persiapan umum pasien
TRANSCRIPT
1. Persiapan Umum Pasien
Penatalaksanaan pasien bedah oromaksilofasial tidak jauh berbeda dengan
penatalaksanaan pasien bedah pada umumnya, yaitu terdiri dari tahap pre-operative (sebelum
operasi), operative (saat operasi), dan post-operative (sesudah operasi).
Persiapan pada pasien sebelum operasi meliputi : persiapan mental, konsultasi medis,
pemerikasaan orofacial dan fisik, persiapan fisik, keadaan gizi, pemeriksaan screening,
persediaan darah, diet/puasa, antibiotik profilaksis, kebutuhan cairan basal dan elektrolit, dan
terakhir premedikasi.
1.1 Persiapan Mental / Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang penting dalam proses persiapan operasi karena
mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang
yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis.
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan antara lain:
1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga
operasi bisa dibatalkan.
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi
lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda.
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman
operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya
perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-
gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Dokter perlu mengkaji
mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
juga perlu dikaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi
masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan
pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi dan mengatasi kecemasan pasien, dokter dapat menanyakan hal-hal yang
terkait dengan persiapan operasi, antara lain:
• Pengalaman operasi sebelumnya
• Pengertian pasien tentang tujuan/alasan tindakan operasi
• Pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
• Pengetahuan pasien tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi.
• Pengetahuan pasien tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
• Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus
dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah
disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke
rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya
sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien
menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan
keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu
mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata
yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
1.2 Konsultasi Medis
Ada beberapa pasien dengan kondisi tertentu yang mengharuskan seorang dokter gigi
(dalam hal ini dokter bedah mulut) melakukan konsultasi kepada seorang dokter ahli atau
spesialis, baik seorang haematologist, dokter spesialis penyakit dalam, ataupun dokter spesialis
jantung. Pasien-pasien ini disebut pasien resiko tinggi, yaitu pasien-pasien yang menderita
penyakit kardiovaskular, penyakit pulmonal, kelainan neurologis, disfungsi endokrin, kelainan
koagulasi darah, anemia, penyakit ginjal dan transplantasi, alergi, serta kehamilan.
Konsep konsultasi atau berbagi tanggung jawab untuk penatalaksanaan pasien merupakan
hal yang sangat penting bagi dokter gigi. Konsultasi biasanya harus segera dilakukan, yaitu pada
hari diajukannya permintaan. Permohonan konsultasi menyatakan semua penemuan yang pasti
dan alasan utama dari pengajuan permohonan konsultasi atau bantuan tersebut. Jawaban dari
konsultan idealnya singkat dan langsung pada sasaran, yaitu secara detail menjawab alasan
utama permohonan tersebut. Konsultan dapat memberikan persetujuan terhadap perubahan cara
penanganan, dan kadang-kadang menawarkan ikut memantau keadaan pasien.
1.3 Pemeriksaan Oromaksilofasial
Pemeriksaan Oromaksilofasial meliputi, pemeriksaan ekstraoral dan intraoral.
Pemeriksaan ekstra-oral dimulai dengan rabaan pada muka termasuk rahang bawah, rahang atas,
kemudian mencatat tentang segala kelainan seperti ketidaksamaan antara kiri dan kanan, atau
kelumpuhan dari otot-otot muka. Pergerakan mata dan reaksi-reaksi pupil diamati bersama-sama
dengan beberapa kesukaran di saat bernapas. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pada sendi
temporomandibular, sinus-sinus rahang, limphonodus, dan bibir.
Pemeriksaan Intraoral adalah memeriksa status gigi geligi, selaput mukosa, jaringan
periodontal, lidah, dan sebagainya.
Selain melakukan pemeriksaan oromaksilofasial, hal yang tidak boleh terlewati saat akan
melakukan tindakan bedah adalah pemeriksaan fisik yang biasanya dilakukan oleh dokter umum
maupun dokter spesialis yang biasa menangani pasien. Pemeriksan fisik ini dilakukan sebelum
pembedahan atau dalam waktu 24 jam setelah pasien masuk ke rumah sakit.
1.4 Persiapan Fisik
Pengamatan terhadap pasien dimulai pada saat pasien masuk ke bagian bedah mulut.
Pasien akan diamati secara otomatis oleh orang lain secara kontinu. Proses tersebut bisa terjadi
pada tempat-tempat umum seperti. Pasien yang sangat cemas dan takut mungkin menutupi
kondisi ini dengan bicara berlebihan dan berkeringat berlebihan atau secara terus terang
mengakui kenyataan. Pengamatan yang akurat mengenai status mental pasien sama pentingnya
dengan pemeriksaan fisik.
Tekanan darah,
Penentuan tanda-tanda vital sangat diperlukan pada pasien bedah mulut. Pengukuran
tekanan darah tidak hanya dilakukan pada pasien hipertensi saja, tetapi bisa dipakai pedoman
pada kejadian-kejadian yang merugikan sewaktu melakukan perawatan atau sesudahnya.
Tekanan diastolik merupakan indikator yang lebih baik dari hipertensi dibanding dengan tekanan
sistolik, diatas 90 mmHg adalah hipertensi riingan, diatas 100 mmHg hipertensi sedang, diatas
110 mmHg merupakan hipertensi yang berat. Pasien dengan tekanan diastolik melebihi 110
mmHg memerlukan evaluasi lebih lanjut, dan mungkin membuthkan konsultasi medis.
Kebanyakan pasien dengan hipertensi ringan dan sedang dapat dirawat dengan sedatif yang
cocok, tidak menambahkan agen vasokonstriktor di dalam anastesi lokal, atau keduanya.
Meningkatnya tekanan sistolik sampai lebih dari 140 atau 150 pada pasien tanpa riwayat
hipertensi, sering menunjukkan adanya rasa takut.
Denyut nadi,
Denyut nadi dan irama jantung juga diperiksa. Meskipun kondisi hypertiroid
menyebabkan meningkatnya denyut nadi, tetapi kebanyakan gejala seperti itupada pasien yang
takut/ cemas. Irama jantung bisa teratur atau tidak teratur. Pulsus alternans (bergantian lemah
dan kuat) adalah teratur dan merupakan indikasi terjadinya kerusakan pada miokardium yang
hebat. Ketidakteraturan denyut sering disebabkan oleh adanya kontraksi ventrikel premature
(PVC). Pada saat tersebut, perlu dilakukan konsultasi medis atau rujukan sebelum melakukan
perawatan.
Respirasi,
Dengan mengobservasi pernapasan pasien bisa diungkapkan adanya hiperventilasi
(frekuensi pernapasan pada orang dewasa adalah 14-18), juga merupakan petunjuk dari adanya
ketakutan, mulai dari asma atau kelainan lainnnya. Temperatur rongga mulut diukur apabila
diperlukan misalnya untuk pasien yang menderita infeksi, yang sering termanifestasi berupa
abses dan selulitis.
1.5 Pemeriksaan Screening Pasien
Salah satu pemeriksaan pada pasien sebelum dilakukan bedah mulut antara
lainpemeriksaan screening pasien, dan diantaranya yaitu bisa dilakukan dengan pemeriksaan
darah lengkap (complete blood count, CBC).
Pemeriksaan darah lengkap mampu mendeteksi berbagai macam gangguan yang
bermanifestasi di dalam darah, oleh karena itu pemeriksaan ini biasanya menjadi rangkaian
pemeriksaan awal saat pasien berobat di rumah sakit. Selain sebagai pemeriksaan awal, hitung
darah lengkap juga kerap dilakukan pada pemeriksaan rutin atau medical check-up.
Banyak gangguan yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah lengkap, antara lain
adalah anemia, berbagai macam penyakit infeksi, leukemia, dll. Jika pada hitung darah lengkap
ditemukan gangguan, biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium lanjutan yang spesifik
terhadap gangguan tersebut. Pada hitung darah lengkap, dilakukan pemeriksaan terhadap
beberapa komponen darah, yaitueritrosit,leukosit, hematrokit, haemoglobin, dan trombosit.
Nilai rujukan hitung darah lengkap disajikan berikut ini. Perlu diingat bahwa setiap pusat
layanan kesehatan atau laboratorium, mempunyai nilai rujukan yang sedikit berbeda. Hal ini
salah satunya dipengaruhi oleh jenis alat yang digunakan untuk pemeriksaan.
1. Hitung eritrosit : pria (4,7-6,1 juta sel/mikroliter); wanita (4,2-5,4 juta
sel/mikroliter).
2. Hitung leukosit : 4.500-10.000 sel/mikroliter.
3. Hemoglobin : pria (13,5-18 mg/dL); wanita (12,1-15,1 mg/dL).
4. Hematokrit : pria (40,7%-50,3%); wanita (36,1%-44,3%).
5. Hitung trombosit : 150.000-400.000 trombosit/mikroliter.
6. Natrium Kalium
1.6 Keadaan Gizi
Deteksi kekurangan gizi pasien dapat melalui pengukuran lingkar dada, lingkar lengan
atas, lingkar kepala, lingkar perut, dan juga BMI (Body Mass Index).
Selain protein, kebutuhan energi secara total per hari juga harus diimbangi dengan
adanya kalori yang cukup. Tanpa adanya kalori yang memadai, protein yang sudah masuk ke
dalam tubuh akan ikut terbakar untuk menghasilkan energi, jika hal demikian terjadi maka
perbaikan jaringan tubuh akan terganggu. Pemberian glukosa sebelum dan setelah operasi
ditujukan agar suplai karbohidrat dan kalori pada pasien memadai, sehingga tidak mengganggu
kerja protein untuk proses penyembuhan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca
operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang
paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka
tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien
dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
Pemeriksaan secara kimia dari darah dapat memperlihatkan suatu defisiensi protein.
Protein bisa didapat dengan mengkonsumsi makanan yang kaya akan asam amino esensial
seperti keju, susu, telur, daging, hati, dan lain sebagainya. Selain itu asam amino juga bisa
didapat dari suplemen atau diberikan secara intravena apabila diperlukan.
1.7 Persediaan Darah
Sebelum operasi dilakukan, ada baiknya operator menyediakan persediaan darah yang
sesuai dengan golongan darah pasien sebagai cadangan darah yang berfungsi apabila terjadi
komplikasi pada pasien. Selain itu, kadar hemoglobin sebelum dan sesudah operasi juga harus
dijaga agar tidak kurang dari 10 g/dl.
1.8 Puasa
Pasien yang akan dioperasi sebelum dilakukan anestesi harus menjaga pola makannya.
Jika pasien yang akan dioperasi kekurangan kekuatannya, maka harus diberi minuman glukosa
sebelum injeksi anestesi dilakukan. Tetapi jika yang dilakukan adalah general anestesi, maka
pasien disarankan untuk berpuasa pada saat malam (apabila operasi akan dilakukan pada pagi
hari). Atau tidak boleh makan selama 4-6 jam sebelum operasi untuk mengurangi risiko refleks
protektif laring yang menghilang selama anestesi, regurgitasi asam lambung dan juga sumbatan
jalan nafas.
1.9 Antibiotik Profilaksis
Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi untuk mencegah
terjadinya infeksi selama tindakan operasi. Antibiotik profilaksis biasanya diberikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pascabedah 2-3 kali.
Meskipun trauma rongga mulut yang ringan misalnya akibat makan, sikat gigi, dapat
menyebabkan bakteriemia, risiko yang benar-benar merupakan ancaman bagi pasien adalah bila
keutuhan mukosa terputus dan ada perdarahan saat operasi dilakukan. Untuk mengurangi
ancaman bakteriemia, digunakan antibiotik profilaktik pada pasien yang mengalami gangguan
mekanisme pertahanan tubuh pada kondisi-kondisi yang mudah mengalami serangan infeksi.
Pasien dengan kelainan jantung merupakan kasus terbanyak, cenderung memerlukan
perhatian yang lebih banyak. Termasuk dalam kelompok tersebut adalah pasien dengan penyakit
jantung congenital, penyakit katup jantung, atau riwayat pernah terserang demam rematik. Terapi
antibiotik profilaktik pada pasien-pasien tersebut diarahkan untuk pencegahan endokarditis
bakterial subakut.
Kondisi-kondisi yang memerlukan terapi antibiotik profilaktik selain penderita kelainan
jantung adalah para penderita AIDS, pecandu alkohol kronis, pasien yang menerima pengobatan
antineoplastik atau imunosupresan, pasien sesudah dilakukan transplantasi organ, pasien implant
(pemakai sendi tiruan) dalam waktu 6 bulan, pasien pecandu alkohol kronis, pasien diabetes
yang tidak terkontrol dengan baik dan setiap pasien yang mengalami gangguan mekanisme
pertahanan tubuh.
1.10 Kebutuhan Cairan Basal dan Elektrolit
Mempertahankan keseimbangan cairan sebelum dan setelah operasi sangatlah penting.
Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan diantaranya adalah kadar natrium serum
(normal : 135 – 145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin
serum (0,70 – 1,50 mg/dl).
Dehidrasi dapat terjadi sebagai akibat dari muntah yang terus-menerus atau juga akibat
syok. Gejala terjadinya dehidrasi yaitu bibir dan lidah yang kering dan juga meningkatnya
denyut nadi dan respirasi. Secara normal, seseorang membutuhkan cairan sebanyak 2500 cc tiap
harinya, apabila terdapat komplikasi maka kebutuhan cairan ini biasanya akan meningkat
menjadi 3500 cc.
Bagi pasien yang mengalami dehidrasi atau merasa haus yang berlebihan dapat diberikan
cairan protein hydrolysate sebanyak 1000 cc secara intravena.
Apabila jumlah tersebut masih kurang, bisa ditambahkan cairan saline dengan dextrose
5% sebanyak 1000 cc tiap 12 jam.
Apabila masih belum memadai juga, maka dapat diberikan cairan sebanyak tiga kali
sehari tiap 8 jam.
1.11 Premedikasi
Sebelum operasi dilakukan keesokan harinya, biasanya pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
Kecemasan dan ketakutan seringkali ditemukan pada pasien-pasien bedah mulut, walaupun
dengan derajat dan manifestasi yang berbeda. Ketakutan bisa berkisar antara ketakutan normal
sampai dengan kehilangan kontrol total. Gejalanya yaitu banyak bicara, tangan gemetar, sampai
dengan histeria dan juga syok. Pada kebanyakan kasus, kontrol kecemasan dari operator dengan
menunjukkan ketenangan dan kepercayaan diri serta menunjukkan watak yang sabar dan
menentramkan hati biasanya sudah dapat meredakan kecemasan pasien, namun apabila hal-hal
tersebut masih tidak memadai atau apabila ada situasi khusus seperti gangguan jantung ataupun
hipertensi maka diperlukan sedasi oral ataupun inhalasi oksida nitrous oksigen. Pemberian obat-
obatan ini harus didahului dengan pemeriksaan riwayat dan juga fisik yang cermat.
Obat-obatan yang sering digunakan untuk premedikasi oral meliputi narkotik,
antihistamin, obat-obatan anxiolytic, seperti benzodiazepine. Kecemasan yang ringan bisa diatasi
dengan obat-obatan tersebut. Walaupun sulit menentukan dosisnya pada satu kunjungan, namun
kadar dosis bisa dinaikkan maupun diturunkan pada kunjungan berikutnya, untuk mencapai hasil
optimal. Untuk meningkatkan efektivitas, obat-obatan tersebut diberikan pada sore hari sebelum
dilakukan tindakan pembedahan. Kemudian diulang lagi 1-2 jam sebelum prosedur pembedahan
dengan dosis yang sedikit dikurangi.
Selain obat-obat tersebut, oksida nitrous oksigen juga dapat digunakan untuk meredakan
kecemasan/ketakutan ringan, dan apabila dikombinasikan dengan premedikasi oral, bisa
digunakan untuk tingkat kecemasan sedang. Oksida nitrous oksigen sebaiknya dihindari pada
pasien dengan gangguan mental, kehamilan dan juga penyakit obstruksi paru-paru kronis.