persepsi manajemen badan usaha milik · pdf fileselama ini kasus-kasus yang sering terungkap...
TRANSCRIPT
PERSEPSI MANAJEMEN BADAN USAHA MILIK NEGARA/DAERAH DAN BADAN USAHA MILIK SWASTA DI JAWA TIMUR TERHADAP MANAGEMENT AUDIT SEBAGAI STRATEGI ...(AK-20)
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Setiap manajer yang mengelola suatu perusahaan, baik itu perusahaan milik negara
atau daerah maupun perusahaan swasta berkeinginan agar pengelolaan perusahaan
berlangsung dengan tingkat efisiensi, efektifitas dan produktifitas yang setinggi
mungkin. Hal tersebut dipicu oleh adanya tuntutan dari pihak-pihak yang
berkepentingan agar perusahaan dikelola sedemikian rupa sehingga terhindar dari
pemborosan dan bisa mencapai tujuan yang diharapkan.
Setiap perusahaan yang bersifat profit oriented bertujuan untuk memperoleh laba yang
maksimal dalam menjalankan usahanya, sedangkan perusahaan menghadapi berbagai
kendala seperti kelangkaan input berupa dana, daya, sarana dan prasarana sehingga
tidak pernah ada alasan apapun yang membenarkan adanya inefisiensi dalam
pengelolaan input tersebut.
Dalam kenyataannya, seringkali tujuan perusahaan untuk mencapai produktifitas
maksimal tersebut terhambat oleh praktik-praktik kecurangan (fraud) yang terjadi
didalam perusahaan. Dari sudut pandang akuntansi dan audit, kecurangan adalah
penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar atau laporan
keuangan. Pernyataan yang salah dapat ditujukan pada pihak luar organisasi seperti
pemegang saham atau kreditor, atau pada organisasi itu sendiri dengan cara menutupi
atau menyamarkan penggelapan uang, ketidakcakapan, penerapan dana yang salah
atau pencurian atau penggunaan aktiva organisasi yang tidak tepat oleh petugas,
pegawai dan agen. Kecurangan dapat juga ditujukan pada organisasi oleh pihak luar,
misalnya lewat penagihan yang berlebihan, dua kali penagihan, pengiriman material
dengan kualitas yang tidak sesuai, pernyataan yang salah mengenai mutu dan nilai
barang yang dibeli, atau besarnya kredit pelanggan. The Institute of Internal Auditor di
Amerika mendefinisikan kecurangan mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan
ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan
atau kerugian organisasi oleh orang diluar atau dalam organisasi.
Penelitian ini menitikberatkan pada kecurangan yang dilakukan oleh pihak didalam
perusahaan, baik itu karyawan maupun manajemen. Perusahaan kecil maupun
perusahaan besar, milik negara atau daerah maupun swasta tidak kebal terhadap
pencurian dan kecurangan. Akan tetapi, seringkali pemilik perusahaan-perusahaan
yang tidak begitu besar tidak percaya bahwa hal itu bisa terjadi kepada mereka,
padahal perusahaan tersebut juga rentan terhadap adanya praktik pencurian dan
kecurangan. Perusahaan-perusahaan dengan skala yang tidak begitu besar biasanya
mempunyai karyawan yang tidak terlalu banyak, sehingga masih kurang dalam hal
pemisahan tugas, pengendalian akuntansi juga masih lemah dan biasanya ada
kepercayaan yang besar dari pemilik kepada karyawannya. Orang-orang yang
melakukan kecurangan dalam perusahaan biasanya tidak tampak seperti seorang
pencuri. Mereka biasanya adalah karyawan-karyawan lama yang telah memperoleh
posisi dan kepercayaan. Bahkan, pada perusahaan dengan sistem dan prosedur yang
baik sekalipun, praktik kecurangan ini bisa terjadi karena faktor-faktor manusiawi
dimana setiap manusia pada kondisi tertentu berpotensi untuk berbuat menyimpang,
disamping karena faktor-faktor yang berasal dari perusahaan itu sendiri.
Aktivitas semua fungsi di perusahaan berpengaruh besar terhadap keberhasilan
perusahaan dan salah satunya adalah fungsi pembelian. Fungsi pembelian merupakan
fungsi yang dianggap sangat penting karena mempengaruhi berbagai jenis
pelaksanaan pada bagian-bagian yang ada dalam perusahaan. Dalam berbagai
perusahaan, fungsi pembelian merupakan permulaan dari proses usaha. Dalam suatu
proses produksi perusahaan memerlukan bahan mentah dan atau bahan baku.
Pengalaman banyak perusahaan menunjukkan bahwa biaya untuk menghasilkan suatu
produk mungkin mencapai sekitar lima puluh persen dari harga jual produk. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi pembelian dapat menjadi sumber pemborosan apabila tidak
diselenggarakan dengan baik dan sebaliknya merupakan sumber penghematan yang
akan memperbesar laba perusahaan apabila dilakukan dengan teliti dan cermat. Fungsi
pembelian juga meliputi semua pengadaan barang yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Siagian (2001:209) mengatakan bahwa jika diterima pendapat bahwa fungsi pembelian
merupakan salah satu fungsi terpenting dalam kehidupan suatu perusahaan dan bahwa
seluruh aspek kegiatan pembelian harus terselenggara dengan tingkat efisiensi yang
setinggi mungkin, berarti harus pula diterima pandangan bahwa audit fungsi pembelian
wajar dan tepat dijadikan salah satu sasaran audit. Pada intinya dapat dikatakan bahwa
penyelenggaraan proses audit dengan menjadikan fungsi pembelian sebagai
sasarannya berorientasi pada pencarian dan penemuan fakta dan informasi tentang
seluruh kegiatan pembelian. Informasi yang terungkap akan digunakan oleh
manajemen puncak sebagai masukan untuk pengambilan keputusan, bukan hanya
tentang penyelenggaraan fungsi pembelian di masa yang akan datang melainkan juga
pada berbagai kegiatan lain yang terjadi karena dilakukannya pembelian tertentu.
Kecurangan yang terjadi pada fungsi pembelian akan mengakibatkan perusahaan tidak
bisa mencapai tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien sehingga bisa merugikan
perusahaan dalam jumlah besar. Contoh-contoh kecurangan yang mungkin dilakukan
oleh bagian pembelian adalah membayar tagihan palsu yang dibuat sendiri,
memperbesar jumlah faktur pemasok, membebankan pembelian pribadi pada
perusahaan, dan yang paling sering terjadi adalah mengijinkan pemberian harga
khusus atau hak khusus pada konsumen, atau memprioritaskan pemasok tertentu
dengan tujuan untuk mendapatkan uang suap (kickback). Kasus-kasus yang terungkap
beberapa waktu ini, memperlihatkan bahwa sebagian besar kecurangan terjadi pada
bagian logistik atau pengadaan barang. Kasus-kasus yang terungkap tersebut sebagian
besar berasal dari proyek-proyek pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah dimana terjadi over-invoice/over-price untuk manipulasi harga yang
dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi bagi pihak-pihak pelaksana
transaksi.
Sudah sejak lama audit digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui tingkat
keberhasilan usaha. Pada era Revolusi Industri, seiring dengan perkembangan industri
manufaktur, para pemilik perusahaan mulai menggunakan jasa manajemen dari pihak
luar untuk menjalankan perusahaan. Dengan adanya pemisahan antara pemilik dan
manajemen tersebut, maka pemeriksaan oleh auditor lebih menekankan pada
bagaimana menjaga pemilik perusahaan dari bahaya kecurangan yang kemungkinan
dilakukan oleh manajer dan karyawan. Pada awal pertengahan abad ke-20, tujuan dari
pekerjaan audit mulai bergeser dari untuk mendeteksi kecurangan menjadi untuk
menentukan apakah laporan keuangan sudah memberikan gambaran yang lengkap
dan wajar mengenai posisi keuangan, hasil operasi dan perubahan posisi keuangan.
Pergeseran ini sebagai respon terhadap peningkatan jumlah pemegang saham dan
entitas perusahaan yang menjadi semakin besar. Profesi akuntansi juga merasakan
bahwa audit yang dibuat untuk menemukan kecurangan terlalu banyak memakan biaya,
sementara saat itu sudah terjadi peningkatan dalam hal penggunaan sampling dan
pengendalian internal untuk pelaksanaan pekerjaan audit. Pengendalian internal yang
baik dan surety bonds dianggap lebih baik sebagai alat proteksi kecurangan
dibandingkan audit. Namun, pada awal tahun 1960an pendeteksian terhadap
kecurangan yang material memperoleh porsi yang besar dalam proses audit.
Hal ini antara lain disebabkan karena tekanan kongres untuk tanggung jawab yang
lebih besar terhadap kecurangan maaterial, adanya cukup banyak perkara hukum yang
disebabkan kecurangan manajemen yang tidak terdeteksi oleh auditor independen dan
keyakinan akuntan publik bahwa audit diharapkan untuk bisa mendeteksi adanya
kecurangan yang material. Selanjutnya, pada awal 1990an terjadi peningkatan
permintaan atestasi oleh Akuntan Publik terhadap asersi manajemen mengenai
ketaatan manajemen terhadap hukum dan peraturan serta efektivitas dari pengendalian
internal.
Pemeriksaan (audit) manajemen merupakan suatu pengujian yang independen atas
bukti yang obyektif, yang dilakukan oleh personil yang kompeten, untuk menentukan
apakah manajemen mampu membantu perusahaan mencapai kebijakan dan tujuannya,
memenuhi kewajiban kontraktual dan legal, mempunyai sistem manajemen yang
diintegrasikan untuk melakukannya sedemikian dan secara efektif
mengimplementasikan sistem tersebut.
Pemeriksaan manajemen (management audit) berbeda dengan pemeriksaan
keuangan, sedangkan dalam hal-hal tertentu pemeriksaan ini sama dengan pendekatan
pemeriksaan operasional (Hamilton 1986:1). Tujuan utama pemeriksaan keuangan
adalah untuk membuktikan kewajaran keadaan keuangan perusahaan selama periode
tertentu, sedangkan pemeriksaan operasional dimaksudkan untuk mengevaluasi
sumber-sumber yang dapat melengkapi data keuangan dan untuk menentukan apakah
transaksi-transaksi utama sudah dikendalikan dengan tepat sehingga mereka
menyuplai data yang akurat dan dapat dipercaya. Tujuan dari pemeriksaan manajemen
secara keseluruhan adalah untuk mengevaluasi keberhasilan dan efisiensi pada
perusahaan, yang lingkupnya bisa juga dibatasi pada suatu bagian tertentu atau fungsi
dari organisasi. Pemeriksaan manajemen menurut Hamilton juga bisa digunakan untuk
mengenal tanda-tanda bahaya bagi perusahaan.
Kebanyakan organisasi mempunyai alat untuk melakukan pemeriksaan keuangan oleh
kelompok audit internal, akan tetapi masih sedikit perusahaan yang melakukan
pemeriksaan manajemen. Pemeriksaan manajemen berpandangan kedepan untuk
melihat seberapa baik manajemen mencapai tujuannya dan untuk melihat kesulitan
operasional sebelum fakta. Pemeriksaan manajemen yang dilakukan secara periodik
dapat menunjukkan masalah ketika masalah tersebut masih berskala kecil.
Pemeriksaan manajemen juga merupakan alat manajemen untuk membantu organisasi
dalam mencapai tujuannya. Dengan pemeriksaan manajemen maka hambatan-
hambatan terhadap pencapaian tujuan perusahaan dan pertanyaan-pertanyaan
mengenai apakah organisasi selama ini sudah diselenggarakan dan dikelola secara
efisien dan efektif dapat terjawab, sehingga apabila ditemukan hal-hal yang sekiranya
tidak sesuai dapat segera dilakukan tindakan korektif dan rekomendasi untuk
pemecahan masalah.
Tanggung jawab utama terhadap kecurangan yang terjadi didalam perusahaan adalah
pada manajemen perusahaan. Lewat pemeriksaan manajemen, dilakukan evaluasi
terhadap sistem pengendalian internal yang ada untuk kemudian menentukan langkah
yang diperlukan atau rekomendasi dalam mengatasi kelemahan sekaligus mencegah
tindakan curang yang dilakukan baik oleh pihak intern maupun ekstern.
Sebagian besar kecurangan biasanya ditemukan secara tidak sengaja atau kebetulan,
melalui informan, atau selama audit. Apabila pemeriksaan manajemen ini dilakukan
oleh seorang internal auditor, maka ia harus mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang kecurangan dan dapat mengidentifikasi indikator kemungkinan terjadinya
kecurangan. Untuk selanjutnya bukanlah tanggungjawab internal auditor untuk
melakukan investigasi atau penyelidikan terhadap kecurangan tersebut, karena ada
audit khusus untuk penyelidikan yang lebih mendalam terhadap kecurangan. Akan
tetapi, lewat pemeriksaan manajemen yang dilakukan secara perodik sesuai dengan
kebutuhan manajemen, setidaknya praktik-praktik kecurangan bisa terdeteksi lebih
awal, tidak perlu menunggu kecurangan tersebut menjadi material, sehingga perlu
melakukan audit khusus untuk melakukan penyelidikan terhadap kecurangan yang
tentunya akan memakan banyak biaya dan waktu.
Selama ini kasus-kasus yang sering terungkap mengenai kecurangan terjadi pada
BUMN/BUMD dan pemeriksaan non keuangan memang lebih dikenal pada
BUMN/BUMD seperti dikatakan oleh Karni (2000:7) bahwa audit khusus sudah dikenal
luas dalam BUMN/BUMD maupun di lingkungan APBN/APBD. Tuntutan untuk
melakukan management audit sendiri lebih banyak ditujukan kepada sektor publik,
seperti yang dikatakan oleh Sjamsuddin (1995) bahwa sebagai bentuk pengendalian
dan pengawasan BUMN/BUMD pada era globalisasi pemeriksaan manajemen
(management audit) harus ditingkatkan, misalnya terhadap kegiatan atau segmen yang
tidak mencapai sasaran atau secara potensial telah menyebabkan kerugian atau masih
dapat ditingkatkan efisiensi dan efektifitasnya. Arifin (2000) juga mengungkapkan
bahwa tuntutan untuk melakukan value for money audit pada sektor publik mendesak
seiring dengan adanya perubahan, tatanan politik, ekonomi, serta sosial di Indonesia.
Pihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), seperti dikutip oleh Zuhroh
(2001) menyarankan kepada pemerintah agar melakukan management audit terhadap
PT KAI. Menyoroti kinerja manajemen PT Pertamina, seperti yang diungkapkan oleh
Widyahartono (2005), pimpinan DPR meminta laporan audit dari Departemen
Keuangan tidak hanya audit finansial tapi justru sepatutnya audit manajemen secara
menyeluruh.
Berdasarkan hal-hal yang sudah dibahas diatas penulis ingin mengetahui apakah
terdapat perbedaan persepsi manajemen Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan
Badan Usaha Milik Swasta di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi
untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Mengapa
pemeriksaan manajemen dan bukan pemeriksaan keuangan? Sebab pemeriksaan
keuangan lebih berfokus pada aspek-aspek keuangan khususnya pada pemberian opini
akuntan publik terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, dan lebih ditujukan
kepada kepentingan pihak eksernal perusahaan. Pemeriksaan manajemen
dimaksudkan untuk menilai kinerja organisasi berdasarkan efisiensi, efektifitas dan
ekonomisasi. Kinerja tersebut bisa dibatasi hanya pada suatu fungsi tertentu dalam
organisasi, dalam hal ini fungsi pembelian karena penulis melihat fungsi pembelian
sebagai area yang rawan terhadap kecurangan yang sulit terdeteksi lewat pemeriksaan
keuangan. Efektifitas yang diharapkan perusahaan bisa terhambat karena adanya
praktek kecurangan. Perlu adanya deteksi terhadap adanya kecurangan yang terjadi di
dalam perusahaan dan pencegahan kecurangan-kecurangan yang material agar tidak
menjadi semakin besar. Sampel badan-badan usaha yang dianalisa dibatasi untuk
wilayah propinsi Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas dapat
dirumuskan sebagai berikut : “Apakah terdapat perbedaan persepsi antara manajemen
Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Badan Usaha Milik Swasta di Jawa Timur
terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi
kecurangan pada fungsi pembelian?”