perspektif hukum islam terhadap transaksi jual …
TRANSCRIPT
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI
ONLINE DENGAN MODEL PERIKLANAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syari’ah (SH) Pada Program Studi
Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
RAHMADYANTO
105 25 0275 15
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1441 H / 2020 M
ABSTRAK
RAHMADYANTO. 105 25 027515. Judul Skripsi: Perspektif hukum islam dalam transaksi jual beli online dengan model periklanan di e-commerce. Dibimbing oleh St. Saleha Majid dan Hasanuddin.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif, dengan sumber data primer yaitu hasil wawancara pelanggan yang melakukan pembelian dengan model periklanan di e-commerce. Dan sumber data sekunder yaitu data-data pendukung dan alat-alat tambahan yang dalam hal ini berupa data tertulis, yaitu data-data tentang model jual beli dengan model periklanan di e-commerce yang diambil dari internet. Data dikumpulkan melalui wawancara dan dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian di analisis menggunakan metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan: 1) Jual beli dengan model periklanan di e-commerce dilakukan menjalankan prosedur dan ketentuan yang sudah diberikan mulai dari mendaftar, mengikuti persyaratan, dan melakukan proses jual beli dengan pembeli bisa berbelanja sesuai dengan barang yang diinginkan tinggal pilih, dan melakukan pembayaran baik secara transfer atau pembayaran di tempat setelah nanti barang dikirim melalui jasa delivery, Setelah pembayaran dilakukan, e-commerce tersebut akan secara otomatis melakukan verifikasi dan konfirmasi tak lama setelahnya. Konfirmasi biasanya akan dikirimkan ke nomor ponsel dan email Anda, termasuk setiap ada perkembangan terbaru seperti nomor resi dan pengiriman barang. Kesepakatan terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim oleh pembeli telah diterima dan disetujui oleh penerima. 2) Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli online, bisa sah dan tidak sah. Tidak sah manakala informasi yang diberikan pada waktu akad berbeda dengan kenyataan setelah suatu barang itu ditunjukkan sehingga pembeli menjadi kecewa. Jika dalam praktek terjadi kondisi yang selalu mengecewakan pembeli maka jual beli ini dilarang, karena ada unsur penipuan dan ketidak adanya kerelaan dalam proses jual beli yang menjadi salah satu rukun dalam jual beli, Akan tetapi manakala dalam informasi pada waktu akad sesuai dengan realita pada waktu barang itu diserahkan maka jual beli yang demikian sah. Bila transaksi berlangsung dalam satu waktu sedangkan kedua belah pihak berada di tempat yang berjauhan, hal ini dapat diterapkan pada transaksi melalui telepon ataupun telepon seluler, maka ijab dan qabul yang terjadi adalah langsung seolah-olah keduanya berada dalam satu tempat akan akad dianggap terjadi ketika barang itu diberikan.
Kata kunci: Hukum Islam, Jual Beli Online
ABSTRACT
RAHMADYANTO. 105 25 027515. Thesis Title: Islamic law perspective in
online buying and selling transactions with advertising model in e-
commerce. Supervised by St. Saleha Majid and Hasanuddin.
This type of research is a qualitative research, with the primary data
source, namely the results of interviews with customers who make
purchases with an advertising model in e-commerce. And secondary data
sources, namely supporting data and additional tools, in this case in the
form of written data, namely data about the buying and selling model with
the advertising model in e-commerce which is taken from the internet.
Data were collected through interviews and documentation. The data
collected was then analyzed using descriptive analysis methods.
The results show: 1) Buying and selling with an advertising model in e-
commerce is carried out by carrying out the procedures and conditions
that have been given starting from registering, following the requirements,
and carrying out the buying and selling process where the buyer can shop
according to the desired item, just select, and make payments either by
transfer or payment on the spot after the goods are sent via a delivery
service. After payment is made, the e-commerce will automatically verify
and confirm shortly thereafter. Confirmation will usually be sent to your
mobile number and email, including any updates such as receipt numbers
and delivery of goods. The agreement occurs when the transaction offer
sent by the buyer has been received and approved by the recipient. 2)
Review of Islamic law on buying and selling online, can be legal and
illegal. It is not valid if the information provided at the time of the contract is
different from the fact after the item has been shown so that the buyer
becomes disappointed. If in practice conditions that always disappoint the
buyer then this buying and selling is prohibited, because there is an
element of fraud and an absence of willingness in the buying and selling
process which is one of the pillars of buying and selling, but when the
information at the time of the contract is in accordance with the reality at
the time of the goods if it is submitted, the sale and purchase is legal. If the
transaction takes place at one time while the two parties are far apart, this
can be applied to transactions via telephone or cellular telephone, then the
consent and qabul that occur are immediately as if the two were in one
place, the contract will be deemed to have occurred when the goods it's a
given.
Keywords: Islamic Law, Buying and Selling Online
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم الله الر
لاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى اله ا بعد الحمد لله رب العالمين والص وصحبه أجمعين أم
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah
Swt, karena atasa segala limpahan rahma, taufiq dan petunjuk-Nya
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya,
meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana dan masih terdapat
kekurangan yang tentunya masih memerlukan berbagai perbaikan.
Selanjutnya shalawat dan taslim peneliti haturkan kepada
junjungan Nabi besar Muhammad Saw dan segenap keluarganya, para
sahabat, tabi’in sampai kepada orang-orang yang mukmin yang telah
memperjuangkan islam sampai saat ini dan bahkan sampai akhir zaman.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian
penelitian tentunya tidak dapat selesai tanpa adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu maka patutlah kiranya
peneliti menyampaikan rasa syukur dan ucapan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Kedua orang tua tercinta yaitu, ayahanda tercinta Basri dan ibunda
tersayang Rosdianan yang telah mengantarkan penulis hingga seperti
sekarang dengan penuh kasih sayang, do’a, kesabaran, dan
keikhlasan dan perjuangan hidup demi kelangsungan pendidikan
putranya, terimakasih untuk semuanya.
2. Prof Dr. H. Ambo Asse, M.Ag, selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah membina dan
mengembangkan fakultas tersebut tempat peneliti menimba ilmu
pengetahuan.
4. Dr.Ir.Muchlis Mappangaja, MP dan Hasanuddin, SE. sy M.E selaku
Ketua Jurusan Dan Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. St. Saleha Majid,S.Ag.MH dan Hasanuddin, SE. sy M.E selaku
pembimbing I dan pembimbing II yang dengan tulus ikhlas meluangkan
waktunya memberikan bimbingan dalam pengarahan sehingga
penelitian ini dapat dirampungkan sejak dari awal hingga selesai.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Asisten Dosen yang telah banyak
memberikan atau mentransfer ilmu pengetahuan kepada peneliti sejak
awal hingga menjelang sarjana seperti sekarang ini.
7. Untuk Siti Nur Faika, Erwin Antarias, Ahmad Al Ghifari, Muh. Ismail, Tri
Astuti Alawiyah, Asti Sumaryani Nur, teman kelas HEKIS B dan teman-
teman seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
8. Almamaterku tercinta Fakultas Agama Islam Prodi Hukum Ekonomi
Syariah Universitas Muhammadiyah Makassar yang selalu mendidik,
mengajarkan, serta mendewasakan dalam berfikir dan bertindak
secara baik. Semoga pertemanan kita abadi selamanya. Terima kasih
atas do’a dan dukungan yang diberikan untuk peneliti.
Akhirnya peneliti berharap semoga apa yang telas diberikan
mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca
pada umumnya dan bagi keluarga besar Hukum Ekonomi Syariah pada
khususnya.
21 Agustus 2020 Makassar,
2 Muharram 1442 H
Peneliti
RAHMADYANTO NIM.10525027515
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL .............................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ .7
A. Kajian Jual Beli .................................................................................... 7
B. Dasar Hukum Islam Jual Beli ............................................................. 11
C. Rukun dan Syarat Jual Beli ................................................................ 12
D. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 23
A. Desain Penelitian .............................................................................. 23
B. Lokasi dan Obyek Penelitian ............................................................. 23
C. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian .............................................. 24
D. Sumber Data..................................................................................... 25
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 26
F. Teknik Analisis Data ......................................................................... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN…………………………….…31
A. Jual Beloi dengan Model Periklanan di E-
Commerce……..…………...31
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli
Online……………………...40
BAB V
PENUTUP……………………………………………………………………...45
A. Kesimpulan……………………………………………………….45
B. Saran
……………………………………………………………………..46
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...48
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi telah merubah kebiasaan
masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli. Kebiasaan masyarakat
yang sebelumnya melakukan transaksi jual beli secara langsung atau
dengan tatap muka, kini perlahan berubah menjadi sebuah gaya baru yaitu
transaksi jual beli melalui internet atau transaksi online. Transaksi online
adalah transaksi yang dilakukan penjual dan pembeli secara online
melalui media internet, tidak ada perjumpaan langsung antara pembeli dan
penjual yang membuat semua orang di seluruh dunia dapat memesan dan
membeli produk yang dijual hanya dengan melalui media computer dan
tidak terbatas jarak dan waktu. Tetapi dalam Islam diberikan suatu batasan
atau garis pemisah antara yang boleh dan tidak boleh, yang benar dan
salah serta yang halal dan yang haram. Batasan dan garis pemisah inilah
yang dikenal dengan istilah etika. Perilaku dalam berbisnis juga tidak luput
dari nilai moral atau nilai etika bisnis. Penting bagi para pelaku bisnis untuk
mengintegrasikan dimensi moral kedalam kerangka atau ruang lingkup
bisnis.
Nabi Muhammad sallallahu „alaihi waasallam sangat menganjurkan
umatnya untuk berbisnis (berdagang), karena bisnis dapat menimbulkan
kemandirian dan kesejahteraan bagi keluarga, tanpa bergantung dan
menjadi beban orang lain.1
Transaksi online merupakan cara baru dalam melakukan kegiatan
jual beli dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Tansaksi
online berkembang dimasyarakat karena adanya perkembangan teknologi
serta semakin meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia.
Dalam hukum Islam jual beli online banyak sekali resiko kerugian
yang akan berdampak pada kegiatan jual beli tersebut. Maka dari itu para
ulama sangat menghawatirkan jual beli dengan cara ini. Tetapi bukan
berarti jual beli online tidak diperbolehkan, kalau kita merujuk ke dua qiyas
diatas kita dapat mencari dalil lain yang memperbolehkan jual beli ini.
Dalam kaidah fiqih juga dijelaskan
“Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya,” dan pada masalah ini tidak ada dalil
yang mengharamkan kegian jual beli online. Jadi pada ungkapan diatas
jual beli online diperbolehkan, asal ada kesepakatan dan ketentuan
didalamnya. Pada intinya semua bentuk jual beli itu diperbolehkan
asalkan tidak melanggar hukum-hukum dalam syari’at islam dan tidak ada
kecurangan antara dua belah piha, Serta adanya sebuah kesepakatan.
Dalam transaksi jual beli online harus ada jaminan atas barang
yang diperjualbelikan sehingga pembeli merasa nyaman dalam melakukan
transaksi.
1
Akhmad Mujahidin, Etika Bisnis Islam “Analisis Aspek Terhadap Moral Pelaku
Bisnis” jurnal hukum islam, Vol IV No. 2. Desember 2005, h. 122
Secara garis besar terdapat beberapa permasalahan yang terjadi
pada proses transaksi online, yaitu :
a. Konsumen tidak dapat langsung mengidentifikasi, melihat, atau
menyentuh barang yang akan dipesan;
b. Ketidakjelasan informasi tentang produk yang ditawarkan dan/atau
tidak ada kepastian apakah konsumen telah memperoleh berbagai
informasi yang layak diketahui, atau yang sepatutnya dibutuhkan
untuk mengambil suatu keputusan dalam bertransaksi;
c. Tidak jelasnya status subjek hukum, dari pelaku usaha; Tidak ada
jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta penjelasan
terhadap risiko-risiko yang berkenaan dengan sistem yang
digunakan, khususnya dalam hal pembayaran secara elektronik baik
dengan credit card maupun electronic cash;
d. Pembebanan risiko yang tidak berimbang, karena umumnya
terhadap jual beli di internet, pembayaran telah lunas dilakukan di
muka oleh konsumen, sedangkan barang belum tentu diterima atau
akan menyusul kemudian, karena jaminan yang ada adalah jaminan
pengiriman barang bukan penerimaan barang;2
Peneliti memilih E-commerce sebagai objek penelitian karena ingin
mengetahui praktek jual beli secara onlinenya apakah transaksi antara
penjual dan pembeli mengikuti syarat dan ketentuan bermuamalah sesuai
ketentuan islam atau tidak karena Ecommerce ini memiliki banyak peluang
2Juni Abdul Hakim Barkatullah, 2010. Hak-Hak Konsumen, h.10
dan diminati oleh kalangan masyarakat dan setelah masyarakat
mengenal sistem transaksi secara Online, maka tingkat penggunaan
layanan jual beli Online semakin meningkat dengan ini para distributor
memanfaatkan media sosial untuk menjual produk mereka secara online
dan mengetahui proses transaksi jual beli secara online apakah sesuai
dengan hukum islam atau bertentangan dengan hukum islam.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti apakah transaksi jual beli secara online sesuai dengan hukum
islam dengan mengangkat judul proposal “PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE DENGAN MODEL
PERIKLANAN DI E-COMMERCE”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana jual beli dengan model periklanan di E-Commerce ?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam pada transaski jual beli online?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses jual beli dengan model periklanan di E-
Commerce.
2. Untuk menjelaskan tentang tinjauan hukum Islam terhadap jual beli
online.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi dan bahan
kajian tentang transaksi jual beli online dalam tinjauan hukum
islam
b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat
dalam bidang yang terkait dengan penelitian ini.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Dunia Akademik
Sebagai sumbangan pemikiran bagi universitas selaku lembaga
pendidikan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang
ekonomi islam terutama konsumen dan pedagang
b. Bagi peneliti
Sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis agar dapat
membandingkan ilmu yang ada dalam perkuliahan atau teori
dengan kenyataan yang dilapangan. Serta memberikan
pengalaman dalam mengimplementasikan pengetahuan dibidang
jual beli online
c. Bagi Penjual dan Pembeli
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
penjual dan pedagang dalam transksi jual beli online dalam
menerapkan hukum islam pada masyarakat muslim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Jual Beli Onlie
Perkataan jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu "jual dan
beli" sebenarnya kata "jual" dan "beli" mempunyai arti yang satu
sama lainnya bertolak belakang. Kata jual menunjukkan bahwa
adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah adanya perbuatan
membeli. Dengan demikian, perkataan jual beli menunjukkan adanya
dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan
pihak lain membeli. Maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual
beli.3
Dalam istilah fiqh, jual beli disebut dengan al-Bai‟ as-Salam,
dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya,
yakni kata asy-syira‟ (beli). Dengan demikian kata al-Bai‟ berarti kata
jual dan sekaligus kata beli.4
Menurut Sayyid Sabiq jual beli adalah penukaran benda
dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan
hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.5
Hasby As-Shiddieqy jual beli adalah “Mengalihkan hak kepemilikan
3 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, h. 128
4 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Indonesia, Jakarta: Prenada Media,cet. Ke-1,
2005,h. 183 5 Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz 12, Kuwait: Dār al-Bayan, t.th. h. 45
sesuatu barang kepada orang lain dengan menerima harga, atas
dasar kerelaan kedua belah pihak.” 6 Jual beli menurut KUH Perdata
adalah suatu perjanjian dengan pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan, dan jual beli itu telah terjadi
antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini
mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya,
meskipun kebendaan ini belum diserahkan, maupun harganya belum
dibayar7. Lebih sederhana lagi didefinisikan oleh Nazar Bakry,
dimana jual beli merupakan suatu proses tukar menukar dengan
orang lain yang memiliki alat tukar (uang) secara langsung maupun
tidak langsung atas dasar suka sama suka.8
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual
beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara suka rela diantara kedua belah pihak, yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain yang menerimanya
sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
syara‟ yang disepakati. Yang dimaksud sesuai ketetapan syara‟
adalah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal
6 Hasby As-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam; Tinjauan Antara Madzhab,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, h. 328
7 R. Subekti S.H.R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Edisi Revisi, Jakarta: PT.
Pradaya Paramita, 2010, h. 366 8 Nazar Bakry, Problematika Pelaksana Fiqh Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004, h. 58
lainnya yang ada kaitannya dengan jual beli. Maka bila syarat-syarat
dan rukun-rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan
kehendak syara‟, sedangkan yang dimaksud dengan benda dapat
mencakup pada pengertian barang dan uang. Kemudian sifat benda
tersebut harus dapat dinilai yakni benda-benda yang berharga dan
dapat dibenarkan penggunaannya menurut syara‟. Benda itu
adakalanya bergerak (dipindahkan) dan ada kalanya tetap (tidak
dapat dipindahkan), yang dapat dibagi- bagi adakalanya tidak dapat
dibagi-bagi, penggunaan harta tersebut dibolehkan sepanjang tidak
dilarang syara‟.9
Adapun pengertian jual beli yang menyatakan bahwa jual beli
adalah pertukaran harta benda atas saling rela, atau memindahkan
hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa alat
tukar yang sah).10
Definisi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa jual beli dapat
terjadi dengan cara:
1. Penukaran harta antara dua pihak atas dasar saling rela,
2. Memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan yaitu berupa alat tukar yang diakui sah dalam
9 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, h.
67-69
10 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, h. 128
lalu lintas perdagangan.
Dalam cara pertama yaitu penukaran harta atas dasar saling
rela. Yang dimaksud dengan harta disini adalah semua yang dimiliki
dan dimanfaatkan. Dalam istilah lain dapat disebutkan bahwa yang
dimaksud harta disini semua sama pengertiannya dengan obyek
hukum, yaitu meliputi segala benda, baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud yang dapat bermanfaat atau berguna bagi
subyek hukum. Pertukaran harta atas dasar saling rela itu dapat
dikemukakan bahwa jual beli yang dilakukan adalah dalam bentuk
barter atau pertukaran barang (dapat dikatakan bahwa jual beli ini
adalah dalam bentuk pasar tradisional).
Sedangkan cara yang kedua yaitu memindahkan milik dengan
ganti yang dapat dibenarkan, berarti barang tersebut dipertukarkan
dengan alat ganti yang dapat dibenarkan. Adapun yang dimaksud
dengan ganti yang dapat dibenarkan disini berarti milik atau harta
tersebut dipertukarkan dengan alat pembayaran yang sah dan diakui
keberadaannya, misalnya uang rupiah dan mata uang lainnya.11
B. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli disyari'atkan berdasarkan Al-Qur'an, Sunah dan ijma
yakni:
a. Al-Qur'an diantaranya:
11 Ibid, h. 37
Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya”. (QS. Al-Baqarah :275)12
Hadits tersebut menerangkan bahwa setiap orang yang
melakukan transaksi jual-beli hendaklah jujur dan tidak boleh
menyembunyikan apapun dari jual-beli tersebut dan tidak boleh
berdusta.
C. Rukun dan Syarat Jual Beli
Perdagangan atau jual beli memiliki permasalahan tersendiri,
yang jika dilaksanakan tanpa diikat oleh aturan akan menimbulkan
bencana dan kerusakan dalam masyarakat.13 Untuk menjamin
keselarasan dan keharmonisan dalam dunia perdagangan diperlukan
12 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Bandung: Penerbit
Diponegoro, 2003, h. 69
13Hamzah Ya‟qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung:
Diponegoro, 2002, h. 14
suatu kaidah, aturan dan norma yang mengatur kehidupan manusia
dalam perdagangan yaitu hukum dan moralitas perdagangan.14
Jual beli yang merupakan satu akad, dan dipandang sah
apabila telah memenuhi rukun dan syarat jual beli. 15Adapun rukun
jual beli adalah sebagai berikut:
1. Sigat (Ucapan Akad)
Sigat dalam jual beli adalah segala sesuatu yang menunjukkan
adanya kerelaan dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli).
Sigat ini terdiri dari dua perkara, yaitu:
1. Perkataan dan apa yang dapat menggantikannya, seperti
seorang utusan atau sebuah surat, maka apabila seseorang
kirim surat kepada orang yang lain, dan dia berkata dalam
suratnya: “Sesungguhnya saya jual rumahku kepadamu
dengan harga sekian.” Atau dengan mengutus seorang
utusan kepada temannya, kemudian temannya menerima
jual beli ini dalam majelis, maka sah akad tersebut.
2. Serah terima, yaitu menerima dan menyerahkan dengan
tanpa disertai sesuatu perkataan pun. Misalnya seseorang
membeli suatu barang yang harganya sudah dimaklumi,
kemudian ia menerimanya dari penjual dan ia menyerahkan
harganya kepadanya, maka dia sudah dinyatakan memiliki
14 Haris Faulidi Asnawi, Transaksi Bisnis E-Comerse Perspektif Islam,
Yogyakarta: Magistra Insani Press, 2004, h. 77
15 M. Ali Hasan, Berbagai macam Transaksi Dalam Islam, h. 118
barang tersebut lantaran dia telah menerimanya.
Adapun syarat-syarat ijab dan qabul adalah sebagai
berikut:
a. Antara keduanya (ijab dan qabul) tidak terpisahkan dengan
diam dalam waktu lama, kecuali jika hanya sejenak dan
tidak diselang-seling dengan kata-kata ajnabi, yaitu kata-
kata yang tidak ada kaitannya dengan kemaslahatan jual
beli.
b. Ijab dan qabul mempunyai makna yang bersesuaian, artinya
salah satu dari keduanya pantas menjadi jawaban dari yang lain
seperti jika si penjual mengatakan: “Baju ini saya jual kepadamu
seharga Rp.1.000,-“ dan si penjual mengatakan: “Saya terima
baju tersebut dengan harga Rp. 500,-“ maka jual beli tersebut
dinyatakan tidak sah, karena ijab dan qabul-nya berbeda.
c. Ijab dan qabul tidak tergantung pada suatu kejadian. Maka bila
tergantungkannya, akad tidak sah. Misalnya: “Jika ayahku
meninggal maka benar-benar aku jual barang ini kepadamu”.
d. Ijab dan qabul juga tidak dibatasi oleh waktu perikatannya.
Misalnya, “Saya jual kepadamu selama satu bulan”.16
b. Aqid
Aqid adalah orang yang melakukan akad, baik penjual
16 Zainuddin Al-Malyubari, Fatkhul Mu‟in, h. 67
maupun pembeli. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai
berikut:
1. Hendaknya penjual dan pembeli sudah tamyiz (bisa
membedakan), maka tidak sah jual belinya anak-anak yang
belum tamyiz, juga jual belinya orang gila, adapun anak-
anak yang sudah tamyiz, yaitu orang-orang yang sudah
mengerti jual beli beserta akibatnya dan dapat menangkap
maksud dari pembicaraan orang-orang yang berakal
sempurna, serta mereka dapat menjawabnya dengan baik,
maka jual beli mereka adalah sah, tetapi tidak dapat
dilaksanakan kecuali harus dengan ijin dari walinya. Apabila
seorang anak yang sudah tamyiz membeli suatu barang
yang sudah mendapat ijin dari walinya, maka jual belinya
sah.
Adapun jika wali tidak memberi ijin dan si anak
membelanjakannya sendiri untuk kepentingannya sendiri,
maka jual belinya sah tetapi tidak dapat dilaksanakan
sehingga si wali memberi ijin atau ia sendiri yang memberi
ijin sesudah ia dewasa.
Maz\hab Syafi‟i mengungkapkan: empat orang yang
tidak sah jual belinya, yaitu:
1) Anak kecil
2) Orang gila
3) Budak, meskipun sudah akil baligh
4) Orang buta
Apabila seseorang melakukan jual beli dengan salah
satu dari mereka, maka transaksinya batal dan dia harus
mengembalikan barang/ pembayaran yang masih menjadi
tanggungannya. Adapun barang yang telah diambil oleh
mereka tiada pertanggung jawaban dan resiko itu kembali
pada pemilik barang, dan tidak sah jual beli anak kecil
walaupun seizin walinya. Adapun seorang budak jual
belinya sah jika diizinkan oleh tuannya.17
2. Hendaknya si aqid itu orang yang sudah pandai
(Rasyidan yaitu orang yang sudah mengerti tentang
ketentuan hitungan). Maka tidak sah jual belinya anak
kecil, baik yang sudah tamyiz maupun yang belum, dan
tidak sah pula jual belinya orang gila, orang idiot (ma‟tuh)
dan pemboros yang luar biasa, hingga tidak dapat
memegang uang dan tidak dapat mengenal hitungan
(safih), kecuali apabila si wali memberi ijin kepada yang
tamyiz dari mereka.
3. Hendaknya si aqid dalam keadaan tidak dipaksa
(mukhtar), maka tidak sah jual belinya orang yang
17 Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh „ala al-Mazahib al-Arba‟ah, Juz 2, Beirut: Darul
Fikr, t.th., h. 160
dipaksa.18
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat an-Nisa‟: 29
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayangkepadamu.19
Menurut Maz\hab Syafi‟i, tidak sah jual belinya orang
yang dipaksa, kecuali apabila ia bermaksud dan niat
melakukan akad pada saat adanya paksaan tersebut. Maka
dalam situasi yang demikian dia tidak termasuk orang yang
dipaksa.
Mazhab Syafi‟i membagi paksaan menjadi dua
macam, yaitu:
1) Paksaan tanpa hak, yaitu paksaan yang karenanya jual
beli menjadi tidak sah, baik paksaan terhadap
penyerahan benda yang dijual maupun paksaan terhadap
uang/alat untuk membelinya atau tidak ada paksaan
terhadapnya. Karena apabila dia menyerahkan benda
yang dijual dengan sesuka hatinya atau menerima uang
18 Ibid. 19 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 65
juga dengan sesuka hati, namun karena sigat akad
sudah batal, maka jual beli tidak sah kecuali dengan sigat
yang sah pula.
2) Adapun paksaan dengan hak adalah seperti seseorang
yang dipaksa oleh hakim atau oleh penguasa agar
menjual harta miliknya untuk melunasi utangnya.
Paksaan ini tidak membahayakan akad jual beli, maka
akad jual beli tetap sah dan harus dilaksanakan.20
c. Ma‟qud „alaihi
Pada ma‟qud „alaihi (yang diakadkan), baik benda yang
dijual maupun alat untuk membelinya (uang) ditetapkan
beberapa syarat antara lain:
1. Suci
Ma‟qud „alaihi yang berupa barang najis, baik benda yang
dijual maupun alat untuk membeli (uang) hukumnya tidak
sah. Apabila seseorang menjual benda najis atau yang
terkena najis dan tidak dapat disucikan, maka jual belinya
tidak sah, demikian pula alat untuk membelinya. Apabila
seseorang membeli benda yang suci dan ia jadikan
sebagai harganya (gantinya) arak atau binatang babi,
20 Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh „ala al-Mazahib al-Arba‟ah, h. 163
maka jual belinya tidak sah.21
Menurut Maz\hab Hanafi, membolehkan jual beli
minyak yang terkena najis dan memanfaatkannya selain
untuk dimakan, sebagaimana kebolehan
memperjualbelikan kotoran binatang (pupuk). Hal ini
bahwasanya yang mereka larang adalah
memperjualbelikan bangkai, kulit bangkai yang belum
disamak, babi dan arak.22
2. Dapat dimanfaatkan
Pengertian barang yang dapat dimanfaatkan tentunya
sangat relatif, sebab pada hakikatnya seluruh barang yang
dijadikan sebagai obyek jual beli merupakan barang yang
dapat dimanfaatkan, seperti untuk dikonsumsi (beras, buah-
buahan, ikan, sayur-sayuran, dan lain-lain), dinikmati
suaranya (radio, televisi, dan lain-lain), serta digunakan
untuk keperluan yang bermanfaat, seperti, membeli seekor
anjing untuk berburu.23 Maka jual beli serangga, ular, tikus
tidak boleh kecuali untuk dimanfaatkan, namun dibolehkan
jual beli kucing, lebah, beruang, singa dan binatang lain
yang berguna untuk berburu atau dapat dimanfaatkan
kulitnya. Begitu pula dibolehkan jual beli burung merak,
21 Ibid, h. 164 22 Ibid 23 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, h. 133
burung beo dengan tujuan menikmati suara dan keindahan
bentuknya.24
3. Milik orang yang melakukan akad
Maksudnya disini bahwa yang melakukan adalah
pemilik barang itu sendiri, atau yang diberikan ijin oleh
pemiliknya. Jika jual beli berlangsung sebelum ada ijin dari
pihak pemilik barang, maka jual beli seperti ini dinamakan
bai‟ul fuz\ul, yaitu jual beli yang akadnya dilakukan oleh
orang lain sebelum ada ijin pemiliknya, seperti suami yang
menjual milik istrinya tanpa ijin seorang istri atau
membelanjakan milik istri tanpa adanya ijin dari seorang
istri.
D. Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang jual beli
online dalam tinjauan hukum islam dengan berbagai studi kasus yang
berbeda-beda. Hasil dari peneliti terdahulu akan digunakan sebagai
Referensi dan perbandingan dalam penelitian ini, dimana secara ringkas
hasil penelitian terdahulu dirangkum dalam table dibawah ini:
24 Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, h. 56
Peneliti Judul Substansi Hasil penelitian
Diyah Ayu
Minuriha
(2018)25
Tinjauan
Hukum Islam
Terhadap
Jual Beli
Dalam
Marketplace
Online
Shopee
Dikalangan
Mahasiswa
UINSA
SURABAYA
Skripsi ini
membahas
tentang jual
beli pada salah
satu
marketplace
online yaitu
shopee sesuai
dengan tata
cara dan
langkah-
langkah dalam
melakukan jual
beli online
tersebut.
Kemudian
ditinjau dalam
hukum Islam.
Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa:
Penjual dan pihak Shopee
malakukan akad sewa
menyewa Ijarah. Karena
terdapat upah atau
imbalan
melalui penahanan atau
peminjaman uang di dalam
rekening bersama
ataupun Shopee Pay.
Kedua, Jual Beli dalam
marketplace online
Shopee di
Kalangan Mahasiswa
Uinsa Surabaya adalah
praktik jual beli yang dirasa
sangat menguntungkan
mahasiswa yang menjadi
penggunanya.
Dio Aditya
Pratama
(2018)26
Transaksi
Jual Beli
Secara
Online Dalam
Skripsi ini
membahas
tentang jual
beli online
Dari hasil penelitian ini,
dapat disimpulkan bahwa
transaksi jual beli online
sah-sah saja dilakukan
25
Dian Ayu Minuriha, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Dalam Marketplace
Online Shopee Dikalangan Mahasiswa UINSA SURABAYA” Jurusan Hukum Perdata Islam
Fakultas Syari’ah Dan Hukum-Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2018
26Dio Aditya Pratama, “Transaksi Jual Beli Secara Online Dalam Pandangan Hukum
Islam” Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarih Hidayatullah, 2018
Pandangan
Hukum Islam
melalui media
internet sesuai
dengan tata
cara dan
langkah-
langkah yang
berlaku dalam
transaksi
online tersebut
kemudian
dipandang
sesuai hukum
islam
dalam hukum islam.
Asalkan tidak ada unsur
kebohongan atau
penipuan ataupun barang
yang yang diinginkan
tersebut tidak utuh atau
cacat (tidak sesuai yang
diharapkan) yang terjadi
selama proses
transaksinya. Kalaupun
terjadi, maka pihak yang
bertanggung jawab wajib
mengembalikan seluruh
uang milik pembeli dan jual
beli dianggap tidak sah
karena tidak memenuhi
rukun jual beli
Ahmad
Syaichoni
(2014)27
Perlindungan
konsumen
dalam
transaksi
Bay‟ al-salam
dan E-
Commerce
Peneliti
membahas
tentang
penjualan
online yang
dilakukan
diberbagai
media social
kemudian
dipandang
menurut
Dari hasil penelitian ini,
bentuk jaminan dari pelaku
usaha kepada konsumen
dalam transaksi Bay‟ as-
salam perspektif hukum
Islam dan hokum positif,
bentuk jaminan dari pelaku
usaha kepada konsumen
dalam transaksi e-
commerce perspektif
hokum islam dan hukum
27 Ahmad Syaichoni, “Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Bay‟ al-salam dan E-
Commerce (Studi Komperasi Hukum Islam dan Hukum Positif)” ,Tesis, (Tulungagung: IAIN
Tulungagung,2014)
perspektif
Islam (Studi
Komparasi
Hukum Islam
dan Hukum
Positif)
positif, ketentuan
perlindungan hokum bagi
konsumen dalam transaksi
bay‟ as-salam perspektif
hukum islam dan hukum
positif, ketentuan
perlindungan hukum bagi
konsumen dalam transaksi
e-commerce perspektif
hukum Islam dan hukum
positif
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif sesuai dengan
permasalahan dan tujuan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisa data secara
mendalam mengenai pemahaman jual beli dan hukum islam terhadap
masyarakat dalam bertransaksi online. Berdasakan konteks
permasalahan dalam penelitian ini maka penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan desain metode deksriptif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, perpesi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan
berbagi metode alamiah.28
B. Lokasi dan objek penelitian
Pemilihan lokasi penelitian sangat penting dalam rangka
mempertanggung jawabkan data yang diambil. Dalam penelitian ini
lokasi penelitian ditetapkan di Ecommerce. Penetapan lokasi
penelitian ini di maksudkan untuk mempermudah atau memperlancar
28Moleong, Lexy, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.2010), h.6
objek yang menjadi sasaran dalam penelitian, sehingga penelitian
tersebut akan terfokus pokok permasalahannya. Penelitian ini
direncanakan 2 (dua) bulan tahun 2020.
C. Fokus dan deskripsi penelitian
1. Fokus penelitian
Dalam pandangan penelitian kualitatif, peneliti mengfokuskan
pada situasi sosial yang diteliti meliputi aspek tempat (place),
pelaku (aktor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara
sinergis.29
Penelitian ini berfokus dalam 2 hal pokok, yaitu :
a. Bagaimanakah jual beli dengan model periklanan di E-
commerce.
b. Tinjauan hukum Islam dalam trasaksi jual beli online.
2. Deskripsi penelitian
Peneliti memilih E-commerce sebagai objek penelitian
karena memiliki banyak peluang untuk memasarkan produk dan
setelah masyarakat mengenal sistem transaksi secara Online,
maka tingkat penggunaan layanan jual beli Online semakin
meningkat dengan ini para distributor memanfaatkan media sosial
untuk menjual produk yang ada di E-commerce mereka secara
online dan mengetahui proses transaksi jual beli dengan sistem
29 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 285
online apakah sesuai dengan hukum Islam atau bertentangan
dengan hukum Islam.
D. Sumber data
Sumber data penelitian adalah subjek dari mana dapat
diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini mencakupi sumber primer
dansekunder.30
1. Data primer. Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau
kata-kata yang diucapakan secara lisan, gerak-gerak atau
perilaku yang dillakukan oleh subjek yang dapat dipercaya,
dalam hal ini adalah subyek penelitian (informan) yang
berkenaan dengan variabel yang diteliti.
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah a)
masyarakat yang bertransaksi secara online, b) pebisnis yang
menjual barangnya secara online.
2. Data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
dokumen-dokumen grafis (tabel,catatan, notulen rapat, SMS,
dan lain-lain). Foto-foto, film, rekaman vidoe. Benda-benda lain-
lain yang dapat memperkaya data primer.31
E. Teknik pengumpulan data
30Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta,2012),h.127
31Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta,2012),h.22
Adalah cara-cara yang ditempuh oleh penulis dalam rangka
mendapatkan data dan informasi yang diperlukan agar sesuai dengan
ciri-ciri penelitian kualitatif. Adapun cara-cara yang ditempuh dalam
penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode.
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu
percakapan ini dilakukan oleh dua pihak yakni pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pihak yang
diwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.32
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab. Sehingga dapat
dikonstruksikan makna suatu topik tertentu.33 wawancara
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur
dengan menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara.
Model yang dingunakan peneliti dalam wawancara untuk
mengungkapkan data yakni Purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber
data dengan pertimbangan tertentu. Perkembangan tertentu ini
misalnya orang tersebut yang dianggap tahu tentang apa yang kita
harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan
32Arikunto, Op. Cit, h. 186
33Rachman, Maman, Metode Penelitian Pendidikan Moral,
(Semarang:UnnesPress, 2011), h. 163.
memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi yang diteliti.
Atau dengan kata lain pengambilan sampel diambil berdasarkan
kebutuhan penelitian.34
Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan
saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian
berlangsung. Caranya yaitu seorang peneliti memilih orang tertentu
yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan,
selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari
sampel sebelumnya itu peneliti dapat menetapkan sampel lainnya
yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap.35
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, netulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.
Metode dokumentasi digunakan untuk mencari dan mengumpulkan
data serta informasi yang tertulis dengan permasalahan penelitian.
Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek kajian yang
telah dirumuskan. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi
dingunakan untuk mengumpulkan dengan aspek kajian yang telah
34Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2008), h.300
35 Ibid, h. 301
dirumuskan yakni berupa pemahaman konsumen dan penjual
tentang transaksi online.
Alat yang digunakan oleh peneliti untuk dokumentasi yaitu
lembar cek lis dokumentasi dan catatan lapangan, dokumentasi-
dokumentasi yang telah diperoleh peneliti berupa foto kegiatan.
Selain triangulasi sumber penelitian juga menggunakan
triangulasi dengan metode, terdapat dua strategi yaitu pengecekan
derajat kepercayaan penemuan hasil peneliti bebrapa teknik
pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan berapa
sumber data dengan met ode yang sama. Dengan cara
membandingkan data hasil pengamatan, hasil wawancara juga
dokumentasi yang peneliti peroleh dan hasil penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis data kualitatif. Analisis data kulaitatif bersifat induktif, yaitu
suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh. Selanjutnya
dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang
dirumuskan dari data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara
berulang-ulang sehingga akhirnya dapat disimpulkan apakah hipotesis
tersebut diterima atau ditolak.36 analisis data terdiri dari 3 (tiga) alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu :
36Rachman, Maman, Metode Penelitian Pendidikan Moral,
(Semarang:UnnesPress, 2011), h. 173
1. Reduksi data. Reduksi data yaitu proses pemilihan permusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi
data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Dengan
“reduksu data” penelitian ini perlu mengartikannya sebagai
kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan
ditransformasikan dalam aneka macam cara. Yakni : melalui seleksi
ketat melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya
dalam satu pola yang lebih luas dan sebagainya. Kadangkala dapat
juga mengubah data kedalam angka-angka atau peringkat-
peringkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana. Reduksi data
dilakukan peneliti dengan memilih dan memutuskan data hasil
wawancara dan observasi di lapangan.
2. Penyajian data. Penyajian data adalah menyusun sekumpulan
informasi yang memberikan kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian data
yang dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun
dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih misalnya
dituangkan dalam berbagi jenis matriks, grafik, jaringan dan bagan.
3. Penarikan kesimpulan/verifikasi. Penarikan kesimpulan adalah
kegiatan mencari arti, mencatat keteraturan. Pola-pola penjelasan,
alur sebab-akibat dan proporsi. Kesimpulan juga diverifikasikan
selama peneliti berlangsung. Verifikasi adalah penarikan kembali
yang melintas dalam pikiran penganalisis selama penyimpulan,
suatu tinjau-an ulang pada catatan-catatan lapangan dan meminta
responden yang telah dijaring datanya untuk membaca kesimpulan
yang telah disimpulkan peneliti. Makna-makna yang muncul
sebagai kesimpulan data yang teruji kebenarannya,
kekokohannya, dan kecocokannya.37
37 Mille, Matthew B dan A, Michaek Huberman, Analisis Data Kualitatif,
Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohindi, (Jakarta: UI Press, 1992),h. 16-17
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Jual Beli dengan Model Periklanan di E-Commerce
Hukum Jual Beli Online Menurut Hukum Negara (Undang-Undang)
Dalam aturan perniagaan online, dapat diterapkan KUH Perdata. secara
analogis, Dalam pasal 1313 KUH Perdata dijelaskan bahwa suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Untuk sahnya
suatu kontrak, kita harus melihat syarat-syarat yang diatur di dalam pasal
1320 KUH perdata yang menentukan bahwa syarat sah suatu perjanjian
sebagai berikut;
1. Kesepakatan para pihak
2. Kecakapan untuk membuat perjanjian
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Sesuatu sebab yang halal
Apabila unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua
(kecakapan) tidak terpenuhi, maka kontrak tersebut dapat dibatalkan.
Sedangkan apabila tidak terpenuhi unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan
unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah
batal demi hukum.38 Sebagaimana yang terjadi pada Ridwan yang
mengalami kejadian tidak sesuainya barang yang di jual dengan barang
yang diterima. penjual tidak bertanggung jawab terhadap barang yang
dikirimkan kepada pembeli apabila terdapat kerusakan atau salah ukuran,
artinya pihak pembeli sangat dirugikan apabila hal tersebut terjadi
terhadap barang yang dibelinya. Hal ini pada dasarnya boleh dituntut
secara hukum, namun terkadang jumlah uang dan proses hukum yang
nantinya akan dijalani menjadikan konsumen tidak ada yang melapor,
hanya komplain saja.
Tidak semua masyarakat memahami Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan konsumen ketika membeli produk di Ecommerce.
Menurut Walgito individu menerima stimulus yang datang dari
lingkungannya. Tidak semua stimulus akan diberikan respon, tetapi hanya
beberapa stimulus yang menarik perhatian saja yang akan diberikan
respon, sebagai akibat dari stimulus yang diseleksi dan diterima individu,
sehingga individu menyadari dan memberikan respon39. Hal ini
menjadikan beberapa konsumen yang membeli produk di Ecommerce
tidak melaporkanke pihak yang berwajib ketika dirugikan terhadap produk
yang dibeli.
38 Suhartono , Perniagaan online Syariah: suatu Kajian dalam perspektif Hukum perikatan
Islam, Jurnal Muqtasid (Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syari‟ah, 2010, h 233 39 Bimo Walgito, Pengatar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset. 2010, h. 103
Menurut Shofie hingga kini pelanggaran-pelanggaran hak-hak
konsumen masih sangat kasat mata dijumpai dalam aktivitas
keseharian.40
Kriteria untuk mengukur dugaan adanya pelanggaran-pelanggaran
hak-hak konsumen:
1. Norma-norma perlindungan konsumen dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen sebagai “undang-undang payung “.
2. Norma-norma (perlindungan konsumen) lainnya diluar Undang-
Undang Perlindungan Konsumen, yang semula menempatkan
perlindungan konsumen sebagai konsumen sebagai “sampiran”
belaka, bukan ditujukan sebagai instrumen (hukum) perlindungan
konsumen. Implementasi hak-hak konsumen sangat bergantung
pada ada tidaknya perumusan norma-norma perlindungan
konsumen tersebut.
Kriteria pelanggaran hak-hak konsumen yang diuraikan oleh
Shofie ini bertentangan dengan 5 (lima ) asas yang diatur di dalam
pasal 2 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, menganut 5 (lima) asas yaitu :
1. Perlindungan konsumen berasaskan manfaat,
2. Perlindungan konsumen berasaskan keadilan,
3. Perlindungan konsumen berasaskan keseimbangan,
4. Perlindungan konsumen berasaskan keamanan dan
40 Yusuf Shofie, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2018, h. 156
keselamatan konsumen
5. Perlindungan konsumen berasaskan serta kepastian hukum.
Dalam penjelasan pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen ini ditegaskan bahwa perlindungan
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama dalam konteks
pembangunan nasional yaitu:
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan
konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum41
6. Konsumen merupakan pemakai barang atau jasa yang disediakan
oleh pelaku usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk
lebih jelasnya pengertian konsumen diatur dalam pasal 1 ayat 2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen yang menyebutkan bahwa:
7. “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.
Sedangkan pengertian dari pelaku usaha sendiri diatur dalam pasal 1
ayat 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen menyatakan bahwa:
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi “.42
41 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, pdf, h. 2 42 Ibid.
Hak dan kewajiban konsumen pada dasarnya dinyatakan dan
diatur dengan jelas dalam pasal 4 dan pasal 5 Undang- Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam pasal 4 dijelaskan
mengenai hak konsumen adalah sebagai berikut:
Hak konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;43
43 Ibid, h. 3
1. Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, ketika terjadi
ketidaksamaan antara barang yang dipesan dengan barang
yang diterima sebagaimana yang dialami pelanggan, maka
hak konsumen yang benar-benar dilanggar oleh ecommerce
adalah, Hak konsumen yang berkaitan dengan dasar
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan atau jasa. Hal ini merupakan hak
yang paling urgen yang harus dihormati oleh produsen.
2. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan atau/ jasa. Informasi yang
diberikan oleh produsen dan penjual di ecommerce produk
tidak jelas.
Sedangkan pengaturan mengenai kewajiban konsumen sebagai
pemakai produk khususnya produk ecommerce diatur didalam pasal 5
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
Kewajiban konsumen adalah:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut
Sedangkan dasar hukum mengenai kewajiban pelaku usaha di
ecommerce diatur di dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen yaitu :
“Kewajiban pelaku usaha adalah : “
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Dari salah satu ketentuan pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen bahwa pelaku usaha harus
memiliki itikad baik dalam melakukan usahanya terutama itikad baik
produsen dan penjual.
Selain itu Indonesia sebagai Negara hukum terhadap suatu perkara
langsung berlandaskan dengan undang-undang. Semua itu dengan tujuan
untuk kepentingan masyarakat Indonesia.
Dalam jual beli online banyak para konsumen mengeluh Karena tidak
semua produk yang ditawarkan pada jual beli online itu sama persis
dengan senyatanya, maka untuk melindungi kepentingan konsumen pada
Pasal 28 ayat 1 UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE menjelaskan bahwa
setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik.44
Menurut Ramlawati sebagai salah satu pelanggan ecommerce mengungkapkan bahwa “pejualan online ini sangat membantu karena dapat memudahkan kita atau saya sendiri “ sebagai konsumen dapat merasakan manfaatnya karena tanpa harus keluar rumah kita sudah dapat memenuhi kebutuhan kita di fashion atau barang jualan online lainnya.
Menurut Riska sebagai salah satu pelanggan Ecommerce itu adalah “jual beli online sangatlah membantu untuk para konsumen yang malas pergi keluar rumah untuk belanja” karena itu dengan tersedianya jasa jual beli online riska sebagai costumer sangatlah terbantu walaupun dalam penjualan online memiliki sedikit kekurangan yaitu ada sebagian barang yang dijual tidak sesuai atau tidak sama dengan yang barang yang dijual dalam postingan.
Adapun menurut ibu risma sebagai ibu rumah tangga yang berstatus sebagai pegawai kantoran yang sering kali tidak sempat berbelanja karena
44 Tira Nur Fitria, Bisnis Jual Beli Online (Online Shop) Dalam Hukum Islam Dan Hukum
Negara, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam vol. 03 no.01, Maret 2017, h. 58
pekerjaan yang padat dengan adanya sistem jual beli online menurutnya “sangatlah membantu karena dia bisa memesan kapanpun dimanapun” tanpa harus meninggalkan kewajibanya sebagai pegawai kantoran.
Jadi jual beli dengan model periklanan di Ecommerce pada dasarnya
diperbolehkan selama tidak ada unsur penipuan di dalamya, dan setiap
konsumen berhak untuk melakukan tuntutan kepada pihak Ecommerce
jika mengalami penipuan dengan meminta.
B. Tinjauan Hukum Islam Terdahap Jual Beli Online
Dalam Islam berbisnis melalui online diperbolehkan selagi tidak
terdapat unsur-unsur riba, kezaliman, monopoli dan penipuan. Rasulullah
mengisyaratkan bahwa jual beli itu halal selagi suka sama suka
(Antaradhin). Karena jual beli atau berbisnis seperti jual beli dengan model
periklanan di Ecommerce memiliki dampak positif karena dianggap
praktis, cepat, dan mudah. Allah Swt berfirman dalam Alquran Surah Al
Baqarah : 275:
بوا ل يقومون ال كما يقوم الذى يتخبطه الشيطن من المس الذين ياكلون الر با ذ ل
بوا ا انما البيع مثل الر بوا نهم قالو م الر البيع وحر ن من ج واحل الله اءه موعظة م
به انتهى له ما سلف وامره الى الله اصحب النار ر م يها خلدو ومن عاد اولك
﴾ ۵۷۲﴿ ن
Terjemahaannya :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.( Qs Al-Baqarah: 275) 45
Al-Bai‟ (Jual beli) dalam ayat termasuk didalamnya bisnis yang
dilakukan lewat online. Namun jual beli lewat online harus memiliki
syarat-syarat tertentu boleh atau tidaknya dilakukan. Adapun syarat-
syarat mendasar diperbolehkannya jual beli lewat online diantaranya:
1. Tidak melanggar ketentuan syari‟at agama, seperti transaksi
bisnis yang diharamkan, terjadinya kecurangan, penipuan dan
monopoli.
2. Adanya kesepakatan perjanjian diantara dua belah pihak
(penjual dan pembeli) jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan
antara sepakat (Alimdha‟) atau pembatalan (Fasakh).
Sebagaimana yang telah diatur didalam Fikih tentang bentuk-
bentuk option atau alternative dalam akad jual beli (Alkhiarat)
seperti Khiar Almajlis (hak pembatalan di tempat jika terjadi
ketidak sesuaian), Khiar Al‟aib (hak pembatalan jika terdapat
cacat), Khiar As-syarath (hak pembatalan jika tidak memenuhi
syarat), Khiar At- Taghrir/Attadlis (hak pembatalan jika terjadi
kecurangan), Khiar Alghubun (hak pembatalan jika terjadi
penipuan), Khiar Tafriq As-Shafqah (hak pembatalan karena
salah satu diantara duabelah pihak terputus sebelum atau
sesudah transaksi), Khiar Ar-Rukyah (hak pembatalan adanya
45 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya
kekurangan setelah dilihat) dan Khiar Fawat Alwashaf (hak
pembatalan jika tidak sesuai sifatnya).
3. Adanya kontrol, sanksi dan aturan hukum yang tegas dan jelas
dari pemerintah (lembaga yang berkompeten) untuk menjamin
bolehnya berbisnis yang dilakukan transaksinya melalui online
bagi masyarakat 46
Jika bisnis lewat online tidak sesuai dengan syarat-syarat dan
ketentuan yang telah dijelaskan di atas, maka hukumnya adalah
“Haram” tidak diperbolehkan. Kemaslahatan dan perlindungan
terhadap umat dalam berbisnis dan usaha harus dalam perlindungan
negara atau lembaga yang berkompeten. Agar tidak terjadi hal-hal
yang membawa kemudaratan, penipuan dan kehancuran bagi
masyarakat dan negaranya. Bisnis online sama seperti bisnis offline.
Ada yang halal ada yang haram, ada yang legal ada yang ilegal.
Hukum dasar bisnis online sama seperti akad jual beli dan akad as-
salam, ini diperbolehkan dalam Islam.
Imam al-Syafi'i melarang semua bentuk jual beli barang yang
tidak ada di tempat. Sedangkan apabila merujuk pada esensi dasar
dari jual beli itu adalah suatu peristiwa hukum yang dihalalkan.
Dengan perkataan lain, jual beli itu dihalalkan, dibenarkan agama, asal
memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Demikian hukum ini
disepakati para ahli ijma (ulama‟ Mujtahidin) tak ada khilaf padanya.
46 Tira Nur Fitria, Bisnis Jual Beli Online (Online Shop)..., h. 59
Memang dengan tegas-tegas al-Qur‟an menerangkan bahwa
menjual itu halal; sedang riba diharamkan. 47 Sejalan dengan itu
dalam jual beli ada persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya
menyangkut barang yang dijadikan objek jual beli yaitu barang yang
diakadkan harus ada di tangan si penjual, artinya barang itu ada di
tempat, diketahui dan dapat dilihat pembeli pada waktu akad itu
terjadi. Menurut Abu Bakr al- Jazairi, seorang muslim tidak boleh
menjual sesuatu yang tidak ada padanya atau sesuatu yang belum
dimilikinya, karena hal tersebut menyakiti pembeli yang tidak
mendapatkan barang yang dimilikinya.48
Dalam kaitan ini Ibnu Rusyd menjelaskan, barang-barang yang
diperjual belikan itu ada dua macam: pertama, barang yang benar-
benar ada dan dapat dilihat, ini tidak ada perbedaan pendapat. Kedua,
barang yang tidak hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di
tempat akad itu terjadi, maka untuk hal ini terjadi perbedaan pendapat
di antara para ulama. Menurut Imam Malik dibolehkan jual beli barang
yang tidak hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat
akad itu terjadi, demikian pula pendapat Abu Hanifah. Namun
demikian dalam pandangan Malik bahwa barang itu harus disebutkan
sifatnya, sedangkan dalam pandangan Abu Hanifah tidak
47 T.M Hasbi ash-Shiddiqi, Hukum-hukum Fiqh Islam, Tinjauan Antar Mazhab, Semarang:
PT Pustaka Rizki Putra, 2009, h. 328. 48 Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim: Kitab Aqa'id wa Adab wa Ahlaq wa
Ibadah wa Mua'amalah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, 2004, h. 297.
menyebutkan sifatnya pun boleh.49
Menurut Sayyid Sabiq, boleh menjualbelikan barang yang pada
waktu dilakukannya akad tidak ada di tempat, dengan syarat kriteria
barang tersebut terperinci dengan jelas. Jika ternyata sesuai dengan
informasi, jual beli menjadi sah, dan jika ternyata berbeda, pihak yang
tidak menyaksikan (salah satu pihak yang melakukan akad) boleh
memilih: menerima atau tidak. Tak ada bedanya dalam hal ini, baik
pembeli maupun penjual.50
Pandangan kedua ulama tersebut berbeda dengan pandangan
Imam al-Syafi'i yang tidak membolehkan jual beli barang yang tidak
hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat terjadinya
transaksi.
49 Ibnu Rusyd, Bidâyah al Mujtahid Wa Nihâyah al Muqtasid, Juz II, Beirut: Dâr Al-Jiil,
t.th., h. 116 – 117. 50 Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz 12, Kuwait: Dār al-Bayan, t.th. h. 155.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, ada beberapa kesimpulan yang dapat
diambil:
1. Jual beli dengan model periklanan dilakukan menjalankan prosedur
dan ketentuan yang sudah diberikan oleh toko tersebut mulai dari
mendaftar, mengikuti persyaratan, dan melakukan proses jual beli
dengan pembeli bisa berbelanja sesuai dengan barang yang
diinginkan tinggal pilih, dan melakukan pembayaran baik secara
transfer atau pembayaran di tempat setelah nanti barang dikirim
melalui jasa delivery.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli dengan model periklanan,
bisa sah akadnya dan tidak sah. Tidak sah manakala informasi
yang diberikan pada waktu akad berbeda dengan kenyataan
setelah suatu barang itu ditunjukkan.sehingga pembeli menjadi
kecewa. Jika dalam praktek terjadi kondisi yang selalu
mengecewakan pembeli maka jual beli ini dilarang, karena ada
unsur penipuan dan ketidak adanya kerelaan dalam proses jual beli
yang menjadi salah satu rukun dalam jual beli 1). Pihak yang
bertransanksi, 2). Barang, 3). Harga, 4). Serah terima,dan Syarat
Jual Beli adalah berakal. Akan tetapi manakala dalam informasi
pada waktu akad sesuai dengan realita pada waktu barang itu
diserahkan maka jual beli yang demikian sah. Bila transaksi
berlangsung dalam satu waktu sedangkan kedua belah pihak
berada di tempat yang berjauhan, hal ini dapat diterapkan pada
transaksi melalui telepon ataupun telepon seluler, maka ijab dan
qabul yang terjadi adalah langsung seolah-olah keduanya berada
dalam satu tempat akan akad dianggap terjadi ketika barang itu
diberikan. penyediaan aplikasi permohonan barang oleh pihak
penjual di Ecommerce merupakan ijab dan pengisian serta
pengiriman aplikasi yang telah diisi oleh pembeli merupakan qabul.
B. Saran
1. Saran yang dapat penulis berikan dalam skripsi ini adalah sebagai
masyarakat yang cerdas harus teliti dalam transaksi jual beli online
2. Menelaah dengan baik sebelum bermuamalah terutama dalam
transaksi online agar tidak terpengaruh oleh tipuan oknum yang
tidak bertanggung jawab, jadi kita harus berhati-hati dalam membeli
sesuatu secara online.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syaichoni, “Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Bay‟ al-salam dan E-Commerce (Studi Komperasi Hukum Islam dan Hukum Positif)” ,Tesis, (Tulungagung: IAIN Tulungagung,2014)
Alquran-Indonesia.com, Quran Online terjemahan perkata,tajwid,latin dan asbabun nuzul , Diakses pada 30 Desember 2018.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
al-Zuhaili, Wahbah, 1909. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, jilid IV. Beirut: Dar al-Fikr, 1989
Barkatullah Hakim Abdul, 2010. Hak-Hak Konsumen, Bandung: Nusa
Media
Bimo, 2010. Pengantar Psokologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset.
Dio Aditya Pratama, 2018. “Transaksi Jual Beli Secara Online Dalam Pandangan Hukum Islam” Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarih Hidayatullah.
Dahlan, Abdul Azis, ed, 1996. Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 3. Cet. I; Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Fatwa DSN MUI, Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS), diakses pada Selasa, 9 juli 2019, pukul 21.24 wita.
Hendra, 2012. “Hukum Islam Dan Pembagian Hukum Islam” Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan-Universitas Mathla’ul Anwar Banten.
H. Suhartono, 2010. “Transaksi E-Commerce Syariah (Suatu Kajian terhadap Perniagaan Online dalam Perspektif Hukum Perikatan Islam)”, Mimbar Hukum dan Peradilan, no. 72 .
Muhammad Abd Mannan, 1993. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf.
Mujahidin Akhmad, 2005. Etika Bisnis Islam “Analisis Aspek Terhadap Moral Pelaku Bisnis” jurnal hukum islam, Vol. V No. 2. Desember 2005.
Moleong, Lexy J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Misbahuddin, 2012. E-Commerce dan Hukum Islam. Cet. I; Makassar: Alauddin University Press.
Munir salim. 2017. Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum
Islam. Jurnal, Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum Islam, Vol. 6. No. 2. Desember 2017
Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru.Jakarta: UIP.
Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif, www.web-suplemen.ut.ac.id, (diakses 17 Desember 2018).
Runto Hediana dan Ahmad Dasuki Aly, 2016. “Transaksi jual beli online perspektif ekonomi islam” Fakultas Syari’ah Dan Ekonomi Islam-IAIN Syekh Nurjati Cirebon-Jurnal Ilmiah: 2016
Rachman, Maman. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Moral: dalam Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Campuran, Tindakan, dan Pengembangan. Semarang: UNNES Pres.
Sakim Munir, Jurnal, Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum Islam, Vol. 6. No. 2. Desember 2017
Sabiq, Sayyid, 2006. Fiqh Sunah Jilid 4. Jakarta: Pena Pundi
Suharsimi Arikunto, 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Suhartono ,2010 . Peniagaan online Syariah: suatu kajian dalam perspektif Hukum Perikatan Islam, Jurnal Muqtasid ( Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syari‟ah), h 233.
Tira Nur Fitria, 2017 . Bisnis Jual Beli Online (Online Shop) Dalam Hukum Islam Dan Hukum Negara, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam.
Yusuf Shofie, 2018. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
DOKUMENTASI 1. Wawancara dengan Ramlahwati
2. Wawancara dengan Riska
3. Wawancara dengan Ibu Risma
RIWAYAT HIDUP
Rahmadyanto, lahir di Makassar pada tanggal 10
Januari 1997 dari pasangan suami istri bernama Basri
dan Rosdiana. Penulis adalah anak Kedua dari empat
bersaudara.
Penulis memulai Pendidikan Sekolah Dasar pada tahun (2002) di
SD Negeri Cendrawasih I Makassar dari Kelas 1 sampai Kelas 3 , dan
Kelas 4 pindah di SD Negeri Minasa Upa Makassar dan Tamat pada
tahun (2008). Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Makassar
Tamat (2011), dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Makassar
dan Tamat (2014), dan mulai tahun (2015) mengikuti program S1 Hukum
Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Dengan ketekunan, semangat dan usaha yang tinggi penulis telah
berhasil menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dengan baik. Semoga
dengan penulisan akhir skripsi ini mampu memberikan kontribusi positif
bagi dunia pendidikan.