persoalan-teologip.5

29
PERSOALAN-PERSOALAN TEOLOGI Pertemuan ke 5

Upload: riny

Post on 12-Apr-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

perseol teologi adalah

TRANSCRIPT

Page 1: Persoalan-Teologip.5

PERSOALAN-PERSOALAN TEOLOGI

Pertemuan ke 5

Page 2: Persoalan-Teologip.5

Pengertian Iman

Iman secara lughawi berasal dari kata “aman”, yakni ketenangan atau ketentraman hati ketika orang tersebut percaya terhadap kekuatan gaib, terutama Tuhan dzat yang mencipta dan mengatur alam.

“Al-Mu’min” ialah orang yang memiliki kepercayaan terhadap setiap perkara yang wajib ia percayai.

Page 3: Persoalan-Teologip.5

Iman sebagai institusi agama, adalah bagian pokok dari agama itu sendiri, yaitu bentuk kepercayaan tertinggi dalam agama, yakni sesuatu yang diakui sebagai benar, seperti rukun iman yang enam.

Iman sebagai sikap jiwa, merupakan anak kunci pintu pembuka pustaka kebenaran, yaitu sikap jiwa mempercayai dan menerima sesuatu sebagai yang benar, yaitu sikap jiwa “sami,na wa atha,na”.

Page 4: Persoalan-Teologip.5

Karena respon Ilahi itu untuk manusia, maka yang diperlukan dalam kerangka “ Iman Tahuhid” itu adalah mengabdi kepada Tuhan dalam pengertian berbuat baik, berbuat keadilan, kesetaraan dan keseimbangan untuk menghilangkan bentuk-bentuk penuhanan (kekuasaan) yang digunakan untuk menciptakan mekanisme penindasan.

Banyak ayat “pengesaan terhadap Tuhan” diikuti untuk melawan “penindasan”, atau semacam Thoghut (Az-zumar ayat 17, An-nahl ayat 36)

Page 5: Persoalan-Teologip.5

Pengertia Islam

Islam dari asal kata ”assalmu”, Assalaamu”, dan “Assalamatu” yang berarti bersih dan selamat dari cacat lahir dan batin.Dalam hubungan horisontal harus saling menyelematkan satu dengan yang lain.

Islam dari asal kata “Assilmu” yang berarti perdamaian dan keamanan. Dalam hubungan dengan diri menimbulkan kedamaian dan ketenangan batin

Islam dari asal kata “Assalamu” yang berarti menyerahkan diri, tunduk dan patuh (Al-Istislaam). Dalam hubungan vertikal manusia mesti berserah diri kepada Tuhan.

Page 6: Persoalan-Teologip.5

Dalam al-qur,an disebut lawan dari “Syirik”(Al-An,am 14), lawan daripada “Kufur” (Ali Imran 80), dalam arti sama “Ikhlas” kepada ALLah(An-nisa, 125) dan dalam arti tunduk dan patuh kepada Allah (Az-zumar 54).

Page 7: Persoalan-Teologip.5

Ihsan: Dilihat dari Dua Perspektif

Ihsan atau kebajikan bisa dilihat dari dua perspektif yaitu dari sisi yang menurunkan dan dari sisi yang menemukan.

Pertama: Kebajikan itu mestilah dari Tuhan, bukan dari entitas lain. Al-Qur’an menegaskan “apa saja kebaikan yang kamu peroleh adalah dari Tuhanmu, dan apa saja keburukan yang kamu peroleh adalah dari tanganmu sendiri” (An-nisa’:79)

Kalau dikatakan kebajikan adalah kebenaran, maka kebenaran itu kata al-Qur’an pasti dari Tuhan (al-Baqarah:147)

Page 8: Persoalan-Teologip.5

Kedua: Dari sisi yang menemukan kekebajikan sebagai kebenaran atau yang memperoleh kebajikan sebagai kebenaran, dan kemudian didikuti oleh para pengikutnya, mestilah dikatakan dari seorang rasul (guru moral), bukan dari siapa-siapa.

Dua argumentasi yang dapat dikemukakan: 1. Setiap ummat oleh Allah diutus seorang rasul(Yunus:47). 2. Setiap rasul yang diutus, ada yang diberitakan kepada Muhammad lewat Al-Qur’an ada yang tidak.(An-nisa’:164)

Page 9: Persoalan-Teologip.5

Jadi agama-agama yang mengajarkan kebajikan, terlepas dari pemeluknya yang didalamnya banyak pendustanya, adalah dari seorang rasul.

Dilihat dari sisi yang menemukan: Semua agama adalah hasil penemuan manusia, atau hasil dari pergolakan jiwanya. Tapi dari sisi yang menurunkan: maka semua agama mestilah diturunkan Tuhan kepada rasul-rasul-Nya dimuka bumi ini.

Page 10: Persoalan-Teologip.5

Pandangan ini untuk menegaskan tak ada agama yang disebut kreasi manusia , kalau rujukan yang dipakai adalah yang menurunkan. Sebaliknya, semua agama adalah kreasi manusia dari pergolakan jiwanya, kalau yang dirujuk adalah Rasul yang melahirkan.

Page 11: Persoalan-Teologip.5

Kebajikan dalam Al-Qur’an

Dalam konteks al-qur’an , kebajikan disebutkan membawahi sebagai bagian dari al-khair yang meliputi: al-birr, al-amal ash-shalih, al-ma’ruf, dan al-khasanat. Kesemuanya ini dilawankan dengan perbuatan yang tidak baik dengan menggunakan berbagai macam terminologi: al-itsmu, al-fasad atau mufsid, al-munkarat dan as-sayyiat.

Kesemua terminologi kebajikan memiliki esensi dan dan substansi yang sama, dimana “berbuat baik” mesti ada dua entitas: mereka yang berbuat baik dan mereka yang dijadikan sasaran kebajikan. Karena itu, yang disebut berbuat baik bukan soal terhadap diri pribadi, tetapi pada orang lain, kepada sesama, dan ummat manusia.

Page 12: Persoalan-Teologip.5

Berbuat Kebajikan syarat mutlak Keselamatan Beragama

Fondasi tertinggi dalam hal keselamatan beragama, yaitu kalau orang tersebut berbuat kebajikan, yaitu bagian dari kewajiban sosialnya.

Ada beberapa argumentasi yang menghalangi berbuat kebajikan sebagai icon terpenting keselamatan dalam beragama antara lain:

Page 13: Persoalan-Teologip.5

1. Ada 14 Hadits shohih yang menyebutkan bahwa orang yang masuk sorga, bukan karena perbuatan-perbuatannya, tetapi karena rahmat Allah. Kalu itu dipahami secara harfiyah, sepertinya berbuat baik itu tak begitu penting dan berguna untuk keselamatan beragama. Maka tidak ada gunanya Tuhan memerentahkan orang berbuat adil (Al-maidah:8)), Allah melipat gandakan amal perbuatan baik (Lukman:15), Orang berbuat baik mendapatkan pahala ( Ali Imran:172).

Page 14: Persoalan-Teologip.5

Tak ada gunamya semua itu, jika hanya dikaitkan dengan rahmat Allah, kecuali penganugrahan rahmat Allah itu akan diberikan sesuai dengan amal perbuatan manusia, dan inilah yang paling logis. Jadi manusia yang berbuat kebaikan itulah yang diberi rahmat.

2. Diktum bervariasi tentang variabel yang menegaskan adanya keselamatan dalam al-qur’an. Misalnya, iman kepada Allah, hari akhir dan berbuat baik (tiga variabel), rukun Islam yang lima (lima variabel) dllnya masih banyak lagi. Ayat-ayat ini mesti dipahami ada dalam sebuah konteks.

Page 15: Persoalan-Teologip.5

Nah, dalam konteks inilah kita mesti mencari variabel yang paling dasar sebagai syarat keselamatan, sebagai batasan terpenting yang disebutkan oleh Tuhan, dan itu adalah berbuat kebajikan.

3. Dalam upaya mencari konteks batasan yang paling dasar inilah, kita bisa merujuk pada surat al-ma’un: 1-7 dan hadits Nabi tentang muflis: “Tahukah kamu orang yang merugi? Para sahabat menjawab: “mereka yang tidak memiliki harta dan kesenangan” Rasul membantahnya: “orang yang merugi adalah mereka yang datang pada hari akhir dengan salat, puasa dan haji, tetapi mereka mencaci orang, merendahkan dan memakan harta orang lain dan menumpahkan darah..

Page 16: Persoalan-Teologip.5

Ayat dan hadist tersebut menegaskan berbuat kebajikan sebagai hal yang terpenting atau syarat mutlak keselamatan dalam beragama.

4. Disebutkan juga bahwa mereka yang ingin bertemu dengan Allah, maka jawabnya sederhana, pertemuan itu ada dalam berbuat kebajikan (Al-Kahfi:110)

Disini menegaskan bahwa kalau hal yang bergitu penting “bertemu dengan Allah” merupakan kualitas yang begitu berharga dimata Tuhan, dan kalau kebajikan tidak dianggap berharga, tentulah bukan kebajikan yang dijadikan variabel dimana orang bisa bertemu dengan Tuhan.

Page 17: Persoalan-Teologip.5

Kenyataannya, Tuhan memberi respons bahwa kebajikanlah yang bisa mengantarkan seseorang untuk melakukan pertemuan dengan Tuhan dalam arti Tuhan merepresentasikan dirinya ada dalam “kebajikan”, dan Tuhan disini adalah fakta “kebajikan” itu sendiri yang harus dibela. Dan, karenanya mereka yang berupaya mencari ridla Tuhan, yang paling terdasar ada dalam “berbuat kebajikan”

Page 18: Persoalan-Teologip.5

Dengan berbuat kebajikan inilah, kita dapat membedakan siapakah mereka yang “berdusta dalam beragama” dan siapakah yang betul-betul tulus dalam beragama (Al-Ma’un:1-7).

Page 19: Persoalan-Teologip.5

Iman Menurut Ulama Klasik

Iman menurut pandangan Mu’tazilah adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan sebagai akibat dari ma’rifat kepada-Nya. Jadi penekanan Iman terletak pada amal itu sendiri, tidak cukup dengan ma’rifat dan tasdiq.

Iman punya arti aktif, bisa bertambah dan berkurang tergantung kontinuitas amalnya dan tidak melakukan dosa besar.

Page 20: Persoalan-Teologip.5

Iman bukan hanya tasdiq semata, tapi lebih tinggi dari itu. Pendapat diatas konsekwensi dari keyakinannya bahwa akal manusia punya kemampuan mengetahui Tuhan, mmengetahui baik dan jahat dan kewajiban berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat.

Bagi Asy-’ariyah Iman adalah tasdiq bi al-Allah di dalam hati tidak lebih dari itu. Jadi Iman itu pasif yakni tidak bertambah dan berkurang, meski membutuhkan pengetahuan untuk kesempurnaan tasdiq. Sedang ma’rifat atau amal merupakan bentuk lain diluar iman.

Page 21: Persoalan-Teologip.5

Ma’rifat dan amal tak dapat merubah, menambah ataupun mengurangi iman iu sendiri. Pandangan diata tak lepas dari pengaruh tentang peran akal dan fungsi wahyu, yang mana menurutnya akal tak punya kekuatan untuk sampai kepada mengetahui kewajiban manusia kecuali diketahui melalui wahyu. Akal tak sampai mengetahui hal yang wajib dan mana yang buruk. Wahyu berfungsi memberi penjelasan tentang wajibnya mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya. Penerimaan dan keyakinan sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan oleh hati yang tak tampak dalam bentuk luarnya.

Page 22: Persoalan-Teologip.5

Pengertian Iman kepada Keesaan Allah

Keesaan dalam dzat. Bahwa dzat Tuhan adalah satu, tunggal tak berdiri dari tubuh dan anggota. JikaTuhan bertubuh, maka Ia memerlukan tempat dan ruang yang berarti terbatas dan wujud-Nya bergantung pada bagian dan anggora-anggota tersebut. Hal itu akan menghilangkan sifat kemutlakan-Nya, yang demikian itu mustahil bagi Tuhan.

Page 23: Persoalan-Teologip.5

Keesaan dalam sifat. Tak ada sesuatu yang menyamai Tuhan dalam sifat-sfat-Nya. Wujud Tuhan wujud yang tertinggi, maka tak ada wujud lain yang menyamai maka demikian hal-Nya dengan sifat Tuhan adalah sifat yang tertinggi pula.

Kemahaesaan dalam wujud dan perbuatan-Nya. Tuhan menyadari dalam hal kemutlakan wujud-Nya dan dalam hal perbuatan-Nya. Tegasnya tak ada wujud lain disamping Allah (yang menandingi).Tak ada yang wujud di alam semesta ini yang dapat lepas dari dominasi perbuatan-Nya.

Page 24: Persoalan-Teologip.5

Arti Iman kepada Malaikat

Percaya bahwa Allah telah mencipta makhluk yang berada dalam ketaatan terus menerus dan tak pernah berbuat maksiat kepada-Nya. Hakikatnya hanya dapat diketahui melalui pengkabaran wahyu, makhluk halus dan abstrak hingga indra manusia tak dapat menangkapnya. Ia ada di alamnya sendiri, manusia wajib mempercayai.

Page 25: Persoalan-Teologip.5

Arti Iman kepada Kitab-Kitab

Bermakna iman akan kebenaran kitab-kitab tersebut, bahwa ia wahyu yang diturunkan Tuhan sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia. Ia bukan karya para Nabi, ia bahan bacaan bagi manusia atau referensi yang menjadi sumber utama mengetahui hal yang tak dapat diketahui oleh akal manusia yang terbatas.

Page 26: Persoalan-Teologip.5

Arti Iman kepada Rasul Allah

Allah telah memberi rahmat kepada kehidupan manusia dengan mengutus para Rasul-Nya untuk menyampaikan ketentuan Allah, membenarkan ajaran yang dibawanya.

Rasul adalah manusia istimewa (maksum), dengan fitrah dan kepribadian dengan sifat-sifatnya yang khusus dan tidak dimiliki oleh kebanyakan manusia.

Sifat dapat dibedakan menjadi tiga: Sifat wajib yaitu, ash-siddiq (benar dan jujur), al-amanah (dapat dipercaya), a-tabligh (menyampaikan) tak ada yang kebenaran disembunyikan, dan al-fathanah (cerdik dan pandai).

Page 27: Persoalan-Teologip.5

Sifat mustahil. Al-kidzbu (bohong atau dusta), al-khiyanah (tak dapat dipercaya), al-kitman (menyembunyikan kebenaran), dan al-baladah (bodoh atau dungu).

Sifat Jaiz. Sifat kebolehan bagi rasul sebagai manusia biasa seperti, sedih dan gembira dllnya, asal tidak mengurangi kemulyaannya.

Page 28: Persoalan-Teologip.5

Arti Percaya kepada Hari Akhir

Percaya akan kehancuran alam semesta ini di suatu saat yang ditentukan Tuhan. Semuanya akan mati tak terkecuali, kemudian manusia dihidupkan kembali untuk dimintai tanggung jawab segala amal perbuatannya. Dinamai juga dengan sebutan: yaumul al-din (agama), al-sa’ad (saat terjadi kiamat), yaumul-akhir (hari kemudian), yaumul- qari’ah( keributan), yaumul –waqi’ah (kejatuhan).

Page 29: Persoalan-Teologip.5

Arti Percaya pada Qadla’ dan Qadar

Suatu yang wujud dikuasai oleh hukum kepastian yang tak tunduk pada kemauan manusia. Iman kepada qadar bukan kepada maqdur. Iman kepada ilmu Allah yang mengetahui segala yang akan terjadi. Segala yang akan terjadi itu Allah lah yang menentukan dan tak ada kekuatan makhluk yang dapat merintangi kewujudannya.

Qadla’ itu keputusan terjadinya suatu peristiwa, maka qadar itu ukurannya atau batasannya.