dalam Kitab

Undnag-Undang Hukum Pidana (KUHP). Istilah tindak pidana merupakan

terjemahan dari strafbaar feit dan diperkenalkan oleh pihak pemerintah melalui

Departemen Kehakiman. Pengertian delik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

yaitu “Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan

pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.” Berdasarkan rumusan yang

ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa unsur, yakni :

1. Suatu perbuatan manusia;

2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-

undang;

3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan.8

5Ida Bagus Surya Dharma Jaya et. al., 2015, Buku Ajar &Klinik Manual Klinik Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana, Udayana University Press, Denpasar, h. 97. 6 Teguh Prasetyo, 2013, Hukum Pidana Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.

41. 7Ibid. 8 Ibid, h. 47-48.

Page 29: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

Adapun terdapat 2 (dua) unsur dalam tindak pidana yaitu unsur objektif

dan unsur subjektif, yaitu :

a. Unsur objektif, yaitu unsur yang terdapat yang terdapat diluar pelaku.

Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam

keadaaan-keadaan dimana tindakan-tindakan si pelaku itu harus

dilakukan. Terdiri dari :

1) Sifat melanggar hukum.

2) Kualitas dari si pelaku.

3) Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai

penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

b. Unsur subjektif, yaitu unsur yang terdapat atau melekat pada diri si

pelaku, atau yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di

dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini

terdiri dari :

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

2) Maksud pada sutu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal

53 ayat (1) KUHP.

3) Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-

kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya.

4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Pasal

340 KUHP.

5) Perasaaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP.9

3. Pertanggungjawaban Pidana

Dapat dipersalahkannya seseorang dalam melakukan suatu perbuatan

haruslah terdapat unsur-unsur penting yang harus ada yaitu unsur sifat melawan

hukum dan unsur kesalahan. Unsur pertama yaitu unsur melawan hukum, dalam

menentukan perbuatan itu dapat dipidana, pembentuk undang-undang menjadikan

sifat melawan hukum sebagai unsur tertulis. Tanpa unsur ini, rumusan undang-

undang akan menjadi terlampau luas.10 Penjelasan mengenai unsur melawan

9 Ibid, h. 50-51. 10Ibid, h. 67.

Page 30: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

hukum juga nantinya akan dicantumkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana yang akan datang. Hal ini tercantum dalam Pasal 11 ayat (2) Rancangan

KUHP Tahun 2013 yang menyebutkan “Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana,

selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-

undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum

yang hidup dalam masyarakat”. Penegasan juga dilanjutkan pada Pasal 11 ayat

(3), yaitu “Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali

ada alasan pembenar”.

Unsur kedua yang harus ada agar dapat dipersalahkannya seseorang dalam

melakukan perbuatan adalah kesalahan. Kesalahan merupakan penilaian atas

perbuatan seseorang yang bersifat melawan hukum, sehingga akibat perbuatannya

tersebut pelaku dapat dicela, yang menjadi dasar ukuran pencelaan atas

perbuatannya bukan terletak dari dalam diri pelaku, tetapi dari unsur luar pelaku,

yaitu masyarakat maupun aturan hukum pidana.11 Pasal 37 ayat (1) Rancangan

KUHP Tahun 2013 menyatakan “Tidak seorang pun yang melakukan tindak

pidana dipidana tanpa kesalahan”. Hukum pidana mengenal dua istilah kesalahan

yaitu, pertama kesengajaan atau dolus dan kealpaan atau culpa. Keduanya tentu

memiliki perbedaan yang sangan menonjol. Tindak pidana yang memiliki unsur

kesengajaan dalam rumusan delik sering dirumuskan dengan istilah-istilah

“dengan sengaja”, “sedang ia mengetahui”, “yang ia ketahui”, “dengan maksud”,

“bertentangan dengan apa yang diketahui”, dan “dengan tujuan yang ia ketahui”.

11Ibid, h. 82.

Page 31: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

Sedangkan tindak pidana yang memiliki unsur kealpaan dirumuskan dengan

“karena kelalaian/karena salah”. Kealpaan merupakan kesalahan yang lebih ringan

dari kesengajaan. Syarat untuk adanya kealpaan menurut Van Hamel adalah

“tidak mengadakan pendugaan sebagaimana diharuskan oleh hukum, dan tidak

mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum.”12 Unsur

kesalahan juga tidak terlepasakan dengan kemampuan bertanggung jawab. Pasal

37 ayat (2) Rancangan KUHP Tahun 2013 menyatakan “Kesalahan terdiri dari

kemampuan bertanggung jawab, kesengajaan, kealpaan, dan tidak ada alasan

pemaaf”.

Pertanggungjawaban pidana sangat berkaitkan dengan kemampuan

bertanggung jawab seseorang itu sendiri. Seseorang dapat dipertanggungjawabkan

bila ada kesalahan dalam arti materiil/verweijbaarheid, yaitu meliputi tiga unsur:

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab.

2. Adanya hubungan batin antara pelaku dengan perbuatannya (dolus

atau culpa).

3. Tidak adanya alasan-alasan penghapus kesalahan (schuld

uitsluitingsground).13

Tidak mampu dan kurang mampu bertanggung jawab dalam hukum

pidana berkaitan dengan ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHP yang merumuskan :

“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan

padanya, disebabkan jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena

penyakit, tidak dipidana”. Menurut pasal tersebut, maka hal tidak mampu

12 Sudarto, 1974, Hukum Pidana IA, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat

Universitas Brawijaya, Malang, h. 55. 13 Ida Bagus Surya Dharma Jaya et. al., op. cit., h. 220.

Page 32: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

bertanggung jawab adalah karena hal-hal tertentu, yaitu jiwanya cacat dalam

pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit, dan sebagai akibatnya, ia tidak

mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Ada beberapa

penyakit jiwa yang hanya merupakan gangguan sebagian saja, sehingga mereka

ini tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk sebagian yang berkaitan dengan

penyakit jiwanya. Penyakit itu antara lain kleptomania, nymphomania, pyromania,

claustrophobia.

Batas umur juga termasuk dalam salah satu kemampuan bertanggung

jawab seseorang. Saat KUHP berlaku di Indonesia dan belum adanya hukum

pidana khusus mengenai anak-anak maupun pemidanaan terhadap anak-anak atau

orang yang belum dewasa. KUHP hanya mengatur pemidanaan terhadap mereka

yang belum berumur 16 tahun dalam Pasal 45, 46 dan 47. Pasal 45 tidak

bersangkut-paut dengan hal apakah seseorang yang masih muda atau anak-anak

dianggap pertumbuhan jiwanya sempurna atau belum, tetapi hanya mengatur

tentang apa yang dapat dilakukan oleh hakim dalam mengambil keputusan

terhadap orang yang belum berumur 16 tahun jika ia melakukan tindak pidana.14

4. Pengertian Malpraktik dan Teori Perbuatan Malpraktik

Unsur sifat melawan hukum, kesalahan, kemampuan bertanggung jawab

dan pemidanaan ini berlaku bagi seluruh tindak pidana, tidak hanya yang diatur

dalam KUHP namun juga yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

lainnya. Salah satu tindak pidana itu adalah tindak pidana di bidang kesehatan.

14 Teguh Prasetyo, op. cit, h. 93.

Page 33: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

Ada berbagai perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana kesehatan, contohnya

adalah aborsi illegal, peredaran obat palsu, penyelenggaraan praktek kedokteran

tanpa ijin dan malpraktik. Malpraktik sendiri saat ini cukup mendapat perhatian

masyarakat Indonesia beberapa tahun terakhir. Undang-Undang No. 6 Tahun 1963

tentang Tenaga Kesehatan meskipun telah dicabut dengan keluarnya Undang-

Undang No. 23 Tahun 1992, dan diperbarui lagi dengan Undang-Undang No. 36

Tahun 2009, tetapi esensinya secara implisit masih dapat digunakan, yakni bahwa

malpr aktik terjadi apabila petugas kesehatan :

a. Melalaikan kewajibannya;

b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh

seorang tenaga kesehatan, baik menginat sumpah jabatan maupun

profesinya.15

Sedangkan Guwandi menyimpulkan bahwa terdapat malpraktik apabila :

1. Ada tindakan atau sikap dokter yang :

a. Bertentangan dengan etika atau moral

b. Bertentangan dengan hukum

c. Bertentangan dengan standar profesi medik (SPM)

d. Kurang pengetahuan atau ketinggalan ilmu pada bidangnya yang

berlaku umum

2. Adanya kelalaian, kurang hati-hati atau kesalahan yang besar (culpa

lata).16

Selanjutnya dikatakan bahwa istilah malpraktik mencakup pengertian yang

lebih luas dari kelalaian karena malpraktik mencakup pula tindakan-tindakan

sengaja (intentional, dolus) dan melanggar undang-undang yang akibat dari

15 Soekidjo Notoatmodjo, loc. Cit. 16 Chrisdino M. Achadiat, 2006, Dinamika Etika & Hukum Kedokteran dalam Tantangan

Zaman, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, h. 22.

Page 34: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

tindakan tersebut memang merupakan tujuan. Sedangkan kelalaian lebih beintikan

ketidaksengajaan (culpa), kurang hati-hati, tidak peduli, dan akibat yang timbul

sebenarnya bukan merupakan tujuan dari tindakan tersebut.17 Di dalam buku The

Law of Hospital and Health Care Administration yang ditulis oleh Arthur F.

Southwick dikemukakan adanya tiga teori menyebutkan sumber dari suatu

perbuatan malpraktik, yaitu :

a. Teori Pelanggaran Kontrak (Breanch of Contract)

Teori pertama yang mengatakan bahwa sumber perbuatan malpraktik adalah

karena terjadinya pelanggaran kontrak, ini berprinsip bahwa secara hukum

seorang dokter tidak mempunyai kewajiban merawat seseorang bila mana di

antara keduanya tidak terdapat suatu hubungan kontrak antara dokter dan pasien.

Sehubungan dengan teori pertama ini, hubungan antara dokter dan pasien baru

terjadi apabila telah terjadi kontrak diantara kedua belah pihak tersebut.

b. Teori Perbuatan yang Disengaja (Intentional Tort)

Teori kedua yang dapat dipakai oleh pasien sebagai dasar untuk menggugat

dokter karena perbuatan malpraktik adalah kesalahan yang dibuat sengaja

(intentional tort), yang mengakibatkan seseorang secara fisik mengalami cedera

(assault and battery). Kasus malpraktik menurut teori kedua ini, dalam arti yang

sesungguhnya jarang terjadi dan dapat digolongkan sebagai tindakan kriminal atas

dasar unsur kesengajaan.

17Ibid, h. 23.

Page 35: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

c. Teori Kelalaian (negligence)

Teori ketiga ini menyebutkan bahwa sumber perbuatan malpraktik adalah

kelalaian (negligence). Kelalaian yang menyebabkan sumber perbuatan yang

dikategorikan malpraktik ini harus dapat dibuktikan adanya, selain itu kelalaian

yang dimaksud harus termasuk dalam kategori kelalaian yang berat (culpa lata).

Untuk membuktikan hal demikian tentu saja bukan merupakan yang mudah bagi

aparat keamanan.18

1.8 Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah

penelitian normatif yuridis atau juga disebut penelitian hukum doktrional.

Soetandyo Wignjosoebroto menyatakan penelitian doktrional terdiri dari

penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif, penelitian yang berupa

usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif

dan penelitian berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan

untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu.19 Sesuai dengan rumusan

masalah skripsi ini yang terkait dengan usaha dalam penemuan hukum yang tepat

dalam tindak pidana malpraktik yang memang belum ada kesesuain diantara

putusan-putusan pengadilan yang ada di Indonesia tentang tindak pidana

malpraktik.

18 Sri Siswati, 2013, Etika dan Hukum Kesehatan dalam Perspektif Undang-Undang

Kesehatan, Rajawali Pers, Jakarta, h. 128-130. 19 Bambang Sunggono, 2013, Metodologi Penelitian Hukum, Rajagrafindo Persada,

Jakarta, h. 42.

Page 36: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

b. Jenis Pendekatan

Terdapat 3 (tiga) jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi

ini yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case

approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan

undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi

yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani.20 Nantinya akan

dicari undang-undang maupun regulasi yang terkait dengan penulisan skripsi ini

dan digunakan sebagai acuan dalam penyelesaian masalah. Pendekatan kasus

dilakukan dengan cara menelaah dan memfokuskan pada suatu kasus tertentu

yang terkait dengan isu yang sedang dihadapi. Adapun dalam skripsi ini

memfokuskan pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 79PK/PID/2013 mengenai

kasus dugaan malpraktik dengan terdakwa Ayu Sasiary Prawani, Hendry

Simanjuntak dan Hendy Siagian. Kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah

rasio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai

kepada suatu putusan.21Sedangkan pendekatan konseptual beranjak dari

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu

hukum.22

20 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 93. 21Ibid, h. 94. 22Ibid.

Page 37: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

c. Bahan Hukum

Terdapat 3 (tiga) jenis bahan hukum antara lain bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Namun dalam penulisan skripsi

ini hanya digunakan 2 (dua) jenis bahan hukum, yaitu :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari norma atau kaedah dasar (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945),

peraturan dasar yaitu Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945 dan

Ketetapan-Ketetapan MPR, peraturan perundang-undangan (Undang-

Undang dan peraturan yang setaraf, Peraturan Pemerintah dan peraturan

yang setaraf, Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf, Keputusan

Menteri dan peraturan yang setaraf, dan peraturan-peraturan daerah),

bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti hukum adat, yurisprudensi,

traktat, bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga saat ini dipakai,

contohnya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.23 Bahan hukum primer

yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958

tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik

Indonesia dan megubah KUHP (Lembaran Negara Tahun 1958

Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660);

23 Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta,

h. 52.

Page 38: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

(Lembaran Negara Nomor 116 Tahun 2004, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4431);

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran

Negara Nomor 144 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor

5063);

5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

(Lembaran Negara Nomor 153 Tahun 2009, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 5072); dan

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan

Kedokteran.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti misalnya rancangan undang-undang, hasil-hasil

penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.24 Bahan

hukum sekunder yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah buku-

buku maupun litelatur karya dari kalangan maupun ahli hukum, pendapat

para ahli hukum yang termuat di media massa baik dalam bentuk jurnal

maupun karya tulis, kamus hukum dan internet.

24Ibid.

Page 39: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan

skripsi ini adalah dengan cara pengumpulan bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam skripsi ini.

Bahan hukum primer digunakan sebagai landasan dalam pemecahan rumusan

masalah dan ditunjang dengan bahan hukum sekunder.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

teknik deskriptif, teknik evaluasi, teknik argumentasi dan teknik sistematis.

1. Teknik Deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat

dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adany

terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum

atau non hukum.

2. Teknik Evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju

atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti

terhadap suatu pandangan, proporsi, pernyataan, rumusan norma,

keputusan, baik yang tertera baik dalam hukum primer maupun

dalam hukum sekunder.

3. Teknik Argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi

karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat

penalaran hukum. Dalam pembahasan permasalahan hukum makin

banyak argument makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum.

Page 40: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN …

4. Teknik Sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumus

suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan

perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak

sederajat.25

25 Buku Pedoman, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana,

Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 76-77.