persepsi dalam pandangan mulla sadra

14
Persepsi Dalam Filsafat Mulla Sadra Oleh: Sayyid G. Safawi, School of Oriental and African Studies, Inggris. Abstrak Mulla Sadra mendefenisikan ilmu sebagai eksistensi dan menganggapnya sebagai suatu derajat dari eksistensi tersebut. Sadra membagi persepsi ke dalam empat golongan (sensasi, imaginasi, prehensi dan inteleksi) sesuai dengan derajatnya yang berbeda-beda tetapi merupakan suatu entitas tunggal yang tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Selanjutnya, seperti halnya penyatuan antara esensi dan eksistensi, ilmu pada hakikatnya menyatu dengan sesuatu yang menjadi objek ilmu (the known); oleh karena itu, ilmu sebenarnya adalah objek ilmu itu sendiri (the known per se). Di dalam ilmu tentang kemungkinan- kemungkinan dan ilmu tentang manusia, Mulla Sadra percaya bahwa di dalamnya terjadi penyatuan antara akal (intellect) dan objek ilmu (intelligible). Sadra menganggap bahwa semua persepsi mewujud dari penyatuan antara perasa (perceiver) dan yang dirasakan (perceived) serta memandang bahwa inteleksi dan ilmu mewujud dari penyatuan antara akal (intelek), yang mempunyai akal (intelligent) dan objek ilmu (intelligible), atau persepsi dan pengetahuan lahir dari penyatuan antara pengetahuan, yang mempunyai pengetahuan (knower) dan yang diketahui (known). Mulla Sadra, filosof Muslim Iran yang terbesar dan yang menjadi pelopor Filsafat Transenden, dilahirkan di Shiraz Iran pada tahun 1571 dan wafat pada tahun 1641. Tulisan-tulisannya lebih terkonsentrasi dalam tema-tema filsafat, teologi, logika serta tafsir AlQuran dan Al-Ushul Al-Kafi. Tulisannya tentang filsafat yang paling penting adalah Al-Asfar Al-Arba’ah Al- Aqliyyah (Empat Perjalanan Intelektual), Al-Sawahid Al- Rububiyyah (Penyaksian tentang Tuhan), Al-Hikmah Al-‘Arshiyyah (Hikmah-hikmah dari Singgasana Tuhan),

Upload: husnul-wahyuni

Post on 30-Nov-2015

85 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: Persepsi Dalam Pandangan Mulla Sadra

Persepsi Dalam Filsafat Mulla SadraOleh: Sayyid G. Safawi, School of Oriental and African Studies, Inggris.

Abstrak

Mulla Sadra mendefenisikan ilmu sebagai eksistensi dan menganggapnya sebagai suatu derajat dari eksistensi tersebut. Sadra membagi persepsi ke dalam empat golongan (sensasi, imaginasi, prehensi dan inteleksi) sesuai dengan derajatnya yang berbeda-beda tetapi merupakan suatu entitas tunggal yang tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Selanjutnya, seperti halnya penyatuan antara esensi dan eksistensi, ilmu pada hakikatnya menyatu dengan sesuatu yang menjadi objek ilmu (the known); oleh karena itu, ilmu sebenarnya adalah objek ilmu itu sendiri (the known per se). Di dalam ilmu tentang kemungkinan-kemungkinan dan ilmu tentang manusia, Mulla Sadra percaya bahwa di dalamnya terjadi penyatuan antara akal (intellect) dan objek ilmu (intelligible). Sadra menganggap bahwa semua persepsi mewujud dari penyatuan antara perasa (perceiver) dan yang dirasakan (perceived) serta memandang bahwa inteleksi dan ilmu mewujud dari penyatuan antara akal (intelek), yang mempunyai akal (intelligent) dan objek ilmu (intelligible), atau persepsi dan pengetahuan lahir dari penyatuan antara pengetahuan, yang mempunyai pengetahuan (knower) dan yang diketahui (known).

Mulla Sadra, filosof Muslim Iran yang terbesar dan yang menjadi pelopor Filsafat Transenden, dilahirkan di Shiraz Iran pada tahun 1571 dan wafat pada tahun 1641. Tulisan-tulisannya lebih terkonsentrasi dalam tema-tema filsafat, teologi, logika serta tafsir AlQuran dan Al-Ushul Al-Kafi. Tulisannya tentang filsafat yang paling penting adalah Al-Asfar Al-Arba’ah Al-Aqliyyah (Empat Perjalanan Intelektual), Al-Sawahid Al-Rububiyyah (Penyaksian tentang Tuhan), Al-Hikmah Al-‘Arshiyyah (Hikmah-hikmah dari Singgasana Tuhan), Kitab Masha’ir (Buku tentang Pengetahuan Metafisik), dan Al-Mabda’ wa Al-Ma’ad (Penciptaan dan Kebangkitan) (telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ust. Dimitri Mahayana dan Dedi Juniardi dengan judul ‘Kearifan Puncak’). Kita dapat menemukan sedikit terjemahan karya-karya Sadra ini dalam bahasa Inggris seperti terjemahan Al-Hikmah Al-‘Arshiyyah oleh Prof. James Morris yang diterbitkan dengan judul The Wisdom of Throne: An Introduction to the philosophy of Mulla Sadra (Prinston, 1981) serta terjemahan Kitab Al-Masha’ir oleh Dr. Parvis Morewedge dengan judul The Metaphysics of Mulla Sadra (New York, 1992). Mulla Sadra adalah contoh yang paling sempurna dari filosof yang telah berhasil menggabungkan disiplin intelektual dengan pengalaman spiritual.

Kita dapat mendiskusikan pertanyaan tentang persepsi atau ilmu ini dari dua sudut pandang dasar yakni persfektif epistemologi dan persfektif ontologi.

Page 2: Persepsi Dalam Pandangan Mulla Sadra

Mulla Sadra telah menganalisis konsep-konsep tentang persepsi dan/atau ilmu dari berbagai persfektif seperti yang termuat di berbagai bagian di dalam ‘Asfar’-nya. Pada bagian yang berbicara tentang ontologi, Sadra telah menguji apakah eksistensi itu bersifat objektif atau subjektif, serta memperlihatkan suatu aspek ilmu sebagai suatu wujud yakni eksistensi mental. Di dalam “Sepuluh Sifat”, Sadra telah mendiskusikan apakah ilmu itu merupakan kualitas mental atau bukan, dan dalam pandangan tentang ruh, Sadra juga mengangkat wacana apakah ruh itu memiliki kemampuan untuk memperoleh ilmu; seluruh permasalahan ini dijelaskan pada bagian ‘Penyatuan antara Yang Memahami dan Yang Dipahami’ dan ‘Penyatuan antara Yang Mengetahui dan Yang Diketahui’. Pada bagian ketiga dari kitab Al-Asfar, Sadra telah meletakkan sebuah studi terbuka tentang ilmu dan seluruh aspek yang menyangkut ilmu itu sendiri.

Menurut Sadra, persepsi adalah penyatuan yang terjadi ketika fakultas inteligensi bertemu dengan esensi ‘yang diketahui’ dimana jika penyatuan ini terjadi maka sebuah persepsi akan diperoleh pula; Sadra mendefenisikan persepsi sebagai eksistensi dan penyatuan antara ‘perasa’ dan ‘yang dirasakan’. Dengan terminologi yang lain, hakikat penyatuan ini adalah persepsi dan sebenarnya ilmu dapat pula didefenisikan seperti itu.

Persepsi dapat dikelompokkan ke dalam empat bagian:1. Sensasi2. Imaginasi3. Prehensi4. Inteleksi

Sensasi

Sensasi adalah persepsi terhadap sesuatu yang berada di alam material yang ditangkap oleh indra beserta seluruh sifat-sifat khususnya dan dapat dirasakan secara langsung.

Imaginasi

Imaginasi adalah persepsi terhadap sesuatu yang dapat ditangkap oleh indra dengan seluruh sifat-sifat khususnya namun sesuatu yang diimaginasikan tersebut bisa ada secara material namun bisa juga tidak. Dalam pengertian ini, sesuatu yang muncul di dalam imaginasi tidak mensyaratkan sesuatu itu ada secara material.

Page 3: Persepsi Dalam Pandangan Mulla Sadra

Prehensi

Prehensi adalah sesuatu yang dapat dipahami yang dirasakan dalam batasan-batasan partikularitas, bukan dalam cakupan universalitas.

Inteleksi

Inteleksi adalah persepsi yang berupa konsep-konsep umum, pengertian dan substansi, serta pemahaman terhadap bentuk-bentuk (materi) tanpa melihat dimensi materialnya.

Ada tiga prasyarat untuk memperoleh suatu persepsi:1. Adanya objek material yang berhubungan dengan instrument penerima

(indra).2. Adanya sifat-sifat khusus dari objek material.3. Adanya partikularisasi dari objek material.

Dengan demikian, syarat pertama tidak harus ada dalam hubungannya dengan imaginasi sementara dua syarat pertama tidak diperlukan dalam kaitannya dengan prehensi. Sadra memandang ilmu – demikian juga dengan eksistensi – sebagai sesuatu yang tidak memerlukan defenisi. Dalam menjelaskan tentang ilmu, Sadra mengatakan bahwa ilmu berarti sesuatu yang diperhadapkan dengan sesuatu itu sendiri (a thing qua that thing). Secara umum Sadra telah mengkritik pandangan Ibnu Sina dan Suhrawardi tentang ilmu, Sadra berpendapat bahwa ilmu bukanlah sebuah premis pengingkaran (nugatory command) – seperti halnya pemisahan dari materi – dan juga bukan sebuah premis penegasan (affirmatory command); akan tetapi, ilmu itu adalah premis yang memang sudah ada tentang entitas aktual dan bukan entitas potensial. Namun, hanya entitas murni saja yang dapat dikategorikan dalam pengertian ini, yakni entitas yang tidak bercampur atau berhubungan dengan non-eksistensi.

Sadra berpendapat bahwa ilmu dan eksistensi mempunyai tingkatan-tingkatan seperti halnya sesuatu yang memiliki kelemahan dan kekurangan sementara yang lainnya mempunyai kekuatan dan kelebihan. Dalam hal ini ilmu juga mempunyai tingkatan, beberapa di antaranya memiliki kekurangan misalnya sensasi, sementara yang lain sangat bernilai dan terpercaya seperti inteleksi. Sadra melihat bahwa ilmu adalah sebuah metode dan jalan menuju eksistensi (‘untuk menjadi’) sehingga karena sifatnya sama dengan eksistensi itu sendiri, maka ilmu mempunyai derajat-derajat yang berbeda dalam hubungannya

Page 4: Persepsi Dalam Pandangan Mulla Sadra

dengan perfeksi (penyempurnaan) dan defeksi (peluruhan). Persepsi juga seperti itu. Di dalam kitab Al-Masha’ir, Mulla Sadra memberikan penjelasan bahwa “ilmu sebenarnya adalah penampakan sebuah eksistensi tanpa adanya penghalang dalam penampakannya tersebut. Setiap pemahaman lahir dari berbagai bentuk abstraksi materi berikut penghalang-penghalangnya. Oleh karena itu, karena materi adalah sumber kekurangan dan ketiadaan, dan karena setiap bagian tubuh bukanlah bagian yang lain dan tidak mewujud dalam totalitas, maka akhirnya totalitas pun tidak akan mewujud dalam totalitas. Oleh karena itu, semakin kuat setiap bentuk di dalam sifat derajat kemurnian materi, maka semakin kuat pula perwujudannya di dalam realitas-batin (inner reality). Dasar yang paling penting adalah penampakan bentuk sesuatu ke dalam realitas-batin itu. Kemudian, (peralihan) bentuk-bentuk dari entitas imaginatif tergantung pada derajatnya masing-masing. Selanjutnya, (urutan berikutnya) adalah bentuk-bentuk yang dapat dipahami. Semakin tinggi derajat bentuk-bentuk yang dapat dipahami itu, semakin kuat pengaruhnya di dalam eksistensi – dan inilah sebenarnya “Eksistensi Wajib” (The Necessary Existent).

Klasifikasi Ilmu

Ilmu dapat dikelompokkan ke dalam ilmu hudhuri dan ilmu hushuli; namun menurut Sadra, dasar dari ilmu hushuli sebenarnya merujuk kepada ilmu hudhuri itu juga. Ilmu hushuli dapat dibagi menjadi representasi dan penetapan; sementara representasi sendiri dibagi menjadi komponen universal dan partikular. Komponen partikular mencakup hal-hal yang indrawi, imaginatif dan prehensif sementara komponen universal – yang disebut juga konsep ‘yang memahami’ dan yang ‘dipahami’ – menjadi sumbu utama dalam perbincangan penting mengenai filsafat.

Konsep universal dapat dikategorikan menjadi tiga jenis:1. Objek pemahaman primer misalnya manusia dll.2. Objek pemahaman pilosofis sekunder misalnya konsep kausalitas.3. Objek pemahaman logis sekunder misalnya prinsip non-kontradiksi.

Kemunculan dan kualifikasi objek pemahaman primer berada di dunia eksternal; namun, kemunculan objek pemahaman filosofis sekunder berada di alam mental meskipun kualifikasinya tidak demikian (yaitu kualitasnya berada di dunia eksternal). Tentang objek pemahaman logis sekunder, baik kemunculan maupun kualifikasinya secara esensial berada di alam mental saja.

Page 5: Persepsi Dalam Pandangan Mulla Sadra

Terakhir, Sadra percaya pada konsep penyatuan antara akal (intellect), yang mempunyai akal (intelligent), dan objek yang pahami oleh akal (intelligible). Sadra juga percaya pada teori tentang penyatuan antara pengetahuan, yang mempunyai pengetahuan (the knower) dan yang menjadi objek dari pengetahuan (the known) itu sendiri.

Tembagapura, 27 Juli 2001.Diterjemahkan oleh Mustamin Al-Mandary dari “Mulla Sadra and Perception” oleh Sayyid G. Safawi, School of Oriental and African Studies, Inggris. Kontak surat: [email protected]

Page 6: Persepsi Dalam Pandangan Mulla Sadra

Mullâ Sadrâ and PerceptionSeyed G. Safavi, School of Oriental and African Studies, UK

Abstract

Mulla Sadra defines knowledge as Existence and regards it as a degree of Existence. Sadra views the four kinds of perception (sensation, imagination, prehension and intellection) together with their different stages as a sole entity, which possesses strengths and weaknesses. Moreover, in the same way by which Existence and essence are united, knowledge is in unison with the known; knowledge is, in fact, the known per se. On the knowledge of possibilities and the knowledge of Man, he believed that there exists a union between the intellect and the intelligible. He regarded all perceptions by means of unification between the perceiver and perceived and he viewed intellection and knowledge by means of the unifications between intellect, intelligent and intelligible, and knowledge, knower, and known respectively.

Mulla Sadra, the greatest Iranin-Muslem philosopher and founding father of Transcendent Philosophy was born in Shiraz in Iran in the year 1571 and died in 1641. His writings focus on philosophy, theology, logic and commentaries on the Qur’an and al-Usul al-Kafi. His most important philosophical writings include al-Asfar al-Arba‘at al-‘aqliyyah (Four Intellectual Journeys), al-Shawahid al-Rububiyya (Divine Testimonies), al-Hikmat al-‘arshiyya (Wisdom from the Divine Throne), Kitab al-Masha‘ir (The Book of Metaphysical Science) and al-Mabda’ wa’l-ma‘ad (The Origin and the Return). There are a few translations of his works into English language such as professor James Morris’s translation of al-Hikmat al-‘arshiyya that is published as The Wisdom of Throne: An Introduction to the philosophy of Mulla Sadra (Prinston, 1981) and Dr Parviz Morewedge’s translation of Kitab al-Masha‘ir that is published as The Metaphysics of Mulla Sadra (New York, 1992). Mulla Sadra is the supreme example of that classof philosophers who combine intellectual discipline with spiritual experience.

One can discuss the question of perception or knowledge from two fundamental dimensions i.e. epistemological and ontological.

Mulla Sadra has analysed the concepts of perception and/or knowledge from many perspectives in different places of his "Asfar". In the chapters concerning ontology, he has examined whether Existence is objective or subjective and has defined

Page 7: Persepsi Dalam Pandangan Mulla Sadra

one aspect of knowledge as being that of mental existence. In "The Ten Categories", he has discussed whether or not knowledge is a mental quality and, on the subject of the soul, whether it – the soul – has the power to attain to knowledge; these are mentioned throughout the chapters "Union between the intelligent and the intelligible" and "The knower and the known". In the third volume of his "Asfar", he has put forward an independent study with regards to knowledge and matters concerning it.

According to him, perception is a union whereby the faculty of intelligence meets up with the essence of the intelligible i.e. once this union is established, perception is achieved; he defines perception as the Existence and union of the perceiver and perceived. In other words, this true union is perception and this is the same definition as knowledge.

There exist four kinds of perception:i. Sensationii. Imaginationiii. Prehensioniv. Intellection

Sensation

Sensation is the perception of an existing thing in the material world that is directly present before the perceiver with all its distinctive characteristics.

Imagination

Imagination is the perception of a sensible thing together with all its distinctive characteristics; it (the imagined) is attained in the presence of (the thing’s) matter (external world) and in the state of it’s absence i.e. the imagined need not be directly present before one.

Prehension

Page 8: Persepsi Dalam Pandangan Mulla Sadra

Prehension is that perceived intelligible within the boundaries of particularities, not universalization.

Intellection

Intellection is the perception of general concepts, meanings and substances and the reception of forms devoid of material dimensions.

There are three pre-requisites to attaining sense perception:i. Material presence in front of the perceiving apparatusii. The inclusion of the distinctive characteristicsiii. The particularisation of the perceived

Hence, the first condition doesn’t exist with respect to imagination; moreover, the first two pre-requisites aren’t necessary as far as prehension is concerned. Sadra regards knowledge – as with Existence – as un-needy of definition. On explaining knowledge, he states that knowledge means the presence of a thing qua that thing. He generally criticized ibn Sina’s and Shaykh Ishraqi’s views on knowledge, believing that knowledge isn’t a nugatory command – like that of the separation from matter – nor is it an affirmatory command; rather, knowledge is an existing command pertaining to an actual entity rather than a potential entity; even then, only pure entities are alluded to i.e. entities which are by no means mixed or associated with non-existence.

He regards knowledge and Existence as being in possession of degrees i.e. in the same way that some creatures are weak and miserly whilst others are strong and loyal, knowledge, too, possesses numerous degrees, some of which are weak e.g. sensation whilst some are trustworthy, such as the intellect. He sees knowledge as a method and way of existence in that, similar to Existence, knowledge is in possession of different stages with respect to perfection and defection and so perception also holds such degrees. In Kitab al-Masha’ir, Mulla Sadra argues that; “knowledge is nothing but presence of existence without any obstacles. Every comprehension is realized due to some mode of abstraction from matter and its

Page 9: Persepsi Dalam Pandangan Mulla Sadra

obstacles. It is so, because matter is the source of privation and absence; since each part of the body is absent from the other components, and absent from the totality, the totality becomes absent from the totality. Thus, the more intense is each form, in the sense of degree of purity fro matter, the more sound is its presence to its inner-reality. The most base is the presence of the forms of the sensibles to their inner-realities. Then, [flows] the forms of imaginable [entities] depending on their ranks. Subsequently, the forms of the inetelligibles. The highest degree of intelligibles is the most forceful in existence -and that is The Necessary Existent".

Classification of Knowledge

Knowledge can be divided into the presence and acquired; according to Sadra, the groundwork of acquired knowledge is, in fact, based on presence knowledge. Acquired knowledge may be divided into representation and judgements; the former is sub-divided into universal and particular components. The latter components include sensory, imaginary and prehensive modes whereas universal representational knowledge – which is labelled as ‘intelligent concepts and intelligibles’ – is used as the pivot of important philosophical discussions.

Universal concepts may be categorized into three:i. Primary intelligibles e.g. Man, whiteness etc.ii. Secondary philosophical intelligibles e.g. rule of cause

and effectiii. Secondary logical intelligibles e.g. principle of non-

contradiction

The occurrence and qualification of primary intelligibles are in the external world; however, the second group’s occurrence is mental in nature even though its qualification is not (i.e. its qualified to be enacted in the outside world only). Concerning the logical secondary intelligibles, both their occurrence and qualification are essentially mental in origin.

Page 10: Persepsi Dalam Pandangan Mulla Sadra

He believes in the union between the intellect, the intelligent and the intelligible and also in the union between knowledge, the knower and the known.