persyaratan standar sistem manajemen k3

Upload: auriga2008

Post on 22-Jul-2015

273 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PERSYARATAN STANDAR SISTEM MANAJEMEN K3 - OHSAS 18001:20071. Ruang Lingkup Seri persyaratan penilaian keselatan dan keselamatan kerja ini memuat persyaratan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) agar organisasi mampu mengendalikan resikoresiko K3 dan dapat meningkatkan kinerja K3 nyq. Persyaratan ini tidak secara khusus menyatakan kriterira kinerja K3 (yang harus dipenuhi), juga tidak memberikan spesifikasi detil tentang sistem manajemen. Standar OHSAS ini dapat diterapkan oleh organisasi yang inging: 1. Menerapkan sistem manajemen K3 untuk mengurangi atau menghilangkan resiko kecelakaan dan keselamatan terkait aktifitas organisasi pada personil dan pihak lain yang berkepentingan. 2. Menerapkan, memelihara dan terus meningkatkan sistem manajemen K3

3. Menjamin bahwa organisasi sesuai dengan kebijakan K3 yang dibuat sendiri oleh organisasi 4. Menunjukkan kesesuai dengan standar OHSAS ini dengan cara:

a. Melakukan penilaian diri sendiri dan mendeklarasikan diri sendiri (sesuai dengan standar OHSAS ini) b. Mendapat pengakuran kesesuaian (dengan standar OHSAS ini) dari pihak-pihak yang berkepentingan seperti pelanggan. c. d. Mendapat pengakuan untuk menguatkan deklarasi (point a) dari pihak ketiga. Mendapatkan sertifikat sistem manajemen K3

Standar OHSAS ini dimaksudkan untuk hanya mencakup kesehatan dan keselamatan kerja, dan tidak dimaksudkan untuk mencakup area lain seperti program kesehatan karyawan (asuransi dan sebagainya), keamanan produk, kerusakan properti dan dampak lingkungan. 2. Publikasi yang menjadi acuan Beberapa standar yang memberikan informasi atau panduan yang berkaitan dengan stndar OHSAS 18001 ini:

OHSAS 18002, sistem manajemen K3 - pandukan untuk penerapan OHSAS 18001 International Labour Organization:2001, Panduan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.

3. Istilah dan Definisi Berikut ini adalah Istilah yang definisi yang berlaku yang digukan dalam dokumen OHSAS 18001 ini: 3.1 Resiko yang dapat diterima Resiko yang telah diturunkan hingga menjpai tingkat yang dapat ditoleransi dengan mempertimbangkan peraturan legal dan kebijakan K3 organisasi. 3.2 Audit Proses sistematic, independen dan terdokumentasi unutk memperleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objective untuk menentukan sejauh mana kriteria audit terpenuhi. Catatan 1: Independen tidak berarti harus pihak dari luar organisasi. Dalam banyak kasus, khususnya di organisasi kecil, independensi dapat berarti bebas dari tanggung jawab terhadap aktifitas yang diaudit. Catatan 2: Untuk panduan lebih lanjut tentang bukti audit dan kriteria audit, lihat ISO 19011. 3.3 Peningkatan berkelanjutan Proses berulang untuk meningkatkan sistem manajemen K3 untuk mencapai peningkatan dalam kinerja K3 secara keseluruhan yang selaras dengan kebijakan K3 organisasi. Catatan 1 Proses Peningkatan tidak perlu dilakukan di semua area secara bersamaan. Catatan 2 Definisi diatas disadur dari ISO 14001:2004 3.4 Tindakan koreksi Tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian atau situasi yang tidak diinginkan yang terdeteksi. Catatan 1 Bisa saja ada lebih dari satu penyebab ketidaksesuaian. Catatan 2: Tindakankoreksi adalah tindakan yang diambil untuk mencegah terulangnya kejadian sedangkan tindakan pencegahan diambil untuk mencegah terjadinya kejadian (yang belum terjadi). 3.5 Dokumen

Informasi dan media pendukungnya. Catatan: Media dapat berupa kerjtas, magnetik, CD, foto atau sample master atau kombiasi dari hal hal tersebut. 3.6 Bahaya (hazard) Sumber, situasi, tindakan yang potensial menimbulkan cedera atau penyakit atau kombinasi keduanya terhadap manusia. 3.7 Identifikasi bahawa Proses untuk mengetahui adanya bahaya dan menentukan sifat-safatnya. 3.8 Penyakit Kondisi fisik atau mental yang meburuk yang dapat diketahui yang mucul dari dan/atau diperburuk oleh aktifitas dalam pekerjaan dan/atau situasi yang berhubungan dengan pekerjaan. 3.9 Insiden Kejadian terkait dengan pekerjaan dimana terjadi atau dapat saja terjadi cedera atau penyakit (terlepas dari tingkat bahayanya) atau terjadinya kamatian. Catatan 1: Kecelakaan (accident) adalah insiden yang menyebabkan cidera, penyakit atau kematian. Catatan 2: Suatu insiden yang tidak menyebabkan cidera, penyakit atau kematian dapat disebut nyaris terjadi (near miss), nyaris terkena (near hit, near call) atau kejadian berbahaya. Catatan 3: Suatu keadaan darurat merupakan suatu jenis insiden khusus. 3.10 Pihak-pihak terkait Individu atau kelompok, di dalam dan diluar lokasi kerja yang berkepentingan atau yang dipengaruhi oleh kinerja K3 organisasi. 3.11 Ketidaksesuaian Tidak terpenuhinya persyaratan Catatan A: Ketidaksesuaian dapat berupa penyimpangan terhadap:

Standar kerja, prektek, prosedur, persyaratan legal yang terkait. Persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3.

3.12 Keselamatan dan kesehatan kerja Kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan karyawan atau pekerja (termasuk pekerja sementara dan personal kontraktor), pengunjung atau orang lain dalam lokasi kerja. Catatan: Organisasi dapat terkena persyaratan legal tentang kesehatan dan keselamatan orang diluar tempat kerja langsung, atau yang terkena dampak dan aktifitas di tempat kerja. 3.13 Sistem Manajemen K3 Bagian dari sistem manajemen organisasi untuk membangun dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola resiko resiko K3. Catatan1: Sistem manajemen adalah sekumpulan elemen yang berkaitan yang digunakan untuk menetapkan kebijakan dan sasaran dan untuk mencapai sasaran tersebut. Catatan 2: Sistem manajemen mencakup struktur organisasi, aktifitas perencanaan (termasuk, sebagai contoh, penilaian resiko dan penetapan sasaran), tanggung jawab, praktek-praktek, prosedur-prosedur, proses-proses dan sumber daya. Catatan 3: Diadopsi dari ISO !$001:2004 3.14 Sasaran K3 Sasaran terkait dengan kinerja K3 yang ditetapkan organisasi untuk dicapai. Catatan 1: Sasaran harus quantitatif sejauh memungkinkan. Catatan 2: Klausul 4.3.3 mensyaratkan bahwa sasaran K3 konsisten dengan kebijakan K3. 3.15 Kinerja K3 Hasil terukur dari pengelolaan organisasi terhadap resiko-resiko K3. Catatan 1: Pengukuran Kinerja K3 mencakup pengukuran dan efektifitas dari pengendalian yang dilakukan organisasi. Catatan 2:Dalam konteks sistem manajemen K3, hasil dapat diukur terhadap kebijakan K3, Sasaran K3 dan persyaratan kinerja K3 yang lain. 3.16 Kebijakan K3 Arahan yang bersifat menyeluruh bagi organisasi terkait dengan kinerja K3 dan secara formal diungkapkan oleh manajemen puncak.

Catatan1: Kebijakan K3 memberi kerangka untuk melakukan tindakan dan untuk menetapkan sasaran K3. 3.17 Organisasi Perusahaan, korporasi, firma, kelompok perusahaan, lembaga, instituis atau kombinasi dari hal tersebut, kelompok atau bukan, publik ataupun pribadi yang mempunyai fungsi dan adminsitrasi sendir. Catatan: Untuk organisasi dengan lebih dari satu unit operasi, unit operasi tunggal dapat disebut sebagai organisasi. 3.18 Tindakan Pencegahan Tindakan untuk menghilangkan penyebab dari ketidaksesuaian yang potensial terjadi atau situasi atau kondisi yang tidak diinginkan yang potensial terjadi. Catatan 1: Penyebab ketidak sesuaian potensial bisa saja lebih dari 1 Catatan 2: Tindakan pencegahan diambil untuk mencegah terjadinya suatu kejadian (yang belum terjadi) sedang tindakan koreksi diambil untuk mencegah terulangnya kejadian (yang sudah terlanjur terjadi). 3.19 Prosedur Cara untuk melakukan aktifitas atau untuk melakukan proses. 3.20 Catatan Dokumen yang yang menggambarkan hasil yang dicapai dari aktifitas yang dilakukan atau menggambarkan bukti dari aktifitas yang dilakukan. 3.21 Resiko Kombinasi dari tingkat kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang berbahaya atau yang mengakibatkan bahaya dan tingkat keparahan dari cedera atau penyakit yang diakibatkan. 3.22 Penialian resiko Proses untuk mengavaluasi resiko yang muncul dari suatu bahaya, dengan mempertimbangkan kelayakan kontrol yang ada, dan memutuskan apakah resiko tersebut dapat diterima atau tidak. 3.23 Area kerja Suatu lokasi fisik dimana aktifitas terkait dengan pekerjaan dilakukan dibawah kontrol organisasi.

Catatan: Untuk menentukan mana yang termasuk area kerja', organisasi perlu mempertimbangkan dampak K3 terhadap personil yang, misalnya, melakukan perjalanan atau transit (mengemudi, melakukan perjalan dengan pesawat terbang, kapal laut ataupun kerena), bekerja di tempat klien atau pelanggan, bekerja dirumah. 4.1 Persyaratan Umum Organisasi haris menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan, memeliharai dan meningkatkan secara berkelanjutan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sesuai dengan persyaratan standar OHSAS ini dan menentukan bagaimana sistem tersebut memenuhi persyaratan ini. Organisasi harus menentukan dan mendokumentasikan lingkup sistem manajemen K3-nya. 4.2 Kebijakan K3 Manajemen puncak harus menetapkan dan mengesahkan kebijakan K3 dan menjamin bahwa kebijakan tersebut: a. Sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 yang ada di organisasinya masing-masing

b. Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan dan berkurangnya kesehatan secara berkelanjutan meningkatkan sistem manajemen K3 dan kinerja K3. c. Mencakup komitmen untuk paling tidak sesuai persyaratan legal yang berlakudan dengan persyaratan lain d. e. Memberi kerangka untuk penetapan dan peninjauan sasaran K3; Di dokumentasikan, diterapkan dan dipelihara

f. Di komunikasikan ke semua orang yang bekerja dibawah kontrol organisasi agar mereka menyadari kewajiban individual mereka terkait K3; g. Terbuka bagi pihak-pihak yang berkepentingan; dan

h. Di tinjau secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan tepat bagi organisasi 4.3 Perencanaan 4.3.1 Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan penetapan kontrol Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur-prosedure untuk identifikasi bahaya secara berkelanjutan, penilaian resiko dan penentuan kontrol-kontrol yang diperlukan.

Prosedur-prosedur untuk identifikasi bahaya dan penilaian resiko harus mempertimbangkan: a. Aktifitas rutin dan non-rutin

b. Aktifitas dari semua orang yang mempunyai akses ke lokasi kerja (termasuk kontraktor dan pengunjung) c. Perilaku orang, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya.

d. Bahaya yang telah teridentifikasi yang berasal dari luar lokasi kerja yang dapat merugikan kesehatan dan keselamatan orang-orang di lokasi kerja. e. Bahaya bagi lingkungan sekitar lokasi kerja yang dihasilkan oleh aktifitas-aktifitas dari lokasi kerja Catatan 1: Lebih tepat bila bahaya seperti diatas dinilai sebagai aspek lingkungan. f. Infrastruktur, peralatan dan material di lokasi kerja, baik yang dihasilkan oleh organisasi maupun oleh pihak lain; g. Perubahan-perubahan atau rencana perubahan dalam organisasi, aktifitas atau material.

h. Perubahan dari sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara dan akibat dari perubahan tersebut bagi operasi, proses dan aktifitas; i. Semua persyaratan legal terkait dengan penilaian resiko dan penerapan kontrol yang diperlukan; j. Rancangan area kerja, proses, instalasi, peralatan, prosedur operasional dan pengaturan kerja, termasuk penyesuaiannya dengan kemampuan manusia Metodologi untuk identifikasi bahaya dan penilaian resiko harus: a. Ditentukan lingkupnya, sifatnya, waktunya untuk menjamin agar identifikasi bahaya dan penilaian resiko dilakukan secara pro-aktif, bukan reactif; dan b. Memberi panduan untuk identifikasi, prioritasisasi dan dokumentasi resiko, dan penerapan kontrol dengan layak. Untuk mengatur perubahan, organisasi harus mengidentifikasi bahaya K3 dan resiko K3 yang berhubungan dangan perubahan-perubahan dalam organisasi, sistem manajemen atau aktifitas sebelum perbuahan-perubahan tersebut diberlakukan. Organisasi harus menjamin bahwa hasil dari penilaian dipertimbangkan dalam menentukan kontrol.

Ketika menentukan kontrol, atau ingin merubah kontral yang sudah ada, harus dipertimbangkan untuk menurunkan resiko menurut hirarki sebagai berikut: a. b. c. d. e. Penghilangan Penggantian Kontrol secara teknis Pemberian tanda dan/atau kontrol administatif Pemakaian peralatan pelindung

Organisasi harus mendokumentasikan hasil dari identifikasi bahaya, penilaian resiko dan kontrol yang ditentukan dan menjaga dokumentasi tersebut tetap up-to-date. Organisasi harus menjamin agar resiko K3 dan kontrol yang telah ditentukan dipertimbangkan dalam menngembangkan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3. Catatan 2: Untuk panduan lebih lanjut mengenai identifikasi bahaya, penilaian resiko dan penentuan kontrol, lihat OHSAS 18002. 4.3.2 Persyaratan Legal dan Persyaratan Lainnya. Oerganisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses persyaratan-persyaratan legal K3 dan lainnya yang berlaku bagi organisasi masing masing. Organisasi harus menjamin agar persyaratan-persyaratan tersebut dipertimbangkan dalam menetapkan, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3-nya. Organisasi harus menjaga agar informasi tersebut (persyaratan-persyaratan K3) tetap up-to-date. Organisasi harus mengkomunikasikan informasi yang relevan terkait persyaratan-persyaratan K3 tersebut kepada personil-personil yang bekerja dalam kontrol organisasi dan kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan. 4.3.3 Sasaran dan Program Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara sasaran terkokumentasi yang terdokumentasi, pada fungsi-fungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi. Sasaran harus terukur, sejauh memungkinkan, dan konsisten dengan kebijakan K3, termasuk komitmen untuk mencegah terjadinya luka atau masalah kesehatan, untuk sesuai dengan persyaratan legal dan persyaratan lainnya yang berlaku dan untuk peningkatan berkelanjutan.

Saat menentukan dan meninjau sasaran, organisasi harus mempertimbangkan persyaratanpersyaratan legal dan persyaratan lainnya dan resiko-resiko K3. Organisasi juga harus mempertimbangkan pilihan-pilihan teknologi yang tersedia, masalah finansial, operasioan dan persyaratan-persyaratan bisnis, dan pandangan-pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara program-program untuk mencapai sasaran. Minimal, program harus mencakup: a. Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk mencapai sasaran-sasaran pada fungsifungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi, dan b. Cara dan kerangka waktu sasaran tersebut akan dicapai.

Program-program harus ditinjau secara berkala pada interval yang terencana, harus di sesuaikan bila diperlukan untuk menjamain sasaran-sasaran tersebut dapat tercapai. 4.4 Penerapan dan operasi 4.4.1 Sumber daya, peranan, tanggung jawab, akuntabilitas dan kewenangan. Manajemen puncak harus mengambil tanggung jawab tertinggi untuk K3 dan sistem manajemen K3. Manajemen puncak harus menunjukkan komitmennya dengan cara: a. Menjamin tersedianya sumber daya yang penting untuk menetapkan, menerapkan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3. Catatan 1: Sumber daya mencakup sumber daya manusia dan skil khusus, infrastruktur, teknologi dan finansial. b. Menentukan peranan, mengalokasikan penanggung jawab dan akuntabilitas, dan mendelegasikan kewenangan untuk memfasilitasi manajemen K3. Peranan, tanggung jawab dan akuntabilitas, dan kewenangan harusdikokumnetasikan dan dikomunikasikan. Organisasi harus menunjuk anggota dan manajemen puncak dengan tanggung khusus untuk K3, yang mempunyai peranan dan tangung jawab untuk (diluar tanggung jawab lainnya): a. Menjamin bahwa sistem manajemen K3 ditetapkan, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan standar OHSAS ini. b. Menjamin agar laporan-laporan terkait kinerja sistem manajemen K3 di berikan kepada manajemen puncak untuk ditinjau dan digunakan sebagai dasar peningkatan sistem manajemen K3.

Catatan 2: Manajemen puncak yang ditunjuk (dalam organisasi besar, misalnya, anggota komite eksekutif atau dewan eksekuit) dapat mendelegasikan tugas-tugas mereka kepada wakil manajemen di bawah mereka dengan tetap mempertahankan akuntabilitas. Identitas dari manajemen puncak yang ditunjuk harus dapat diketahui oleh semua orang yang bekerja di bawah kontrol organisasi. Semua yang mempunyai tanggung jawab manajemen harus menunjukkna komitmen mereka untuk peningkatan secara berkelanjutan kinera K3. Orgnisasi harus menjamin agar orang-orang di lokasi kerja mengambil tanggung jawab terhadap aspek-aspek K3 yang berada dalam kontrol mereka dan taat kepada persyaratan-persyaratan K3 yang berlaku. 4.4.2 Kompetensi, pelatihan dan kesadaran Organisasi harus menjamin agar semua orang yang bekerja di bawah kontrol organisasi, yang melakukan pekerjaan yang dapat berdampak kepada K3 adalah orang-orang yang berkompeten dilihat dari pendidikan, pelatihan atau pengalaman. Organisasi harus menyimpan catatan-catatan terkait kompetensi tersebut. Organisasi harus mengidentifikasi kebutuhan pelatihan terkait dengan resiko K3 dan terkait sistem manajemen K3. Organisasi harus memberikan pelatihan atau tindakan lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mengevaluasi efektifitasnya dan menyimpan catatan-catatan terkait. Organsiasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk membuat orangorang yang bekerja di bawah kontrol organsiasi sadar akan: a. Konsekwensi K3, baik aktual maupun potensial dari aktifitas dan perilaku mereka dan keuntungan yang diperoleh dari peningkatan kinerja personal. b. Peranan dan tanggung jawab serta pentingnya mencakai kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur-prosedur K3 dan dengan persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3, termasuk persyaratan mengenai kesiapan dan tanggap darurat. c. Konsekwensi potensial bila mengabaikan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.

Prosedur pelatihanharus mempertimbangkan perbedaan-perbedaan dalam hal: a. b. Tanggung jawab, kemampuan, bahasa dan tulisan Resiko

4.4.3 Komunikasi, partisipasi dan konsultasi

4.3.1 Komunikasi Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk: a. b. Komunikasi internal antara berbagai tingkatan dan fungsi dalam organisasi Komunikasi dengan kontraktor dan pengunjung lokasi kerja lain.

c. Menerima, mendokumentasi dan menanggapi komunikasi yang relevan dari pihak-pihak luar yang berkepentingan 4.3.2 Partisipasi dan konsultasi Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk: a.

Partisipasi para pekerja melalui: Keterlibatan yang cukup dalam identifikasi bahaya, penilaian resiko dan dalam penetapan kontrol Keterlibatan yang cukup dalam investigasi kecelakaan Keterlibatan dalam pengembangan dan peninjauan kebijakan dan sasaran K3. Konsultasi bila ada perubahan-perubahan yang mempengaruhi K3 mereka Keterwakilan dalam urusan-urusan menyangkut K3

b. Konsultasi dengan kontraktor bila ada perubahan-perubahan yang mempengaruhi K3 mereka. Organisasi harus menjamin bahwa, bila dianggap perlu, pihak-pihak luar yang berkepentingan dan relevan dikonsultasikan mengenai hal-hal terkait dengan K3. 4.4.4 Dokumentasi Dokumentasi sistem manajemen K3 harus mencakup: a. b. Kebijakan dan sasaran K3 Penjelasan tentang lingkup sistem manajemen K3

c. Elemen-elemen utama sistem manajemen K3 dan interaksinya, dan acuan-acuan dokumennya. d. Dokumen, termasuk catatan, yang diperlukan oleh standar K3 ini.

e. Dokumen, termasuk catatan, yang dianggap perlu oleh organisasi untuk menjamin perencanaan, operasi dan kontrol proses yang efektif terkait dengan manajemen dan resiko K3.

Catatan: Penting sekali bahwa dokumentasi proporsional dengan kompleksitas, bahaya dan resiko yang ada, dan dijaga agar minimal, seperlunya untuk efektifitas dan efisiensi. 4.4.5 Pengendalian dokumen Dokumen yang diperlukan oleh sistem manajemen K3 dan oleh standar OHSAS ini harus dikontrol. Catatan adalah type khusus dokumen dan harus dikontrol sesuai dengan klausul 4.5.4. Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk: a. b. c. Penyetujuan kelayakan dokumen sebelum diterbitkan Peninjauan dan pembaharuan bila diperlukan dan penyetujuan ulang Menjamin bahwa perubahan dan status revisi terbaru dokumen teridentifikasi (diketahui)

d. Menjamin bahwa versi yang relevandari dokumen yang berlaku tersedia di lokasi penggunaan e. Menjamin bahwa dokumen tetap dapat terbaca dan dikenali dengan mudah

f. Menjamin bahwa dokumen yang berasal dari luar, yang ditentukan oleh organisasi perlu untuk perencanaan dan operasi sistem manajemen K3-nya, diidentifikasi dan distribusinya dikontrol g. Mencegah penggunaan yang tidak diinginkan dokumen-dokumen yang kadaluarsa dan melakukan penandaan dengan cara yang tepat bila dokumen kadaluarsa tersebut di simpan untuk tujuan tertentu. 4.6 Kontrol operasional Organisasi harus menentukan operasi dan aktifitas yang terkait dengan bahaya-bahaya yang telah teridentifiasi,. Semua operasi dan aktifitas tersebut memerlukan kontrol untuk penanganan resiko K3. Perubahan-perubahan terhadap aktifitas dan operasi tersebut juga harus diatur. Untuk operasi dan aktifitas tersebut, organisasi harus menerapkan dan memelihara: a. Kontrol operasional yang dapat diterapan. Organisasi harus mengintegrasikan kontrol operasional dalam sistem manajemen K3 secara keseluruhan. b. c. Kontrol terkait dengan barang-barang, peralatan dan jasa yang dibeli, Kontrol terkait kontraktor dan pengunjung lain ke lokasi kerja

d. Prosedur terdokumentasi, diperlukan bila dianggap bahwa ketiadaan prosedur dapat membuat penyimpangan terhadap kebijakan dan sasaran K3,

e. Kriteria operasi, bila dianggap bahwa ketiadaan kriteria dapat membuat penyimpangan terhadap kebijakan dan sasaran K3. 4.4.7 Kesiapan dan tanggap darurat Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur a. b. Untuk mengidentifikasi situasi darurat yang potensial Untuk menanggapi situasi darurat tersebut

Organisasi harus tanggap terhadap situasi darurat aktual dan mencegah atau mengurangi konsekwensi K3 yang merugikan. Dalam merencanakan tanggap darurat organisasi harus mempertimbangkan pihak-pihak terkait yang relevan, seperti layanan darurat dan tetangga. Organisasi juga harus menguji prosedur tanggap darurat secara berkalai dengan, bila memungkinkan, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Organisasi harus meninjau prosedur tersebut secara berkala dan melakukan perubahanperubahan bila diperlukan, khususnya setelah pengujian prosedur dan setelah terjadinya situasi darurat (lihat 4.5.3) 4.5 Pemeriksaan 4.5.1 Pengukuran dan pemantauan kinerja Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja K3 secara teratur. Prosedur tersebut harus memberi aturan tentang: a. b. c. Ukuran qualitative dan quantitatie yang sesuai dengan kebutuhan organisasi Pemantauan tingkat pencapaian sasaran K3 Pemantauan efektifitas dari kontrol (baik untuk kesehatan maupun keselamatan)

d. Ukuran kinerja yang bersifat proaktif yang memantau kesesuaian dengan program-program K3, kontrol dan kriteria operasional e. Ukuran kinerja yang bersifat reaktif yang memantau kondisi kesehatan yang buruk, insiden (termasuk kecelakaan dan nyaris kecelakaan', dll.) dan bukti-bukti historis lain tentang kurang baiknya kinerja K3 f. Pencatatan data dan hasil dari pemantauan dan pengukuran yang cukup untuk dijadikan bahan analisa tindakan koreksi dan pencegahan selanjutnya.

Jika diperlukan peralatan untuk melakukan pemantauan atau pengukuran kinerja, organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengkalibras dan memelihara peralatan tersebut dengan layak. Catatan kalibrasi dan pemeliharaan dan hasilnya harus disimpan. 4.5.2 Evaluasi kesesuaian 4.5.2.1 Konsistem dengan komitmen organisasi untuk sesuai dengan persyaratan legal dan persyaratan lian terkait K3, organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengevaluasi kesesuaian dengan persyaratan legal K3 secara berkala (lihat 4.3.2) Organisasi harus menyimpan catatan-catatan hasil dari evaluasi berkala tersebut. Catatan: frekwensi evaluasi dapat berbeda-beda untuk setiap perayratan legal K3. 4.5.2.2 Organisasi harus mengevaluasi kesesuaian dengan persyaratan K3 lain yang berlaku bagi organisai (lihat 4.3.2). Organisasi dapat menggabungkan evaluasi ini dengan evaluasi kesesuaian terhadap persyaratan legal yang disebut dalam klausul 4.5.2.1 atau membuat prosedur yang terpisah. Organisasi harus menyimpat catatan hasil evaluasi. Catatan: Frekwensi evaluasi dapat berbeda-beda untuk setiap persyaratan 4.5.3 Investigasi insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan 4.5.3.1 Investigasi insiden Organsiasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mencatat, menginvestigasi dan menganalisa insiden untuk: a. Menentukan ketidaklayakan K3 yang menjadi penyebab dan faktor lain yang dapat menyebabkan atau memberi kontribusi terjadinya insiden. b. c. d. e. Mengidentifikasi kebutuhan tindakan koreksi Mengidentifikasi peluang untuk tindakan pencegahan Mengkomunikasikan hasil dari investigasi. Investigasi harus dilakukan tepat waktu.

Setiap kebutuhan tindakan koreksi atau peluang untuk tindakan pencegahan harus ditangani sesuai dengan klausul 4.5.3.2 4.5.3.2 Ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan

Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk menangani ketidaksesuaian aktual dan potensial dan untuk melakukan tindakan koreksi dan tindakan pencegahan. Prosedur harus menetapkan aturan untuk: a. Mengidentifikasi dan mengkoreksi ketidaksesuaian dan melakukan tindakan untuk meminimalkan konsekwensi K3. b. Menginvestigasi ketidaksesuaian, menentukan penyebab-penyebabnya dan melakukan tindakan untuk menghindari terulangnya kejadian. c. Mengevaluasi kebutuhan tindakan untuk mencegah ketidaksesuaian dan menerapkan tindakan yang layak untuk menghindari kejadian. d. e. Mencatat dan mengkomunikasikan hasil tindaka koreksi dan tindakan pencegahan. Meninjau efektifitas tindakan koreksi dan tindakan pencegahan yang diambil.

Bila dalam tindakan koreksi dan tindakan pencegahan teridentifikasi adanya bahaya baru atau bahaya yang berubah atau dibutuhkan kontrol baru atau perubahan kontrol, prosedur harus mensyaratkan agar penilaian resiko dilakukan sebelum tindakan diterapkan. Tindakan koreksi dan tindakan pencegahan yang diambil untuk menhilangkan penyebab dari ketidaksesuaian aktuan dan potensial harus layak sesuai dengan tingkat permasalahan dan sepadan dengan resiko K3 yang dihadapi. Organisasi harus menjamin agar setiap perubahan yang terjadi karena dilakukannya tindakan koreksi dan tindakan pencegahan disertai dengan perubahan dokumentasi sistem manajemen K3 yang diperlukan. 4.5.4 Pengendalian catatan Organisasi harus menetapkan dan memelihara catatan-catatan yang diperlukan untuk menunjukkan kesesuaian terhadap persyaratan-persyaratan sistem manajemen K3 organisasi dan terhadap standar OHSAS ini, dan untuk menunjukkan hasil-hasil yang dicapai. Organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi, menyimpan, melindungi, mengakses dan membuang catatan. Catatan harus dijaga agar tetap dapat terbaca, dapat diidentifikasi dan ditelusuri. 4.5.5 Audit internal Organisasi harus menjamin agar audit internal terhadap sistem manajemen K3 dilakukan berkala dan terencana untuk: a. Menentukan apakan sistem manajemen K3:

a. Sesuai dengan pengaturan sistem K3 yang telah direncanakan dan dengan persyaratan standar OHSAS ini. b. c. b. Telah diterapkan dengan tepat dan dipelihara, dan Efektif memenuhi sasaran dan kebijakan organisasi. Memberikan informasi hasil audit kepada manajemen.

Program audit harus direncanakan, ditetapkan, diterapkan dan dipelihara oleh organisasi, didasarkan pada hasil penilaian resiko dari aktifitas-aktifitas organisasi dan pada hasil audit sebelumnya. Prosedur audit harus ditetapkan, diterapkan dan dipelihara, mencakup: a. Tanggung jawab, kompetensi dan syarat-syarat dalam perencanaan dan pelaksanaan audit, pelaporan hasil audit dan penyimpanan catatan terkait. b. Penentuan kriteria audit, lingkup, frekwensi dan metoda.

Pemilihan auditor dan pelaksanaan audit harus menjamin objektifitas dan impartiality (tidak berat sebelah) proses audit. 4.6 Tinjauan manajemen Manajemen puncak harus meninjau sistem manajemen K3 pada interval yang terencana, untuk menjamin kecocokan sistem, kelayakan dan efektifitas. Peninjauan harus mencakup penilaian peluang untuk peningkatan dan kebutuhan perubahan sistem manajemenK3, termasuk kebijakan K3 dansasaran K3. Catatan tinjauan manajemen harus dipelihara. Masukan tinjauan manajemen harus mencakup: a. Hasil audit internal dan hasil dari evaluasi kesesuaian dengan persyaratan legal dan persyaratan lain yang berlaku. b. c. d. e. f. g. Hasil dari partisipasi dan konsultasi (lihat 4.4.3) Komunikasi relevan dengan pihak luar yang berkepentingan, termasuk keluhan, Kinerja K3 organisasi, Tingkat pencapaian sasaran Status investigasi insiden, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan, Tindaklanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya,

h. Hal-hal yang berubah, termasuk perkembangan persyaratan legal dan persyaratan lain terkait K3, dan i. Usulan-usulan untuk peningkatan.

Hasil dari tinjauan manajemen harus konsisten dengan komitmen organisasi untuk peningkatan berkelanjutan dan harus mencakup keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan terkait kemungkinan perubahan dalam hal: a. b. c. d. Kinerja K3, Sasaran dan kebijakan K3, Sumberdaya, dan Elemen-elemen lain dari sistem manajemen K3.

Hasil yang relevan dari tinjauan manajemen harus tersedia (dapat diakses) untuk proses komunikasi dan konsultasi (lihat 4.4.3)

Investigasi Kecelakaan Kerja pada Sistem Manajemen K3Saturday, 09 October 2010 16:13

Baik undang undang tetnang Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja maupun OHSAS 18001 mensyaratkan agar perusahaan melakukan investigasi dan pelaporan kecelakaan kerja yang terjadi. Apa pentingnya pelaporan dan investigasi dan apa saja yang harus dipertimbangkan dalam pelaporan dan investigasi?

Tujuan investigasi dan pelaporan kecelakaan daalam sistem manajaman kesehantan dan keselamatan kerjaInvestigasi dan pelaporan kecelakaan kerja bertujuan agar pihak-pihak yang berwenang, termasuk manajemen mendapatkan informasi yang layak tentang hal penting yang terjadi terkait penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja umumnya dan khususnya terkait dengan hal penting yang terjadi pada pekerja. Informasi tersebut nantinya akan menjadi salah satu masukan penting untuk pihak-pihak tersebut dalam mengambil keputusan yang diperlukan.

Investigasi dan pelaporan juga bertujuan untuk memudahkan pihak-pihak terkait untuk menentukan tindakan koreksi yang akurat, yang dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya kembali kecelakaan yang tidak diinginkan. Tujuan lain dari investigasi dan pelaporan juga memberi informasi yang cukup kepada

Hal Penting yang harus diperhatikan dalam investigasi dan pelaporan kecelakaanPentingnya investigasi kecelakaan dalam suatu sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja membuat aktifitas tersebut tidak bisa dilakukan sembanrangan. Kesalahan penulisan fakta, misinterpretasi laporan dapat mengakibatkan terjadinya kesalahanan kesimpulan tentang penyebab kecelakaan dan akhirnya memabawa pada keputusan tindakan koreksi yang tidak akurat. Beberapa hal berikut perlu mendapat perhatian dalam investigasi dan pelaporan kecelakaan:

Prosedur Investagasi KecelakaanProsedur investigasi kecelakaan dapat mempermudah aktifitas investigasi dan membuat proses investigasi berjalan dengan sendirinya begitu kecelakaan terjadi. Prosedur tentnu saja mengatur siapa yang melakukan investigasi (tentu berbeda antara kecelakaan fatal dengan kecelakaan trivial), siapa saja yang harus dilibatkan dalam investigasi, form dan checklist yang perlu digunakan untuk membantu proses investigasi, format laporan.

Peralatan investigasi kecelakaan kerja

Peralatan berikut dapat membantu terserapnya informasi yang cukup tentang kecelakaan kerja: Form dan checklist Kamarea. Beruntung sekalai sekarang kamera digital mudah didapat. Ini bisa menjadi alat yang sangat berguna, kondisi area kecelakaan dapat direkam dengan baik dan dengan teknologi digital, gambar dapat di sisipkan dengan mudah dalam laporan. Pita Meteran Perekam suara, membantu dalam proses wawancara dan meningkatkan akurasi pencatatan. Alat tambahan lain yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan seperti perekam video, alat ukur lain selain meteran.

Proses investigasiFokus utama dalam investigasi kecelakaan kerja adalah kapan, dimana, siapa dan akibat dari kecelakaan. Fokus selanjutnya adalah bagaimana kecelakaan bisa terjadi, mengarah pada sebab langsung dan sebab tidak langsung dari kecelakaan. Personil yang menjadi target utama dalam wawancara investigasi harus saksi terjadinya kecelakaan. Penting sekali untuk melakukan wawancara investigasi sesegera mungkin setelah kecelakaan terjadi. Korban kecelakaan juga menjadi target wawancara penting, segera setelah wawancara dapat dilakukan.

Laporan KecelakaanBagaimanapun format pelaporan kecelakaan yang digunakan, laporan sebaiknya mengandung beberapa heading penting sebagai berikut:

Ringkasan tentang fakta kecelakaan yang terjadi Kejadian sebelum terjadinya kecelakaan Informasi yang dikumpulkan selama proses investigasi Rincian saksi-saksi Informasi tentang luka-luka dan kerugian yang timbul Rekomendasi Material pendukung (foto, gambar-gambar), baik terlampir ataupun disisipkan. Tanggal dan tanda tangan personil yang melakukan investigasi.

ISO-9001:2008Wednesday, 11 June 2008 00:25Status ISO edisi terbaru sudah sampai pada Draft International Standar (DIS). Rencananya, tahun 2008 akan terbit edisi ISO-9001 terbaru. apa saja yang berubah? dapat dibilang sangat sedikit. struktur dokumen tidak berubah (klausul dan sub-klausul praktis sama). Berikut ringkasan klausul-klausul yang isinya berubah: 0.1 Umum Para. 3 Intinya adalah penekanan bahwa iso-9001 dapat digunakan untuk menilai apakah organisasi dapat memenuhi persyaratan pelanggan, persyaratan perundangan yang berlaku dan persyaratan yang dibuat orleh organisasi itu sendiri. Jadi, dalam audit nanti, auditor akan selalu mencari persyaratan perundangan dan peraturan apa yang berlaku bagi produk yang dihasilkan, bukan hanya persyaratan dari pelanggan. antisipasi: Cari tahu apakah ada peraturan /perundangan yang berlaku bagi produk yang dihasilkan organisasi anda. Apakah ada standar produk yang harus dipenuhi (misalnya JIS, ASTM, SNI), peraturan pemerintah (misalnya tentang material, lingkungan) yang terkait dengan produk anda. Dapatkan dokumen peraturan/perundangan tersebut, lalu lihat ke sistem anda sekarang, apakah sudah mempertimbangkan peraturan/perundangan tersebut? 1.1 & 1.2 Lingkup - tambahan yang sama dengan 0.1 para 3 - memperjelas definisi tentang produk: yang dimaksud dengan produk adalah semua produk yang dimaksudkan untuk atau disyaratkan oleh pelanggan, atau yang dibutuhkan pada proses realisasi produk, termasuk PEMBELIAN. Antisipasi: Tidak ada. Hanya membuat definisi tentang produk menjadi sedikit membingungkan. Pengaturan produk untuk relaisasi produk dan produk yang dibeli jelas sudah diatur pada klausul-klausul terkait.

2 Hanya referensi yang berubah karena perubahan verisi ISO-9000 (sekarang versi 2005) 3 Penghilangan definisi tentang 'organisasi', 'pelanggan' dan 'pemasok'. Mengapa dihilangkan? karena dulu hal itu ada untuk menghilangkan kebingungan yang terjadi pada saat penggunaan iso-9001:1994. Sekarang mungkin sudah dianggan 'clearly understood' 4.1 a) Persyaratan umum penggantian kata 'mengidentifiasi proses' menjadi 'menentukan proses' keterangan tentang keterkaitan klausul ini dengan klausul tentang pembelian.

Antisipasi: tidak ada. 4.2.1 Persyaratan dokumentasi, umum Penambahan pada Note 1: dokumen tunggal dapat mencakup beberapa prosedur yang disyaratkan. prosedur yang disyaratkan dapat dipecah menjadi beberapa prosedur. Ini sebetulnya bukan hal baru. Bila anda pernah membaca 'ISO Guide for Documentation' terbitan beberapa tahun yang lalu, hal itu sudah ada disana. Makanya banyak organisasi yang menyatukan prosedur 'tindakan koreksi' dan 'tindakan pencegahan' 4.2.3.f Pengendalian dokumen eksternal Penjelasan bahwa dokumen eksternal yang harus dikendalikan adalah dokumen yang diperlukan untk perencanaan dan operasi sistem manajemen mutu. Antisipasi: Tidak ada. Ini justru akan mempermudah anda bila suatu haru auditor menanyakan 'mana undang-undang perpajakan? dikontrol tidak?' Anda cuma perlu menjawab: 'itu tak diperlukan dalam perencanaan dan operasi sistem manajemen mutu kami. Dalam sistem finansial ya, itu diperlukan. Tapi itu bukan skope audit hari ini'. 6.2.2 - masalah kompetensi, pelatihan dan kesadaran versi lama: organisasi harus memberikan pelatihan atau tindakan lain. versi baru: BILA DAPAT DILAKUKAN (where applicable), organisasi harus ...idem. varsi lama: org. harus memeriksa efektifitas pelatihan versi baru: org. harus menjamin bahwa kompetensi yang diperlukan telah dicapai now states that where applicable training needs to be provided to achieve the necessary competence 6.3 infrastruktur Penambahan cakupan ifrastruktur yang harus dipelihara: sekarang mencakup INFORMATION SYSTEM. Antisipasi: bisa dengan membuat prosedur pemeliharaan information system. Itupun kalau anda mempunyai jaringan semacam intranet/LAN. 6.4 Lingkungan kerja. Penjelasan lebih rinci tentang apa yang dimaksud dengan lingkungan kerja, yatu mencakup kondisi fisik tempat/ruang kerja, kebisingan, temperatur, kelembaban, penerangan atau cuaca. Harus hati-hati membaca klausul ini. pengaturan lingkungan kerja sangat tergantung dari produk dan proses yang dilakukan. Ada proses yang harus dilakukan pada suhu tertentu atau kelembaban tertentu, tetapi tidak semua proses. 7.1 - Proses terkait dengan pelanggan Tambahan penjelasan bahwa proses paska pengiriman yang harus diatur dapat mencakup pengaturan gransi. 7.3.1 Disain

Penjelasan bahwa design review, verification dan validation adalah proses yang berbeda, meskipun dapat dilakukan bersamaan. 7.5.4 Barang milik pelanggan Penambahan penjelasan bahwa yang dimasud barang milik pelanggan mencakup juga data personal (selain intellectual property) 8.2.1 Kepuasan pelanggan Penambahan penjelasan tentang contoh-contoh bagaimana memonitor persepsi pelanggan: dapat mencakup survey kepuasan, data pelanggan terkait mutu produk yang dikirim, user opinion survey, lost business analysis, komlain, klaim, laporan dealer. That's all. Ada beberapa perubahan yang hanya perubahan redaksi tidak saya tulis disini. Intinya: HANYA SEDIKIT PERUBAHAN.

Pareto Analysis Analisis ParetoUsing the 80:20 Rule to Prioritize Menggunakan Aturan untuk Prioritaskan 80:20

Avoid the "law of diminishing returns". Hindari "hukum semakin berkurang". iStockphoto/tom_fewster iStockphoto / tom_fewster Imagine that you've just stepped into a new role as head of department. Bayangkan bahwa Anda baru saja melangkah ke dalam peran baru sebagai kepala departemen. Unsurprisingly, you've inherited a whole host of problems that need your attention. Tidak mengherankan, Anda telah mewarisi seluruh host masalah yang membutuhkan perhatian Anda. Ideally, you want to focus your attention on fixing the most important problems. Idealnya, Anda ingin memusatkan perhatian pada memperbaiki masalah yang paling penting. But how do you decide which problems you need to deal with first? Tapi bagaimana Anda memutuskan masalah yang Anda butuhkan untuk berurusan dengan yang pertama? And are some problems caused by the same underlying issue? Dan adalah beberapa masalah yang disebabkan oleh isu dasar yang sama? Pareto Analysis is a simple technique for prioritizing possible changes by identifying the problems that will be resolved by making these changes. Analisis Pareto adalah teknik sederhana untuk memprioritaskan perubahan yang mungkin dengan mengidentifikasi masalah yang akan diselesaikan dengan membuat perubahan ini. By using this approach, you can prioritize the individual changes that will most improve the situation. Dengan menggunakan pendekatan ini, Anda dapat memprioritaskan perubahan individu yang akan paling meningkatkan situasi. Pareto Analysis uses the Pareto Principle also known as the "80/20 Rule" which is the idea that 20% of causes generate 80% of results. Analisis Pareto menggunakan Prinsip Pareto - juga dikenal sebagai "Aturan 80/20" - yang merupakan ide bahwa 20% penyebab menghasilkan 80%

dari hasil. With this tool, we're trying to find the 20% of work that will generate 80% of the results that doing all of the work would deliver. Dengan alat ini, kami mencoba untuk menemukan 20% dari pekerjaan yang akan menghasilkan 80% dari hasil yang melakukan semua pekerjaan akan memberikan. Note: Catatan: The figures 80 and 20 are illustrative the Pareto Principle illustrates the lack of symmetry that often appears between work put in and results achieved. Angka-angka 80 dan 20 adalah ilustrasi - Prinsip Pareto menggambarkan kurangnya simetri yang sering muncul antara kerja dimasukkan ke dalam dan hasil yang dicapai. For example, 13% of work could generate 87% of returns. Sebagai contoh, 13% dari pekerjaan yang bisa menghasilkan 87% pengembalian. Or 70% of problems could be resolved by dealing with 30% of the causes. Atau 70% dari masalah dapat diselesaikan dengan berurusan dengan 30% penyebab.

How to Use the Tool Cara Menggunakan AlatStep 1: Identify and List Problems Langkah 1: Mengidentifikasi dan Daftar Masalah

Firstly, write a list of all of the problems that you need to resolve. Pertama, menulis daftar semua masalah yang Anda butuhkan untuk menyelesaikan. Where possible, talk to clients and team members to get their input, and draw on surveys, helpdesk logs and suchlike, where these are available. Jika memungkinkan, berbicara dengan klien dan anggota tim untuk mendapatkan masukan mereka, dan menarik pada survei, helpdesk log dan sejenisnya, di mana ini tersedia.Step 2: Identify the Root Cause of Each Problem Langkah 2: Identifikasi Akar Masalah Penyebab Setiap

For each problem, identify its fundamental cause. Untuk setiap masalah, mengidentifikasi penyebab fundamentalnya. (Techniques such as Brainstorming , the 5 Whys , Cause and Effect Analysis , and Root Cause Analysis will help with this.) (Teknik seperti Brainstorming , yang 5 mengapa , Penyebab dan Analisis Efek , dan Analisis Akar Penyebab akan membantu dengan ini.)Step 3: Score Problems Langkah 3: Masalah Skor

Now you need to score each problem. Sekarang Anda perlu untuk mencetak setiap masalah. The scoring method you use depends on the sort of problem you're trying to solve. Metode penilaian Anda gunakan tergantung pada jenis masalah yang Anda sedang mencoba untuk memecahkan. For example, if you're trying to improve profits, you might score problems on the basis of how much they are costing you. Sebagai contoh, jika Anda mencoba untuk meningkatkan keuntungan, Anda mungkin skor masalah berdasarkan berapa banyak mereka biaya Anda. Alternatively, if you're trying to improve customer satisfaction, you might score them on the basis of the number of complaints eliminated by solving the problem. Atau, jika Anda mencoba untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, Anda mungkin skor mereka berdasarkan jumlah pengaduan dihilangkan dengan pemecahan masalah.

Step 4: Group Problems Together By Root Cause Langkah 4: Masalah Kelompok Bersama Dengan Akar Penyebab

Next, group problems together by cause. Selanjutnya kelompok masalah, bersama-sama dengan penyebabnya. For example, if three of your problems are caused by lack of staff, put these in the same group. Sebagai contoh, jika tiga masalah Anda disebabkan oleh kurangnya staf, taruh di grup yang sama.Step 5: Add up the Scores for Each Group Langkah 5: Tambahkan up Grup Skor untuk masing-masing

You can now add up the scores for each cause group. Anda sekarang dapat menambahkan nilai untuk setiap kelompok penyebab. The group with the top score is your highest priority, and the group with the lowest score is your lowest priority. Kelompok dengan top skor Anda adalah prioritas tertinggi, dan kelompok dengan skor terendah adalah prioritas Anda terendah.Step 6: Take Action Langkah 6: Ambil Tindakan

Now you need to deal with the causes of your problems, dealing with your top-priority problem, or group of problems, first. Sekarang Anda perlu berurusan dengan penyebab masalah Anda, berurusan dengan top-prioritas masalah Anda, atau kelompok masalah, pertama. Keep in mind that low scoring problems may not even be worth bothering with - solving these problems may cost you more than the solutions are worth. Perlu diingat bahwa masalah nilai rendah bahkan mungkin tidak pantas mengganggu dengan - memecahkan masalah ini mungkin dikenakan biaya lebih dari solusi yang layak. Note: Catatan: While this approach is great for identifying the most important root cause to deal with, it doesn't take into account the cost of doing so. Meskipun pendekatan ini sangat bagus untuk mengidentifikasi akar penyebab paling penting untuk menangani, tidak memperhitungkan biaya melakukannya. Where costs are significant, you'll need to use techniques such as Cost/Benefit Analysis , and use IRRs and NPVs to determine which changes you should implement. Dimana biaya yang signifikan, Anda akan perlu menggunakan teknik seperti Biaya / Manfaat Analisis , dan menggunakan IRR dan NPV untuk menentukan perubahan Anda harus menerapkan.

Pareto Analysis Example Analisis Pareto ContohJack has taken over a failing service center, with a host of problems that need resolving. Jack telah mengambil alih pusat layanan gagal, dengan sejumlah masalah yang perlu penyelesaian. His objective is to increase overall customer satisfaction. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kepuasan pelanggan secara keseluruhan. He decides to score each problem by the number of complaints that the center has received for each one. Dia memutuskan untuk mencetak setiap masalah dengan jumlah keluhan bahwa pusat telah menerima untuk masing-masing. (In the table below, the second column shows the

problems he has listed in step 1 above, the third column shows the underlying causes identified in step 2, and the fourth column shows the number of complaints about each column identified in step 3.) (Dalam tabel di bawah, kolom kedua menunjukkan masalah dia telah tercantum pada langkah 1 di atas, kolom ketiga menunjukkan penyebab yang diidentifikasi dalam langkah 2, dan kolom keempat menunjukkan jumlah keluhan tentang setiap kolom yang diidentifikasi dalam langkah 3.)## Problem (Step 1) Soal (Langkah 1) Phones aren't answered quickly enough. Telepon tidak dijawab cukup cepat. Staff seem distracted and under pressure. Staf tampak terganggu dan di bawah tekanan. Cause (Step 2) Penyebab (Langkah Score Skor 2) (Step 3) (Langkah 3) Too few service center staff. Layanan terlalu sedikit staf pusat.

11

15 15

22

Too few service center staff. Layanan terlalu sedikit staf pusat.

66

33

Engineers don't appear to be well organized. Insinyur tidak tampaknya terorganisir dengan Poor organization and preparation. baik. They need second visits to Miskin organisasi dan persiapan. bring extra parts. Mereka perlu kunjungan kedua untuk membawa komponen tambahan. Engineers don't know what time they'll arrive. Insinyur tidak tahu kapan mereka akan tiba. This means that customers may have to Poor organization and preparation. be in all day for an engineer to visit. Miskin organisasi dan persiapan. Ini berarti bahwa pelanggan mungkin harus berada di sepanjang hari untuk seorang insinyur untuk mengunjungi. Service center staff don't always seem to know what they're doing. Layanan staf pusat tidak selalu tampaknya tahu apa yang mereka lakukan.

44

44

22

55

Lack of training. Kurangnya pelatihan.

30 30

66

When engineers visit, the customer finds that the problem could have been solved over the phone. Ketika Lack of training. Kurangnya insinyur kunjungi, pelanggan pelatihan. menemukan bahwa masalah bisa dipecahkan melalui telepon.

21 21

Jack then groups problems together (steps 4 and 5). Jack kemudian kelompok masalah bersamasama (langkah 4 dan 5). He scores each group by the number of complaints, and orders the list as follows: Dia skor masing-masing kelompok dengan jumlah keluhan, dan perintah daftar sebagai berikut:1. Lack of training (items 5 and 6) 51 complaints. Kurangnya pelatihan (item 5 dan 6) - 51 keluhan. 2. Too few service center staff (items 1 and 42) 21 complaints. Layanan terlalu sedikit staf pusat (item 1 dan 42) - 21 keluhan. 3. Poor organization and preparation (items 3 and 4) 6 complaints. Miskin organisasi dan persiapan (item 3 dan 4) - 6 keluhan.

As you can see from figure 1 above, Jack will get the biggest benefits by providing staff with more training. Seperti yang dapat Anda lihat dari gambar 1 di atas, Jack akan mendapatkan manfaat terbesar dengan menyediakan staf dengan lebih banyak latihan. Once this is done, it may be worth looking at increasing the number of staff in the call center. Setelah ini dilakukan, mungkin patut melihat peningkatan jumlah staf di call center. It's possible, however, that this won't be necessary: the number of complaints may decline, and training should help people to be more productive. Itu mungkin, bagaimanapun, bahwa ini tidak akan diperlukan: jumlah keluhan mungkin menurun, dan pelatihan harus membantu orang untuk menjadi lebih produktif. By carrying out a Pareto Analysis, Jack is able to focus on training as an issue, rather than spreading his effort over training, taking on new staff members, and possibly installing a new computer system to help engineers be more prepared. Dengan melaksanakan Analisis Pareto, Jack mampu fokus pada pelatihan sebagai masalah, bukan menyebarkan usahanya selama pelatihan, mengambil anggota staf baru, dan mungkin menginstal sebuah sistem komputer baru untuk membantu insinyur lebih siap.

Key Points: Poin Kunci:Pareto Analysis is a simple technique for prioritizing problem-solving work so that the first piece of work you do resolved the greatest number of problems. Analisis Pareto adalah teknik sederhana untuk memprioritaskan pemecahan masalah kerja sehingga bagian pertama dari pekerjaan yang Anda lakukan diselesaikan jumlah terbesar masalah. It's based on the Pareto Principle (also known as the 80/20 Rule) the idea that 80% of problems may be caused by as few as 20% of causes. Ini didasarkan pada Prinsip Pareto (juga dikenal sebagai Aturan 80/20) gagasan bahwa 80% masalah dapat disebabkan oleh sedikitnya 20% penyebab. To use Pareto Analysis, identify and list problems and their causes. Untuk menggunakan Analisis Pareto, mengidentifikasi dan daftar masalah dan penyebabnya. Then score each problem and group them together by their cause. Kemudian skor masing-masing masalah dan kelompok mereka bersama-sama dengan perjuangan mereka. Then add up the score for each group. Kemudian menjumlahkan skor untuk setiap kelompok. Finally, work on finding a solution to the cause of the problems in group with the highest score. Akhirnya, bekerja pada mencari solusi untuk penyebab masalah dalam kelompok dengan skor tertinggi. Pareto Analysis not only shows you the most important problem to solve, it also gives you a score showing how severe the problem is. Analisis Pareto tidak hanya berisi masalah yang paling penting untuk memecahkan, juga memberikan Anda nilai yang menunjukkan seberapa parah masalahnya.

5. orts

Topics in portsMain topics

Workplace transport[1] Lifting operations[2] Falls from height[3] Dusty cargoes[4] Musculoskeletal disorders[5] Slips and trips[6] Confined spaces[7] Design and safety of linkspans and walkways[8] Freight container issues[9]

Other topicsHandling and storage of hazardous substances

Duties under the Dangerous Substances in Harbour Areas Regulations 1987[10] Storage of ammonium nitrate[11] Guidance on the Control of Substances Hazardous to health[12]

Hot work

[13] Hot work in docks Provides guidance on the precautions that should be taken when carrying hot work at docks and on ships in them.

Fatigue and shiftwork

Working shifts can affect a workers health and safety. Shift work can affect performance and attentiveness, which may increase the risk of accidents and injuries. Shift workers may have irregular patterns of eating, sleeping, working and socialising that may also lead to health problems.

Human factors: Fatigue[14]

Hand-arm vibration

Advice on reducing the risks of pain in the hands and arms caused by using hand-held tools.

Hand-arm vibration at work[15]

Lone working

People are often required to work alone in ports, either in a fixed location working separately from others or when a mobile worker is working away from their fixed base. There are no absolute restrictions on someone working on their own. You must carry out a risk assessment to determine whether lone working is appropriate and, if so, the right level of supervision for the task, location and people involved.

Workplace transport in portsMost transport-related accidents in ports are serious or fatal. Vehicle drivers from many employers use ports. Not all of these drivers will be familiar with the port environment. Workplace transport safety will only be managed properly if everyone works together.

Typical workplace transport hazards in ports

Loading and unloading of vehicles[1] Movement of vehicles and other plant on the dockside Trailer coupling and uncoupling on the dockside and on the ship[2] Vehicle/pedestrian access, eg ro-ro bridges and vessel ramps[3] Reversing vehicles on ro-ro decks[4] Movement of vehicles in container storage areas and lorry parks

How the risks can be reducedThese can be grouped under Safe site, Safe vehicle, Safe driver. You need to deal with all three of these to ensure good control of workplace transport risks.Safe site

Every workplace should be safe for the people and vehicles using it. Provide appropriate road signs and markings. Vehicles and pedestrians should be separated where they share the same workspace. This may involve excluding pedestrians from certain areas or providing separate pedestrian routes.

Safe vehicle

Vehicles should be safe, provided with suitable visibility aids, regularly maintained, repaired and inspected.

Safe driver

All drivers should be fit and competent to operate all the vehicles they use at work. Workers should follow safe working practices.

Management should monitor these practices.

Lifting operationsLoading and unloading at ports involves the use of a wide range of lifting equipment. This may include gantry cranes, slewing cranes, forklift trucks or other similar machinery. Poorly planned lifting operations can lead to significant risks to people working in the area. Following a number of recent failures of lifting equipment at ports, HSE has produced a paper outlining recommendations for routine maintenance and thorough examination and testing of cranes at ports.[1]

Typical hazards from lifting equipmentAccidents have occurred due to:

failure of lifting equipment; falling loads; and workers being crushed by a moving load or lifting equipment.

How the risks can be reduced

Use suitable lifting equipment to securely lift cargo. Use a competent person to plan the lift. This plan should include the order of work, route, weight, slinging/spreader method and what to do in event of shifted load or bad weather. Dont lift over areas where people are likely to be working or passing. All lifting equipment and accessories should be properly inspected and examined. Ensure employees and supervisors are trained, competent and experienced in safe lifting. If a ships lifting equipment is to be used, ensure that it is suitable and subject to a pre-use examination. Check the ships documentation of thorough examination.

Falls from height in portsMany of the activities carried out in ports could lead to a fall from height. These activities may be during routine operations or during one-off maintenance activities. In ports, the added hazard of working near water means a fall may lead to the risk of drowning.

Typical falls from height hazards in ports

Access to and from vessels by accommodation ladders and gangways Container top working - lashing and unlashing containers, use of slewing jib cranes[1] Access to and from places of work on board vessels (holds, hatches, decks etc) Falls from vehicles during loading/unloading and sheeting[2]

Falls from car transporters Maintenance work Unloading some types of cargo, such as pipework, timber packs etc can result in open edges from ships decks, passages and from the cargo itself Working adjacent to open edges of docks, wharves etc

How the risks can be reduced

Do a risk assessment for any work carried out at height. Select and use suitable work equipment. Avoid work at height where possible, for example working from the ground using a long-handled tool. If work at height cannot be avoided, you should use work equipment or other measures to prevent falls, eg guardrails, mobile elevating working platforms (MEWPs). If there is still a risk of falls, you should use work equipment that minimises the distance and consequences of a fall, eg nets, airbags, fall arrest systems. All work at height should be properly planned and organised. Workers involved in work at height should be competent. Equipment for work at height must be properly inspected and maintained.

When working over or near water

Provide secure and adequate fencing where a risk assessment has found this to be needed. People should wear suitable personal protective equipment, eg lifejackets or buoyancy aids. Provide dock premises with adequate and suitable rescue and lifesaving equipment and means to escape from danger, eg handholds on the quayside at water level, ladders on quay walls and life-saving appliances. Take into account the risks to lone workers.

Which laws apply?

The Work at Height Regulations 2005

[3]

The Provision and Use of Work Equipment Regulations 1998 Docks Regulations 1988[5] Loading and Unloading of Fishing Vessels Regulations 1988 [6]

[4]

Further information

Publications and guidance - Fall from height

Dusty cargoesTypical cargoes in UK ports include grain, soya, animal foodstuffs, fishmeal, ores, coal and coke, cement, biomass, superphosphate and other fertilisers. During handling these can give off large quantities of dust. In some cases, eg coal and aggregates, the dust is simply small particles of the material itself. In other cases, eg grains and pulses, the dust may include contaminants such as bacteria and fungi. Different dusts have different effects on health, but the most important effects of dusty cargoes are on the lungs. The chronic effects are often permanent and disabling.

How the risks can be reducedWhere possible, a persons exposure to hazardous dust should be prevented. If this is not possible then exposure to dust should be controlled. Some ways to control exposure include:

restrict staff entry to dusty areas; use totally enclosed, continuous handling systems - these usually provide the best control and should be used whenever reasonably practicable; suppress dust with sprays of water or other binding agents; ensure all equipment used to reduce dust exposure is properly maintained; design tasks to reduce the amount of dust generated; provide suitable dust filtration systems to the cabs of all new loading shovels used to handle dusty cargoes; provide respiratory protective equipment (RPE) - this should be suitable for its purpose, maintained and compatible with other protective equipment worn; where appropriate, provide health surveillance for workers.

Slips and tripsOver a quarter of all reportable accidents at ports are due to slips or trips. Slips and trips can be serious, resulting in broken or dislocated bones and long periods off work. They should not be accepted as one of those things. Simple steps can often be taken to prevent them happening.

Typical slip and trip hazards in ports

Working on uneven, wet or icy surfaces on loads Badly stowed ropes, cables, container lashing gear and other equipment Use of aluminium chequerplate surfaces on walkways and access steps when wet Discarded packaging and pallets

How the risks can be reduced

Maintain floors, steps and walkways in good condition. On ships beware of oil spillages, spilt bulk cargo and trip hazards across walkways. Where a vessel is a frequent visitor, work with the Master to make sure trip hazards are painted a conspicuous colour Select suitable footwear for the task. Try out different types of footwear to see which provides most slip-resistance for the environments employees will be working in. Remember that oil resistant has nothing to do with slip resistance. [1] o See: Procuring slip-resistant footwear for use at work Good housekeeping - encourage a see it, sort it culture to keep work areas tidy. Provide storage bins for lifting gear. Report and follow up where a work area has been left untidy by employees from other companies. Have procedures for dealing with ice and snow. Try to avoid the need to carry large or heavy objects over slippery surfaces - these can obscure a persons view and prevent them catching their fall if they do slip. Where it cant be avoided, plan the lift. Provide adequate lighting

Confined spaces in port workPeople are killed or seriously injured in confined spaces each year in the UK. This happens in a wide range of industries, from those involving complex plant to simple storage vessels. Those killed include not only people working in the confined space but those who try to rescue them without proper training and equipment.

Where confined spaces are found in portsConfined spaces may occur in ships holds as well as other locations on docks premises such as warehouses, silos and bins. They are a potential hazard due to a number of causes. These include:

lack of oxygen - possibly due to absorption of oxygen from the atmosphere by the cargo; rusting of the cargo such as scrap metal; decomposition or rotting of the cargo; or gas cutting/welding; Too much oxygen - possibly due to a leak in stored gas bottles which can also increase the flammability of substances build up of toxic or flammable gases - possibly due to : decomposition of cargo, leaking cargo, inadequate cleaning processes, or welding/vehicle fumes.

How the risks can be reduced

Avoid working in the confined space if you can. Can the work be done from outside? Follow a safe system of work if you really have to work in a confined space and consider: o positive ventilation of the confined space; o measurement of oxygen or gas concentration; o controlled access using permit to work systems;

use of respiratory protective equipment (RPE); and arrangements for rescue. Never enter the confined space without making proper emergency arrangements. Provide rescue equipment, including harnesses and safety lines. Make sure you can quickly notify the emergency services if necessary. With so many people involved in port activities, its worth considering a permit-to-work system. This ensures a safe system of work is in place and improves communications.

o o

What law applies?

Design and safety of linkspans and walkwaysThe collapse of a new ship-to-shore passenger walkway at Ramsgate in 1994 resulted in the death of 6 members of the public. This led to the publishing of the report 'RP 572 - Ship-to-shore Linkspans and Walkways' by the Construction Industry Research and Information Association (CIRIA)[1]

.

This provided practical information for the ports industry and designers, contractors, operators and health and safety advisors involved in procurement, operation and maintenance of linkspans. Although a considerable period of time has now passed since that specific incident, Sea France lost millions of pounds in 2005 following berth disruptions caused by a linkspan collapse in[2] February of that year. More recently MAIB published a report into the collapse of a walkway at Heysham port in 2010 which recommends certain actions by the ports sector.

In view of the potential for harm in such cases the following technical issues need to be considered when planning, contracting, designing, installing, using and maintaining a ship-toshore linkspan. Additional information can be found in British Standard BS 6349 8:2007 Maritime structures Part 8. Code of practice for the design of ro-ro ramps, linkspans and walkways and in ICHCA International Safety Panel Safety Briefing Pamphlet No17 Linkspans and Walkways.[3]

ICHCA International Safety Panel Safety Briefing Pamphlets

Design and operational considerations for ship-to-shore linkspans and walkwaysThere are many aspects which need to be considered at each stage during the installation and use of a ship-to-shore link. They are listed below under 7 headings:

Planning

Contracting Design Fabrication Installation Maintenance Use

The lists of questions are not exhaustive and should be regarded both as initial guidance and as supplementary to the planning and assessment required by The Construction Design and Management Regulations 2007(CDM Regulations) that will apply to most new projects.

Planning

Will the contract for design, contract management, construction, operation etc be in house or external? If external, what level of supervision, technical input, technical monitoring is the client/ customer/operator to provide? Will the client be the actual operator? Which standards could/should apply to the project? Will a specification be drawn up? Who will compile it? Who is responsible for collecting environmental/operational data on which to base the design? Is there to be any independent assessment of the project? At what stage or stages? What quality assurance provisions of external organisations will be required?

Contracting

Do the CDM Regulations apply to this project? Have the client, designer, principal contractor, CDM co-ordinator been identified? What information is there on their competence? Who is to be responsible for each aspect of the design, and each stage of the work? How and by whom are these responsibilities to be monitored?

Design

Type, shape, size etc What type of linkspan is proposed (pedestrian/vehicle/both, fully suspended, fully buoyant, floating/semi-submerged pontoon etc)? Is a single service installation proposed, or should consideration be given to future use by larger ships, lorries, or further development? What is the intended design life of the structure? Which standards are to be adopted? What vehicle clearances, height, width, length, turning circle, approach departure angles and ramp over-clearances are required? Have gross vehicle weight, vehicle queue length, number of vehicles, speeds and frequency of vehicles, passenger queue length etc been considered? What tidal range, sill/deck heights define the operating envelope?

What are the arrangements at the ramp end; i.e. ship ramp on top, or linkspan on ship deck, the location and operation of finger flaps, if any, and are they load bearing? What are the vessel mooring plans (ship moored to ramp only, moored to ramp and adjacent quay or dolphins, or moored to adjacent quay or dolphins without attachment to ramp)? Will any ramp-end finger flaps, hinges, pivots and associated hydraulics be subjected to excessive loading by ship or pontoon movement? Can the bankseat (inland end) and vulnerable parts of the structure absorb ship impacts and other forces from all possible angles and directions? Does the design methodology include a failure modes assessment to identify safety critical single load path components and does it consider the limits of movement together with what happens when they are reached or exceeded? Has consideration been given to secondary support, i.e. safety chains, trapped mountings of some sort, or redundancy in design? The above imply 6 degrees of movement, (linear in 3 planes and rotational about 3 axes) which will require articulation. Pivots hinges, supports and connections need to be purpose designed and should be protected against the ingress of salt, sand or other damaging materials and capable of being properly lubricated.

Local environmental and operational considerations

What are the local water conditions; wave height, current speeds and direction surges due to other vessel movements? Have extreme tidal movements and astronomical plus worst weather effects been allowed for? What are the worst combination loading from wind, wave and current that the structure will experience? What pontoon location method is to be used? Does the pontoon have sufficient size and buoyancy to be stable under the movement of the heaviest vehicle combinations? What are the bedrock conditions? What are the effects of silting or scour likely to be? What happens when the extremes of ship movement, (ranging, drifting, rolling and pitching) are reached? Are safety margins adequate? Are there prior warnings (e.g. human operator or automatic position monitoring) and a method of disconnection at extremes? What method of height adjustment is to be provided, automatic/manual? Is the machinery vulnerable to flooding? What happens in the event of power failure? Have corrosion risks been fully considered? Have maintenance requirements, including safe access, been considered and provided for? Will a design package including concept drawings, design drawings and all necessary calculations be provided?

Fabrication

Which standards (BSI, EN, Industry etc) have been adopted? Who is going to verify compliance?

Where is the fabrication to be carried out? On site? In another country? Is it a one-piece construction or an assemblage of large sub-assemblies? Will a package including fabrication drawings, materials certificates, and NDT certificates be provided?

Installation

Is the sequence of installation critical? Does the sequence of assembly/construction avoid the imposition of excessive loads or stresses on or in any components or sub-assemblies? Has any lifting equipment incorporated in the structure been tested/examined/ certified? Are safety critical items; bearings, rams, chains, etc identifiable and traceable through the supply chain? Have the maximum wind, tidal and other potential forces and loads on the partially assembled structure been calculated and allowed for? Is there a specified commissioning procedure? Has the buoyancy/stability of the incomplete structure been confirmed?

Maintenance

Was a maintenance programme part of the design specification? Have all parts of the structure requiring inspection/maintenance been identified and listed? Is routine examination of safety critical components including structural elements and supports and connections planned? Does it include examination of stress points, welds, corrosion protection etc as well as lubrication, replacement and testing of wear/moving and load bearing components? Are there any safety or reliability critical components that require replacement at set intervals? Have wear limits been set? Is safe access to all to all parts of the installation readily available for examination, lubrication etc? Can maintenance work, component replacement etc be carried out without the need for major dismantling or reconstruction? Do the necessarily removable components have built in lifting eyes, lugs, lifting attachments? Is the maintenance programme being carried out?

Use

Is there a programme of pre-use trials? Is there an operating manual? Have operating staff been adequately trained and properly appointed? Are there formal systems of cooperation between dockside operations staff and ships crew in respect of: o mooring, o linkspan connection/disconnection procedures (both routine and in emergencies), o adequate communication for passenger/crowd control (both routine and in emergencies)?

Are there contingency plans to enable the passengers and cargo to be unloaded safely if the dedicated berth is unavailable or the ship unable to use it for any reason? Are any flying lead controls sufficiently robust, e.g. waterproof? Are the operating conditions fully understood by the users with respect to: o operating envelope o ship dimensions o weather windows o action if conditions exceeded? Is there a defect reporting and action system in operation?

Duties under the Dangerous Substances in Harbour Areas Regulations 1987The following summary is taken from the explanatory note to the Regulations. It should not be taken as part of the Regulations themselves.

A guide to the Dangerous Substances in Harbour Areas Regulations 1987[1]

The Regulations provide for the control of carriage, loading, unloading and storage of dangerous substances in harbours and harbour areas. They are divided into 10 parts

Part IInterpretation and application

Part IIEntry of dangerous substances - duty to notify harbour master of the intent to bring a dangerous substance into a harbour /harbour area; power of harbour master under certain conditions to prohibit or require the removal containers/vehicles/vessels

Part IIIMarking and navigation of vessels - vessels to carry red flag/light when carrying certain dangerous substances.

Part IVHandling of dangerous substances - duty to handle dangerous goods safely and take all necessary precautions to prevent an explosion - also to ensure all who work with dangerous substances are trained.

Part VLiquefied dangerous substances in bulk - requirement that vessels are suitable and suitable precautions taken. Permission to be obtained from the harbour master

Part VIPackaging and Labelling - requirement for freight containers containing dangerous substances[2] to be accompanied by a certificate stating they have been properly packed and require precautions to be taken so that all freight containers can be unloaded safely.

Part VIIEmergency arrangements and untoward incidents - each harbour authority handling dangerous substances to prepare an emergency plan. Duties also placed on berth operators to take safety precautions and ships masters to notify any untoward incident involving a dangerous substance that might create a risk of serious personally injury.

Part VIIIStorage of dangerous substances - Operator of storage tanks used during loading/unloading of dangerous substances from a ship to consult the fire authority and take appropriate safety precautions. Freight containers, portable tanks and receptacles containing dangerous substances to be stored safely; vehicles containing dangerous substances to be parked safely.

Part IXRequirement to obtain an explosives licence when handling explosives in harbour areas, in tidal waters of Great Britain or in territorial waters around Great Britain. Arrangements to be made for safe storage, safety precautions and keeping of records.

Part XMiscellaneous and general. Harbour authorities empowered to make byelaws relating to dangerous substances; harbour authorities the enforcing authority for certain parts. See also ICHCA Safety Panel Briefing Pamphlet No 6 Guidance on the preparation of emergency plans.

Human factors: Fatigue

Why is fatigue important?More than 3.5 million people are employed as shift workers in the UK. They work in a wide variety of industries including the emergency services, healthcare, the utilities, transport, manufacturing (including oil, gas & chemical industries), entertainment and retail. Poorly designed shift-working arrangements and long working hours that do not balance the demands of work with time for rest and recovery can result in fatigue, accidents, injuries and ill health. Fatigue refers to the issues that arise from excessive working time or poorly designed shift patterns. It is generally considered to be a decline in mental and/or physical performance that results from prolonged exertion, sleep loss and/or disruption of the internal clock. It is also related to workload, in that workers are more easily fatigued if their work is machine-paced, complex or monotonous. Fatigue results in slower reactions, reduced ability to process information, memory lapses, absent-mindedness, decreased awareness, lack of attention, underestimation of risk, reduced coordination etc. Fatigue can lead to errors and accidents, ill-health and injury, and reduced productivity. It is often a root cause of major accidents e.g. Herald of Free Enterprise, Chernobyl, Texas City, Clapham Junction, Challenger and Exxon Valdez. Fatigue has also been implicated in 20% of accidents on major roads and is said to cost the UK 115 - 240 million per year in terms of work accidents alone.

Key principles in fatigue1. Fatigue needs to be managed, like any other hazard. 2. It is important not to underestimate the risks of fatigue. For example, the incidence of accidents and injuries has been found to be higher on night shifts, after a succession of shifts, when shifts are long and when there are inadequate breaks. 3. The legal duty is on employers to manage risks from fatigue, irrespective of any individuals willingness to work extra hours or preference for certain shift patterns for social reasons. Compliance with the Working Time Regulations alone is insufficient to manage the risks of fatigue. 4. Changes to working hours need to be risk assessed. The key considerations should be the principles contained in HSEs guidance. Risk assessment may include the use of tools such as HSEs fatigue risk index. 5. Employees should be consulted on working hours and shift patterns. However, note that employees may prefer certain shift patterns that are unhealthy and likely to cause fatigue. 6. Develop a policy that specifically addresses and sets limits on working hours, overtime and shiftswapping, and which guards against fatigue. 7. Implement the policy and make arrangements to monitor and enforce it. This may include developing a robust system of recording working hours, overtime, shift-swapping and on-call working. 8. Problems with overtime and shift-swapping may indicate inadequate resource allocation and staffing levels[1].

9. There are many different shift work-schedules and each schedule has different features. This sheer diversity of work and workplaces means that there is no single optimal shift system that suits everyone. However, a planned and systematic approach to assessing and managing the risks of shift work can improve the health and safety of workers. 10. There are a number of key risk factors in shift schedule design, which must be considered when assessing and managing the risks of shift work. These are the workload, the work activity, shift timing and duration, direction of rotation and the number and length of breaks during and between shifts. Other features of the workplace environment such as the physical environment, management issues and employee welfare can also contribute to the risks associated with shift work. 11. Sleep disturbances can lead to a sleep debt and fatigue. Night workers are particularly at risk of fatigue because their day sleep is often lighter, shorter and more easily disturbed because of daytime noise and a natural reluctance to sleep during daylight.

More information on fatigue

Briefing note number 10

[2]

[3] Extract from inspectors human factors toolkit Managing fatigue risks Contains questions for checking your management of fatigue. Managing shift work: Health and Safety Guidance HSG 256[4] Aimed at employers, safety representatives, trade union officials, employees, regulators and other stakeholders. This guidance explains employers' legal duties to assess risks associated with shift work and aims to improve understanding of shift work and its impact on health and safety. It includes good practice guidelines[5] on how to reduce the risks and practical advice on how employers, safety representatives and employees can reduce the negative impact of shift work (see Hints and tips for shift-workers[6]). Reducing error and influencing behaviour (HSG48)[7], Contains a good summary of key fatigue issues Improving maintenance a guide to reducing human error[8] Pages 36-38 discuss shiftwork in relation to shift handovers The development of a fatigue / risk index for shiftworkers[9] This report describes the work carried out to revise and update the HSE Fatigue Index (FI). Also included is an Excel spreadsheet calculator for assessing shift patterns. [10] Improving alertness through effective fatigue management This document supplements HSE's recent guidance with information derived from research, practical applications and case studies on alertness and fatigue. [11] Managing Fatigue in Safety Critical Work, Office of Rail Regulation (ORR), 2006 Although written for the rail industry, the principles contained in this guidance are transferable to other safety critical industries. Fundamentals of shiftwork scheduling[12] Gives detailed guidance on how to schedule shift work. Guidance for managing shiftwork and fatigue offshore[13] This information sheet provides advice on good practice approaches to shift working in the

offshore industry. While it is intended to be used in conjunction with HSE's generic guidance on shift work this document provides specific advice relating to working practices in the UK offshore sector Policy on working hours offshore[14] This information sheet sets out some basic principles for setting a policy on working hours offshore. Effect of shift schedule on offshore shiftworkers' circadian rhythms and health[15] This research measured changes in circadian phase, sleep parameters, metabolic and hormonal markers of cardiovascular disease during different offshore shift schedules. It provides advice as to the most appropriate schedules to operate and strategies for improving tolerance to shiftwork schedules.

PELAPORAN DAN PENYELIDIKAN KECELAKAAN KERJA I. DASAR : Surat Perintah General Manajer Nomor SP.112/KP.0301/TNT-2007 tanggal 25 April 2007 tentang perintah untuk mengikuti Pelatihan dengan tema Pelaporan dan Penyelidikan Kecelakaan Kerja. II. WAKTU DAN TEMPAT : Pelatihan diselenggarakan oleh TPKS di Hotel Graha Santika, Jl. Pandanaran No. 116-120 Semarang, Senin-Selasa, tanggal 14 - 15 Mei 2007. III. TUJUAN : Tujuan pelatihan tersebut yaitu memberikan informasi mengenai penyelidikan, analisa dan pelaporan kecelakaan sebagai alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan. IV. RINGKASAN MATERI : PENYELIDIKAN KECELAKAAN Penyelidikan Kecelakaan yaitu penyelidikan terhadap near-miss dan kecelakaan. Near-miss adalah suatu kejadian tidak diinginkan/diharapkan yang bila keadaannya sedikit saja berbeda dapat mengakibatkan cedera pada maunis, kerusakan harta benda atau terhentinya proses kerja. Kecelakaan adalah suatu nkejadian yang tidak diinginkan yang mengakibatkan cedera pada manusia, kerusakan property atau terhentinya proses kerja. Tipe-tipe kecelakaan : terbentur, terpukul, tertangkap, jatuh dari ketinggian yang sama atau berbeda, tergelincir, terpapar, penghisapan, penyerapan, tersentuh, dll. Kecelakaan bisa berakibat positif atau negative. Faktor pendukung kecelakaan : lingkungan, desain, system & prosedur dan perilaku manusia. Teori Piramida Kecelakaan : suatu kecelakaan serius pasti didahului oleh beberapa kejadian maupun near-miss yang lebih banyak. Tujuan penyelidikan kecelakaan : 1. Mencegah kecelakaan yang sama terulang kembali. 2. Menemukan fakta kronologis kejadian, penyebab kecelakaan dan tindakan perbaikan yang dapat diusulkan.

Penyelidik kecelakaan bisa tim internal maupun eksternal tergantung tingkat keparahannya. Tahapan Penyelidikan : 1. Mengamankan lokasi kejadian 2. Mengumpulkan fakta 3. Menguraikan urutan kejadian 4. Menentukan penyebab 5. Merekomendasikan tindakan perbaikan 6. Menyusun laporan 7. Implementasi tindakan perbaikan ANALISIS KECELAKAAN Tujuan Analisis Kecelakaan : 1. Menggambarkan yang sebenarnya terjadi 2. Menentukan sebab yang sebenarnya 3. Mengukur resiko 4. Mencari akar permasalahan 5. Mengembangkan tindakan pengendalian dan pencegahan Metode Penyelidikan Kecelakaan : 1. Fishbone Diagram (Ishikawa Diagram) 2. Fault Trees Analysis (FTA) 3. Loss Causation Model PELAPORAN KECELAKAAN Laporan Kecelakaan meliputi : 1. Latar belakang (kapan, siapa) 2. Ringkasan (kronologis, jenis, sumber) 3. Analisis penyebab 4. Rekomendasi V. KESIMPULAN DAN SARAN : Penyelidikan dan analisa kecelakaan kerja penting untuk difahami dalam rangka pencegahan terjadinya kecelakaan kerja dengan melakukan analisis terhadap kejadian-kejadian yang tidak diharapkan yang nyaris menimbulkan kecelakaan. VI. PENUTUP : Demikian Laporan Pertanggungjawaban ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.